UNIVERSITAS INDONESIA
GERAKAN TARBIYAH 1980-2010: RESPON ORMAS ISLAM TERHADAP GERAKAN ISLAM TRANSNASIONAL
DISERTASI
ABDURAKHMAN 0706221962
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK AGUSTUS, 2013
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
UNIVERSITAS INDONESIA
GERAKAN TARBIYAH 1980-2010: RESPON ORMAS ISLAM TERHADAP GERAKAN ISLAM TRANSNASIONAL
DISERTASI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Ilmu Sejarah
ABDURAKHMAN 0706221962
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK AGUSTUS, 2013
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi/Tesis/Disertasi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : ABDURAKHMAN NPM : 0706221962
Tanda Tangan Tanggal
: : Depok, 19 Agustus 2013
UNIVERSITAS INDONESIA Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
iv
UNIVERSITAS INDONESIA Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
v
KATA PENGANTAR Subhanallah, Alhamdulillah, Astaghfirullah alazhim.
Mahasuci Allah,
Segala Puji bagi Allah dan Hamba memohon ampunan-Mu ya Allah. Engkau mengajarkan kepada hambamu adab menyambut sebuah keberhasilan, jika penyelesaian disertasi ini sebuah keberhasilan, maka selayaknya hamba mengucap tasbih, tahmid dan istighfar. Nikmat Mu kepada hamba Mu tak akan mampu hamba menghitungnya. Keinginan untuk mewujudkan disertasi ini akhirnya tercapai setelah ada kasih sayang Allah dan kerja keras yang didukung oleh banyak pihak. Dengan rahmat-Mu akhirnya semua kesulitan terlewati. Terima kasih tak terhingga hamba ucapkan hanya untuk MU. Disertasi ini membahas dinamika Gerakan
Tarbiyah di Indonesai era
1980-2010: Respon Islam terhadap Gerakan Islam Transnasional. Perkembangan Gerakan Tarbiyah yang berawal dari gerakan dakwah kampus di akhir tahun 1970an sampai dengan awal 1980an yang kemudian mengembangkan sayap politiknya pasca runtuhnya orde baru, memunculkan reaksi dari ormas-ormas Islam, khususnya Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Gerakan Tarbiyah yang mengadopsi pemikiran Ikhwanul Muslimin dalam perkembangannya para intelektual mampu membaca pemikiran transnasional dengan pengetahuan lokal yang dimiliki. Artinya Gerakan Tarbiyah dalam perkembangannya mampu menyesuaikan pemikiran dan aktivitasnya dengan realitas sosial yang terjadi di masyarakat Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai penyusunan disertasi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan disertasi ini. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih yang tulus dari hati saya yang terdalam. Saya tidak bisa menyebutkan semuanya dalam pengantar disertasi ini. Sebagai dosen saya dituntut untuk meningkatkan kualitas diri, baik akademis maupun non akademis. Oleh karena itu pertama-tama saya mengucapkan terima kasih kepada pimpinan Universitas Indonesia, sejak masa Rektor Bapak Prof. Dr. Gumilar Roesliwa Somantri, yang sering penulis ganggu dengan sms ketika beasiswa belum turun, dan Rektor Bapak Mohammad
UNIVERSITAS INDONESIA Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
vi
Anis. Kemudian pimpinan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Bapak Prof. Dr. Bambang Wibawarta, yang selalu menanyakan kapan kamu ujian Man. Saya mengucapkan terima kasih atas segala dukungannya sehingga proses pendidikan saya berjalan lancar. Saya juga menyampaikan terima kasih kepada Dirjen Dikti Kemendikbu RI, khususnya Direktorat Pendidikan dan Tenaga Pendidik yang telah membatu membiayai perkuliahan selama enam semester dengan beasiswa BPPS. Kepada Bapak Dr. Priyanto Wibowo, Mas Pri, selaku Ketua Departemen Sejarah, terima kasih Mas atas semangatnya, selalu mengingatkan untuk segera menyelesaikan tulisan disertasinya. Terima kasih juga kepada Ibu Dr. Linda Sunarti selaku Koordinator Program Studi Sejarah, yang sering mengingatkan saya agar terus mengerjakan disertasinya dan juga atas ijinnya menggunakan fasilitas Program studi untuk menyelesaikan disertasi. Terima kasih juga kepada Bapak Dr. Bondan Kanumoyoso selaku Sekretaris Departemen Sejarah dan tidak lupa kepada Dr. Untung Yuwono, yang selalu memafasilitasi kebutuhankebutuhan akademik penulis. Terima kasih sebesar-besarnya saya sampaikan kepada Mas Is, sebutan untuk Bapak Dr. Moh. Iskandar, yang telah menjadi promotor saya. Terima kasih untuk waktu, arahan, saran, kritik dan kesabarannya selama proses penelitian dan penulisan disertasi ini, sehingga saya lebih memahami arah penelitian saya. Mohon maaf Mas bila saya suka mengecewakan Mas Is dalam proses bimbingan. Juga kepada Bapak Dr. Anhar Gongong, saya berterima kasih atas kesediaanya menjadi Kopromotor. Mata kuliah
Sejarah Pemikiran Islam
yang beliau
limpahkan kepada saya membuat saya konsisten menulis tentang pemikiran Islam dari S1 hingga S3. Terima kasih atas segala saran, arahan dan bimbingannya dan mengganggu waktu istirahatnya. Mohon maaf pak bila dalam proses bimbingan saya mengecewakan Bapak. Kepada para penguji, Prof. Dr. Susanto Zuhdi, saya mengucapkan terima kasih atas kesediaan Bapak membaca disertasi saya dengan teliti, saran dan kritikannya membuat disertasi saya lebih berisi. Terima kasih saya sampaikan kepada Dr. Saiful Umam, pertanyaan-pertanyaan Bapak yang kritis membuat
UNIVERSITAS INDONESIA Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
vii
saya harus menguatkan kembali jawaban dari pertanyaan penelitian saya dan mengingatkan saya lebih cermat dalam mengutip dan juga sarannya untuk memperkuat sumber-sumber dari NU. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Yon Machmudi, yang mengkritisi penggunaan-penggunaan diksi yang kurang tepat dan sarannya untuk memasukan sayap politik Gerakan Tarbiyah dalam bahasan disertasi saya. Saya pun mengucapkan terima kasih
kepada semua dosen Program
Pascasarjana FIB-UI, Prof. Dr. R.Z. Leirissa (alm), Prof. Dr. Benny Hoed, Prof. Dr. Melani Budianta, Prof. Dr. Nurhadi Magetsari, Dr. Akhyar Yusuf Lubis, Dr. Haryatmko, dan Tommy Christomy, Ph.D. Beliau semua telah memberi saya pengetahuan Ilmu Humaniora. Terima kasih juga untuk teman seangkatan yang tidak bisa disebut namanya semua, diantaranya Mba Linda, Mba Tuti,
Mba
Farida, Bu Ros, Mas Syukur, Kang Gumilar, Bu Bernada dan lain-lain, terima kasih telah menjadi teman berbagai suka dan duka. Terima kasih juga kepada berbagai lembaga dan stafnya yang telah membantu saya dalam mendapatkan data-data yang saya butuhkan. Di antaranya kepada Bu Lucky kepala perpustakaan UI, penulis seringkali terlambat mengembalikan buku, Perpustakaan LIPI, Perpustakaan PP Muhammadiyah Yogyakarta, Perpustakaan PB NU di Jalan Kramat. Ucapan terima kasih juga penulis ucapakan kepada mereka yang bersedia menjadi nara sumber, diantaranya Ustadz Wazir Nuri S.Ag. yang telah banyak membantu penulis dengan informasi tentang kemuhammadiyahan dan dinamikanya dalam mensikapi perkembangan Gerakan Tarbiyah. Berikutnya Ustadz Farhan AR Fakhrudin yang telah banyak membantu penulis dengan informasi tentang kemuhammadiyahan dan pinjaman majalah Suara Muhammadiyah, penulis tidak peroleh di Perpustakaan Nasional maupun perpustkaan PP Muhammadiyah Yogyakarta. Terima kasih juga kepada Ustadz Ali Fikri Fiyar MA
yang telah banyak membantu penulis dengan
informasi tentang Gerakan Tarbiyah tentang pemikirannya dan juga tentang alumni-alumni Timur Tengah. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ustadz Hilman Roshad Shihab yang telah banyak membantu penulis dengan informasi tentang Gerakan Tarbiyah kontemporer. Ustadz Mashadi yang termasuk
UNIVERSITAS INDONESIA Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
viii
tokoh awal Gerakan Tarbiyah, aktivis DDII, aktivis PII dan juga sekretaris pribadi tokoh besar Masyumi (Pak Roem dan Pak Natsir) sehingga penulis bisa cross check informasi tentang lembaga-lembaga tersebut. Ustadz Abdullah Muaz, aktivis tarbiyah dari kalangan NU dan Ustadz Dwi Fahrial aktivis tarbiyah dari kalangan Muhammadiyah. Ustadz Burhan yang telah banyak membantu penulis dengan informasi tentang NU. Serta para aktivis tarbiyah yang mau berdiskusi dan berdialog memberikan informasi tentang tarbiyah. Terma kasih juga kepada teman-teman pengajar di Program Studi Sejarah, (alm) Mba Melly, Mba Dien, Mba Ita, Mba Titi, Mba Ii, Mba Ery, Mba Tini, Mas Iman, Mas Kas, Mas Wasith, Mas Yudha, Mas Didik,
terima kasih atas
semangatnya. Terima kasih khusus untuk Bu Lili, Bu Nana, Bu Rini, Pak Saleh dan Pak Harto, yang senantiasa mengingatkan penulis. Bu Lili yang setiap hari menanyakan sampai mana tulisannya dan Pak Saleh yang selalu menyentil dengan kata “Man jangan jadi spesialis paranim”. Rasa terima kasih juga kepada kedua orang tua, Mama dan Mimi yang selalu menanyakan kapan selesaianya ketika penulis meminta doa setiap tahapan ujian. Juga kedua Mertua (alm) Abah dan (almh) Ibu, semoga Allah menempatkannya di tempat terbaik di Surga-Nya, Amin. Kepada keluarga besar H. Muhammad dan Hj. Munirah, Uwa, Paman dan Bibi. Adik-adik dan ipar-ipar dan semua keponakan tersayang yang tak pernah putus mendoakan kakak dan uwanya agar cepat menyelesaikan studinya. Semoga Allah membalas semua kebaikan dengan berkah dan rahmatnya yang melimpah. Amin. Penelitian ini akan semakin berarti dan berwujud menjadi disertasi karena adanya keluarga besar yang tinggal di rumah jalan ketapang 39, Istriku tersaya Hj. Maemunah, S.Si. Semangatmu untuk selalu mengingatkan ku,
kadang
membuatku malu belum menyelesaikan disertasi ini. Ia selalu menanyakan kapan ketemu Mas Is dan Pak Anhar. Terima kasih Ummi dan maaf untuk segala kesalahan diantara kita sepanjang 18 kita bersama. Kepada anak-anaku Teh Ida, Teh Opi, A Uiz, Teh Mimah, Teh Rahmah da Dede Ra’yi, engkau adalah penyemangat ku, kadang menjadi pelampiasan kepenatan juga kadang menjadi penghibur, maafkan Abi nak. Semoga keberhasilan Abi ini menjadi penyemangat
UNIVERSITAS INDONESIA Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
ix
kalian untuk lebih baik dari Abi. Amin, semoga Allah memberkahi kalian dengan Iman dan Ilmu yang bermanfaat. Penulis berharap semoga Allah, Tuhan Semesta Alam berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Amin. Pada akhirnya semua tanggung jawab disertasi ini terletak pada diri saya pribadi. Mohon maaf bila terdapat kekurangan dan kekeliruan atau pun kesalahan. Semoga ini menjadi awal bagi penelitian-penelitian saya selanjutnya dan menjadi inspirasi bagi peminat pemikiran Islam kontemporer. Semoga disertasi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu dan bagi orang yang membutuhkan.
Depok, 19 Agustus 2013
ABDURAKHMAN
UNIVERSITAS INDONESIA Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
xi
ABSTRAK Nama Program Studi Judul
: ABDURAKHMAN : ILMU SEJARAH : GERAKAN TARBIYAH 1980-2010: RESPON ORMAS ISLAM TERHADAP GERAKAN ISLAM TRANSNASIONAL
Disertasi ini membahas tentang dinamika Gerakan Tarbiyah pada era 1980 hingga 2010: Respon Ormas Islam terhadap Gerakan Islam Transnasional. Penelitian ini menggunakan metode sejarah. Penelitian ini merupakan hasil penelitian kualitatif dengan membahas pengaruh pemikiran Ikhwanul Muslimin terhadap Gerakan Tarbiyah. Gerakan Tarbiyah tumbuh dan berkembang dari gerakan dakwah kampus yang awalnya digagas oleh DDII melalui Bina Masjid Kampus yang kemudian dikembangkan oleh Imaduddin melalui program LMD. Masuknya pemikiran tarbiyah yang dibawa oleh Hilmi Aminuddin membuat GDK bertransformasi menjadi Gerakan Tarbiyah. Keberhasilan Gerakan Tarbiyah mengembangkan pengaruhnya memunculkan respon dari Ormas Islam, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Kekhawatiran ini semakin memuncak ketika Gerakan Tarbiyah beraktivitas melalui sayap politiknya. Aktivitas dakwah dan politik yang dilakukan sayap politik Gerakan Tarbiyah dan Sayap Dakwah Partai Keadilan Sejahtera membuat Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama merasa tergerus otoritasnya. Kekhawatiran yang dimunculkan oleh Muhammadiyah dan NU direspon Gerakan Tarbiyah dengan melakukan proses penyesuaian atau proses internalisasi organisasi dengan realita sosial yang terjadi di Indonesia. Dampaknya pemikiran IM yang diadopsi oleh Gerakan Tarbiyah tidak sepenuhnya mempengaruhi gerak langkah Gerakan Tarbiyah karena Gerakan Tarbiyah mampu melakukan proses internalisasi dengan baik, hal ini terlihat dari respon kalangan intelektual Gerakan Tarbiyah terhadap realita sosial yang berkembang di Masyarakat, perubahan-perubahan yang mereka lakukan pada manhaj mereka yang terimplementasi dalam aktivitas sayap politiknya, PKS. Kata kunci: Gerakan Tarbiyah, PKS, Muhammadiyah, NU, Ikhwanul Muslimin
UNIVERSITAS INDONESIA Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
xii
ABSTRACT Name : ABDURAKHMAN Study Program : HISTORICAL SCIENCE Title : TARBIYAH MOVEMENT 1980-2010: RESPONSES OF ISLAMIC ORGANIZATIONS AGAINST ISLAMIC TRANSNATIONAL MOVEMENT
The focus of this paper is discusses the dynamics of Tarbiyah Movement in the 1980s to 2010: Responses Islamic organizations against Transnational Islamic Movement. This study uses historical method. This study is a qualitative research by discussing the influence of the Muslim Brotherhood Movement thoughts Tarbiyah. Tarbiyah movement grows and develops from campus missionary movement that was initially in the idea by DDII via Bina Mosque Campus which was later developed by Imadudin through LMD program. The entry of tarbiyah thought brought by Hilmi Aminuddin make GDK transformed into Tarbiyah Movement. Influence the success of developing Tarbiyah Movement elicits a response from Islamic organizations, Muhammadiyah and Nahdlatul Ulama. This concern is further culminated when the Tarbiyah Movement activity through its political wing. Da'wah and political activity conducted political wing of Da'wah Movement Tarbiyah and the Prosperous Justice Party wing makes Muhammadiyah and Nahdlatul Ulama felt undermined his authority. Concern were raised by Muhammadiyah and NU Tarbiyah Movement responded by making adjustments to the process or the process of internalizing the reality of social organization in Indonesia. The impact of thought adopted by IM Tarbiyah movement is not entirely affect the actions taken Tarbiyah Movement because Tarbiyah Movement capable of performing well internalization process, it is seen from the response of the Tarbiyah Movement intellectuals evolving social realities in society, the changes they did on the manhaj they are implemented in the activity of its political wing, the Prosperous Justice Party (PKS).
Keywords: Tarbiyah Movement, Brotherhood (Ikhwanul Muslimin)
PKS,
Muhammadiyah,
NU,
Muslim
UNIVERSITAS INDONESIA Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
xiii
DAFTAR ISI Halaman Judul
i
Surat Pernyataan Bebas Plagiarisme
ii
Halaman Pernyataan Orisinalitas
iii
Halaman Pengesahan
iv
Kata Pengantar
v
Lembar Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah
x
Abstrak
xi
Abtract
xii
Daftar Isi
xiii
Daftar Singkatan
xv
Daftar Istilah
xvii
Daftar Tabel
xx
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1. Latar Belakang
1
1.2. Permasalahan
25
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
26
1.3.1. Tujuan Penelitian
26
.
1.3.2. Manfaat Penelitian
26
1.4. Ruang Lingkup
27
1.5. Penelitian Karya-karya Terdahulu
28
1.6. Kerangka Teori dan Metodologi
33
1.7. Sumber Data
40
1.8. Sistematika Penulisan
41
BAB II AKAR-AKAR GERAKAN TARBIYAH
43
2.1. Sejarah Pembentukan Ikhwanul Muslimin
43
2.1.1. Kelahiran Ikhwanul Muslimin
44
2.2. Strategi Pencapaian Tujuan Ikhwanul Muslimun
51
2.3. Karakteristik Ikhwanul Muslimin
55
2.3.1. Karakteristik Pemikiran (Fikrah) Ikhwanul Muslimin
55
UNIVERSITAS INDONESIA Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
xiv
2.3.2. Karakteristik Dakwah IM
57
2.4. Pandangan dan Gagasan Ikhwanul Muslimin
60
2.4.1. Tidak Mengkafirkan Seorang Muslim yang Mengikrarkan Syahadat
60
2.4.2. Membedakan antara Jihad dan Terorisme
62
2.4.3. Ikhwanul Muslimin, Demokrasi dan HAM
63
2.5. Ikhwan dan Pengakuan Kemerdekaan Indonesia oleh Mesir
69
2.6. Kebijakan Orde Baru terhadap Umat Islam
71
2.6.1. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia sebagai Katalisator Dakwah
73
Kampus 2.6.2. Arus Gerakan Pemikiran Baru
79
2.6.3. Gerakan Dakwah Kampus sebagai alternatif aktivitas Mahasiswa
85
BAB III GERAKAN TARBIYAH `
92
3.1. Kelahiran Gerakan Tarbiyah
92
3.2. Dari Jaringan Lokal ke Jaringan Transnasional
104
3.3. Karakteristik Kaderisasi Gerakan Tarbiyah
118
3.4. Peserta Tarbiyah
127
3.5. Sarana dan Prasarana Tarbiyah
136
3.6. Membangun Sayap Politik
141
BAB IV RESPON ORGANISASI DAKWAH TERHADAP GERAKAN TARBIYAH
150
4.1. Muhammadiyah
150
4.2. Nahdlatul Ulama
181
BAB V KESIMPULAN
206
DAFTAR PUSTAKA
215
LAMPIRAN
223
DAFTAR INDEKS
316
UNIVERSITAS INDONESIA Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
xv
DAFTAR SINGKATAN ADK
:
Aktivis Dakwah Kampus
ARH
:
Arif Rahman Hakim
ASWAJA
:
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
BKK
:
Badan Kordinasi Kampus
DDII
:
Dewan Dakwah Islam Indonesia
GDK
:
Gerakan Dakwah Kampus
GMNI
:
Gerakan Mahasiswa Nasional Indoensia
Golkar
:
Golongan Karya
HMI
:
Himpunan Mahasiswa Islam
HTI
:
Hizbut Tahrir Indonesia
IM
:
Ikhwanul Muslimin
IPB
:
Institut Pertanian Bogor
ITB
:
Institut Teknologi Bandung
JSIT
:
Jaringan Sekolah Islam Terpadu
LDK
:
Lembaga Dakwah Kampus
LIPIA
:
Lembaga Ilmu Pendidikan Islam dan Bahasa Arab
LMD
:
Latihan Mujahid Dakwah
Masyumi
:
Masjelis Syuro Muslimin Indonesia
MMI
:
Majelis Mujahidin Indonesia
NDI
:
Nilai Dasar Islam
NF
:
Nurul Fikri
NKK
:
Normalisasi Kegiatan Kampus
NKRI
:
Negara Kesatuan Republik Indonesia
NU
:
Nahdlatul Ulama
PAUD
:
Pendidikan Anak Usia Dini
PDI
:
Partai Demokrasi Indonesia
PII
:
Pemuda Islam Indonesia
PK(S)
:
Partai Keadilan (Sejahtera)
UNIVERSITAS INDONESIA Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
xvi
PMII
:
Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia
PMKRI
:
Perhimpunan Mahasiswa Kristen Republik Indonesia
PPP
:
Partai Persatuan Pembangunan
PRRI/ Permesta
:
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia/ Perjuangan Rakyat Semesta
RMI NU
:
RabithathAl Ma’ahid Al Islamiyah Nahdlatul Ulama
SDIT
:
Sekolah Dasar Islam Terpadu
SIDIK
:
Studi Informasi Dunia Islam Kontemporer
SKPP
:
Surat Keputusan Pimpinan Pusat
SMAIT
:
Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu
SMPIT
:
Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu
TKIT
:
Taman Kanak-kanak Islam Terpadu
UI
:
Universitas Indonesia
UNHAS
:
Universitas Hasanudin
USU
:
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS INDONESIA Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
xvii
DAFTAR ISTILAH ‘amal
:
Amal/ aktivitas
Ahlussunnah Waljamaah
:
Suatu faham Islam yang mendudukan Al Quran dan Sunnah, Salaf al-salihun dan Ijma Ulama sebagai pedoman
Aqidah
:
Kepercayaan/ persembahan kepada Tuhan
At tarbiyah madal hayah
:
Pendidikan sepanjang hidup
Bid’ah
:
Mengerjakan sesuatu yang tidak dicontohkan nabi atau disalahkan nabi.
Daurah
:
Daurah merupakan aktivitas mengumpulkan sejumlah kader dalam jumlah yang relatif banyak disuatu tempat untuk mendengarkan ceramah, kajian, penelitian, dan pelatihan tentang suatu masalah dengan mengangkat tema tertentu
Fahm
:
Pemahaman
Fikrah
:
Pemikiran
Halaqoh
:
Pola pembinaan/ Diskusi
Harishun ala waqtihi
:
Mampu memanfaatkan waktu
Hayatun Thayyibah
:
Hidup/ kehidupan yang baik
Iffah
:
Terpuji
Ikhlas
:
keikhlasan
Irsyad al mujtama
:
Bimbingan Sosial
Katibah
:
Kataba berasal dari bahasa arab memiliki arti menggabungkan sesuatu kepada yang lain. DalamIM katibah adalah pertemuan gabungan Usrah dalam melakukan suatu kajian ruhani
Liqo
:
Pertemuan/ pola pembinaan
Ma’rifatul Insan
:
Mengenal Manusia
Ma’rifatul Islam
:
Mengenal Islam
Ma’rifatullah
:
Mengenal Allah
Matinul Khuluq
:
Akhlaq yang kokoh
Mujahidun linafsihi
:
Bersungguh-sungguh mengurus dirinya
Mukhayam/ Mu’asykar
:
Merupakan salah satu perangkat tarbiyah yang digunakanIM untuk meningkatkan kualitas fisik dan UNIVERSITAS INDONESIA
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
xviii
ruhiyah anggotanya. Munazhzham fi syu’unihi
:
Mampu menata permasalahan
Mutsaqoful Fikr
:
Wawasan yang luas
Nadwah
:
sebuah pertemuan yang menghimpun sejumlah pakar dan para spesialis untuk mengkaji suatu tema ilmiah dimana setiap mereka memberikan pendapatnya dengan argumentasi dan bukti-bukti.
Nafiun lighairihi
:
Bermanfaat bagi orang lain
Najahud Dakwah
:
Kesuksesan Dakwah
Qadirun ‘alal Kasbi
:
Mampu memenuhi kebutuhan sendiri
Qowiyul Jismi
:
Badan yang kuat
Rasmul Bayan
:
Materi yang dijelaskan dengan alur
Rihlah
:
merupakan salah satu perangkat tarbiyah pelengkap dari berbagai perangkat yang digunakanIM untuk mentarbiyah anggotanya. Biasanya terkait dengan masalah olah raga
Salimul Aqidah
:
Aqidah yang lurus
Shahihul Ibadah
:
Ibadah yang benar
Ta’lim
:
Belajar
Tadhhiyah
:
Pengorbanan
Tajarrud
:
Totalitas
Taqwim
:
Keselarasan/ Pembentukan
Tarbiyah
:
Pendidikan
Tarbiyah Islamiyah
:
proses penyiapan manusia yang shalih, agar tercipta suatu keseimbangan dalam potensi, tujuan, ucapan dan tindakan secara keseluruhan
Tauhid
:
Faham tentang keesaan
Tazkiyatun Nafs
:
Mensucikan Jiwa
Tha’at
:
Kepatuhan
Tsabat
:
Keteguhan hati
Tsiqoh
:
Terpercaya
UNIVERSITAS INDONESIA Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
xix
UNIVERSITAS INDONESIA Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
xx
DAFTAR TABEL Tabel 1. Jumlah Sesi Tatap Muka Perjenjang Tarbiyah
133
Tabel 2. Pembagian Target Pencapaian Materi Berdasarkan Sarana 135 Tarbiyah Tabel 3. Daftar Perda Syariat Islam di Jawa Barat
194
UNIVERSITAS INDONESIA Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pasca runtuhya pemerintah Orde Baru (Orba) di bawah kepemimpinan
Presiden Soeharto (selanjutnya disebut Soeharto), beberapa kelompok muslimin muncul ke permukaan, seperti NII-KW9, termasuk beberapa organisasi Islam yang disinyalir sebagai organisasi transnasional, misalnya Ikhwanul Muslimin (IM) dan Hizbu Tahrir (HTI), yang oleh beberapa kalangan disebut sebagai Gerakan Islam Baru (New Islamic Movement). 1 Pada dasarnya Gerakan Islam Baru sudah ada sejak awal Orba. Namun kebijakan yang ditempuh oleh penguasa pada waktu itu telah membuat ruang gerak mereka menjadi sangat terbatas, jika tidak dapat dikatakan mati sama sekali.
Tuduhan sebagai
“komando jihad”, atau “gerakan pengacau keamanan” seringkali dilontarkan penguasa kepada organisasi Islam yang dinilai tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah, seperti terlihat pada kasus Tanjung Priok (1984) dan Gerakan Usroh yang lebih dikenal dengan peristiwa Lampung (1989). Jatuhnya penguasa Orba yang disusul dengan naiknya pemerintahan yang relatif lebih demokratis, secara tidak langsung telah melepas belenggu yang mengikat dan membatasi ruang gerak para aktivis muslim fundamentalis atau yang tergabung dengan organisasi Islam yang dinilai “ultra kanan” atau radikal, termasuk gerakan Tarbiyah yang akan dibahas dalam disertasi ini. Gerakan Tarbiyah pada dasarnya hampir bersamaan munculnya dengan Gerakan Usroh yang terlibat dalam Peristiwa Lampung. Gerakan ini dinilai oleh kelompok tertentu seperti oleh pemimpin Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama
1
Azyumardi Azra, Islam Reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan, Jakarta: Rajawali Press, 1999, hal 82. Ada beberapa kalangan NU dan Muhamadiyah yang menyebut gerakan ini sebagai Gerakan Islam Baru. Di sisi lain ada juga yang menyebutnya sebagai gerakan Islam radikal, Islam garis keras, seperti Gus Dur atau ada beberapa peneliti asing menyebut gerakan ini sebagai kelompok islamis, misalnya Greg Fealy.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
2
sebagai gerakan transnasional. Tuduhan itu tidak terlalu salah, karena metode dakwah dan pemikiran Gerakan Tarbiyah mempunyai banyak kesamaan dengan Ikhwanul Muslimin (selanjutnya disebut IM) yang berpusat di Mesir. Selain itu para pengikut gerakan ini menyebut pula dirinya sebagai “anak ideologis” IM. 2 Gerakan Tarbiyah berkembang dari gerakan dakwah kampus di era awal 1980an. Gerakan ini didirikan oleh empat orang tokoh, Hilmi Aminuddin, Salim Segaf Al Jufri, Abdullah Baharmus dan Acep Abdusyakur. Keempat tokoh ini alumni dari perguruan tinggi di Timur Tengah, yaitu Universitas Madinah di Arab Saudi. Gerakan ini melakukan trasformasi dengan membangun sayap politiknya pada tahun 1998. Jika ditinjau dari sudut bahasa, tarbiyah mengandung arti “pendidikan”. Sedangkan secara konseptual, tarbiyah merupakan suatu metode dalam berinteraksi sesama manusia dengan baik dan benar dalam kerangka melakukan proses perubahan untuk mencapai struktur masyarakat yang lebih baik. Metode tersebut diadaptasi dari konsep yang dipergunakan oleh IM. 3 Seperti halnya IM, Gerakan Tarbiyah sangat mengandalkan keterpaduan struktural dan fungsional organisasi dalam pelaksanaan tarbiyah. Bagi mereka, tarbiyah merupakan upaya mencetak kepribadian kader dalam berbagai aspek yang tercermin dalam 10 Muwashafat (kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang kader). Dalam melaksanakan metode pebinaan atau dakwahnya itu, mereka memanfaatkan empat macam institusi, baik yang sengaja dibentuk untuk kepentingan itu, atau institusi yang sudah ada, yaitu: 1. Institusi pembinaan kader yang dibentuk kader tarbiyah, seperti Ma’had (Dirasah Islamiyah, Lughatul ‘Arabiyah, Tahfizhul Quran) dan pesantren-pesantren. 2. Instutusi da’wah ‘ammah, yayasan-yayasan bidang sosial, pendidikan, ekonomi dan lain-lain yang semuanya dikelola oleh para kader tarbiyah.
2
M. Imdadun Rahmat, Ideologi Politik PKS: dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen, Yogyakarta: LkiS, 2008. hal. 12. 3 Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin, Solo: Era Intermedia, 2004, hal. 21.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
3
3. Institusi Syiar Islam seperti masjid-masjid, mushola, majelis ta’lim, Taman Pendidikan Al Quran (TPA) yang banyak tersebar di kota dan desa di Indonesia 4. Institusi negara atau pemerintahan dan lembaga swasta. 4 Penggunaan lembaga-lembaga seperti ini oleh Gerakan Tarbiyah bertolak dari pandangan dan perhitungannya bahwa perluasan dakwah dan tarbiyah akan menjadi lebih cepat dan mudah bila dilakukan dengan menggunakan pendekatan kelembagaan. Ternyata apa yang diprediksi itu terbukti benar. Melalui keempat institusi itu, gerakan tarbiyah tumbuh subur, dan berkembang menjadi gerakan yang relatif besar dan luas dalam waktu yang relatif singkat. Beberapa organisasi masyarakat (ormas) Islam seperti Pelajar Islam Indonesia (PII), Persatuan Umat Islam (PUI) dan Persatuan Islam (Persis), menyambut baik kehadiran Gerakan Tarbiyah tersebut yang dianggap dapat melengkapi gerakan dakwah yang belum mereka sentuh. Mereka menilai Gerakan Tarbiyah dapat melengkapi hal-hal yang tidak sempat mereka garap atau karena sesuatu hal terlewatkan. Bahkan Ahmad Heriyawan mantan Ketua PUI (2005-2009) dan Gubernur Jawa Barat (2009-2013 dan 2013-2018), telah masuk menjadi kader tarbiyah. Demikian pula Mutamimmul Ula mantan Ketua Umum Pengurus Besar PII, juga telah masuk menjadi kader tarbiyah. Keberhasilan serta sambutan positif seperti itu yang kemudian mendorong Gerakan Tarbiyah memasuki ranah politik, melalui sayap politiknya, yaitu Partai Keadilan yang kemudian berubah nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sudah barang tentu tidak semua upaya Gerakan Tarbiyah berjalan mulus atau mendapat sambutan positif. Tidak sedikit pula yang menaruh curiga kepada gerakan itu sebagai organisasi Islam transnasional yang tidak saja mengancam eksistesi organisasi Islam yang ada, tetapi juga mengancam keutuhan bangsa dan negara, dalam arti disintegrasi bangsa. Pandangan semacam ini diantaranya nampak
pada
Muhammadiyah. 4
sebagian Mereka
kalangan
elit
Nahdlatul
misalnya “menuduh”
Ulama
(NU)
dan
Gerakan Tarbiyah telah
Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah, Manhaj Tarbiyah 1433, Jakarta: LKMT, 1433, hal.25-26.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
4
melakukan gerakan ambil masjid (GAM). Padahal awalnya kader tarbiyah hanya mengisi kekosongan kegiatan di masjid-masjid tersebut dan pada waktu itu mereka disambut baik oleh pengurus Masjid. Namun setelah kegiatan masjid berjalan dan berkembang baik, kader tarbiyah dianggap telah mengambil alih masjid tersebut, baik masjid NU maupun Muhammadiyah. Bahkan K.H. Abdurahman Wahid (Gus Dur) menyebut Gerakan Tarbiyah sebagai kelompok muslim yang berupaya mengubah agama menjadi ideologi. Lebih lanjut Gus Dur mengatakan bahwa: Dalam dakwahnya seolah-olah Gerakan Tarbiyah murni membela Islam.
Padahal dalam praktiknya mereka memecah belah muslim
Indonesia, yang menolak budaya dan tradisi lokal yang telah menjadi bagian integral dari kehidupan bangsa, dan mengganti dengan tradisi dan budaya Timur Tengah, terutama tradisi Wahabi dan IM. 5 Sementara Muhammadiyah tidak bersikap sekeras NU. Tidak terlontar tuduhan sebagai pemecah belah bangsa terhadap Gerakan Tarbiyah. Akan tetapi, organisasi ini telah mencap Gerakan Tarbiyah dituduh sebagai virus yang membahayakan kader Muhammadiyah serta tradisi kemuhammadiyahan. Selain itu sedikit banyak Gerakan Tarbiyah dituduh telah mengambil aset amal usaha yang telah dikembangkan Muhammadiyah sebelumnya. Sebagai contoh Kemuculan Sekolah Islam Terpadu yang dikembangkan oleh kader tarbiyah, dinilai telah menyedot peserta didik dari kantong-kantong potensial. Sebagian kalangan Muhammadiyah dalam hal ini dinilai sebagai pengambilalihan amal usaha yang sejenis dengan amal usaha mereka. Otoritas pendidikan yang sebelumnya dimiliki oleh Muhammadiyah merasa tersaingi. Apalagi yang mendirikan disinyalir orang-orang Muhammadiyah yang menjadi kader Gerakan Tarbiyah. Hal ini seperti yang disebutkan dalam Surat Keputusan Pimpinan Pusat (SKPP) Muhammadiyah No. 149/Kep/I.O/B/2006 tentang Kebijakan
5
Abdurrahman Wahid (ed), Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia, Jakarta: The Wahid Institut, 2009, hal. 19
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
5
Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang Konsolidasi Organisasi dan Amal Usaha Muhammadiyah. 6 Organisasi Islam yang sudah lebih dahulu ada di Indonesia dan menjadi mainstream pergerakan Islam di Indonesia, NU dan Muhammadiyah, memandang bahwa munculnya pergerakan Islam yang berideologi transnasional merupakan ancaman tersendiri bagi perkembangan gerakan dakwah Islam di Indonesia. Istilah transnasional secara jelas digunakan Hasyim Muzadi, mantan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU), sebagai suatu ungkapan kekhawatiran terhadap perkembangan Gerakan Islam Baru di Indonesia. Hasyim mengatakan bahwa gerakan Islam transnasional merupakan sesuatu yang akan menghancurkan NKRI. Ia menghimbau warga NU agar waspada terhadap ideologi transnasional. 7 Organisasi transnasional yang disebut oleh Hasyim, yaitu Ikhwanul Muslimin (IM), Hizbut Tahrir (HT) dan Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI). 8 Lebih lanjut Hasyim menyebutkan bahwa ketiga gerakan tersebut merupakan sebuah gerakan politik, bukan gerakan keagamaan. 9 Gerakan tersebut muncul dari situasi politik di negeri asalnya. Penyebutan ketiga nama ini dilanjutkan dengan seruan kepada pemerintah agar bertindak tegas terhadap ketiga organisasi tersebut. Menurut Hasyim, jika pemerintah tidak segera mengambil tindakan tegas terhadap gerakan tersebut, bukan tidak mungkin akan terjadi benturan-benturan kepentingan ideologi yang berujung pada konflik. 10 6
Surat Keputusan Pimpinan Pusat (SKPP) Muhammadiyah No. 149/Kep/I.O/B/2006 tertanggal 1 Desember 2006, tentang “Kebijakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengenai Konsolidasi Organisasi dan Amal Usaha Muhammadiyah.” 7 NU Online. Senin, 9 Juli 2007. 8 Majelis Mujahidin Indonesia merupakan gerakan dari kalangan Gerakan Salafi di Indonesia. 9 Jika diperhatikan, NU, pada waktu berdirinya hingga masa awal tahun 1950an, merupakan organisasi keagamaan. Namun, dari tahun 1952 hingga masa awal Orba, NU adalah organisasi politik sampai pimpinan NU menyatakan dirinya kembali ke kittah 1926. 10 NU Online. Senin, 9 Juli 2007. “PBNU: Gerakan Politik Transnasional Turunkan Kredibilitas NKRI.” Hal yang hampir senada penulis peroleh dari wawancara dengan tokoh-tokoh NU lainnya, misalnya ketua PC NU Depok, Ustadz Burhan, dalam wawancara tanggal 6 Maret pk. 10.30 di Pesantren Qatrun Nada Cipayung, Depok.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
6
Gerakan transnasional Islam dalam sejarah Indonesia pada dasarnya bukan hal yang baru. Pada dekade 1920an sampai dengan 1930an, muncul isu Pan-Islamisme yang diusung Sarekat Islam yang disebarkan melalui surat kabarnya Bandera Islam dan juga di usung oleh Muhammadiyah cabang Sumatera Barat melalui surat kabar Pedoman Masyarakat. Umumnya umat Islam pada masa itu tidak menentang dan tidak pula mendukung. Budaya kita secara alamiah sudah bisa menyeleksi sesuatu yang masuk dalam kehidupan beragama di masyarakat. Hal ini juga terlihat dalam kasus Al Ittihadiyah Islamiyah versus Majelis Ahli Sunnah Cilame: dari konflik menjadi konsensus. 11 Pasca runtuhnya pemerintahan Soeharto, organisasi transnasional muncul dan menancapkan pemahamannya secara luas di masyarakat, dalam konteks ini adalah IM dan HT Indonesia. Hal ini terlihat dari berbagai aktivitas mereka yang sering kali melibatkan massa yang banyak. Mereka melebarkan sayap gerakannya dalam berbagai lini kehidupan, baik lembaga pendidikan, amil zakat, maupun bidang politik. Sayap politik Gerakan Tarbiyah, PKS 12, dalam waktu yang singkat memperoleh dukungan yang cukup besar dalam pemilihan umum 2004. 13 Menurut Gus Dur, pada umumnya, kelompok garis keras Islam di Indonesia dipengaruhi oleh gerakan Islam transnasional dari Timur Tengah, terutama Wahabi dan IM atau gabungan keduanya. Mereka, termasuk sayap politiknya, menyimpan agenda yang berbeda dari organisasi Islam moderat seperti Muhammadiyah, NU, dan organisasi berhaluan kebangsaan. IM telah mengubah wajah Islam di Indonesia menjadi penuh kebencian. 14.
11
Muhammad Iskandar, Para Pengemban Amanah: Pergulatan Pemikiran Kiai dan Ulama Jawa Barat, 1900-1950, Yogyakarta: Mata Bangsa, 2001, ha 206-232. 12 PKS dalam melakukan pembinaan kadernya menggunakan sistem tarbiyah IM. 13 Pada pemilihan umum 1999, PK sebagai cikal bakal PKS tidak mampu menembus ambang batas jumlah minimal pemilih untuk mengikuti pemilihan umum berikutnya. Pada pemilihan umum tahun 2004 perolehan suara PKS melondak tajam, dari 1,3% (1,4 juta suara) di tahun 1999 menjadi 7,2% (8,2 juta suara) melebihi target 8 juta suara yang dicanangkan. Bidang Arsip dan Sejarah DPP PKS. Draft Kronologi Sejarah PKS. Jakarta, 2008. 14 Abdurrahman Wahid (ed), Ilusi.....hal. 20.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
7
Disebutkan pula bahwa pemikiran IM dipengaruhi oleh paham Wahabi yang selalu dikait-kaitkan dengan ekstrimis dan teroris. Padahal, Wahabi dari segi mazhab menganut mazhab Hambali. Mazhab tersebut termasuk satu dari empat mazhab lainnya yang diakui oleh seluruh negara yang berpenduduk muslim, termasuk juga NU dan Muhammadiyah, yang menganut Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja). Tidak bisa dipungkiri bahwa pemikiran Islam K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah banyak dipengaruhi oleh ide-ide Muhammad bin Abdul Wahhab, khususnya dalam bidang akidah. Muhammad bin Abdul Wahhab adalah tokoh utama gerakan Wahabi. Dapat dikatakan bahwa pemikiran Wahabi di Indonesia direpresentasikan oleh Muhammadiyah. Gerakan Wahabi,
menurut Stoddard,
merupakan fenomena
kebangkitan Islam awal abad ke-20 yang dinisbahkan pada gerakan pembaruan yang bercorak revivalisme Islam di Saudi Arabia. Pembaruan Islam dalam corak yang lebih kaku untuk membangkitkan kesadaran umat Islam dari dalam. 15 Watak dan orientasi Wahabi cenderung puritan-konservatif dan keras dalam memberantas apa yang disebut dengan praktik keagamaan syirik dan bid’ah. 16 Ada sebagian pihak yang mengaitkan atau bahkan menjuluki Muhammadiyah sebagai Wahabi. 17 Pandangan ini dibantah Haedar Nashir, salah satu ketua PP Muhammadiyah. Menurut Haedar, pandangan tersebut merupakan sebuah sikap yang mengandung ejekan atau yang bersifat memojokkan Muhammadiyah. Haedar juga melihat bahwa kondisi tersebut terkadang menjadi biasa dan tidak menjadi sesuatu yang negatif bagi sebagian kecil kader Muhammadiyah yang menisbahkan dirinya sama dengan Wahabi. Menurut Haedar, hal tersebut terjadi karena dalam diri kader Muhammadiyah sudah terkonstruksi atau sudah tertanam benih-benih Wahabi. Hal tersebut muncul karena kader Muhammadiyah tersebut lama tinggal di Arab Saudi dan membaca buku-buku Wahabi dan berkepentingan dengan Wahabiyah. 18 15
Mu’arif (ed), Muhammadiyah dan Wahhabisme: Mengurai Titik Temu dan Titik Seteru, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2012, hal. 22 16 Ibid. 17 Ibid, hal. 25. 18 Ibid. hal. 26.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
8
Muhammadiyah sebagai salah satu mainstream organisasi gerakan Islam nasional, dalam menyikapi perkembangan Islam transnasional di Indonesia, terutama Gerakan Tarbiyah, menyebutkan bahwa PP Muhammadiyah pada dasarnya tidak ada masalah antara Muhammadiyah dengan sistem tarbiyah maupun gerakannya, bahkan dengan IM dan dengan organisasi dan partai politik mana pun. Bagi Muhammadiyah, dalam konteks gerakan Islam, baik ketika memiliki kesamaan maupun perbedaan orientasi paham dan gerakannya, dapat saling bekerja sama atau setidaknya saling menghormati sesama gerakan Islam untuk kepentingan izzul Islam wa almuslimin
(kejayaan Islam dan kaum
muslimin) di Indonesia maupun di dunia Islam. 19 Sejauh menyangkut ideologi Gerakan Tarbiyah dan lainnya tidaklah menjadi masalah di dalam dirinya untuk hidup dan berkembang. Pihak manapun perlu toleran, mengakui dan jika saling menghendaki dapat bekerja sama untuk “kebaikan dan takwa”. Hal inilah yang sejalan dengan konsep dakwah tarbiyah, yaitu bekerja sama dengan hal-hal yang disepakati dan memaklumi dengan hal-hal yang berbeda. 20 Gerakan Tarbiyah menjadi masalah, menurut Haedar,
ketika ada
“ideologi” Gerakan Tarbiyah di dalam tubuh persyarikatan Muhammadiyah. Hal ini terlihat dari adanya kader Muhammadiyah dan juga sekaligus pekerja di amal usaha Muhammadiyah melakukan pengembangan kegiatan tarbiyah, baik secara terang-terangan maupun tertutup. Hal lain yang menjadi contoh adalah mereka yang berada di amal usaha Muhammadiyah mengembangkan kegiatan amal seperti sekolah-sekolah Islam terpadu dan amal usaha yang sejenis lainnya sehingga
menimbulkan
pertanyaan
mengenai
komitmen
dalam
bermuhammadiyah. Kondisi lain yang membuat Muhammadiyah terusik adalah ketika ada pembelaan dari kader Muhammadiyah terhadap Gerakan Tarbiyah, ketika kehadirannya dalam tubuh Muhammadiyah dipermasalahkan. Bahkan,
19
Haedar Nashir. Manifestasi Gerakan Tarbiyah: Bagaimana Sikap Muhammadiyah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010, hlm. 37. Deliar Noer dalam Gerakan Modern Islam menyebut Muhammadiyah sebagai gerakan Islam modern yang toleran atau moderat. Hlm. 320. 20 Wawancara dengan Ustadz Hilman Roshad, Alumni Timur Tengah dari Universitas Madinah Al Munawarah, pada 6 Juni 2013, pada pukul 13.00—15.00.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
9
ada di antara kader Muhammadiyah yang menunjukkan hal-hal positif dari gerakan tarbiyah dan menyalahkan Muhammadiyah sehingga ditinggal kadernya ke gerakan lain. 21 Sejalan dengan teori sosiologi pengetahuan terkait teori realitas sosial, Muhammadiyah, sebagai suatu perangkat kebenaran yang berlaku umum mengenai kenyataan, maka setiap penyimpangan yang radikal dari tatanan kelembagaan Muhammadiyah tampak sebagai suatu penyimpangan dari suatu kenyataan.
22
Sementara perbedaan-perbedaan yang halus yang muncul pada
kader Muhammadiyah akan mempunyai konsekuensi yang jelas bagi perlakuan terhadap orang-orang yang menyimpang tersebut. Perbedaan tersebut pada umumnya mempunyai status kognitif yang rendah dalam dunia sosial Muhammadiyah. Momen eksternalisasi yang merupakan momen awal dari dialektika Berger, tentang bagaimana seorang individu atau subjek dengan kemampuannya melakukan adaptasi dengan teks-teks kehidupan atau melakukan ekspresi diri ke dalam dunia sosial melalui produk yang dihasilkannya. Sosok kader Muhammadiyah yang masuk ke dalam Gerakan Tarbiyah merupakan hasil interaksi dengan dunia sosialnya. Pembentukan tersebut tidak mungkin terjadi jika seorang aktvis tersebut terisolasi dalam lingkungannya. Dalam proses menjadi seorang kader tarbiyah, seseorang akan berinteraksi dalam suatu kegiatan yang membentuk jati dirinya sebagai seorang kader tarbiyah. Ini merupakan perpindahan pola pemikiran dan tindakan seseorang ke dalam pemahaman Islam melalui sudut pandang para aktivis tarbiyah. Bagi Muhammadiyah, aktivitas kadernya yang menjalankan pola-pola Gerakan Tarbiyah dinilai sebagai “infiltrasi” yang membahayakan organisasi. Sikap moderat yang dianut tidak dapat dipertahankan lagi oleh Muhammadiyah. Hal ini terbukti dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pimpinan Pusat (SKPP) Muhammadiyah No. 149/Kep/I.O/B/2006 tentang Kebijakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah 21 22
mengenai Konsolidasi Organisasi dan Amal
Usaha
Haedar Nashir, Manifestasi Gerakan..., hal.40-50 Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Tafsir Sosial atas Kenyataan: Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan. Jakarta: LP3ES, 1990, hal. 94.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
10
Muhammadiyah yang berisi antara lain menyebutkan bahwa Muhammadiyah dengan seluruh anggota persyarikatannya serta segala amal usaha yang berada di dalamnya harus bebas dari berbagai faham, misi dan kepentingan pihak lain yang secara langsung maupun tidak langsung, terbuka maupun terselubung dapat merugikan dan merusak Muhammadiyah. 23 Infiltrasi Gerakan Tarbiyah membuat komitmen bermuhammadiyah dalam menggerakkan organisasi semakin terkikis. Bahkan, di kalangan elit Muhammadiyah, kesadaran berkomitmen membawa Muhammadiyah menjadi gerakan yang maju semakin berkurang. Komitmen bermuhammadiyah yang luntur, pudar, dan rapuh dengan berbagai “konflik” internal, terutama dalam amal usaha, mendorong pimpinan untuk meneguhkan kembali komitmen ideologis dalam bermuhammadiyah. Sehingga dinilai perlu diterbitkan SKPP karena banyak kader Muhammadiyah yang telah terkena virus tarbiyah komitmen kemuhammadiyahannya semakin terkikis. Dengan kata lain, kesadaran para aktivis dalam membawa Muhammadiyah menjadi gerakan yang maju semakin berkurang. Komitmen bermuhammadiyah yang luntur, pudar dan rapuh yang condong mendorong munculnya “konflik” internal, terutama dalam amal usaha, mendorong pimpinan organisasi ini meneguhkan kembali komitmen ideologi dalam bermuhammadiyah. 24 Hal senada dan dengan contoh yang lebih konkret terkait dengan alasan dikeluarkannya
SKPP
diungkapkan
Farid
Setiawan 25
dalam
Suara
Muhammadiyah terbitan No. 7 tanggal 1—15 April 2006. Farid menyebutkan bahwa Madrasah Mu’allimin dan Madrasah Mu’allimat Muhammadiyah, yang merupakan lembaga transformasi ideologi Muhammadiyah, transformasi ideologi Muhammadiyah melalui Madrasah Mu’allimin dan Madrasah Mu’allimat semakin memudar dan bahkan mulai tidak kelihatan upaya transformasinya. Farid menyebutkan bahwa hal itu terjadi karena mewabahnya 23
Untuk lebih lengkapnya lihat lampiran 1 Wawancara dengan Ustaz Farkhan A.R. Fakhruddin. Pimpinan Daerah Muhammadiyah Depok, pada hari Jumat, 29 Maret 2013 di rumah Jalan Bima No. 128 Depok II Tengah Pukul 16.30 s.d 17.50. 25 Sekretaris Majelis Pendidikan Kader Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Yogyakarta. 24
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
11
“virus tarbiyah” yang semakin menggurita dalam madrasah tersebut. Lebih lanjut Farid menyebutkan bahwa “virus tarbiyah” tersebut sudah memasuki urat nadi
kepengurusan
madrasah,
mulai
dari
guru
sampai
pendamping
(musyrif/musyrifah) asrama. 26 Ia mengungkapkan bahwa virus tersebut secara kasat mata tidak terlihat dengan jelas, tetapi yang pasti “kegenitan” mereka dalam berafiliasi terhadap salah satu partai atau manhaj lain yang tidak berideologi Muhammadiyah menjadikan pengurus, guru, musyrif/ musyrifah semakin menampakkan gerakan yang berbeda. Pembinaan kemuhammadiyahan yang dilakukan oleh secara formal di sekolah Muhammadiyah terhadap siswanya terkait dengan masalah-masalah keorganisasian Muhammadiyah.
Misalnya
tentang organisasi Muhammadiyah, Permusyawaratan dalam Muhammadiyah, Majelis-majelis dalam Muhammadiyah, dan kewajiban kader Muhamamdiyah. 27 Sedangkan pembinaan model tarbiyah materi yang ditekankan adalah masalah Aqidah Islamiyah. Sebagai contoh materinya adalah makna syahadat, mengenal Allah (ma’rifatullah), mengenal Rasul (ma’rifaturrasul), Al Islam, Al Iman. 28 (lihat lampiran 5). Hal tersebut semakin terlihat dalam proses kaderisasi siswa Madrasah Mu’allimin dan Madrasah Mu’allimat. Ketika melakukan pembinaan, mereka cenderung tidak menggunakan sistem kaderisasi Muhammadiyah, tetapi lebih menggunakan sistem kaderisasi Gerakan Tarbiyah. Menurut Farid, pola pembinaan tersebut cenderung membentuk kader yang berpaham ekstrem dan radikal
sehingga
hal
tersebut
menjadi
paradoks
dengan
dinamika
Muhammadiyah yang dikenal moderat. 29 Berdasarkan data yang penulis peroleh,
proses pembinaan kader
Gerakan Tarbiyah dilakukan secara berjenjang dengan materi-materi yang 26
Suara Muhammadiyah,No. 07 tahun ke 91/ 1-15 April 2006. Buku pelajaran Kemuhammadiyahan yang diterbitkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pusat. 28 Tim Penulis, Modul Tarbiyah Islamiyah, Jakarta: Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah, 2009 29 Hal yang sama juga disampaikan oleh Ustaz Farkhan A.R. Fahrudin, Ketua PD Muhammadiyah Depok. Wawancara Ustaz Farkhan di rumahnya pada tanggal 29 Maret 2013. 27
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
12
mengacu pada kurikulum tarbiyah dari manhaj gerakan mereka, yakni manhaj Tarbiyah T1 dan T2 hingga Manhaj Tarbiyah 1433. Dalam kurikulum manhaj tersebut, tidak ditemukan materi yang terkait dengan radikalisme Islam seperti yang dituduhkan Farid. Pola pembinaan tarbiyah yang dilakukan secara berjenjang dengan menggunakan sarana halaqah, usrah, tasqif, daurah, dan nadwah. Target pemberian materi tersebut mengacu pada muwashofat tiap jenjang tarbiyah.
Walaupun tiap jenjang memiliki target waktu minimal
pencapaian muwashofat, Gerakan Tarbiyah dalam melakukan pembinaannya tidak terbatas pada waktu. Dalam pandangan Gerakan Tarbiyah, proses pembinaan dilakukan sepanjang hayat, tarbiyah madal hayyah. Target Gerakan Tarbiyah dalam melakukan pembinaan adalah bagaimana materi tersebut dipahami oleh kadernya dan mampu dijalankan dengan baik. Proses ini berjalan sejak seorang individu menjadi kader tarbiyah sejak awal perekrutan. 30 Sistem kaderisasi Muhammadiyah berada pada lembaga-lembaga pendidikan yang didirikannya, baik secara formal maupun nonformal. Kaderisasi formal dilakukan melalui proses pendidikan yang terencana, tersusun, dan terprogram dari tingkat awal, yaitu Ikatan Remaja Muhammadiyah, sampai Baitul Arqam Muhammadiyah. Di dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dikenal Darul Arqam Dasar, Menengah atau Paripurna.
