DINAMIKA GERAKAN ISLAM TRANSNASIONAL DAN TANTANGAN PENDIDIKAN ISLAM INDONESIA Oleh Zainal Anshari Marli1
Abstrak Masuknya ISIS atau Islam transnasional ke Indonesia, tentu ada banyak kemungkinan. Kemungkinan-kemungkinan tersebut dapat kita petakan sebagai berikut; Pertama, ISIS dan Islam transnasional lainnya, memang lahir karena ingin menjawab perlakuan tidak adil negara Amerika Serikat dan negara-negara Eropa kepada negara-negara Islam di Timur Tengah.Misalnya terhadap Negara Palestina dan lain sebagainya. Kedua, sangat mungkin, organisasi semacam ISIS dan model Islam transnasional lainnya, sengaja didanai oleh Amerika Serikatdan Negara-Negara Eropa, guna menghancurkan citra dan image Islam yang penuh sikap toleransi, ramah dan menyampaikan pesan perdamaian. Disinilah pendidikan Islam seharusnya tampil untuk menjelaskan kepada dunia internasional (publik), bahwa Islam, khususnya Islam Indonesia tidak seperti yang dicitrakan (red, image negatif) oleh media-media asing selama ini. Kata kunci: pendidikan Islam Indonesia, gerakan Islam transnasional, dan peran ormas dan OKP di Indonesia.
PENDAHULUAN Umat Islam di Indonesia sejak lama dikenal karena keterbukaannya untuk menerima transmisi berbagai gagasan atau pemikiran baru yang berkembang di dunia Islam yang lain dan sikap adaptif serta toleransinya untuk hidup dengan penganut paham yang berbeda-beda itu. Keterbukaan menyebabkan masuknya semua paham keagamaan di Indonesia, sehingga terkadang berimolikasi kepada konflik agama dan keyakinan. ISIS adalah Gerakan yang baru muncul di Indonesia dan hangat dibicarakan di media massa, banyak pengamat yang membicarakan gerakan ini, mulai dari
dosen, politisis,
mahasiswa, wartawan, tokoh agama dan tokoh ormas, tokoh pemuda dan bahkan hampir semua komponen bangsa ini bicara tentang ISIS. Awalnya penulis menelusuri data di internet, media cetak dan televise tentang maraknya gerakan
1
Dosen STAIFAS Jember. email;
[email protected]
1|Page
ISIS sejak beberapa bulan lalu dari media massa. Misalkan dari Jawa Pos,2 Metro TV, TV One dan berbagai media lainnya. Di media massa ada statemen yang menarik tentang gerakan ISIS, dengan judul “Bukti Perkataan Takfir ISIS Terhadap Muslim Suriah”. Situs ini memuat hasil rekaman anggota ISIS dimana mereka sangat mudahnya mengkafirkan orang lain, walaupun sesama umat Islamnya. Apalagi yang tidak beragama Islam.Situs tersebut membuat kami kaget dan heran, ilmu yang kami dapat selama di pesantren, terutama tentang ajaran agar tidak dengan mudah mengkafirkan orang lain, pada aspek ini, menemukan semacam wacana tanding, yang menurut kami sangat ekstrim dan menakutkan jika dibiarkan begitu saja.Apalagi jika dibiarkan berkembang di dalam wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia. Jika paham ini dibiarkan masuk dan berkembang tumbuh pesat di Indonesia, maka sangat mungkin sekali bangsa ini akan mengalami dis-orientasi berbangsa dan bernegara. Pluralitas keberagamaan yang cukup kompleks saja terkadang menimbulkan riak-riak yang sangat tidak kita inginkan, 3 apalagi, sampai menghalalkan darah orang lain yang tidak seakidah dan tidak seiman dengan mereka (red, ISIS). Maka besar kemungkinan, paham ini, akan memporak-porandakan ke Bhineka Tunggal Ika-an yang telah hampir satu abad di rajud.4
POTRET GERAKAN ISLAM TRANSNASIONAL Dalam publikasi The Wahid Institute tahun 2009, tentang kekerasan atas nama agama, yang dieditori oleh Rumadi, dkk.5 Betapa kita akan mendapatkan Jawa Pos, Ahad, 7 September 2014. Dengan judul “jihadis-jihadis muda dari Negara minoritas Islam di tubuh ISIS, terpikat dakwah radikal di internet”. Hal: 2. 3 Hafidz Hasyim, Klaim Kebenaran Agama dalam Bingkai Psikologi Agama dan Analitika Bahasa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan STAIN Jember Press, 2013. Lihat juga Abdurrahman Wahid, Ilusi Negara Islam, Jakarta: The Wahid Institute, Maarif Institute, Bhinneka Tunggal Ika, 2009.Dan bandingkan juga dengan Nur Khaliq Ridwan, Doktrin Wahhabi dan Benih-Benih Radilaisme Islam, (jilid 1).Perselingkuhan Wahhabi dalam Agama, Bisnis dan Kekuasaan, (jilid 2).Membedah Ideologi Kekerasan Wahhabi, (jilid 3), Yogyakarta: Tanah Air, 2009. 4 As’ad Said Ali, Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Berbangsa, Jakarta: LP3ES, 2009. 5 Rumadi, dkk, Politisasi Agama dan Konflik Komunal Beberapa Isu Penting di Indonesia,The Wahid Institute, 2007. 2
2|Page
gambaran, bahwa di negeri ini, negara, kepolisian, kejaksaan, kehakiman dan institusi hukum secara umum, belum hadir secara utuh di tengah-tengah masyarakat
Indonesia.
