Dinamika Pengaturan Rumah Susun atau Apartemen
317
DINAMIKA PENGATURAN RUMAH SUSUN ATAU APARTEMEN 1 Arie S. Hutagalung
2
Indonesian condominium law under law number 16 year 1985 has been effectived for almost 20 years. This paper is elaborated towards the biased of condominium law that's showed in many reality implementations . Initally, the law which is starting on medium-lower condominium as the focus of regulation but later on the progress is construction trends to the medium-higher condominium building in many places, specijicly in Jakarta and big cities in Indonesia. The point of the matter is then back to the positive's law which lacked to anticipate the biases trends with its inherent problems aroused. In the using of Medium-Higher condominium that's erected and occupied for single and multiple purpose (residential, office, shopping centre) also has aroused many problems. They are not accomodated in the existing law and regulations. Analysed here are many points has to be accomodated into the newly law and regulations to direct the progress through condominium development and its junctions .
I.
Pengantar
Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kebutuhan peru mahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang jumlah penduduknya terus meningkat , karena pembangunan rumah susun dapat mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega dan dapat digunakan sebagai suatu cara untuk peremajaan kota bagi daerah yang kumuh. Pemerintah menganggap perlu untuk mengembangkan konsep pembangunan perumahan yang dapat dihuni bersama di dalam suatu gedung bertingkat, dimana satuan-satuannya dapat dimiliki secara terpisah I Sebagian makalah in i pernah dipresentasikan paJa Seminar Raperda Rumah Susun yang diseienggarakan oleh LPM-UI dan Pemda DKI Jakarta paJa langgai 9 OklOber 2002.
2
Guru Besar Hukum Agraria pad a Fakultas Hukum Universitas Indonesia .
Nomor 4 Tahun XXXIV
318
Hukum dan Pembangunan
yang dibangun baik secara horisontal maupun secara vertikal. Pembangunan perumahan yang demikian itu sesuai dengan kebutuhan masyarakat kita dewasa ini terutama masyarakat perkotaan. Berdasarkan konsiderans Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (UURS), untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan taraf hidup rakyat, khususnya dalam usaha pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok akan perumahan diperlukan peningkatan usaha-usaha penyediaan peru mahan yang layak, dengan harga yang dapat dijangkau oleh daya beli rakyat terutama golongan masyarakat yang mempunyai penghasilan rendah. Kehidupan di kota besar yang umumnya bercirikan rivalitas dan disintegrasi sosial, memerlukan suatu alternatif jalan guna menjamin stabilitas sosial menuju masyarakat bahagia dan sejahtera. Namun pesatnya pembangunan fisik dan keterbukaan informasi, antara lain seperti bertambahnya jumlah rumah mewah dan gedung bertingkat, jalan raya atau jalan bebas hambatan (tol) dan derasnya infiltrasi kebudayaan luar negeri, memberi andil yang tidak kecil , terhadap timbulnya gejala baru yang dapat mengakibatkan kekalutan mental dikalangan masyarakat metropolis. Kehadiran Rumah Susun (RS) akan menjadi salah satu jawaban yang perlu mendapat perhatian dari masyarakat, untuk menata suatu pola kehidupan yang sehat jasmani-rohani, bahagia sejahtera. Sehubungan dengan uraian tersebut di atas, maka kebijaksanaan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk: a . Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat, secara adil dan merata, serta mampu mencerminkan kehidupan masyarakat yang berkepribadian Indonesia. b.
Mewujudkan pemukiman yang serasi dan seimbang, sesuai dengan pol a tata ruang dan tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna.
Adanya rumah susun merupakan salah satu pembaharuan bagi penduduk kota, terutama kota metropolitan dengan masalah jumlah penduduk yang bertambah cepat sementara jumlah perumahan yang bergerak lambat. Seperti di negara-negara lain yang padat penduduknya, penduduk Indonesia khususnya Jakarta, akhirnya tentu akan terbiasa menerima kehadiran Rumah Susun.