Adapun kaderisasi
nonformal dilakukan melalui proses pendidikan secara alamiah dengan melibatkan orang-orang ke berbagai aktivitas yang dilakukan, misalnya sebagai peserta kegiatan, panitia kegiatan, dan pembicara. Muhammadiyah sangat mengandalkan sistem kaderisasi ini. Ustaz Farhan menyebutkan bahwa hal ini pun tidak menjamin mereka yang lulus dari Muhammadiyah menjadi kader Muhammadiyah. Dia memberikan contoh anak Hasyim Muzadi yang kuliah di Universitas Muhammadiyah. Setelah anaknya lulus dari UM Malang, Hasyim mengatakan, “Saya ambil kembali anak saya ke Nahdlatul Ulama. 31 Sistem kaderisasi formal melalui sekolah tidak bisa memaksa seseorang tetap di Muhammadiyah. Hal ini berbeda dengan Gerakan Tarbiyah yang tidak 30 31
Manhaj Tarbiyah 1433. Wawancara Ustadz Farhan.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
13
membedakan pembinaan berdasarkan pendidikan sekolah kader-kadernya atau sebatas usia kader-kadernya. Pernyataan Farid ini kemudian memunculkan polemik tentang kondisi kaderisasi Muhammadiyah dalam majalah Suara Muhammadiyah yang akhirnya mendorong PP Muhammadiyah menerbitkan SKPP No. 149 tahun 2006. Dwi F., mantan ketua Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Depok, yang kemudian tertarik dalam Gerakan Tarbiyah, mengatakan bahwa pada awalnya ia memahami Islam itu seperti yang diajarkan oleh Muhammadiyah. Namun, ketika ia mengikuti pengajian yang diadakan di SMA-nya oleh kalangan tarbiyah, Dwi F. memperoleh gambaran Islam yang lebih syumul (menyeluruh; komprehensif). Dwi F. juga menyebutkan bahwa pemahaman Islam yang diperoleh di Muhammadiyah itu baru pintunya. Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa apa yang ia peroleh kemudian ia tularkan ke teman-temannya di IPM dengan tujuan memperkaya proses kaderisasi di Muhammadiyah yang monoton. Ia melakukan kaderisasi dengan gayanya sendiri dengan cara mengenalkan kondisi keislaman melalui buku-buku tentang pergerakan Islam tanpa ada maksud untuk mengajak mereka keluar dari Muhammadiyah. Namun, tokohtokoh Muhammadiyah tidak menyukai gayanya dalam melakukan kajian keislaman di IPM. Kondisi ini membuat ia akhirnya mengundurkan diri dari IPM. 32 Terkait dengan kaderisasi di Muhammadiyah, Ustadz Farkhan, selaku Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Depok, mengatakan bahwa bukan berarti Muhammadiyah tidak memilki sistem kaderisasi, tetapi memang belum mampu untuk melakukan pola kaderisasi yang rutin dan intensif terhadap anggotanya setiap pekan sekali. 33 Hal ini menunjukkan bahwa Muhammadiyah sebagai suatu organisasi besar kurang memperhatikan suatu proses kaderisasi yang mampu membentengi kadernya.
32
Wawancara dengan Ustadz Dwi F. Ketua IPM periode 1980—1990 di rumahnya pada hari Sabtu 30 Maret 2013 pukul 11.00—12.30. 33 Wawancara Ustadz Farkhan
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
14
Ada perbedaan yang mencolok antara Muhammadiyah dan NU dalam mengambil sikap terhadap Gerakan Tarbiyah. Muhammadiyah pada awalnya tidak mempermasalahkan keberadaan Gerakan Tarbiyah bahkan lebih cenderung menerima keberadaannya. Namun, ketika Muhammadiyah merasa ada infiltrasi dari Gerakan Tarbiyah berdampak mengikis rasa kemuhammadiyahan dan kader-kader mereka tertarik ke Gerakan Tarbiyah, PP Muhammadiyah mengambil sikap tegas dengan mengeluarkan keputusan yang berisi upaya konsolidasi kader yang harus dilakukan oleh Muhammadiyah. Di sisi lain, NU tidak mengeluarkan kebijakan resmi. NU lebih banyak mengeluarkan pernyataan melalui tokoh-tokoh NU melalui NU Online. NU cenderung menolak keberadaan Gerakan Tarbiyah secara pemikiran karena mengancam keutuhan NKRI, berbeda dengan Muhammadiyah yang lebih menerima asal “rumah” Muhammadiyah tidak diganggu. Di awal pembahasan telah dijelaskan Hasyim Muzadi sempat mempertanyakan seperti apa Ikhwanul Muslimin itu. Ikhwanul Al Muslimun atau lebih dikenal dengan sebutan Ikhwanul Muslimin (selanjutnya disebut IM) adalah pergerakan Islam modern yang lahir di Mesir setelah runtuhnya Turki Utsmani. Dalam perkembangannya, IM mendapatkan sambutan dan pengaruhnya berkembang di sebagian besar dunia Islam. Seiring proses adaptasi terhadap tantangan dakwah yang ada, cabang-cabang IM di masing-masing negeri pun mengalami berbagai transformasi gerakan. Di Indonesia, IM hadir dalam bentuk Gerakan Tarbiyah dengan PKS sebagai sayap politiknya. IM didirikan oleh Hasan Al Banna pada tahun 1928. Pendirian IM oleh Al Banna merupakan tindak lanjut dari perhatiannya terhadap berbagai fenomena yang terjadi di Mesir, sebuah negara dalam kondisi terjajah, pada awal abad XX. Al Banna mendefinisikan Islam sebagai syahadah dan pengabdian diri kepada Allah, tanah air dan rakyat, agama dan negara, kerohanian dan tindakan, kitab dan undang-undang. 34
34
Fathi Yakan, Rintangan Perjuangan dalam Kehidupan Pendakwah, hal 12—13.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
15
Hasan Al Banna dalam beberapa risalahnya menyebutkan secara ringkas tujuan dari IM. Tujuan IM yang pertama adalah membangun pribadi muslim. Kedua, menuntut setiap muslim agar membina rumah tangga muslim. Ketiga, membina masyarakat muslim yang mengerti kewajibannya terhadap negerinya, umatnya dan seluruh umat manusia. 35 Kalau kita memperhatikan tujuan-tujuan IM di atas terlihat bahwa tujuan pertama mengantarkan ke tujuan kedua dan seterusnya. IM dalam perkembangan sejarahnya turut berperan dalam Revolusi Juli 1953 36, tetapi menolak ikut serta dalam pemerintahan. Sikap tersebut oleh Gamal Abdul Nasser dianggap sebagai pengingkaran terhadap piagam revolusi. Kondisi ini memaksa IM dan pemerintah Mesir (dalam hal ini militer) memasuki masamasa perselisihan dan permusuhan. Kondisi ini mendorong pemerintahan Nasser melakukan kebijakan penangkapan dan penahanan aktivis-aktivis IM. Menurut Nasser, hal ini dilakukan karena dianggap akan merebut kekuasaan dan mengancam nyawa pemimpin Mesir, yakni dirinya sendiri.
37
Pada masa
pemerintahan Nasser inilah banyak tokoh IM yang dijatuhi hukuman Mati dan eksodus ke luar negeri. Peristiwa ini seperti sebuah bom pecah ternyata tekanan terhadap IM membawa berkah tersebarnya IM ke wilayah Arab dan wilayah lainnya yang hingga kini mencapai lebih dari seratus dua puluh negara. 38 Kebijakan rejim Nasser yang begitu represif membuat IM melakukan gerakan bawah tanah hingga wafatnya Nasser pada tahun 1970. Belajar dari sejarah yang selalu mengalami penekanan dari pemerintah yang berkuasa dan selalu gagal mencapai tujuan, IM, mulai era 1970-an tepatnya setelah memperoleh pengakuan kembali dari pemerintah Sadat, mengubah strategi perjuangan mereka dengan menjauhkan diri dari bentrokan dengan 35
Husain Bin Muhammadi bin Jabil Ali, M.A. Menuju Jamiatul Muslimin: Telaah Sistem Jamaah dalam Gerakan Islam, Jakarta: Robbani Press, 2011, hal. 343. 36 Pada tanggal 23 Juli 1953, perwira-perwira Mesir di bawah pimpinan Mohammad Najieb melakukan sebuah kudeta militer. Kudeta ini dikenal dengan sebutan Revolusi Juli. 37 Fathi Yakan, Rintangan Perjuangan, hal. 16—17. 38 Wawancara Ustadz Mashadi, ia menghadiri pertemuan cabang-cabang IM di Turki pada tahun 2004.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
16
pemerintah. Umar Tilmitsani selaku Mursyid ‘Am menekankan bahwa dakwah IM harus berjalan dengan hikmah dan menghindari kekerasan dan radikalisme. Kebijakan ini terus dilakukan hingga kepemimpinan Mursyid ‘Am saat ini. Kembalinya IM dengan strategi perjuangan yang menjauhkan diri dari bentrokan berarti kembali ke pola yang diterapkan Al Banna yang tidak pernah memakai cara-cara kekerasan di dalam menyebarkan dakwahya. 39 Al Banna menganut prinsip keterbukaan dan inklusifitas bagi organisasinya. Terkait hal ini, ia menyatakan, “Kita saling membantu dan bekerja sama dalam masalah-masalah yang disepakati, tetapi kita saling berlapang dada dalam masalah yang tidak sepaham. 40 Bagi Al Banna, tujuan utama IM adalah tarbiyah (pendidikan). Al Banna percaya bahwa jika masyarakat telah mampu menyerap risalah Islam dan mampu mengubah sikap mereka, Mesir akan menjadi negara yang menerapkan nilai-nilai Islam tanpa harus melakukan pengambilalihan secara paksa. 41 Inilah yang disebut Al Banna sebagai pemerintahan Islam yang terbentuk dengan sendirinya setelah masyarakat mampu menyerap nilai-nilai Islam. Hal ini bisa dilihat kondisi Mesir saat ini pascaturunnya pemerintah Mubarak. Seperti juga kebijakan pemerintah Mesir terhadap pergerakan Islam, pemerintah Orba pun bersikap represif terhadap gerakan Islam Politik. Namun, bedanya sikap represif dan restriksi sistemik yang dilakukan terhadap gerakan mahasiswa di lingkungan kampus menjadi faktor yang mendorong awal kebangkitan Islam di Indonesia. Sikap penolakan Soeharto terhadap Islam politik muncul setelah ia mengambil alih kekuasaan pada 1967. Bukti-bukti sikap represif pemerintah Soeharto terhadap Islam politik dapat ditelusuri dari kebijakan politik Soeharto
yang antagonistik terhadap politik Islam seperti
keengganan pemerintah Orba untuk merehabilitasi Masyumi, tetapi mendukung pembentukan
partai
Islam
baru,
Parmusi.
Kebijakan
lainnya
adalah
penyederhanaan sistem kepartaian yang memaksa partai-partai Islam untuk 39
Yakan, Rintangan Perjuangan..., hal. 138 Ibid, hal.129-136. 41 Karen Armstrong, Berperang Demi Tuhan, Jakarta: Serambi, 201, hal. 349-350 40
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
17
melakukan fusi menjadi Partai Persatuan Pembangunan serta kebijakan yang memaksa semua organisasi massa agar menerima Pancasila sebagai asas tunggal. Soeharto
dalam
melaksanakan
kebijakannya
tidak
segan-segan
menggunakan sikap represif terhadap kelompok yang bersikap kritis atau dinilai mengganggu
kebijakan
tersebut.
Bahkan,
Soeharto
tidak
segan-segan
menggunakan kekuatan militer untuk menghentikan sikap oposisi kelompok Islam, yang sering kali menimbulkan korban jiwa, seperti kasus Tanjung Priok, dan kasus gerakan Usrah Lampung. 42 Sikap represif pemerintah Orba yang begitu lama diterapkan terhadap Islam politik, disikapi berbeda oleh kalangan pergerakan Islam pada masa itu. Di satu sisi ada pergerakan yang menyikapinya dengan mengambil pola gerakan bawah tanah dengan aksi-aksi yang radikal. Di sisi lain ada pergerakan yang mendorong aktivis Islam melakukan pergeseran aktivitasnya dari politik ke nonpolitik. Hal ini dilakukan oleh mantan tokoh-tokoh Masyumi dengan mendirikan Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) yang bergerak di bidang dakwah yang bertujuan meningkatkan pemahaman dan praktik kehidupan beragama. 43 Respon kalangan Islam yang lain datang dari Nurcholish Madjid. Nurcholish pada 1970 berupaya melakukan pembaruan pemikiran Islam. Pembaruan pemikiran yang diprakarsai oleh Nurcholish Madjid menimbulkan sikap pro dan kontra di kalangan aktivis Islam di Indonesia. Nurcholish yang sebelumnya sering disebut sebagai Natsir muda menggagas pemikiran tentang perlunya reinterpretasi terhadap ajaran Islam. Gagasannya berkesimpulan pada sebuah jargon “Islam Yes Partai Islam No”. Tidak ada yang sakral kecuali Allah. Desakralisasi itulah yang saya maksud dengan sekularisasi. Partai Islam itu tidak sakral. Karena itu salah argumen yang mengatakan, kalau tidak mencoblos partai Islam 42
Lihat tulisan Abdul Syukur, Gerakan Usrah di Indonesia: Peristiwa Lampung 1989, Yogyakarta: Ombak, 2003 43 Thohir Luth, M. Natsir Dakwah dan Pemikirannya, Jakarta: Gema Insani Pres, 1999, hal.53-55
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
18
dalam pemilu, maka kita bukan Islam. Karena itu saya dulu berseru: Islam yes Partai Islam no. 44 Bagi mereka yang mendukung gagasan pemikiran Nurcholish Madjid, gagasan pemikiran Nurcholish merupakan suatu terobosan baru. Namun, mereka yang tidak setuju 45 pemikiran Nurcholish Madjid terkait dengan Islam Yes Partai Islam No, menganggap Nurcholish sebagai pendukung kebijakan pemerintah Orba. Anggapan itu semakin kuat ketika Orba “mengamini” pemikiran Nurcholish dengan menerapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas tunggal bagi orsospol yang hidup di Indonesia. 46 Kondisi ini semakin memojokkan Nurcholish Madjid sehingga muncul stigmasi sebagai pendukung pemerintah Orba. Di sisi lain muncul stigmastisasi bahwa gagasan Nurcholish Madjid tak ubahnya alat legitimasi Orba untuk melakukan tidakan represif kepada aktivis Islam. Pemikiran Nurcholish Madjid di era 1970-an ditanggapi berbeda oleh Amin Rais dan Tempo. Amien menyebutkan bahwa Maraknya kegiatan kampus tidak disebabkan oleh pemikiran yang dilontarkan oleh Nurcholish pada 1970, namun disebabkan oleh; pertama, merupakan kesadaran beragama mahasiswa yang makin mendalam, kedua, terjadi semacam krisis identitas di kalangan pelajar dan mahasiswa yang untuk mengatasi krisis tersebut, maka kembali kepada Islam adalah solusinya, dan ketiga, para aktivis dakwah ini yakin bahwa untuk menghadapi persoalan di masa depan, maka Islamlah yang dapat menjawabnya. 47
44
Nurcholish Madjid, “Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat” dalam Pembaruan Pemikiran Islam, Jakarta: Islamic Research Centre, 1970. Hal 1—2. Lihat juga Tempo, 14 Juni 1986, halaman 60—62. 45 Diantaranya Endang Syaifuddin Anshari, Hasan Metareum dan Abdul Qadir Zaelani dari kalangan muda dan HM Rasjidi dari kalangan tua. 46 Nurcholish Madjid , Op.Cit. 47 M. Amien Rais, 1984. Gerakan-gerakan Islam Internasional dan Pengaruhnya bagi Gerakan Islam Indonesia. Prisma. Arah Baru Islam: Suaran Angkatan Muda. Hal. 23.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
19
Sementara itu, Tempo dalam laporan khususnya di edisi tanggal 14 Juni 1986 mengambil suatu kesimpulan bahwa pergerakan Islam yang muncul di kampus di era 1980-an merupakan suatu bentuk antitesis terhadap pemikiran Nurcholish Madjid yang dilontarkan pada 1970. Pada 1974, mahasiswa melakukan demontrasi terhadap kebijakan pemerintah Orba, yang meledak menjadi peristiwa 15 Januari 1974. 48 Peristiwa tersebut berawal dari protes mahasiswa terhadap kedatangan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka ke Indonesia. Pergerakan mahasiswa terus dilakukan dan puncaknya ketika demonstrasi besar-besaran yang dilakukan pada 1977—1978, seperti aksi yang dilakukan mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang membuat pemerintah Orba menurunkan kekuatan militer ke dalam kampus. Aktivitas ini berlanjut di Jakarta yang menuntut adanya pergantian pemimpin nasional.
Kondisi
seperti
ini
akhirnya
mendorong
pemerintah
Orba
mengeluarkan kebijakan depolitisasi kampus dengan dikeluarkannya keputusan dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tentang Normalisasi Kegiatan Kampus (NKK) pada 1978 49 dan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) pada 1979. 50 Kondisi ini membatasi gerak mahasiswa di dalam kampus dan mengganti Dewan Mahasiswa dengan Senat Mahasiswa yang hanya diizinkan di tingkat fakultas. Kebijakan ini memang mengurangi aktivitas politik praktis mahasiswa. Namun, kondisi ini mendorong mahasiswa muslim lebih
cenderung untuk
mengembangkan religiusitas mahasiswa dengan membentuk gerakan Islam yang tidak konfrontatif dengan memilih jalur dakwah yang lebih kultural. Aktivitas mereka ini dikenal dengan sebutan dakwah kampus dengan masjid sebagai basis gerakan dakwah mereka. Untuk menghindari konflik dengan pemerintah, gerakan dakwah kampus pada awalnya mengambil bentuk gerakan yang secara formal tidak terlembaga dan menggunakan pendekatan nonkonfrontatif. Jika 48
Peristiwa ini dikenal dengan sebutan Malari (malapetaka lima belas januari) S.K. Mendikbud No. 0156/U/1978 tentang Normalisasi Kehidupan kampus 50 S.K. Mendikbud No. 37/U/1979 tentang Bentuk Susunan Lembaga/Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan Perguruan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 49
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
20
mereka mengambil partisipasi politik dalam bentuk konvensional jelas akan memerlukan “ongkos” bagi para partisipannya, entah itu kehilangan waktu, dana, maupun resiko kehilangan nyawa karena menjadi korban represif pemerintah penguasa. Sikap represif aparat yang cenderung disinsentif 51 karena mengancam organisasi massa yang melakukan mobilisasi protes terhadap pemerintah. Oleh karena itu, pada masa awal, dakwah kampus mengambil bentuk gerakan yang tidak formal atau tidak terlembaga, tetapi terhubung oleh jejaring informal yang menghubungkan mereka dengan pemaknaan yang sama. Menurut Irwan Prayitno, gerakan dakwah kampus pada waktu itu mengadopsi konsep Sirriyatut Tandzim wa Alamiyyatut Dakwah (struktur organisasi rahasia dan dakwah terbuka). 52 Upaya lain yang dilakukan kalangan aktivis Islam dalam menyikapi kebijakan politik pemerintah yang represif, di samping melakukan upaya-upaya pembaruan pemikiran terhadap esensi Islam, juga memunculkan upaya pengaderan seperti yang dilakukan oleh Imaduddin. Bang Imad, sebutan Imaduddin, semakin kuat menyikapi pemikiran Nurcholish dengan melakukan pembinaan kader pergerakan Islam melalui program Latihan Kader Dakwah (LKD) bagi aktivis dakwah kampus. Seiring dengan kondisi sosial politik yang berkembang paa saat itu LKD kemudian berubah menjadi Latihan Mujahid Dakwah (LMD) dan terakhir menjadi Studi Islam Intensif (SII). 53 Gerakan dakwah kampus sendiri muncul pada akhir 1970-an yang berkembang di masjid-masjid universitas besar di Indonesia seperti ITB dengan Masjid Salmannya dan UI dengan Arif Rahman Hakimnya. Aktivis dakwah kampus menilai bahwa prioritas mereka di era akhir 1970-an hanya sebatas
51
Menghalangi masyarakat untuk terlibat di dalam organisasi gerakan sosial yang menentang eksistensi negara. Lihat Burhanuddin Muhtadi, Dilema PKS: Sara dan Syariah. Hlm. 104 52 Burhanuddin, hal. 105. 53 Jimly Asshiddiqie, Bang ‘Imad: Pemikiran dan Gerakan Dakwahnya, Jakarta: Gema Insani Press, 2002, hal.23, 247-250.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
21
dapat memahami Islam secara menyeluruh, bukan karakteristik gerakan yang berbasis kelembagaan. 54 Kelahiran Gerakan Tarbiyah di Indonesia tidak lepas dari gerakan dakwah kampus. Dua hal penting yang dapat dijadikan pijakan dalam mengidentifikasi kelahiran gerakan dakwah kampus, adalah pertama, berkenaan dengan munculnya kelompok muda yang bersemangat tinggi mempelajari dan mengamalkan Islam sebagai respon atas tekanan politik yang dilakukan Orba terhadap umat Islam. Kedua, adanya ruang publik yang relatif lapang, seperti masjid atau mushola kampus, sebagai tempat idealisme kaum muda Islam mengalami persemaian secara ideal dan cepat. 55 Akar Gerakan Tarbiyah berawal dari gerakan dakwah kampus di Masjid Salman ITB yang membuat kelompok kecil berciri Islam.
Pada 1974, Ir.
Imaduddin Abdul Rahim, menggagas Latihan Kader Dakwah (LKD). Imaduddin sebelumnya merupakan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Sewaktu di HMI, ia menjadi pemimpin Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam (LDMI) dan melakukan pendidikan kader dakwah bagi mubalig-mubalig muda yang direkrut dari kalangan mahasiswa Islam. Di bawah kepemimpinan Imaduddin, LDMI berkembang dan sangat populer di kalangan aktivis HMI, bahkan menyaingi popularitas Pengurus Besar (PB) HMI yang menjadi induk LDMI. Ketika DDII mengembangkan program Bina Masjid Kampus pada tahun 1974, Imaduddin menjadi salah satu peserta program tersebut, Di sinilah Imad bersentuhan dengan pemikiran-pemikiran IM. Dari hasil-hasil pelatihan yang ia peroleh tersebut dan bekal pengalaman pengelolaan LDMI, Imaduddin meneruskan program pelatihan dakwah melalui Masjid Salman ITB yang mengundang minat besar aktivis gerakan Islam yang bukan hanya dari unsur HMI, melainkan juga mahasiswa Islam secara umum di berbagai perguruan tinggi di Bandung yang kemudian menyebar ke seluruh Indonesia. Ia merancang
54 55
Wawancara dengan Ustaz Aus Hidayat. Ali Said Damanik, Fenomena Partai Keadilan: Transformasi 20 tahun gerakan Tarbiyah di Indonesia, Jakarta: Teraju 2002 hal. 63
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
22
secara khusus program pelatihan mubalig untuk melahirkan kader-kader dakwah. 56 Latihan Kader Dakwah, Latihan Mujahid Dakwah (LMD), dan Studi Islam Insentif (SII) merupakan tonggak penting kelahiran gerakan dakwah kampus. Prinsip yang diajarkan dalam LKD/LMD/SII adalah mengajarkan totalitas pandangan keislaman yang tidak memisahkan antara yang sakral dan sekuler serta yang transendental dan yang temporal. Imaduddin dengan pandangan yang holistik dan cenderung puritan mengajak para mahasiswa yang dikadernya mewujudkan Islam yang nyata dalam kehidupan. 57
Materi yang
diberikan dalam LKD, LMD, dan SII menjadi dasar dalam kajian di masjidmasjid kampus. Kajian dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil yang kemudian dikenal dengan sebutan usrah. Kelompok usrah terdiri dari 5—20 orang yang dipimpin oleh seorang ustaz atau mentor yang biasanya mahasiswa senior. Metode usrah tersebut kemudian berkembang menjadi konsep pengkajian Islam di masjid-masjid kampus besar di Indonesia, seperti UI, IPB, UGM, USU dan UNHAS. 58 Metode yang dikembangkan oleh Imaduddin ini mengadopsi metode usrah yang digunakan oleh IM. Pemikiran IM sendiri dibawa masuk dalam gerakan dakwah kampus terjadi ketika aktivis dakwah kampus mengadakan kegiatan kajian yang lebih luas yang menggabungkan beberapa kelompok usroh dan diisi oleh ustadz dari luar kampus, terutama dari Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) yang memiliki program pendampingan masjid kampus. Para ustaz tersebut pada umumnya merupakan alumni Timur Tengah yang dikirim oleh DDII dengan dana bantuan beasiswa dari Saudi Arabia. Persentuhan dengan para alumni Timur Tengah dimanfaatkan untuk mengenalkan metode dakwah IM pada kelompok usrah ini. Pertemuan ini melahirkan entitas baru dalam gerakan
56
Jimly Asshiddiqie, Bang ‘Imad...., Op.Cit. Asrori S Karni, Hajatan Demokrasi: Potret Jurnalistik Pemilu Langsung Simpul Islam Indonesia dari Moderat hingga Garis Keras, Jakarta: Gatra, 2006, hal. 219. 58 Ibid. 57
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
23
dakwah kampus yang dikenal dengan sebutan Gerakan Tarbiyah. 59 Inilah awal mula masuknya pengaruh IM dalam gerakan dakwah kampus. Pendekatan Gerakan Tarbiyah lebih komprehensif dalam sistem kaderisasi
formal.
Pola penyampaian
materi
Gerakan
Tarbiyah
lebih
komprehensif dengan materi yang terstruktur seperti sebuah kurikulum yang baku dikenal dengan materi T1 dan T2. 60 Materi T1 dan T2 membahas dasardasar pemahaman Islam hingga aplikasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Metode yang disampaikan tidak hanya tadabbur (memahami) Quran,
tetapi lebih variatif seperti daurah (pelatihan; seminar; workshop),
rihlah (perjalanan; darmawisata), dan mabit (bermalam). Model yang dikembangkan pada masa awal adalah model rasmul bayan (sebuah model penjelasan yang mengggunakan sistem alur dengan anak-anak panah). Materi yang dibahas dalam gerakan usrah terkait dengan masalah kehidupan sehari-hari dari sudut pandang Islam yang diperoleh sewaktu mengikuti LKD/ LMD/ SII. Materi diberikan melalui metode tadabbur Quran dan sangat tergantung kemampuan mentor dalam menjelaskannya. Ali Said Damanik dalam buku Fenomena Partai Keadilan menyebutkan bahwa transisi gerakan usrah menuju tarbiyah terjadi pada tahun 1983—1984 dengan alasan bahwa kelompok usrah sudah memiliki sandaran yang jelas, yaitu gerakan IM. Dari data yang penulis peroleh masa transisi ini bisa terjadi lebih awal karena pada tahun 1980 sudah ada kelompok liqo (pengajian yang berbentuk melingkar) tarbiyah di UI. 61 Hal ini didukung pernyataan dari Hilmi Aminuddin bahwa dakwah tarbiyah pertama dilakukan pada 1980. 62
59
Dalam beberapa catatan penggantian istilah usrah berawal dari terjadinya berbagai peristiwa yang terjadi di awal 1980-an yang melibatkan nama yang sama, yaitu Gerakan Usrah yang dilakukan oleh berbagai kelompok kemudian mendapat perlakukan represif dari pemerintah. Salah satunya adalah peristiwa Talang Sari Lampung pada tahun 1989. 60 Materi T1 dan Materi T2 merupakan manhaj Tarbiyah pertama. T1 materi tarbiyah tahap 1 dan T2 materi tarbiyah tahap 2. 61 Dialog dengan tokoh ADK UI, Santoso, mahasiswa angkatan 1980. 62 Dialog dengan Abu Surkim, Kader Tarbiyah Bidang Kaderisasi.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
24
Perkembangan pemikiran IM memiliki tiga jalur penting dalam pengembangannya, yaitu lembaga dakwah kampus (LDK) di kampus-kampus besar, alumni Timur Tengah, dan alumni Lembaga Ilmu Pendidikan Islam dan Bahasa Arab (LIPIA). Tiga jalur ini membuat IM menjadi besar dan berkembang. Tokoh penting yang mengusung Gerakan Tarbiyah dalam beberapa literatur menyebut Rahmat Abdullah sebagai tokoh Gerakan Tarbiyah yang dikenal sebagai Syaikhul Tarbiyah (pemimpin tarbiyah). Namun,
penulis
memperoleh informasi dari sumber wawancara bahwa tokoh yang membawa pemikiran IM ke Indonesia adalah Hilmi Aminudin Hasan, Salim Segaf Al Zufri, Acep Abdul Syakur, dan Abdullah Baharmus. 63 Keempat tokoh inilah yang resmi membawa pemikiran IM ke Indonesia. Dari keempat tokoh tersebut yang terlibat langsung dalam pembinaan LDK adalah Hilmi Aminudin Hasan. Gerakan Tarbiyah tumbuh subur bukan hanya di kampus, melainkan juga diterima di lingkungan masyarakat lebih luas. Di awal tahun 1990-an, Gerakan Tarbiyah mulai mengaktualisasikan pemikirannya di masyarakat umum melalui berbagai lembaga yang dibentuknya. Dalam bidang pendidikan ada Nurul Fikri. Untuk media masa muncul majalah Ummi, Sabili, Intilaq, dan Islah. Untuk percetakan yang menerbitkan buku-buku pemikiran IM muncul Gema Insani Press, Intermedia, dan Al I’tishom. Untuk lembaga kajian dibentuk suatu pusat studi yaitu Studi Informasi Dunia Islam Kontemporer (SIDIK), dan untuk kajian budaya muncul Senandung Nasyid.
Fase ini dikenal dengan mihwar
sya’bi (era memasyarakatkan pemikiran-pemikiran). 64 Melalui lembaga-lembaga tersebut, Gerakan Tarbiyah mengaplikasikan dan menyebarkan pemikirannya ke masyarakat umum. Dalam perkembangan lebih lanjut lembaga-lembaga tersebut semakin menguatkan eksistensinya dengan membuat jaringan yang lebih luas. Sarana dakwah yang cukup berkembang dengan pesat adalah lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan ini pada awalnya untuk memenuhi kebutuhan pendidikan 63
Wawancara dengan Sitaresmi Ismail (angkatan 1982), Aktivis Dakwah Kampus, 25 Mei 2011 pada pukul 11.42. 64 Ada empat fase tahapan dakwah IM, yaitu mihwar tandzim, mihwar sya’bi, mihwar muasasi dan mihwar dauli.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
25
alternatif, tetapi pada kenyataannya mampu tumbuh berkembang dengan pesat sampai terbentuknya Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) baik untuk tingkat TK, SD, SLTP dan SLTA. Melalui lembaga-lembaga inilah pemikiran-pemikiran tarbiyah disebarkan dan diimplementasikan. Di wilayah regional III (Jabotabek) jumlah lembaga pendidikan yang dikelola berdasarkan Jaringan Sekolah Islam Terpadu sebanyak 571 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), 424 Sekolah Dasar Islam Terpadu, 109 Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu, dan 10 Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu. 65 1.2.
Permasalahan Bertolak dari uraian di atas, terungkap bahwa Gerakan Tarbiyah pada
dasarnya adalah organisasi masyarakat yang mempunyai tujuan meningkatkan kualitas Umat Islam di Indonesia dengan cara peningkatan pengetahuan keislamannya, akidahnya melalui dakwah dan metode pendidikan yang disebut tarbiyah, karena itu gerakan ini disebut Gerakan Tarbiyah. Seperti telah diuraikan di atas, sambutan komunitas muslimin Indonesia terhadap Gerakan Tarbiyah tidak jauh berbeda dengan sambutan terhadap gerakan pembaru Islam (Islam modernis) pada awal abad ke-20. Artinya ada kelompok muslim yang menyambutnya secara positif, bahkan ikut pula menggunakan metode tarbiyah daam syiar agamanya. Namun ada pula yang bersikap sebaliknya.
Hal ini menjadi menarik untuk dikaji, mengingat
kelompok yang menanggapi secara negatif terhadap Gerakan Tarbiyah, justru datang dari organisasi masyarakat (ormas) Islam yang paling populer dan paling berpengaruh, yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah Bertolak dari peristiwa-peristiwa itu muncul beberapa permasalahan yang ingin dicarikan jawabannya melalui penelitian ini, sekaligus akan dijadikan pokok permasalahan
dalam disertasi ini.
Adapun pokok permasalahan itu
adalah
65
Website jsit.web.id diunduh tanggal 28 Mei 2012 pk 12.45
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
26
1. Mengapa Gerakan Tarbiyah begitu menarik kalangan muda namun dicurigai sebagai gerakan transnasional yang ingin mengubah tradisi dan budaya lokal dengan tradisi dan budaya Timur Tengah. 2. Mengapa
muncul
kekhawatiran
Muhammadiyah
terhadap
perkembangan gerakan tarbiyah. 3. Benarkah Gerakan Tarbiyah bermaksud mengubah agama menjadi ideologi negara dalam arti mengganti Pancasila dengan Islam, seperti yang dituduhkan NU 1.3.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian Penelitian yang saya lakukan ini bertujuan untuk menjelaskan proses pertumbuhan Gerakan Tarbiyah dan penyebaran pemikirannya di Indonesia. Tujuan lainnya menjelaskan benarkah Gerakan Tarbiyah merupakan organisasi transnasional yang ingin mengubah tradisi dan budaya lokal dengan tradisi Timur Tengah. Penulis juga ingin menjelaskan mengapa muncul kekhawatiran Muhammadiyah terhadap perkembangan gerakan tarbiyah. Penulis juga ingin menjelaskan benarkah Gerakan Tarbiyah bermaksud mengubah agama menjadi ideologi negara dalam arti mengganti Pancasila dengan Islam seperti yang dituduhkan NU. 1.3.2. Manfaat Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian sejarah kontemporer. Nugroho Notosusanto dalam masalah penelitian sejarah kontemporer, menyebutkan bahwa sejarah kontemporer ialah jaman dari mereka yang hidupnya bersamaan, yakni bersamaan dengan kita baik pembaca maupun sejarawannya, serta penggarapannya. Kesulitan dalam penyusunan sejarah kontemporer menurut Nugroho terletak pada kadar subyektivitas dalam sejarah kontemporer lebih besar dari pada mengenai, misalnya saja, sejarah abad kedelapan belas atau sejarah perkembangan Islam di Indonesia atau sejarah jaman Hindu. Subyektivitasnya lebih besar karena pelakunya masih hidup. Jadi masalahnya
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
27
terletak pada sejarawan dan pelaku sejarah. Bagi sejarawan kurangnya jarak waktu memainkan peranan yang besar dalam meningkatkan subyektivitas, terutama yang menyangkut interpretasi. 66 Hasil penelitian ini diharapkan secara akademik dapat memperkaya historiografi sejarah pemikiran Islam dan sejarah gerakan Islam kontemporer di Indonesia. Sedangkan secara praktis hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemahaman yang komprehensif tentang dinamika gerakan dakwah Islam di Indonesia yang sering kali menyulut perbedaan pandangan diantara organisasi yang ada. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan oleh para pengambil kebijakan untuk menata kehidupan beragama yang damai di Indonesia. 1.4.
Ruang Lingkup Fokus utama penelitian ini adalah menganalis pertumbuhan dan
perkembangan gerakan tarbiyah, organisasi yang dipengaruhi pemikiran gerakan Islam Transnasional Ikhwanul Muslimin, dari tahun 1980 hingga tahun 2010. Penulisan diawali pertumbuhan gerakan tarbiyah pada 1980 di kampus-kampus umum. Fenomena ini mirip dengan yang terjadi di Mesir. Ketika IM diberangus, pengaruh pemikirannya berkembang di kampus-kampus melalui organisasi Jamaah Islamiyah yang dibentuk oleh para mahasiswa Mesir. Di Indonesia muncul melalui Lembaga Dakwah Kampus di universitas-universitas umum seperti ITB, UI, dan IPB. Lembaga Dakwah Kampus dalam perkembangannya mengadopsi metode dan pemikiran gerakan Ikhwanul Muslimin dalam aktivitas pembinaan sampai memunculkan Gerakan Tarbiyah. Pada perkembangan berikutnya, aktivis-aktivis gerakan tarbiyah mulai melebarkan pengaruhnya bukan hanya melalui kampus-kampus, melainkan juga sudah masuk ke berbagai lembaga, mulai dari lembaga pendidikan, pers dan media masa, hingga kajian keilmuan dan kebudayaan.
Aktivitas kader gerakan tarbiyah terus berkembang dan
menanamkan pengaruhnya dalam masyarakat, terutama di wilayah Jakarta dan 66
Nugroho Notosusanto, Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer (suatu pengalaman), Jakarta: Yayasan Idayu, 1978, hal.6-8
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
28
Depok pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Kondisi seperti ini mulai memunculkan sikap dan pandangan dari kalangan gerakan dakwah lainnya di Indonesia (untuk peneltitian ini diutamakan sikap NU dan Muhammadiyah) yang mencapai puncaknya di dasawarsa awal 2000-an. Muhammadiyah memunculkan sikapnya melalui SKPP Muhammadiyah pada 2006 dan NU mulai 2007 melalui pernyataan-pernyataan tokohnya melalui NU Online. Kajian ini dibatasi tahun 2010 karena pada masa ini terjadi pergantian kepemimpinan di Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Di samping itu, penulis juga menemukan grand design gerakan tarbiyah 2010. Rencana pembentukan sayap politik baru direncanakan tahun 2010, tetapi, karena situasi politik, grand design ini dilaksanakan pada tahun 1998 ketika terjadi suksesi kekuasaan. 1.5.
Penelitian Karya-karya Terdahulu Hasil penelusuran sementara yang dilakukan penulis terhadap karya-
karya penelitian yang sudah ada pada umumnya membahas Islam di Indonesia dalam konteks politik. Hal tersebut terlihat dari karya yang ditulis oleh Zainal Abidin Amir yang berjudul Peta Islam Politik Pasca-Soeharto. Ia lebih membahas perjalanan partai politik Islam dan dinamika partai-partai Islam di Indonesia. Ia menjelaskan perjalanan partai politik Islam dalam sejarah politik Indonesia. Ia memulai pembahasan dengan tumbuhnya Sarekat Islam pada masa pergerakan nasional hingga munculnya partai-partai politik Islam pada masa reformasi. Di bagian lain buku ini penulis menjelaskan respon partai-partai Islam terhadap permasalahan krusial yang muncul dalam kehidupan masyarakat. Dinamika eksternal partai-partai Islam pada masa awal reformasi juga dibahas di dalam buku ini. 67 Buku lain di antaranya adalah Islam Orba: Perubahan Politik dan Keagamaan karya Sudirman Teba. Buku ini merupakan bunga rampai kumpulan tulisan tentang Islam. Buku terbitan Tiara Wacana ini menggambarkan Islam pada masa Orba yang mengalami perubahan besar baik secara institusional maupun dalam bentuk perubahan pemikiran berbagai ajaran dari agama Islam. 67
Zainal Abidin Amir, Peta Islam Politik Pasca-Soeharto, Jakarta: LP3ES, 2003
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
29
Perubahan ini akan tampak jelas pada perkembangan dewasa ini jika dibandingkan dengan masa-masa awal Orba. Salah satu perubahan secara institusional yang terjadi adalah fusi partaipartai Islam menjadi PPP. Kondisi ini diikuti dengan pergantian asas partai dari Islam menjadi Pancasila. Selain itu, munculnya institusi baru seperti terbentuknya MUI pada 1975 dan ICMI pada 1990 dan Bank Muamalat pada 1991. Dalam bidang pemikiran digambarkan adanya perubahan pemikiran dari pemikiran klasik ke pemikiran modern. 68 Ada sebuah buku tentang Sejarah Pemikiran yaitu karya Fahri Ali dan Bachtiar Effendi
yang berjudul Merambah Jalan Baru Islam: Rekonstruksi
Pemikiran Islam Indonesia Masa Orba. Buku ini menggambarkan Islam dan transformasi masyarakat di Nusantara dan proses terbentuknya pola pemikiran Islam baik tradisionalis maupun modernis. Pola pemikiran lainnya adalah pola pemikiran sosial politik umat Islam pada masa sebelum dan setelah kemerdekaan. Bagian lain buku ini juga menjelaskan pembangunan, politik, dan perubahan pola pemikiran Islam pada masa Orba. Di bagian akhir digambarkan peta baru pemikiran Islam di Indonesia. Dijelaskan pula pudarnya pola pemikiran modernis dan tradisionalis. 69 Selain buku-buku di atas ada juga karya penelitian yang berupa disertasi ataupun tesis. Disertasi yang pernah membahas tentang IM adalah karya Amien Rais. Dalam menyelesaikan program doktornya di University of Chicago, Amerika Serikat, Amien mengambil bidang studi Timur Tengah. Ia menulis disertasi dengan judul “The Moslem Brotherhood in Egypt: Its Rise, Demise, and Resurgence”. Dalam karyanya tersebut Amien menjelaskan sejarah IM di Mesir mulai dari kelahiran, keruntuhan, dan kebangkitannya kembali. Karya lain yang membahas tentang gerakan Islam dari luar adalah tesis karya M. Imdaddun Rahmat dari Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam (PKTTI) UI, yang berjudul “Transmisi Gerakan Revivalisme Islam Timur Tengah ke 68
Sudirman Teba. Islam Orba: Perubahan Politik dan Keagamaan. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993 69 Fachri Ali dan Bahtiar Effendy. Merambah Jalan Baru Islam: Rekonstruksi Pemikiran Islam Indonesia Masa Orba. Bandung: Mizan, 1986.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
30
Indonesia 1990—2002”. Tesis tersebut membahas proses, model, dan bentuk transmisi gerakan kebangkitan Islam yang berlangsung di Timur Tengah ke Indonesia yang terjadi pada rentang waktu antara 1990—2002. Tesis tersebut menyimpulkan gerakan revivalisme Islam yang bermula dari Timur Tengah telah menyebar hampir ke seluruh dunia Islam termasuk Indonesia. Trasmisi gerakan ini ke Indonesia terjadi melalui modus dan sarana yang beragam, yaitu melalui alumni Timur Tengah, buku-buku, dan hubungan personal para aktivis. Dampak dari hal tersebut adalah diadopsinya pemikiran ideologi dan manhaj gerakan Islam revivalisme dari timur tengah. Karya lain lagi yang membahas pengaruh pemikiran Islam transnasional adalah tesis karya Aay Muh. Furqon yang berjudul “Pengaruh Pemikiran IM Terhadap Gerakan Politik Islam Di Indonesia”. Tesis yang ditulis di Program Pascasarjana Ilmu Politik ini menjelaskan bahwa pemikiran IM diadopsi ke dalam gerakan sosial politik Islam di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Pemikiran yang dianut oleh tokoh IM tersebut adalah Salimatut al Aqidah al Islamiyah. Pemikiran ini memahami bahwa tidak ada keterpisahan antara Islam dan negara. Dalam tataran praktis, ketidakterpisahan Islam dan negara acap kali diwarnai kekacauan konseptual sehingga penyatuan Islam dan negara yang dianggap aksiomatis dalam praktiknya tidak serta merta menimbulkan kemaslahatan. Kondisi seperti itu dalam konsep IM diperlukan konsep Tarbiyah yang menyeluruh bagi masyarakat Islam. Karya lainnya adalah tulisan dari Misbahul Ulum yang berjudul “Relasi Islam dan Negara: Studi kasus Pengaruh Gerakan Politik IM terhadap PKS”. Penelitian ini mencoba mengetahui posisi dua organisasi gerakan dakwah dan politik Islam, IM dan PKS yang tumbuh dan berkembang di kawasan yang berbeda, khususnya yang berhubungan dengan relasi Islam dan negara. Penulis juga mencoba membahas pengaruh satu organisasi terhadap yang lainnnya dalam kaitan pemikiran hubungan politik dan agama. Penelitian lainnya adalah “Islamising Indonesia: The Rise of Jemaah Tarbiyah and the Prosperous Justice Party” yang merupakan disertasi Yon Machmudi. Disertasi ini membahas munculnya kekuatan Islam baru di
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
31
Indonesia, Jemaah Tarbiyah. Pembentukan Jemaah ini memberi kontribusi untuk membentuk varian baru santri atau muslim di Indonesia yang telah melampaui klasifikasi modernis atau tradisionalis. Jemaah tarbiyah aktivisnya sangat heterogen, selain modernis dan revivalis juga memiliki aktivis dari latar belakang tradisionalis. Terkait dengan isu penerapan syariah di Indonesia, Jemaah Tarbiyah, melalui sayap politiknya, PKS, tidak mencoba untuk memaksakan. Namun Jemaah Tarbiyah lebih fokus pada masalah keadilan dan kesejahteraan. Disertasi ini diterbitkan oleh Australian National University pada 2008. Fenomena Partai Keadilan Sejahtera: Tranformasi 20 tahun Gerakan Tarbiyah di Indonesia karya Ali Said Damanik diterbitkan oleh Teraju Jakarta pada 2002. Buku ini menggambarkan kemunculan dan perkembangan sebuah gerakan yang dalam dua puluh tahun terakhir terasa fenomena. Partai Keadilan (PK) adalah sebuah fenomena di tahun 1999 yang cukup mengejutkan. Partai ini muncul tidak seperti partai besar lain yang umumnya berasal dari organisasi masyarakat atau partai lama yang dipimpin tokoh nasional yang sudah di kenal masyarakat. PK seolah-olah muncul dari negeri entah berantah. Meski gagal melewati electoral threshold sebesar dua persen, PK berhasil mengumpulkan suara lebih banyak dari partai lain yang pimpin oleh tokoh nasional atau partai lama yang berbasis masa lalu (Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI), Persatuan Umat Islam (PUI), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), dan Masyumi Baru). Ali Said menyebutnya bahwa genealogi PK berasal dari sebuah gerakan dakwah yang sering disebut gerakan tarbiyah. Dia menjelaskan bahwa PK merupakan hasil proses dari tiga tahap selama dua puluh tahun. Pertama, berawal dari sebuah gerakan dakwah bawah tanah dengan sistem usrah yang terbatas menjadi sebuah gerakan keagamaan yang diterima secara longgar di kampus-kampus. Kedua, dari sebuah gerakan ekslusif di
musala-musala
kampus menjadi sebuah gerakan yang menguasai lembaga-lembaga formal. Ketiga, ketika gerakan ini mendirikan Partai Keadilan pada Agustus 1998. Untuk faktor eksternal yang berpengaruh terhadap perkembangan tarbiyah, penulis terpaku pada kelahiran Ikatan Cendekiawan Muslim s Indonesia (ICMI) sebagai faktor kondusif terhadap berbagai gerakan Islam.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
32
Penulis juga mencoba menyinggung perubahan sosial makro seperti modernisasi dan akibat yang ditmbulkannya, seperti anomie dan disorientasi nilai, tetapi penulis kurang menjelaskan bagaimana proses perubahan sosial tersebut direspon oleh aktivis tarbiyah kurang dijadikan fokus utama. Ini merupakan suatu faktor penting dalam menjelaskan fenomena tarbiyah. Seharusnya perlu diuraikan mengenai karakteristik ajaran tarbiyah dan karakteristik sosial Gerakan Tarbiyah yang dikaitkan dengan proses perubahan sosialnya akan memperjelas raison d’etre di balik tumbuh berkembangnya tarbiyah. Dari semua penelitian tentang gerakan tarbiyah yang telah dilakukan di atas, hampir sebagian besar merupakan karya ilmuwan politik dan juga sosiologi. Kebanyakan dari tulisan tersebut hanya membahas satu sisi saja, seperti karya Imdaddun yang hanya membahas proses transmisinya gerakan IM terhadap gerakan tarbiyah di Indonesia, Aay Muhammad Furqon yang hanya membahas pengaruh gerakan IM terhadap pemikiran politik PKS, dan Misbahul Ulum yang lebih memfokuskan pada relasi hubungan agama dan negara dengan studi kasus IM dan PKS. Hal yang sama juga dilakukan oleh Ali Said Damanik yang hanya memperhatikan proses perkembangan PK yang berawal dari sebuah gerakan tarbiyah. Berdasarkan hal tersebut, penelitian disertasi ini bertujuan ingin melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya terutama kurang tergambarnya karakteristik ajaran tarbiyah dan juga karakteristik gerakan sosial tarbiyah sehingga memunculkan respon dari gerakan dakwah yang sudah ada dan sudah mapan sebelumnya. Respon ini menjadi penting mengingat yang menyampaikan adalah pimpinan Nahdlatul Ulama dan pimpinan Muhammadiyah. Dari sumber primer yang diperoleh penulis dari tokoh-tokoh Gerakan Tarbiyah, diharapkan akan mampu mengungkapkan karakteristik ajaran dan karakteristik sosial gerakan tarbiyah sehingga terungkap pula latar belakang dan pandangan NU dan Muhammadiyah terhadap gerakan tarbiyah.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
33
1.6.
Kerangka Teori dan Metodologi Gerakan Islam menjadi fenomena yang sangat menonjol dan menyeruak
di media nasional dan internasional. Di Indonesia, dentuman bom berkali-kali disasarkan kepada gerakan Islam, khususnya yang berjejaring internasional yang dikenal dengan istilah Islam transnasional. Sayang sekali penjelasan tentang fenomena gerakan Islam masih dinominasi bahwa gerakan Islam merupakan “penyimpangan” dari arus utama Islam. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Hasyim Muzadi bahwa gerakan-gerakan Islam yang berasal dari Timur Tengah merupakan penyimpangan dari Islam dengan menjadikan Islam sebagai ideologi. Di era 1990-an akhir, sejumlah penelitian tentang gerakan Islam mulai menjembatani kesenjangan antara studi gerakan Islam dan teori-teori ilmu sosial tentang aksi kolektif. Premis dasar yang muncul adalah bahwa gerakan Islam tidak sui generis. Kajian Islam tidak lagi melihat Islam sebagai sebuah sistem makna, identitas dan dasar aksi kolektif, tetapi mencoba mencari kesamaan gerakan yang berakar dalam proses, bagaimana gerakan diorganisasikan, bagaimana
ide-ide
dibingkai
dan
disebarluaskan,
bagaimana
keluhan
dikolektifkan, dan merancang taktik dan strategi untuk menanggapi perubahan. Istilah transnasional secara bahasa merupakan suatu bentuk ajektif yang bermakna sesuatu yang berkenaan dengan perluasan atau keluar dari batas-batas negara. Ciri lain dari gerakan transnasional adalah pola gerakannya tidak dapat dipetakan dalam batas-batas politik konvensional. Batas-batas tersebut tidak lagi memadai sebab gerakan ini berkembang sejalan dengan pesatnya kemajuan teknologi informasi dan transportasi dunia. Hubungannya tidak lagi melalui pemerintahan melainkan melibatkan antara warga negara dari sebuah negara dengan warga negara dari negara lainnya. 70 Hal tersebut dapat diperhatikan dari hubungan diagram di bawah ini. 71 DIAGRAM HUBUNGAN INTERNASIONAL State A
The Classical System
State B
70
Mark R. Amstutz, International Conflict and Cooperation: An Introduction to World Politics, New York: Mc.Graw-Hill College, 1999, hal. 62—64. 71 Ibid, hal, 64. Society
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
34
Government
Government
International Relations
Society
State A
The Modern System
State B Government
Government Society
Transnational Relations
Society
Sumber: Mark R. Amstutz, International Conflict and Cooperation: An Introduction to World Politics, New York: Mc.Graw-Hill College hal. 62-64 David
Kowalewski
menyebutkan
bahwa
gerakan
transansional
merupakan suatu organisasi 72, bukan suatu asosiasi. 73 Anggota organisasi gerakan transnasional berasal dari beberapa negara. Mereka mengorganisasi dan memperluas pengaruhnya dari satu tempat. Ia melihat tiga tipe dari transnasional yaitu transnational religions, transnational foundations, dan transnational enterprises. 74 Ia mencontohkaan transnational religions seperti kasus Gereja Katolik Roma: Paus mengontrol dan mengorganisasi pastoral di seluruh dunia. Untuk memahami pola perubahan perilaku seseorang dalam beragama, penulis menggunakan konsep Social Construction of Reality Peter L Berger dan Thomas Luckmann. Realitas yang menjadi sasaran melalui konstruksi ini adalah tentang pola perpindahan pemikiran maupun tingkah laku aktivis dakwah yang 72
Organisasi merupakan ‘kesatuan yang terdiri atas bagian-bagian (orang dan sebagainya) dalam perkumpulan dan sebagainya untuk tujuan tertentu’. Dalam definisi lain, organisasi adalah ‘kelompok kerja sama antara orang-orang yang diadakan untuk mencapai tujuan bersama’. Contohnya adalah Muhammadiyah dan NU. 73 Asosiasi merupakan ‘persatuan antara rekan usaha; persekutuan dagang dan lain-lain’. Contohnya adalah Asosiasi Advokat Indonesia. 74 Mary Hawkesworth and Maurice Kogan,(editor) Encyclopedia of Government and Politics (vol.2), London: Routledge, 1993, hal. 944-956
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
35
tadinya menjadi objek dakwah menjadi subjek dakwah. Untuk lebih memahami perubahan yang terjadi, penulis menggunakan dialektika Berger dan Luckmann, yaitu eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Eksternalisasi dan objektivasi merupakan momen dalam suatu proses dialektika yang berlangsung terus menerus. Momen ketiga adalah internalisasi berlangsung selama proses sosialisasi. Eksternalisasi merupakan suatu upaya penyesuaian diri seorang individu dengan dunia sosio-kultural yang merupakan produk manusia. Objektivasi merupakan proses interaksi sosial dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi. Internalisasi merupakan proses bagaimana individu mengidentifikasi diri di tengah lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat seorang individu menjadi anggotanya. Hubungan yang mendasar dari ketiga momen dialektika ini bersesuaian dengan suatu karakteristik yang esesial dari suatu dunia sosial. Berger dan Luckmann menyebutnya “ Masyarakat merupkan produk manusia, “Society is a human product”. Masyarakat merupakan kenyataan obyektif, “Society is an objective reality”. Manusia merupakan produk sosial”, “Man is a social
product”. 75
Jadi
suatu
analisa
mengenai
dunia
sosial
yang
mengesampingkan salah satu dari ketiga momen tersebut akan menghasilkan suatu distorsi. 76 Berger dan Luckmann meyakini secara substantif bahwa realitas merupakan hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap dunia sosial di sekelilingnya, “Reality is socially constructed”.