Sehingga
masih
kerapkali
terjadi
penghakiman,
pemerkosaan hak dan pengadilan sepihak oleh beberapa oknum massa yang tidak bertanggung jawab. Khususnya tentang masalah sosial keagamaan, keyakinan, dan secara umum tentang ke-Islaman dan keberagamaan di Indonesia. Apalagi semacam ISIS hadir di Indonesia, maka akan semakin memperburuk suasana dinamisasi gerakan keagamaan, yang belum berjalan secara utuh, dinamis dan efektif dalam konteks berbangsa dan bernegara. Adapun kampus-kampus yang menjadi target sasaran gerakan Islam transnasional misalkan; UI, UNAIR, UM, IPB, ITN, UNIBRAW, ITS, UNPAD, UGM, UNJ, UNY, IKIP dan lain sebagainya.6Tentu bukan hanya ISIS, akan tetapi gerakan impor Islam yang dibawa ke Indonesia banyak yang menyisir perguruan tinggi umum. Hal ini jelas, karena kampus-kampus agama, sulit untuk dimasuki, karena paham keagamaan yang dimiliki mahasiswa PTAI ada yang cukup memadai, sehingga sulit untuk di jajah otak dan gaya berfikirnya. Namun demikian, bukan berarti kampus-kampus agama aman dari target sasaran mereka. Kata M. Amin Abdullah, ketika seminar nasional di Hotel Paramesthi Surakarta (25/04/2011) lalu, ia menyatakan gerakan transnasional sudah memasuki kampus-kampus agama, semisal; UIN, IAIN, STAIN dan lain sebagainya.Hal ini juga perlu diwaspadai, sebagai sebuah upaya untuk tetap memelihara model keberagamaan yang kita anut dan kita jalani selama ini. Ada sebuah statemen ISIS yang menarik untuk diperhatikkan dan direfleksikan sebagai berikut: “Sikap mudah mengkafirkan tanpa alasan yang haq berujung pembantaian massal terhadap muslim suriah. Sejak fitnah ISIS ini bergulir sudah sekitar 1.800 jiwa muslim melayang tanpa haq. "Kami (ISIS) membersihkan kota ini dari babi-babi murtaddin.Kami datang kesini untuk memenggal kepala mereka. Kami bersumpah atas nama-Mu Ya Allah, bahwa kami akan membalas dendam kepada para murtaddin dan kalian 6 Abdurrahman Wahid, Ilusi Negara Islam, Jakarta: The Wahid Institute, Maarif Institute, Bhinneka Tunggal Ika, 2009. Lihat pula dalam Abdul Aziz, dkk, Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994.
3|Page
(mujahidin) akan membayar dengan darah kalian. Firman Allah, 'perangi kuffar!'. Wallahi, kalian adalah sahawat dan Kuffar! Kuffar! Kuffar! Wallahi, kalian (mujahidin) hanya akan dapat melihat senjata kami dan kami akan memenggal kepala-kepala kalian. Allah pasti akan memenangkan kami. Mereka (mujahidin) memerangi kami karena kami adalah Muslim. Kami tidak akan menyerah! Akulah singa yang berani dan cakaranku mencengkam ke dasar pasir. Akanku tunjukkan kehebatan dan kekuasaan ISIS di Syria, kami akan membunuh mereka (mujahidin).7 Dari kata-kata berikut, “Kami (ISIS) membersihkan kota ini dari babibabi murtaddin.Kami datang kesini untuk memenggal kepala mereka. Kami bersumpah atas nama-Mu Ya Allah, bahwa kami akan membalas dendam kepada para murtaddin dan kalian (mujahidin) akan membayar dengan darah kalian”. Kalimat ini menunjukkan bahwa ISIS membawa ajaran Islam dengan semaunya sendiri, kaku dan yang terpenting adalah sempitnya ruang penafsiran pada makna keberagamaan yang gampang dan mudah menyesatkan model keberagamaan golongan lain. Jika cara pandang dan pemahaman semacam itu dikembangkan di Indonesia, maka sulit bagi negeri ini akan mengembangkan toleransi, perdamaian, persamaan hak di depan hukum, keadilan dan semacamnya, karena model keberagamaan sebagaimana dikembangkan ISIS hanya akan melahirkan disparitas yang cukup tajam diantara sesama masyarakat Indonesia sendiri, jika hal ini terjadi, maka perpecahan sulit akan dihindari lagi. Berdasarkan pencarian data yang dilakukan penulis, jawa pos mempublikasikan data 24 negara “pemasok militan ISIS” yang cukup mengejutkan.Indonesia sendiri memiliki beberapa jihadis ISIS, yaitu sebanyak 3060orang.Tunisia dengan jumlah penduduk muslim sebanyak 10.349.000, dengan jumlah
jihadis
3.000
orang.