Oktober - Vesember 2004
Dinamika Pengaturan Rumah Susun atau Apartemen
319
II. Dinamika Pengaturan Rumah Susun A. Konsep Dasar Pengaturan Rumah Susun Oleh hukum, melalui Undang·Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun yang mulai berlaku pad a tanggal 3 I Desember 1985, telah digariskan ketentuan dan kebijakan mengenai hal ihwal rumah susun di Indonesia. Melalui Peraturan Pemerimah Nomor 4 Tahun 1988 (PP 4/1988) telah dilakukan tindak lanjut mengenai pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam Undang-Undang Rumah Susun tersebut. Jika kita menelaah secara seksama Penjelasan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tersebut, dapat kita ketahui bahwa latar belakang sesungguhnya hingga Undang-Undang Rumah Susun tersebm dikeluarkan adalah untuk menjamin dan mengusahakan rakyat banyak agar dapat memiliki tempat tinggal, dalam hal ini Rumah Susun, artinya disamping semakin sedikitnya tanah yang dapat digunakan untuk membangun rumah secara horizontal, aspek ekonomi dalam arti kebutuhan akan adanya tempat tinggall rumah untuk rakyat kebanyakan, juga merupakan latar belakang pemikiran yang penting bagi dikeluarkannya Undang-Undang Rumah Susun. Dengan kata lain, Undang-Undang Rumah Susun diciptakan untuk mengatur aspek hukum dari Rumah Susun yang digunakan sebagai temp at hunian. Walaupun demikian, mengingat dalam kenyataannya ada kebutuhan akan Rumah Susun yang bukan untuk hunian, misalnya sebagai tempat perbelanjaan, pertokoan dan perkantoran, maka untuk menampung kebutuhan tersebut ketentuan-ketentllan dalam Undang-Undang Rumah Susun ini dinyatakan berlaku juga terhadap Rumah Susun bagi keperlllan lain dengan penyesuaian seperlunya. Menurut Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun, Rumah Susun yang digunakan untuk llUnian atau bukan hunian secara mandiri atau secara terpadu sebagai kesatuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yaitu Pengaturan dan Pembinaan Rumah Susun meliputi ketentuan-ketentuan mengenai persyaratan teknis dan administratif pembangunan Rumah Susun, ijin layak huni, pemilikan rumah Susun, penghunian, pengelolaan dan tata cara pengawasannya. Jelaslah bahwa pad a saat Undang-Undang Rumah Susun tersebut sedang dalam proses pembentukannya, tidak ada pemikiran lain pada
Namar 4 Tahun XXXIV
320
Hukum dan Pembangunan
lembaga legislatif, selain memperuntukkan Undang-Undang Rumah Susun bagi tempat hunian. Mungkin pada saat itu kurang terpikir pemanfaatan Rumah Susun bagi keperluan lain selain bagi tempat tinggal. Lain daripada itu , hal yang demikian juga lebih membuktikan pada kita, bahwa para pembentuk Undang-Undang Rumah Susun telah konsekwen menyiapkan Undang-Undang Rumah Susun demi menjamin dan mengusahakan agar rakyat pada umumnya dapat memiliki tempat tinggal, artinya prinsip demi kemakmuran rakyat memang benar-benar ditonjolkan.
B. Perkembangan Bentuk dan Penggunaan Rumah Susun Konsep usaha pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok akan perumahan dengan peningkatan usaha-usaha penyediaan perumahan yang layak, dengan harga yang dapat dijangkau oleh daya beli rakyat terutama go long an masyarakat yang mempunyai penghasilan rendah menjadi bergeser karena ternyata pembangunan rumah susun yang kemudian berkembang adalah bukan untuk golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah akan tetapi lebih banyak dibangun adalah rumah susun mewah untuk golongan masyarakat berpenghasilan ekonomi menengah ke atas. Bahkan akhir-akhir ini juga banyak pengembang yang membangun Rumah Susun dengan peruntukan campuran (hunian-non hunian), karena banyak diminati oleh masyarakat dan lebih praktis, dimana lantai 1 - 5 untuk non hunian/kios-kios (komersial) sedangkan lantai selanjutnya digunakan untuk hunian atau yang disebut Apartemen atau untuk hotel dan harga jual (nilai komersial) pada rumah susun campuran ditentukan oleh: 1. Untuk non hunian harga jual lebih mahal jika dibandingkan dengan hunian. 2. Harga jual juga ditentukan oleh letak lantai. a. untuk hunian makin tinggi letak lantai makin mahal harga jualnya/nilai komersialnya, b. untuk non hunian makin rendah letak lantai makin mahal harga jualnya/nilai komersialnya. Para Penghuni dalam suatu lingkungan Rumah Susun baik untuk hunian maupun non hunian wajib membentuk Perhimpunan Penghuni
Oktober - Desemoer 2004
Dinamika Pengaturan Rumah Susun atau Apartemen
321