77
Teori
ini berakar pada paradigma konstruktivis yang melihat realitas sosial sebagai konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu yang merupakan manusia bebas. Individu menjadi penentu dalam dunia sosial yang dikonstruksi berdasarkan kehendaknya. Manusia dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak di luar batas kontrol struktur dan pranata sosialnya sehingga individu merespon terhadap stimulus dalam dunia kognitifnya. Dalam proses sosial, seorang 75
Ibid. hal. 87 Ibid. hal. 88. 77 Ibid. hal. 87. 76
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
36
individu dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya. Ada perbedaan antara realitas dengan pengetahuan. Realitas merupakan suatu kualitas yang terdapat di dalam kenyataan dan diakui memiliki keberadaan (being) yang tidak bergantung kepada kehendak kita. Sementara itu, pengetahuan merupakan kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata (real) dan memiliki karakteristik yang spesifik. 78 Proses konstruksi dalam perspektif Berger dan Luckmann berlangsung melalui interaksi sosial yang merupakan suatu dialektika dari tiga bentuk kenyataan, pertama, objective reality, yaitu merupakan suatu kompleksitas definisi realitas (termasuk ideologi dan keyakinan ) dan rutinitas tindakan serta tingkah laku yang telah mapan terpola yang semuanya dihayati oleh individu secara umum sebagai fakta. 79 Kader Tarbiyah yang hidup dalam lingkungan sosial masyarakat akan dihadapkan dengan kondisi obyektif yang ada. Kedua, symblolic reality, yaitu merupakan suatu ekspresi simbolik dari apa yang dihayati sebagai “objective reality”
80
misalnya pemahaman terhadap
materi-materi yang disampaikan melalui halaqah, usrah, daurah, tasqif, dan nadwah. Pemahaman kader tarbiyah terhadap materi-materi yang disampaikan akan difahami sesuai dengan kondisi obyektif pengetahuan lokal yang sudah tertanam dalam diri setiap individu. Ketiga, subjective reality, yaitu merupakan suatu konstruksi definisi realitas yang dimiliki individu dan dikonstruksi melalui proses internalisasi. Realitas subjektif yang dimiliki masing-masing individu merupakan basis untuk melibatkan diri dalam proses eksternalisasi atau proses interaksi sosial dengan individu lain dalam suatu struktur sosial. Seorang individu melalui proses eksternalisasi
secara
kolektif
berpotensi
melakukan
objektivasi
dan
memunculkan sebuah konstruksi objective reality yang baru. 81 Seorang individu kader tarbiyah yang pada awalnya berfungsi sebagai sasaran dakwah, dengan 78
Ibid. hal. 1 Ibid. hal. 185-188 80 Ibid. hal.194-198 81 Ibid. hal. 210-233 79
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
37
proses internalisasi berubah menjadi pelaku dakwah di lingkungan sosialnya. Kader tarbiyah tersebut kemudian menjalankan fungsi barunya sebagai pelaku dakwah. Dialektika ini terus berjalan, sehingga pengetahuan lokal yang mereka miliki mampu membaca pemikiran transnasional yang dibawa oleh Gerakan Tarbiyah. Penelitian ini merupakan penelitian sejarah kontemporer sehingga metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah. Metode sejarah terdiri atas empat tahapan, yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Tahap heuristik merupakan suatu proses mencari dan menemukan sumber, data, dan informasi mengenai masalah atau tema yang akan diangkat dalam penelitian. Dalam proses pengumpulan data dan sumber tertulis yang relevan, penulis telah melakukan penelitian kepustakaan. Penulis telah melakukan penelitian kepustakaan dan arsip. Pencarian tahap pertama dilakukan di Perpustakaan Universitas Indonesia. Di perpustakaan ini penulis fokus menyelusuri hasil-hasil penelitian tesis, disertasi, buku dan majalah-majalah yang terkait dengan Islam dan gerakan transnasional. Buku yang ditemukan antara lain karya Zainal Abidin Amir yang berjudul Peta Islam Politik Pasca Soeharto. Selain itu penulis menemukan 3 karya tesis dari Pusat Kajian Islam dan Timur Tengah serta 1 buah tesis dari Pascasarjana Ilmu Politik. Tesis tersebut di antaranya berjudul “Relasi Islam dan Negara: Studi Kasus Pengaruh Politik Ikhwanul Muslimin terhadap PKS karya Misbahul Ulum dan “Trasmisi Gerakan Revialisme Islam Timur Tengah ke Indonesia 1980—2002” karya Muhammad Imdaddun. Penulis juga menemukan beberapa buku yang menunjang penelitian ini seperti Islam Orba: Perubahan Politik dan Keagamaan karya Sudirman Teba dan Merambah Jalan Baru Islam: Rekonstruksi Pemikiran Islam karya Fahri Ali dan Bachtiar Effendi Selanjutnya, penulis menelusuri sumber di perpustakaan Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII LIPI). Di perpustakaan ini, penulis menelusuri buku, majalah, dan kumpulan
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
38
artikel penelitian yang dilakukan oleh peneliti LIPI yang terkait dengan Islam. Salah satu majalah yang penulis temukan adalah Tempo yang terbit pada 1986. Di dalamnya terdapat wawancara antara Tempo dengan Nurcholish Madjid yang berjudul “Nurcholish, yang Menarik Gerbong”. Penelusuran juga dilakukan melalui internet untuk mencari jurnal-jurnal yang terkait tema penelitian serta berita-berita terkait. Dari penelusuran
ini
diperoleh beberapa artikel dalam jurnal ilmiah di Jstore, ditemukan pula buku tentang gerakan transnasional di Asia Tenggara yang merupakan kumpulan artikel tentang perkembangan gerakan transnasional di Asia Tenggara. Selain buku itu penulis juga mendapatkan satu buku yang berjudul Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia. Selain buku dan jurnal, masih melalui media internet, penulis menemukan informasi tentang sikap dan pandangan terhadap gerakan transnasional melalui NU Online, jurnal online milik NU. Pencarian sumber juga dilakukan melalui wawancara. Penulis telah mengajukan surat permohonan wawancara baik tokoh nasional, tokoh lokal, dan aktivis gerakan dakwah, baik Gerakan Tarbiyah, NU maupun Muhammadiyah. Namun tidak semua tokoh merespon surat-surat yang penulis ajukan. Tokoh yang sudah penulis ajukan adalah K.H. Hilmi Aminuddin, K.H. Abdullah Baharmus, DR. Salim Segaf Al Jufri (tiga tokoh pendiri Gerakan Tarbiyah, sayangnya surat penulis tidak di respon, hanya dijawab oleh sekretarisnya bahwa ustadz tidak bisa di wawancara terkait Gerakan Tarbiyah, sayang sekali), K.H. Hasyim Muzadi (sudah menyatakan kesediaanya namun sayang waktu beliau tidak memungkinkan). K.H. Burhan (Ketua PCNU Depok), Ustaz H. Raden Salamun, Ustaz H. Suryadi (tokoh NU Depok), K.H. Wazir Nuri S.Ag.(Mantan Ketua Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Depok, sesepuh Muhammadiyah Depok, anak pendiri Muhammadiyah Depok). Ustadz Farhan A.R. Fakhrudin (Ketua Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Depok). Penulis juga mewawancara alumni-alumni Timur Tengah yang menjadi aktivis Gerakan Tarbiyah dengan latar belakang yang berbeda, Ustadz Ali Fikri Piyar M.A. dengan latar belakang NU, Ustadz Hilam Rosyad, Lc. dengan latar belakang
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
39
Persis. Penulis juga berhasil mewawancarai Ustadz Mashadi, mantan sekretaris pribadi Moh. Natsir, dengan latar belakang aktivis PII, aktivis tarbiyah, dan mantan anggota PKS. Adapun wawancara dengan aktivis Gerakan Tarbiyah baik di era awal maupun era sekarang sudah penulis lakukan dengan beberapa tokoh. Media lain yang penulis gunakan untuk mendapatkan sumber adalah pameran buku Islamic Book Fair. Di pameran ini, penulis menemukan bukubuku tentang risalah pergerakan, modul tarbiyah Islamiyah, dan perangkatperangkat tarbiyah. Untuk mencari sumber yang lebih komprehensif, penulis menghubungi aktivis tarbiyah untuk mendapatkan sumber tertulis yang mendukung penelitian ini. Penulis memperoleh buku tentang Manhaj Gerakan Tarbiyah T1, Manhaj Gerakan Tarbiyah T2, Manhaj 1421, dan Manhaj 1427 dan Manhaj 1433. Penulis belum mendapatkan Manhaj Tarbiyah 1994. Untuk Manhaj 1421 penulis hanya memperoleh jilid 1, 2 dan 4. Penulis belum memperoleh jilid 3. Selanjutnya, penulis menelusuri Perpustakaan Nasional dengan harapan memperoleh Suara Muhammadiyah era tahun 2000-an. Namun, penulis tidak menemukan Suara Muhammadiyah edisi tahun 2006-2008. Penulis akhirnya memperoleh majalah Suara Muhammadiyah tahun 2006 di Kantor Pusat Suara Muhammadiyah di Yogyakarta. Penulis memperoleh Suara Muhammadiyah terbitan tahun 2007 dari Ustadz Farhan A.R. Fakhrudin. Sumber-sumber data yang diteliti dalam studi ini umumnya berupa sumber tertulis dan sumber lisan, baik yang berupa sumber primer maupun sumber sekunder. Sumber primer diperoleh dari hasil wawancara dengan tokoh dan para aktivis dakwah Islam baik dari NU, Muhammadiyah, dan Gerakan Tarbiyah. Selain itu, penulis juga memperoleh arsip Muhammadiyah tentang SKPP No. 149 tahun 2006 tentang sikap Muhammadiyah terhadap Gerakan Tarbiyah dan PKS. Sumber primer lainnya diperoleh dari NU Online yang merupakan terbitan resmi dari NU tentang berita-berita dan sikap NU terhadap gerakan transnasional. Tahap kedua dalam metode ini adalah melakukan kritik sumber, yaitu proses penyeleksian sumber secara kritis. Tahap ini terdiri atas dua bagian, yaitu
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
40
kritik intern dan kritik ekstern. Kritik intern merupakan proses penyeleksian sumber dengan mengukur tingkat kualitas, kredibilitas, dan kapabilitas sumber yang diperoleh melalui penilaian yang dilakukan dengan cara membandingkan satu sumber dengan sumber lain. Contohnya adalah membandingkan sumber dari NU Online dengan wawancara di lapangan atau membandingkan sumber dari NU Online dengan sumber dari Gerakan Tarbiyah terkait dengan masalah tujuan dari Gerakan Tarbiyah. Adapun kritik ekstern terkait dengan proses penyelidikan terhadap otentisitas sumber yang diperoleh, baik secara fisik untuk sumber tertulis maupun terkait dengan orang yang diwawancara. Proses pengujian ini juga berfungsi untuk menyeleksi data-data agar didapat data yang relevan dengan topik permasalahan. Tahap ketiga adalah tahap interpretasi terhadap data yang sudah diseleksi, yaitu memuat penafsiran atas data dan merangkai hasil penafsiran tersebut secara logis dan sistematis. Tahapan ini menjelaskan data-data yang diperoleh (menginterpretasi atau mengeksplanasi) sehingga dapat menjadi fakta sejarah yang bermakna. Dalam penjelasan tersebut terdapat di dalamnya faktorfaktor yang menjadi penyebab terjadinya peristiwa atau perubahan. Tahapan keempat adalah historiografi, yaitu merekonstruksi fakta hasil interpretasi yang kemudian dituangkan dalam sebuah tulisan sejarah. Penulisan dalam penelitian ini bercorak deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan ilmu sosial agar mampu menampilkan segala aspek sejarah sebagai suatu realitas yang komplek dengan segala strukturnya. 1.7.
Sumber Data Sumber-sumber data yang diperoleh untuk penelitian ini mencakup
sumber tertulis dan sumber lisan, baik yang berupa sumber primer maupun sumber sekunder. Penulis memperoleh sumber sekunder dari buku-buku, tesis maupun disertasi, surat-surat kabar, dan majalah-majalah. Sumber sekunder yang sudah diperoleh terkait dengan berupa tesis yang ada di Perpustakaan UI misalnya “Relasi Islam dan Negara: Studi Kasus Pengaruh Politik Ikhwanul Muslimin terhadap PKS” karya Misbahul Ulum dan
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
41
“Transmisi Gerakan Revialisme Islam Timur Tengah ke Indonesia 1980—2002” karya Muhammad Imdaddun. Untuk majalah, penulis memperoleh artikel dari majalah Tempo tahun 1986 tentang Nurcholish Madjid dan kebijakan Islam Orba dan pengaruhnya terhadap perkembangan gerakan dakwah kampus. Sumber primer penulis peroleh baik berupa naskah yang sudah dipublikasi maupun yang belum dipublikasi. Sumber-sumber yang dipublikasi adalah tulisan-tulisan tentang IM seperti Ceramah-ceramah Hasan Al Banna, Memoar Hasan Al Banna, Majmuatur Rasail (Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin). Selain itu penulis memperoleh buku Manhaj (sistem) Gerakan Tarbiyah T1 dan T2 yang merupakan Manhaj awal Gerakan Tarbiyah. Penulis juga memperoleh Manhaj 1421 yang penulis peroleh hanya jilid 1,2 dan 4. Buku Manhaj lainnya yang diperoleh adalah Manhaj 1427 yang merupakan Manhaj terbaru bagi Gerakan Tarbiyah. Penulis agak sulit memperoleh buku Manhaj ini karena diterbitkan untuk kalangan terbatas. Penulis mendapatkannya dengan meminjam ke beberapa aktivis Gerakan Tarbiyah. Sumber primer lainnya adalah media NU yang berupa NU Online yang penulis selusuri sejak tahun 2006 hingga 2010. NU Online ini berisi pernyataan dari tokoh dan pimpinan NU terkait dengan sikap mereka terhadap Gerakan Tarbiyah pada khususnya dan gerakan transnasional pada umumnya. Selain itu penulis juga memperoleh informasi dari surat kabar Republika. Majalah yang digunakan sebagai sumber primer adalah Suara Muhammadiyah, Majalah Taswirul Afkar. Suara Muhammadiyah yang penulis telusuri di Perpustakaan Nasional mulai dari tahun 2000 hingga 2010. Majalah Taswirul Afkar penulis peroleh di Perpustakaan PB NU. Untuk pernyataan dan sikap Muhammadiyah, penulis memperoleh arsip SKPP No.149 Tahun 2006 tentang sikap Muhammadiyah terhadap Gerakan Tarbiyah dan PKS. 1.8.
Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan. Bab ini berisikan Latar Belakang Permasalahan,
Rumusan Permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Ruang Lingkup
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
42
Penelitian, Penelitian Karya-karya Terdahulu, Kerangka Teori dan Metodologi, dan Sistematika Penulisan. Bab II Akar-Akar Gerakan Tarbiyah. Bab ini membahas garis besar sejarah Ikhwanul Muslimin, tujuan Ikhwanul Muslimin, karakteristik Ikhwanul Muslimin, pandangan dan gagasan Ikhwanul Muslimin, Ikhwan dan Pengakuan Kemerdekaan Indonesia oleh Mesir dan Kebijakan Orba Terhadap Islam . Bab III Gerakan Tarbiyah. Bab ini membahas lahirnya Gerakan Tarbiyah, Dari Jaringan Lokal ke Jaringan Transnasional, Karakteristik Kaderisasi Gerakan Tarbiyah, Peserta Tarbiyah, Sarana dan Prasarana Tarbiyah dan Membangun Sayap Politik. Bab IV Tanggapan Organisasi Dakwah Terhadap Gerakan Tarbiyah. Bab ini membahas Tanggapan organisasi-organisasi dakwah nasional terhadap Gerakan Tarbiyah terutama Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Bab V Kesimpulan.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
43
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
BAB II AKAR-AKAR GERAKAN TARBIYAH
Terkait dengan adanya isu gerakan Islam transnasional yang dialamatkan terhadap Gerakan Tarbiyah, maka sebelum menjelaskan lebih lanjut mengenai gerakan ini, dipandang perlu unztuk menelusuri terlebih dahulu akar-akar permasalahan itu dengan melihat organisasi transnasional yang terkait erat dengan Gerakan Tarbiyah, yaitu Ikhwnul Muslimin dan juga Hizbut Tahrir yang pada dasarnya merupakan sempalan dari IM. Seperti yang disinggung pada bab terdahulu.
Gerakan Tarbiyah memang menggunakan metode IM, bahkan
beberapa kadernya mengatakan sebagai anak ideologis I.M. Terkait
hubungan IM dan Gerakan Tarbiyah, Haedar Nashir
mengatakan bahwa Gerakan Tarbiyah memperoleh inspirasi dan memiliki pertautan ideologi dengan IM. 80 Hal serupa diungkapkan pula oleh Gus Dur bahwa Gerakan Tarbiyah, termasuk sayap politiknya, merupakan .gerakan yang dipengaruhi oleh gerakan Islam tranasnasinal terutama yang berfaham Wahabi atau IM atau gabungan keduanya. Akan tetapi, apakah kesamaan metode itu sudah cukup untuk mencap Gerakan Tarbiyah, sebagai gerakan transnasional? Hal ini sangat penting untuk dikaji. Untuk itu penulis mencoba menjelaskan secara garis besar sejarah dan pemikiran IM dan akar-akar pertumbuhan Gerakan Tarbiyah di Indonesia. Apakah Gerakan Tarbiyah itu sebuah gerakan transnasional? 2.1.
Sejarah Pembentukan Ikhwanul Muslimin Ikhwanul Muslimin (selanjutnya disebut IM) merupakan salah satu
organisasi gerakan Islam yang paling penting dalam sejarah gerakan keagamaan bangsa Arab pada khususnya dan dunia Islam pada umumnya. Secara harfiah 80
Haedar Nashir, Manifestasi Gerakan Tarbiyah: Bagaimana Sikap Muhammadiyah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010, hal. 7.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
44
Ikhwanul
Muslimin
berarti
persaudaraan
kaum
muslimin.
Selama
perkembangannya, baik di bidang politik, sosial, maupun intelektual, gerakan ini berhasil memainkan peranannya yang cukup signifikan. Misalnya keterlibatan IM dalam penyelesaian konflik Palestina Israel. Hingga kini IM sering terlibat dalam pergumulan politik dengan pemerintahan di dunia Arab yang lahir pasca Perang Dunia II, bahkan tidak jarang terlibat dalam konflik yang mengakibatkan tersingkirnya mereka dari kancah politik, baik karena dilarang atau karena menyikirkan diri. 81 Kondisi tersebut berdampak pada kesulitan untuk memperoleh informasi tentang mereka karena IM tidak bergerak sebagai organisasi yang formal. IM lebih banyak yang bergerak bawah tanah. Penulis mencoba menjelaskan secara garis besar pertumbuhan dan perkembangan IM. 2.1.1. Kelahiran Ikhwanul Muslimin Kelahiran IM pada Maret 1928 di Ismailiyah tidak terlepas dari sosok pendirinya, Hasan al Banna. Hasan Al Banna dalam mendirikan IM sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik di Timur Tengah pada umumnya dan Mesir pada khususnya. Pada awal abad ke-20 di Mesir, muncul pemikiran yang mengkonseptualisasikan Islam sebagai spirit perlawanan terhadap kekuatan kolonialisme. Jamaluddin al Afghani (1839-1897) yang merintis pemikiran tersebut.
Dalam
rangka
perlawanan,
persaudaraan Islam (Pan-Islamisme).
Dia
mempromosikan
pentingnya
Namun suasana jaman membuat
gagasannya itu kurang mendapat sambutan.
Meskipun demikian jejak yang
ditinggalkannya telah menorehkan semangat pembaruan yang mencakup pertemuan antara Islam dan Nasionalisme. 82 Ia menyeru kepada para penguasa muslimin untuk melakukan perlawanan terhadap kolonialisme dan menyerukan reformasi praktik keagamaan yang sejalan dengan tradisi Al Quran dan Sunnah Rasul. Dia bersikeras mengenai perlunya kekuatan bersenjata untuk mengakhiri 81
Pernyataan ini terkait dengan pembubaran IM sebagai sebuah organisasi oleh sebuah rezim. Contoh kasus ini adalah pembubaran IM oleh rezim Husni Mubarak di Mesir. 82 Nasionalisme yang tidak boleh mengabaikan pentingnya persaudaraan Islam yang mungkin bersifat lintas nation. Lihat Marcel A Boisard, Humanisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1980, hal, 328.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
45
kolonialisme asing. Pemikiran inilah yang kemudian menginspirasi Mohammad Abduh (1849-1905) dan Rasyid Ridla (1865-1935) untuk melakukan penyebaran nasionalisme di Timur Tengah, khususnya Mesir. (dalam berhadapan dengan kekalifahan Turki Utsmani) Richard Paul Mitchell, menyebutkan bahwa Al Banna mengamati situasi kondisi sosial politik Mesir pada awal abad ke-20 dengan kacamata orang desa yang taat beragama. Al Banna menemukan problem yang menurutnya serius; adanya perebutan kekuasaan Mesir antara Partai Wafd dan Partai Liberal yang mengakibatkan hiruk pikuk politik dan menimbulkan perpecahan di Mesir pasca revolusi 1919; (1) adanya gelombang kekufuran dan nihilisme pasca perang yang melanda dunia Islam; (2) adanya serangan terhadap tradisi dan ortodoksi yang diorganisir menjadi gerakan intelektual dan pembebasan sosial di Mesir; (3) adanya aliran-aliran non Islam di Universitas Mesir, dimana mereka berpandangan bahwa universitas tidak menjadi universitas yang sesungguhnya jika ia tidak melakukan revolusi melawan agama dan menyerang tradisi sosial yang berasal dari agama; (4) adanya surat-surat kabar dan majalah yang mempropagandakan gagasan tersebut yang tujuannya melemahkan peranan agama. 83 Kepedulian Hasan al Banna terhadap kalangan pemuda yang semakin jauh dari jalan hidup Islam mendorongnya untuk mencari bimbingan dari kalangan tokoh-tokoh agama Al Azhar. Ia juga sering mengunjungi Muhammad Rasyid Ridha sebagai editor majalah Al Manar. Keluhan Al Banna akhirnya tersampaikan juga ke ulama Al Azhar, sebagai pusat intelektual muslim. Al Banna mempertanyakan oposisi mereka yang tidak efektif dan adanya kecenderungan menarik diri dari menghadapi aliran-aliran misionaris dan atheis yang memporak-porandakan masyarakat Islam. Sehingga Al Banna mengatakan “saatnya untuk beraksi sudah tiba”. Pengalaman al Banna, dengan berbagai organisasi yang pernah diiukutinya, membuat al Banna memiliki perasaan yang tajam terhadap masalah-masalah yang ada, seperti kondisi Mesir saat itu. 83
Richard Paul Mitchell, Masyarakat Al Ikhwan Al Muslimun: Gerakan Dakwah Ikhwan di Mata Cendikiawan Barat, Solo: Era Intermdia, 2005, hal 10.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
46
Sepanjang hidupnya, ia selalu mengenang kenangan pahit yang ia alami selama di Kairo yang terkait dengan masalah malaise spiritual. 84 Ketika di tahun terakhirnya di Darul Ulum Kairo Mesir, Al Banna mendapat tugas untuk menulis essai tentang cita-cita terbesar setelah menyelesaikan studi mewujudkannya.
dan bagaimana akan mempersiapkan diri untuk
Al Banna memulai jawaban pertanyaan tersebut dengan
menulis; “Saya berkeyakinan bahwa sebaik-baik manusia adalah mereka yang meraih kebahagiaan mereka dengan membuat orang lain bahagia dan memberi bimbingan kepada mereka.”
Cara untuk meraih tujuan tersebut, Al Banna
mengajukan dua alternatif. Pertama; jalan sufisme yang lurus yang dilakukan dengan keikhlasan dan aksi untuk kepentingan kemanusiaan. Kedua;
jalan
pendidikan dan penyuluhan yang dilakukan dengan keikhlasan. Jalan kedua lebih menuntut interaksi dengan yang lain. Al Banna menegaskan bahwa masyarakat Mesir, karena dampak sosial politik yang mereka rasakan serta pengaruh peradaban Barat, telah jauh dari tujuan-tujuan agama mereka. 85 Dalam konteks seperti itu Al Banna menyemaikan pemikirannya dengan menawarkan Islam sebagai alternatif ideologi tersendiri berbeda dengan ideologi Barat atau disebut pula dengan doktrin Islam Kaffah.86 Oleh karena itu Al Banna melihat bahwa misinya dalam kehidupan ini adalah mengubah kecenderungan-kecenderungan tersebut dengan cara menjadi seorang penyuluh dan pendidik. Aktivitas inilah yang ia praktikan dan ia lakukan ketika ia mendirikan IM. 87 Stelah menyelesaikan pendidikannya di Darul Ulum, Kairo, pada 1927, Al Banna lebih memilih untuk menerima tugas di dalam sistem pendidikan nasinal Mesir dibandingkan dengan melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Ia kemudian menjadi guru sekolah dasar di Zona Terusan Suez, di kota Ismailiyah sejak
tanggal
19
September
1927.
Di
kota
84
Richard Paul Mitchell, Masyarakat, hal. 7 Ibid. hal. 9 86 As’ad Said Ali, Negara Pancasila, hal. 291. 87 Richard Paul Mitchell, Masyarakat, hal. 11 85
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
inilah
Al
Banna
47
mengimplementasikan pemikirannya yang ia tuangkan dalam essai yang ia tulis pada tahun terakhirnya di Darul Ulum. 88 Satu hal yang cukup menarik dari kebiasaan Al Banna dalam berceramah adalah memperhatikan pendengar mana yang paling tertarik dengan ceramahnya. Mereka itu kemudian diajak oleh Al Banna untuk membentuk kelompok kecil di ruangan lain untuk diberi pengajaran khusus, ceramah dan diskusi tentang masalah Islam. 89
Model pembinaan ini kemudian digunakan Al Banna dalam
proses kaderisasi IM. 90 Al Banna mendeklarasikan IM catatan hariannya
pada Dzulqa’idah 1347, dalam buku
disebutkan bertepatan dengan bulan Maret 1928. Dalam
beberapa tulisan tentang sejarah IM ada yang mengkoreksi bahwa penanggalan Hijriah tersebut tidak bertepatan dengan Maret 1928, namun lebih tepat pada Maret 1929. Hal ini terlihat pula dalam perayaan 10 tahun IM yang dilakukan pada Maret 1929. Namun IM dalam AD ART-nya tetap mencantumkan tahun 1928 bersamaan dengan tanggal Hijriah di atas. 91 Latar belakang pendirian IM, seperti dialog 7 orang tokoh awal pendiri IM, namun perlu dibuktikan dan perlu penelitian lebih lanjut. Mereka mengatakan bahwa: Apa yang harus kita tempuh untuk mencapai kemuliaan Islam dan kaum muslimin? Kami hanya memiliki darah ini yang mengalir panas merindukan kemuliaan di dalam urat-uratnya, dan dirham-dirham yang sedikit ini yang merupakan bekal untuk anak-anak kami. Kami hanya ingin menyerahkan apa yang kami miliki kepada anda, agar kami terbebas dari pertanggungjawaban di hadapan Allah bertanggung jawab
dan agar anda
di sisi-Nya tentang kami dan tentang kewajiban
88
Ibid. Ibid. 90 Proses pembinaan ini pada awal pembentukan belum dinamakan dengan usrah, namun masih menggunakan katibah. 91 Ketujuh pemuda Mesir yang terlibat adalam pendirian Ikhwanul Muslimin adalah Hasan Al Banna, Hafidz Abdul hamid, Ahmad Al Hashari, Fuad Ibrahim, Abdurrahman Abdullah, Ismail Izz dan Zaki Al Maghribi. Hasan Albana, Memoar Hasan Albana: Untuk Dakwah dan para Da’inya, Solo: Era Inter Media, hal 124. 89
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
48
yang harus kami kerjakan. Kami juga berharap ada suatu jemaah yang secara murni berjanji kepada Allah untuk hidup demi agama-Nya, mati di jalan-Nya, dan mencari keridhaan-Nya semata, serta layak memperoleh kemenangan, sekali pun sedikit jumlahnya dan lemah persiapannya. 92
Pertanyaan tersebut dijawab Hasan Al Banna bahwa Kewajiban kita adalah bekerja dan hasilnya diserahkan kepada Allah. Untuk itu kita berbaiat kepada Allah untuk menjadi prajurit dakwah Islam demi kehidupan negeri dan umat ini. Landasan awal dan asas dari perkumpulan kita adalah pemikiran, spirit dan kerja. Kita adalah saudara dalam hal berbakti kepada Islam, jadi kita adalah al Ikhwan al Muslimun. 93
Pada 4 tahun pertama pasca pendiriannya, IM berupaya untuk memperluas dan memperkuat jaringan organisasinya. Untuk mewujudkan tujuan tersebut Al Banna dan pengurus IM, melakukan kunjungan ke berbagai wilayah di luar kota Ismailiyah dan bertatap muka dengan para pengikutnya yang dilakukan setiap libur pekanan maupun liburan tahunan. Aktivitas
lainnya
adalah berceramah di masjid-masjid, rumah-rumah, klub-klub dan tempat-tempat pertemuan publik. 94 92
Amer Syamakh, Al Ikhwan Al Muslimun: Siapa Kami dan Apa yang Kami Inginkan. Solo: Era Adicitra Intermedia, hal. xi 93 Ibid, hal. xii. Lihat pula Mitchel hal 11-13. Disisi lain ada beberapa perdebatan seputar sejarah pendirian IM yang sudah dterima secara luas oleh anggota IM. Para pendukung Ahmad Sukhari, sahabat kental Al Banna dan pernah menjadi Deputy IM sampai pemecatannya di tahun 1947. Kelompok ini menyebutkan bahwa Al Banna terlalu membesar-besarkan peranannya dalam pendirian IM, Mereka juga menyebutkan bahwa Sukhari pada waktu pertama kali ikut dalam Tarekat Hashafiyah memunculkan gagasan tersebut, dan IM tumbuh dari pengalaman mereka dalam tarekat tersebut dan bahwa di Kairo IM semakin menemukan bentuknya di kalangan teman-temannya tidak seperti yang diungkapkan Al Banna. Pendapat tersebut diungkapkan ke publik setelah Sukhari keluar dari IM dan pandangan tersebut ditolak mentah-mentah oleh anggota IM. Al Banna benar-benar menekankan peranan sentralnya bagi pendirian awal IM, namun ia tidak menapikan peranan sahabat-sahabat dekatnya, terutama Ahmad Sukhari. Hal ini jelas tertulis dalam memoar Hasan Al Banna. 94 Richard Paul Mitchell, Masyarakat,hal. 13
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
49
Penggunaan masjid sebagai sarana dakwah mereka memiliki nilai tersendiri dan mendapat respek yang positif dari jamaah yang hadir. Di sisi lain komunikasi langsung dengan masyarakat di rumah-rumah mereka, di tempat kerja mereka dan tempat-tempat istirahat mereka semakin mengokohkan legitimasi ini dan juga menguatkan kharisma pribadi Al Banna dan pimpinan IM. Dalam waktu empat tahun itu IM berhasil memperluas jaringannya antara lain dalam bentuk cabang-cabang IM yang berdiri di wilayah timur Delta meliputi Ismailiyah, Port Said, Suez, dan Au Suwair sedangkan di sebelah wilayah barat Delta sejauh wilayah Syubra Khit dan juga mulai ada kontak dengan Kairo. 95 Seiring dengan semakin meluasnya pengaruh IM, muncul pula sikap antipati dan reaksi keras terhadap gerakan ini, -- bahkan
bisa dikatakan
sepanjang sejarah IM, mungkin dalam skala luas yang panjang tidak pernah dibayangkan oleh sebelumnya oleh Al Banna. Sikap permusuhan terhadap IM muncul pertama kali pada 1936 yang masih sebatas pengaduan dari pihak tertentu kepada kabinet Ismail Sidqi Pasha tentang gerakan IM.
Al Banna
diadukan oleh kelompok Kristen, sebagai (1) Orang beraliran komunis, dan menggunakan dana komunis untuk melakukan pergerakannya; (2) Pendukung Partai Wafd yang hendak menentang pemerintahan Sidqi; (3) Penjahat yang mengkhianati kepercayaan masyarakat dengan menggunakan dana yang terkumpul untuk kepentingan pribadinya. Tuduhan direspon oleh pemerintah dengan menangkap Hasan Al Banna. Namun semua tuduhan tidak terbukti, akhirnya Al Banna dibebaskan. Investigasi ini membawa dampak positif bagi IM, pemerintahan PM Sidqi menaruh perhatian terhadap gerakan IM. Kondisi ini merupakan awal dari persentuhan IM dengan pemerintah yang berkuasa, bahkan sepanjang sejarahnya, IM bisa dikatakan banyak bersentuhan dengan pemerintah, baik sentuhan dalam hubungan yang sejalan pemikirannya maupun sentuhan dalam hubungan yang tidak sejalan pemikirannya. 96 Pada musim panas, sekitar Juni, 1932, Al Banna dipindahkan tugaskan ke sekolah di Kairo. Ternyata kepindahan ini membawa perubahan bagi IM. Di satu 95 96
Al Banna, Memoar, hal 80-86; 100;108. Al Banna, Memoar..., Ibid.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
50
sisi sebagai upaya untuk memperluas jaringan dan pengaruhnya. Namun di sisi lainnya ternyata kepindahan Al Banna ke Kairo membawa dampak perpecahan pertama dalam tubuh IM, terkait dengan pemilihan wakil Al Banna di Ismailiyah. Sejak kepindahan pusat kegiatan IM ke Kairo, IM terus mengalami perkembangan yang pesat. Bahkan bisa dikatakan bahwa 10 tahun pertama IM, dari awal beridirinya
hingga 1939, merupakan upaya untuk menggalang
kekuatan organiasi. Dalam era ini IM membangun sistem organisasi dan sistem pembinaan kader. Hal terihat adanya perubahan sistem pembinaan yang sebelumnya menggunakan sistem katibah berubah menjadi Usrah. 97 Perekrutan keanggotaan IM semakin merambah berbagai kalangan, sehingga IM bisa dikatakan menjadi suatu gerakan yang keanggotaannya mewakili semua kelompok masyarakat di Mesir.
IM mampu menembus
kelompok masyarakat yang paling dicari oleh organisasi-organisasi lainnya -kalangan pegawai negeri dan pelajar— dan kelompok masyarakat yang paling sering diabaikan oleh organisasi lainnya namun berpotensi –kalangan buruh perkotaan dan petani. IM melakukan musyawarah nasional pertamanya di Kairo. Musyawarah Nasional (Munas) ini kemudian dilakukan rutin setiap tahun. Melalui Munas inilah IM merancang dan merencanakan pergerakan IM ke depan dan melalui munas pula IM memperkokoh organisasinya. Bisa dikatakan bahwa sepuluh tahun pertama pertumbuhan IM merupakan tahun yang penuh dinamika bagi IM. Dalam rentang waktu tersebut, IM muncul menjadi organisasi yang semakin berpengaruh. Di sisi lain, Perkembangan organisasi juga membawa dampak konflik internal yang semakin menguat. Ternyata problematika tersebut tidak membuat IM mundur, namun sama sekali tidak menghalangi IM untuk terus mengalami kemajuan baik secara jumlah anggota maupun pengaruhnya. Tahuntahun perang dan dampak politik ekonomi Mesir menambah momentum bagi
97
Richard Paul Mitchell, Masyarakat...., hal.17-27.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
51
kemajuan IM. Pemikiran dan struktur IM yang belum nampak di 10 tahun pertama, mulai nampak dan mengambil bentuk yang pasti di 10 tahun kedua. 98 2.2.
Strategi Pencapaian Tujuan Ikhwanul Muslimin Strategi yang dikembangkan Al Banna untuk mencapai tujuan IM,
disesuaikan dengan tujuan yang dimiliki IM. IM memiliki dua tujuan yaitu tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang terkait erat. Tujuan janggka panjang baru bisa dilaksanakan ketika tujuan jangka pendeknya sudah terpenuhi. Oleh karena itu strategi yang digunakan IM untuk mencapai tujuannya akan bersinergis antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek IM adalah merealisasikan nilai-nilai Islam dalam diri pribadi. Tujuan ini akan dirasakan oleh seorang anggota IM sejak ia bergabung atau ketika ia beraktivitas bersama IM di masyarakat umum. Untuk mencapai tujuan jangka pendeknya setiap ikhwan wajib melibatkan diri dalam setiap kebajikan umum dan pelayanan sosial yang dilakukan oleh IM,
jika
kondisi memungkinkan. 99 Ikhwan juga dituntut untuk menyebarkan ruh/ semangat tersebut kepada keluarga, kerabat, teman sejawat dan masyarakatnya. Seorang ikhwan belum dikatakan sebagai muslim yang benar, hingga ia menerapkan hukum dan akhlak Islam pada dirinya dengan menjaga batas-batas perintah dan larangan dari Allah dan Rasul-Nya. Jadi hal yang ingin dicapai dari tujuan ini, Al Banna dalam Majmuatur Rasail menyebutnya mencari keridaan Allah. 100 Setiap Ikhwan, melalui IM, dituntut mendirikan yayasan yang bermanfaat bagi masyarakat, seperti madrasah, ma’had, balai pengobatan dan masjid-masjid sesuai dengan kemampuan dan kondisi yang ada. Semua itu sejalan dengan
98
Ibid. Kondisi memungkinkan disini pada prinsipnya adalah setiap Ikhwan (sebutan untuk anggota IM) wajib mengikuti, kecuali jika seorang Ikhwan memiliki halangan syar’i, yaitu adanya kegiatan yang lebih penting dibandingkan dengan yang harus diikutinya. 100 Majmuatur Rasail Hasan Al Banna jilid 2 , hal 66-67 99
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
52
tujuan pertama mereka yaitu merealisasikan nilai-nilai Islam dalam diri Ikhwan dengan menggunakan berbagai perangkat gerakan. 101 Tujuan jangka panjang IM
dalam mencapainya perlu persiapan dan
tahapan, serta takwin (pembentukan) kader yang ikhsan (baik). Tujuan ini dikenal pula dengan tujuan kontekstual, yaitu tujuan yang mempertimbangkan berbagai nilai yang mewarnai masyarakat dan mencari solusi dalam menghadapi hal tersebut sesuai dengan perspektif Islam. Tujuan ini menghendaki perubahan secara total dan integral, dimana unsur kekuatan umat dan kondisi yang ada bahu membahu, juga bersatu padu untuk menghadapi dan mengadakan perubahan secara total. Setiap Ikhwan diwajibkan senantiasa menyerukan dakwah dan bekerja untuk membimbing manusia kepada sistem sosial yang mencakup seluruh aspek kehidupan. 102 Strategi IM untuk mencapai tujuan jangka panjangnya, dilakukan melalui proses pembinaan yang bertahap dan berkelajutan. Proses ini dikenal dengan istilah tarbiyah. Bagi IM Tarbiyah merupakan suatu cara ideal dalam berinteraksi dengan fitrah manusia, baik secara langsung (berupa kata-kata) maupun tidak langsung (berupa keteladanan dari sosok ikhwan yang sesuai dengan sistem dan perangkatnya yang khas), untuk memproses perubahan individu
menuju kondisi yang lebih baik. 103 Tarbiyah inilah yang menjadi
kekuatan IM dalam melakukan kaderisasi anggota-anggota mereka. Sehingga melalui tarbiyah pula, mereka memiliki militansi yang tinggi dalam berkomintmen menjalankan nilai-nilai Islam yang mereka peroleh. Dakwah IM melalui tarbiyah ini disebarkan melalui cluster kecil berupa unit keluarga atau dikenal dengan sebutan usrah. 104 Melalui sistem ini gagasan IM disebar dengan sistem sel seperti layaknya sebuah multi level marketing. Al Banna berprinsip bahwa Islam itu universal, sehingga sebaran dakwah IM 101
Ibid. hal 67 Ibid., hal. 68-69. 103 Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-Perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin, Solo: Era Inter Media, 2004, hal. 21 104 As’ad Said Ali memahaminya sebagai unit rumah tangga. Usrah dalam sistem kaderisasi IM merupakan unit terkecil dari sarana tarbiyah yang dimiliki IM untuk mengkader anggotanya. 102
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
53
melalui sistem tarbiyah tidak terhalang batas sebuah wilayah atau teritori, karena konsep umat yang didasarkan pada kesamaan tidak mengenal batas teritori. Oleh karena itu, sel-sel IM saat ini dapat tumbuh dan tersebar ke berbagai wilayah lain di luar Mesir. 105 IM memberikan penjelasan yang cukup detail tentang makna tarbiyah yang mereka jadikan sistem kaderisasi. Pemaknaan cara ideal yang dimaksud oleh IM adalah suatu metode yang paling baik untuk berinteraksi dengan manusia dengan mengacu pada Al Qur’an dan Sunnah. IM melihat bahwa interaksi dengan sesama manusia merupakan persoalan yang paling sulit dan rumit. Oleh karena itu menurut IM banyak tokoh pendidik dan tokoh masyarakat bahkan psikolog tidak berhasil membangun interaksi dengan sesama manusia dengan cara
yang baik. IM dalam melakukan tarbiyah-nya memperhatikan
unsur fitrah manusia, suatu tabiat
yang melekat pada diri manusia, dalam
melakukan pembinaan, diantaranya memperhatikan keutamaan dan kekurangan, baik dan buruk, cinta dan benci, cemas dan harap, Individu dan kolektif, setia dan khianat. 106 Pembinaan secara langsung merupakan pengajaran, pembinaan dan pengarahaan pribadi
yang dilakukan dengan kata-kata baik berupa nasehat,
cerita, kajian, perintah, larangan, anjuran, imbauan, ujian atau peringatan. Hal ini dilakukan melalui halaqah, usrah, tasqif, daurah, dan nadwah. 107 Pembinaan tidak langsung dilakukan melalui contoh keteladanan dengan amal shaleh, perilaku yang lurus, serta akhlak yang mulia yang dimiliki si pembina. Baik ia bisa seorang murabbi, naqib atau pun mudarif. Bimbingan langsung dan tidak langsung ini digambarkan seperti dua sisi mata uang yang satu tidak terpisahkan dari sisi yang lain. 108 Tarbiyah dalam pandangan IM mengandung dua pilar pokok yaitu, pilar tarbawi (pembinaan) dan tanzhimi (institusional).
Pilar tarbawi merupakan
suatu pola belajar mengajar dengan ragam perangkatnya yang bertujuan untuk 105
As’ad Said Ali, Negara Pancasila, hal 292. Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-Perangkat. hal. 22 107 Ini merupakan sarana-sarana tarbiyah yang digunakan Ikhwanul Muslimin. 108 Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-Perangkat. hal. 22-23. 106
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
54
menyempurnakan potensi pribadi muslim yang terpelajar dan mengubahnya ke kondisi yang lebih baik agar bisa lebih berinteraksi dengan hidup dan kehidupan. Dari pilar ini diharapkan bisa mewujudkan suatu kemaslahatan hidup di dunia dan di kehidupan akhir. 109 Pilar tanzhimi atau pilar institusional terbagi dalam dua jenis institusi yaitu institusi internal yang bertugas meletakan aturan dan kode etik disamping menetapkan batasan-batasan hubungan yang harus dilakukan sesama muslim (rakyat dan penguasa) dalam naungan hak dan kewajiban. Sedangkan institusi eksternal bertugas menetapkan batasan-batasan hubungan antar negara Islam dan negara lain. Hal ini terkait dengan aturan perang dan damai, dakwah, kekuasaan dan bagaimana menjadikan Islam sebagai suatu aturan penutup bagi seluruh sistem nilai. 110 Dua pilar tersebut
terkait erat satu dengan yang lain.
Sel-sel yang
tumbuh dan terbentuk melalui pilar tarbawi, pengelolaannya dilakukan oleh pilar tanzhimi. Oleh karena itu sel-sel yang tumbuh dan tersebar ke berbagai wilayah terkontrol oleh institusi IM dan dikendalikan oleh seorang mursyid
am
(pemimpin tertinggi) yang berpusat di Mesir. Fungsi mursid am mengendalikan dan mengontrol. Namun untuk cabang-cabang IM di luar Mesir di setiap negara ada pemimpin tertingginya yang dikenal dengan sebutan muroqib am. 111 Terkait dengan kewenangan seorang mursid am, Mashadi
menyebutkan bahwa
kewenang seorang mursid am dalam mengatur cabang IM di luar Mesir hanya sebagai penengah, ketika di suatu cabang
muncul sebuah masalah. Semua
kewenangan cabang IM dilakukan sepenuhnya oleh cabang IM itu sendiri. 112 Kalau kita memperhatikan penjelasan di atas maka tujuan IM adalah adanya perubahan pada setiap individu dari karakteristik buruk kepada karakteristik yang baik atau bahkan lebih baik, dari kultur kepada iman (jika ia bukan muslim), dari maksiat kepada taat (bagi yang muslim), dari kesesatan menuju hidayah, dari bathil menuju benar dan dari sistem manusia menuju 109
Ibid. hal. 24 Ibid. 111 Wawancara dengan Ustadz Mashadi, tanggal 10 Juli 2013 di rumah nara sumber. 112 Ibid. 110
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
55
sistem ilahi. 113 Sistem inilah yang kemudian diadopsi oleh Gerakan Tarbiyah di Indonesia dalam melakukan pembinaan kadernya. 2.3.
Karakteristik Ikhwanul Muslimin
2.3.1.
Karakteristik Pemikiran (Fikrah) Ikhwanul Muslimin Al Banna terkait dengan fikrah dan sasaran IM mengatakan bahwa fikrah
dan sasaran IM adalah “ mengejawantahkan risalah Islam”. Terkait dengan hal tersebut Al Banna mengungkapkan alasan karena Islam merupakan sebuah risalah kubra (besar) yang paling utuh, luas dan sempurna. Ia berharap agar manusia memetik manfaat dari risalah Islam yang akan menuntun ke arah kebaikan. Sehingga bisa dikatakan bahwa IM mendasarkan fikrahnya atas pemahaman yang komprehensif dan menyeluruh terhadap Islam. Fikrah mereka melingkupi seluruh aspek ishlah al ummah (perbaikan masyarakat secara menyeluruh) dan tercermin di dalam setiap unsur dan berbagai pemikiran dalam rangka perbaikan masyarakat. 114 IM membagi fikrah mereka ke dalam 8 hal, tiga hal pertama terkait dengan strategi pencapaian jangka pendek dan lima hal terakhir terkait dengan strategi pencapaian jangka panjang. Kedelapan hal tersebut adalah
1. Dakwah Salafiyah, fikrah ini menggambarkan bahwa dakwah mereka mengajak kembali bersama kepada Islam yang bersumber kepada Al Qur’an dan As-Sunnah seperti yang dilakukan para salafus shalih. 2. Thariqah Sunniyah, penamaan ini sejalan dengan upaya mereka yang membawa jiwa untuk beramal dengan sunnah yang suci –khususnya dalam masalah aqidah dan ibadah—semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan mereka. 3. Hakikah Shufiyah, pemahaman ini muncul karena mereka memahami bahwa akar kebaikan adalah kesucian jiwa, kejernihan hati, kontinuitas 113
Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat..., hal. 25 Pidato Al Banna dalam Mukhtamar Al Khamis (Mukhtamar ke V) Ikhwanul Muslimun, yang dilaksanakan pada 2 Februari 1939, terkait dengan 10 tahun IM. 114
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
56
amal, berpaling dari ketergantungan kepada makhluk, mahabbah fillah dan keredahan kepada kebaikan. 4. Hai’ah Siasiyah, penyebutan ini karena mereka dituntut untuk memperbaiki hukum dan pemerintahan dalam negeri, terkait dengan masalah hubungan luar negeri mereka dituntut untuk meluruskan persepsi yang terkait dengan urusan-urusan umat dengan bangsa-bangsa lain di luar negeri, mentarbiah bangsa agar memiliki izzah (harga diri). 5. Jama’ah
Riyadhiyah,
Penamaan
ini
karena
mereka
sangat
memperhatikan masalah fisik, dan memahami benar bahwa seorang mukmin yang kuat itu lebih baik dari pada mukmin yang lemah. 6. Rabithah Ilmiah Tsaqofiyyah, karena Islam menjadikan thalab al ilmi (menuntut ilmu) sebagai suatu kewajiban
bagi setiap muslim dan
muslimah. Majelis-majelis IM pada dasarnya adalah madrasah-madrasah ta’limiyah dan peningkasan wawasan. 7. Syirkah iqtishadiyah,
pemikiran ini muncul karena Islam sangat
memperhatikan pemerolehan harta dan pendistribusiannya. 8. Fikrah Ijtima‘iyah, pemikiran ini muncul karena mereka sangat menaruh perhatian pada segala penyakit yang ada dalam masyarakat Islam dan berusaha menterapi dan mengobatinya 115 Gagasan IM yang tergambar di atas dijalankan oleh Al Banna dengan metode yang cukup moderat. Al Banna bisa menerima instrumen-instrumen gerakan sosial tipikal Barat, seperti pembentukan organisasi sosial politik, membangun aliansi dengan kekuatan lain serta penggunaan peralatan modern. Al Banna
tidak keberatan atas keberadaan nation state yang dijalankan sesuai
dengan pemerintahan Islam. Namun tidak semua Ikhwan menerima metode Al Banna yang dijalankan secara moderat. Salah satu yang menolak cara moderat yang dijalankan Al Banna adalah Taqiuddin Nabhani. Salah satu alasan Nabhani menolak metode Al Banna karena metode Al Banna mereduksi kekaffahan ajaran Islam. 115
Salah satunya adalah hilangnya kekhalifahan dalam konsep
Pidato Al Banna dalam Mukhtamar Al Khamis.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
57
Daulah Islamiyah yang digagas IM.
Faktor ini
yang kemudian membuat
Nabhani memutuskan untuk keluar dari IM dan membangun jamaah baru Hizbut Thahrir. 116 Secara doktrin gagasan Al Banna mampu membangun semangat militansi yang tinggi di kalangan anggota-anggotanya. Aspek ini kemudian dielaborasi oleh Sayyid Qutb. Didorong oleh rasa kecewanya terhadap pembentukan negara Israel, Qutb meyakini hal tersebut karena kegagalan penganut Islam nasional dalam mewujudkan cita-cita Islam. Bagi Qutb, Islam sebagai agama yang kaffah dapat dijadikan ideologi alternatif terhadap ideologi yang berasal dari barat, seperti kapitalisme dan sosialisme. Untuk memwujudkannya menurut Qutb, harus dipisahkan secara tegas dengan ideologi-ideologi sekuler. 117 Hal inilah yang kemudian membuat IM selalu bergumul dengan pemerintah Mesir. 2.3.2. Karakteristik Dakwah IM IM yang tumbuh dan berkembang diantara khilafiah fiqih (perbedaan pandangan fiqih) antar kalangan dan persengketaan yang berlarut-larut dalam masalah furu’ (cabang) yang menyebabkan perpecahan di kalangan umat Islam Mesir pada masa itu. Di sisi lain, pertumbuhan IM juga dihadapkan pada pergolakan yang kuat dengan kekuatan kolonialisme. Kondisi tersebut membawa dampak terhadap karakteristik dakwah IM yang berbeda dengan gerakan Islam lainnya antara lain (1) menjauhi titik-titik khilafiah, (2) menjauhi
kultus
individu, (3) menjauhi fanatisme partai, (4) memperhatikan masalah takwin (pembentukan kepribadian) dan tadarruj (bertahap) dalam langkahnya, (5) mengutamakan sisi amaliah yang produktif di atas seruan-seruan
dan
propaganda yang kosong, Khilafiyyah dalam hal yang furu’ menurut pandangan IM merupakan suatu yang pasti terjadi. Hal tersebut disebabkan asas-asas Islam terdiri dari 116
As’ad Said Ali, Negara Pancasila,hal 294. Yvonne Y Hadad, “Sayyid Qutb: Perumus Ideologi Kebangkitan Islam”. Dalam John L Esposito (ed), Dinamika Kebangkitan Islam: Watak, proses dan Tantangan, Jakarta: Rajawali Press, 1993
117
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
58
ayat-ayat, hadits, dan amal-amal aplikatif untuk memahaminya akan muncul perbedaan dalam menafsirkannya. Jadi bukan suatu aib dan juga bukan suatu cela manakala muncul perbedaan pendapat, yang menjadi aib dan cela adalah ta’ashshub (fanatik) dengan satu pendapat dan membatasi ruang lingkup berfikir manusia. 118 Hal inilah yang akan membuat perpecahan satu dengan yang lain. Sehingga dituntut suatu sikap terbuka untuk bisa menerima suatu perubahan dan perbedaan. IM menjauhi kultus individu, karena dakwah IM tidak berorientasi pada pencapaian tujuan dan ambisi pribadi, namun menuju bentuk dakwah yang lurus yang mengabaikan dakwah pamrih kepada harta dan tidak menghiraukan kepentingan pribadi dan golongan. Tujuannya agar warna dakwah yang bersih tidak tercampur warna lain yang digembar-gemborkan oleh para pembesar sehingga mereka tidak berusaha memanfaatkan dan mengarahkan IM kepada tujuan selain yang dikehendaki IM sendiri. 119 Hal ini terlihat dalam perkembangan cabang-cabang IM baik di Mesir maupun di luar Mesir. Untuk kasus Indonesia sangat terlihat pada gerakan tarbiyah dan sayap politiknya PKS didominasi sosok-sosok tokoh muda yang tida memiliki keterkaitan dengan tokoh-tokoh yang memiliki nama besar. Perihal menjauhi partai dan golongan, hal ini dikarenakan banyak terjadi pertentangan dan saling merendahkan antara golongan yang ada di masyarakat Mesir. Hal itu sama sekali tidak sesuai dengan ukhuwah islamiyah. Dalam pandangan IM, dakwah islamiyah itu bersifat umum untuk semua manusia. Dakwah ini bertujuan untuk menyatukan bukan berpecah belah. 120 Sehingga setiap Ikhwan dimanapun ia berada berkewajiban menyampaikan dakwah mereka, sesuai apa yang mereka fahami, baik yang masih sedikit atau yang sudah banyak pemahamannya. Oleh karena itu bukan sesuatu yang ganjil jika seorang Ikhwan yang berada dalam suatu organisasi akan menyampaikan fikrah atau
118
Hasan Al Banna, Majmuatur Rasail, Solo: Era Adicitra Intermedia, 2012, cet. Kedua, hal. 544. 119 Ibid, hal. 544-545 120 Ibid, hal. 545-547
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
59
pemikirannya. Seperti halnya anggota gerakan tarbiyah yang berada di Muhammadiyah atau organisasi lainnya. Tadarruj (bertahap) merupakan sebuah tumpuan dalam sebuah kejelasan langkah berdakwah. IM memiliki suatu keyakinan bahwa setiap dakwah itu memiliki fase atau tahapan. IM membagi tahapan dakwahnya dalam tiga tahap atau fase yaitu
a. Fase Ta’rif Dalam fase ini, dakwah yang dilakukan baru berupa penyampaian, pengenalan dan penyebaran fikrah sehingga sampai ke masyarakat dari segala tingkatan sosial. Hal inilah yang dilakukan Al Bana pada masa awal proses pembentukan IM. Hal ini pula yang dilakukan oleh aktivis tarbiyah di wilayah tempat dia tinggal, baik memanfaatkan masjid, majelis ta’lim maupun sarana lainnya. Sehingga timbul kesan mengambil alih sarana yang mereka gunakan untuk
berdakwah. Ini merupakan
tahapan awal proses tarbiyah yang merupakan strategi pencapaian tujuan jangka panjang IM b. Fase Takwin Dalam fase ini, dilakukan seleksi terhadap aktivis yang sudah terekrut, mengkoordinasikan, dan memobilisasikan untuk berinteraksi dengan obyek dakwah. Dalam fase inilah dibentuk kelompok-kelompok liqa yang dibina melalui sistem halaqah dan katibah. 121 Baru pada tahun 1939, pasca muktamar ke lima, sistem katibah diubah ke sistem Usrah. Pada fase inilah penjenjangan
tarbiyah dilakukan, mulai dari kader
pendukung, tamhidi dan muayyid, hingga kader inti, muntasib hingga takhasus. Proses tarbiyah sebagai strategi jangka panjang bermula dari tahapan ini. c. Fase Tanfidz 121
Katibah merupakan upaya awal yang dilakukan oleh IM dalam melakukan Tarbiyah sebelum diterapkannya sistem usrah pada tahun 1939. Sistem katibah ini dilakukan dalam acara mabith. Lihat lampiran perangkat-perangkat Tarbiyah IM.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
60
Merupakan fase pelaksanaan amal menuju produktivitas kerja dakwah yang optimal. Mereka mengaplikasikan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan
bermasyarakat. Dalam tahap ini setiap Ikhwan, terutama
kader inti, wajib mengaplikasikan nilai-nilai keislaman mereka dalam kehidupan bermasyarakat, baik sebagai seorang dai, buruh
sebagai
pegawai kantoran. Ketiga fase tersebut merupakan sebuah tahapan yang bertingkat namun terkadang terlihat berjalan secara bersamaan, karena pentingnya kesatuan dakwah dan saling keterkaitan antara ketiganya. Hal ini bisa diambil contoh bahwa seorang ikhwan adalah seorang da’i, maka ia punya kewajiban berdakwah, di saat yang sama ia adalah seorang murabbi yang menyeleksi para aktivis yang ada di bawahnya, dan dia pun melakukan amal dan tanfidz sekaligus. Itu merupakan aktivitas seorang ikhwan dimana pun ia berada, ia akan memanfaatkan waktu yang ada untuk berdakwah. Di atas rel itulah IM mejalankan dakwahnya dan mengarahkan umat dengan materi-materi pelajaran yang diberikan secara teratur dan terus menerus berdasarkan jenajng yang ada dalam IM, yaitu tamhidi (mula), muayyid (muda), muntasib (madya), muntanzhim (dewasa), amilin (ahli), takhasus (purna). Masing-masing memiliki materi tersendiri dalam proses Tarbiyah dari IM. 2.4.