Disusul
Arab
Saudi
dengan
populasi
muslim25.493.000 dan kelompok jihadis sebanyak 2.500 orang. Negara Indonesia jika dibandingkan dengan Tunisia dan Arab Saudi, memang masih jauh sekali jumlah jihadisnya. Tapi jika Negara Indonesia memberikan kebebasan dan keleluasaan bagi para aktivis ISIS di Indonesia, maka 7 https://www.facebook.com/permalink.php?id=819015284790899&story_fbid=585614074 866815 diakses pada, Kamis, 16/10/2014.
4|Page
bukan tidak mungkin ISIS akan jauh lebih besar di Indonesia, jika dibandingkan dengan Negara-negara lain seperti Tunisia dan Arab Saudi tersebut. Dan berikut ini gambaran yang kami dapatkani; No
Negara
Populasi muslim
Jumlah jihadis
Persentase muslim yang pergi berjihad
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Aljazair Australia Belgia Canada Denmark Finlandia Prancis Jerman Indonesia Irlandia Kosovo Kyrgiztan Maroko Norwegia Rusia Arab Saudi Singapura Spanyol Swedia Switzerland Tunisia Turki Inggris AS
34.780.000 399.000 638.000 940.000 226.000 42.000 4.704.000 4.119.000 204.847.000 43.000 2.104.000 4.927.000 32.381.000 144.000 16.379.000 25.493.000 721.000 1.021.000 451.000 433.000 10.349.000 74.660.000 2.869.000 2.595.000
200 250 250 30 100 30 700 Sekitar 300 30-60 25-30 100-120 10+ Sekitar 1.500 40-50 800+ Sekitar 2.500 1 51 Sekitar 30 Sekitar 10 Sekitar 3000 Sekitar 400 500 100+
0,000575 0,06 0,039 0,0032 0,044 0,071 0,015 0,007 0,0003 0,07 0,006 0,0002 0,005 0,035 0,005 0,01 0,0001 0,0005 0,007 0,0002 0,03 0,0005 0,017 0,004
Keterangan sumber: (pemerintah, pusat riset Pew, CNN). 8
Historis
organisasi
keagaman
terbesar
di
Indonesia
seperti
Muhammadiyah yang didirikan pada tahun 1912 dan Nahdlatul Ulama yang berdiri pada tahun 1926,9 walaupun menjadi ormas terbesar di Indonesia, tidak pernah saling mengkafirkan antara yang satu dengan yang lainnya (red, NUMuhammadiyah). Adanya perbedaan pendapat ia benar terjadi, tapi tidak sampai mengkafirkan, apalagi sampai menghalalkan darah diantara satu dengan yang lainnya. Perbedaan cara pandang di dalam NU dan Muhammadiyah dalam melihat 8 Jawa Pos, Ahad, 7 September 2014, hlm; 2.Dengan judul “jihadis-jihadis muda dari Negara minoritas Islam di tubuh ISIS, terpikat dakwah radikal di internet”. 9 Jarkom Fatwa, Sekilas Nahdlatut Tujjar, Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004.
5|Page
masalah furu’iyyah sosial keagamaan, merupakan tradisi warisan ulama-ulama salafus sholih, yang saling menghargai dan toleran dalam perbedaan. Hari ini, NU dan Muhammadiyah dikembangkan di luar negeri, NU luar negeri tetap dengan nama Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCI NU), misalkan di Mesir, Malaysia, Belanda, Australia dan semacamnya. Keberadaan PCI NU di luar negeri, sama sekali tidak mengusik keberadaan umat beragama lain yang berada di sana.Begitu juga dengan Muhammadiyah, di bawah kepemimpinan Din Syamsuddin, Muhammadiyah juga dikembangkan ke luar negeri, dan sekali lagi tidak menimbulkan keresahan kepada masyarakat. Seharusnya aliran-aliran atau paham yang akan masuk ke Indonesia, melihat kiprah, perjuangan, dan model pengayoman yang dikembangkan NUMuhammadiyah di Indonesia,agar tidak menimbulkan kekacauan nasional. Misalkan dapat di lihat di beberapa universitar umum atau PTAI di Indonesia seperti UIN Jakarta, UIN Yogyakarta, UIN Surabaya, UIN Malang, dan STAIN/ IAIN Jember, betapapun adanya friksi-friksi diantara para donsen NU dan Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad, LDII dan sebagainya, namun mereka tidak saling mengkafirkan antara satu dengan yang lainnya. Lebih jauh dapat dilihat dari perbedaan pemikiran tokoh-tokoh besar di Indonesia seperti: KH. Abdurrahman Wahid (mantan Ketua Umum PBNU), beliau tidak pernah mengkafirkan Prof. Syafi’i Maarif, dan Amien Rais (mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah).Demikian juga Dr. KH. A. Hasyim Muzadi (mantan Ketua Umum PBNU) dan Prof. Din Syamsuddin (Ketua Umum PP Muhammadiyah), diantara mereka terjadi perbedaan pandangan dalam banyak hal, baik menyangkut negara, agama, politik dsb.Namun diantara mereka tidak saling
mengkafirkan
dan
juga
tentunya
terjadi
banyak
persamaan
pandangan.Sehingga dengan model kepemimpinan ormas yang ada, kondisi bangsa Indonesia ini masih kondusif, efektif dan dapat melahirkan stabilitas dalam berbagai dimensinya. Jika beberapa kelompok di atas saling berseteru dan saling mengkafirkan antara yang satu dengan yang lainnya, maka betapa pusingnya pemerintah kita dan betapa akan kacaunya suasana dalam negeri ini? Tentu akan terjadi 6|Page