untuk mengatur dan mengurus kepentingan bersama yang bersangkutan sebagai pemilikan, penghunian dan pengelolaannya. Dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 diciptakan dasar hukum Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HMSRS), yang meliputi: a. Hak pemilikan perorangan atas satuan-satuan rumah susun yang digunakan secara terpisah; b. Hak bersama atas bagian-bagian dari bangunan rumah susun; c. Hak bersama atas benda-benda; d. Hak bersama alas tanah. Yang semuanya merupakan satu kesatuan hak yang secara fungsional tidak terpisahkan. Pengaturan dan pembinaan rumah susun merupakan tanggung jawab dan wewenang Pemerintah. Untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang setinggi-tingginya, sebagian urusan tersebut dapat diserahkan kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan asas pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nemor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian dirobah oleh Undang-Undang Nomer 32 Tahun 2004. Untuk menggalakkan usaha pembangunan rumah susun dan memudahkan pihak-pihak yang ingin memiliki satuan rumah susun; Undang-Undang Nomer 16 Tahun 1985 mengatur kemungkinan untuk memperoleh kredit konstruksi dan kredit pemilikan rumah dengan menggunakan lembaga Hak Tanggungan. Pembangunan rumah susun memerlukan persyaratan-persyaratan teknis dan administratif yang lebih be rat. Untuk menjamin keselamatan bangunan, keamanan dan ketentraman serta ketertiban penghunian dan keserasian dengan lingkungan sekitarnya, maka satuan rumah susun (SRS) baru dapat dihuni setelah mendapat ijin kelayakan untuk dihuni dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. C. Implikasinya terhadap Perhimpunan Penghuni Penghuni Satuan Rumah Susun tidak dapat menghindarkan diri atau melepaskan kebutuhannya untuk menggunakan bag ian bersama, benda bersama dan tanah bersama , karena kesemuanya merupakan kebutuhan fungsiona\ yang saling me\engkapi.
Nomor 4 Tahun XXXIV
322
Hukum dan Pembangunan
Satuan Rumah Susun yang merupakan milik perseorangan dikelola sendiri oleh pemiliknya, sedangkan yang merupakan hak bersama harus digunakan dan dikelola secara bersama karena menyangkut kepentingan dan kehidupan orang banyak. Penggunaan dan pengelolaannya harus diatur dan dilakukan oleh suatu 'Perhimpunan Penghuni' yang diberi wewenang dan tanggung jawab. Oleh karena itu , penghuni rumah susun wajib membentuk Perhimpunan Penghuni, yang mempunyai tugas dan wewenang mengelola dan memelihara rumah susun beserta lingkungan dan menetapkan peraturan-peraturan mengenai tata tertib penghunian. Perhimpunan Penghuni oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 diberi kedudukan sebagai badan hukum dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan menu rut Pasal 54 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 dapat bertindak ke luar dan ke dalam atas nama pemilik dan dengan wewenang yang dimilikinya dapat mewujudkan ketertiban dan ketenteraman dalam lingkungan rumah susun. Perhimpunan Penghuni dapat membentuk atau menunjuk 'Badan Pengelola' yang bertugas menyelenggarakan pengelolaan yang meliputi pengawasan terhadap penggunaan bagian bersama, benda bersama , tanah bersama dan pemeliharaan serta perbaikannya. Dana yang dipergunakan untuk membiayai pengelolaan dan pemeliharaan rumah susun, diperoleh dari pemungutan iuran para penghuninya. Pembangunan rumah susun ditujukan terutama untuk tempat hunian, khususnya bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Namun demikian pembangunan rumah susun harus dapat mewujudkan pemukiman yang lengkap dan fungsional, sehingga diperlukan adanya bangunan gedung bertingkat lainnya untuk keperluan bukan hunian yang terutama berguna bagi pengembangan kehidupan masyarakat ekonomi lemah. Oleh karena itu dalam pembangunan rumah susun yang digunakan bukan untuk hunian yang fungsinya memberikan lapangan kehidupan masyarakat, misalnya untuk tempat usaha, pertokoan, perkantoran dan sebagainya, ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang ini diberlakukan dengan penyesuaian menurut kepentingannya. Disamping adanya pembangunan rumah susun yang sejak awalnya sudah ditetapkan peruntukannya untuk non hunian , hunian atau campuran; terjadinya krisis ekonomi yang menyebabkan minat konsumen menurun memaksa pengembang untuk merobah sistem satuan rumah susun menjadi sistem sewa sehingga peruntukan dan penggunaan yang semula adalah rumah susun menjadi "service apartment" atau bahkan menjadi hotel.