Pandangan dan Gagasan Ikhwanul Muslimin Dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya, IM selalu memperhatikan
dunia tempat mereka berada. Penulis akan mengangkat beberapa pandangan IM terhadap suatu kasus. 2.4.1. Tidak Mengkafirkan Seorang Muslim Yang Mengikrarkan Syahadat IM seringkali diidentikan dengan gerakan Wahhabi yang dengan mudah terkadang mengkafirkan sesama muslim. Bagaimana pandangan IM atas hal tersebut? IM memandang bahwa menuduh seorang muslim dengan predikat kafir berarti menghalalkan dan menyia-nyiakan darahnya. Padahal menghukumi
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
61
seorang muslim dengan cap kafir merupakan perkara yang sangat berbahaya, karena siapa yang mengkafirkan seorang muslim dengan tidak benar maka ia akan menanggung dosa orang tersebut.
Pandangan IM ini didasarkan pada
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Dzar r.a. bahwa rasulullah bersabda yang artinya: Barang siapa memanggil seseorang dengan panggilan kafir atau memanggilnya dengan musuh Allah
padahal itu tidak benar maka
panggilan itu akan kembali padanya. (HR Bukhari) Berdasarkan hadits tersebut Al Banna membuat satu kaidah penting yang termasuk dalam salah satu ushul isrin, yaitu rukun al Fahmu (pemahaman). Al Banna meminta para ikhwan tidak mudah mengkafirkan seseorang, karena hal itu akan mendorong seseorang menuduh seluruh umat sebagai kaum kafir, sebagaimana yang telah dilakukan oleh kaum khawarij. 122 Hudaibi,
123
Bahkan Hasan
Mursyid Am IM pengganti Al Banna, bersikap tegas dan keras
terhadap anggota IM yang memiliki pemikiran itu dengan mengeluarkannya dari keanggtaan IM. 124 Hal ini kemudian dibakukan dengan memasukkannya dalam buku Duat la Qudrat bahwa Jika kalian masih berkeras hati dengan prinsip mengkafirkan
maka
carilah simbol lain, bukan simbol dan prinsip al-Ikhwanul al-Muslimun, dan silahkan kalian beramal di bawah simbol tersebut. Ini bukan pemikiran al-Ikhwan al-Muslimun, dan bukan dari Islam. 125 Oleh karena itu, Hudaibi menegaskan agar setiap cabang IM tetap berada dalam jalur pemikirannya, dan mencegah munculnya interpretasi-interpretasi yang salah yang dikeluarkan oleh cabang-cabang IM, Maktab Irsyad, dan kantor
122
Amer Syamakh, Al Ikhwan Al Muslimun: Siapa kami dan apa yang kami inginkan, Solo: Era Adicitra Intermedia, 2011, hal 84 123 Merupakan Mursyid Am IM pasca Hasan Al Banna. Abbas As Siisi, Bersama Kafilah Ikhwan, Jakarta: Al I’tishom Cahaya Umat, 2005, hal. 389 124 Op.Cit. hal 85. 125 Ibid,
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
62
pusat IM. Pada 1982
IM mengeluarkan kebijakan yang mengikat seluruh
cabang-cabang IM tentang hubungan IM dengan pemerintah yang berkuasa di atas prinsip saling menasihati. 126 Penulis melihat bahwa dikeluarkannya kebijakan tersebut untuk menghindari anggota IM maupun struktur IM mengeluarkan pernyataan perkafiran terhadap pemerintah dan menjadikan hubungan sebagai prinsip saling menasihati.. 2.4.2. Membedakan antara Jihad dan Terorisme Seringkali muncul pandangan bahwa terorisme selalu terkait dengan gerakan Jihad Islam atau langsung dikaitkan dengan Islam. Hal ini sebenarnya terjadi karena memandangnya dari sudut pandang keamanan. Misalnya kasus gerakan usrah Lampung pada tahun 1989 dengan sebutan terorir atau kasus periswa bom Bali I dan bom Marriot. IM melihat bahwa terorisme bermakna penggunaan kekuatan untuk memaksakan pendapat, keyakinan, atau pemaksaan untuk menganut pemikiran tertentu, untuk menganiaya jiwa manusia, menghalalkan darah, menghilangkan nyawanya atau penyiksaan mental dan fisik. Semuanya adalah tertolak dan tidak dibenarkan dalam Islam. 127 Oleh karena itu IM mengutuk segala bentuk kriminalitas yang disebut terorisme diseluruh belahan bumi baik di jazirah arab, dan juga di belahan negara lainnya di dunia. IM bahkan mengecam tindakan terorisme yang dilakukan pada 11 September 2001 begitu juga peristiwa anarkhis yang dilakukan di Riyad, Bali, Madrid dan lainnya. Dalam pandangan IM, tindakan tersebut tidak didukung oleh syariat, agama dan undang-undang apapun. 128 Islam dalam mensyariatkan jihad atau perang karena dua faktor, pertama untuk mencegah serangan musuh atas negeri-negeri kaum muslimin. Hal ini seperti yang ditegaskan dalam surat Al Baqarah ayat 190. Ayat tersebut
126
Amer Syamak hal 85. Ibid, hal. 88 128 Ibid, hal 90 127
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
63
menegaskan tentang memerangi orang yang memerangi mereka namun tidak boleh melampaui batas. Faktor kedua adalah mencegah timbulnya pemaksaaan atas kaum muslimin untuk keluar dari agama mereka. IM dalam menjalankan tugas dan kewajiban berjihadnya membedakan antara terorisme di satu sisi dan hak untuk melakukan perlawanan yang sah di sisi yang lain. Jihad oleh Benjamin R Barber diasosiasikAn sebagai perjuangan moral (dan terkadang dengan senjata) dari kaum beriman melawan kekafiran dan kaum kafir. Lebih lanjut ia mengatakan perjuangan yang merupakan jihad bukanlah ciri Islam melainkan sebuah karakteristik bagi seluruh fundamentalisme. Kendati demikian jihad adalah istilah Islam yang diberi kekuatan hidupnya oleh asosiasiasosiasinya bukan hanya oleh fundamentalisme secara umum. 129 Di sisi lain, IM juga menyebutkan bahwa sebuah kesalahan besar yang menisbatkan terorisme kepada agama atau masyarakat tertentu, seperti yang dikampanyekan oleh Amerika Serikat. IM melihat bahwa hampir di semua bangsa terdapat kelompok yang mempraktikan tindakan terorisme, mulai dari Spanyol, Jepang, Italia, Jerman, Chili bahkan di Amerika Serikat sendiri. Oleh karena itu IM dengan tegas menyatakan bahwa menggeneralisir seluruh gerakan Islam sebagai terorisme adalah suatu kesalahan. Sebab mayoritas gerakan Islam dengan sangat jelas melawan segala bentuk tindakan kriminal dan beraktivitas sesuai dengan undang-undang. 130 2.4.3.
Ikhwanul Muslimin, Demokrasi dan HAM Dalam menjalankan gerakannya, IM lebih memilih metode yang
moderat. IM bisa menerima instrumen-instrumen gerakan sosial tipikal Barat, seperti pembentukan organisasi, partai politik, membangun aliansi dengan kekuatan lain, seperti Demokrasi. Sehingga bagi IM, keberadaan nation state 129
Benjamin R Barber, Jihad Vs Mc World, Surabaya: Pustaka Promethea, 2002, hal 336-337 130 Ibid, hal. 91. Lihat Benjamin R Barber, Jihad Vs Mc World, hal. 334-354
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
64
masih bisa ditoleransi asalkan sesuai dengan kaidah pokok pemerintahan Islam. Namun, tidak semua anggota IM dapat menerima jalan moderat tersebut. Salah satunya Taqiuddin An Nabhani. Menurut Nabhani langkah-langkah IM dianggap dapat mereduksi kekhafaan ajaran Islam. Keberatan Nabhani karena hilangnya sistem kekhalifahan dalam konsep negara Islamnya IM. Oleh karena itu, Nabhani segera melepaskan diri dari IM dan membetuk jamaah baru ang dikenal dengan Hizbut Tahrir (HT) pada tahun 1953. HT didesain sebagai sebuah “partai”. Partai diberi tanda kutip, menurut Nabhani, karena HT bukan partai dalam pengertian Barat yang ikut dalam kancah politik demokratis. HT didedikasikan untuk mengganti sistem demokrasi yang dianggap HT tidak Islami dengan sistem kekhilafahan. 131 HT melihat bahwa demokrasi adalah bagian dari sistem barat dan tidak layak untuk diikuti. Oleh karena itu HTI tidak terlibat dalam aktivitas politik di negara-negara dimana mereka memiliki cabang-cabangnya. Dalam arti ia tidak memperjuangkan penerapan pemikirannya melalui pemerintahan sehingga lebih cenderung pada sikap yang radikal.
Pemahaman IM pada sistem syuro
menentukan komitmen mereka pada nilai-nilai demokrasi. Hal ini lebih didorong oleh pemikiran mereka bahwa perbaikan politik lebih didahulukan dari pada perbaikan aspek lainnya. Perbaikan politik yang mereka maksud adalah berkisar pada urgensi pelaksanaan pemilihan umum legislatif dengan jaminan bebas, jujur, adil dan diawasi oleh badan yudikatif dengan pengawasan
secara
menyeluruh, mulai dari pendataan nama pemilih hingga penandatanganan disamping namanya
dalam daftar pembubuhan suara dan berakhir dengan
pengumuman hasil pemenang. 132
131
Lihat dalam As’ad Said Ali, Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa, Jakarta: LPES, 2009, hal. 292-293. Lihat pulaTaqiyudin Nabhani, Pembentukan Partai Politik Islam, Jakarta: HT Indonesia, 2007, atau Taqiyudin Nabhani, Konsepsi Politik Hizbut Tahrir, Jakarta: HT Indonesia, 2007. 132 Samakh, hal. 100
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
65
IM sebagai sebuah organisasi telah menyiapkan diri dan mendeklarasikan kesiapan mereka untuk berkomitmen dengan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsipprinsip demokrasi yang telah ditetapkan oleh IM dan menjadi komitmen yang mereka gunakan untuk juga mengajak seluruh partai dan kekuatan politik lain untuk ikut mendukungnya sebagai konsensus nasional. IM berprinsip-prinsip bahwa demokrasi merupakan suatu pengakuan penuh bahwa rakyat adalah sumber kekuasaan. Rakyat menyalurkan aspirasi untuk memilih pemimpin melalui pemilihan umum yang bebas jujur dan adil. Dalam mewujudkan demokrasi rakyat diberi kebebasan membentuk partai politik, dimana tidak ada lembaga administrasi manapun yang memiliki hak invervensi untuk melarang dan membatasinya. Di sisi lain Pemerintah juga harus menjamin kebebasan berkumpul, mengajak untuk berkumpul, dan berpartisipasi di dalamnya dalam batas-batas menjaga keutuhan masyarakat dan tidak merusak keamanan umum atau penggunaan cara-cara kekerasan atau membawa senjata apapun. Sehingga demokrasi bisa berjalan secara damai. Keterwakilan rakyat melalui parlemen dipilih melalui pemilihan bebas, untuk jangka waktu tertentu kemudian diadakan pemilihan lagi setelahnya. Setiap penduduk dijamin haknya dalam berpartisipasi mengikuti pemilihan anggota parlemen jika memenuhi syarat-syarat umum yang telah ditetapkan udang-undang, baik untuk dipilih maupun pemilih. Pemerintah menjamin independensi yudikasi dengan seluruh jenjangnya, seluruh pelaksanaanya, dan menetapkan sejumah syarat untuk menjauhkannya dari segala kepentingan dan ambisi. Juga tidak mengadili siapapun kecuali di depan pengadilan sipil dan pengadilan militer terbatas hanya dikhususkan untuk kriminalitas dan pelanggaran militer saja Pemerintah menjamin bahwa Militer jauh dari politik dan berkonsentrasi untuk mempertahankan keamana negara dari luar. Pemerintah yang berkuasa tidak boleh meminta dukungan kepada pihak militer, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memaksakan kehendaknya dalam berkuasa, atau
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
66
untuk mengancam kebebasan masyarakat. Menteri pertahanan dan menterimenteri lainnya hendaknya dari sipil. Terkait dengan Polisi dan seluruh lembaga dalam negeri menjadi pekerja sipil yang ditetapkan oleh undang-undang, dibatasi tugas-tugasnya untuk menjaga keamanan negara dan masyarakat secara keseluruhan dan tidak boleh digunakan untuk mempertahankan entitas pemerintah yang sedang berkuasa atau dijadikan alat untuk mengekang oposisi. 133 Terkait dengan Hak Asasi Manusia (HAM), IM memiliki pemikiran yang menegaskan bahwa HAM dalam Islam adalah kewajiban Agama. Dalam pandangan IM, Islam merupakan contoh ideal pemikiran serta politik yang memuliakan manusia dan kemanusiaan serta meninggikanya di atas segala perbedaan bahasa dan keturunan. IM memandang bahwa dengan berkomitmen pada seluruh nilai tersebut berarti menjalankan kewajiban agama, dimana seorang muslim tidak boleh melanggar hak orang lain. Oleh karena itu IM mengklaim sebagai organisasi yang selalu berada paling depan bersama orangorang yang menyerukan untuk menghormati HAM, penjaminan HAM untuk seluruh manusia. Karena dalam pandangan IM kebebasan manusia adalah jalan untuk seluruh kebaikan, kebangkitan dan inovasi.
Di sisi lain IM juga
menegaskan bahwa kezaliman terbesar yang terjadi saat ini tidak hanya menimpa kaum muslimin namun juga menimpa kaum non-muslim. Untuk itu IM menyerukan persamaan dalam pelaksanaan kebebasan HAM, karena persamaan dalam pandangan merupakan jalan sesungguhnya untuk menciptakan kedamaian sosial, internasioal dan menuju tataran dunia yang baru yang memberantas kezaliman, penindasan dan penjajahan. 134 Terkait dengan sikap toleransi dalam kehidupan beragama, IM meyakini bahwa Islam sebagai akidah yang sahih meyakini adanya persamaan antar manusia,
133 134
menghormati
keyakinan
mereka,
menghargai
Ibid, hal. 101-103 Penjelasan IM ini yang dirilis pada bulan April 1995
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
kebebasan
dan
67
menghormati karakter setiap manusia. Sebagai tindak lanjut dari sikapnya ini, IM memerangi sikap rasisme, dan mengakui HAM dan bersatu dengan siapapun meneriakkan lantang tentang kebebasan manusia dari segala bentuk kezaliman dan penindasan. 135 Sikap Islam terhadap agama yang lain berdiri di atas landasan saling menghormati, kejujuran dan saling tolong menolong untuk melayani kemanusiaan merupakan sikap IM. Bagi IM sikap ini bukan sikap di masa transisi yang berubah-ubah bukan pula sikap pilih-pilih karena menimbang kemaslahatan. Namun hal ini merupakan sikap IM yang merupakan ajaran pokok Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan Sunannah Rasulullah. Dalam pandangan IM, kondisi dunia saat ini yang menerima keberagaman dan menerima perbedaan pandangan manusia serta keberagaman mazhab dalam berfikir dan bertindak, maka Islam telah sejak awal menganggap bahwa perbedaan manusia merupakan hakikat kauniyah dan kemanusiaan. Sehingga apa yang dibangun oleh Islam adalah sistem-sistem yang berdasarkan perbedaan dan keberagaman. 136 Sebagai contoh disini bisa dilihat dari kasus hubungannya dengan kaum Koptik Mesir. IM bisa dikatakan bersifat toleran dalam kehidupan beragama. Setiap kali peringatan hari besar Kristen seperti Natal, pimpinan Pusat IM mendatangi kantor pusat Koptik Mesir mengucapkan selamat Natal.
Ini
merupakan satu wujud toleransi kehidupan beragama. Menurut padangan IM, pihak yang paling diuntungkan dari fitnah antar kelompok adalah musuh umat yang terus berusaha merusak persatuan nasional dan memecah belah antar anak bangsa dalam satu negeri. IM memandang bahwa IM dan Koptik memiliki beberapa titik temu yaitu bersama-sama menghadapi pemikiran atheisme, samasama memerangi dekadensi akhlak. Bagi IM fitnah antar kelompok terjadi bukan pengaruh cara beragama, melainkan lebih karena hilangnya pemahaman yang benar terhadap ruh agama dan tujuannya yang besar. Orang-orang Koptik 135 136
Op.Cit. Amer Syamakh, hal. 106 Ibid, hal 107.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
68
dalam pandangan IM merupakan saudara dalam bertanah air.
Dalam
pengamatan penulis sikap ini dilakukan sejak masa Hasan Albana hingga kepemimpinan Mahdi Akif saat ini. Misalkan ketika, Mahdi Akif mengucapkan selamat Natal ke kaum Koptik dengan mendatangi perayaan mereka. Dari penjelasan di atas penulis melihat bahwa dibandingkan dengan organisasi Islam yang lain,
IM mempunyai kelebihan karena
tidak hanya
melulu mengurusi politik namun juga memberi bimbingan (irsyad) dan nasihat (wa’zh) dan bergerak dalam bidang sosial. Hal ini sejalan seperti yang dikatakan al Banna bahwa IM bukan organisasi kemasyrakatan, bukan organisasi lokal, bukan partai politik. Namun, IM adalah sebuah spirit baru yang merasuk dalam kalbu umat dan menghidupkannya dengan Al Quran. 137 IM juga senantiasa mengembangkan strategi amaliyahnya. Hal ini berarti bahwa garis-garis besar haluan IM terbuka bagi setiap hal baru dalam gerak manusia, pada setiap waktu dan tempat. Jadi seharusnya setiap ikhwan dapat hidup di suatu negeri dengan kondisi apapun, baik yang menjamin kebebasan hingga di suatu negeri yang tidak menjamin kebebasan, dalam arti IM mendapat tantangan yang keras. 138 Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh salah satu pelaku dakwah IM bahwa perlu pengembangan jama’ah setiap harinya dan secara kontinyu, sehingga setiap saat sesuai dengan berbagai peristiwa yang dihadapinya. 139 Di sisi lain Salah satu faktor yang menyebabkan IM selalu terlibat dalam konfrontasi di Mesir, adalah IM mengambil sikap yang berseberangan dengan seluruh partai politik di Mesir. Di sisi lain IM juga mensikapi secara frontal terhadap kristenisasi dan menuntut negara untuk mengatasi hal tersebut. Sikapnya ini membuat IM dikelilingi oleh front yang memusuhi IM dari segala penjuru. 140
137
Hasan Al Banna, Majmuatur Rasail, 231 Husain bin Muhammad bin Ali Jabir, Menuju Jama’atul Muslimin, Jakarta: Robbani Press, 2011, hal 393. 139 Ibid. 140 Ibid, hal 394. 138
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
69
Sikap IM tersebut menjadi tragedi tersendiri, bagaimana kebijakan tersebut mengakibatkan banyak tokoh IM dibunuh dan ditangkap, harta benda dan aset milik IM juga dirampas oleh rezim. Bahkan sikap ini telah menyebabkan pendiri IM, Al Banna,
mengalami nasib tragis terbunuh dan
pengusiran terhadap sejumlah ikhwan dan IM dilikuidasi oleh penguasa Mesir. 2.5.
Ikhwan dan Pengakuan Kemerdekaan Indonesia oleh Mesir Perkenalan dakwah IM dengan tokoh pergerakan Indonesia berawal pada
ketertarikan terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sebagai organisasi dakwah yang cukup besar dan cukup berpengaruh di Mesir. Hasan Al Banna sebagai pimpinan IM mempunyai pengaruh cukup besar terhadap kebijakan politik pemerintah Mesir dalam melawan imperialisme negara-negara Barat terhadap negeri muslim. Indonesia termasuk negara yang mendapat perhatian Hasan Al Banna dan organisasi gerakan dakwahnya. Ia menyeru ke dunia internasioal agar Belanda dan sekutu-sekutunya keluar dari Indonesia. Isu ini ia ungkapkan dalam pertemuan dengan pejabat-pejabat pemerintah Mesir.
141
Bahkan dalam risalah
pergerakan yang ditulisnya Albana beberapa kali menyebutkan tentang Indonesia. Salah satunya dalam risalahnya yang ditujukan kepada Raja Faruq I (raja Mesir dan Sudan) dan PM An Nahas Basya pada tahun 1939. Simaklah sejarah kebangkitan baru di Timur maka Anda akan menyaksikan kisah kepahlawanan para tokoh agama (Islam), misalnya tegaknya Al Azhar di Mesir, peran majelis tinggi di Palestina dan Lebanon, kisah perjuangan guru kami Abil Kalam dan kawan-kawannya para ulama besar di India serta pemimpin Islam di Indonesia. Semua itu masih segar dalam ingatan kita. 142
141
Hasan Al Banna, Kumpulan Risalah Dakwan Hasan Al Banna,Vol 3, Jakarta: Al I’tishom Cahaya Umat, 2005, hal. 120. 142 Hasan Al Banna, Majmu’atur Rasail, Vol. 1, Solo: Era Adicitra Intermedia, 2012, hal. 263.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
70
Perhatian IM terhadap perjuangan kemerdekaan rakyat Indonesia tidak hanya sebatas seruan semata namun juga mengadakan pertemuan dengan tokohtokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia seperti Agus Salim, H.M. Rasjidi, M. Zein Hasan. Bahkan IM melakukan aksi demonstrasi dalam mendukung kemerdekaan Indonesia. Berita kemerdekaan Indonesia sekaligus dimanfaatkan IM untuk menekan Inggris yang sedang menjajah Mesir. 143 Dalam Pidato Hasan Al Banna di muktamar IM pada 8 September 1945, Al Banna kembali menyebutkan bahwa .... Indonesia dengan beragam suku bangsa, tidak ada alasan lagi untuk dijajah Belanda. Cukuplah bagi Belanda bahwa ia telah merasakan pahitnya kezaliman, membiarkan rakyat Indonesia menikmati hasil buminya dan bekerja untuk kemaslahatan mereka dalam suasana penuh keadilan dan kedamaian. Itu adalah lebih baik dari pada merampas hak dan membelenggu kemerdekaan. 144 Lebih jauh Al Banna juga menyebutkan .... Sebagaimana kita saksikan bahwa negara-negara itu (penjajah, pen) bersatu padu jika menghadapi hak-hak kebangsaan kita.
Mereka
mengabaikan masalah-masalah esensial kita, baik yang diungkap di Dewan Keamanan maupun Majelis Umum PBB sendiri, sebagaimana persoalan yang berhubungan dengan Mesir, Palestina dan Indonesia. 145 Pernyataan Al Banna ini merupakan wujud kepedulian akan perkembangan dunia Islam pada umumnya dalam melepaskan diri dari kungkungan kolonialisme.
Pernyataan Al Banna ini diungkapkan dalam Muktamar IM
sehingga semua Ikhwan memahami perkemangan dunia Islam dalam upaya melepaskan diri dari kolonialisme Barat. Ini juga merupakan suatu dukungan bagi Indonesia.
143
Al Banna, Kumpulan ... hal 152. Al Banna, Majmuatur Rasail, Vol. 2, Solo: Era Adicitra Media, 2012, hal. 310 145 Ibid, hal. 433. 144
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
71
IM juga memberi kesempatan yang luas kepada mahasiswa Indonesia untuk menulis tentang kemerdekaan Indonesia di media-media yang dimiliki IM, berbicara dan berorasi di acara-acara yang IM selenggarakan. 146 Kuatnya dukungan rakyat Mesir dan lobi yang dilakukan oleh IM menjadi salah satu faktor yang mendorong pemerintah Mesir mengakui kedaulatan Indonesia pada 22 Maret 1946. Dan ini merupakan pengakuan pertama dunia atas kemerdekaan Indonesia. Sehingga ketika Sukarno mengirim delegasi resmi ke Timur Tengah pada 17 April 1947 negara yang dituju pertama kali adalah Mesir untuk mengucapkan terima kasih. Rombongan yang terdiri dari Agus Salim, Sutan Syahrir, Nazir Pamuncak dan M Zein Hasan bertemu juga menyempatkan diri bertemu Hasan Al Banna dan sejumlah pemimpin IM. 147 2.6.
Kebijakan Politik Orde Baru terhadap Umat Islam Kebijakan pemerintah Mesir yang keras terhadap gerakan Islam, tidak
jauh berbeda dengan sikap dan kebijakan pemerintah Orde Baru (selanjutnya disebut Orba) terhadap Islam politik. Padahal pasca runtuhnya Orde Lama (selanjutnya disebut Orla) dan munculnya pemerintahan Orba memunculkan harapan tersendiri bagi umat Islam di Indonesia. 148 Kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah
Orba
pada awalnya
mengundang simpati kelompok-kelompok yang sebelumnya menjadi lawanlawan politik masa Orla yang telah disingkirkan dari arena politik. Salah satu upaya yang menarik perhatian umat Islam adalah ketika Suharto membubarkan PKI dan menumbangkan pemerintah Orla di bawah kepemimpinan Sukarno. Kejadian tersebut mendorong kelompok Islam mendukung Suharto dengan sepenuh hati, ditambah ketika Suharto melalui kekuatan militernya mendukung aksi-aksi mahasiswa menumbangkan pemerintah Orla. 149
146
Al Banna, Majmuatur..., vol. 2 hal. 275. Ibid, hal 197. 148 Thohir Luth, M. Natsir: Dakwah dan Pemikirannya, Jakarta: Gema Insani Press, 2005, hal. 53-54. 149 Tiar Anwar Bachtiar, Persis dan Politik...., hal 135 147
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
72
Pemerintah Orba telah membuat ‘stempel’ sejarah dengan menjadikan dua peristiwa sejarah yang terjadi pada masa Orla, yaitu Pemberontakan DI/ TII 1949 dan G 30 S/PKI 1965 sebagai ‘stempel negara’ untuk mengokohkan dan mempertahankan kekuasaan politiknya. Sehingga muncul stigma yang dibuat secara sistemik untuk memunculkan suatu pemahaman bahwa gerakan “ekstrim kanan” itu NII dan gerakan “ekstrim kiri“ itu PKI. Dua hal tersebut dalam pandangan Orba menjadi monster yang membahayakan kelangsungan hidup bernegara. Sepanjang tahun 1970an sampai dengan 1980an kata-kata ekstrem kanan, NII, mendirikan Negara Islam, SARA dan Anti Pancasila sangat gencar dituduhkan pada “Islam politik”. 150 Kondisi tersebut menyebabkan aktivitas-aktivitas yang dilakukan umat Islam yang terkait dengan dakwah Islam di curigai dan dibabat habis bila dianggap mengganggu stabilitas nasional. Sebagai contoh kita bisa mengamati peristiwa Tanjung Priok 1984, berawal dari peristiwa masuknya petugas Babinsa dari Koramil ke dalam Mushola yang kemudian menyiram pengumuman yang berisi undangan pengajian remaja masjid dengan air got. Akhirnya menjadi peristiwa besar yang memakan korban jiwa. Atau peristiwa GPK Lampung pada tahun 1989 yang juga berakhir kisruh dengan memakan korban jiwa yang begitu banyak. Sampai dengan pasca Reformasi, belum ada upaya penyelesaiannya atau setidaknya ada kelompok yang mencoba mengangkat kembali penyelesaian peristiwa tersebut. Berbeda dengan kasus PKI, ada pihak yang mengangkat peristiwa G 30 S untuk diselesaikan, bahkan Presiden Abdurrahman Wahid mengusulkan pencabutan Tap MPR No. XXV tahun 1966 tentang pembubaran PKI dan pelarangan penyebaran ajaran komunis. Pemerintahan Orba, mulai dari awal kekuasaannya berusaha menjaga stabilitas nasional untuk menjamin berjalannya pembangunan nasional. Kelompok manapun yang ingin menghambat pembangunan nasional akan disingkirkan.
150
Presiden Suharto memandang kelompok Islam, terutama
Ibid.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
73
kelompok Islam mantan Masyumi, dinilai potensial memunculkan kerusuhan nasional. Dalam pandangan Presiden Suharto kelompok mantan Masyumi terlibat dalam pemberontakan PRRI/ Permesta. 151 Restrukturisasi politik yang diterapkan oleh pemerintah Orba disikapi secara beragam oleh masyarakatnya,
terutama masyarakat muslim. Dalam
konteks kebangkitan Islam di era Orba, respon yang terlihat terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama merespon dengan menujukkan eksistensinya dan melakukan perlawanan baik langsung maupun tidak langsung, contoh gerakan ini seperti kelompok Gerakan Usrah yang melakukan pemberontakan di Talangsari
Lampung. Kelompok kedua,
meresponnya dengan melakukan
gerakan bawah tanah, sembari menyusun strategi perjuangan kelompok mereka agar suatu saat dapat muncul, dan contoh gerakan ini adalah Gerakan Tarbiyah, yang kemudian aktivisnya bertransformasi ke PK. 152 2.6.1.
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia sebagai Katalisator Dakwah Kampus Kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintah Orba pada awalnya
mengundang simpat kelompok-kelompok yang sebelumnya menjadi lawan politik masa Orla yang telah disingkirkan dari arena politik. Salah satunya Masyumi. Dengan munculnya pemerintahan baru, Masyumi berharap dapat berperan kembali seperti masa-masa sebelumnya, ternyata dugaan mereka salah. Presiden Soeharto (selanjutnya disebut Soeharto) tidak melakukan rehabilitasi terhadap Masyumi, sehingga
tidak diijinkan untuk muncul kembali sebagai
sebuah kekuatan politik. Soeharto lebih merestui pendirian partai Islam baru, Parmusi (Partai Muslimin Indonesia), dengan tidak menyertakan mantan tokoh Masyumi dalam Parmusi.
Burhanudin mengistilahkan kondisi ini seperti
mendorong mobil mogok, setelah mobil itu berjalan yang medorong ditingkalkan.
Artinya
setelah
aktivis
Islam
membantu
151
mendorong
B.J. Bolland, Pergumulan Islam di Indonesia,Jakarta: Grafitti Press, 1988, hal. 158 Ali Said Damanik, Fenomena Partai Keadilan : Transformasi 20 tahun Gerakan Tarbiyah di Indonesia, Jakarta: Teraju, 2002 152
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
74
menumbangkan Orla hingga berdirinya Orba, aktivis “Islam politik” justru ditinggalkan Soeharto. 153 Ketidakberhasilan mantan tokoh Masyumi membawa Masyumi bangkit kembali di pentas politik Indonesia, tidak membuat mereka berhenti beraktivitas. Kondisi tersebut mendorong Mohammad Natsir melakukan transformasi perjuangan Masyumi dari gerakan politik menjadi gerakan sosial keagamaan. Perubahan strategi perjuangan mantan tokoh-tokoh Masyumi tersebut seperti yang diungkapkan oleh Natsir bahwa, “ ... dahulu kami berdakwah melalui jalur politik, sekarang berpolitik melalui jalur dakwah”. Kemudian M Natsir memutuskan untuk terjun ke dunia dakwah. Bersama mantan tokoh Masyumi lainnya, mereka mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII). 154 Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) didirikan pada 26 Februari 1967. Lembaga ini lahir dari sebuah musyawarah yang dilakukan oleh beberapa tokoh ulama di Jakarta pada pertemuan halal bihalal pada 1967. Pada pertemuan ini dibahas tentang perkembangan dakwah di Indonesia pada saat itu, terutama masa transisi politik setelah terjadinya pemberontakan G 30 S/ PKI 1965. Forum dihadiri oleh Mohammad Natsir, H.M. Rasyidi,
K.H. Taufiqurrahman, H.
Mansyur Daud Datuk Palimo Kayo dan H.Nawawi Duski. Menurut mereka, perkembangan dakwah Islam cukup memprihatinkan.
Dakwah Islam yang
dilakukan, baik perorangan maupun lembaga keagamaan, dinilai berjalan sporadis, kurang kordinasi dan terlalu konvensional.
Melihat
kenyataan
tersebut, mereka akhirnya mendirikan lembaga yang berbentuk yayasan yang bertujuan untuk menggiatkan dan meningkatkan mutu dakwah Islam di Indonesia. 155 DDII memiliki 3 agenda untuk membangun umat. Pertama, melakukan pembinaan dan pembangunan masjid di seluruh Indonesia. Bagi DDII, masjid merupakan salah satu pilar kepemimpinan umat dan masjid juga merupakan 153
Burhanudin Muhtadi, Dilema PKS..., hal. 32. Thohir Luth, M. Natsir: Dakwah dan.., hal.54 155 Thohir Luth, M. Natsir: Dakwah dan.., hal.56 154
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
75
lembaga pembinaan pribadi dan masyarakat.Oleh karena itu Natsir menganggap penting memberi perhatian khusus terhadap pembangunan dan pembinaan masjid, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Kedua, Pengiriman Da’i. Selain pembinaan dan pembangunan masjid, DDII dalam rangka membina umat Islam di pedesaan dan daerah transmigrasi, sekaligus membentengi umat dari berbagai pengaruh
terhadap
pendangkalan
akidah,
pemurtadan
dan
sebagainya,
mengirimkan da’i-da’inya ke tempat-tempat tersebut. Ketiga, Penerbitan. Untuk mengembangkan dakwah lebih luas, DDII juga mengembangkan penerbitan untuk melakukan dakwah melalui tulisan-tulisan. Penerbitan tersebut mencetak mulai dari brosur yang berupa lembaran sampai majalah atau pun buku-buku yang ditulis oleh tokoh-tokoh DDII maupun orang lain. Buku-buku ini menjangkau semua pihak, mulai dari golongan
awam, menengah maupun
terpelajar. Tujuan penerbitan ini untuk memberikan informasi keagamaan dan sosial kemasyarakatan pada masyarakat secara luas, agar mereka memahami persoalan agama dan permasalahan sosial secara tepat. Lembaga penerbitan ini pula yang banyak mencetak dan menterjemahkan buku-buku yang tentang Islam. 156
Mohammad Natsir, selaku ketua DDII, memikirkan kondisi kader-kader muda Islam. Ia melihat semakin berkurangnya kader-kader muda Islam yang ada untuk membangun dan memimpin bangsa ke depan. Menurut Mashadi, 157 M. Natsir memiliki misi membangun generasi muda di kampus untuk menjadi pemimpin Islam ke depan. Pemahaman Mashadi ini sejalan dengan pendapat A.M. Lutfi, bahwa Natsir berpendapat bahwa kader-kader terbaik untuk menjadi pemimpin Islam ke depan sebagian besar berada di Kampus, yaitu para mahasiswa dan -- dalam beberapa— para dosennya. 158
156
Ibid. hal. 60-61 Sekretaris pribadi Moh. Natsir sampai dengan tahun 1993. Wawancara dengan Ustadz Mashadi, Rabu, 3 Juli 2013 pukul 09.00 sd.10.30 di rumah beliau Jl. Lafran Pane, Cimanggis. 158 Jimly Asshidiqie (ed), Bang Imad: Pemikiran dan Dakwahnya, Jakarta: Gema Insani Press, hal. 160. 157
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
76
Untuk mewujudkan pemikirannya, Natsir melalui DDII melakukan pengkaderan bagi para aktivis Islam di bidang dakwah dan pendidikan. Natsir pada tahun 1968 merekrut 40 orang kader muda.
Mereka direkrut dengan
melakukan koordinasi dengan lembaga atau organisasi tempat mereka bernaung, seperti HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), PII (Pelajar Islam Indonesia), atau Muhammadiyah. 159 Ke-40 orang tersebut kemudian di kumpulkan di gedung PHI (Panitia Haji Indonesia) di Kwitang dengan proyek officer (PO) K.H. Z.E. Muttaqien dengan dibantu oleh Imaduddin Abdurrahim selaku asisten PO. Ke-40 peserta tersebut berasal dari 3 kampus perguruan tinggi di Bandung, yaitu ITB, UNPAD dan IKIP Bandung. Mereka mendapat beberapa materi pelatihan selama 3 hari. Setelah menerima pelatihan diharapkan mereka dapat menjadi dosen agama Islam atau sekurang-kurangnya asisten dosen agama Islam di ketiga kampus tersebut. 160 Pengkaderan PHI ke-2 dilaksanakan di Pesantren Darul Falah, Bogor dengan PO Prof. Dr. Mukti Ali dengan asistwn PO Dr. Sugiat SKM. Pada pengkaderan
tahap
ke-2,
penceramahnya
ditambah
Alamsyah
Ratu
Prawiranegara dan Mr. Moh. Roem. Pada pengkaderan tahap ke-2 ini selain materi keislaman juga diberikan materi tentang intelijen agar para aktivis dakwah nanti mampu memahami bagaimana cara kerja intel. 161 Sebagai gerakan pengkaderan, khususnya mencetak instruktur aktivis dakwah di lingkungan kampus, PHI selalu membangun lingkaran dan forum silaturahim setelah selesai mengikuti upgrading pembinaan keislaman. Komunitas ini kemudian menggarap dakwah di Masjid Salman dan masjidmasjid
kampus
lainnya,
dengan
DDII
sebagai
pelindungnya.
Untuk
mendampingi program tersebut, DDII kemudian membuat program Bina Masjid Kampus Indonesia pada tahun 1974. Setelah Proses pengkaderan ini berakhir, para alumni tersebut kemudian melanjutkan penyelenggaraan training di kampus 159
Ibid. hal. 161. Ibid. 161 Jimly Asshidiqie, Bang Imad: Pemikiran..., hal 162 160
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
77
masing-masing.
162
G.H. Jansen berpendapat bahwa Islam di Indonesia
berkembang pesat salah satunya melalui masjid kampus. 163 Rentang waktu dari 1968 hingga 1975 merupakan masa yang dapat memperkuat analisis Jansen. Karena DDII memiliki agenda khusus untuk melakukan pembinaan masjid kampus di seluruh wilayah Indonesia. Masjid Kampus diyakini sebagai wadah komunitas mahasiswa Islam yang dapat memadukan
antara sains modern
dengan nilai-nilai Islam. Program Bina Masjid Kampus tujuan utamanya berusaha membangun masjid-masjid di sekitar kampus yang akan digunakan sebagai basis aktivitas program DDII. 164 Beberapa masjid kampus yang dibangun oleh DDII diantaranya Masjid Arif Rahman Hakim (UI Salemba), Masjid Fatahillah di daerah Tanah Baru (di sekitar lingkungan UI Depok), At Taqwa (IKIP Jakarta), Al Furqon (IKIP Bandung), Masjid Al Ghifari (IPB).
165
Progam ini kemudian
menjadi medium pembinaan terhadap mahasiswa oleh mantan tokoh Masyumi. Program ini kemudian menyebar ke perguruan tinggi perguruan tinggi di Indonesia. 166 Program yang paling dikenal oleh para mahasiswa di seluruh Indonesia dari program Bina Masjid Kampus adalah Latihan Mujahid Dakwah (LMD) sejak tahun 1974 yang dipimpin oleh M. Imaduddin Abdurrahim. Sebuah pelatihan keislaman yang dilaksanakan 3-5 hari.
Pelatihan ini pertama kali
dilaksanakan di Masjid Salman ITB. Setelah itu menyebar ke kampus-kampus lain di Indonesia. 167 Sebagai penunjang program yang dikembangkan oleh DDII, kemudian dikembangkan program pengiriman mahasiswa ke luar negeri terutama ke Timur Tengah. Program pengiriman mahasiswa ke luar negeri, khususnya ke Timur 162
Jimly Asshidiqie, Bang Imad: Pemikiran..., hal 162. Ibid. hal. 163 164 Lutfi Hakim dan Tamsil Linrung, Op.Cit, hal.31, wawancara Ustadz Mashadi. 165 Aay Muhammad Furqon, Op.Cit, hal. 126-127 166 Lutfi Hakim dan Tamsil Linrung. Op. Cit. 167 Jimly Asshidiqie, Bang Imad: Pemikiran hal. 162 163
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
78
Tengah, yang merupakan salah satu kebijakan Orba di bidang pendidikan. 168 Untuk pendidikan ke Timur Tengah, pemerintah menunjuk beberapa lembaga yang bertugas sebagai pelaksana proyek tersebut, diantaranya adalah DDII. Sebagai ketua DDII, M. Natsir memberikan rekomendasi kepada mahasiswa yang akan melanjutkan pendidikan ke luar negeri terutama Timur Tengah.
169
Universitas-universitas di Timur Tengah yang dijadikan rujukan adalah Universitas Islam Madinah Al Munawarah, Universitas Ibnu Saud di Makkah dan Universitas Al Azhar di Kairo. 170 Para mahasiswa tersebut selama belajar di Timur Tengah, dalam proses belajarnya ada yang berinteraksi dengan para aktivis Islam IM. Ada sebagian yang tertarik dengan ide-ide/ pemikiran IM dan ada yang tidak. Mahasiswa yang tertarik dengan ide-ide IM, membawa pemikiran tersebut ke Indonesia dan menyebarkan pemikiran tersebut. Diantara tokoh-tokoh yang memperoleh pendidikan dari Timur Tengah dan kemudian menyebarkan pemikiran IM antara lain Hilmi Aminudin, Abdullah Baharmus, Salim Segaf Al Jufri dan Acep Abdul Syakur. 171 Program lain yang dikembangkan DDII untuk menopang program Bina Masjid Kampus adalah penerjemahan buku-buku pemikiran IM yang sebagian besar di tulis dalam bahasa Arab. kemudian diterjemahkan oleh para alumni Timur Tengah, terutama mereka yang diutus melalui DDII, seperti Abu Ridha, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Aktivitas ini akhirnya memunculkan penerbit-penerbit buku-buku Islam yang baru, di samping Media Dakwah.
168
Pengiriman para pelajar ke Timur Tengah sebenarnya sudah dilakukan sejak akhir abad XVIII. IM didirikan sejak tahun 1928, dan sudah banyak mahasiswa Indonesia kesana, sehingga tidak tertutup kemunginan adanya hubungan antar mahasiswa Al Azhar dan terlibat dalam berbagai kegiatan kegiatan IM. Lihat Azyumardi Azra, Jaringan Ulama : Timur Tengahdan Kepulauan Nusantara abad XVII dan XVIII, bandung: Mizan 1994. M hal 128, Hasan, Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri, Jakarta: Bulan Bintang, 1980. 169 Aay Muhammad Furqon, Op.Cit,. 170 Lukman Hakiem dan Tamsil Linrung, Op.Cit. hal. 80 171 Wawancara dengan Sitaresmi.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
79
Di antara buku yang diterjemahkan antara lain seri Al Islam karya Sa’id Hawwa yang terdiri dari 3 jilid diterjemahkan oleh Abu Ridho. Buku ini menjadi acuan materi dasar keislaman yang cukup detil. Contoh buku lainnya adalah 20 Prinsip Ikhwanul Muslimin karya Hasan Al Banna yang diterjemahkan oleh Afif Muhammad. Buku ini berisi kewajiban yang ada pada setiap muslim untuk diyakini dan dilaksanakan dalam mengatur hubungan dirinya dengan Tuhan. Buku ini pun menjadi dasar pemahaman keislaman seorang kader dakwah. Buku berikutnya karya Sa’id Hawwa yang berjudul Allah yang diterjemahkan oleh tim penulis, sayangnya tidak menyebutkan namanya. Buku-buku tersebut semuanya adalah karya-karya tokoh IM. Dampak dari penerjemahan buku tersebut membuat pemikiran IM mulai diserap secara langsung oleh para aktivis dakwah di Indonesia, terutama Aktivis Dakwah Kampus. Pemahaman para kativis ini pada awalnya hanya sebatas pemikiran semata, mereka tidak secara komprehensif memahami gerakan IM seperti di Mesir. Dalam pemahaman teori konstruksi Berger aktivis dakwah kampus pada masa ini baru sampai taraf eksternalisasi. Momen eksternalisasi merupakan momen awal yang ada dalam dialektika Berger. Dalam hal ini seorang individu dengan kemampuannya baru mampu melakukan adaptasi dengan teks-teks kehidupan. Baru taraf ekspresi diri ke dalam dunia sosial dakwah kampus. 2.6.2.
Arus Gerakan “Pemikiran Baru” Sepuluh tahun pertama kebijakan politik Orba telah menempatkan Islam
pada posisi yang kurang menguntungkan. Sehingga memunculkan kesan bahwa Islam itu tradisionalis, antimodernisasi, anti pembangunan bahkan sering disebut anti Pancasila. Kesan tersebut membuat umat Islam terkena proses marjinalisasi dalam proses modernisasi dan pembangunan di Indonesia.
Kenyataan ini
membawa konsekuensi psikologis bahkan menjadi suatu beban bagi sebagian pemimpin Islam Indonesia, karena umat Islam di Indonesia merupakan mayoritas. Beban psikologis ini mendorong mereka bergerak melakukan suatu perubahan agar umat Islam di perhitungkan eksistensinya dalam kehidupan
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
80
berbangsa dan bernegara sehingga dapat mengubah citra negatif Islam dan umatnya. 172 Munculnya gerakan “pemikiran baru” 173 Islam dikalangan intelektual muda Islam pada tahun 1970-an. Merupakan perkembangan radikal dalam pemikiran politik keagamaan umat Islam pada masa Orba . Gerakan “pemikiran baru” tidak saja membicarakan posisi umat Islam, namun juga melibatkan pembicaraan tentang Tuhan, manuisa dan berbagai persoalan kemasyarakatan, terutama yang berhubungan dengan persoalan politik umat Islam dan bagaimana melakukan terobosan-terobosan untuk mengembalikan daya gerak psikologis umat Islam. Gerakan “pemikiran baru” ini timbul dari gagasan Nurcholish Madjid.174 Gagasan
pemikiran Nurcholish ini lebih bersifat mengelaborasi pemikiran-
pemikiran Islam dalam hubungannya dengan masalah modernisasi sosio politik umat Islam Indonesia kontemporer. Hal ini berbeda pandangan atau gagasan dengan para tokoh senior sebelumnya, seperti Natsir, Rasjidi, dan Deliar Noer. Pemikiran baru Nurcholish lebih bersifat empirik. Walaupun cenderung bersifat kontroversial, “pemikiran baru” Nurcholish Madjid
mencerminkan rumusan
empirik tentang bagaimana mengembalikan daya gerak psikologis umat yang telah hilang.
Karenanya “pemikiran baru” tidak mengesankan sikap
apologetik. 175
172
Fachri Ali dan Bachtiar Effendi, Merambah Jalan Baru Islam, Bandung: Mizan, 1986, hal 122. 173 Istilah ini digunakan oleh Fahri Ali dan Bachtiar Efendi untuk menggantikan sebutan Gerakan Pembaruan Pemikiran Nurcholish Madjid. Karena terminologi “pembaruan pemikiran” masih memunculkan polemik dan kritikan, artinya gagasan tersebut masih banyak dipersoalkan orang , maka oleh Fahri Ali dan Bachtiar Efendi disebut dengan gerakan “pemikiran baru”. 174 Kamal Hasan melukiskan Nurcholish Madjid sebagai seorang intelektual muda muslim yang berfikiran realistis akomodasionis, ia menyamakan dengan tokoh Mintareja, ketua Parmusi bentukan Orde Baru. 175
Fachri Ali dan Bachtiar Effendi, Merambah Jalan..., hal. 123
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
81
Dalam kaitannya dengan gagasan modernisasi pemerintah Orba, berbeda orientasi dengan para tokoh senior Islam lainnya, gagasan “pemikiran baru”nya Nurcholish Madjid
tidak berhenti pada pernyataan bahwa Islam tidak
bertentangan dengan modernisasi atau modernisasi adalah suatu kewajiban keagamaan dalam Islam, namun sudah langsung memberikan suatu langkahlangkah perubahan apa yang seharusnya dilakukan oleh umat Islam. Jadi gagasan Nurcholish bukan hanya sebatas teori namun sudah sampai taraf praktis. 176 Gagasan Nurcholish Madjid ini diungkapkan dalam sebuah tulisan yang berjudul “Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dalam Masalah Integrasi Umat”. 177
Pemikiran
dalam
tulisan
Nurcholish
Madjid
ini
kemudian
memunculkan polemik dan kritikan tajam karena dianggap koontroversial dan terkesankan akan pemikiran seorang sekularis. Nurcholish Madjid mengawali tulisan dengan konstatasi bahwa “Kaum Muslimin Indonesia sekarang ini telah mengalami kejumudan kembali dalam pemikiran dan pengembangan ajaran-ajaran Islam, dan kehilangan psychologycal striking force dalam perjuangannya”. 178 Lebih lanjut Nurcholish menyebutkan bahwa kondisi seperti itu menghadapkan umat pada dua pilihan yang juga menimbulkan dua konsekunsi yang berbeda. Hal itu seperti yang ia katakan bahwa: Sebuah dilema segera dihadapkan kepada umat Islam: Apakah akan memilih menempuh jalan pembaruan dalam dirinya, dengan merugikan integrasi yang selama ini didambakan, ataukah akan mempertahankan dilakukannya usaha-usaha ke arah integrasi itu, sekalipun dengan akibat
176
Jimly Asshiddiqie (ed), Bang ‘Imad: Pemikiran dan Gerakan Dakwahnya, Jakarta: Gema Insani Press, 2002, hal.143-145. 177 Tulisan tersebut merupakan makalah yang kemudian diterbitkan dalam kumpulan tulisan Nurcholishh Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, Bandung: Mizan, 1989. 178 Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, Bandung: Mizan, 1989, hal. 204.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
82
keharusan ditolelirnya kebekuan pemikiran dan hilangnya kekuatankekuatan moral yang ampuh? 179 Nurcholish menyadari bahwa ide yang dia ungkapkan ini akan menimbulkan reaksi dari yang lain, hal ini seperti yang diungkapkannya bahwa Bila suatu inisiatif pembaruan telah diambil oleh sebagian umat, maka sebagian umat yang lain akan mengadakan reaksi kepadanya. Berkali-kali sejarah telah menunjukkan hal itu. 180 Bagi Nurcholish Madjid, mempertahankan persatuan umat bukanlah suatu bentuk pendekatan praktis dalam mengikuti proses modernisasi. Kondisi politik Orba masa itu mendorong untuk melakukan sebuah perubahan, baik berupa sikap maupun perubahan dalam pemikiran umat Islam Indonesia. Tulisan Nurcholish Madjid berupaya menggambarkan kondisi dan situasi umat Islam pada masa Orba. Ia menggambarkan bahwa perkembangan umat Islam pada masa itu kurang menggembirakan. Berbagai organisasi Islam pembaru, seperti Muhammadiyah, Persis, Al Irsyad, telah kehilangan
ruh
dinamika atau pembaruannya. Sehingga tergambarkan tidak lagi terpancarnya api Islam dari umat Islam sendiri. Nurcholish
juga
menggambarkan
bahwa
salah
satu
yang
menggembirakan tentang Islam di Indonesia adalah perkembangannya yang pesat secara kuantitas. Dari kalangan yang lebih tinggi menunjukkan perhatiannya kepada Islam.
Namun menurut Nurcholish masih menyisakan
pertanyaan yaitu sampai dimanakah perkembangan akibat daya tarik yang jujur dari ide-ide Islam yang dikemukakan oleh para pemimpin itu, lisan atau tulisan? Ataukah bahwa perkembangan kuantitatif Islam itu dapat dinilai sebagai tidak lebih dari pada gejala adaptasi sosial karena perkembangan politik di tanah air. Lebih lanjut Nurcholish juga menyebutkan bahwa jawaban atas pertanyaan
179 180
Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan, Ibid.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
83
tersebut dapat ditemukan dengan meletakkan kembali pertanyaan: Sampai dimanakah mereka tertarik pada partai-partai Islam atau organisasi-organisasi Islam? Jawabannya adalah kecuali sedikit saja diantara mereka yang tertarik pada organisasi atau partai Islam. Sehingga perumusan sikap mereka berbunyi “ Islam, Yes”, “Partai Islam, No”. Lebih lanjut Nurcholish mengatakan bahwa Jika partai-partai Islam merupakan wadah ide-ide yang hendak diperjuangkan berdasarkan Islam, maka jelaslah bahwa ide itu sekarang dalam keadaan tidak menarik. Dengan kata lain, ide-ide dan pemikiran Islam itu sekarang sedang menjadi absolute memfosil, kehilangan dinamika. Partai Islam tidak bisa membangun image positif. 181 Di bagian lain tulisanya Nurcholish menekankan bahwa mutu lebih penting dari pada jumlah. Hal yang sebaliknya terjadi dalam pandangan umat Islam Indonesia pada masa itu, lebih mementingkan jumlah dari pada mutu. Nurcholish menekankan
juga bahwa persatuan lebih menjamin tercapainya
tujuan dari pada perpecahan, namun dapatkah persatuan itu terwujud secara dinamis dan menjadi sebuah kekuatan dinamis jika tidak didasari oleh ide-ide yang dinamis pula. 182 Oleh karena itu menurut Nurcholish Madjid untuk melakukan pembaruan harus dimulai dengan dua tindakan yang saling erat berhubungan satu dengan yang lainnya. Ia lebih jauh menyebutkan bahwa untuk pembaruan harus berani melepaskan diri dari nilai-nilai tradisional dan mencari nilai-nilai yang berorientasi ke masa depan. Untuk itu diperlukan suatu proses liberalisasi. Proses tersebut menurut Nurcholish dikenakan terhadap “ajaranajaran dan pandangan-pandangan Islam” yang ada sekarang ini. 183 Proses liberalisasi tersebut menurut Nurcholish menyangkut sekularisasi, kebebasan berfikir, kemajuan berfikir (idea of progress) dan sikap terbuka. Sekularisasi yang dimaksud oleh Nurcholish Madjid bukanlah menerapkan nilainilai sekularisme, dan mengubah kaum muslimin menjadi sekularis. Namun 181
Ibid, hal. 205. Ibid, hal. 206. 183 Ibid. 182
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
84
lebih cenderung untuk menduniawikan nilai-nilai yang sudah semestinya duniawi
dan
melepaskan
umat
Islam
yang
cenderung
untuk
mengukhrowikannya. Artinya ia mendudukan nilai-nilai yang sakral pada tempatnya.
Sebagai konsekuensi logis dari pemahaman tauhid, menurut
Nurcholish adalah pemutlakan transendensi semata-mata hanya kepada Tuhan. Sehingga harus melahirkan desakralisasi pandangan terhadap selain Tuhan, yaitu masalah dunia dan masalah-masalah serta nilai-nilai yang bersangkutan dengan itu. Sakralisasi kepada sesuatu selain Tuhan pada hakikatnya adalah syirik, lawan dari tauhid. 184 Tesis tentang “pemikiran baru” yang diangkat kepermukaan oleh Nurcholish Madjid ini mendapat respon dari kalangan intelektual muslim. Dari berbagai tanggapan yang muncul dapat diasumsikan bahwa pada dasarnya, kalangan terpelajar Islam merasakan pula perlunya pemikiran-pemikiran segar yang dapat membawa umat keluar dari stagnasi kegiatan berfikir. Namun sepanjang menyangkut tesis-tesis pemikiran baru yang digagas oleh Nurcholish Madjid, seperti sekularisasi, liberalisasi, kebebasan berfikir, kemajuan berfikir dan sikap terbuka dianggap terlalu vulgar serta menimbulkan konotasi radikal, maka sulit untuk diterima. 185 Gagasan Nurcholish Madjid ini dilanjutkan oleh teman-temannya yang sebagian anggota HMI atau pun PII. Namun tidak salah untuk dikatakan bahwa kebangkitan kesadaran intelektual Islam pasca “pemikiran baru”
untuk
sebagiannya mendapatkan dasar-dasarnya dari pemikiran baru yang pernah dikembangkan oleh Nurcholish Madjid. 186 Namun ada juga perkembangan pembaruan pemikiran Islam yang merupakan dampak dari anti tesis terhadap pemikiran Nurcholish Madjid, diantaranya adalah Gerakan Tarbiyah. Jika Nurcholish Madjid mensikapi kondisi ummat pada masa itu dengan melakukan liberalisasi proses pemikiran, lain halnya dengan gerakan Tarbiyah, 184
Ibid, hal. 208 Fachri Ali dan Bachtiar Effendi, Merambah Jalan..., hal. 134. 186 Fachri Ali dan Bachtiar Effendi, Merambah Jalan..., hal.142 185
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
85
mereka mensikapi kondisi ummat pada masa itu dengan cara melakukan pendidikan bagi ummat Islam agar mereka faham akan keislaman mereka.