anstabilitas yang tidak kita harapkan. Begitupun masing-masing warga dari beberapa ormas di atas, khususnya di Indonesia, keberadaan mereka menjadi sebuah fakta pluralitas yang tidak dapat dielakkan. Itulah yang oleh intelektual muda NU, Zuhairi Misrawi, dikatakan sebagai sebuah rahmat dan potret dari model Islam Rahmatan Lil Alamin di Indonesia. 10 Lihat dalam bukunya, AlQur’An Kitab Toleransi; Tafsir Tematik Islam Rahmatan Lil Alamin. Di alamat situs yang lain, penulis mencoba mempelajari respon pemerintah Indonesia berikut ini; Pemerintah Indonesia memperingatkan bahaya masuknya Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) yang berupaya mendirikan Negara Islam (Islam State, IS), menyusul beredarnya sebuah video orang Indonesia yang mengajak untuk bergabung dalam kelompok jihad tersebut dan terungkapnya pertemuan sejumlah kelompok pro ISIS di berbagai kota. Djoko Suyanto, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan mengatakan, ISIS dan IS harus ditolak karena bertentangan dengan ideologi Pancasila dan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. ISIS bukan masalah agama. Ini adalah masalah ideologi yang kalau kita kaitkan dengan negara kita, maka ini tidak sama, dan bertentangan dengan ideologi Pancasila kita, keberadaan negara kesatuan kita dan kebhinekaan kita,” kata Suyanto kepada wartawan di Jakarta, usai mengikuti rapat dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan beberapa menteri lain, Senin (4/8/2014).11 Kutipkan respon pemerintah ini, agar kita sebagai warga negara mengetahui sikap pemerintah, sehingga kita dapat melakukan respon yang sama, untuk ikut terlibat secara aktif di dalam memelihara dan membangun persatuan dan kesatuan di bangsa Indonesia ini.
PENDIDIKAN ISLAM DAN PROBLEM YANG MENGITARINYA Salah satu topik jawa pos, radar jember pada Rabu, 8/10/2014, disebutkan jumlah penderita yang terdata 1.335 orang dengan HIV AIDS (ODHA). Hal ini juga pernah disampaikan oleh Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Jember, bapak HM. Thamrin dalam sebuah pelantikan Dewan Pengurus Daerah Badan
10 Zuhairi Misrawi, Al-Qur’An Kitab Toleransi; Tafsir Tematik Islam Rahmatan Lil Alamin, Jakarta: OASIS, 2012. 11 http://pgi.or.id/archives/2060, diakses pada, Kamis, 16/10/2014.
7|Page
Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (DPD BKPRMI) Jember, Ahad, 24/8/2014 yang lalu di gedung II SD Al-Baitul Amien Jember.12 Pada bulan Mei yang lalu, Metro TV melansir data, sekitar 1.500 orang di Jember terdeteksi virus HIV/AIDS. Menurut salah seorang konselor di RSUD dr. Soebandi Jember, menyampaikan kepada saya sekitar 8 bulan yang lalu, bahwa data yang sebenarnya lebih dari 2.000-an pasien penderita HIV/AIDS di Jember. Di Jawa Timur secara keseluruhan, angka HIV/AIDS masih cukup tinggi, bahkan setelah Papua dan DKI Jakarta, Jawa Timur berada di posisi ke tiga. Tentunya, hal ini menjadi semakin berat bagi sekolah dan guru untuk menjaga moralitas anak-anak negeri ini. Dan tentu juga bagi para kiai, ustad, pastur, romo, biksu dan semua orang tua, tentu akan merasa gelisah dengan fenomena anomali perilaku mahasiswa, pelajar dan masyarakat secara umum tersebut. Khususnya di Jember, tidak heran jika dilingkungan sekitar Universitas Jember, banyak bendiri pondok pesantren, seperti PP. At Toyyibah asuhan Drs. KH. Misrawi Asnawi Latif, MM. PP. Al Husna asuhan Dr. KH. Hamam, M.HI. PP. Al Jauhar, asuhan almarhum Prof. KH. Sahilun A Nashir, tentu berdirinya beberapa pondok pesantren tersebut untuk menanggulangi free seks yang marak terjadi dilingkungan pelajar, mahasiswa dan masyarakat di Jember dan sekitarnya. Tidak hanya itu, IAIN Jember yang berada di lingkungan Kaliwates Jember, para dosennya banyak mempersiapkan pendidikan pondok pesantren, untuk menanggulangi hal yang sama. Misalkan Ust.Dr. MN. Harisuddin dengan pesantren Ar Riayah-nya. Dr. KH. Abdul Wadud Nafis dengan pesantren Ummul Quro-nya. Dr. KH. Saifuddin Mujtaba dengan pesantren putri-nya yang berada dilingkungan IAIN Jember, Ust. Prof. H. Moh. Khusnuridlo dengan pesantren putri-nya juga, serta Ust. Dr. Pujiono Abdul Hamid, yang juga sudah bergegas menyiapkan pesantren mahasiswa di lingkungan yang sama, tentu semua itu dilakukan sebagai upaya yang serius untuk memperbaiki citra masyarakat dan secara umum citra kabupaten Jember yang indah, asri, ramah dan religius. 12 Radar Jember, Rabu, 8/10/2014: 01-11, tentang “Fenomena gunung Es kasus HIV AIDS di Jember”,
8|Page