Oktober - Desember 2004
Dinamika Pengaturan Rumah Susun alau Apartemen
323
Sebaliknya banyak terdapat pula bangunan bertingkat dengan sistem sewa yang ingin merubah menjadi sistem satuan rumah susun.
III. Pokok Permasalahan Adanya perkembangan bentuk dan penggunaan rumah susun tersebut, menimbulkan adanya konsekwensi-konsekwensi dalam kelanjutan hidup bersama dalam rumah susun tersebut dan terjadinya pelanggaran persyaratan administratif dari ketentuan-ketentuan rumah susun. Permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kehidupan bersama rumah susun dapat diuraikan sebagai berikut: A. Untuk RS non hunian Oalam pembentukan 'Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS)" kriteria penghuni tidak tercakup dalam peraturan perundangan yang ada karena untuk non-hunian SRS tidak dihuni 24 jam dan khusus untuk perkantoran terdapat kemajemukan dalam kriteria penghuni karena pegawai kantor secara gradual dapat selalu berubah dari segi jumlah maupun personalianya termasuk juga pegawai tako. B. Untuk RS campuran Pembentukan PPRS sulit untuk disatukan antara PPRS hunian, PPRS perkantoran dan PPRS pertokoan, bukan saja karena perbedaan penggunaan SRS-nya tetapi kemajemukan penghuni baik dari segi sosial, ekonomi maupun budaya. Oi lain pihak belum ada ketentuan khusus yang memberi peluang adanya beberapa PPRS dalam satu Iingkungan rumah susun. C. Perubahan RS menjadi service apartment alau hotel. Apabila hal tersebut dilakukan hanya pada satu bangunan RS yang meliputi satu lingkungan RS, maka akan terdapat ketimpangan pada pembentukan PPRS karena bangunan yang disewakan seluruh Nilai Perbandingan Proporsional (NPP) dimiliki pengembang sehingga
Nomor 4 Tahun XXXiV
324
Hukum dan Pernbangunan
pengembang mempunyai suara mayoritas dalam menentukan kehidupan bersama dalam rumah susun. D. Perubahan gedung bertingkat dengan sistem pemilik individual ke sistem SRS Untuk pemilik gedung bertingkat dengan sistem pemilik individual yang ingin merubah menjadi sistem SRS, belum ada ketentuan yang jelas apakah perobahan tersebut dimungkinkan dan apabila dimungkinkan apa syarat-syaratnya atau apakah perobahan tersebut membawa konsekwensi yang aktual pada perobahan struktur bangunan termasuk persyaratanpersyaratan administrasi (izin-izin) sesuai dengan ketentuan peraturan yang ada. E. Masalab Perpanjangan Sertipikat Hak Bersama Sertipikat Bersama RS terdaftar atas nama Developer/Pengembang, bagaimana kalau diperpanjang, apakah akan tetap dengan nama Developer. Yang menjadi pertanyaan: I. Bagaimana bila Developer/Pengembang pailit, likudasi? 2. Apakah sertipikat Tanah Bersama tidak sebaiknya terdaftar atas nama PPRS atau atas nama semua pemil ik? 3. U ntuk perobahan nama tersebut, apakah diperlukan perbuatan hukum tertentu lagi? 4.
Apakah perobahan pemegang hak tersebut dapat dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)? Kalau ya, siapa yang harus membayar?
Dari masalah tersebut di atas, maka timbul pertanyaan-pertanyaan: I.
Sejauh mana PP No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun dapat mengatur adanya masalah perbedaan persepsi dalam praktek pengelolaan rumah susun termasuk bilamana PPRS harus dibentuk khususnya dan kehidupan di rumah susun campuran?
2. Apakah hak dan kewajiban pemilik rumah susun hunian dan non hunian dapat disamakan sesuai dengan pengaturannya?
Oktober - Desember 2004
Dinamika Pengaruran Rumah Susun atau Aparremen
325
3. Apakah solusi yang terbaik sehingga masalah-masalah/konflik kehidupan di rumah susun dapat diatasi sesuai dengan peraturan yang berlaku?