2.6.3.
Gerakan Dakwah Kampus sebagai Alternatif Aktivitas Mahasiswa Mahasiswa merupakan bagian dari unsur pemuda yang memiliki sifat
paling dinamis dalam mengartikulasikan potensinya. Berbagai cara ia lakukan dalam mengartikulasikan potensi yang dimilikinya. Pada dasawarsa akhir tahun 1970an dan awal tahun 1980an mahasiswa di Indonesia berada dalam posisi tertekan setelah pemerintah mengambil sikap terhadap aktivitas demonstrasi mahasiswa yang semakin meningkat, baik di kampus maupun di luar kampus. Kebijakan yang diambil pemerintah adalah mengambil alih penuh untuk mengatur kehidupan kampus. Kebijakan pengambilalihan penuh pengaturan kehidupan kampus tersebut berawal dari proses suksesi pemimpin nasional di era itu. Pada saat itu Suharto dicalonkan kembali sebagai presiden untuk ketiga kalinya. Pencalonan tersebut memunculkan reaksi dari dewan-dewan mahasiswa perguruan tinggi yang mendesak MPR untuk tidak memproses pencalonan kembali Suharto sebagai presiden. Mahasiswa menilai bahwa pencalonan Suharto sebagai presiden perlu dikoreksi. Tindakan protes mahasiswa ini semakin besar, tindakan tersebut lebih dikenal dengan istilah parlemen jalanan. Gelombang gerakan mahasiswa yang mendukung pergantian tersebut semakin besar. Mahasiswa mendorong Ali Sadikin untuk menggantikan Suharto. 187 Kondisi tersebut dilihat oleh pemerintah Suharto sebagai ancaman dan berbahaya bagi stabilitas nasional. Sikap mahasiswa yang mengangkat isu suksesi kepemimpinan nasional dianggap sebagai tindakan yang berisiko tinggi. Oleh karena itu pemerintah
Orba
mengambil sikap yang tegas terhadap
187
Wawancara Dr. Agus Nurhadi, Aktivis Dakwah Kampus, Jurusan Kimia angkatan 1978, kamis 26 Maret 2009. Oleh Whahyudha. Wawancara dilakukan di Rumah Jl Griya Asri, Depok pk. 09.00
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
86
siapapun yang dianggap akan mendongkel kekuasaannya, maka dengan dalih mengganggu stabilitas nasional Suharto
mengambil kebijakan melalui
Pangkopkamtib (Panglima Komando Keamanan dan Ketertiban), Soedomo, mengeluarkan surat keputusan SKEP 02/KOPKAM/1978 tertanggal 21 Januari 1978 tentang pembekukan Dewan Mahasiswa. Keputusan ini ditindak lanjuti oleh Menteri Pendidikan Syarif
Thayep yang mengeluarkan instruksi
No.1/U/1978 tentang Pedoman Pemeliharaan Ketenangan dan Ketertiban di Lingkungan Perguruan Tinggi. Puncaknya ketika pada 19 April 1978 Menteri P dan K Dr. Daud Yusuf mengeluarkan SK No. 0156/U/1978 tertanggal 19 April 1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus yang dikenal dengan istilah NKK. Dan untuk mengatur lembaga/ organisasi mahasiswa di lingkungan Perguruan Tinggi setelah Dewan Mahasiswa di bubarkan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan SK Menteri P dan K No. 037/U/1979 tentang Bentuk Susunan Lembaga/ Organisasi Mahasiswa di lingkungan Perguruan Tinggi, keputusan ini lebih dikenal dengan sebutan BKK (Badan Koordinasi Kampus). 188 Kebijakan NKK dan BKK yang dikeluarkan oleh pemerintah Orba memang tetap mempersilahkan kehidupan kampus untuk berpolitik. Akan tetapi lingkup politik hanya dalam kampus saja dan orang-orang luar tidak diperbolehkan untuk berpolitik di dalam kampus. Pihak kampus mempersilahkan mahasiswa untuk berpolitik, namun hanya lingkup diskusi dan wacana. Hal ini oleh mahasiswa dimaknai tidak ada lagi politik prakis di kampus. Mahasiswa sendiri memiliki pandangan bahwa politik bukan hanya di ruang kuliah, namun juga memberikan kontribusi bagi masyarakat. Dampak dari kebijakan ini mahasiswa tidak lagi bisa lagi menghadirkan tokoh-tokoh ke dalam kampus untuk berceramah dan berdiskusi tentang permasalahan nasional. Setiap ada kegiatan maka mahasiswa diharuskan meminta ijin kepada birokrasi kampus.189 188
Normalisasi Kehidupan kampus/ badan Koordinasi Kampus (NKK/BKK) merupakan keputusan dari Menteri P&K, SK No. 0156/U/1978 tertanggal 19 April 1978 dan No. 037/U/1979 tertanggal 24 Februari 1979. 189 Wawancara Dr. Agus Nurhadi
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
87
Kebijakan NKK/BKK disini terlihat sangat mempengaruhi pola gerakan mahasiswa, mahasiswa kesulitan megaktualisasikan diri sehingga sulit untuk menyalurkan potensi yang mereka miliki. Daud Yusuf selaku Menteri P dan K pada waktu itu memandang bahwa NKK merupakan upaya pengembalian fungsi mahasiswa dari kekuatan masa menjadi kekuatan intelektual (the power reason). NKK merupakan upaya meredefinisikan lembaga-lembaga kemahasiswaan secara mendasar, fungsional dan bertahap sehingga kepribadian mahasiswa yang di universitas menjadi intelektual yang sesungguhnya, yaitu individu yang memiliki kemampuan berfikir kritis, analitis dan mempunyai daya nalar yang tinggi, sehingga siap terjun dalam kehidupan dunia keilmuan dan kemasyarakatan. 190 NKK kemudian semakin dijabarkan melalui BKK yang mengatur secara teknis pembentukan lembaga kemahasiswaan, yang berbentuk Senat Mahasiswa (SM) dan Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM). 191 Kedua lembaga tersebut dalam pelaksanaan konsep BKK di bawah pengawasan Rektorat dan Dekanat. Pasca ditetapkannya NKK BKK membuat semua organisasi ekstra kampus, seperti HMI, PMII. PII, GMNI, PMKRI dan GKMI terpisahkan dengan organisasi intra kampus. 192 Dampak dari hal itu, semua aktivitas ekstra kampus yang dilakukan mahasiswa harus dilakukan di luar kampus. Kampus harus bersih dari pengaruh organisasi ekstra kampus. Tekanan yang dilakukan pemerintah Orba
terhadap mahasiswa membuat mahasiswa mengalami pembatasan dan
penekanan. Hal tersebut ditambah lagi dengan perubahan sistem pendidikan berdasarkan sistem Satuan Kredit Semester (SKS). Pemberlakuan SKS menuntut mahasiswa fokus pada perkuliahan mereka, karena adanya batasan waktu 190
Majalah Mahasiswa, no 16 tahun III hal. 5-10, Dirjend Dikti Dep. P dan K. Konsep pelaksanan BKK tertuang dalam instruksi Dirjend Dikti no. 02/DJ/Inst/1978 tentang pokok-pokok Pelaksanaan Penataan Kembali Lembaga-lembaga Kemahasiswaan di Perguruan Tingi. Ini diperkuat lagi dengan SK mendikbud no 037/U/1979. 192 Ridwan Saidi, Kelompok Cipayung HMI, GMKI, PMKRI, GMNI-PMII: Analisis Gerakan Kebersamaan dan Pemikiran Ormas Mahasiswa Pasca Aksi Tritura 1966, jakarta: LSIP, 1995, hal 65. 191
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
88
perkuliahan mereka. Mahasiswa lebih cenderung pada belajar sehingga kegiatan mereka pun akhirnya study oriented. Hal ini membuat mahasiswa mengalami keterbatasan
waktu
untuk
melakukan
kegiatan
kemahasiswaan
dan
menyampaikan aspirasinya. 193 Pemberlakuan BKK membawa dampak kepada kontrol yang begitu ketat dan kuat dari birokrasi kampus kepada lembagalembaga kemahasiswaan intra kampus. Pemberlakuan NKK/BKK melahirkan format baru aktivitas mahasiswa dengan melakukan adaptasi terhadap kebijakan tersebut. Bila sebelum 1979 aktivitas mahasiswa banyak dilakukan di jalanan melalui demonstrasi, kemudian beradaptasi dengan menjamurnya aktivitas kelompok-kelompok studi yang bertujuan untuk melakukan gerakan penyadaran diantara mahasiswa dengan menuangkan
gagasan-gagasan
mereka
dalam
suatu
diskusi
untuk
menyelesesaikan masalah. Kondisi seperti ini menurut Arbi Sanit merupakan proses pelemahan peran mahasiswa. 194 Birokrasi kampus dalam hal ini Rektorat dan Dekanat yang berfungsi menjalankan kebijakan pemerintah mempunyai andil besar dalam membatasi gerakan mahasiswa. Dua lembaga tersebut menjalankan fungsi yang sama namun dalam lingkup yang berbeda yaitu mengamankan kampus dari aktivitas politik prakatis mahasiswa di tingkat universitas dan fakultas. Di satu sisi NKK/BKK
membuat gerakan mahasiswa mengalami
pembatasan dan kontrol yang begitu kuat, namun disisi lain mengendurnya gerakan politik mahasiswa memunculkan kelompok mahasiswa yang bergerak “di bawah permukaan” melakukan pembinaan mahasiswa di bidang keagamaan, yang lebih menekankan pada kajian moralitas dan kajian Islam. Pemahaman yang coba dibangun melalui kajian ini menerangkan bahwa Islam bukan hanya kegiatan ibadah rutin semata, namun memiliki makna yang lebih luas. Kajiankajian ini dilakukan tidak lagi dengan metode ceramah semata, namun dilakukan 193
Ridwan Saidi, hal. 65 Arbi Sanit, Pergolakan Melawan Kekuasaan: Gerakan Mahasiswa antara Aksi Moral dan Politik, Yogyakarta: Pustakan Pelajar, 1999, hal. 46-47. 194
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
89
dengan cara yang lebih variatif sehingga menarik mahasiswa untuk menghadiri kajian seperti bedah buku, diskusi, seminar, tadabur alam dan lain-lain. Materi yang diberikan juga tidak hanya nilai-nilai keagamaan namun juga tentang kondisi dunia Islam pada saat itu. Dilakukannya pengkajian tersebut bertujuan agar mahasiswa merasa perlu untuk mengikuti aktivitas tersebut. Kajian ini menjadi kegiatan alternatif mahasiswa saat itu. 195 Menurut Amin Rais bahwa maraknya dakwah kampus karena meningkatnya kesadaran beragama mahasiswa, Islam sebagai solusi menghadapi masalah yang ada, lebih jelasnya dalam Prisma edisi khusus tahun 1984 Amin mengatakan bahwa Maraknya kegiatan kampus tidak disebabkan oleh pemikiran yang dilontarkan oleh Nurcholish pada 1970, namun disebabkan oleh; pertama, merupakan kesadaran beragama mahasiswa yang makin mendalam, kedua, terjadi semacam krisis identitas di kalangan pelajar dan mahasiswa yang untuk mengatasi krisis tersebut, maka kembali kepada Islam adalah solusinya, dan ketiga, para aktivis dakwah ini yakin bahwa untuk menghadapi persoalan di masa depan, maka Islamlah yang dapat menjawabnya. 196 Kondisi ini mendorong maraknya aktivitas dakwah mahasiswa dengan memanfaatkan ruang kosong kampus yaitu masjid-masjid kampus. Karena masjid kampus pada saat itu bisa dikatakan merupakan tempat yang tidak “terjangkau” oleh kebijakan NKK/ BKK Orba. Sehingga masjid kemudian dimanfaatkan untuk menyebarkan dakwah. Mereka kemudian membentuk bermacam-macam kelompok studi keagamaan yang dipusatkan di masjid kampus.
Pembentukan kelompok studi keagamaan tersebut menjadi suatu
pilihan yang paling realistik bagi aktivis gerakan kampus kala itu. Kajian keagamaan semacam itu, oleh birokrat kampus tampaknya diabaikan dan kurang 195
Op.Cit. Ridwan Rais, M. Amien.1984. Gerakan-gerakan Islam Internasional dan Pengaruhnya bagi Gerakan Islam Indonesia. Prisma. Arah Baru Islam:Suaran Angkatan Muda. Hal. 23.
196
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
90
diwaspadai oleh pihak birokrasi kampus. Sehingga yang terjadi perlahan namun pasti, kelompok kajian keagamaan ini semakin lama semakin membesar. Bisa dikatakan bahwa kelompok ini berhasil memanfaatkan kelengahan birokrat kampus dalam mengendalikan kegiatan politik mahasiswa di kampus. 197 Di sisi lain sejak tahun 1978 masjid-masjid kampus tumbuh menjamur, bahkan tak sepi dari jamaah. Kegiatan halaqah dan pengkajian Islam berjalan lancar. Sekitar tahun itulah gerakan mahasiswa Islam, yang tanpa terkait dengan organisasi ekstra, seperti HMI dan PMII, mulai diterima di tengah mahasiswa. Sehingga di kalangan mahasiswa mulai muncul gerakan dakwah kampus yang memanfaatkan masjid kampus sebagai aktivitas mereka. Gerakan ini berawal dari ide Imaduddin Abdulrahim 198 yang memanfaatkan Masjid Salman ITB untuk menerapkan ide program dakwah. Ide pelatihan dakwah melalui masjid ini mengundang minat besar aktivis gerakan Islam yang bukan hanya semata unsur HMI, namun mahasiswa Islam secara umum dari berbagai perguruan tinggi di Bandung yang kemudian menyebar ke seluruh Indonesia. Program khusus yang dirancangnya berupa pelatihan mubaligh yang melahirkan kaderkader dakwah. Program tersebut semula bernama Latihan Kader Dakwah (LKD), kemudian namanya berubah menjadi Latihan Mujaid Dakwah (LMD), yang bertujuan menjadi kawah candradimuka untuk mendidik dan melatih calon-calon mujahid dalam perjuangan Islam. Ketika sentimen terhadap Islam semakin menguat, program yang dibina oleh Imaduddin ini mengundang kecurigaan Pemerintah Orba, terutama kalangan militer yang secara nyata menunjukkan sikap anti Islam politik. Untuk menghindari tekanan politik tersebut, Imaduddin mengubah nama program menjadi Studi Islam Intensif (SII). Program tersebut selain memperluas cakupan program dan kegiatan yang tidak lagi terbatas pada 197
Julie Chernov Hwang, Umat bergrak, hal. 81-83 Imaduddin Abdulrahim sebelumnya pernah memimpin Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam, yang aktivitasnya melakukan pendidikan kader-kader dakwah bagi mubaligh muda yang direkrut dari kalangan mahasiswa Islam. Organisasi ini berinduk ke PB HMI. 198
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
91
dakwah, namun meliputi pemahaman keislaman dalam konteks yang luas. Tiga hal penting yang menjadi penekan program ini adalah 199 (1) pengetahuan dasar Islam, (2) penanaman jiwa perjuangan dalam gerakan Islam, (3) komitmen dalam pembangunan umat Islam. Dalam perekrutannya program ini mempertimbangkan dua hal penting yaitu prestasi akademik dan bakat kepemimpinan.
Mereka inilah yang kemudian
menjadi pelopor di masjid-masjid kampus. Para mubaligh dakwah tersbut mencoba membangun pemahaman dalam diskusi-diskusi yang dilakukan bahwa Islam bukan hanya kegiatan ibadah rutin, namun Islam merupakan suatu tuntunan yang lebih luas sifatnya. Materi yang diberikan dalam LKD/LMD dan SII menjadi dasar dalam kajian di masjidmasjid kampus. Sehingga aktivitas yang mereka lakukan umumnya berbeda dengan kajian-kajian keagamaan yang sudah ada, metodenya pun tidak hanya dengan ceramah namun juga dalam bentuk kajian buku atau bedah buku yang berisi tentang kondisi dunia Islam. dan juga mengkaji gerakan-gerakan Islam di dunia. Hal ini dilakukan agar lebih menarik dan banyak dikunjungi oleh mahasiswa, sehingga mahasiswa merasa perlu akan kajian yang mereka lakukan. 200 Dampaknya masjid kampus berkembang menjadi pusat aktivitas pembinaan, khususnya aktivitas pembinaan akidah dan akhlak. Kondisi ini didukung oleh kondisi perpolitikan kampus yang mengalami penurunan karena daya tarik organisasi ekstra kampus yang menurun dampak dari kebijakan NKK BKK.
199 200
Jimly Asshidiqie, Bang Imad: Pemikiran , hal. 163. Ibid. Lihat juga Julie Chernov Hwang, Umat Bergerak, hal. 82
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
BAB III GERAKAN TARBIYAH
3.1.
Kelahiran Gerakan Tarbiyah Secara umum, perkembangan gerakan Islam, dalam pengertian yang luas,
di Indonesia pada dasawarsa 1980 menunjukkan kecenderungan yang menggesankan. Dekade tersebut merupakan dekade paling menarik dalam perjalan gerakan Islam di Indonesia. Sepuluh tahun terakhir dari dekade tersebut merupakan masa yang memunculkan berbagai perkembangan baru, yang menurut Azyumardi, akan banyak menentukan masa depan Islam di Indonesia. 201 Pada dekade 1980an peningkatan minat dan apresiasi terhadap ajaran Islam juga merupakan gejala yang umum pada mahasiswa di perguruan tinggiperguruan tinggi (PT) di Indonesia. Pada dasawarsa ini memunculkan banyak kelompok studi Islam di kalangan mahasiswa, baik PT negeri maupun PT swasta atau PT umum maupun PT keagamaan. Kelompok studi keislaman ini dalam aktivitasnya tidak hanya mengkaji Islam sebagai pemikiran semata, namun mereka berupaya mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-sehari di dalam masyarakat. Kehidupan ini dikenal sebagai da’wah bi al-hal. 202 Menurut Azyumardi, kemunculan trend pergerakan Islam yang terjadi saat ini dan kompleksitas merupakan faktor yang mendorong munculnya berbagai gerakan Islam kontemporer di Indonesia. Penulis akan mencoba menganalisis secara singkat beberapa faktor yang memunculkan arah perkembangan gerakan Islam di Indonesia, terutama munculnya Gerakan Tarbiyah.
201
Azyumardi Azra, Islam Reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999, hal 17. 202 Ibid, hal 21
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
93
Imdadun Rahmat menggambarkan bahwa bibit-bibit Gerakan Tarbiyah adalah para aktivis dakwah kampus (ADK). Para ADK ini mendirikan dan mengelola pengajian yang diwadahi sebuah organisasi Lembaga Dakwah Kampus (LDK). Gerakan yang semula bernama usrah berganti nama menjadi tarbiyah dan mereka menamai aktivitasnya dengan sebutan tarbiyah. Ideologi keagamaan gerakan ini lebih memiliki keterkaitan dengan ideologi Ikhwanul Muslimin.
203
Pemikiran ini sejalan dengan pendapat Haedar Nashir bahwa
Gerakan Tarbiyah merupakan gerakan Islam yang memperoleh inspirasi dan memiliki pertautan ideologis dengan IM. Ia juga menyebutkan bahwa tarbiyah pada awalnya merupakan suatu bentuk sistem pembinaan yang diterapkan di lingkungan IM pimpinan Hasan Al Banna di Mesir. Jadi konsep tarbiyah di Indonesia merupakan adopsi dari sistem pembinaan IM. 204 Memperhatikan dua pendapat di atas, maka asal usul gerakan Tarbiyah dapat ditelusuri dari gerakan dakwah kampus. 205 Terkait dengan dakwah kampus, Burhanuddin Muhtadi, dalam Dilema PKS: suara dan syariah, menyebutkan bahwa dakwah kampus meliputi serangkaian kegiatan yang menyeru pada agama yang dilakukan oleh dan untuk kalangan mahasiswa di kampus. 206 Berdasarkan data yang penulis peroleh di lapangan, aktivitas dakwah kampus tidak hanya dilakukan oleh mahasiswa, namun juga dilakukan oleh semua civitas akademika yang lain, yaitu dosen dan karyawan. Sehingga penulis berasumsi bahwa dakwah kampus meliputi serangkaian kegiatan yang menyeru pada agama yang dilakukan oleh dan untuk 203
M Imdadun Rahmat, Ideologi Politik PKS: Dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen,Yogyakarta: LkiS, 204 Haedar Nashir, Manifestasi Gerakan Tarbiyah: Bagaimana Sikap Muhammadiyah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010, hal. 7 205 Dakwah secara etimologis memiliki makna “menyeru” kepada Islam atau seruan agama untuk membangkitkan iman atau untuk menjaga masyarakat Islam dari kebejatan. Dalam pengertian terminologis, dakwah bermakna mengajak masuk agama, kerja misionaris atau seruan pada ad-dien. Aktivisnya dikenal dengan sebutan duat (berasal dari bahasa arab yang berarti penyeru, yang melakukan seruan agama). Lihat Burhanuddin Muhtadi, Dilema PKS: Suara dan Syariah , Jakarta: Kepustakan Populer Gramedia, 2012, hal 32. 206 Ibid.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
94
civitas akademika di kampus. Hal ini didukung data bahwa dalam perkembangan awal gerakan dakwah kampus sudah melibatkan sosok tokoh dosen, baru kemudian oleh mahasiswa. 207 Seperti yang sudah disebutkan dalam bab sebelumnya. Pada bagian sebelumnya dijelaskan munculnya dakwah kampus sebagai reaksi terhadap kebijakan pemerintah
Orde Baru
terutama Islam sebagai kekuatan politik. Lahirnya
terhadap kalangan Islam Orde Baru
sebelumnya
melahirkan dampak psikologis yang sangat kuat dikalangan kaum menengah perkotaan, umumnya kaum terdidik secara barat, umat Islam perkotaan dan para mahasiswa. Hal ini ditandai dengan munculnya rasa optimisme yang tinggi akan kebebasan dan demokrasi yang selama masa demokrasi terpimpin tertekan oleh mitos revolusi.
208
Harapan besar itu punah ketika Soeharto melakukan
“penghancuran” mulai secara halus hingga secara kasar. Munculnya dakwah kampus sendiri dimaknai sebagai reaksi terhadap kebijakan Orde Baru terhadap kelompok Islam. Berbicara perkembangan Dakwah Kampus, Kita tidak bisa terlepas dari keterlibatan sosok M Imaduddin Abdurrahim yang sebelumnya merupakan aktivis HMI. Sewaktu di HMI,
Imaduddin memimpin Lembaga Dakwah
Mahasiswa Islam (LDMI) dan melakukan pendidikan kader dakwah bagi mubaligh-mubaligh muda, yang direkrut dari kalangan mahasiswa Islam. Di bawah kepemimpinan Imaduddin, LDMI berkembang dan sangat populer di kalangan aktivis HMI dengan program pembinaan yang mengacu pada Nilainilai Dasar Islam (NDI). Ketika memimpin LDMI inilah Imaduddin banyak bertemu dengan Nurcholish Madjid. Kebersamaannya dengan Nurcholish
207
Awal perkembangan dakwah kampus awalnya dilakukan oleh sosok Imaduddin sebagai seorang dosen ITB kepada mahasiswa, kemudian mahasiswa ke mahasiswa dan dalam kondisi saat ini sasarannya bisa dikatakan civitas akademik di sebuah universitas yang meliputi mahasiswa, dosen dan karyawan. 208 Fachri Ali dan Bachtiar Effendi, Merambah Jalan Baru...,hal 94-95.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
95
Madjid di HMI memberikan kesempatan lebih luas kepada Imaduddin untuk mendiskusikan pemikiran Islam. 209 Ketika Dewan Dakwah mengembangkan program Bina Masjid Kampus pada tahun 1974, Imaduddin bergabung dengan program tersebut. Berbekal hasil pelatihan program Bina Masjid Kampus dan
pengalaman pengelolaan
LDMI, Imaduddin meneruskan program pelatihan dakwah yang sudah ia kembangkan sebelumnya di Masjid Salman-ITB. Program pelatihan tersebut mengundang minat yang besar dari berbagai aktivis gerakan Islam yang ada, baik HMI maupun dari aktivis mahasiswa Islam dari berbagai perguruan tinggi di Bandung dan kemudian menyebar ke seluruh Indonesia. Program pelatihan mubaligh yang dirancang oleh Imaduddin bertujuan untuk melahirkan kaderkader dakwah. 210 Imaduddin memberi nama program tersebut
Latihan Kader Dakwah
(LKD), kemudian berubah menjadi Latihan Mujahid Dakwah (LMD). Program LKD/LMD bertujuan sebagai kawah candradimuka untuk mendidik dan melatih calon-calon mujahid dalam perjuangan Islam. Namun ketika sentimen negatif terhadap Islam atau gerakan Islam semakin menguat pada dekade 1970-an dan 1980-an, program
LMD yang dibina Imaduddin mengundang kecurigaan
penguasa pemerintah Orde Baru, terutama kalangan militer yang secara nyata menunjukkan sikap anti-Islam politik. Untuk menghindari tekanan politik, Imaduddin mengubah nama kegiatannya menjadi Studi Islam Intensif (SII). 211 Sumber yang dijadikan acuan dalam penyampaian materi SII berasal dari buku-buku yang diterjemahkan oleh alumni Timur Tengah Misalnya buku Al Islam karya Sa’id Hawwa terjemahan Abu Ridho yang terdiri dari 3 seri digunakan sebagai sumber untuk pengetahuan dasar tentang Islam. Buku lain 209
Jimly Asshiddiqie, Bang Imad, hal 18-19 Ibid, hal 164. 211 Ini terjadi hampir disemua bagian dakwah kampus, untuk UI setiap fakultas juga menggunakan istilah yang berbeda-beda, ada yang menggunakan Studi Islam Terpadu (SIT), Forum Studi Islam (FSI) dan beberapa istilah lainnya. Wawancara dengan Dody Alumni Fakultas Teknik UI Angkatan 83. 210
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
96
adalah buku yang berjudul Allah juga karya Sa’id Hawwa, atau Buku Sayyid Qutub yang berjudul Jalan Islam yang bisa dikatakan sebagai penanaman jiwa perjuangan gerakan Islam. Sedangkan untuk komitmen terhadap pembangunan umat Islam diantaranya adalah buku 20 Prinsip Ikhwanul Muslimin karya Hasan Al Banna yang diterbitkan oleh Pustaka Salman. Mengingat pelatihan ini untuk melahirkan tokoh pendakwah dan mujahid Islam, rekrutmen kader dakwah dilakukan secara ketat melalui seleksi khusus dengan mempertimbangkan dua hal penting: (1) prestasi akademis yang mencerminkan daya intelektual dan (2) bakat kepemimpinan yang tinggi. Kedua hal itu mutlak diperlukan karena para kader dakwah akan menjadi pelopor perjuangan Islam di kampus dan masyarakat. Penggunaan buku-buku karya tokoh IM sebagai acuan dalam pelatihan menginspirasi Immaduddin untuk mengadopsi prinsip pembinaan IM. Imaduddin kemudian menggunakan model pembinaan usrah IM. 212 Aktivitas kajian rutin yang dilakasanakan di Masjid Salman ITB, mulai dilakukan di masjid-masjid kampus lain oleh alumni pelatihan Masjid Salman. Aktivitas ini berkembang menjadi gerakan dakwah kampus yang dilakukan di masjid-masjid kampus besar diantaranya seperti Arif Rahman Hakim di UI. Selain pembinaan di dalam kampus masing-masing, para aktivis dakwah kampus juga melakukan komunikasi
dengan
kampus-kampus
lainnya.
Komunikasi
inilah
yang
merupakan jaringan yang membawa mereka menyatukan ide dan metode dalam menyampaikan dakwahnya. 213 Pola pembinaan yang dijalankan Imaduddin melalui LMD/SII, dilakukan secara berkelompok dengan jumlah anggota 15-20 orang dan dibimbing oleh seorang mentor. Materinya disebut dengan Nilai-nilai Dasar Islam (NDI) dan kelompoknya diberi nama Usrah. 214 Materi NDI mencakup masalah tauhid 212
Hal inilah yang mempermudah masuknya pemikiran IM di awal tahun 1980 dan menarik sebagian gerakan dakwah ke pemikiran Ikhwanul Muslimin. 213 Wawancara dengan Aus Hidayat, Alumni angkatan 1980. 214 Metode pembinaan Sistem Usrah merupakan pola pembinaan yang dilakukan oleh
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
97
dalam kehidupan sehari-hari. Pola LMD dengan materi NDI dikembangkan secara masif dengan masjid Salman ITB sebagai laboratoriumnya dan diadopsi oleh para aktivis dakwah kampus lain dan diterapkan di masjid kampus masingmasing. 215 Pengembangan pelatihan yang dilakukan di berbagai masjid kampus mampu membentuk Gerakan Dakwah Kampus (GDK). GDK kemudian membentuk jaringan lokal antar masjid kampus di Indonesia. Jaringan tersebut antara lain jaringan masjid kampus UI, jaringan masjid kampus ITB, jaringan masjid kampus UGM, jaringan masjid kampus IKIP Bandung dan lain-lain. Jaringan inilah kemudian membentuk Networking antar GDK yang kemudian dikenal dengan Forum Silaturahim Aktivis Dakwah Kampus (FSLDK) di era tahun 1990an. 216 Terkait dengan program pendampingan masjid kampus yang dijalankan Dewan Dakwah melalui LDK yang ditopang oleh alumni-alumni Timur Tengah, Julie Cernov Hwang menyebutkan bahwa alumni Timur Tengah tersebut mengembangkan materi-materi yang disampaikan dalam pembinaan LDK seringkali menggunakan tulisan-tulisan Al Maududi, aktivis IM, seperti Al Banna dan Sayid Qutb, serta revolusioner-revolusioner Iran, seperti Ali Sariati dan Murthadha Muthahari. Namun, metode pembinaan Al Banna yang bertahap dan tertsruktur punya gema lebih besar dibandingkan yang lainnya. 217 Terkait dengan keterlibatan alumni Timur Tengah dalam program Bina Masjid Kampus, menurut Mashadi, tidak melinatkan semua alumni Timur Tengah. DDII memfokuskan alumni Timur Tengah untuk program pengiriman IM untuk kader-kader mereka. Sistem Usrah digunakan oleh IM sejak tahun 1939 menggantikan Sistem Katibah yang digunakan IM sejak tahun 1928 hingga tahun 1939. Perbedaan yang mencolok sistem Usrah dengan Katibah adalah secara jumlah, kalau sistem Katibah jumlahnya minimal 40 orang dan wajib diikuti minimal 40 kali oleh anggota IM, sedangkan Sistem usrah pelaksanaannya dilakukan setiap pekan dan terus menerus yang dikenal dengan tarbiyah madal hayah. 215 Jimly Asshiddiqie, Op.Cit. Wawancara Ustadz Mashadi. 216 Wawancara Ustadz Mashadi 217 Julie Chernov Hwang, Umat Bergerak, hal. 82.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
98
ulama dan da’i ke daerah-daerah di seluruh Indonesia dan beberapa dijadikan pimpinan DDII di daerah-daerah tersebut. Dalam perkembangan berikutnya jaringan alumni Timur Tengah ini dimanfaatkan oleh Gerakan Tarbiyah untuk mengembangkan jaringannya di seluruh Indonesia, di samping jaringan dakwah kampus. Alumni-alumni di daerah tersebut juga terlibat dalam dakwah kampus di perguruan-perguruan tinggi yang ada di daerahnya. Hal inilah yang membuat jaringan tarbiyah semakin kokoh. 218 Pada awal tahun 1980an, pembinaan LDK oleh kader-kader Dewan Dakwah melalui program Bina Masjid Kampus mengalami diskontinuitas.219 Menurut Mashadi, aktivis DDII, faktor utama yang menyebabkan terjadinya diskontinuitas adalah kemandekan materi yang dikembangkan oleh Imaduddin yang hanya sebatas ketauhidan. Kondisi ini dimanfaatkan oleh
Hilmi
Aminuddin 220 dan kawan-kawan, untuk melanjutkan pembinaan. Kemudahan kelompok Hilmi masuk ke dalam dakwah kampus menurut Mashadi karena adanya konsistensi materi yang diberikan antara NDI Imaduddin dengan materi yang diberikan oleh Hilmi Aminuddin yang juga mengadopsi pola pembinaanya IM. Faktor yang membedakan dengan Imaduddin, Hilmi mengadopsi bukan hanya metode, namun juga struktur, dan materi pembinaan. 221 Penulis melihat bahwa Imaduddin merupakan peletak dasar gerakan dakwah kampus dan
Hilmi Aminuddin membangunan dakwah kampus.
Kemudahan ini karena apa yang dibangun oleh Imaduddin berpangkal pada pola pembinaan IM dan Hilmi Aminuddin melakukan pembinaan dengan pola yang sama. Sejak saat itu Gerakan Tarbiyah muncul sebagai sebuah gerakan sosial keagamaan dengan tokoh utama Hilmi Aminuddin, Salim Segaf Al Jufri, Encep
218
Wawancara Ustadz Mashadi Imdadun Rahmat, Ideologi Politik PKS, hal 30. . 220 Sitaresmi S Soekanto, Pemenangan Pemilu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Indonesia 1999-2009 dan Adelet Ve Kalkinma (AKP) di Turki 2002-2007: Studi Perbandingan, Disertasi Fakultas IlmU sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012. 221 Wawancara Ustadz Mashadi 219
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
99
Abdusyakur dan Abdullah Baharmus. Gerakan Tarbiyah ini merupakan gerakan yang terilhami gerakan pemikiran IM. 222 Kondisi ini seperti juga yang dijelaskan oleh Aktivis Dakwah Kampus tahun 1980an awal, Suhaedi Muhammad, mengatakan bahwa para aktivis dakwah kampus pada awalnya mengikuti pengajian di rumah Ruslan Effendi, yang dikenal dengan Ustadz Lani. Materi yang disampaikan
sama seperti
pengajian majelis ta’lim terkait dengan masalah ketauhidan. Kemudian ia mengaji dengan Hilmi Aminuddin dengan materi yang diberikan sama, berbeda dalam cara penyampaiannya yang lebih terstruktur. Materi tersebut terus berkembang dengan lebih koprehensif tidak hanya menyentuh masalah ketauhidan namun masalah-masalah Islam yang lain. Misalnya Al Quran, Hadits, Sirah, dan Pengembangan Diri. Lebih lanjut ia menyebutkan bahwa perkenalannya dengan pengajian yang diberikan oleh Hilmi Aminuddin, melalui seorang penghubung yaitu Taufik Bachtiar. 223
Ia kemudian mengaji di dua
tempat. Ternyata materi yang disampaikan oleh
Hilmi Aminuddin yang
mengacu pada sistem pengajaran Al Banna, sistem tarbiyah, lebih terstruktur dan materi yang diberikan juga bertahap. Para aktivis dakwah kemudian lebih memilih mengaji di Ustadz Hilmi dengan alasan materi yang disampaikan lebih terstruktur. 224 Materi ini dikenal dengan rasmul bayan. 225 Data baru yang penulis peroleh terkait dengan perkembangan Gerakan Tarbiyah, ternyata yang menjadi sasaran dakwah para pendahulu tarbiyah bukan hanya perguruan tingi umum, namun juga perguruan tinggi agama.
Dari
keempat tokoh awal tarbiyah yang disebut di awal, Hilmi aminuddin yang mengenalkan pemikiran IM ke para aktivis dakwah kampus. Dari kedua tempat 222
Terkait dengan pembahasan proses transmisi pemkiran Timur Tengah ke Indonesia lihat tulisan Imdadun Rahmat, Ideologi Politik PKS: Dari Masjid Kampus ke Parlemen, Yogyakarta: LkiS, 2008. 223 Informasi yang sama penulis peroleh dari sumber-sumber wawancara lain para aktivis tarbiyah awal tahun 1980an. 224 Wawancara dengan Suhaedi Muhammad 12 Juni 2013. Pukul 07.30 melalui telefon. Alumni Fisika UI angkatan 1982. 225 Lihat Lampiran contoh rasmul bayan.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
100
tersebut Hilmi memperoleh hasil yang berbeda. Di IAIN Syarif Hidayatullah, Hilmi mampu merekrut kader-kader awalnya,
namun tidak
mampu
mengembangkan jaringan ke dalam kampus. Tokoh awal yang berhasil Hilmi rekrut di IAIN adalah Yoyoh Yusroh, Dani Anwar, dan Edy Juhendi. 226 Faktor yang mendorong ketiga tokoh tersebut masuk ke dalam Gerakan Tarbiyah salah satunya adalah karena mereka anggota PII, mereka masuk bersama gerbong PII. 227
Ketiga tokoh tersebut sukses dalam dakwah di masyarakat. Di
Universitas Indonesia, Hilmi memperoleh “pohon” yang menghasilkan “buah” yang banyak, tokoh awal dikampus UI, adalah Suharna. 228 Aktivitas ini dilakukan Hilmi diawal tahun 1980an. 229 Kader-kader Gerakan Tarbiyah terus melakukan penetrasi baik di kampus, maupun di sekolah-sekolah. Efek yang muncul dari penetrasi ini, yang cukup terlihat, adalah semakin meningkatnya jumlah muslimah yang mengenakan Jilbab di kampus maupun di sekolah-sekolah
di akhir tahun
1980an. Represifnya pemerintah Orba terasa pula dampaknya pada kehidupan beragama pelajar dan mahasiswa. Peraturan yang ketat berupa larangan mengenakan jilbab di sekolah negeri menyebabkan banyak siswa SMA Negeri, khususnya di Jakarta,
yang dikeluarkan dari sekolah, kemudian ada juga
mahasiswa yang batal memperoleh beasiswa karena fotonya mengenakan Jilbab. 230
226
Ketiga tokoh ini berhasil di rekrut Hilmi dari IAIN, namun tidak mengembangkan dakwah di IAIN lebih mengembangkan dakwah di Masyarakat. Yoyoh Yusrah (Almarhummah) kemudian menjadi anggota dewan PKS dari wilayah Depok sedangkan Dani Anwar menjadi anggota DPD RI daerah pemilihan DKI Jakarta dan pernah menjadi Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta bersama Adang Dorodjatun yang diusung PKS. Sedangkan Edy Juhendy Aktif sebagai pegawai negeri di wilayah Depok. 227 Wawancara dengan Ustadz Mashadi Aktivis DDII, Aktivis PII dan Aktivis Gerakan Tarbiyah. 228 Suharna merupakan salah satu aktivis gerakan Tarbiyah yang kemudian aktif di PKS dan pernah menjadi Menteri Riset dan Teknologi pada masa kabinet SBY yang kedua. 229 Dialog dengan bidang kaderisasi Gerakan Tarbiyah, dengan Abu Surkim. Dilakukan di Rumah Kader Tarbiyah, pada 5 April 2013, pukul 17.30 230 Kajian ini sudah dilakukan oleh Herlambang, Mahasiswa Program Studi Ilmu Sejarah
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
101
Faisal salah seorang mantan aktivis dakwah sekolah menyebutkan bahwa momentum yang paling berkesan baginya dan menguatkan dirinya untuk menjadi seorang muslim yang baik adalah ketika momentum kenaikan kelas 1 ke kelas 2. Saya mengikuti acara yang diadakan oleh kerohanian Islam sekolah lain, yaitu kemping ke puncak. Ia baru menyadari bahwa itu sebenarnya adalah acara rekrutmen aktivis dakwah, yang dikenal dengan daurah rekrutmen. Lebih jauh ia mengatakan bahwa Ada tiga momen penting yang membuat saya enjoy di acara tersebut, pertama acara kemping, melaui out bond dan ini hal baru bagi saya. Kedua pemberian materi tentang keislaman, baik secara kognitif maupun afektif. Ketiga, momen ini disertai oleh teman-teman saya, sehingga saya tidak sendiri. Mereka juga cukup antusias. 231 Faktor yang mendorong aktivis dakwah kampus masuk dan aktif dalam gerakan tarbiyah ada beberapa faktor. Pertama, mulai dari metode penyampaian materi dan Kedua keteladanan para mentor yang megaplikasikan materi-materi yang diberikan. Hal inilah yang mendorong para aktivis masuk ke dalam jaringan tarbiyah. Terkait dengan faktor penyampaian materi seorang aktivis Gerakan Tarbiyah yang berasal dari kalangan NU, Abdullah Muaz, menyebutkan bahwa yang menarik dia untuk masuk ke dalam Gerakan Tarbiyah adalah metode penyampaiannya. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa Hal yang menjadi renungan pribadi saya, kenapa saya mengaji dari SD, SMP sampai SMA tidak pernah sedikit pun ada keinginan untuk mengamalkan ilmunya, tidak ada yang tersentuh, hanya retorika semata dan permainan kalimat. Padahal saya mendatangi semua pengajian, mulai Angkatan 2005, dengan Judul Kasus Pelarangan Jilbab di Sekolah-sekolah Negeri di Jakata. Dari sumber wawancara kasus ini menimpa aktivis Gerakan Tarbiyah, Lediya Hanifa, di SMA Negeri 68 Jakarta, yang kemudian menjadi Mahasiswa Universitas Indonesia Angkatan 1987, Program Studi Kimia FMIPA . 231 Wawancara dengan Faisal, Aktivis Rohis SMA 68, angkatan 84.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
102
dari tabligh akbar, pengajian masjid, melihat di televisi, mendengar di radio. Namun setelah saya mengikuti rohis di SMA saya, kemudian mengikuti pengajian yang diisi oleh kakak kelas saya, yang sama-sama pakai celana abu-abu, kok memperoleh kesejukam, kok memperoleh ketenangan, kok termotivasi. Ternyata metode tadzabur Al Quran yang disampaikan kakak kelas saya ini membuat saya tertarik. Ia membacakan ayatnya, kemudian diartikan, dan dicontohkan aplikasinya dalam seharihari. Akhirnya saya tahu kalau pakai kerudung itu perintah Al Quran dari sini, bukan perintah kiai atau ulama. Di NU saya tidak peroleh, ngaji 2 jam hampir nggak ada ayat yang masuk. Pengembangannya NU itu Ruhbaniyah, kependetaan, halal haram kata kiai, benar salah kata kiai. Metode tadaburlah yang menarik saya. 232 Hal yang sama diungkapkan oleh Dody, aktivis tarbiyah tahun 1983, ia mengatakan bahwa pengenalannya terhadap Gerakan Tarbiyah berawal dari aktivitasnya di rohis SMA-nya. Pengalamannya di rohis membuatnya tertarik dengan aktivitas-aktivitas Islam yang ada di kampus. Awalnya ia mengikuti LDK HMI, ia memperoleh ghirah (semangat) keislaman, namun pasca LDK ia tidak mendapatkan tindak lanjut. Ia kemudian terdorong untuk mencari di luar. Ia mengikuti semua pengajian yang ada, misalnya Sekoci (Ibnu Sungkar), HTI (Abdurrahman Al Baghdadi di Bogor), dan Gerakan Tarbiyah (Hilmi Aminuddin). Dody menjelaskan lebih lanjut bahwa yang membedakan pengajian yang ada dengan tarbiyah terletak pada metode penyampaian materi yang diikuti bagaimana mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. 233 Hal senada juga diungkapkan oleh Dwi F.(Mantan ketua IPM Depok) keterlibatannya dengan gerakan tarbiyah awalnya hanya ikut-ikutan mengaji bersama teman-teman rohisnya di SMA 28. Ia serius mengikuti pengajian 232
233
Wawancara dengan Ustadz Abdullah Muaz, tanggal 31 Maret 2013, di kantornya pada pukul 09.30 -10.30. Abdullah Muaz merupakan salah satu tokoh yang terlibat pembentukan lembaga pendidikan Formal Nurul Fikri. Dialog dengan Dody Aktivis Tarbiyah angkatan 1983, tanggal 18 Mei 2013 pukul 17.00
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
103
tarbiyah setelah
kuliah di UI.
Namun sebelumnya ia pernah mengikuti
pengajian yang dilakukan N11 (N sebelas) sebutan untuk NII. Menurutnya pemahaman Islam yang syumul (menyeluruh) baru didapatkan dari tarbiyah. 234 Pada awalnya, saya mengikuti Gerakan Tarbiyah hanya diajak-ajak oleh teman sewaktu SMA, waktu itu saya sekolah di SMA 28. Saya tidak aktif di Rohis, namun karena saya dari keluarga Muhammadiyah, dan sudah tertanam nilai-nilai Islam dari Muhammadiyah, sehingga kecenderungan ke Musholla untuk sholat tetap kuat. Dari situlah saya mulai diajak-ajak anak-anak rohis untuk ikut pengajian. Ketika ikut pengajian di tarbiyah inilah pemahaman saya tentang Islam terpenuhi dan hal ini tidak saya peroleh di Muhammadiyah. Istilahnya ketika saya di Muhammadiyah, Islam itu ya Muhammadiyah. Setelah saya mengenal tarbiyah saya baru memahami bahwa Islam itu syumuliyah, bukan hanya shalat dan ibadah makhdlah saja. Jadi ketika saya di Muhammadiyah, Islam baru dilihat pintunya belum terlihat secara keseluruhan, itu pun sudah bagus, baru setelah di tarbiyah saya bisa melihat rumahnya secara utuh.. 235 Hal lain yang mendorong semakin meningkatnya jumlah pendukung Gerakan Tarbiyah adalah keteladanan tokoh, masuknya tokoh-tokoh pergerakan yang ada pada masa itu ke Gerakan Tarbiyah membuat “gerbong” mereka ikut masuk bersama tokoh-tokoh mereka. Hal ini dirasakan oleh Abdullah dan Dwi F. Abdullah menjelaskan bahwa ketika di awal mengikuti rohis di SMA ada perbedaan cara penyampaian materi yang awalnya hanya tadzabur Quran baru kemudian di tahun kedua SMA, ia mendapatkan materi yang lebih komprehensif tak sebatas tadzabur, namun lebih tertata dan terstruktur mulai dari pemahaman materi yang paling dasar dan pemberian materi berdasarkan rosmul bayan (materi panah). Materi-materi yang diberikan masih dalam bahasa Arab dengan bentuk Rosmul Bayan dan para mentor yang menjelaskan materi-materi tesebut
234 235
Wawancara dengan Dwi F. di rumahnya, pada 31 Maret 2013 Puku 11.15 sd. 11.50 Wawancara dengan Dwi F.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
104
dalam bahasa Indonesia. Para Mentor dalam hal ini mempunyai kewenangan penuh atas materi yang diberikan. 236 Maksud dari pernyataan ini para mentor punya kewajiban tersendiri untuk mampu menyampaikan materi dengan baik, oleh karena itu ia harus mencari maraji/ sumber-sumber bagi materi yang akan diberikan. Tentunya hal ini akan membuat target penyampaian materi akan berbeda antara satu mentor dengan mentor yang lain. Oleh karena itu tokoh Gerakan Tarbiyah kemudian menata pedoman bagi penyampaian materi tarbiyah, sehingga memunculkan manhaj T1 dan T2, yang merupakan manhaj Gerakan Tarbiyah yang pertama. Walaupun Hilmi Aminuddin menyebutkan bahwa Gerakan Tarbiyah di mulai pada awal tahun 1980, 237 namun penyempurnaan manhaj awal tarbiyah terus dilakukan oleh Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah hingga tahun 1982-1983. Di tahun inilah kemapanan gerakan tarbiyah semakin terbentuk. 238
3.2.
Dari Jaringan Lokal ke Jaringan Transnasional Di subbab awal disebutkan bahwa Himi Aminuddin berhasil masuk ke
dalam jaringan dakwah kampus dan mampu mengembangkan dakwah kampus secara menyeluruh yang kemudian membentuk jaringan Gerakan Tarbiyah secara nasional. Jaringan yang dikembangkan tidak lagi sebatas jaringan antar masjid kampus namun sudah membentuk jaringan aktivis dakwah kampus secara nasional. Jaringan inilah kemudian membentuk networking antar LDK yang kemudian dikenal dengan Forum Silaturahim Aktivis Dakwah Kampus (FSLDK) di era tahun 1990an. 239 Terkait dengan pengaruh IM dalam tubuh Gerakan Tarbiyah, Greg Fealy berpendapat bahwa pengaruh gerakan IM di Indonesia meningkat pesat pada 236
Manhaj Materi Tarbiyah T1 dan T2 yang diberikan hingga tahun 1994 Wawancara Abu Surkim 238 Hal ini diungkakan oleh beberapa nara sumber yang penulis peroleh, misalnya Mashadi dan Suhaedi Muhammad. 239 Wawancara Ustadz Mashadi 237
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
105
tahun 1970an dan awal tahun 1980an.
Greg mengutip pernyataan Rahmat
Abdullah, aktivis Tarbiyah, yang menyebutkan bahwa banyak kalangan muda muslim tertarik dengan model pembinaan IM yang menawarkan pendekatan baru dalam kegiatan dakwah Islam melalui halaqah dan usrah yang menekankan ketaatan pada kewajiban ritual, rasa saling tolong-menolong, mengkaji pengetahuan Islam dan melakukan aktivitas sosial berupa layanan bagi masyarakat yang membutuhkan. 240 Namun bagi Mashadi, Gerakan Tarbiyah bukan sekedar mengadopsi pemikiran dan pola pembinaan IM. Melainkan mereka merupakan sebuah Tanzim IM yang ada di Indonesia. Tumbuh kembangnya IM di Indonesia menurutnya karena adanya relasi ideologis yang memiliki kesenyawaan antara DDII dengan Gerakan Tarbiyah. DDII dan Gerakan Tarbiyah secara ideologis tidak berbeda, misi mereka sama-sama melanjutkan dakwah. Hal ini pula yang memudahkan Gerakan Tarbiyah cepat tersebar di seluruh Indonesia karena memanfaat jaringan DDII yang sudah ada. Ia juga menyebutkan bahwa paa tahun 1982, Moh. Natsir menjadi anggota kehormatan Masyumi. 241 Terkait pengembangan jaringan Gerakan Tarbiyah ke seluruh wilayah Indonesia, menurut Greg Fealy berawal dari penetrasi yang dilakukan oleh Gerakan Tarbiyah ke dalam kampus-kampus, salah satunya STAN (sekolah Tinggi Admnistrasi Negara. Di kampus ini Gerakan Tarbiyah cukup berkembang dengan pesat di paruh akhir 1980an. Alumni STAN ditempatkan pemerintah hampir di seluruh wilayah Indonesia, dan Gerakan Tarbiyah mengakses alumnialumni STAN yang telah menjadi kader tarbiyah ketika kuliah dan kemudian bertugas di daerah-daerah sehingga memudahkan gerakan ini tersebar ke seluruh kampus di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. 242 Pengaksesan bukan hanya terhadap alumni STAN, namun juga alumni-alumni perguruan tinggi 240
Greg Fealy dan Anthony Bubalo, Op.Cit. hal.112. Wawancara Mashadi. 242 Greg Fealy dan Anthony Bubalo. Jejak Kafilah, Pengaruh Radikalisme Timur Tengah di Indonesia. Mizan, hal. 112 2007. 241
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
106
lainnya yang bekerja dan tersebar di berbagai daerah. Hal tersebut didukung pula oleh program pengiriman da’i dan ulama DDII ke daerah-daerah. Dai dan ulama ini merupakan alumni-alumni Timur Tengah. Untuk menilik pola masuknya pemikiran IM ke Indonesia, kita memperhatikan sejarah perkembangan Islam di Indonesia. Pola masuknya pemikiran gerakan Islam dari Timur Tengah ke Indonesia adalah melalui para alumni pendidikan dari Timur Tengah.
Beberapa alumni berkenalan dan
mendalami pemikiran gerakan Islam yang ada di Timur Tengah, kemudian pemikiran tersebut di bawa ke Indonesia dan menyebarkannya kepada komunitas mereka melalui gerakan dakwah. Hal inilah yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan
dengan gerakan dakwah Muhammadiyah dan K.H. Hasyim Ashari
dengan Nahdlatul Ulamanya.