Tantangan Islam Indonesia, khususnya pendidikan Islam, jelas semakin komplek, pertama, selain karena posisinya masih berada pada level ke dua, hingga hari ini masih sulit untuk naik ke level yang lebih atas. Kedua, pendidikan Islam juga menghadapi dinamika sosial masyarakatnya yang semakin hari semakin hari jauh dari nilai-nilai agama yang dianutnya.Ketiga, pendidikan Islam menghadapi gerakan transnasional, yang merupakan gejolak keagamaan dari luar Indonesia yang dibawa masuk ke nusantara ini oleh agen-agennya. Maka dalam konteks ini, penulis menawarkan problem solving dalam persepektif KH. Abdul Muchith Muzadi, untuk menjadi solusi yang bisa kita tawarkan kepada masyarakat, agar tidak terpengaruh gerakan-gerakan impor dari luar Indonesia. Menurut KH. Abdul Muchith Muzadi yang di daulat menjadi kamus NU berjalan tersebut; Sebenarnya tidak penting kita itu kelompok Aswaja apa tidak, yang penting kita sendiri berakidah Aswaja, bersyariat Aswaja, berakhlak Aswaja. Makanya kita tidak perlu memasalahkan Aswaja secara teoritis yang intelektualistis. Misalnya KH. Said Aqil Siradj, meributkan apakah Aswaja itu madzab aqwal, pendapat-pendapat yang sudah mapan, apa metode berfikir atau manhajul fiqr, sialakan itu urusannya Pak Said, dengan orangorag yang pintar-pintar itu, wong nanti juga ujung-ujungnya akan kembali ke aqwal. Tapi kalau urusan saya bersama anak-anak IPPNU, IPNU, PMII, Ansor itu bagaimana Aswaja itu yang sudah kita pelajari selama ini.Setidaknya kita sadar bahwa ajaran Aswaja telah kita ketahui, kita yakini, dan kita amalkan.Jadi kita tidak berputar-putar dalam bayangan teori saja. Perlu disosialisasikan bahwa NU itu ya Islam yang biasa-biasa saja.Kalau yang ada yang meninggal diselameti.Dulu kita ngomong tahlil itu saja harus hati-hati karena tidak mengerti tahlil, ngertinya selamatan.Tapi sekarang tidak ada tantangan seperti itu. Merujuk pada pandangan KH.Abdul Muchith Muzadi di atas, bahwa dalam memasyarakatkan ajaran Islam, tidak mesti menggunakan pendekatan teoritik yang cukup dalam dan mendalam.Namun yang perlu diperhatikan kata KH.Abdul Muchith Muzadi adalah model pendekatannya kepada masyarakat, sehingga kehadiran dakwah dan ajaran Islam yang ingin kita sampaikan dalam format pendidikan Islam dapat dengan mudah diterima dan mendapatkan ruang di dalam hati masyarakat Indonesia. 9|Page
Lebih lanjut KH. Abdul Muchith Muzadi menjelaskan sebagai berikut; Jadi beda antara model dakwah Wali Songo dan Lembaga Dakwah Islam Indonesia. Wali Songo itu dakwanya menyentuh dan difahami oleh orang.Berbeda dengan yang mereka yang mengaku memurnikan Islam anti TBC, taklid, bid’ah, khurofat.Ternyata yang mengerti negerti dan mengikuti itu hanya satu-dua orang.Umat di bawah tetep selamatan.Jadi menurut saya yang penting adalah pendekatannya bagaimana.13 Pendapat KH. Abdul Muchith Muzadi ini sangat sederhana, namun beliau lebih menekankan pada aspek metodologis yang santun, ramah, memasyarakat dan berbaur dengan lingkungan.Sehingga kehadiran kita dalam menyampaikan ajaran Islam yang syar’i dengan sangat mudah diterima oleh lingkungan.Jadi tidak langsung ujug-ujug mau berdakwah, dengan menabrak tatanan tradisi yang sudah mapan dan mengakar kuat pada masyarakat Indonesia khususnya. Lebih lanjut, KH. Abdul Muchith Muzadi mengakhiri wawancaranya sebagai berikut; Dulu itu cara kita menerangkan ajaran Aswaja ya memakai alat kitab kuning. Tapi sekarang yang ada hanya kitab paket Departemen Agama yang banyak nggak nyebut masalah talkin mayyit dan lain-lain yang menjadi amaliyan NU.Bahkan malah ditutup-tutupi terutama pada masa Orde Baru, saat Departemen Agama dikuasai non-NU. Sekarang cuma ada beberapa madrasah saja yang tetap ada kitab kuning.Jadi sudah terlanjur begitu.Makanya kita perlu menggiatkan program semacam Training or Trainer (ToT), pelatihan untuk para pelatih Aswaja di kalangan IPPNU, IPNU, PMII atau Gerakan Pemuda Ansor.Dan pemahaman mengenai Aswaja harus lebih ditekankan pada isinya, bukan sejarahnya atau teorinya saja.14 Jika dalam wawancara ini KH. Abdul Muchith Muzadi, lebih menekankan pada penguatan internal kader-kader muda NU. Maka kami berpendapat, bahwa yang perlu diberikan pembekalan adalah seluruh generasi muda di negeri ini, baik kader muda NU, kader muda Muhammadiyah, kader muda Al-Irsyad, aktivis GMNI, aktivis PMII dan aktivis FKPPI, Pemuda Pancasila, Pemuda Pancamarga dan lain sebagainya, mereka harus menjadi target 13
http://yonoyes.blogspot.com/2012/04/kh-muchit-muzadi-ahlussunnah-wal-jamaah.html diakses pada Senin, 13 Oktober 2014. 14 http://yonoyes.blogspot.com/2012/04/kh-muchit-muzadi-ahlussunnah-wal-jamaah.html diakses pada Senin, 13 Oktober 2014.