V. Analisis dan Saran A. Analisis I.
Untuk membahas masalah sejauh mana PP No.4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun dapat mengatur adanya masalah perbedaan persepsi dalam praktek pengelolaan rumah susun khususnya dan kehidupan di rumah susun campuran, sebenarnya pada Pasal 24 ayat I KetentuanKetentuan Lain UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun dikatakan bahwa ketentuan-ketentuan dalam undang-undang 1m berlaku dengan penyesuaian menu rut kepentingannya terhadap rumah susun yang dipergunakan untuk keperluan lain. Untuk keperluan lain disini yang dimaksud adalah rumah susun non hunian atau komersial dan dalam PP No . 4 Tahun 1988 pada prinsipnya telah mengatur secara garis besar hak dan kewajiban pemilik satuan rumah susun hunian dan non hunian, namun pada prakteknya pengaturan dalam pasal dan penjelasan pasal demi pasal tidak tegas, menyebabkan pihak-pihak yang berbeda pendapat menarik kesimpulan/persepsi yang berbeda-beda pula untuk mendukung pendapatnya, sehingga sering terjadi antara Penghuni, Pengembang dan Pengelola timbul suatu perselisihan mengenai pengelolaan service charge dan benda bersama dan apabila perbedaan ini dimintakan pendapat kepada Dinas Perumahan, Dinas Perumahan juga tidak tegas untuk mengambil suatu keputusan/kebijakan yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi sehingga berlarut-Iarut. Contoh: Perbedaan persepsi dalam praktek pengelolaan rumah susun misalnya tentang Pasal 67 UU NO.4 Tahun 1988 yang berbunyi "Penyelenggara pembangunan yang membangun rumah susun wajib mengelola rumah susun yang bersangkutan dalam jangka waktu sekurang-kurangnya tiga bulan dan paling lama satu tahun sejak terbentuknya Perhimpunan Penghuni atas biaya penyelenggara pembangunan." Sedangkan dalam penjelasannya dikatakan bahwa
Nomor 4 TahulZ XXXIV
326
Hukum dan Pembangunan
kewajiban penyelenggara pembangunan untuk mengelola rumah susun dalam jangka waktu tersebut dimaksudkan untuk membantu Perhimpunan Penghuni dalam mempelajari dan menyiapkan pengelolaan selanjutnya. Pasal 67 tersebut di atas oleh para penghuni diartikan/ditafsirkan bahwa sekurang-kurangnya tiga bulan dan paling lama satu tahun sejak terbentuknya Perhimpunan Penghuni , para penghuni bebas membayar service charge, akan tetapi oleh penyelenggara pembangunanl pengembang melihat penjelasan dari pasal 67 tersebut di atas mengartikan kewajiban penyelenggara pembangunan untuk mengelola rumah susun dalam jangka waktu tersebut dimaksudkan untuk membantu Perhimpunan Penghuni dalam mempelajari dan menyiapkan pengelolaan selanjutnya , disini yang dititik beratkan oleh penyelenggara pembangunan adalah kata-kata mempelajari dan menyiapkan pengelolaan diartikan oleh penyelenggara pembangunan sebagai memberikan penyuluhan-penyuluhan kepada Pengurus Perhimpunan Penghuni yang baru terbentuk untuk mengelola selanjutnya, bukan bebas service charge untuk 3 - 12 bulan sejak terbentuknya Perhimpunan Penghuni. Pendapat dari penyelenggara pembangunan ini didukung oleh Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat nomor 11/KPTSI1994 tentang Pedoman Perikatan lual Beli Satuan Rumah Susun angka III butir 5.2: Pengelolaan dan pemeliharaan bag ian bersama, benda bersama dan tanah bersama merupakan kewajiban seluruh penghuni. Calon pembeli satuan rumah susun harus bersedia menjadi anggota Perhimpunan Penghuni yang akan dibentuk dan didirikan dengan banguan perusahaan pembangunan peru mahan dan pemukim guna mengelola dan memelihara bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama besena fasilitasnya dengan memungut uang pangkal dan iuran yang besarnya akan ditetapkan bersama di kemudian hari secara musyawarah. Untuk tahun pertama (terhitung sejak tanggal penyerahan) uang pangkal dan iuran tersebut belum perlu dibayar. Dalam prakteknya kalau satuan rumah susun yang diserah terima baru beberapa unit (sedikit) dan belum terbentuk Perhimpunan Penghuni, service charge belum ditagih , akan tetapi kalau yang diserah terimakan sudah hampir seluruhnya dan Perhimpunan Penghuni sudah