Meskipun kondisi kekinian mengalami
perkembangan pola yang semakin kompleks, namun alumni Timur Tengah masih menjadi transmitor utama bagi penyebaran pemikiran gerakan Islam kontemporer Timur Tengah ke Indonesia. 243 Imdadun Rahmat dalam penelitiannya tentang transmisi gerakan Islam Timur Tengah ke Indonesia menyebutan ada 3 pola penyebaran pemikiran Islam dari Timur Tengah ke Indonesia. 244 Pertama, perpindahan orang-orang (human movement), baik orang-orang Timur Tengah yang datang ke Indonesia, maupun orang-orang Indonesia yang datang ke Timur Tengah untuk belajar dan kemudian kembali lagi ke tanah air dan menyebarkan ide-ide islamisme yang didapatkan dari tempat ia belajar. Kedua, Melalui dunia pendidikan dan dakwah (education dan propagation) yang dibantu dan didanai oleh pihak-pihak di Timur Tengah. Ketiga melalui penerbitan buku-buku dan pemanfaatan teknlogi informasi. Imdadun melihat bahwa untuk transmisi Gerakan Tarbiyah lebih cenderung dipegang oleh alumni Timur Tengah. Mereka berperan besar dalam 243
Yon Machmudi, Op.Cit. Imdadun Rahmat, Ideolog Politik PKS: dari Masjid Kampus ke Panggung Parlemen, Yogyakarta: LKiS: 2008, hal. 85
244
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
107
membawa pemikiran IM secara lebih utuh ke dalam gerakan dakwah kampus yang telah lebih dahulu eksis dan membutuhkan sandaran untuk gerakannya. Intensitas peranan alumni Timur Tengah dalam Gerakan Tarbiyah sangat tinggi dalam mendorong penyebaran pemikiran dan Manhaj IM ke dalam dakwah kampus. 245 Jadi persentuhan gerakan dakwah kampus dengan kelompok Hilmi Aminuddin merupakan langkah awal interaksi jaringan lokal dega jaringan tranasnasional. Dari data yang penulis peroleh, pengiriman mahasiswa-mahasiswa Indonesia ke Timur Tengah dilakukan melalui beberapa jalur, pertama adalah jaringan lembaga, cotohnya Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia yang bekerja sama dengan pemerintah Arab Saudi. Kedua, perorangan, melalui hubungan antar alumni. 246 Hal senada diungkapkan oleh nara sumber yang penulis gali informasinya bahwa: Untuk bisa kuliah ke Timur Tegah harus ada rekomendasi dari tokohtokoh yang mempunyai hubungan dengan Timur Tengah atau alumni dari universitas yang ingin kita tuju. Saya ini dikirim atas rekomendasi Kiai Haji Achmad Syaichu, Yayasan Islam Ithihadul Mubalighin dari kalangan NU sedangkan untuk DDII dikelola oleh Dewan Dakwah. 247
Hal senada juga disebutkan oleh Hilman Roshad Shihab bahwa Kuliah saya di Madinah berawal dari ketidak sengajaan. Pada waktu itu ada Syaikh dari Madinah, yang diantar oleh mahasiswa S2 Universitas Madinah, mencari alumni Madinah di Garut. Mereka kemalaman, kemudian singgah di pesantren ayah saya. Kami menjanjikan untuk 245
Ibid. Wawancara Aktivis Gerakan Tarbiyah Alumni Timur Tengah, Angkatan Tahun 1980, Ali F Piyar, M.A., Lulusan S1 dari Universitas Madinah dan S2 Universitas Ummul Quro Mekkah, pada Ahad 14 April 2013, di Rumah Jl. H Alif II Kukusan Beji Depok. 247 Ibid. 246
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
108
mengantar besoknya ke tempat yang dituju, ternyata pesantren sudah diliburkan, akhirnya mereka menyeleksi santri di pesantren ayah Saya. Beberapa santri terpilih, saya ikut di tahun berikutnya. Kami mengawali kuliah di LIPIA, baru kemudian ke Madinah 248 Tokoh yang berperan dalam membawa pemikiran IM sebagai suatu pemikiran transnasional yang kemudian membuka jaringan baru adalah Hilmi Aminuddin, Salim Segaf Al Jufri, Abdullah Baharmus dan Acep Abdusyakur. 249 Mereka adalah alumni-alumni Timur Tengah yang menjadi empat tokoh awal gerakan tarbiyah. Mereka umumnya berasal dari Universitas Madina di Saudi Arabia. Hal ini dalam pandangan penulis merupakan awal interaksi jaringan lokal gerakan dakwah kampus bersentuhan dengan jaringan transnasional IM. Hilmi membuat jaringan tersendiri untuk mampu masuk ke gerakan dakwah kampus dan kesempatan itu terjadi di awal tahun 1980an. Kampus yang ia sentuh bukan hanya kampus-kampus umum, namun termasuk juga kampus berbasis agama, seperti IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan murid pertamanya adalah Yoyoh Yusroh. Namun perkembangan gerakan ini di IAIN tidak sesukses di Universitas Indonesia (UI) yang kemudian memunculkan tokoh-tokoh awal Gerakan Tarbiyah di kampus UI, diantaranya adalah Suharna. 250 Hubungan yang intensif dengan alumni Timur Tengah ini akhirnya mengubah nama gerakan usrah menjadi Gerakan Tarbiyah. Terkait dengan proses perekrutan dan pembinaan di kampus UI, kader Tarbiyah angkatan awal 1980an menyebutkan bahwa awalnya mereka adalah para aktivis dakwah kampus yang sebelumnya sudah ikut pembinaan di masjid kampus. Keterlibatan mereka ke dalam kelompok pembinaan yang diisi oleh 248
Wawancara Aktivis Gerakan Tarbiyah Alumni Timur Tengah, Angkatan Tahun 1980, Hilman Roshad Shihab. Kamis 6 Juni 2013, pukul 13.30. Alumni S1 dari Universitas Madinah 249 Wawancara dengan Sitaresmi. Aktivis kampus angktan 1984, tanggal 31 April 2011, pukul 15.00 250 Wawancara dengan kader Tarbiyah Abu Surkim ia sebagai struktural dalam gerakan Tarbiyah di bidang kaderisasi.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
109
Hilmi Aminuddin, dilakukan melalui penghubung-penghubung tarbiyah. Seperti yang disebutkan dalam dialog penulis dengan salah seorang aktivis tarbiyah di awal tahun 1980an. Kami dulu adalah aktivis kampus dan sudah liqo dengan ustad Lani setelah sebelumnya oleh Kang Aus kami di syahadat ulang. Kemudian ada orang yang mengajak kami untuk Liqo dengan Ustadz Hilmi. Waktu itu
penghubung
kami
adalah
Taufik
Bachtiar,
kami
akhirnya
dipertemukan dengan Ustadz Hilmi. Disitulah kami liqo tarbiyah pertama kali dan medapatkan materi-materi dengan rasmul bayan. Kami baru sadar kalau kelompok sebelumnya yang kami ikuti adalah kelompok N11. Mereka pun pada tahap berikutnya bergabung dengan kalangan tarbiyah dengan membawa gerbong-gerbong mereka. 251 Pola pembinaan usrah yang dikembangkan oleh Imaduddin sejak tahun 1974 bisa dikatakan telah mampu membentuk jaringan lokal antar masjid kampus di Indonesia, yaitu UI, IPB, ITB, UGM, USU dan UNHAS. Kemudian dilanjutkan pembinaanya oleh kalangan tarbiyah. Proses peralihan ini terjadi perubahan pola pembinaan, namun terjadi pengembangan materi-materi dari NDI dengan materi-materi tarbiyahnya IM. Ketika kondisi politik Orba yang semakin represif terhadap gerakan Islam dan mulai adanya penumpasanpenumpasan gerakan yang dianggap mengganggu stabitas nasioal, seperti GPK Lampung yang disebut sebagai gerakan usrah, kelompok Hilmi mengubah nama gerakan usrah menjadi Gerakan Tarbiyah. Perubahan Gerakan Usrah ke Gerakan Tarbiyah yang dilakukan oleh Hilmi Aminuddin dalam analisis penulis merupakan awal perubahan dari jaringan lokal menjadi jaringan transnasional yang unik. Berdasarkan teori transnasional yang di kembangkan David Kowalewski 251
menyebutkan bahwa
Dialog dengan Suhaedi Muhammad. Hal ini disetujui juga oleh Bang Ichal, Alumni Fisika 1982. yang ternyata dia sekelompok dengan aktivis tarbiyah lainnya seperti Saurium Fisika 79, Musholi Fisika 78 dan Suharna Fisika (78?).
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
110
gerakan trasnasional merupakan suatu organisasi yang anggotanya berasal dari berbagai negara yang mengorganisasi dan memperluas pengaruhnya dari satu tempat. IM memang mengorganisai dari satu tempat Mesir oleh seorang muroqib am. Namun menurut Mashadi sifatnya lebih cenderung konfederasi bukan sebagai organisasi dan kontrol yang dilakukan kontrol struktural. muroqib am mempunyai kewenangan sebagai penengah jika konflik di dalam organisasi muncul. Jadi muroqib am cenderung berfungsi sebagai penengah. Kesamaan di antara cabang-cabang IM terletak pada panduan pembinaan nilai-nilai kader yang baku.
Sehingga Seorang muroqib am tidak memiliki kewenangan
intervensi secara langsung. Di Indonesia Gerakan Tarbiyah memiliki sendiri mursyid am.
252
Untuk kasus Indonesia, misalnya intelektual-intelektual Gerakan
Tarbiyah mengambil ijtihad sendiri untuk terjun ke dalam dunia politik. Mereka melalui musyawarah menetapkan untuk membentuk partai politik setelah sebelumnya mereka menyebarkan kuesiner ke kader-kader mereka. 253 Terkait dengan politik Al Banna sendiri menyatakan bahwa politik adalah wilayah yang boleh dimasuki selama dimanfaatkan untuk kebaikan masyarakat. Dari data yang terkumpul, penulis berasumsi ada perubahan dari jaringan lokal yang digerakan antar masjid kampus ke jaringan transnasional karena ada interaksi yang memintas wilayah nasional, yaitu kelompok Hilmi Aminuddin dengan gerakan IM di Mesir. Peranan penting alumni Timur Tengah dalam Gerakan Tarbiyah yang dilakukan oleh Himi Aminuddin dan gerakannya dengan semangat barunya mereka memformulasikan model pendidikan di LDK dengan materi tarbiyah yang disampaikannya sehingga sistem pembinaan tarbiyah IM bisa diterima dan dikembangkan lebih jauh. Bahkan sampai sekarang sudah beberapa kali manhaj Gerakan Tarbiyah mengalami pembaruan. 254 Manhaj pertama yang dikembangkan oleh Hilmi Aminuddin dan kawankawan adalah Manhaj Gerakan Tarbiyah T1 dan T2. Penulis tidak menemukan 252
Wawancara dengan Mashadi dan kumpulan-surat-surat Yusuf Supendi. Sitaresmi S Soekanto, Pemenangan Pemilu..., Op.Cit. 254 Manhaj pertama adalah Manhaj Tarbiyah T1 dan T2, hingga yang sekarang adalah Manhaj Tarbiyah 1433 Hijriah. 253
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
111
angka tahun dan juga belum memperoleh informasi tentang angka tahun Manhaj itu di buat. Namun dari peserta awal tarbiyah di kampus UI, 255
diperoleh
informasi bahwa sejak awal ia sudah memperoleh materi berbentuk rasmul bayan. Pada saat itu baru 8 sampai dengan 10 materi pokok. Setiap materi pokok kemudian diturunkan dalam jabaran lebih detail kemudian menjadi materi T1 dan T2 yang berjumlah 94 materi. Aktivitas ini dilakukan pada tahun 1981-82. Jadi penulis memperkirakan di tahun itu pula Manhaj T1 dan T2 di buat, yaitu sekitar 1981-1982. Manhaj berikutnya berturut-turut adalah Manhaj Tarbiyah 1994, Manhaj 1421, dan Manhaj 1427 dan Manhaj 1433. 256 Manhaj Tarbiyah T1 dan T2 isinya masih sebatas materi tarbiyah Tingkat I dan Tingkat II. Materi ini bersumber dari materi pembinaan IM. Bisa dikatakan bahwa Manhaj ini menjadi dasar pembentukan kader tingkat 1 dan Tingkat 2 atau materi Tamhidi dan Muayyid. Oleh karena itu pengembangan Manhaj Tarbiyah T1 dan T2 ke Manhaj Tarbiyah 1994 terletak pada pengembangan materi tarbiyah. Materi-materi pokok semakin dikembangkan penjelasannya, misalnya materi tentang syahadat yang tadinya satu materi dikembangkan menjadi 6 materi mulai dari makna syahadat, bagaimana memahami syahadat, syarat diterimanya syahadat, hal yang membatalkan syahadat, arti kata dua kalimat syahadat, dan tahapan berinteraksi dengan dua kalimat syahadat. Hampir semua materi dijabarkan lebih detail dan terus bertahap. Hal lain adalah terlampauinya tahapan dakwah, yang dikenal dengan sebutan Mihwar, yaitu mulai dari Mihwar Tanzhimi dengan fokus pembentukan Syakshiyah Islamiyah ,(pribadi yang berwawasan Islam) dan Syahshiyah Da’iyah (pribadi yang memiliki kemampuan seorang dai). Manhaj Tarbiyah
1994
menekankan pada Mihwar Sya’bi dengan fokus membentuk Syakshiyah 255
Informasi penulis peroleh dari Suhaedi Muhammadi (aktivis tarbiyah angkatan 1982) bahwa ia mendapatkan mentoring langsung dari Ustad Hilmi. Sebelumnya para aktivis kampus ini mengaji bersama Ustadz Lani. Umumnya mereka sebelumnya bergabung dengan kelompok N11 bersama tokohnya Aus Hidayat dan Ihsan Tanjung. Setelah tokoh mereka bergabung dengan kelompok berfikrah IM, semua gerbong mereka ikut bergabung. 256 Lihat Manhaj Tarbiyah T1 dan T2, Manhaj Tarbiyah 1994, Manhaj Tarbiyah 1421 (buku 1-4 dan Buku A dan B), Manhaj Tarbiyah 1427 dan Manhaj Tarbiyah 1433.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
112
Ijtimaiyah (pribadi yang bisa hidup bermasyarakat). 257 Satu hal yang menarik penerapan Mihwar Sya’bi di Indonesia agak berbeda dengan di Mesir. Jika di Mesir bayan pembentukan yayasan-yayasan di bentuk di bawah IM, di Indonesia bayan
pembentukan yayasan-yayasan yang akan digunakan sebaga media
mereka untuk berinteraks dengan masyarakat diserahkan ke masing-masing kader. Tidak berada di bawah organisasi. 258 Sehingga muncullah berbagai yayasan yang dikelola oleh aktivis tarbiyah, misalnya Nurul Fikri 259 dan al Hikmah. 260 Perubahan dari Manhaj 1994 ke Manhaj 1421 lebih ditekankan pada perubahan Mihwar Sya’bi ke Mihwar Muassasi. Manhaj 1994 membekali para kader dakwah dan kader tarbiyah untuk berinteraksi dengan masyarkat, sedangkan Manhaj 1421 menekankan pada mihwar muassasi (keterlibatan dalam politik). Manhajnya berfokus kepada pembentukan syakshiyah yang berkafaah atau memiliki kemampuan sesuai dengan tuntutan institusi yang akan diisi oleh kadernya. Hal ini karena kader-kader tarbiyah membentuk sayap politik, Partai Keadilan. Perubahan manhaj tergambar pada materi-materi yang diberikan melalui daurah-daurah khusus, misalnya Materi Skill Komukasi Sosial dan Mempengaruhi Opini atau Kiat Sukses Mengelola Lembaga Zakat.261 Pembentukan manhaj dilakukan setelah mereka membentuk Partai Keadilan pada tahun 1998, yaitu pada tahun 2000. Bisa dikatakan bahwa pembentukan partai lebih karena ada kesempatan. Ini yang menyebabkan pula ketidak mampuan PK lolos dari ambang batas suara untuk mengikuti pemilihan uumum berikutnya. Lebih lanjut lihat pada subbab Bergerak Membangun Sayap Politik.
257
Manhaj Tarbiyah T1 dan T2 serta Manhaj Tarbiyah 1994. Wawancara Ustadz Abdullah Muaz. 259 Yayasan Nurul Fikri didirikan oleh alumni-alumni perguruan tinggi Umum, seperti Universitas Indonesia. Yayasan ini bergerak di bidang pendidikan umum dan pegembangan SDM. Misalnya pembentukan jaringan sekolah islam terpadu, bimbingan belajar, kursus-kursus, investasi SDM melalui Progra Pembinaan Sumber Daya Manusia Strategis (PPSDMS). 260 Yayasan Al Hikmah didirikan oleh alumni Timur Tengah, pengebangannya ke arah pendidikan yang berbasis keagamaan, misal Mahad Dirosah Islamiyah. 261 Manhaj Tarbiyah 1421. 258
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
113
Perubahan manhaj yang paling signifikan adalah perubahan Manhaj 1421 ke Manhaj 1427. 262 Latar belakang perubahan Manhaj ini adalah perubahan Mihwar Muasasi ke Mihwar Dauli (perubahan dari keterlibatan dalam politik menuju keterlibatan dalam pemerintahan). Perubahan ini sebagai respon masuknya para aktivis tarbiyah dalam bidang pemeritahan. Untuk itu perlu dibentuk suatu kader yang tidak meninggalkan kualifikasi lama namun antisipasi terhadap mihwar baru. Untuk itu diperlukan Manhaj yang mampu membentuk kader yang berkualifikasi sebagai 1. Para aktivis dakwah (rijalud da’wah) 2. Para pelayan dan pemimpin umat (rijalul ummah) 3. Para kader yang memiliki kapasitas untuk mengelola dan memimpin negara dengan segala institusinya. Hal inilah yang menjadi tujuan pengembangan Manhaj Tarbiyah 1421H menuju Manhaj Tarbiyah 1427 H. Sedangkan perubahan dari Manhaj Tarbiyah 1427 ke Manhaj Tarbiyah 1433 berupa penyempurnaan dan pengembangan dari Manhaj Tarbiyah 1427. Bagian-bagian yang belum dijelaskan secara detil di Manhaj 1427 dilengkapi di Manhaj 1433. Misalnya penambahan sarana tarbiyah yang sebelumnya hanya mengandalkan Tasqif ditambahkan sarana Nadwah. Perubahan cukup signifikan dari Manhaj 1433 terletak pada pemformatan ulang materi-materi di semua jenjang tarbiyah, terutama struktur materinya. 263 Dalam pengembangan jaringan, para aktivis awal LDK mempuyai peranan besar dalam membangun jaringan ke perguruan-perguruan tinggi seIndonesia. Jaringan alumni membangun tenaga-tenaga pendidik yang mampu mengisi ceramah
dalam pertemuan-pertemuan mereka. Para alumni Timur
Tengah inilah yang menanamkan pemikiran-pemikiran IM kepada aktivis LDK. Aktivitas ini semakin meningkat dan terus meningkat karena disokong oleh alumni-alumni baru Timur Tengah baik yang langsung mendapat pendidikan di
262 263
Lihat lampiran tabel perbandingan point-point penting manhaj 1421-1427 Lihat Lampiran Kurikulum Manhaj Tarbiyah 1427 dan Manhaj Tarbiyah 1433
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
114
Timur Tengah maupun mendapat pendidikan dari LIPIA. Generasi kedua alumni Timur Tengah misalnya Hidayat Nurwahid, Abdul Hasib dan Daud Rasyid Sitorus, generasi berikutnya Annis Matta, Aunurofiq dan Jazuli Juwaini.264 Terkait dengan alumni Timur Tengah, Mona Abasa menginformasikan dalam penelitiannya bahwa pada periode ini mahasiswa Indonesia di Mesir lebih banyak menyerap gagasan Islam fundamentalis. Pada masa itu menurut Abaza minat baca mahasiswa diorientasikan oleh Syaikh (dosen) yang mengajar pada pemikiran pemimpin IM, Sayid Qutub, Abu A’la Maududi, Ali Syariati dan Imam khomeini. 265 Kalau kita melihat kondisi politik Mesir pada masa itu sangat tidak memungkinkan IM melakukan aktivitas secara terbuka. Karena kebijakan politik rezim penguasa di Mesir, baik Naseer, maupun Sadat tidak memberi kesempatan terbuka bagi IM untuk mengembangkan aktivitasnya. Sehingga penulis kurang sependapat dengan pemikiran Mona Abaza. Proses persentuhan para mahasiswa Indonesia di Timur Tengah dengan pemikiran kaum revivalisme (gerakan pembaru Islam) tidak ditandai pergeseran orientasi belajar mereka. Kalau dikatakan adanya penguatan orientasi fundamentalis mahasiswa Indonesia di Timur Tengah bisa jadi ya. Sehingga untuk kasus Mesir,
agak sulit untuk
menerima pendapat bahwa mereka (IM) melaksanakan kegiatan terbuka yang dihadiri oleh mahasiswa-mahasiswa Indonesia karena memang penguasa Mesir tidak mengijinkan aktivitas tersebut. Dari data yang penulis peroleh melalui wawancara dengan aluni Timur Tengah, Ali Fikri dan Hilman Roshad, sepakat bahwa kontak mereka dengan aktivis gerakan IM tidak bisa dilakukan secara terbuka, cenderung dilakukan secara tertutup dan rahasia. 266 Bahkan Hilman Roshad menyebutnya sudah tidak ada dosen-dosen “berfaham” IM yang menyebarkan
pemikirannya secara terbuka. Kecenderungan yang muncul
masuknya pemahaman Wahabi pada mahasiswa yang kuliah di Saudi Arabia. 264
Op.Cit. Mona Abaza, Pendidikan Islam dan Pergeseran Orientasi,: Studi Kasus Alumni Al Azhar, Jakarta: LP3ES, 1999, hal 97 266 Wawancara dengan Ali Fikri dan Hilman Roshad Shihab. 265
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
115
Disebutkan lebih jauh oleh Ali Fikri bahwa untuk menghadiri suatu kajian yang dilakukan IM disebuah tempat, mereka tidak bisa hadir secara bersama-sama dalam jumlah banyak, mereka harus datang sendiri-sendiri dengan interval waktu tertentu atau maksimal berdua. 267 Ketertarikan mahasiswa dengan gerakan ini bukan ditawarkan secara langsung mengikuti kegiatan mereka. Secara konseptual mereka peroleh dari kuliah dan diikuti oleh pemahaman terhadap aktivitas figur tokoh yang dilihat keseharian dengan aktivitasnya yang menarik perhatian mahasiswa Indonesia. Pemahaman mereka tentang gerakan Islam diperoleh melalui kelas mata kuliah Firaq (aliran pemikiran). Para mahasiswa Indonesia yang tinggal satu gedung dengan tokoh IM, Syaikh Ali Juraisy, yang mendapat suaka politik dari pemerintah Arab Saudi 268 sangat terkesan dengan sosok tokohnya. Seorang doktor bidang hukum, hafizh Al-Quran, ditambah lagi sikapnya yang santun. Salah satu contoh upaya yang lakukan untuk mengadakan pendekatan terhadap mahasiswa Indonesia, mereka selalu menyapa dan mengajak mereka dalam satu aktivitas dengan cara santun. Misalnya untuk mengajak
berpuasa ia
melakukannya dengan cara bertanya; Fulan jika besok kamu puasa, buka puasanya di tempat saya yah. Ia tidak mengajak puasa secara langsung. 269 Kedua, melalui dunia pendidikan dan dakwah (education dan propagation) yang dibantu dan didanai oleh pihak-pihak di Timur Tengah. Imdadun kurang menjelaskan fungsi dari lembaga pendidikan ini. Penulis melihat, untuk Indonesia wujud dari ini adalah adanya lembaga pendidikan bantuan pemerintah Arab Saudi, yaitu Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) yang sebelumnya bernama Lembaga Pengajaran Bahasa Arab (LPBA). Lembaga pendidikan ini didirikan berdasarkan persetujuan Dewan Kerajaan Arab Saudi No. 5/N/26710 tertanggal 21 Dzulhijjah 1398, bertepatan dengan 22 November 1978. Pada awalnya lembaga ini hanya berfungsi seperti 267
Wawancara dengan Ali F Piyar M.A. Mereka pada umumnya adalah doktor-doktor dalam berbagai bidang ilmu. 269 Wawancara dengan Ali F Piyar M.A. 268
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
116
pusat kebudayaan yang mengajarkan bahasa Arab.
Baru pada tahun 1986
berubah menjadi LIPIA merupakan cabang dari Universitas Islam Muhammad Ibnu Sa’ud Riyadh Arab Saudi. Lembaga ini memiliki keistimewaan sendiri, sepertinya lepas dari peraturan undang-undang pendidikan nasional Indonesia. Kurikulum pendidikan yang diterapkan di LIPIA mengadopsi universitas induknya, jadi tidak mengikuti kurikulum yang diterapkan di Indonesia dan juga tidak mengadopsi sebagian dari kurikulum Indonesia. Sampai saat ini berdasarkan wawancara dengan alumni-alumni LIPIA, ijazah mereka tidak diakui di Indonesia. Namun karena sebagian besar dari mereka tidak beraktivitas formal, misalnya sebagai pegawai negeri, sehingga bagi mereka tidak bermasah. Para pengajar LIPIA 90 % didatangkan langsung dari Timur Tengah, khususnya dari Saudi Arabia, Palestina Syuriah, Sudan dan Mesir. Sisanya, 10% dipenuhi oleh pengajar dari Indonesia yang merupakan alumni-alumni dari Universitas di Arab Saudi, baik dari Makkah maupun dari Madinah. Misalnya kita bisa melihat sosok Dr. Hidayat Nurwahid 270 dan Dr. Salim Segaf Al Jufri 271. Dua tokoh ini pernah mengajar di lembaga ini dan mereka adalah lulusan dari Universitas Madinah sekaligus mereka adalah aktivis dan kader dari Gerakan Tarbiyah. Ketiga, melalui penerbitan buku-buku dan pemanfaatan teknlogi informasi. Peredaran buku-buku Islam dari Timur Tengah ke Indonesia semakin marak di akhir tahun 1970an dan awal 1980an. 272 Peredaran buku-buku dari Timur Tengah yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
273
sangat memudahkan masyarakat untuk mempelajari dan memahami gagasan dan pemikiran Islam Timur Tengah. Karya-karya yang banyak diterjemahkan umumnya adalah karya-karya dari tokoh pemikir IM.
Buku-buku tersebut
merupakan buku rujukan bagi pembinaan kader IM. Misalnya buku karya Said 270
Mantan Presiden PKS dan Mantan ketua MPRRI Periode 2004-2009 Tokoh awal Gerakan Tarbiyah, saat ini menjabar sebagai Menteri Sosial RI Kabinet SBY yang kedua, periode 2009-2014. 272 Greg Fealy dan Anthony Bubalo. Jejak Kafilah hal. 50-64 273 Malaysia lebih dahulu menerjemahkan buku-buku dari Timur Tengah. Ada sebagian buku-buku yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu Malaysia. 271
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
117
Hawwa yang berjudul Al Islam dan Allah yang diterjemahkan oleh Abu Ridha yang diterbitkan oleh penerbit Al Ishlahy Press, atau Buku 20 Prinsip Ikhwanul Muslimin Karya Hasan Al Banna yang diterjemahkan oleh Afif Muhammad yang diterbitkan oleh Pustaka Salman ITB, Qadhaya Asasiyah Dalam Dakwah Karya Syaikh Mustafa Mansyur diterjemahkan oleh Abu Ridho, dan buku yang cukup fenomenal dikalangan Gerakan Tarbiyah di awal tahun 1980 Ma’alim fi Ath Thariq karya Sayyid Qutb yang diterjemah menjadi Petunjuk Jalan oleh Rahman Zainuddin. Perkembangan sistem informasi yang begitu cepat meyebabkan pemanfaatan teknologi turut memudahkan masyarakat mengakses informasi terhadap gagasan revivalisme di Indonesia. Dalam proses transmisi dan penyebaran pemikiran IM di masa selanjutnya buku-buku dan media cetak memiliki peran yang cukup besar. Buku-buku tentang IM dan karya-karya tokoh IM telah banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Buku-buku semacam ini sangat mendominasi pasar buku Islam saat ini.
Bahkan buku-buku tersebut diterbitkan oleh penerbit-
penerbit yang secara ideologis sangat terkait dengan pemikiran gerakan Islam ini atau setidaknya mendukung perkembangan pemikiran IM.
Penerbit pertama
yang banyak menerbitkan buku-buku terjemahan IM selain Al Ishlahy Press dan Pustaka Salman Bandung, diantara yaitu Intermedia Grup, Gema Insani Press, Al Intishom, dan Robani Press. Untuk kondisi saat ini buku-buku IM bisa dikatakan didominasi penerbitannya oleh Intermedia Grup, baik Era Intermedia atau Adi Citra Intermedia, bahkan buku seri Taujihat Kader Intermedia. Terkait dengan penerbitan buku, Imdadun
diterbitkan oleh Era mengatakan bahwa
buku-buku tersebut diterbitkan oleh penerbit yang tidak seideologis dengan pemikiran gerakan Islam yang bukunya diterbitkan. 274 Untuk buku-buku Islam yang umum bisa jadi ya, namun untuk buku-buku yang terkait dengan pemikiran gerakan Islam tertentu, IM misalnya, hampir semuanya diterbitkan oleh penerbitpenerbit yang seideologis.
274
Imdadun, Op.Cit.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
118
Untuk buku-buku kajian ilmiah yang terkait dengan organisasi pergerakan Islam Timur Tengah maupun sayap-sayap gerakannya umumnya diterbitkan oleh penerbit luar atau bisa dikatakan tidak seideologis. Misalnya LKiS untuk buku Imdadun yang berjudul Ideologi Politik PKS: dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen. Atau buku Dilema PKS: Suara dan Syariah, karya Burhanuddin Muhtadi diterbitkan oleh KPG (kepustakaan Populer Gramedia). Atau Partai Keadilan Sejahtera: Ideologi dan Praktis Politik Kaum Muda Muslim Indonesia Kontemporer, karya Aay Muhamad Furqon yang diterbitkan oleh Mizan. 3.3.
Karakteristik Kaderisasi Gerakan Tarbiyah Kalangan Gerakan Tarbiyah berpendapat bahwa Islam merupakan agama
dakwah dan tarbiyah. Misi Islam yang dibawa oleh Muhammad Rasulullah saw adalah membebaskan manusia dari segala bentuk pengabdian kepada makhluk menjadi pengabdian kepada Allah semata. Oleh karena itu tugas setiap muslim adalah mendakwahkan misi Islam tersebut kepada semua orang dan mentarbiyahnya sehingga terjadi perubahan kepribadian dari waktu ke waktu menjadi lebih baik. Sejalan dengan itu dakwah Islam dalam pandangan Gerakan Tarbiyah mempunyai tujuan yang komprehensif 275yaitu 1. Mendapat ridha Allah Taala dengan memenuhi segala persyaratannya. Wujud dari nilai ini adalah capaian kompetensi dari materi-materi yang sudah diberikan yang terkait dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa contoh yang sederhana misalnya terkait dengan salimul Aqidah tidak bersumpah dengan selain Allah, misalnya dengan sumpah pocong. Pembuktian seperti itu suatu wujud pemahaman aqidah Islam yang buruk. Sedangkan untuk kompetensi Shahihul Ibadah kita mampu ihsan dalam thaharah (bersuci), misalnya kita tertib dalam berwudhu dan
275
Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah, Manhaj Tarbiyah 1433H, Jakarta:LKMT, 1433 H, hal 17
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
119
mengikuti rukun syahnya. Atau untuk komptensi Matinul Khuluk tidak berdusta atau tidak mengadu domba. 276 2. Membangun manusia muslim yang memiliki integritas moral, intelektual, serta fisik yang sehat dan kuat. Wujud dari implementasi capai nilai ini dalam kehidupan sehari-hari misalnya untuk kompetensi shahihul ibadah seorang kader harus bersemangat dan berkomitmen menjalankan sholat berjamaah. Untuk Mutsaqaful Fikri seorang kader memperluas wawasan diri dengan sarana-sarana baru, misalnya mengakses informasi melalui internet, surat kabar online. Qawiyyul Jismi setiap kader wajib mengikuti petunjuk kesehatan dalam tidur dan bangun tidur. 277 3. Mewujudkan
keluarga
teladan
yang
menghormati
norma-norma
kemanusiaan dan menghargai akhlaq sosial guna melahirkan generasi yang merdeka dan berbudaya. Nilai-nilai ini terwujudkan ketika seorang kader mengimplementasikan kompetensi salimul aqidah terkait dengan tidak mudah mengkafirkan orang. Untuk Nafi’un Li Ghairihi, setiap kader wajib melaksanakan hak-hak pasangannya, 278 misalnya seorang suatu menunakan hak istrinya atau seorang istri menunaikan hak suaminya sehingga keluarga tersebut menjadi keluarga teladan. 4. Membina masyarakat menuju kehidupan yang bersih, indah, dan berkomitmen untuk menyebarkan nilai-nilai kebajikan serta memerangi dekadensi moral dan perilaku penyimpangan. Implementasi dari tujuan ini terlihat dalam menjalankan komptensi Qawiyyul Jismi berupa aktivitas kader yang membersihkan perlengkapan makanan dan minumanya. Untuk berkomitmen menyebarkan nilai-nilai kebajikan serta memerangi dekadensi moral terlihat dalam implementasi kompetensi Matinul Khuluk yang berupa aktivitas kader yang mampu memenerima kritik dan penilaian
276
Ibid. hal. 112-113 Ibid. hal. 114-116 278 Ibid. hal. 130 277
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
120
5. Ikut menegakkan persatuan dan kesatuan bangsa dan menempatkannya di atas perbedaan suku golongn serta agama. Implementasi dari tujuan ini terlihat dalam menjalankan komptensi matinul Khuluq menerima dan menghargai uzur orang yang berbeda denganya, dala artian bekerja sama dalam sesuatu yang disepakati dan saling menghormati dalam suatu perbedaan, atau memuliakan teman dan tetangga. Berbaik sangka dengan orang yang berbeda dengannya. 6. Memelihara kemaslahatan Islam dan kaum muslimin serta memotivasi mereka untuk memelihara tanggung jawab bagi kedamaian dan kejayaan bangsa. Implementasi dari tujuan ini terlihat dalam menjalankan komptensi Matinul Khuluq dengan materi Permusuhan yang ada tidak melupakan jasa dan kebaikan orang. 7. Menyiapkan kader umat yang cerdas, terampil, dan bertaqwa serta siap berkiprah di semua lini kehidupan. Implementasi dari tujuan ini terlihat dalam menjalankan aplikasi komptensi-kompetensi yang ada dalm kehidupan keseharian. 279 Karkateristik khusus yang dimiliki Gerakan Tarbiyah terletak pada proses pengkaderan mereka yang dinamakan
Tarbiyah Islamiyah. Tarbiyah
Islamiyah merupakan sebuah proses penyiapan manusia yang shalih, yaitu agar tercipta suatu keseimbangan dalam potensi, tujuan, ucapan dan tindakan secara keseluruhan. Untuk itu kesuksesan sebuah dakwah dalam pandangan Gerakan Tarbiyah bisa tercapai jika dikerjakan secara berkesinambungan (al ‘amal al mutawashil ) dan dilakukan pembinaan sepanjang hayat (at Tarbiyah madal hayah). 280 Misi utama dakwah Gerakan Tarbiyah adalah melakukan perubahan (risalatut taghyir). Perubahan dalam kehidupan umat manusia yang sejalan dengan tuntutan Islam, baik pada tingkatan individu maupun pada tingkatan 279
Bandingkan dengan tujuan IM 1. Ibadah kepada Allah, 2.Tegaknya khilafah di muka bumi, 3.Saling mengenal sesama manusia, 4. Kepemimpinan dunia, 5. Menghukum dengan syariat. 280 Manhaj Tarbiyah 1433 jilid. 4, hal 18
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
121
kolektif, sehingga terwujud suatu tatanan kehidupan yang baik. Tarbiyah dalam upaya mewujudkan perubahan tersebut
Gerakan
bersandar pada
perubahan unsur manusianya, karena manusia merupakan unsur inti dalam kehidupan. Oleh karena itu Gerakan Tarbiyah menempatkan tarbiyah sebagai titik tolak dari semua aktivitas dakwahnya. Bagi Gerakan Tarbiyah,
kader
merupaka aset utama gerakan, maka out put utama dari tarbiyah ada pada kualitas kader yang dibentuk.
Jadi kekuatan Gerakan Tarbiyah sangat
tergantung pada pertumbuhan kadernya, baik secara kuantitatf maupun kualitatif. 281
Mereka memiliki perangkat yang komprehensif untuk mengontrol
perkembangan kade-kadernya. E. Shobirin, redaktur jurnal Taswirul Afkar, terkait dengan Gerakan Tarbiyah menyebutkan bahwa, kaderisasi dan penegakkan disiplin kadernya sulit untuk ditiru oleh semua organisasi masyarakat sipil lainnya di Indonesia. 282 Namun bukan berarti semuanya akan berjalan mulus, ada beberapa kader yang akhirnya tereleksi secara alami, mereka menyebutnya dengan istilah, futur. 283 Bentuk tarbiyah yang Tarbiyah Nukhbawiyah
284
dikembangkan oleh Gerakan Tarbiyah adalah
dan Tarbiyah Jamahiriyah 285. Melalui Tarbiyah
nukhbawiyah setiap kader berkewajiban untuk membangun dan terus memperbesar basis dukungan sosialnya. Unsur masyarakat yang mendukung gerakan dakwah adalah orang-orang yang secara sadar dan faham memberikan loyalitasnya kepada Islam dan dakwah Islam. Untuk itu basis dukungan sosial dakwah pun haruslah merupakan output dari proses Tarbiyah Islamiyah dalam bentuk yang lebih umum dan lebih luas. Hal ini dikenal dengan sebutan Tarbiyah 281
Ibid. hal. 19. Perhatikan lampiran tentang form kontrol aktivitas harian kader tarbiyah dan juga raport tabiyah 282 Tashwirul Afkar, no. 21 tahun 2007, hal. 6. 283 Futur dimaknai dengan degradasi/ penurunan, yang dalam tahapan berikutnya membuat mereka keluar dari jaringan tarbiyah. 284 Tarbiyah Nukhbawiyah merupakan proses pembinaan yang secara khusus menjadi tanggung jawab struktur Gerakan Tarbiyah mulai dari tahapan rekrutmen, pembinaan, penyeleksian dan peningkatan mutu kader. 285 Tarbiyah Jamahiriyah merupajan proses penyadaran dan pembinaan masyarakat secara umum dan masif. Tujuan dari Tarbiyah Jamahiriyah membentuk basis sosial pendukung dakwah dan juga sebagai bahan baku awal Tarbiyah Nukhbawiyah.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
122
jamahiriyah. Tarbiyah jamahiriyah sendiri merupakan suatu proses penyadaran dan pembinaan keislaman masyarakat secara umum dan masif melalui berbagai elemen struktur organisasi gerakan dakwah, lembaga-lembaga yang secara langsung atau tidak langsung dikelola organisasi gerakan dakwah ini.286 Sentuhan-sentuhan dengan masyarakat tidak bisa dihindarkan oleh kader tarbiyah ketika ia menjalankan Tarbiyah Jamairiah. Seorang kader tarbiyah melalui berbagai elemens struktur baik formal maupun non formal akan dimanfaatkan oleh setiap kader dalam merekrut kader-kader yang baru. Hal ini yang oleh Mashadi kadang kader lebih mementingkan lembaga atau organisasi dibandingkan tujuan dakwah itu sendiri, yang akhirnya muncul benturanbenturan atau gesekan-gesekan. Hal ini bisa terjadi karena pembinaan yang belum matang atau kontrol murabi yang lemah. Jadi apa yang dikatakan Shobirin di atas bisa jadi tidak berjalan dengan baik. 287 Untuk mencapai hal tersebut organisasi gerakan dakwah ini menerapkan manajemen dakwahnya melalui tiga aktivitas utama yaitu konsolidasi, edukasi dan ekspansi. Siklus kerja dakwah tersebut bekerja secara terus menerus. Konsep tersebut dalam rencana kerjanya dibuat dalam lima tahapan khusus yaitu 1. Konsolidasi 2. Pembinaan dan pelayanan 3. Penokohan dan perluasan 4. Pemenangan intikhab ‘am 5. evaluasi 288 Konsolidasi bagi Gerakan Tarbiyah merupakan suatu proses yang harus dilakukan secara cepat dan tepat. Bagi mereka ini merupakan tahap awal proses kerja, tanpa konsolidasi bagi mereka tidak akan ada kegiatan berikutnya. Setelah tahapan ini sudah menunggu proses kerja yang sangat penting, yaitu pembinaan dan pelayanan umat. Proses konsolidasi yang mereka lakukan bisa dikatakan 286
Manhaj Tarbiyah 1433 jilid. 4 hal 20. Wawancara Mashadi dan T.R. Wijaya. 288 Ibid, hal 21 287
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
123
hampir menyamai proses konsolidasi militer. Jaringan gerakan ini bekerja begitu cepat sehingga instruksi yang diberikan oleh para pemimpin mereka sangat cepat mencapai kader yang paling bawah sekalipun, sehingga konsolidasi dakwah mereka bisa dikatakan cukup solid. Bagi mereka jaringan adalah sarana konsolidasi paling efektif. Jaringan yang mereka gunakan adalah jaringan kelompok liqo/ halaqah tarbiyah. kelompok ini terbentuk melalui suatu proses pembinaan yang panjang. Oleh karena itu keterkaitan antara konsolidasi dan proses pembinaan tidak terlepaskan. Pembinaan bagi mereka merupakan suatu proses yang terus menerus dilakukan untuk memperluas rekruitmen kader di berbagai lapisan. Di sisi lain pembinaan bagi mereka adalah suatu proses untuk meningkatkan kualitas kader, pengokohan kepribadian dan kepemimpinan kader, pengokohan eksistensi dan peran kader yang bergerak di berbagai sektor dan pengokohan serta pengembangan institusi dan jaringan ekonomi kader. 289 Peningkatan kualitas ini merupakan bekal bagi mereka untuk melakukan pelayanan. Sedangkan pelayanan sendiri merupakan suatu proses pemberdayaan masyarakat lapisan bawah dalam aspek moral, sosial dan ekonomi yang dibarengi dengan pengokohan eksistensi
dan peran kader yang bergerak di
bidang pelayanan masyarakat, serta optimalisasi peran para kader yang berada pada kepemimpinan publik dalam mengadvokasi kepentingan masyarakat dan melayani masyarakat. Setelah itu mereka melakukan aktivitas penokohan dan perluasan. Penokohan merupakan upaya pemunculan tokoh-tokoh dari kader tarbiyah ke skala nasional dan daerah di berbagai bidang. Setiap kader yang memiliki kemampuan tertentu akan dipromosikan melaui penguatan posisi penokohan kader sebagai opinian leader di media dan masyarakat. Struktur juga
289
Ibid.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
124
berusaha melakukan penguatan citra positif dan profesionalisme gerakan dakwah dengan berbagai sumber dayanya di masyarakat. 290 Perluasan yang dimaksud adalah dibidang rekrutmen kader, perluasan jaringan komunikasi dengan berbagai unsur pengambil kebijakan dan praktisi skala daerah, nasional maupun internasional, perluasan rekruitmen pakar dan pembentukkan berbagai profesi yang mendukung dakwah. Setelah semua aktivitas sudah dilakukan, langkah yang diambil oleh setiap kader dalam kelompok dan strukturnya adalah melakukan evaluasi sehingga mengetahui kekurangan dan kesalahan yag telah dilakukan sehingga memberikan hasil-hasil yang terbaik dimasa berikutnya. Tindak lanjut berikutnya adalah ekspansi Tarbiyah. Banyak momen yang dimanfaatkan oleh Gerakan Tarbiyah dalam melakukan ekspansi Tarbiyah, seperti ramadhan, musim liburan sekolah, hari-hari besar keagamaan dan kegiatan lainnya. Mereka sangat memanfaatkan momen-momen tersebut untuk melakukan ekspansi Tarbiyah. Mereka memanfaatkan semua momen di bulan ramadhan mulai dari menyambut ramadhan, mengisi kegiatan di bulan ramadhan dan menjaga aktivitas pasca ramadhan. Kegiatan mereka ini dikelola secara terstruktur.
291
Contoh lain yang cukup nyata untuk ekspansi tarbiyah adalah memanfaatkan liburan kenaikan sekolah. Kondisi seperti ini dimanfaatkan oleh anak-anak rohis untuk melakkan kegiatan rekrutmen kader tarbiyah. Pola kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan yang menarik anak-anak SMA, Misalnya Out Bond dan Tadzabur Alam. Di sini nilai-nilai Islam ditanamkan. Kegiatan ini merupakan salah satu ajang perekrutan kader. 292 Setelah mereka mengikuti kegiatan langkah berikutnya adalah mentoring. Di sinilah proses eksternalisasi pemikiran tarbiyah ditanamkan dalam diri seorang obyek dakwah. 290
Ibid. hal. 22 Ibid. 292 Wawancara dengan Faisal 291
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
125
Proses tarbiyah yang berjalan rutin akan menanamkan suatu pemahaman tentang keislaman yang baik pada diri seorang obyek dakwah sehingga terjadi proses perpindahan pemahaman keislaman mereka menjadi lebih baik. Dampaknya mereka akan melakukan obyektivasi dalam lingkungan kehidupan masyarakat sehingga pemahaman mereka tidak sebatas
teks semata, namun terjadi
obyektivasi dalam kehidupan sosial sehingga berjalan proses internalisasi diri. Ditahap terakhir ini seorang obyek dakwah akan menjadi subyek dakwah. Di sini akan mengawali kembali dengan konsolidasi diri menuju langkah baru rekrutmen kader. Seperti disebutkan sebelumnya bahwa aktivitas dakwah mereka merupakan sebuah putaran yang tidak berhenti. Momen yang mereka manfaatkan untuk ekspansi tarbiyah hasil yang mereka peroleh adalah rekrutmen kader. Oleh karena itu mereka pasca ekspansi tarbiyah kembali melakukan konsolidasi tarbiyah, yaitu menata kembali langkah-langkah dan pengelolaan sumber daya tarbiyah sehingga mampu menjalankan fungsi edukasi secara optimal. Dalam aspek struktural, konsolidasi yang mereka lakukan dengan menetapkan perencanaan tarbiyah yang jelas dan terukur, menyiapkan mekanisme yang tepat dan berbagai instrumen pendukung yang dibutuhkan. Setelah semua aspek terkonsolidasi dengan baik, maka mereka mulai kembali melakukan proses panjang pembinaan. 293 Itulah siklus pembinaan Gerakan Tarbiyah yang terus berputar dan semakin meluas dan semakin membesar dengan membentuk jaringan-jaringan tarbiyah baru yang terintegrasi dan terstruktur. Bagi mereka output yang diharapkan adalah pertumbuhan kader baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Pertumbuhan kuantitatif merupakan penambahan secara jumlah kader, sedangkan kualitatif adalah peningkatan secara kualitas kader yang sudah ada. Bagi mereka Tarbiyah adalah proses yang tidak berhenti. Kader-kader yang belum membina menjadi memiliki binaan dengan melakukan perekrutan Dan
293
Lihat lampiran 8 dan lampiran 9
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
126
menjadi sebuah jaringan baru. Ini merupakan kelebihan kaderisasi Gerakan Tarbiyah yang tidak dimiliki oleh gerakan dakwah berjejaring lokal seperti NU dan Muhammadiyah. 294 Perluasan jaringan inilah yang membuat adanya gesekan dengan organisasi Islam lainnya. Lebih lanjut akan di bahas di bab berikutnya. Ketika penulis menanyakan kepada tokoh NU dan Muhammadiyah terkait proses kaderisasi, apakah NU/ Muhammadiyah mempunyai proses kaderisasi? Baik tokoh NU maupun Muhammadiyah menjawab memiliki proses kaderisasi. Namun penulis tidak memperoleh jawaban bagaimana menjaga proses kaderisasi itu mereka tidak bisa memberikan jawaban yang pasti. Kiai Burhan, ketua PCNU Depok
mengatakan bahwa kaderisasi mereka adalah
pesantren. Namun pasca dari pesantren mereka tidak memiliki mekanisme untuk menjaga santri-santri mereka jika santri-santri mereka selesai dari pesanren. 295 Ustadz Farhan menjawab bahwa proses kaderisasi mereka dilakukan dengan berbagai metode mulai dari Darul Arqam, Baitul Arqam, dan taklim-taklim di Masjid. Namun kajian itu tidak bisa dilaksanakan secara rutin dan spesifik. Baru dilakukan secara umum melalui taklim-taklim masjid. 296 Tarbiyah bagi Gerakan Tarbiyah bukan semata menyampaikan nilai-nilai Islam semata seperti pada awal pertumbuhan LDK, namun merupakan suatu kaderisasi terstruktur dengan adanya jenjang-jenjang Tarbiyah. Gerakan Tarbiyah membagi jenjang Tarbiyah mereka dalam 6 tahapan, yaitu tamhidi, muayyid, muntasib dan muntanzhim, ‘Amilin dan Takhashush. Setiap tahapan merupakan prasyarat tahapan berikutnya, artinya seperti sebuah tingkatan kelas. Setelah mereka memenuhi segala persyaratan tingkatan tertentu, misalnya tamhidi, mereka baru bisa memasuki tingkatan berikutnya dan seterusnya. Inilah yang mereka katakan denga peningkatan kualitas pembinaan kader. Seperti disebutkan sebelumnya mereka memiliki suatu Manhaj
atau pedoman
pembinaan tersendiri yang berupa kurikulum pembinaan yang terstruktur. (lihat 294
Tashwirul Afkar, Op.Cit. Wawancara dengan Ustadz Burhan 296 Wawancara dengan Ustadz Farhan AR 295
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
127
lampiran kurikulum Tarbiyah). 297 Haedar Nashir melihat hal ini dilakukan pula di dalam pembinaan kader PKS, yang merupakan sayap politik tarbiyah. Haedar menyebutnya sayap dakwahnya PKS. Hal inilah menurut, Haedar bahwa PKS merambah wilayah dakwah seperti layaknya merambah wilayah politik. Ini yang akhirnya terjadi gesekan di tubuh Muhammadiyah. 298 Oleh karena itu mereka selalu menjaga keterpaduan struktural kerja tarbiyah. Salah satu ciri amal da’awi yang harus terus dijaga adalah kemenyeluruhan dan keterpaduannya (syumuliyah wa takamuliyah). 299 Bagi mereka tarbiyah bukan hanya menyampaikan materi namun sasarannya adalah bagaimana mencetak kepribadian kader dalam berbagai aspek yang tercermin dalam muwashofat tarbiyah. (lihat lampiran 10 muwashofat). 300 Artinya materi yang disampaikan harus terimplementasi dalam aktvitas keseharian mereka. 3.4.
Peserta Tarbiyah Gerakan Tarbiyah, membagi
peserta tarbiyah dalam jenjang-jenjang
tertentu, mereka menyebutkan dengan istilah Marhalah. Seseorang yang direkrut untuk mengikuti proses tarbiyah akan ditempatkan sesuai dengan marhalah (tingkatan)
yang diikutinya. Perekrutan peserta tarbiyah dilakukan untuk
jenjang yang paling dasar yaitu tamhidi. Rekrutmen untuk jenjang tamhidi ini dilakukan dengan dua cara yaitu rekruitmen fardi dan rekruitmen jama’i. Rekruitmen fardi dilakukan oleh pribadi anggota tarbiyah atau atas dasar rekomendasi dari teman satu halaqah atau satu usrah. Pola yang dilakukan untuk rekrutmen fardi dilakukan oleh anggota-anggota halaqah dan usrah atas 297
Kurikulum Tarbiyah itu dijalankan dalam rentang waktu tertentu pertingkat jenjang tarbiyah. Misalnya untuk tahapan tamhidi, waktu paling cepat untuk menyelesaikan tahapan ini adalah satu tahun, Muayyid 2 tahun, muntasib 2 tahun dan muntandzim 3 tahun. Walaupun pada kenyataanya dari sumber yang penulis peroleh lama waktu yang mereka tempuh dalam satu tahapan lebih dari waktu itu. Karena bukan hanya capaian materi, namun juga sampai bagaimana materi itu diaplikasikan dalam kehidupan mereka. 298 Haedar Nashir, Manifestasi Gerakan Tarbiyah, Op.Cit. 299 Manhaj Tarbiyah, 1433, Jilid 4. hal. 23. 300 Muwashofat Tarbiyah adalah tujuan instruksional umum yang harus dicapai setelah ia mengikuti Tarbiyah dalam marhalah atau jenjang tertentu.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
128
inisiatif sendiri mencari calon-calon peserta tamhidi. Calon yang dicari harus memiliki karakteritik tersendiri sehingga mudah untuk dibina. Karakteritik calon binaan yang dicari memiliki kepribadian yang hanif, siap mendegar dakwah, memiliki kencenderungan untuk mengubah diri, melaksanakan ibadah fardhu dan simpati terhadap permasalahan Islam dan keislaman. 301 Biasanya orang-orang yang direkrut tersebut diikutsertakan dalam daurah rekruitmen. Dalam daurah ini mereka diberikan pemahaman dasar tentang Islan dan urgensi tarbiyah. Hal ini seperti yang diungkap salah seorang kader, bahwa keikutsertaanya dalam tarbiyah setelah ia diajak ikut serta dalam daurah rekruitmen. Saya pada awalnya ikut sekoci sampai kelas 2 SMA, kemudian ketika ada kegiatan keislaman yang ditawarkan oleh alumni ke siswa-siswa sekolah, saya tertarik untuk mengikuti kegiatan tersebut. Kegiatan itu kemudian saya ketahui sebagai daurah rekruitmen dan saya akhirnya melanjutkan aktivitas pengajian saya di Tarbiyah. 302 Hal yang sama juga di rasakan oleh Hilman Roshad, Saya terlibat dalam Gerakan Tarbiyah berawal ketika ada mahasiswa dari UNPAD yang akan menggunakan pesantren ayah saya sebagai tempat daurah islamiyah bagi anak-anak SMA, dan saya diajak oleh mahasiswa, pada saat itu saya kelas dua Mualimin Persis di Garut. 303 Pola rekruitmen berikutnya adalah pola rekruitmen jamai, pola rekruitmen ini dilakukan secara terstrukur baik oleh halaqah maupun usrah. Biasanya kegiatan yang dilakukan adalah mentoring, ta’lim. Untuk mentoring 301
Manhaj Tarbiyah 1433 jilid 4, hal. 77. Wawancara dengan Umi di Depok. Beliau sebelumnya aktif dalam pengajian sekoci, atau yang kemudian lebih dikenal dengan N11. Dialog dengan Umi, aktivis Tarbiyah mantan N11, pada 31 Mei 2013, di rumah beliau pukul 17.00-17.30 303 Wawancara dengan Ustadz Hilman Roshad, Sebelumnya aktivi Persis, aktivis Tarbiyah ini berasal dari Garut dan pernah menjadi anggota DPPRI dari Fraksi PKS, tinggal di Beji. Wawancara dilakukan pada 6 Juni 2013, Pukul 13.00-14.45. di rumah beliau. Beliau Juga Alumni dari Universitas Madinah angkatan 1989. 302
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
129
biasanya dilakukan di SMA-SMA yang dilakukan oleh Rohis atau di kampus bagi mahasiswa baru yang diikutkan melalui kegiatan keislaman yang kemudian dikelompokan yang didampingi oleh seorang mentor dari kakak kelasnya. Mentoring ini dilakukan dalam waktu tertentu, baru kemudian mereka bisa dimasukkan ke dalam liqo tamhidi bila hasil pantauan yang dilakukan oleh mentor hasilnya positif. Doug Mc. Adam, John D Mc Carthy, dan Mayer N Zald, menjelaskan tentang teori gerakan sosial melalui “mekanisme mikro mobilisasi, 304 yakni tentang bagaimana para pemimpin gerakan menempa dan memelihara hubunganhubungan dengan para calon anggota. Dia menyebutkan ada dua teori rekrutmen utama yang bersandar pada asumsi-asumsi yang berbeda tentang berbagai motif yang mendorong tindakan kolektif. Salah satu cabang dari teori tersebut adalah “aktor rasional” perilaku manusia, menyatakan bahwa gerakan menarik anggota baru dengan kepentingan-kepentingan individu. Gerakan melakukan hal ini dengan memberi “insentif selektif“ berbagai keuntungan materiil, psikologis, dan atau emosional yang tergantung dari partisipasi si peserta. Dari sudut pandang ini, akses ke berbagai keuntungan tersebut memotivasi para calon peserta untuk bergabung dengan Gerakan Tarbiyah terus menerus dan melibatkan mereka dari waktu ke waktu. Contoh kasus untuk teori di atas yang sejalan dengan salah satu pola rekurutmen kader tarbiyah adalah perekrutan melalui penerimaan beasiswa PPSDMS Nurul Fikri. Setiap mahasiswa penerima beasiswa PPSDMS wajib mengikuti pembinaan keislaman (tarbiyah). Mahasiswa tertarik karena dapat keuntungan menerima beasiswa, Gerakan Tarbiyah mendapat keuntungan mendapatkan kader terbaik karena terseleksi dengan ketat. Hal ini hampir terjadi di semua tempat
aktivis tarbiyah
terlibat di dalamnya.
Hal inilah yang
menyebabkan Muhammadiyah terinfiltrasi Gerakan Tarbiyah. Contoh lain pada 304
Doug Mc. Adam, John D Mc Carthy, dan Mayer N Zald, “Introduction: Opportunities, Mobilizing structures, and Framing Processes-toward a sytetic, comparative perspective on social movement”, dalam Teori Gerakan Sosial Islam, Jakarta: Universitas Paramadina.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
130
awal
1980-an aktivis tarbiyah di Masjid Arif Rachman Hakim Salemba
melakukan pembinaan siswa-siswa kelas 3 SMA yang akan mengikuti penerimaan
Sipenmaru. Di sela-sela pembinaan materi sekolah, mereka
memperoleh pembinaan keislaman. Siswa tertarik karena dibantu secara psikologis menghadapi seleksi mahasiswa baru dan para aktivis masjid/ tarbiyah mendapatkan binaan yang siap dikader. Hasilnya cukup mengagetkan langkah awal ini mendapat suskes yang cukup besar karena 90% siswa binaannya diterima di perguruan tinggi negeri. Inilah yang menjadi cikal bakal bimbingan belajar Nurul Fikri. 305 Sedangkan untuk rekruitmen peserta tarbiyah untuk jenjang Muayyid perekrutannya melalui mekanisme takwim, atau proses pembentukan kader yang berjenjang baik reguler maupun irreguler. Melalui proses ini,
pembinaan
tarbiyah mejalankan fungsinya meningkatkan kualitas kader. Mereka yang sudah menempuh batas waktu tertentu dan telah menyelesaikan kurikulum tarbiyah tingkat tamhidi akan diproses menuju ke jenjang Muayyid. Proses ini dijalankan sebagai suatu proses penjaminan mutu kader (quality assurance/ QA). 306
Penerapan program QA pada pelaksanaan tarbiyah
diharapkan mampu
meningkatkan dasar-dasar ilmiah dan skill aplikatif kader yang berkaitan dengan pelaksanaan serta pengelolaan program tarbiyah. Melalui QA juga dapat melihat kemampuan dan kelemahan kader dalam mengemban kewajiban. 307 Proses ini juga dijalankan dari Muayyid ke Muntasib, dari Muntasib ke Muntanzhim, dari Muntanzhim ke ‘Amilin, dan dari Amilin ke Takhasus. 308 Untuk menghasilkan kualitas kader yang sesuai dengan manhaj yang digunakan oleh gerakan Tarbiyah, dan proses kaderisasi berjalan dengan baik maka dibutuhkan bimbingan intensif dari seorang Murabbi
atau Naqib.