10 | P a g e
pemberian penyuluhan untuk beragama yang benar, tidak kaku, tidak eksklusiv, dankeras.Karena hakekatnya, generasi muda itulah yang secara umum menjadi target untuk melahirkan agen-agen baru gerakan Islam radikal, yang kita kenal dengan Islam transnasional. Lebih lanjut KH. Abdul Muchith Muzadi, menguraikan bahwa tentang agama yang ditetapkan oleh Allah dan diturunkan kepada semua Rasul-Nya, hanyalah satu macam, yaitu yang diberi-Nya nama “Islam”. Mengenai urusan keimanan (kepercayaan), umpamanya: tentang Tuhan sendiri, tentang Malaikat dan sebagainya, tidak berbeda dan tidak berubah antara yang dibawa oleh Nabi Adam, Nabi Ibrahim, Nabi Nuh, Nabi Musa, Nabi Yusuf, Nabi Isa dan yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Yang berubah hanyalah mengenai aturan tingkah laku manusia, seperti caranya sembahyang, caranya kawin dan lain sebagainya.15 Kalau kemudian, ada “agama” yang diberi nama bukan Islam dan isinya tidak sama dengan Islam, maka ada dua kemungkinan :pertama, agama itu adalah juga agama yang dibawa oleh Rasul terdahulu, kemudian isinya dirubah oleh sebagian pemeluknya (bukan beberapa pemimpinnya) dan namanyapun dirubah pula dengan nama lain (bukan Islam). Kedua, agama itu bikinan atau buatan manusia sendiri, tidak bersumber dari wahyu Allah.16 Jadi, jika ada orang sama-sama beragama Islam, Tuhannya satu yaitu Allah Swt, Nabinya satu Nabi Muhammad Saw, tapi ada penyesatan terhadap yang lainnya, maka yang perlu diluruskan adalah manusianya.Demikian pula dengan dinamika gerakan Islam transnasional yang sudah masuk ke berbagai negara, maka yang perlu diluruskan adalah orang-orangnya dengan paradigma keberagamaannya yang keliru. Menurut Hafidz Hasyim, kasus-kasus kekerasan atas namaagama lebih disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut; pertama, kesalah pahaman yang tidak
15
Abdul Muchith Muzadi, Sunnatullah dan Dienullah, Jember: Mimbar Al Amien, edisi 30 th. I/3 R. Akhir 1415 H/ 9 September 1994 M. Bandingkan dengan Abdul Muchith Muzadi, Wahyu, Jember: Mimbar Al Amien, edisi 27 th. I/ 12 R. Awwal 1415 H/ 19 Agustus 1994 M. 16 Abdul Muchith Muzadi, Sunnatullah dan Dienullah, Jember: Mimbar Al Amien, edisi 30 th. I/3 R. Akhir 1415 H/ 9 September 1994 M.
11 | P a g e
berkesudahan akibat cara pandang keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat muslim. Kedua, adanya perilaku penyesatan kepada kelompok atau komunitas muslim lain yang dinilai tertutup (eksklusiv), atau terhadap kelompok lain yang terbuka namun dinilai tidak sesuai dengan syariat Islam. Kenapa harus melakukan penyesatan atau dampak lebih lanjut adalah kekerasan kepada mereka yang dinilai eksklusiv? Sebab agama adalah masalah privat dimana orang lain dilarang untuk ikut campur dalam masalah keyakinan tersebut.17 Sedangkan menurut John L. Esposito yang dikutip Khoirul Faizin, akar kekerasan atas nama agama karena adanya beberapa cara pandang sebagai berikut; 1) Islam adalah cara pandang hidup yang kaffah (total serta meliputi segalanya) yang memberi pedoman bagi setiap individu, masyarakat dan kehidupan politik, 2) Al-Qur’an dan Al-Hadist serta pandangan-pandangan ulama’ salafus sholeh merupakan fondasi kehidupan kaum muslimin, menjadi model dalam melakukan aktivitas sehari-hari, 3) Hukum Islam adalah cita-cita bagi masyarakat Islam modern yang tidak bergantung kepada model-model barat, 4) Meninggalkan Islam dan bergabung ke barat adalah penyebab kemerosotan kaum muslimin, 5) Ilmu pengetahuan dan teknologi harus dimanfaatkan dengan baik. Cara mendapatkannya harus sesuai dengan konteks Islam, bukan dengan cara bergantung kepada kultur barat, dalam rangka menghindari westernisasi dan sekularisasi masyarakat, 6) Jihad, baik secara individu maupun berjamaah, baik dibidang pemikiran maupun tindakan guna mengimplementasikan reformasi dan revolusi Islam
17 Hafidz Hasyim, Klaim Kebenaran Agama dalam Bingkai Psikologi Agama dan Analitika Bahasa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan STAIN Jember Press, 2013, hlm: 209-210.