Oktober - Desember 2004
Dinamika Pengaturan Rumah Susun a/au Apartemen
327
terbentuk, adalah tidak adil bagi penyelenggara pembangunan/pengembang untuk menanggung biaya service charge apalagi bila area rumah susun itu sangat luas, sedangkan satuan rumah susun itu juga untuk non hunian/komersial. Mengingat biaya yang harus dikeluarkan oleh penyelenggara pembangunan/pengembang tidak sedikitlkecil, antara lain untuk membayar gaji keamanan, kebersihan, pemakaian air, listrik, dan lain-lain. 2. Apakah hak dan kewajiban pemilik satuan rumah susun hun ian dan non hunian dapat disamakan sesuai dengan pengaturannya? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, sebagaimana yang telah diuraikan di atas, ketentuan/peraturan rumah susun hunian berlaku juga bagi rumah susun non hunian, sehingga hak dan kewajiban pemilik rumah susun hunian dan non hunian/komersial adalah sarna. Perbedaannya adalah mengenai peruntukannya, yaitu rumah susun hunian peruntukannya adalah untuk rumah tinggallhunian , sedangkan rumah susun non hunian adalah untuk peruntukan komersiallkioslwko, sehingga terdapat perbedaan kepentingan namun dalam praktek sehari-hari perbedaan tersebut dapat diakomodasikan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Penghuni, misalnya mengenai besarnya pengenaan biaya service charge, tata tertib penghunian. 3. Permasalahan mengenai apakah solusi yang terbaik sehingga masalahmasalah/konflik kehidupan di rumah susun dapat diatasi sesuai dengan peraturan yang berlaku, pada dasarnya tinggal di rumah susun dapat menjadi pilihan yang terbaik, asalkan para penghuni/pemiliknya menaati tata tertib yang berlaku dan mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing. Akan tetapi tidak selamanya masalah-masalah/konflik kehidupan di rumah susun dapat diatasi dengan peraturan yang adal berlaku, karena peraturan yang berlaku mengenai rumah susun yang ada kadang-kadang kurang jelas atau kurang cukup mengatur bahkan terjadi kekosongan peraturan mengingat perkembangan masalahmasalah/konflik yang timbul. Maka solusi yang terbaik untuk mengatasi masalah-masalah/konflik yang timbul yang belum atau kurang jelas pengaturannya, dapat diatur atau dipertegas dalam Anggaran Dasar maupun Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Penghuni, karena Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Penghuni dapat diubah manakala para penghuni/pemilik
Namar 4 Tahun XXXIV
328
Hukum dan Pembangunan
- -satuan rumah susun menghendaki pengaturan suatu hal yang belum atau k\Jrang cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah Pusat ataupun Peraturan Pemerintah Daerah dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dengan mengadakan Rapat Umum Luar Biasa Anggota Perhimpunan Penghuni, lebih cepat jika dibandingkan dengan menunggu adanya peraturan dari Pemerintah. Mengenai perpanjangan sertipikat seyogyanya pihak Badan Pertanahan Nasional mengantisipasi adanya perobahan subyek hak untuk Tanah Bersama, apakah dirobah atas nama PPRS atau seluruh nama pemilik , sehingga dalam rangka perpanjangan haknya tidak ditemui kesulitan. Ketentuan-ketentuan mengenai hal tersebut cukup diatur dalam Peraturan Badan Pertanahan Nasional atau Peraturan Daerah misalnya. Dari pokok permasalahan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ketentuan-ketentuan mengenai rumah susun belum dapat mengakomodasi perobahan-perobahan bangunan dan penggunaan rumah susun yang berkembang sekarang ini, khususnya di wilayah DK! Jakarta. UURS dan PP 411988 hanya mengakomodasi kemungkinan penggunaan ketentuan-ketentuan yang ada untuk rumah susun non hunian termasuk rumah susun campuran. Akan tetapi dalam rangka penghunian dan pengelolaan rumah susun, ketentuan-ketentuan yang ada belum memadai untuk menyelesaikan masalah-masalah yang " timbul, dengan adanya rumah susun non hunian maupun rumah sus un campuran, antara lain misalnya: a.