Murabbi dan Naqib merupakan pelaksana tarbiyah yang bertanggung jawab atas 305
Wawancara dengan Bang Ichal, salah satu aktivis tarbiyah yang membangun Bimbingan Belajar Nurul Fikri 306 Lihat lampiran 8 dan lampiran 9. 307 Manhaj Tarbiyah 1433, hal 241-242 308 Lihat Lampiran 8
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
131
satu kelompok liqo atau usrah. Bimbingan intensif tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas aspek spiritual, pemahaman doktrin kebenaran dan bimbingan praktis untuk beramal islami serta untuk memberikan panduan dalam program ta’alum dzati (proses belajar mandiri) dan penugasan. 309 Untuk dapat mencapai sasaran tersebut seorang murabi dan naqib dituntut untuk mampu memahami dan menerapkan metode belajar dan metode pengajaran dengan baik. Sebelum menjadi seorang murabbi dan naqib, seorang kader Tarbiyah diharusan mengikuti pelatihan atau daurah murabbi nuqaba. 311
daurah
Dalam
daurah
tersebut
diajarkan
tentang
310
dan
metode
pembelajaran tentang suatu learning model ( model belajar) maupun tentang learning how to learn (belajar bagaimana cara belajar) untuk membantu pengembangan kader secara mandiri. Setelah lulus dari daurah tersebut mereka baru bisa dipilih menjadi seorang murabbi atau Naqib. 312 Jadi untuk menjadi seorang Murabbi atau Naqib tidak mengajukan diri, namun ditentukan oleh kelompok
liqo atau usrah mereka. Hal ini terlihat sebuah upaya
mempertahankan kualitas dengan tetap menjaga kualitas Murabbi atau Naqib. 313 Untuk mengontrol dan mengelola jalannya sebuah halaqah dan usrah, Gerakan
Tarbiyah
membentuk
pengelola
tarbiyah.
Pengelola tarbiyah
berkewajiban untuk membuat rencana tarbiyah selama satu tahun, mengorganisir aktivitas tarbiyah, mengontrol penyelenggaraan tarbiyah dan memetakan potensi tarbiyah dari setiap halaqah dan usrah. Keberhasilan suatu halaqah dan usrah tidak hanya bergantung pada sosok murabbi dan naqib, namun juga berjalan atau tidaknya sebuah pengelola Tarbiyah. Jika pengelola tarbiyah tidak mampu menjalankan fungsinya maka proses pembinaan yang dilakukan oleh halaqah dan usrah akan stagnan, karena akan monoton pembinaannya. Inilah yang 309
Manhaj Tarbiyah 1433, hal. 89-91 Pelatihan yang diberikan bagi calon mentor/ pembina untuk jenjang tamhidi dan muayyid. 311 Pelatihan yang diberikan bagi calon pembina mulai jenjang muntasib, hingga jenjang hingga takhasus. 312 Manhaj Tarbiyah 1433 Jilid 4, hal 84-89 313 Ibid, hal 179 310
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
132
menjadi faktor suksesnya Gerakan Tarbiyah melakukan pembinaan sehingga terbentuk kader yang militan. Sarana penujang lain yang mendukung keberhasilan proses tarbiyah dari sebuah halaqah dan usrah adalah adanya kurikulum tarbiyah. 314 Setiap jenjang marhalah memiliki kurikulum tersendiri yang terpadu untuk setiap jenjangnya. Kurikulum tarbiyah memiliki kompetensi
yang berupa tujuan instruksional
umum yang harus dimiliki oleh setiap kader di setiap tingkatan, kompetensi tersebut dikenal dengan sebutan muwashofat. 315 Kalau kita perhatikan tabel dibawah ini terkait dengan distribusi sesi untuk setiap bidang studi, pembinaan di Gerakan Tarbiyah layaknya sebuah proses pendidikan di sebuah lembaga resmi.
314 315
Lihat Lampiran Kurikulum Lihat lampiran Muwashofat
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
133
Tabel1. Jumlah Sesi Tatap Muka Perjenjang Tarbiyah Jumlah Sesi Tatap Muka Kode 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Nama Bidang Studi Al Quran Ulumul Quran Aqidah Hadits Istilah Aqidah Musthalah Hadits Sej.Perkemb.Hadits Fiqih Sirah Kisah Sahabat Tazkiyah Kisah Nabi Tokoh Islam Kaifa Ihtadaitu Tarikh Manusia dan kebenaran Pengembangan diri Rumah Tangga Muslim Fiqih Dakwah Fikrul Islami Gerakan Pembaharu Masyarakat Muslim Dunia Islam Kontemporer Kesehatan Bahasa Arab Keakhwatan
Tamhidi Muayyid Muntasib Muntanzhim 37
46
36 1
15 14
6 5 8 25 1
8 15 12 22
34 6 7 11
1
12 14
13 11
20 20
21 6 11
14 6
10 20
6 13 1
7
7
6
54 9
10 1
8 10
5 4
25 15 11 4 4
59 5
3 11 4
3
10 2
Sumber: dirangkum dari kurikulum Tarbiyah Manhaj 1433 hingga jenjang Muntanzhim. Berdasarkan tabel di atas ada 26 bidang studi, tetapi tidak semua bidang studi disampaikan di setiap jenjang tarbiyah. Setiap jenjang memiliki penekanan yang berbeda-beda. Penekanan ini dapat terlihat dari sesi di setiap bidang studi,
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
134
semakin banyak sesi disuatu bidang studi semakin penting materi tersebut. Kalau kita perhatikan kembali tabel di atas setiap jenjang memiliki bidang-bidang studi yang dominan. Penulis melihat lima besar bidang studi yang dominan di setiap jenjangnya Tamhidi: Al Quran, Aqidah, Tazkiyah, Kisah Sahabat, dan Fikrul Islam Muayyid: Fiqih Dakwah, Al Quran, Tazkiyah, Aqidah dan Hadits Muntasib: Fiqih Dakwah, Hadits, Sirah, Fiqih, dan Ulumul Quran Muntanzhim: Fiqih Dakwah, Alquran, Tazkiyah, Sejarah Perkembangan Hadits dan Tarikh. Bidang-bidang studi di atas dikelompokkan dalam dua kelompok prioritas, prioritas 1 dan prioritas 2. Materi yang paling besar korelasinya dengan tujuan dari setiap jenjang pencapaian muwashofat dan ketersediaan pemateri yang memiliki kemampuan tertentu disetiap wilayah tarbiyah di tempatkan pada prioritas 1, sedangkan yang lebih kecil korelasinya ditempatkan di prioritas 2.316 Kalau kita perhatikan kembali lima besar materi-materi yang diberikan tiap jenjang, hanya tamhidi yang tidak memperoleh fiqh dakwah, maka yang berhak untuk membina dimulai dari jenjang muayyid, mereka membina satu jenjang di bawahnya. Berdasarkan kriteria ketuntasan materi Tarbiyah yang diberikan di setiap jenjang dan sarana yang digunakan, penulis merangkum dari Manhaj Tarbiyah 1433 sebagai berikut
316
Manhaj Tarbiyah 1433, hal 104
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
135
Tabel 2. Tabel Pembagian Target Pecapaian Materi Berdasarkan Sarana Tarbiyah NO Marhalah/ Jenjang
Target Waktu/ Sesi
1
Tamhidi
1 th/ 46
Halaqa h/ Usrah (Sesi) 46
Tasqif
Mabit
Daurah
Nadwah
317
318
319
320
(sesi)
(sesi)
(sesi)
(sesi)
10
10
4
0
2
Muayyid
2 th/92
72
36
20
12
0
3
Muntasib
2 th/92
65
0
19
12
9
4
Muntanzhim
3 th/138
64
0
29
9
35
Sumber: dirangkum dari kurikulum Tarbiyah Manhaj 1433.
Kalau kita perhatikan tabel di atas maka berdasarkan judul materi di jenjang Tamhidi, Muayyid dan Muntasib tidak kekurangan materi sehingga jumlahnya melebihi sesi yang ada. Misalnya waktu standar untuk membentuk seorang kader tarbiyah tingkat Tamhidi adalah satu tahun dengan pekan efektif adalah 46. Maka akan kelebihan materi kalau diberikan hanya pada waktu 317
318
319
320
Tasqif atau disebut juga Tarbiyah tsaqofah Islamiyah merupakan salah satu sarana utama penerapan manhaj yang bersifat wajib melalui pembekalan wawasan keislaman dan penguasaan keilmuan kepada seluruh kader jenjang tamhidi dan nadwah. Sarana ini hanya dikembangkan di Indonesia, berbeda dengan manhaj IM. Mabit merupakan salah satu sarana Tarbiyah ruhiyah dalam bentuk menginap bersama dengan menghidupkan malam untuk memperkuat hubungan dengan Allah serta meningkatkan kecintaan kepada Rasulullah SAW, meningkatkan akhlaq rabbaniyah yang memperkuat ukhuwah dan menambah bekalan dakwah. Daurah adalah forum intensif untuk mendalami suatu tema atau ketrampilan/ keahlian tertentu. Diikuti persyaratan tertentu dan dilaksanakan dalam waktu relatif lama. Pemberi materi dalam daurah disebut dengan mudarrib dengan keahlian sesuai dengan target capaian. Nadwah merupakan pertemuan ilmiah kader dalam satu jenjang struktur atau mustawa Tarbiyah untuk melanjutkan kajian dan analisa permasalahan dengan masing-masing berkontribusi pemikiran dan pandangan yang didukun dengan argumen ilmiah.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
136
halaqah rutin pekanan. Oleh karena itu untuk kegiatan lainnya tidak menggunakan waktu pertemuan rutin pekanan. Untuk tasqif dan mabit dilakukan setiap bulan sekali, sedangkan daurah dilakukan setidaknya 2 bulan sekali. Maka peran pengelola tarbiyah yang mengatur jalannya aktivitas tarbiyah. 321 Sarana tarbiyah lain yang tidak mengambil waktu pertemuan, dilakukan melalui penugasan. Biasanya materi ini perlu kontinuitas pelaksanaannya, seperti kursus bahasa Arab. 3.5.
Sarana dan Prasarana Tarbiyah Suksesnya sebuah tarbiyah sangat didukung oleh adanya sarana dan
prasarana yang memadai. Sarana merupakan program atau bentuk acara yang dijadikan untuk merealisasikan kurikulum. Di bagian sebelumnya sudah disebutkan sarana tarbiyah yang digunakan dalam pembinaan tarbiyah yaitu halaqah, usrah dan sarana pendukung lainnya. Namun berjalannya proses tarbiyah tidak hanya semata-mata mengandalkan efektivitas halaqah dan usrah. Kedua sarana tersebut merupakan institusi pokok yang harus ada dalam tarbiyah nukhbawiyah. Namun untuk mencapai sasaran yang tepat diperlukan pula prasarana yang menunjang keberhasilan sebuah tarbiyah. 322 Prasarana yang dimaksud adalah segala sesuatu yang tidak berhubungan langsung dengan proses tarbiyah, namun keberadaannya membantu proses tarbiyah. Salah satu wujud prasarana yang menunjung adalah infrastruktur. Lembaga infrastruktur Manhaj Tarbiyah yang dapat berfungsi sebagai prasarana penting dalam menjalankan proses tarbiyah adalah a. Mahad Salah satu misi tarbiyah adalah membentuk seorang dai yang memiliki wawasan keislaman yang luas. Untuk mencapai tujuan ini tidak mungkin dicapai hanya melalui pertemuan halaqah atau usrah saja. Oleh karena itu diperlukan sebuah lembaga infrastruktur yang dapat meningkatkan 321 322
Lihat lampiran buku evaluasi individu dan kelompok. Manhaj Tarbiyah 1433. hal. 217
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
137
aspek wawasan keislaman bagi seorang kader. Wujud dari ini bisa dilihat dengan didirikannnya Mahad Al Hikmah di daerah Mampang Prapatan Jakarta Selatan dan Mahad Al Qudwah di Jalan Beringin Margonda Raya Depok. Kedua mahad tersebut didirikan oleh aktivis Tarbiyah, Al Hikmah oleh Hasib Hasan dan Al Qudwah oleh Amang Syafrudin. Pelaksanaan Tsaqafah Islamiah (tasqif) bisa diselenggarakan secara reguler kerja sama dengan mahad. Pelaksanaan tasqif yang bekerja sama dengan mahad akan lebih baik karena ditunjang oleh ketersediaan ruang dan pemateri yang memiliki keahlian tertentu. Dari beberapa informasi yang penulis peroleh dari wawancara, wilayah tarbiyah Depok pada awalnya bekerja sama dengan Mahad Al Qudwah sedangkan Jakarta berkerja sama dengan Mahad Al Hikmah. Saat ini Mahad Al Qudwah mengembangkan program pendidikan tingkat sarjana dan berubah namanya menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Al Qudwah.
b. Lembaga Tahsin atau Tahfizh Untuk memperkuat bidang studi Al Quran, salah satu komptensi umumnya adalah seorang Murabbi
memiliki kemampuan yang baik
dalam membaca Al Quran, mengerti hukum tajwid dan mampu menghafal beberapa Juz Al Quran. Lembaga Tahfizh dan Tahsin Al Quran dapat dijadikan tempat pencapaian tujuan tersebut tanpa menghilangkan
peran
Murabbi/
Naqib
dalam
mengontrol
perkemangannya. Pendirian lembaga ini diharapkan dapat mendongkrak kinerja aktivis dakwah. Beberapa contoh lembaga ini adalah Rumah Quran yang berada di jalan Kapuk Pondokcina, tempat ini dijadikan rujukan aktivis dakwah kampus untuk memperdalam pemahaman mereka tentang Al Quran. Di Rumah Quran ini peserta disediakan asrama, pagi hari mereka kuliah malam hari mereka belajar Al Quran.
c. Masjid dan Majelis Ta’lim
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
138
Masjid dan majelis ta’lim menjadi tempat pelaksanaan tarbiyah dengan materi tarbiyah yang bersifat umum. Karena itulah keberadaan infrastruktur masjid dan majelis ta’lim sangat diperlukan sebagai salah satu alternatif pelaksanaan proses tarbiyah. Umumnya penyelenggara ta’lim adalah masjid yang sudah memiliki SDM tertentu, sehingga bisa mengadakan program ta’lim rutin. Pelaksanaan tarbiyah di majelis ta’lim dan masjid harus berkoordinasi dengan ta’mir masjid. Dalam perjalanannya aktivitas ini terjadi gesekan dengan organisasi sosial Islam yang sudah ada lebih dahulu, baik Muhammadiyah maupun Nahdhatul Ulama. Untuk penjelasan lebih lanjut gesekan ini akan di bahas dalam bab selanjutnya.
d. Radio dan Program Televisi Radio, televisi dan sejenisnya merupakan prasarana infrastruktur yang strategis dalam proses tarbiyah islamiyah yang bersifat ammah/ umum, sehingga pembentukan fikrah (pemikiran) akan dapat berjalan dengan baik. Biasanya materi-materi yang diberikan terkait dengan dasar-dasar keislaman, pengembangan individu namun bobotnya lebih cair, sehingga proses penyelenggaraannya dapat dilaksanakan melalui tarbiyah massal melalui radio dan televisi. Gerakan tarbiyah memanfaat prasarana yang sudah ada dengan cara menawarkan program-program yang menarik. Misalnya Herlini Amran di radio Silaturahim yang dipancarkan di wilayah Jabotabek. Ia mengisi tentang rubrik wanita. Materi-materi yang disampaikan cukup ringan dan menarik bagi ibu-ibu muda. Misalnya materi tentang Fiqih Aulad dijelaskan dengan materi psikologi anak. Herlini sebelumnya mengelola rubrik psikologi di Majalah Ummi, yang merupakan majalah Islam yang diperuntukan bagi kalangan wanita. Majalah ini diterbitkan oleh aktivis Tarbiyah.
e. Yayasan Keislaman, LSM, Lembaga Keuangan dan Usaha Dagang
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
139
Pendidikan
yang
baik
adalah
pendidikan
yang
mampu
mengarahkan seseorang untuk melakukan suatu kebaikan. Ada semboyan dalam dakwah nahnu fi dakwah lasna ulamauha, walakin amiluha (kami bukanlah ulama, kami adalah para pelaksana). Seyogyanya hal tersebut dapat menyadarkan kita perlunya membuat sarana-sarana yang dapat membuat amal islami yang lebih banyak. Untuk itu Gerakan Tarbiyah meminta kader-kadernya untuk mendirikan yayasan-yayasan sebagai prasarana dakwah, salah satunya adalah yayasan pendidikan. Contoh yang bisa diambil adalah Yayasan Nurul Fikri. Yayasan ini yang mampu mengembangkan diri dari bimbingan belajar yang didirikan pada tahun 1985 oleh aktivis masjid Arif Rahman Hakim UI Salemba, kemudian pada tahun 1992 yayasan ini melanjutkan kiprahnya dalam pedidikan formal
berupa
upaya
pendirian
sekolah
alternatif
yang
mengimplementasikan nilai-nilai Islam. Untuk itu dibentuklah kelompok kerja untuk pendirian Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT). Setahun kemudian didirikan SDIT Nurul Fikri sebagai pelopor Sekolah Islam Terpadu. Yayasan Nurul Fikri kemudian mengembangkan Jaringan Sekolah Islam Terpadu. 323 Dalam perkembangannya ternyata membuat organisasi sosial Islam yang ada lebih dahulu merasa terambil alih amal usaha mereka. Lebih lanjut hal ini akan dibahas di bab selanjutnya. Melalui lembaga pendidikan ini pula nilai-nilai Islam coba di implementasikan dalam proses pembelajaran formal dan non formal berupa ekstrakukuler kerohanian Islam dalam bentuk kelompokkelompok mentoring Islam. Dalam Gerakan Tarbiyah dibuat Manhaj dengan desain khusus, yaitu Manhaj Tarbiyah untuk kalangan terpelajar. Manhaj ini dimaksudkan untuk melakukan proses tarbiyah lebih dini (tabkirut tajnid) sehingga melahirkan kader-kader yang memiliki rentang usia produktif yang lebih panjang. 324 Hal ini dilakukan oleh kader-kader tarbiyah di sekolah-sekolah tempat mereka mengajar. Hal ini pula yang 323 324
Nurulfikri.sch.id/index.php/profil. Diakses pukul 17.04 pada 8 Juni 2013 Manhaj Tarbiyah 1433, hal. 233
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
140
membuat salah satu organisasi Islam merasa terusik kaderisasinya. Misalnya Muhammadiyah. Hal ini akan dibahas dalam bab selanjutnya.
f. Klub Olahraga, Beladiri, Pecinta Alam dan Kepanduan Gerakan Tarbiyah menyebutkan bahwah salah satu fikrah dakwahnya sebagai jama’ah riyadhiyah (klub olah raga). Hal ini karena sasaran tarbiyah fardiyah Gerakan Tarbiyah adalah menyiapkan sosok kader yang memiliki badan yang sehat, kuat dan memiliki ketrampilan bela diri. Hal ini ditopang dari komptensi utama yang mewajibkan seorang kader untuk sehat dan mengontrol kesehatannya secara teratur dan berolahraga dengan rutin. Sehingga untuk mewujudkan tujuan tersebut dibutuhkan prasarana klub olah raga, kepanduan, beladiri, dan penyedia layanan kesehatan. Proses tarbiyah seorang kader Gerakan Tarbiyah bukan dijalankan apa adanya, namun dijalankan dengan tertib administratif. Oleh karena itu mobilitas kader tarbiyah tidak mempengaruhi proses tarbiyah mereka. Bagi gerakan tarbiyah, seorang kader merupakan aset berharga organisasi, maka mobilitas kader juga tercatat dengan baik. Gerakan Tarbiyah sangat menghindari lepas begitu proses tarbiyah kader-kadernya. Oleh karena itu Gerakan
Tarbiyah
mempunyai aturan terkait dengan mutasi anggotanya. Sehingga apa yang sudah terbentuk dalam diri seorang kader tarbiyah tetap bisa terpelihara, sehingga tarbiyah kader tetap jalan dan terpelihara sehingga tidak kembali ke titik nol. 325 Sebagai contoh seorang kader di wilayah A kemudian mutasi tugas ke wilayah C, maka ia akan membawa surat mutasi layaknya ia pindah kantor. Dalam surat mutasi tersebut diterakan nama kontak person yang harus dihubungi dan kontak person asal si kader. Kontak person yang dihubungi untuk mempermudah komunikasi di tempat baru sedangkan untuk kontak person awal terkait dengan kondisi tarbiyah si kader. Kontak person awal akan dihubungi
325
Manhaj Tarbiyah 1433,hal. 211
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
141
oleh kontak person tujuan dan berkomunikasi terkait dengan kondisi tarbiyah si kader, sehingga ia akan ditempatkan di jenjang apa. 326 Data yang penulis peroleh dari wawancara kader tarbiyah mutasi ini tidak hanya berlaku di dalam negeri namun juga berlaku sampai keluar negeri. Namun uniknya walaupun Gerakan Tarbiyah mengadopsi pemikiran dan pola pembinaan IM, mutasi kemanapun seorang kader tarbiyah akan tetap tertarbiyah oleh gerakan tarbiyah, walaupun materi yang disampaikan tetap materi IM. Penulis mengambil asumsi jaringan tarbiyah bersifat transnasional untuk pola pembinaan namun jaringan lokal untuk pelaksana pembinaan. 3.6.
Membangun Sayap Politik Pada era 1980an hingga awal 1990an Gerakan Tarbiyah menampakkan
diri sebagai sebuah gerakan keagamaan. Gerakan ini melakukan penetrasi yang lebih intensif di kampus-kampus dan sekolah-sekolah. Di kampus mereka bergerak dalam Lembaga Dakwah Kampus sedangkan di sekolah mereka bergerak melalui Lembaga Dakwah Sekolah. Pada era tersebut mereka berupaya meningkatkan
jumlah anggota melalui berbagai kegiatan yang dilakukan di
sekolah maupun kampus. Hampir semua momen penerima siswa baru dan mahasiswa baru digunakan sebagai upaya pengenalan mereka. Mereka melakukan kegiatan yang menarik bagi siswa dan mahasiswa baru. Mereka bergerak dengan kelompok-kelompok studi keislaman. Di UI, setiap fakultas memiliki studi-studi keislaman masing-masing. Sebagai contoh di Fakultas Ekonomi UI ada kelompok studi Islam Integrasi Studi tentang Islam (ISTI), di Fakutas Sastra UI (sekarang FIB) ada Forum Amal dan Studi Islam (Formasi) dan di tingkat universitas mereka memiliki kelompok studi Nuansa Islam (SALAM) UI. 327 Organisasi-organisasi tersebut dipimpin oleh kader-kader tarbiyah.
Dalam
perkembangannya
kelompok-kelompok
studi
tersebut
bermetamorfosis menjadi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) resmi yang otonom 326 327
Manhaj Tarbiyah 1433., hal. 211-216 Kajian tentang LDK SALAM sudah dilakukan oleh Mahasiswa Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Indonesia Whayudha Kusuma Wijaya dengan judul Perkembangan Nuansa Islam UI sebagai Gerakan Dakwah Kampus 1998-2003.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
142
dan semi otonom. Lembaga-lembaga tersebut memperoleh anggaran kegiatan setiap tahunnya dari fakultas atau pun universitas sehingga menjamin keberlangsungan kegiatan di organisasi tersebut. Melalui lembaga-lembaga tersebut aktivis tarbiyah mengembangkan strategi rekrutmen dalam rangka memperluas jejaring. Kemampuan memperluas jejaring mendorong kader-kader tarbiyah
untuk berusaha memimpin organisasi-organisasi eksekutif dan
legislatif kampus. Baru pada era 1990an ADK berhasil memimpin Badan Eksekutif Mahasiswa di kampus-kampus utama di Indonesia. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Greg Fealy bahwa Gerakan Tarbiyah yang terorganisasi dengan rapih ini juga meningkatkan jumlah anggotanya dalam upaya merebut kepemimpinan lembaga-lebaga kampus, sehingga pada awal 1990an para aktivis Gerakan Tarbiyah memimpin Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di banyak perguruan tinggi terbesar di Indonesia. 328 Dalam perkembangan selanjutnya LDK, meskipun ada perbedaan di antara anggotanya yaitu adanya pelbagai faksi dalam kubu disepakati pembentukan
LDK, akhirnya
Forum Silaturrahmi Lembaga Dakwah Kampus
(FSLDK) pada tahun 1986. FSLDK merupakan forum kordinasi antar aktivis dakwah kampus di seluruh Indonesia agar terbangun jejaring dakwah yang lebih luas dan terorganisir. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) terbentuk melalui pertemuan FSLDK ke X di Malang. Forum sendiri sebenarnya tidak secara formal mendukung pendirian KAMMI, karena dideklarasikan pasca pertemuan tahunan ditutup secara resmi. 329 Perbedaan dari FSLDK semakin kentara ketika muncul reaksi penolakan
dari sayap LDK Hizbut Tahrir.
Kelompok ini menyebutkan bahwa deklarasi KAMMI merupakan bagian dari “skenario jahat” tokoh Gerakan Tarbiyah untuk memanfaatkan pertemuan tahunan untuk kepentingan politik. 330 KAMMI memang didirikan oleh aktivis 328
Greg Fealy dan Anthony Bubalo, Op.Cit. hal. 112-113 Yon Machmudi, Op.Cit. 330 Burhanuddin, Op.Cit. hal. 43. 329
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
143
FSLDK yang memiliki hubungan dengan kalangan tarbiyah, misalnya saja Fahri Hamzah 331 sebagai ketua pertama KAMMI. Perkembangan politik di Indonesia pada tahun 1990an berjalan di luar prediksi para aktivis Gerakan Tarbiyah. Mulai dari lahirnya ICMI pada tahun 1990, yang mengubah atsmosfir politik nasional 332, sampai jatuhnya Soeharto karena adanya krisis keuangan, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di samping adanya krisis sosial politik dan kepercayaan pada pemerintah sehingga muncul kondisi chaos di mana-mana pada 1998. 333 Kondisi politik berubah drastis dengan jatuhnya Soeharto dan berakhirnya rejim Orba serta muncul era reformasi. Gerakan mahasiswa bersama rakyat menumbangkan Soeharto. 334 Kondisi keterbukaan ini harus dihadapi oleh Gerakan Tarbiyah dengan cepat. Gerakan Tarbiyah pun dihadapkan dengan terbuka peluang untuk membentuk partai politik, berdasarkan Grand Desain yang dimiliki, Gerakan Tarbiyah baru tahun 2010 akan mendirikan partai politik, dengan perhitungan dalam rentang waktu tersebut kekuasaan Soeharto akan berakhir. Kondisi ini membawa Gerakan Tarbiyah melakukan jajak pendapat para kadernya untuk memilih apakah akan membangun sebuah partai politik atau hanya sebatas ormas saja? Pada era itu, 1990an akhir, jumlah kader inti tarbiyah sekitar 6000 orang di seluruh Indonesia. Dari 6000 angket yang disebarkan di dalam negeri dan luar negeri sebanyak 98% (sekitar 5800) yang mengembalikan. Hasil angket tersebut menunjukkan hasil 68% responden menyetujui membentuk partai politik dan 27%
responden ingin membentuk ormas dan 5% responden ingin bertahan
dalam bentuk asal Gerakan Tarbiyah, yaitu berupa yayasan, dakwah kampus, pesantren dan lembaga-lembaga dakwah lainnya. 335 Berdasarkan hasil tersebut kemudian 52 orang intelektual Gerakan Tarbiyah
331
bermusyawarah untuk
Fahri hamzah saat ini menjadbat sebagai Wakil Sekjend PKS. Jimly Asshiqie, Op.Cit. hal. 241. 333 Sitaresmi S Soekanto, Op.Cit. hal. 71. 334 Irsyad Zamjani, Sekulerisasi Setengah Hati: Politik Islam Indonesia dalam Periode Formatif, Jakarta: Dian Rakyat, 2009, hal 216. 335 Sitaresmi S Soekanto, Op.Cit. hal. 75. 332
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
144
merumuskan dan mendirikan Partai Keadilan (PK). Walaupun dalam dinamika kehidupan partai, ada beberapa pendiri PK diantaranya Syamsul Balda dan Zirly Rosa Jamil (2003), Yusuf Supendi, Dr. Daud Rasyid Sitorus, Tizar Zein dan Mashadi (2010) di keluarkan karena pelanggaran disiplin partai dan ada pula yang memilih keluar karena merasa sudah tidak sejalan lagi dengan arah kebijakan partai dewasa ini. 336 Pada 9 Agustus 1998, KAMMI dan para pemimpin Gerakan Tarbiyah, dengan pendirinya Hilmi Aminuddin yang berada di belakang layar, mendirikan partai politik Islam, Partai Keadilan (PK), dengan memanfaatkan jejaring tarbiyah dan sumber daya tarbiyah yang telah terbentuk sebelumnya. 337 PK dipimpin oleh Dr. Nurmahmudi Ismail sebagai Presiden Partai dan Dr. Hidayat Nurwahid sebagai Ketua Majelis Syuro . 338 Partai ini dideklarasikan di halaman Masjid Al Azhar Kebayoran Baru dengan dihadiri sekitar 50.000 massa. Partai ini menjadikan Islam sebagai asas partai. Pengambilan nama keadilan karena dengan menegakkan keadilan, bangsa Indonesia bisa lebih baik lagi di masa depan. 339 Pada pemilu 1999, dalam pandangan Van Bruinessen, PK merupakan partai yang banyak menarik perhatian pengamat politik karena tampil sebagai “satu-satunya parpol dengan struktrur kepengurusan yang sangat transparan, terorganisir dengan rapih dan memiliki agenda program yang jelas.” 340 PK tidak seperti partai lainnya yang sangat tergantung pada ketokohan figur, namun lebih menekankan pada sikap egalitarian dalam Islam dan kekuatan kolektif, dan tak banyak memberi ruang bagi tampilnya pemimpin yang kharismatis. Di sisi lain
336
Ibid. Burhanuddin, Op.Cit. hal. 46. 338 Irsyad Zamjani, Op.Cit..., hal. 216. 339 Sitaresmi S Soekanto, Op.Cit. 340 Martin Van Bruinessen, “Post Suharto Muslim Engagements with Civil Society and Democratisation’, dalam Samuel Haneman dan Henk Schulte Nordholt (ed), Indonesia in Transition: Rethinking ‘Civil Society’, ‘Religion’ and ‘Crisis’, Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2004. 337
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
145
kader dan simpatisan dituntut patuh dan taat terhadap nilai agama dan loyal terhadap garis partai. 341 Imdadun Rahmat, berpendapat bahwa PK (S) bukan fenomena politik baru di tanah air, melainkan kelanjutan dari Masyumi yang terinspirasi oleh IM. 342 Hal ini bisa jadi karena Imadadun melihat akar pertumbuhan Gerakan Tarbiyah tidak terlepas dari peran DDII, yang merupakan transformasi gerakan tokoh-tokoh mantan Masyumi. Namun Greg Fealy berpendapat lain, ia mengatakan bahwa kelahiran PK (S) tidak bisa dilepaskan dari pengaruh gerakan Ikhwanul Muslimin di Indonesia yang pengaruhnya meningkat pesat pada akhir 1970an dan awal 1980an. 343 Perlu menjadi perhatian kita bahwa meskipun tokoh elit KAMMI terlibat dalam pembentukan PK, KAMMI dan PK menegaskan tidak memiliki hubungan formal. Walaupun mereka mengakui bahwa KAMMI memiliki korelasi ideologi, budaya, dan sosial dengan PK. Namun demikian banyak bukti dan fakta yang menunjukkan hubungan lebih dari itu, sehingga KAMMI sering disebut sebagai “sayap mahasiswa” PK. 344 Karena dalam perkembangannya PK/PKS menjadi wadah bagi para aktivis KAMMI menjalankan karier politiknya. 345 Tantangan yang dihadapi oleh PK/ PKS dalam tahapan berikutnya adalah masalah transfer loyalitas ideologis gerakan dakwah kampus ke dalam partai. Hal ini menjadi prioritas utama yang dilakukan oleh elit PK. Gagalnya transfer loyalitas akan mengganggu kesuksesan partai dalam jangka panjang. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh T.R. Wijaya bahwa kegagalan proses profesionalisasi kader aktivis dakwah kampus akan sangat membahayakan keberlanjutan partai. Kondisi yang terjadi saat ini adalah adanya kegagalan proses pembinaan mihnah (profesionalisme) kader pada beberapa individu 341
Burhanuddin, Op.Cit. Imadadun, Op.Cit. 343 Greg Fealy dan Anthony Bubalo, Op.Cit. hal. 112 344 Yon Machmudi, Op.Cit. 345 Fahri Hamzah dan Andi Rahmat (dua mantan ketua KAMMI periode I dan II) menjadi anggota fraksi PKS di DPR. 342
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
146
kader. 346 Dampaknya terjadi penyimpangan-penyimpangan perilaku kader dalam beraktivitas politik, baik sikap maupun prilaku. PK selaku partai politik, langsung mengikuti pemilihan umum pertama di era reformasi. Dalam pemilu yang dilaksanakan pada 1999 PK hanya memperoleh suara 1436.565 atau 1,36% suara. PK berada pada peringkat 7 besar setelah PDI P, Golkar, PKB, PPP, PAN dan PBB. PK bergabung bersama PAN membentuk Fraksi Reformasi di DPRRI. PK membangun aliansi poros tengah dengan PPP, PAN dan PBB dengan mengajukan Gus Dur sebagai calon alternatif Presiden RI dengan didukung pula oleh PKB. Gus Dur akhirnya memenangkan pemilihan Presiden dengan mengalahkan Megawati. 347 Namun demikian PK dalam pemilihan umum 1999 gagal mencapai batas minimal perolehan
yang memungkinkan PK berkompetisi pada pemilu
berikutnya. (Electoral Threshold). Kegagalan ini terkait dengan kemampuan PK menarik simpati pemilih baru. Karena PK hanya menggalang basis pemilihnya dari kalangan aktivis tarbiyah, yang kebanyakan berasal dari daerah perkotaan, terdidik, muda dan memiliki pandangan keagamaan yang ortodoks. Namun melupakan pasar mayoritas pemilih di Indonesia yang umumnya tidak memahami prinsip-prinsip Islam yang memadai. Fakta ini yang dilupakan oleh PK, sehingga PK terkesan “eksklusif”. Di sisi lain dalam perekrutan calon anggotanya PK menerapkan standar dan kriteria yang ketat. 348 Di sisi lain, program yang diusung PK dalam parlemen juga belum mencerminkan realitas sosial masyarakat, yaitu penerapan syariat Islam, melalui pengusungkan kembali piagam jakarta dalam proses amandemen UUD 1945. Kegagalan PK menjadi pelajaran bagi PKS yang didirikan pada tahun 2002. Dalam pemilihan umum legislatif 2004 PKS mampu membalik hasil yang diraih pendahulunya yang tidak mencapai 1.5%. PKS mampu meraih suara 7.34% suara dengan perolehan jumlah kursi sebanyak 45 kursi dari 550 kursi 346
Dialog dengan T.R. Wijaya, salah satu ketua Biro di DPP PKS. Sitaresmi S Soekanto, Op.Cit. 348 Burhanuddin, Op.Cit. hal. 47 347
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
147
yang diperebutkan, sebelumnya hanya 7 kursi. Kenaikan yang luar biasa. Keberhasilan ini karena kesuksesan PKS dalam menggunakan strategi elektoral dua arah secara bersamaan antara islamis dan non Islamis. Penggunaan strategi ini merupakan kemampuan PKS membaca realitas sosial politik yang ada di masyarakat. Pelaksanaan dua strategi tersebut karena beberapa faktor, pertama, pelaksanaan strategi islamis bertujuan mempertahankan basis konstituen PKS yang berasal dari kalangan muda, terdidik, berdomisili di kota dan ortodoks. Kedua, PKS menerapkan suatu strategi non Islamis dengan memainkan isu yang universal, misalnya anti korupsi, dan pemerintahan bersih dengan slogan kampanye, “bersih dan
peduli”. 349
Hal ini terbukti sukses, mendorong
masyarakat mempercayai PKS dengan memilih caleg-calegnya. Pasca pemilihan umum 2004, Musyawarah Majelis Syuro (MMS) PKS IV menghasilkan beberapa keputusan, pertama, PKS menyampaikan rasa syukur kepada Allah SWT atas perolehan suara PKS dalam pemilihan umum 2004. Kedua, berdasarkan Jaring Capres Emas di lingkungan internal PKS, Hidayat Nurwahid mendapat suara terbanyak, namun karena perolehan suara PKS tak mencapai 20% maka, sesuai dengan keputusan MMS PKS III, PKS tidak mengusung Hidayat Nur Wahid sebagai Capres/ Cawapres RI. Kondisi ini menyebabkan PKS mengusung calon di luar partai. Dalam MMS III, menetapkan Amin Rais sebagai Cawapres yang diusung PKS, setelah menyisihkan calon-calon lain, Wiranto dan Hamzah Haz. 350 Namun
Bayan
(keputusan) MMS PKS III terlambat dikeluarkan dan rekomendasinya tidak mengikat. Hal ini yang membuat Amin Rais merasa dikecewakan oleh PKS. Amin Rais mengatakan ”mereka itu pernah menipu, PKS Partai Ku, Amin Rais Presiden Ku. Tapi pada saat pencapresan, ia lebih memilih Wiranto.” 351
349
Ibid, hal 48. Dalam MMS III dilakukan voting pemilihan cawapres, Amin Rais 70%, Wiranto 20%, Hamzah Haz 2.5% dan abstain 7.5%. 351 Transkrip Ceramah Amin Rais, di depan Kader PAN Banyuwangi, pada 8 September 2006. 350
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
148
Ketika Amin Rais kalah dalam pemilihan putaran pertama, PKS kemudian membuat nota kesepahaman dengan capres dan cawapres Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla (JK) dalam pemilihan presiden putaran kedua. Beberapa kesepahman yang disepakati mencakup, pertama, konsisten melakukan perubahan untuk membangun pemerintahan yang bersih, peduli dan profesional, diantaranya
dalam keteladanan dan kesiapan memberhentikan
anggota kabinet yang melakukan korupsi. Kedua, mempertahankan kedaulatan NKRI. Ketiga, melanjutkan proses demokratisasi dan reformasi di Indonesia. Keempat,
meningkatkan
moralitas
bangsa,
kualitas
masyarakat,
dan
kesejahteraan rakyat. Kelima, mendukung upaya perjuangan bangsa Palestina dalam mencapai kemerdekaan. Pada pemilihan umum, 2009, PKS mengubah pencitraan partai, menjadi partai terbuka. Dalam iklan-iklannya di televisi, PKS mulai menampilkan sosoksosok diluar karakter kadernya, misalnya anak punk dan wanita yang tidak berkerudung, bahkan ada beberapa elit partai mewacanakan calon legislatif nonmuslim. Kampanye masif untuk memperbesar suara pendukung ini di satu sisi mampu meningkatkan dukungan elektoral di daerah-daerah yang sebelumnya bukan basis PKS. Misalnya Jawa Timur dan Sulawesi, dan Sumatera. Penetrasi yang masih ke wilayah-wilayah di luar basis inilah yang memunculkan kekhawatiran ormas Islam yang ada di Indonesia, semisal NU dan Muhammadiyah. (dibahas lebih lanjut di bab berikutnya). Namun di sisi lain menjadi bumerang karena tidak seluruh basis Gerakan Tarbiyah yang menopang PKS sepakat dengan isu-isu inklusif. Sehingga menyebabkan beberapa elit partai ada yang mengundurkan diri karena tidak sesuai lagi dengan plat form yang ada. Pada pemilihan umum perolehan suara PKS tidak naik secara signifikan, namun jauh lebih baik dibandingkan dengan partai-partai lain yang mengalami “gempa tektonik elektoral” akibat kenaikan tajam perolehan suara Partai Demokrat. Pada pemilihan umum ini PKS memperoeleh 57 kursi, setelah dalam pemilihan umum 2004 memperoleh 45 kursi. PKS mampu menduduki urutan 4 besar di bawah
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
149
Demorat, Golkar, PDIP dan di atas PPP, PKB, PAN, pada pemilu sebelumnya ketiga partai tersebut berada di atas PKS. 352
352
www.kpu.go.id.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
150
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
BAB IV RESPON ORGANISASI DAKWAH TERHADAP GERAKAN TARBIYAH
Gerakan Tarbiyah pada 1980 hingga pertengahan tahun 1994, berkonsentrasi pada pembentukan pemahaman kader secara internal, yang dikenal dengan mihwar tanzhim. Interaksi kader tarbiyah dengan masyarakat baru dimulai tahun 1994, ketika memasuki mihwar sya’bi. Pada era ini kader tarbiyah dihadapkan kondisi riil masyarakat. Interaksi ini mendorong kaderkader bersentuhan dengan organisasi sosial keagamaan yang sudah ada sebelumnya. Gerakan Tarbiyah oleh sebagian 352 kelompok dimasukkan sebagai kelompok revivalis yang ajaran keislamannya mengacu pada faham Wahabi. Sehingga mereka menyebut watak keislaman Gerakan Tarbiyah berbeda dengan Islam arus utama di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, aktivitas Gerakan Tarbiyah yang berawal dari kegiatan berbasis kampus, telah menjelma menjadi partai dan ormas sekaligus. Aktivitas mereka mulai merisaukan organisasi kemasyarakatan Islam, seperti NU dan Muhammadiyah. 353 Untuk itu, dalam bab ini penulis akan menguraikan respon NU dan Muhammadiyah terhadap Gerakan Tarbiyah. 4.1.
Muhammadiyah Muhammadiyah didirikan sebagai upaya untuk membentuk masyarakat
beribadah, tunduk, taat dan patuh kepada Allah semata. Untuk mewujudkan masyarakat yang bahagia dan sentosa tersebut Muhammadiyah mewajibkan anggotanya mengikuti jejak para Nabi. Tujuan dasar untuk mampu mewujudkan 352
Sebagian kelompok yang menyebut Gerakan Tarbiyah sebagai kelompok yang mengacu ajaran keislamannya pada paham Wahabi, umumnya adalah kalangan Nahdliyin. 353 Tashwirul Afkar, No. 21, tahun 2007, hal 2-3.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
151
masyarakat tersebut, didasarkan pada Firman Allah Surah Ali Imron ayat 104 yang artinya: Adakanlah dari kamu sekalian, golongan yang mengajak ke-Islaman, meyuruh kepada yang kebaikan dan mencegah dari pada kemungkaran. Mereka inilah golongan yang beruntung berbahagia. (QS Ali Imron ayat 104). Berdasarkan ayat tersebut pada 18 Dzulhijah 1330 Hijriyah atau 18 November 1912, Ahmad Dahlan mendirikan suatu persyarikatan gerakan Islam dengan nama Muhammadiyah. Pembentukan organisasi ini merupakan suatu bentuk upaya yang dilakukan Dahlan dalam upaya menunaikan kewajiban, mengamalkan perintah-perintah Allah dan mengikuti sunnah Rasulallah, Nabi Muhammad saw, dan untuk mencapai masyarakat yang sentosa dan bahagia disertai nikmat dan rahmat Allah sehingga menjadi suatu negara yang indah, bersih, suci dan makmur. 354 Dalam
Anggaran
Dasar
Muhammadiyah
disebutkan
bahwa
Muhammadiyah adalah suatu organisasi dan merupakan alat perjuangan untuk mencapai suatu cita yang termaktub dalam pokok pikiran Muhammadiyah, yaitu masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. 355
354
355
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat, Dasar-Dasar Gerakan Muhammadiyah, Bandung: PW Muhammadiyah Jawa Barat, 2009, hal 55-85 Ibid. hal. Ada 7 pokok pikiran Muhammadiyah yaitu hidup manusia berdasarkan tauhid; hidup manusia itu bermasyarakat, hanya hukum Allah yang dapat dijadikan sendi untuk membentuk pribadi yang utama, Berjuang menegakkan Islam dan menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenarbenarnya, adalah wajib sebagai ibadah kepada Allah berbuat ihsan dan ishlah kepada manusia/ masyarakat; perjuangan menegakkan dan menj.unjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya hanya akan berhasil bila kita mengikuti jejak perjuangan para nabi terutama perjuangan Nabi Muhammad saw; perjuangan mewujudkan pokok pikiran-pokok pikiran tersebut hanyalah dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan berhasil, bila dengan cara berorganisasi. Organisasi adalah satu-satunya cara atau perjuangan yang sebaik-baiknya; pokokpokok pikiran/ prinsip-prinsip/ pendirian-pendirian seperti yang diuraikan dan diterangkan di muka itu adalah yang dapat untuk melaksanakan idiologinya terutama untuk mecapai tujuan yang menjadi cita-citanya, ialah terwujudnya masyarakat adil
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
152
K.H. Ahmad Dahlan, dalam ajarannya berpesan bahwa kita, manusia ini, hidup di dunia hanya sekali, akan mendapatkan kebahagiaankah atau kesengsaraankah? Dahlan kemudian mengutip suatu pernyataan klasik yang memiliki makna bahwa Manusia itu semuanya mati (mati perasaanya) kecuali para ulama, yaitu orang-orang yang berilmu. Dan para ulama pun itu dalam kebingungan, kecuali mereka yang beramal. Dan mereka yang beramal dalam kekhawatiran, kecuali mereka yang ikhlas dan bersih. 356 Pernyataan pendiri Muhammadiyah tersebut mengandung filosofi hidup yang mendalam, sekaligus menggambarkan sikap yang jelas dan mendasar tentang makna kehidupan. Hidup itu, apapun yang dilakukan, lebih-lebih dalam beramal melalui Muhammadiyah, harus jelas bingkai dan arahnya, tidak asal hidup dan tidak asal beraktivitas. Itulah hidup dengan idealisme bukan sekedar praktis. 357 Hal senada diungkapkan oleh Haedar Nashir, salah satu ketua PP Muhammadiyah, yang menyebutkan bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan Islam sejak didirikannya oleh K.H. Ahmad Dahlan hingga saat ini dan masa yang akan datang memiliki idealisme dan filosofi yang jelas dalam seluruh aktivitas
gerakannya.
Menurutnya
lebih
lanjut
bahwa
Muhammadiyah
merupakan gerakan Islam yang menjalankan dakwah dan tajdid-nya melalui berbagai usaha yag terorganisasi sehingga seluruh lini dan proes gerakannya bersandar pada idealisme/ filosofi yang jelas sebagai gerakan sosial keagamaan. Maksud dan tujuan Muhammadiyah adalah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarnya. Untuk mewujudukan hal tersebut dilakukan melalui amal usaha, program dan kegiatan
dan makmur lahir bathin yang diridhai Allah, ialah Masyarakat Islam yang sebenarbenarnya. (AD Muhammadiyah) 356 Ibid. 357 Haedar Nashir, Kristalisasi Ideologi dan Komitmen Bermuhammadiyah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007, hal. 2
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
153
yang sistematis. Semua hal tersebut untuk mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil alamin.358 Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi sosial keagamaan yang besar di Indonesia, bahkan Nashir menyebutkan di dunia Islam. Kebesaran Muhammadiyah bukan hanya dari segi kuantitas, namun juga dari segi kualitas, terutama dibandingkan dengan organisasi sosial Islam lainnya di Indonesia. Keunggulan itu didukung oleh Empat faktor
359
yaitu dari segi pengalaman,
karakter gerakannya, kiprah gerakannya, potensi sumber daya manusianya, hubungan dengan berbagai kelompok lain di dalam dan luar negeri, dan memiliki jumlah anggota yang besar.
360
Namun kurang diperhatikan oleh Nashir adalah
apakah itu tertanam pada individu-individu kader mereka. Jangan sampai hanya klaim bahwa Muhammadiyah sebagai organisasi sosial yang besar namun tidak mampu menjaga kader-kadernya untuk tetap beraktivitas di jalan yang sesuai dengan tujuan Muhammadiyah. Sehingga memunculkan kekhawatiran pada diri kader-kader mereka. 361 Kondisi seperti itu dipertanyakan kembali oleh kader Muhammadiyah sendiri, Masihkah potensi keswadayaan atau kemandirian itu berkembang di lingkungan Muhammadiyah? Walaupun di beberapa tempat masih ada dan masih terlihat, namun gejala pelemahan keswadayaan atau kemandirian mulai muncul di beberapa tempat. Munculnya kecenderungan untuk mencari bantuan dari luar memang tidak menjadi masalah, namun jangan memunculkan ketergantungan dari luar. Hal itu menurut pengurus Muhammadiyah akan menjadi masalah bagi Muhammadiyah. Karena ketergantungan akan
mematikan kemandirian
Muhammadiyah. Hal tersebut akan membawa dampak bagi kalangan kader
358
Haedar Nashir, Kristalisasi, hal. 3 Suara Muhammadiyah, No. 13 tahun ke 91, 1-15 Juli 2006 360 Bersama NU, Muhammadiyah sering disebut sebagai representasi gerakan Islam di Indonesia karena jumlah anggotanya. 361 Suara Muhammadiyah, No. 13 tahun ke 91, 1-15 Juli 2006. 359
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
154
Muhammadiyah kurang memberikan penghargaan terhadap potensi-potensi internal yang dimiliki Muhammadiyah. 362 Bila melihat kondisi Muhammadiyah seperti yang di sebut di atas
dari
teori rekonstruksi Berger, maka dalam proses Internalisasi individu kader Muhammadiyah mulai gamang mengidentifikasi
diri di tengah lembaga-
lembaga sosial atau organisasi sosial di mana individu tersebut menjadi anggotanya. Oleh karena itu Muhammadiyah
perlu meningkatkan kembali
proses ekternalisasi pada kader-kader Muhammadiyah, sehingga kader-kader mereka kembali memahami kelembagaan Muhammadiyah sehingga ketika ia berinteraksi sosial dalam dunia intersubyektif mendudukan dirinya sebagai bangga sebagai kader Muhammadiyah. Dengan kondisi Muhammadiyah saat ini yang sudah berusia lebih dari satu abad, muncul suatu pertanyaan Muhammadiyah
maupun
dari
kader
gamang yang berasal dari luar Muhammadiyah
sendiri;
Apakah
Muhammadiyah masih dapat dipertahankan atau relevan dengan perkembangan Islam masa kini? 363 Jika pertanyaan ini datang dari kader Muhammadiyah, berarti ada ketidakyakinan kader terhadap daya tahan persyarikatan yang didirikan oleh Dahlan lebih dari satu abad yang lalu. Hal ini tentu rentan bagi perkembangan Muhammadiyah. Kondisi ini mendorong Muhammadiyah untuk meneguhkan kembali ideologi gerakan Muhammadiyah. Haedar Nashir, dalam upaya menjaga Muhammadiyah agar tidak terjarah oleh gerakan lain, menuliskan bagaimana upaya yang dilakukan untuk meneguhkan ideologi gerakan Muhammadiyah. 364 Tulisan Nashir tersebut merupakan sebuah upaya untuk membendung masuknya ideologi lain ke dalam tubuh Muhammadiyah. Kekhawatiran Muhammadiyah terhadap infiltrasi ideologi lain ke dalam persyarikatan mulai muncul dalam Mukhtamar Muhammadiyah ke 46 di Malang 362
Suara Muhammadiyah, No. 13 tahun ke 91, 1-15 Juli 2006, hal 15 Suara Muhammadiyah, No. 14 tahun ke 91, 16-31 Juli 2006, hal 41 364 Haedar Nashir, Meneguhkan Kembali Gerakan Muhammadiyah, Malang: UM Malang Press, MPK PP Muhammadiyah dan Suara Muhammadiyah, 2005. 363
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
155
pada 2005 dengan mengusung tema revitalisasi. Kekhawatiran tersebut semakin diperkuat dengan pernyataan Ketua Pimpinan Pusat
Muhammadiyah dalam
ceramahnya di Workshop Pendidikan Al Islam di SMP-SMU Muhammadiyah di Yogyakarta pada 5 Pebruari 2006. Pada workshop tersebut, Din Syamsuddin mengungkapkan bahwa Muhammadiyah perlu untuk melakukan revitalisasi di semua bidang, terutama bidang pendidikan. Menurut Din Syamsuddin bidang terlemah dari persyarikatan Muhammadiyah dan rentan dimasuki ideologi lain adalah bidang pendidikan. Din Syamsuddin juga menyebutkan bahwa saat ini ada tawaran-tawaran ideologi dari sales-sales ideologi. Sehingga memunculkan kekhawatiran akan menguasai amal usaha Muhammadiyah, terutama lembaga pendidikan, untuk menyebarkan pemikirannya di Muhammadiyah. Lebih jauh Din Syamsuddin mengatakan bahwa Terdapat fakta, ada pimpinan Muhammadiyah, yang terpengaruh pada pesona ideologi-ideologi itu yang kemudian mereka ikuti. Kalau seandainya mereka keluar dari Muhammadiyah, saya melihatnya agak mendingan. Kita tinggal mencari anggota baru Muhammadiyah dari pangsa pasar lain. Tetapi ditenggarai kelompok ini atau kader-kader Muhammadiyah ini tetap bertahan di dalam Muhammadiyah. Punya peran dan fungsi di amal usaha Muhammadiyah. Kalau hanya pada tingkat ini masih mendingan juga kalau pasif. Tetapi mereka justru aktif dan proaktif, bahkan agresif, mungkin ada yang lebih tinggi lagi dari agresif, untuk menyebarkan faham agama baru yang mereka yakini ke kalangan Muhammadiyah. Yang mana pada titik-titik tertentu berbeda dengan Muhammadiyah. 365 Din Syamsuddin mengkhawatirkan kalau kondisi ini berlangsung terus menerus, 5 sampai dengan 15 tahun ke depan,
akan mengakibatkan kekeroposan
Muhammadiyah.
365
Suara Muhammadiyah, No. 6/91/ 16-31 Maret 2006.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
156
Din Syamsuddin mencontohkan hal tersebut dengan apa yang ia temukan kejadiannya di salah satu sekolah Muhammadiyah di Jakarta dalam kegiatan gebyar Muharam. Dalam kegiatan tersebut Din Syamsuddin melakukan cepat tepat secara terbuka menanyakan suatu hal tentang Muhammadiyah kepada siswa-siswa yang hadir. Din Syamsuddin sangat terperanjat ketika bertanya terkait dengan tujuan Muhammadiyah. Din Syamsuddin tidak mendapatkan jawaban seperti yang diharapkan dari siswa-siswa. Ia kemudian bertanya langsung kepada guru Kemuhammadiyahan dan Al Islam, Ia memperoleh jawaban yang membuatnya lebih terperanjat. Ia mendapatkan jawaban jauh dari yang diinginkannya.