12 | P a g e
adalah sarana guna mengantarkan kea rah keberhasilan islamisasi masyarakat dan dunia.18 Selain itu, cara pandang Islam Indonesia yang terkoneksi dalam pendidikan Islam Indonesia secara umum, tentang cara pandang, cara beragama, berkeyakinan, bergaul dan bermuamalat dalam kehidupan sehari-hari, telah dirumuskan oleh KH. Sirajuddin Abbas, dalam pandangan muslim sunni atau pandangan Islam ahlussunnah wal jamaah, konsepsi yang dirumuskan oleh tokoh muslim Indonesia tersebut, terbukti turut serta dalam mengkonstruksi pemikiran yang moderat, tolerasn, inclusive dan berkeadilan.19 Sehingga, lahirnya gerakan Islam transnasional dan berbagai macam serta coraknya, lebih diakibatkan oleh cara pendang keberagamaan yang sama sekali melepaskan dari konteks sosial keberagamaan, kemasyarakatan dan budaya bangsa Indonesia. Sekali lagi, paham yang demikian, seharusnya dihilangkan dari bumi Indonesia, sebab jika tidak, maka akan melahirkan jihadis-jihadis baru yang siap saling menghancurkan antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga pada akhirnya sulit menemui perdamaian dan wajah toleransi keberagamaan di Indonesia. Sebagai upaya untuk mengetahui gerakan Islam transnasional di Indonesia kita juga dapat mengamati dan melihat perjalanan HTI di Indoneisia, organisasi ini sulit berkembang di negara-negara Timur Tengah, tetapi ketika diborong ke Indonesia, banyak muslim Indonesia yang tertarik untuk “membeli”nya.Dalam pandangan kami, hal ini sangat berbahaya dalam rangka menjaga keutuhan kita sebagai bangsa yang mengakui pluralitas yang terjaga dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.20
18
Khoirul Faizin, Fundamentalisme dan Gerakan Radikal Islam Kontemporer di Indonesia, Jember: Edu-Islamika, Vol. 4 No 2 September 2012. 19 Sirajuddin Abbas, I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah, Jakarta: Pustaka Tarbiyah Baru, muharram 1429 h/ 2008, cetakan ke delapan. 20 Ainur Rofiq Al-Amin, Membongkar Proyek Khilafah Ala Hizbuttahrir di Indonesia, Yogyakarta: LKIS, 2012.
13 | P a g e
PENUTUP Organisai kepamudaan, seperti PMII, IPNU, IPPNU, Ansor NU, Fatayat NU, IMM, IRM, Pemuda Pancasila, Pemuda Pancamarga, GMNI, PMKRI, Pemuda Muhammadiyah, FKPPI, BKPRMI, HMI, KAMMI, dan berbagai organisasi kepemudaan lainnya yang tergabung di dalam Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), wajib hukumnya untuk melakukan bela negera, dengan cara memberikan pemahaman yang benar dan utuh tentang NKRI, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD 1945 kepada rakyat Indonesia, secara khusus kepada anggota/ warga organisasinya, agar dapat menyelamatkan warisan para pejuang kemerdekaan 1945. Keterlibatan organisasi kepemudaan, pelajar, mahasiswa pemuda karangtaruna, ormas-ormas Islam dan juga partai politik, dalam memberikan pemahaman, informasi dan cara pandang yang benar kepada segenap anggota dan warganya merupakan suatu keharusan yang tidak boleh dielakkan. Sebab yang menjadi penopang berdirinya bangsa dan negara ini, adalah organisasi kepemudaan (OKP) dan ormas keagamaan.Oleh karenanya, penting sakali melibatkan semua komponen bangsa ini agar tidak sampai terjadi yang namanya disorientasi berbangsa dan bernegara. Satu hal yang kamiamati sangat penting untuk diperhatikan adalah Organisasi Intra Sekolah (OSIS), di MTs/SMP, MAN/SMA/SMK agar dikawal dengan baik dan benar. Sebab, barisan Islam garis kanan atau yang sering kita sebut sebagai Islam transnasional, membidik sekolah-sekolah tersebut, untuk melakukan cuci otak dari sejak dini mungkin.Hal ini tentu sangat berbahaya, bagi keberlangsungan model keberagamaan, kebangsaan dan kenegaraan kita yang mengenal sikap toleransi dalam berbagai perbedaan. Masuknya ISIS atau Islam transnasional ke Indonesia, tentu ada banyak kemungkinan. Kemungkinan-kemungkinan tersebut dapat kita petakan sebagai berikut; Pertama, ISIS dan Islam transnasional, memang lahir karena ingin menjawab perlakuan tidak adil negara Amerika Serikat dan Eropa kepada negaranegara Islam di timur tengah, misalnya terhadap Negara Palestina. Kedua, sangat mungkin, organisasi semacam ISIS dan model Islam transnasional lainnya sengaja 14 | P a g e
di danai oleh Amerika Serikat dan Eropa, guna menghancurkan citra dan image Islam yang penuh sikap toleransi, ramah dan menyampaikan pesan perdamaian. Analisa kami di atas tersebut berdasarkan pengkajian data yang kami lakukan, khususnya dalam karya Hasyim Wahid, dkk,21 hasil publikasi The Wahid Institute, Maarif Institute, Bhinneka Tunggal Ika tahun 2009, 22 dalam buku berjudul Ilusi Negara Islam. Demikian pula dalam karya Nur Kholiq Ridlwan tentang konspirasi Amerika Serikat, Eropa (red, CIA) dengan beberapa oknum di negara-negara muslim, baik di Timur Tengah maupun dikawasan Asia.23 Ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad, LDII, AlKhoiriyah, Nahdlatul Wathon, dsb, juga wajib ikut terlibat dalam memberikan pemahaman, pengetahuan dan informasi kepada warganya, agar dapat memahami substansi dan fungsi 4 pilar kebangsaan yang dirumuskan oleh leluhur kita di dalam membangun dan mendirikan bangsa Indonesia ini. Sehingga keindahan kita dalam berbangsa dan bernegara dengan pluralitas keagamaan yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia, dapat kita pelihara, kita jaga dan kita semai dengan baik.Sehingga
disparitas
dan
disorientasi
kebangsaan
dapat
kita
hindarkan.Semoga, wallahu a’lamu bis showab.