Ketentuan-ketentuan mengenai persyaratan teknis dan administratif dari . rumah susun non hunian baik untuk perkantoran maupun pertokoan dan rumah susun campuran.
b. ,Pengaturan mengenai kehidupan bersama dari rumah susun non hunian dan rumah susun campuran, misalnya ketentuan-ketentuan mengenai diperbolehkannya dibuat lebih dari satu PPRS atau perbedaan pengenaan service charge dan sinking fund, perbedaan mengenai ketentuan anggota PPRS, termasuk mengenai bilamana PPRS harus dibentuk oleh pengembang ataupun penghuni rumah susun.
OklOber - Desember 2004
Dinamika Pengaluran RlImah SlIsun alau Apartemen
329
c.
Untuk perubahan sistem SRS menjadi sistem sewa/time sharing/sewa kamar hotel, juga tidak ada pengaturannya, misalnya apa konsekwensi rumah susun yang semula diperuntukkan untuk hunian dirubah menjadi service apartment atau hotel, dalam arti adakah sanksinya atau adakah persyaratan-persyaratan administrasi termasuk izin-izin yang harus dipero[eh oleh pemilik rumah susun tersebut. Bagaimana pengaturannya terhadap PPRS yang telah terbentuk dalam lingkungan rumah susun tersebut.
d.
Untuk gedung bertingkat dengan pemilik individual yang mgin merobah ke sistem SRS, juga tidak ada ketentuan khusus yang mengaturnya.
e.
Untuk perubahan subyek hak atas Tanah Bersama perlu dibuat peraturan oleh Badan Pertanahan Nasional.
B. Saran Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka kami mencoba untuk memberikan saran-saran sebagai berikut: l. Walaupun UURS dan PP 4/1988 sudah memberi peluang untuk
menggunakan ketentuan dalam UURS untuk rumah susun non hun ian mengingat perkembangan yang pesat dalam penggunaan rumah susun non hunian dan campuran, maka perlu diadakan pengaturan k:llUSUS mengenai rumah susun non hunian termasuk rumah susun campuran baik dari segi persyaratan teknis maupun administratif, juga dari segi penghunian dan penge[olaannya. 2. Perobahan rumah susun dengan sislem SRS ke sistem sewa maupun sistem hotel juga harus diakomodasi dengan ketentuan k:llUSUS antara lain menyebutkan alasan-alasan yang dapat diterima untuk perobahan tersebut, syarat-syarat administratif/teknis-nya dan pengaturan kehidupan bersama yang sudah ada, sebaliknya perobahan dari sistem sewa menjadi SRS juga perlu wadah pengaturannya. 3.
Untuk ketentuan-ketentuan yang umum dapat diwadahi dalam Perda sedangkan untuk ketentuan-ketentuan yang dapat berubah dari waktu ke waktu dapat dituangkan dalam SK Gubernur.
Namar 4 Tahun XXXIV
Hukum dan Pembangunall
330
4. Mengenai diantisipasi bertingkat pariwisata,
ketentuan penghunian dan pengelolaan, dapat pula pengaturan kehidupan bersama tidak terbatas pada rumah tetapi pada rumah horizontal; seperti pada kawasan industri, Business District Center, dsb.
s. Teknik dan perhitungan NPP dalam rangka pertelaan perlu juga diwadahi dengan suatu ketentuan hukum. 6.
Kecepatan dan ketepatan proses sertifikasi HMSRS perlu juga diatur sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan pelayanan terhadap konsumen dan melindungi kepentingan hukumnya. Perlu disempurnakan ketentuan yang lebih khusus melalui suatu institusi (olle stop service). Selain itu perlu ditambahkan pengaturan mengenai perobahan nama dari hak atas Tanah Bersama.
Daftar Pustaka Susanto, Herawaty. "Analisis Sosio Yuridis Mengenai Hak dan Kewajiban Pemilik Rumah Susun Campuran (Hunian dan Non Hunian)". Tesis pad a Program Magister Kenotariatan, 2004 Hutagalung, Arie S. Condominium dan Permasalahannya. Jakarta:BPFH Universitas Indonesia , 2003 . Hutagalung, Arie S. Serba Aneka Masalah Tanah dalam Kegiatan Ekonomi (suatu kumpulan karangan. Jakarta:BPFH Universitas Indonesia, 1999. Hutagalung, Arie S. "Perkembangan Bentuk dan Penggunaan Rumah Susun di OKI Jakarta". Makalah dipresentasikan pada Seminar Raperda Rumah Susun yang diselenggarakan oleh LPM-UI dan Pemda OKI Jakarta tanggal 9 Oktober 2002 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun.
OklOber - Desember 2004