21
Hasyim Wahid, dkk, Telikungan Kapitalisme Global dalam Sejarah Kebangsaan di Indonesia, Yogyakarta:LKIS, 1999. 22 Abdurrahman Wahid, Ilusi Negara Islam, Jakarta: The Wahid Institute, Maarif Institute, Bhinneka Tunggal Ika, 2009. 23 Nur Khaliq Ridwan, Doktrin Wahhabi dan Benih-Benih Radilaisme Islam, (jilid 1). Perselingkuhan Wahhabi dalam Agama, Bisnis dan Kekuasaan, (jilid 2).Membedah Ideologi Kekerasan Wahhabi, (jilid 3), Yogyakarta: Tanah Air, 2009.
15 | P a g e
Daftar Pustaka Abdul Aziz, dkk. 1994.Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia, Jakarta: Pustaka Firdaus. Abdul Muchith Muzadi. 1994.Sunnatullah dan Dienullah, Jember: Mimbar Al Amien, edisi 30 th. I/3 R. Akhir 1415 H/ 9 September. Abdul Muchith Muzadi, Wahyu, Jember: Mimbar Al Amien, edisi 27 th. I/ 12 R. Awwal 1415 H/ 19 Agustus 1994 M. Abdurrahman Wahid. 2009.Ilusi Negara Islam, Jakarta: The Wahid Institute, Maarif Institute, Bhinneka Tunggal Ika. Ainur Rofiq Al-Amin. 2012.Membongkar Proyek Khilafah Ala Hizbuttahrir di Indonesia, Yogyakarta: LKIS. As’ad Said Ali. 2009.Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Berbangsa, Jakarta: LP3ES. Hafidz Hasyim. 2013.Klaim Kebenaran Agama dalam Bingkai Psikologi Agama dan Analitika Bahasa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan STAIN Jember Press. Hasyim Wahid, dkk. 1999.Telikungan Kapitalisme Global dalam Sejarah Kebangsaan di Indonesia, Yogyakarta:LKIS. http://pgi.or.id/archives/2060, diakses pada, Kamis, 16/10/2014. http://yonoyes.blogspot.com/2012/04/kh-muchit-muzadi-ahlussunnah-waljamaah.html diakses pada Senin, 13 Oktober 2014. https://www.facebook.com/permalink.php?id=819015284790899&story_fbid=58 5614074866815 diakses pada, Kamis, 16/10/2014. Jarkom Fatwa. 2004.Sekilas Nahdlatut Tujjar, Yogyakarta: Pustaka Pesantren. Jawa Pos, Ahad, 7 September 2014, hlm; 2.Dengan judul “jihadis-jihadis muda dari Negara minoritas Islam di tubuh ISIS, terpikat dakwah radikal di internet”. Khoirul Faizin. 2012.Fundamentalisme dan Gerakan Radikal Islam Kontemporer di Indonesia, Jember: Edu-Islamika, Vol. 4 No 2. Nur Khaliq Ridwan. 2009.Doktrin Wahhabi dan Benih-Benih Radilaisme Islam, (jilid 1).Yogyakarta: Tanah Air. Nur Khaliq Ridwan. 2009.Membedah Ideologi Kekerasan Wahhabi, (jilid 3), Yogyakarta: Tanah Air. Nur Khaliq Ridwan. 2009.Perselingkuhan Wahhabi dalam Agama, Bisnis dan Kekuasaan, (jilid 2). Yogyakarta: Tanah Air. Radar Jember, Rabu, 8/10/2014: 01-11, tentang “Fenomena gunung Es kasus HIV AIDS di Jember”. 16 | P a g e
Rumadi, dkk. 2007.Politisasi Agama dan Konflik Komunal Beberapa Isu Penting di Indonesia,The Wahid Institute, 2007. Sirajuddin Abbas. 2008.I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah, Jakarta: Pustaka Tarbiyah Baru, cetakan ke delapan. Zuhairi Misrawi. 2012.Al-Qur’An Kitab Toleransi; Tafsir Tematik Islam Rahmatan Lil Alamin, Jakarta: OASIS.
17 | P a g e