Kekhawatiran Din Syamsuddin diamini oleh pimpinan
cabang Muhammadiyah tempat sekolah itu berada, Pimpinan Cabang Muhammadiyah tersebut mengatakan bahwa Pak Din, memang di sini guru-guru kita, tidak hanya
dalam mata
pelajaran yang lain, juga di dalam Al Islam dan Kemuhammadiyahan banyak yang punya kecenderungan lain, orientasi lain, aliran lain. Waktu kampanye dulu saat ada pooling tentang partai dan capres itu mereka sering meminjam handphonennya anak-anak kemudian mengirim sms untuk calon tertentu. 366 Dari uraian tadi tergambarkan bahwa Muhammadiyah melihat kaderisasi mereka lewat jalur pendidikan mulai diambil alih oleh ideologi lain. Masalah kaderisasi Muhammadiyah melalui pendidikan mendorong kader dan organisasi otonom Muhammadiyah mengambil sikap terhadap kondisi yang ada. Mereka umumnya menganggap bahwa mereka merasa dirugikan oleh ulah kelompok pengikut ideologi lain yang menggerogoti dan mengancam eksistensi Muhammadiyah, dan mereka menyebutnya sebagai virus. 367
Sebagai virus
tentunya ia masuk ke dalam tubuh yang sedang dalam kondisi sakit. Kalau diidentikan dengan tubuh berarti ada bagian tubuh yang sakit. Berarti ada 366 367
Suara Muhammadiyah, No. 6/91/ 16-31 Maret 2006. Suara Muhammadiyah, No. 4/91/ 16-28 Februari 2006.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
157
bagian-bagian dari Muhammadiyah yang sakit. Benteng sebuah organisasi adalah kaderisasi, berarti proses kaderisasi Muhammadiyah mengalami masalah, oleh
karena
itu
perlu
proses
penanaman
kembali
pemahaman
kemuhammadiyahan pada kader-kader. Sehingga perlu cara baru agar rekonstruksi pemikiran Muhammadiyah dapat berjalan kembali sehingga terinternalisasi dengan baik pada diri kader-kadernya. Kondisi Muhammadiyah seperti itu membuat persyarikatan Muhammadiyah berusaha keras untuk melakukan revitalisasi organisasi. Masalah infiltrasi ideologi lain ke dalam tubuh Muhammadiyah muncul menjadi polemik
ketika Abdul Munir Mulkan, salah satu ketua PP
Muhammadiyah, menuliskan kondisi Muhammadiyah di Desa Sendang Ayu, Lampung. Ia menggambarkan kondisi masjid Muhammadiyah di Sendang Ayu seang terjadi pergulatan. Warga Muhammadiyah mulai terganggu dengan masuknya mubaligh yang membawa pesan partai tertentu, di tambah mubaligh tersebut mengantungi pesan dari pimpinan Muhammadiyah yang lebih tinggi. Tulisan Abdul Munir Mulkan ini kemudian mendapat tanggapan dari Farid Setiawan. Farid menginginkan agar Muhammadiyah mengambil upaya untuk mengamputasi virus kanker berstadium empat. Jika kondisi seperti ini tetap membuat Muhammadiyah diam, maka umur Muhammadiyah hanya akan sepanjang umur pemimpinnya sekarang. Kader Muhammadiyah semakin dikagetkan lagi oleh otokritik Farid Setiawan, terkait kondisi sekolah kader Muhammadiyah. Menyelamatkan
Farid melalui tulisannya Mualimin
dan
yang berjudul “Tiga Upaya
Mualimat”
dalam
majalah
Suara
Muhammadiyah, edisi No.7/91/ 1-15 April 2006 mengkritisi kondisi yang ada di sekolah kader Muhammadiyah, Madrasah Mu’allimin dan Muallimat. Tulisan Farid merupakan otokritik pertama yang cukup mengagetkan kalangan kader Muhammadiyah karena secara terbuka Farid membuka kegagalan kaderisasi yang dilakukan Muhammadiyah melalui dua madarasah tersebut dan tawaran solusinya yang dianggap radikal. Bahkan Taufik Nugroho 368 menyebut tulisan 368
Taufik Nugroho adalah aktivis Pemuda Muhammadiyah Jepara.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
158
ini sebagai percikan api yang menyulut banyak pihak untuk ikut berkomentar. Kondisi ini mendorong Suara Muhammdiyah No 10/91/16-31 Mei 2006, tiga nomor setelah tulisan Farid dalam Suara Muhammadiyah edisi No.7/91/1-15 April 2006, menerbitkan sajian utama dengan judul Bertumpu Pada Nilai Dasar Muhammadiyah. Sebuah upaya untuk menyajikan apa yang harus dilakukan oleh kader Muhammadiyah dalam mensikapi kondisi yang ada dan menyelesaikan polemik tentang masuknya pemikiran tarbiyah di Muhammadiyah. Tulisan Farid yang berjudul “Tiga Upaya Menyelamatkan Mu’allimin dan
Mu’allimat”
merupakan
upaya
mengkritisi
dua
sekolah
kader
Muhammadiyah yang telah tersusupi virus Tarbiyah. Tentu saja tulisan Farid ini membuat kaget bebagai kalangan di Muhammadiyah karena lembaga kaderisasinya sudah digerogoti virus Tarbiyah. Farid mengawali tulisannya dengan kondisi yang ada di sekolah kader Muhammadiyah, yaitu pudarnya transformasi ideologi Muhammadiyah yang dilakukan
melalui
Madrasah
Mu’allimin
dan
Madrasah
Mu’allimat
Muhammadiyah. Mu’allimin dan Mu’allimat Muhammadiyah merupakan sekolah guru yang didirikan Ahmad Dahlan dalam upaya mempercepat penyebaran gagasan pembaruan atau modernisasi pendidikan yang digagas oleh Dahlan.
Pemikiran
Dahlan
mendirikan
Kweekschool
Muhammadiyah
(Mu’allimin) dan Kweekschool Putri Muhammadiyah (Mu’allimat) dengan alasan bahwa dengan mendidik guru diharapkan dapat mempercepat proses transformasi gagasan pembaruan dan dalam perjuangan ke depan guru akan memiliki banyak murid. 369 Jadi jelas bahwa pendirian kedua sekolah tersebut mempunyai visi dan orientasi yang jelas yaitu mentransformasikan ideologi pembaruan
Muhammadiyah.
Hal
inilah
yang
mendorong
tokoh-tokoh
Muhammadiyah menyekolahkan anaknya ke sekolah kader ini. Lebih
lanjut
Farid
menekankan
bahwa
transformasi
ideologi
Muhammadiyah di dua sekolah tersebut terlihat perlahan-lahan mulai memudar 369
Suara Muhammadiyah, No. 7/91/1-15 April 2006
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
159
bahkan mulai tidak kelihatan. Farid melihat bahwa perubahan tersebut selain karena faktor tingginya persaingan serta cuaca global yang kurang mendukung berkembangnya madrasah, juga oleh adanya faktor lain yang menyebabkan hal tersebut yaitu mewabahnya “virus tarbiyah” yang semakin menggurita. “Virus tarbiyah” tersebut sebagian besar telah memasuki urat nadi kepengurusan madrasah, dari guru sampai pendamping asrama yang biasa disebut musrif dan musyrifah. 370 Hal inilah yang membuat hampir semua pengurus Muhammadiyah mulai mewaspadai ancaman dari virus Tarbiyah. Farid memandang bahwa virus itu tidak kasat mata alias tidak dapat terlihat dengan jelas. Namun yang pasti “kegenitan politik” dalam berafiliasi terhadap salah satu partai dan Manhaj lain dan berideologi lain yang bukan ideologi Muhammadiyah menjadikan para pengurus, guru dan musyrif/ musyrifah
semakin
menampakkan
gerakan
yang
berbeda
dengan
Muhammadiyah. Mereka cenderung menggunakan metode Tarbiyah dalam mengembangkan gerakan dan kepentingan politiknya. Hal ini terlihat dalam upaya mereka melakukan kaderisasi yang lebih cenderung melakukan pola yang tidak sejalan dengan Muhammadiyah namun lebih mengambil pola Gerakan Tarbiyah, seperti Daurah, Liqo, Usrah, Daulah Islamiah dan Jihad fi Sabilillah yang dijadikan jargon dalam membakar semangar kader yang dibina. 371 Terkait dengan ini Ustadz Farhan dalam wawancaranya dengan penulis menyebutkan bahwa mereka (kader-kader Muhammadiyah yang punya kecenderungan ke ideologi Tarbiyah) lebih cenderung taat pada apa yang diinstruksikan
oleh
jamaahnya
dibandingkan
dengan
perintah
dari
Muhammadiyah. Ustadz Farhan menyebutkan contohnya dalam mengawali puasa maupun dalam melakukan shalat ied berbeda waktunya dengan yang ditetapkan
Muhammadiyah. 372
Jadi
ketaatan
kepada
persyarikatan
Muhammdiyah kalah dibandingkan dengan ketaatan pada Gerakan Tarbiyah. Hal 370
Suara Muhammadiyah, No. 7/91/1-15 April 2006 Suara Muhammadiyah, No. 7/91/1-15 April 2006 372 Wawancara Ustadz Farhan, Ketua PD Muhammdiyah Depok 371
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
160
ini oleh Mashadi sebagai kesalahan fatal beberapa kader Tarbiyah yang juga menjadi anggota di organisasi lain, terutama di Muhammadiyah. 373 Farid menegaskan bahwa Muhammadiyah dengan kondisi seperti ini seharusnya mulai mengaca diri dan meninjau kembali signifikasi dari alat madrasah. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut Farid mengusulkan tiga pilihan yang harus dilakukan Muhammadiyah dalam upaya penyembuhan penyakit akut yang diderita oleh Mualimin dan Mualimat. Langkah yang diajukan oleh Farid adalah 1. Pembubaran madrasah dan menggantikannya dengan madrasah baru dengan pendampingan secara total oleh Muhammadiyah sendiri. 2. Merombak seluruh kurikulum dan seluruh pengurus dari guru sampai musyrif dan musyrifah yang terlibat dengan ideologi lain, dengan cara memotong satu generasi. 3. Melakukan pemberdayaan secara maksimal terhadap organisasi otonom Muhammadiyah. 374 Menurut Farid, tawaran tersebut merupakan langkah jangka pendek yang sekiranya dapat dilakukan oleh Muhammadiyah. Jika PP Muhammadiyah sampai dengan PD bersatu untuk menjalankan tiga tawaran tadi secara maksimal maka penyelamatan Mu’allimin dan Mu’allimat dari penjarahan anak didik dan kader muda dapat dilaksanakan. Kritikan Farid yang tajam dalam majalah Suara Muhammadiyah mendorong berbagai pihak di Muhamadiyah melontarkan balasan tulisan terhadap gagasan Farid. Gagasan yang dilontarkan kader-kader Muhammadiyah pun muncul beragam, ada yang mendukung maupun yang menolak tentang fakta yang diungkapkan dan tawaran solusi untuk menyelesaikannya.
Beberapa
tanggapan yang muncul yang menolak pandangan Farid, diantaranya adalah
373 374
Wawancara Ustadz Mashadi Suara Muhammadiyah, No. 7/91/1-15 April 2006
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
161
jawaban dari direktur Mua’limin dan Mua’limat Muhammadiyah Yogyakarta.375 Tulisan tersebut umumnya menunjukkan kekecewaannya terhadap Farid yang dinilai
sebagai bagian dari pimpinan wilayah Muhammadiyah, seharusnya
memahami
tentang
madrasah
Mu’allimin
dan
Mu’allimat
sehingga
pernyataannya dapat memperkeruh suasana. Seperti yang disebutkan dalam Suara Muhammadiyah edisi 1-15 Mei 2006 bahwa Farid selaku sekertaris MPK PWM DIY belum memahami betul tentang ‘apa dan bagaimana” sesungguhnya madrasah Mu’allimin dan Mu’allimat. Selaku pimpinan Muhammadiyah tingkat wilayah tentunya FS harus dapat melakukan proses tabayyun/ klarifikasi ( Q.S. Al Hujurat: 6) terhadap berbagai bentuk informasi yang terkait dengan perkembangan Muhammadiyah termasuk persoalan yang menyangkut
di lembaga
pendidikan Muhammadiyah sehingga mampu memberikan pernyataan (statement) yang arif dan bijaksana bukan malah memperkeruh suasana karena sumber data yang tidak valid dan hanya berdasarkan asumsi dan opini belaka. 376 Lebih jauh disebutkan bahwa penanganan yang diusulkan oleh Farid terdapat inkonsistensi terhadap upaya penanganan untuk menyelesaikan permasalahan di Mu’allimin dan Mu’allimat. Ada kontradiktif atas usulan-usulan yang diberikan, seharusnya bukan usulan yang terlepas. Namun merupakan suatu upaya penyelesaian yang menjadi satu kesatuan, bukan penyelesaian satupersatu. Disebutkan dalam salah satu bagian tulisan bahwa Adanya sikap inkonsistensi dari FS terutama terkait dengan langkah-langkah penanganan
yang diberikan. FS menyatakan bahwa
salah satu upaya “penyelamatan” adalah dengan pembubaran kedua madrasah (point pertama), tetapi di lain pihak meminta dilakukan restrukturisasi terhadap kurikulum, pengurus yang ada dan lain-lain 375
Direktur Mualimin M Ikhwan Ahada S.Ag. dan Direktur Mualimat Dra. Fauziah Tri Astuti 376 Suara Muhammadiyah, No. 9/91/1-15 Mei 2006.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
162
(point kedua). Upaya ini terlihat kontradiktif satu sama lain. Padahal “tiga upaya” yang ditawarkan FS bukan alternatif langkah penanganan yang dapat diambil salah satu, tetapi satu kesatuan yang saling terkait. Ditekankan pula oleh dua direktur Mu’allimin dan Mu’allimat bahwa pembubaran kedua madrasah yang diusulkan oleh Farid merupakan suatu sikap “radikalisme baru”. Sikap ini dilihatnya bertentangan dengan prinsip yang diajarkan KH Ahmad Dahlan yang menjunjung akhlakul karimah, cerdas dan bijaksana. Harusnya sikap ini yang diteladani oleh setiap warga Muhammadiyah terutama pimpinannya. Intinya kedua direktur tersebut tidak bisa menerima apa yang dituduhkan oleh Farid. Tanggapan lain terhadap tulisan Farid datang dari Sekretaris Jenderal Dewa Pimpinan IKMAMMM (Ikatan Keluarga Abituren Madrasah Mua’llimin dan Mua’limat) Ridho Al Hamdi dalam Suara Muhammadiyah edisi 16-31 Mei 2006 yang berjudul “Ber-tabayun-lah Atas Soal Mu’allimin dan Mu’allimat”. Ridho selaku alumni mempertanyakan apakah benar pernyataan Farid bahwa dua sekolah kader milik Muhammadiyah terjangkit virus Tarbiyah. Namun demikian Ridho
juga
tidak
menyalahkan
sepenuhnya
pernyataan
Farid,
dan
menganggapnya sebagai suatu otokritik yang baik karena isu yang berkembang dikalangan Muhammadiyah kedua sekolah kader tersebut memang sedang terserang virus Tarbiyah. Saya kira apa yang ditulis oleh Farid tidak mutlak salah semua. Itu bisa dijadikan otokritik yang baik. Memang isu yang berkembang diluar, kedua sekolah kader ini sedang terserang virus Tarbiyah. Namun muncul pertanyaan
darimana data yang ditulis oleh saudara Farid?
Apakah ia benar-benar sudah cross check dan datang langsung ke Madrasah Mu’allimin dan Madrasah Mu’allimat, dan lalu terbukti benar? Atau sekedar asumsi belaka yang penuh kepentingan politis? 377
377
Suara Muhammadiyah No 10/91/ 16-31 Mei 2006
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
163
Ridho juga menyebutkan bahwa Farid tidak memberikan penjelasan secara konkrit tentang apa yang dia ungkapkan. Tulisan Farid terkesan mengambang dan mengada-ada kalaupun diberikan contoh itu lebih cenderung asumsi belaka tanpa bisa membuktikan bahwa virus Tarbiyah telah merasuk ke para pimpinannya. Ridho lebih cenderung memandang tulisan Farid sebagai tulisan sosiologis yang terjebak pada wilayah simbolik. Seperti yang disebutkan bahwa Sepertinya tulisan saudara Farid dalam kajian sosiologis, telah terjebak pada wilayah Sosiologis. Seolah orang yang memakai “jilbab gondrong” dan berfaham yang cenderung spiritual dianggap bukan Muhammadiyah.
Sehingga
dipertanyakan
simbol
dan
faham
Muhammadiyah yang seperti apa? Berjilbab sedang? Atau pakaianya berdasi? 378 Ridho menyarankan agar Farid tidak terjebak dalam tataran simbolik karena bukan hal yang substansial. Penampakan memang sesuatu yang penting namun jangan terjebak dalam hal-hal yang tampak saja sehingga simbol dijadikan standar utama untuk mengukur apakah seseorang itu kader Muhammmadiyah sejati atau bukan kader Muhammadiyah. Bahkan lebih jauh Ridho menegaskan agar kader Muhammadiyah melepaskan paradigma simbolik yang juga menjadi “virus” bagi kader-kader muda Muhammadiyah. Pandangan Ridho terhadap tawaran penyelesaian yag diajukan Farid, Ridho sejalan dengan pemikiran
dua direktur Madrasah Mua’laimin dan
Madrasah Mua’limat. Namun ia masih mempertanyakan mengapa tawaran penyelesaian
itu menjadi langkah jangka pendek yang harus dilakukan
Muhammadiyah. Baginya masih adalah masalah yang lebih besar, ia melihat sepertinya problem tentang madrasah tersebut mengalahkan problem kebangsaan yang juga harus diselesaikan oleh Muhammadiyah. Sehingga ia menyarankan
378
Suara Muhammadiyah No 10/91/ 16-31 Mei 2006
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
164
saudara Farid untuk bertabayun (ceck and receck) sebelum mengambil sikap/ menulis jangan asal asumsi belaka. 379 Tanggapan lain adalah tulisan Taufiq Nugroho yang cenderung mendukung otokritik Farid. Ia mengatakan bahwa infiltrasi ideologi Tarbiyah ke dalam persyarikatan Muhammadiyah yang saat ini terjadi sudah mencapai tataran yang “akut” jauh sebelum kelompok ini membenuk partai politik. Taufiq lebih jauh menyebutkan bahwa dalam mengahadapi kondisi seperti ini dan otokritik yang dilakukan oleh kader Muhammadiyah hendaknya para penggiat persyarikatan tidak saling bertentangan dan juga tidak menjauhkan diri dari akhlaqul karimah. Hendaknya semua pihak harus saling bertabayun (ceck and receck) dan dapat mengambil hikmahnya. Ia juga menegaskan bahwa kita harus selalu ingat dan bisa mengambil makna pesan dari Ahmad Dahlan “hiduphidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah. Taufik dalam menyelesaikan kondisi yang ada pada saat ini, yang terkait dengan persoalan penggerogotan ideologi Muhammadiyah, perlu melakukan revitalisasi dalam sisi dakwah dan pengkaderan. Pernyataan Taufiq ini mengutip dari pernyataan Dien Syamsuddin, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang mengatakan bahwa Muhammadiyah perlu melakukan revitalisasi di segala bidang. 380 Taufiq mengusulkan dalam mensikapi virus ideologi Tarbiyah, Muhammadiyah harus segera mengambil treatment yang tepat, sehingga cepat sembuh dan tidak merusak organ yang lain. Untuk itu menurut Taufik, beberapa persoalan penting yang dihadapi oleh organisasi Muhammadiyah saat ini adalah 1. Kaderisasi dan regenerasi yang sehat di setiap level tingkatan pimpinan Muhammadiyah 2. Back to basic, artinya Muhammadiyah harus kembali ke khittah perjuangan
379 380
Suara Muhammadiyah, No 10/91/ 16-31 Mei 2006 Suara Muhammadiyah, No. 15/ 91/1-15 Agustus 2006
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
165
3. Pembangkitan kembali ranting-ranting Muhammadiyah baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Pandangan lain terhadap tulisan Farid datang dari seorang guru sekolah Muhammadiyah, Sucipto.
Menurutnya gejala merebaknya para aktivis yang
membawa kepentingan politik tertentu
mudah ditemukan di amal usaha
Muhammadiyah yang lain, baik di bidang pendidikan maupun di bidang kesehatan. Namun keberadaan Madrasah Mu’allimin dan Madrasah Mu’allimat sebagai simbol utama sekolah kader Muhammadiyah memang sangat pantas dijadikan studi kasus, karena kedua madrasah ini berada di bawah pengawasa langsung Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Tentunya dipertanyakan bagaimana PP Muhammadiyah melakukan pengawasan sehingga memunculkan apa yang dikhawatirkan Farid. Kemunculan otokritik Farid seharusnya membuat masingmasing pihak bergerak sesuai dengan kewenangannya melakukan perbaikan. PP Muhammadiyah harus segera bergerak mengecek kebenaran fakta yang ada dilapangan. Jika PP Muhammadiyah menemukan fakta yang valid, maka tidak ada salahnya mempertimbangkan tawaran penyelamatan yang diajukan. 381 Sucipto juga menegaskan bahwa dalam mensikapi kelompok tersebut yang dikenakan adalah kacamata politik, karena mereka memilih jalan politik dalam mencapai cita-citanya. Kelompok ini juga dalam pandangan Sucipto mempunyai dua wajah dalam gerakannya, seperti dua sisi mata uang yaitu wajah politik dan wajah dakwah. Muhammadiyah dalam bersinggungan dengan partai politik selama ini, baik dengan PAN dan PPP, tidak pernah muncul masalah. Namun ketika Muhammadiyah bersinggungan dengan kelompok yang berjargon “partai dakwah” muncul masalah. 382 Dalam pandangan pengurus Muhammadiyah, kelompok ini dilapangan makin memperlihatkan perbedaannya. Walaupun mereka mengaku sebagai warga Muhammadiyah, sampai batas tertentu mereka pernah melaksanakan
381 382
Suara Muhammadiyah, No 10/91/16-31 Mei 2006 Suara Muhammadiyah No 10/91/16-31 Mei 2006
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
166
shalat ied di hari yang berbeda dengan Muhammadiyah. Jika yang dimaksud oleh Farid adalah kelompok ini, maka menurut Sucipto, maka sangat beralasan kalau PP Muhammadiyah megambil sikap untuk menyelamatkan keberadaan sekolah kader Muhammadiyah dari pengaruh kelompok tersebut. 383 Menurut Sucipto, masuknya pola pembinaan organisasi lain ke dalam sekolah Muhammadiyah karena pengelolaan Madrasah Mu’allimin dan Mu’allimat tidak dijalankan secara terpadu, asrama dan sekolah terletak terpisah dan berjauhan. Sehingga solusi yang harus dijalankan oleh PP Muhammadiyah tidak perlu membubarkan sekolah seperti usulan Farid. Namun
cukup
memindahkan sekolah kedalam satu lokasi yang terpadu. Lokasi sekolah dan asrama yang terpadu akan menjadikan kaderisasi menjadi lebih efektif. Kemudian segera dilakukan pembaruan kurikulum. Pembaruan kurikulum akan membawa dampak terhadap pengetahuan para santri. Sucipto juga mengusulkan untuk memperbaiki isi buku-buku kemuhammadiyahan sehingga dapat mendorong transformasi nilai-nilai kepribadian Muhammadiyah, sehingga sekolah kader tidak mati. 384 Kalau kita melihat kembali karakterisik dakwah IM ataupun Gerakan Tarbiyah, yaitu menjauhi titik-titik khilafiah, memang cukup menarik. Kader Tarbiyah biasanya mengambil sikap terkait dengan masalah khilafiah misalnya dengan sholat ied waktu awal puasa pada awalnya cenderung mengikuti kebijakan Muhammadiyah. Namun pasca tahun 2004, setelah keterlibatan kaderkader Tarbiyah dalam politik dan ditetapkannya Manhaj Tarbiyah 1421, yang membekali kadernya untuk memasuki Mihwar Muasassi, seperti yang disebutkan dalam bab III, cenderung mengikuti kebijakan Pemerintah RI, Ini sebuah bukti bahwa Gerakan Tarbiyah menjauhi titik-titik khilafiah untuk menjaga persatuan. Hal ini sejalan dengan tujuan Gerakan Tarbiyah yaitu menegakkan persatuan dan kesatuan bangsa dan menempatkannya di atas perbedaan suku, golongan serta agama, dan memelihara kemaslahatan Islam dan 383 384
Ibid. Ibid.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
167
kaum muslimin serta memotivasi mereka untuk memiliki rasa tanggung jawab bagi kedamaian dan kejayaan bangsa. 385 Namun di sisi lain, Muhammadiyah merupakan organisasi Islam yang independen dan memiliki sistem, aturan dan rumah tangga sendiri yang harus di rawat di jaga dan dipelihara, dipertahankan, dikembangkan dan dikokohkan oleh warganya. Menurut pengurus Muhammadiyah, masalah mulai muncul ketika Gerakan Tarbiyah/ sayap politiknya PKS melakukan masuk ke dalam lingkungan Muhammadiyah, dengan melakukan infiltrasi ideologis dan paham keagamaannya, kemudian menarik warga Muhammadiyah dengan melakukan kegiatan di dalam Muhammadiyah. Hal ini seperti yang diungkap oleh satu satu cabang Muhammadiyah di Jakarta, ketika guru-guru mereka yang juga aktivis tarbiyah, menarik siswa-siswanya terlibat aktivitas kepolitikan sewaktu ia mengajar, dengan meminjam telefon siswa untuk mengikuti poling. Hal ini juga yang disayangkan oleh Mashadi terhadap kader tarbiyah. Hal ini terjadi karena kekurang fahaman atau karena kecenderungan lebih mementingkan lembaga, bukan dakwahnya. Lebih lanjut disebutkan bisa jadi karena proses pembinaan yang belum matang. Hal ini terjadi karena euforia politik yang melanda kader tarbiyah. 386 Pandangan yang setuju dengan otokritik Farid juga datang dari mantan guru Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta, sekarang sebagai wakil ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Pemalang, Abdul Muin Malilang. Muin memandang bahwa esensi tulisan Farid tidak berporos pada penilaian model dan sistem pembelajaran yang sudah dianut oleh madrasah Mu’allimin dan madrasah Mu’allimat. Namun merupakan sebuah tahdzir (peringatan) bagi warga Muhammadiyah, terutama sekolah-sekolah Muhammadiyah
yang
merupakan pusat pendidikan kader secara formal bagi Muhammadiyah. Menurutnya Farid tidak menginginkan lembaga pendidikan Muhammadiyah
385 386
Manhaj Tarbiyah 1427, Wawancara Ustadz Mashadi.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
168
menjadi “rumah singgah” bagi petualan politik yang berbaju persyarikatan dan bertampang da’i yang tulus namun berwatak benalu. 387 Lebih lanjut Muin mengatakan bahwa Solusi yang ditawarkan Farid dalam menyelesaikan masalah Madrasah Mu’allimin dan Madrasah Mu’allimat terkesan radikal. Namun itu hanya beraroma hiperbolis dan dalam kerangka keprihatinan yang cukup dalam atas merebaknya “virus Tarbiyah” di dalam tubuh kedua madrasah tersebut. 388 Virus tarbiyah bukan isapan jempol bagi Farid, namun sudah merupakan wabah bagi Muhammadiyah.
Disebutkan pula bahwa virus tersebut telah
mewabah ke amal usaha Muhammadiyah di daerah-daerah baik bidang pendidikan maupun kesehatan. Di samping itu juga mengintai personil pimpinan persyarikatan yang masih labil ideologi Muhammadiyahnya. Sehingga bukan hal mustahil akan munculnya generasi yang dididik oleh Muhammadiyah namun kelak akan menjadi musuh Muhammadiyah. 389 Farid dalam tulisan tanggapannya terhadap tulisan-tulisan yang menuduh tulisannya tanpa fakta atau sebatas opini, ia mengambarkan bahwa Gerakan Tarbiyah sebagai gerakan dakwah berbeda dengan Muhammadiyah. Gerakan Tarbiyah bukan hanya organisasi dakwah namun juga organisasi politik. Ia mengutip syair Muhammad Iqbal yang mengibaratkan gerakan tarbiyah seperti dalam tubuh burung merpati yang kecil, lunak dan jinak terdapat hati burung garuda dan singa. Farid mengartikan istilah tersebut dengan makna gerakan tarbiyah ini cukup lembut dan halus, namun dibalik kelemutan dan kehalusannya tersebut muncul kader militan dengan jiwa yang membara. Sehingga Farid menyebutkan pula
bahwa kehalusan gerakan tarbiyah sulit terdeteksi oleh
sebagian orang awam, seperti siswa-siswa madrasah. Mereka malah menikmati 387
Suara Muhammadiyah, No. 15/ 91/1-15 Agustus 2006 Suara Muhammadiyah, No. 15/ 91/1-15 Agustus 2006 389 Suara Muhammadiyah No.10/91/16-31 Mei 2006 388
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
169
adanya metode pembelajaran yang selama ini disuguhkan oleh kelompokkelompok tarbiyah tersebut. Dalam pandangan Farid hal ini terjadi karena ada kemiripan antara Muhammadiyah dan Gerakan Tarbiyah sebagai organisasi dakwah. Terkadang terlena mereka memberikan keberpihakan pada organisasi induk. 390 Model infiltrasi Gerakan Tarbiyah yang digambarkan oleh Farid lebih mengambil strategi infiltrasi gerakan kultural. Infiltrasi model ini membuat warga persyarikatan susah untuk membedakan antara pelaksanaan agenda resmi madrasah dengan proses pembinaan Gerakan Tarbiyah.
Berjalannya proses
infiltrasi kultural ini menurut Farid karena di topang oleh guru, musyrif dan musyrifah, pamong atau kepala asrama dan beberapa pengurus madrasah. Sehingga penginfiltrasian ideologi non Muhammadiyah bisa dilakukan di dalam kelas, seperti di Mu’allimin dan di asrama seperti di Mu’allimat. Bahkan dalam pandangan Farid, di sekolah kader tersebut ada guru yang berpendapat bahwa Muhammadiyah itu bukan agama, ideologi kita inikan Islam, kenapa kita harus mengikuti Muhammadiyah. Hal inilah yang membuat siswa “enggan” berpihak ke Muhammadiyah. 391 Polemik masalah Mu’allimin dan Mu’allimat di majalah Suara Muhammadiyah terkait dengan berkembangnya faham tarbiyah di luar faham Muhammadiyah coba ditengahi oleh Haedar Nashir, salah satu ketua PP Muhamamdiyah, dan segera untuk diakhiri. Upaya Haedar dalam menyelesaikan permasalahan ini dengan mencari jalan keluar di tengah perbedaaan cara pandang dalam mensikapi infiltrasi virus tarbiyah yang menyelinap masuk ke dalam Muhammadiyah. Namun sikap yang diambil Haedar hanya sebatas himbauan, seperti yang diusulkannya dalam artikelnya di Suara Muhammadiyah No 11/91/1-15 Juni 2006. Ia menyebutkan bahwa
390 391
Ibid. Suara Muhammadiyah No.10/91/16-31 Mei 2006
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
170
Karena itu
pula,
bagi
pihak-pihak
yang
berfaham
dan
ingin
mengembangkan paham dan kepentingan-kepentingan lain di luar faham Muhammadiyah, baik di Madrasah Mu’allimin dan Madrasah Mu’allimat maupun di amal usaha dan lingkungan Muhammadiyah pada umumnya untuk segera menghentikan niat, kegiatan, dan ambisinya agar tidak mengganggu tatanan persyarikatan. 392 Seruan Nashir ini diarahkan untuk guru, dosen, dokter, paramedis dan pimpinannya.
Mereka
dituntut
untuk
berkhidmat
sepenuhnya
kepada
Muhammadiyah, bukan membawa paham dan kepentingan lain dalam rumah Muhammadiyah. Jika tidak cocok dengan Muhammadiyah, mereka diminta oleh Haedar untuk berpamitan dan pergi ketempat lain yang menjadi idaman mereka. Jelas terlihat tidak ada keberanian untuk melakukan sebuah tindakan pemecatan atau pencopotan sebagai kader Muhammadiyah, namun hanya sebatas himbauan. Ini menunjukkan ada keragu-raguan atau ketakutan kehilangan kader yag potensial. Namun padangan yang diungkapkan oleh Haedar Nashir dipandang oleh kader Muhammadiyah lain, melalui tulisannya di Suara Muhammadiyah No 13/91/1-15 Juli 2006, masih jauh dari memuaskan, walaupun cukup melegakan. Karena sudah ada Pimpinan Muhammadiyah mencoba mencari solusi. Dua kader Muhammadiyah,
dalam
Suara
Muhammadiya
No.13
tahun
2006,
mengungkapkan bahwa permasalahan Gerakan Tarbiyah jangan dipandang sebagai kasus belaka, karena kasus ini hampir menyebar di wilayah-wilayah lain. Mereka memandang sebagai sebuah skenario besar yang dilakukan Gerakan Tarbiyah untuk menggembosi ormas-ormas Islam, termasuk Muhammadiyah. Pandangan
mereka
penyimpangan
sejalan
yang
radikal
dengan dari
pandangan
Berger,
bahwa
setiap
kelembagaan
tampak
sebagai
suatu
penyimpangan dari suatu kenyataan. Penyimpangan itu menurut Berger sebagai
392
Suara Muhammadiyah
No 11/91/1-15 Juni 2006.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
171
suatu kebejatan moral atau karena ketidaktahuan. 393 Muhammadiyah sebagai suatu perangkat lembaga memiliki aturan yang berlaku umum, maka setiap penyimpangan
yang
radikal
dari
kelembagaan
tampak
sebagai
suatu
penyimpangan dari suatu kenyataan. Penyimpangan seperti itu sebagai suatu kebejatan moral atau karena ketidaktahuan. Kalau karena faktor ketidaktahuan kader Muhammadiyah jelas tidak mungkin, kalau memang ketidaktahuan berarti Muhammadiyah ada masalah dalam proses pembinaan. Atau bisa jadi mereka menganggap aturan yang berlaku di Muhammadiyah sudah tidak relevan lagi. Kondisi ini mendorong kader Muhammadiyah mencari sesuatu yang baru setelah menunggu tidak ada perubahan. Dalam kondisi seperti ini pemikiran tarbiyah masuk dan melakukan proses eksternalisasi pemikirannya terhadap kader Muhammadiyah. Lebih lanjut dalam Suara Muhammadiyah No 13/91/1-15 Juli 2006, disebutkan bahwa kondisi ini, penggerogotan virus tarbiyah, sudah berlangsung lama dan tanpa disadari oleh pemimpin Muhamamdiyah dan sekarang mereka sudah muncul sebagai kekuatan baru yang kegiatannya sama persis seperti Muhamamdiyah plus partai politik. Terjadinya peristiwa ini karena mereka secara “cerdas” dan “manipulatif” berhasil menjual isu-isu dakwah, di sisi lain warga Muhammadiyah memang gumunan, artinya gampang terpengaruh dengan barang dagangan baru. Artinya hal ini terjadi karena orang Muhammadiyah banyak juga yang taqlid dan sebagian lagi mujtahid. Oleh karena itu upaya penyelesaiannya harus segera dilakukan, karena yang namanya virus tanpa diundang pun akan terus menyelinap dan masuk kemana-mana. Oleh karena itu pimpinan Muhamadiyah perlu mengambil sikap yang tegas dan langkah yang konkrit, yaitu mengeluarkan suatu keputusan dari pimpinan pusat terkait dengan kondisi seperti ini. 394
393
Peter L Berger dan ThomasLuckmann, Tafsir Sosial Atas Kenyataan:Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan, Jakarta: LP3ES,1990, hal. 94 394 Suara Muhammadiyah No. 13/91/1-15 Juli 2006
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
172
Alasan yang diajukan oleh Muhammadiyah, cenderung menutupi kelemahan yang dimiliki, tanpa mau mengungkap kenapa sampai hal itu terjadi. Berdasarkan data-data yang penulis peroleh, terlihat bahwa proses kaderisasi Muhammadiyah terjadi proses stagnasi karena merasa sebagai sebuah organisasi yang mapan. Seharus Muhammadiyah memperhatikan faktor-faktor yang berkembang di luar, sehingga bisa menyesuaikan diri untuk melakukan pengembangan. Namun yang terjadi Muhammadiyah merasa eksis dengan kondisi yang ada. Seharusnya Muhammadiyah membuat suatu kebijakan untuk melakukan perubahan yang sesuai dengan tujuan awal pendirian Muhammadiyah yaitu
gerakan
pembaruan.
Kondisi
saat
ini
seperti
menggambarkan
Muhammadiyah jumud dengan kebijakan-kebijakan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman, karena dalam Islam hanya Al Quran dan Sunnah yang tidak boleh diubah. Sikap Muhammadiyah berbeda dengan gerakan tarbiyah dalam mensikapi kondisi lingkungan sosial masyarakatnya. Gerakan Tarbiyah sudah beberapa kali melakukan perubahan manhaj gerakan.
Manhaj tersebut
disesuaikan dengan kondisi dan situasi sosial masyarakat.
Penyesuaian ini
mampu menarik kader Muhammadiyah ke dalam Gerakan Tarbiyah, sehingga terjadi proses eksternalisasi ke dalam Gerakan Tarbiyah, memahami proses pemikirannya hingga terjadinya proses obyektivikasi pemikiran tarbiyah dalam lingkungan sosialnya sampai terbentuknya internalisasi pemikiran tarbiyah dalam diri kader Muhammadiyah. Proses ini membentuk kader Muhammadiyah menjadi kader gerakan tarbiyah. dakwah,
Sosok yang sebelumnya menjadi obyek
pasca porses internalisasi berubah menjadi subyek dakwah dan
melakukan aktivitasnya di tubuh Muhammadiyah menyebarkan pemikiran Tarbiyah. Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam mensikapi kondisi yang terjadi di dalam tubuh Muhammadiyah kemudian mengambil sikap tegas dengan mengeluarkan SKPP No. 149/Kep/I.O/B/2006 tentang Kebijakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Mengenai
Konsolidasi
Organisasi
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
dan
Amal
Usaha
173
Muhammadiyah. SKPP tersebut merupakan suatu upaya Muhammadiyah untuk menyelamatkan Muhammadiyah dari berbagai tindakan yang merugikan Muhammdiyah dan membebaskannya dari pengaruh, misi, infiltrasi
dan
kepentingan partai politik yang selama ini mengusung misi dakwah atau parati politik yang bersayap dakwah. 395 Infiltrasi tersebut dalam pandangan Muhammadiyah menyebabkan komitmen kemuhammadiyahan anggotanya mengalami penurunan sehingga salah satu tujuan revitalisasi tersebut adalah menguatkan kembali komitmen kemuhammadiyahan di tengah pengikisan komitmen dalam menggerakan organisasi persyarikatan. Sebagian kader Muhammdiyah beranggapan bahwa komitmen
elit
Muhammadiyah
semakin
berkurang
dalam
membawa
Muhammadiyah menjadi gerakan yang maju, sehingga perlu di revitalisasi. Secara umum revitalisasi dilakukan untuk memperkuat komitmen warga Muhammadiyah dalam membela kepentingan persyarikatan. 396 Di sisi lain, ada sebagian elit yang melihat bahwa komitmen kemuhamamdiyahan yang luntur, pudar dan rapuh karena adanya konflik internal, terutama dari amal-amal usaha Muhammadiyah sehingga mendorong pimpinan Muhammadiyah untuk meneguhkan dan menguatkan kembali komitmen ideologisnya dalam bermuhammadiyah.
Proses peneguhan
dan
penguatan ideologi gerakan bertujuan untuk mampu merespon proses perubahan yang terjadi. Aspek yang perlu direvitalisasi menurut Haedar Nashir adalah seluruh aspek dalam Muhammadiyah, yaitu revitalisasi teologis, ideologis, pemikiran organisasi, kepemimpinan, amal usaha dan revitalisasi aksi. 397 Revitalisasi sendiri merupakan program pasca Muktamar Muhammdiyah Malang pada 2005. Sekalipun agenda yang direvitalisasi hampir seluruh aspek, 395
396
397
Lihat Lampiran SKPP Muhamamdiyah no 149 tahun 2006 yang diterbitkan pada 1Desember 2006 Syarifuddin Jurdi, Muhammadiyah dalam Dinamika Politik Indonesia 1966-2006, Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2010, hal 418. Ibid. Hal ini bisa dilihat dalam tulisan Haidar Nasir di Suara Muhammadiyah no 13/ th ke 90, bulan Juli 2005
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
174
namun Haedar Nashir melihat bahwa aspek yang paling utama adalah ideologi atau komitmen bermuhammadiyah. Menurutnya hal ini penting karena kini telah masuk Gerakan Tarbiyah, PKS dan paham lainnya dalam Muhammadiyah. Menurut Haidar hal ini diindikasikan dengan adanya fakta- fakta 1. Adanya aktivis sekaligus juga pekerja/ pegawai/ personil
yang
beramal usaha di Muhammadiyah, yang kemudian mengembangkan kegiatan-kegiatan tarbiyah baik secara terang-terangan atau tertutup. 2. Mereka yang bekerja di Muhammadiyah diketahui sebagai aktivis gerakan dan partai politik Islam lainnya mengembangkan amal usaha sejenis dengan amal usaha Muhammadiyah. Seperti Sekolah. 3. Mereka yang ada di amal usaha atau Persyarikatan Muhammadiyah diindikasikan memiliki simpati, kecenderungan atau afiliasi pada paham dan partai tertentu dan mengembangkan padangan yang tidak positif terhadap Muhammadiyah. Misal Muhammadiyah bukan Agama. 4. Adanya pembelaan dari sebagian kalangan Muhammadiyah ketika masalah tarbiyah yang masuk dalam lingkungan Muhammadiyah dipersoalkan. Bahkan mereka menyebutkan nilai-nilai positif tarbiyah sembari menyalahkan Muhammadiyah. 5. Munculnya sikap dari sebagian kader Muhammadiyah yang mempertanyakan apakah betul kehadiran Gerakan Tarbiyah dalam tubuh Muhamamdiyah adalah virus? 6. Adanya
keresahan
di
sejumlah
daerah
mengenai
kehadiran
pengembangan paham dan gerakan Islam tarbiyah di lingkungan Muhammadiyah, baik di persyarikatan maupun di amal usahanya. 398 Surat Keputusan PP Muhammadiyah pun akhirnya disambut oleh organisasi-organisasi otonom (Ortom) mereka, mulai dari Aisyiah, Nasyiatul Aisyiyah, Ikatan Pemuda Muhammadiyah. Ikatan Remaja Muhammadiah, 398
Haedar Nashir, Manifestasi Gerakan Tarbiyah: bagaimana sikap Muhamadiyah?, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2006.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
175
Hizbul Wathan dan Ikatan Mahasiswa Muhamamdiyah. Mereka merapatkan barisan dan mencoba menyiapkan “jurus-jurus” penangkal dalam menghadapi infiltrasi ideologi tarbiyah. Bahwa mereka harus melihat dari mana pintu masuknya gerakan Islam lain tersebut ke dalam Ortom Muhamadiyah. Mereka melihat bahwa pemikiran Tarbiyah bisa masuk ke Muhammadiyah dan ortomnya karena sangat sempit ruang pengembangan religiusitas bagi kadernya. Sehingga kader yang tidak terpenuhi kebutuhan religiusitasnya, lari ke gerakan tarbiyah yang menawarkan kebutuhan itu. Untuk itu harus dibuka seluas mungkin ruang religiusitas bagi kader-kader ortom Muhammadiyah.
Meminjam bahasanya
Farid, Seorang ingin makan nasi diberi roti. Meskipun sama-sama kenyang, tapi roti tersebut belum menjadi representasi dari keinginan awal orag tersebut. Hasilnya muncul disharmoni di Muhammadiyah dalam mengembangkan gagasan keislaman dengan mengatasi kebutuhan riil kader anggotanya. 399 Sejalan dengan pendapat Farid di atas, kaderisasi Muhammadiyah selama ini dilakukan dengan materi kemuhammadiyahan 400 lebih menekankan kepada keorganisasian dibandingkan penanaman nilai religiusitas, sedangkan di luar, kondisi riil di masyarakat sedang booming dengan semangat berislam. Muhammadiyah sebagai organisasi pembaru seharusnya merespon kondisi ini dengan cepat.
Karena kondisi seperti ini diperebutkan oleh organisasi
pergerakan Islam untuk berperan menanamkan pemahaman Islam ke masyarakat yang sedang gandrung terhadap Islam. Syarifuddin Jurdi dalam “Muhammdiyah dalam Dinamika Politik Indonesia” menyebutkan adanya indikasi pengambil alihan amal usaha Muhammadiyah dibeberapa daerah. Untuk kasus wilayah Jabodetabek, tokoh Muhammadiyah Depok, K.H. Wazir Nuri menyebutkan bahwa
399 400
Suara Muhammadiyah, No. 04 th 91/16-28 Februari 2006. Materi yang diberikan dalam Kemuhammadiyahan, Organisasi Muhamadiyah dan Pengorganisasiannya, Permusyawaratan dalam Muhammadiyah, Majelis-majelis dalam Muhammadiyah, dan kewajiban siswa Muhammaidyah.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
176
Memang amal usaha Muhammadiyah mengalami penurunan terutama sekolah, karena munculnya sekolah-sekolah lain. Kalau dahulu hanya ada satu sekolah SMP Muhammadiyah di Pondokcina, (dekat stasiun Pondokcina, sekarang jadi UI). Sekarang pindah ke Beji Timur. Sekarang di Beji saja banyak sekolah sehingga mulai berkurang yang sekolah di Muhammadiyah, walaupun masih ada yang fanatik ke sekolah Muhammadiyah 401 Lebih lanjut ia menyebutkan bahwa di Depok tidak ada upaya pengambilalihan amal usaha Muhammadiyah oleh kader-kader tarbiyah. Apalagi sekolah, munculnya Sekolah Islam Terpadu (sekolah IT) menurutnya tidak mengambil alih amal usaha Muhammadiyah, mereka ada pasarnya sendiri. Lebih lanjut, Wajir mengatakab bahwa yang sekolah di sekolah tersebut umumnya adalah simpatisan atau kader Tarbiyah, dan tidak merugikan Muhammadiyah dengan hadirnya sekolah-sekolah tersebut. 402 Terkait dengan SKPP yang memaksa kader Muhammadiyah harus memilih antara Muhammadiyah atau Tarbiyah/ PKS. Kondisi ini sama seperti Muhammadiyah yang dihadapkan pada pilihan SI atau Muhammadiyah, ketika SI menerapkan disiplin partai pada tahun 1921. Kader Muhamamdiyah memilih keluar dari SI. Hal yang sama dilakukan oleh Muhammadiyah kepada kadernya, yang harus memilih Muhammadiyah atau memilih ke gerakan tarbiyah/ PKS. Berdasarkan wawancara dengan Hilman Roshad, ada kasus yang cukup menarik terjadi di kota Garut pasca penerapan SKPP. Masjid Ranting Muhammadiyah menjadi sepi pasca penetapan SKPP, karena yang biasa mengisi kegiatan adalah anak-anak muda Muhammadiyah kader Tarbiyah. Kondisi ini menyebabkan pimpinan rating Muhammadiyah setempat meminta mereka kembali untuk mengisi kegiatan di Masjid tersebut. 403
401
Wawancara dengan KH Wazir Nuri Wawancara dengan H Wazir Nuri 403 Wawancara Hilman Roshad 402
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
177
Mengenai infiltrasi Gerakan Tarbiyah terhadap Muhammadiyah, kalangan Muhammadiyah memandang bahwa Gerakan Tarbiyah belum memahami etika berorganisasi dan sikap saling menghormati sesama gerakan Islam atau minimal menjaga ukhuwah islamiyah dalam pengembangan organisasinya.
Dalam pandangan Muhammadiyah, Gerakan Tarbiyah dalam
alam demokrasi saat ini memiliki hak hidup dan eksis untuk mengembangkan kegiatannya, namun bukan berarti harus bebas dan leluasa keluar masuk kelingkungan organisasi lain, termasuk di Muhammadiyah. Data lapangan yang diperoleh penulis, sikap Muhammadiyah ini berawal dari kekecewaan mereka terhadap dukungan kader tarbiyah, melalui PKS, dalam pencalonan Amin Rais sebagai presiden. Amin dalam pertemuan dengan kader PAN (Partai Amanat Nasional) Banyuwangi mengatakan bahwa “mereka itu pernah menipu, PKS Partaiku Amin Rais Presiden Ku. Sepertinya ia, tapi pada saatnya pencapresan ia lebih memilih ke Wiranto.” 404 Terkait dengan pernyataan Amin Rais tersebut, Yusuf Supendi dalam kumpulan surat-suratnya, menyatakan bahwa dukungan terhadap pencapresan Amin Rais, Musyawarah Majelis Syuro PKS III menetapkan Amin Rais sebagai calon presiden yang didukung oleh PKS. Hasil pemungutan suara menunjukkan hasil, Amin Rais memperoleh 70% suara (33 suara), Wiranto 20% suara (9 suara), Hamzah Haz memperoleh 2.5% (1 suara) dan abstain 7.5% suara (3 suara). Namun Bayan (pengumuman) dari Majelis Syuro PKS terlambat dikeluarkan dan rekomendasinya tidak mengikat. Hal ini membuat Amin Rais kecewa. Amin mengatakan bahwa “ tolong waspadai ada partai yang bertopeng dakwah tetapi itu tingkah lakunya luar biasa.” ..sepanjang sejarah Muhammadiyah berhadapan dengan partai politik, sejak Masyumi, sejak dulu jaman Pak Harto sampai dengan Reformasi, itu partai-partai ingin suara Muhammadiyah itu
404
Transkrip ceramah Amin Rais, di depan kader PAN Banyuwangi pada 8 September 2006.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
178
diberikan ke partai itu, ada PAN, PBB, Golkar. Tetapi ada partai yang tidak hanya menginginkan suara Muhammadiyah, tetapi mengambil masjidnya, sekolahnya, rumah sakitnya. Partai itu adalah partai dakwah tadi. 405 Sebelumnya bisa dikatakan hubungan Gerakan Tarbiyah dengan Muhammadiyah berjalan beriringan atau istilah Haedar berhimpitan. Namun Pasca dikeluarkannya bayan tersebut hubungan Gerakan Tarbiyah dengan Muhammadiyah jadi tidak harmonis. Sehingga kader-kader Muhammadiyah yang
juga
menjadi
kader
tarbiyah
dihadapkan
pada
pilihan
antara
Muhammadiyah atau gerakan tarbiyah/ PKS. Kondisi seperti itu sejalan dengan pandangan K.H. Ghazalie dalam NU Online menyebutkan bahwa yang banyak digerogoti oleh kalangan tarbiyah adalah Muhammadiyah karena dalam Gerakan Tarbiyah banyak kader Muhammadiyahnya. 406 Bisa jadi apa yang dikatakan oleh KH Ghazali benar, namun tidak sedikit pula kader-kader NU yang masuk dalam gerakan tarbiyah. Kecemasan kedua organiasi ini semakin muncul penetrasi penyebaran paham keislaman Gerakan Tarbiyah, melalui PKS sudah sampai di tingkat keluargakeluarga warga dua organisai keagamaan tersebut. 407 Apa yang dikhawatirkan Amin Rais, dengan pernyataan bukan hanya suaranya yang diambil namun sekolahnya, masjidnya dan rumah sakitnya, sebenarnya bukan pengambilan secara fisik baik sekolah, masjid atau rumah sakit. Namun yang terjadi adalah adanya kader-kader tarbiyah yang beraktivitas di amal usaha Muhammadiyah, melakukan pembinaan tarbiyah di sekolahsekolah, di masjid-masjid dan rumah sakit Muhammadiyah. Di sekolah yang ditarbiyah adalah murid-muridnya, di masjid yag ditarbiyah jamaahnya, dan di rumah sakit yang ditarbiyah karyawannya. Hal ini sejalan dengan prinsip 405
Ibid. NU Online, wawancara khusus dengan KH Ghazali oleh NU Online (tokoh NU). Dia adalah penulis buku Ideologi Kaum Fundamentalis Trans Pakistan Mesir. 407 Taswirul Afkar, No. 21, tahun 2007, hal. 3. 406
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
179
wajibatu da’iyah, kewajiban seorang dai, karena setiap kader tarbiyah adalah dai, minimal bagi dirinya, keluarganya dan masyarakat di lingkungannya. Hal ini yang disesali oleh Haedar Nashir, seharusnya kepentingan ukhuwah dan izzul islam wa almuslimin lebih diutamakan. Sehingga seharusnya setiap organisasi dan gerakan di tubuh umat Islam saling menghormati dan tidak mencampuri dan berekspansi satu sama lain. 408 Pernyataan Haedar ini didukung oleh Mashadi 409 bahwa rusaknya hubungan Gerakan Tarbiyah
dengan Muhamadiyah memang berjalan pasca
Gerakan Tarbiyah, memasuki ranah politik. Masuknya Gerakan Tarbiyah ke ranah politik membuat sebagian kader tarbiyah, sangat berorientasi kepada lembaga atau institusi. Lebih lanjut menurut Mashadi, kalau orientasinya tetap dakwah Islam, sebenarnya tidak akan memunculkan masalah. Lebih lanjut ia mencontohkan bahwa Jika ada anggota PKS yang menjadi guru di Muhammadiyah, bekerjalah secara profesional. Jika ia berhasil ya akan dikenal. Jika ia hanya mengenalkan nilai-nilai Islam saya kira tidak ada masalah. Menjadi masalah ketika ia orientasinya adalah karena lembaga, PKS. Kemudian ia mengajak-ajak warga Muhammadiyah masuk PKS, yah ini jadi masalah. Doktrin Ikhwan itu (sebutan untuk IM) itu yah dakwah Islam. 410 Pernyataan Mashadi ini sejalan dengan Wazir Nuri, mantan ketua PDM Depok, tidak ada masalah dengan Gerakan Tarbiyah, lebih lanjut ia mengatakan bahwa Anak-anak saya semuanya ikut
tarbiyah.
Saya merasa
diuntungkan karena saya tidak perlu capai-capai mendidik mereka 408
Haedar Nashir, Manifestasi..., hal. 66. Satu diantara beberapa kader Tarbiyah yang “mengundurkan” diri karena sudah tidak sefaham dengan kebijakan yang diambil oleh partai. 410 Wawancara Ustadz Mashadi 409
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
180
dengan Islam. Mereka mendapatkannya di tarbiyah.
Namun setelah
Tarbiyah masuk ke ranah politik saya jadi kurang respek. Yah tau sendirilah politik itu seperti apa. 411 Hal ini seperti yang ungkapkan oleh Dwi Fahrial. Ia mengatakan bahwa ketika ia mengajar di sekolah Muhammadiyah, (MTS Muhammadiyah Kukusan), ia mencoba menanamkan pemahaman Islam kepada siswanya. Ia juga mencoba menerapkan pembinaan ala Tarbiyah dalam aktivitas pembinaan IPM. Ternyata cara penyampaiannya membuat anggota IPM lebih bergairah belajar Islam. Dwi Fahrial juga menambahkan bahwa apa yang dilakukannya tidak untuk mengajak mereka keluar dari Muhammadiyah, hanya berkeinginan memberikan pemahaman Islam kepada teman-teman dengan gaya yang berbeda, yaitu diskusi dan bedah buku. Karena selama ini yang diajarkan dalam kemuhammadiyahan adalah sejarah Muhammadiyah, kaderisasi organisasi, dan pemahaman tentang kemuhammadiyaan, bukan pemahaman Islam secara mendasar dan menyeluruh. 412 Pernyataan Dwi Fahrial disokong oleh mantan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Depok era 2005-2010, yang juga merupakan ayah dari Dwi Fahrial H. Wajir Nuri mengatakan bahwa secara pribadi dirinya merasa diuntungkan dengan keterlibatan anak-anaknya dalam gerakan tarbiyah. Ia tidak harus susah-susah mendidik anaknya tentang Islam. Anak-anaknya mendapatkan pemahaman keislaman dari gerakan tarbiyah. Jadi di gerakan tarbiyah, Dwi Fahrial memperoleh apa yang tidak diperoleh di Muhammadiyah. 413 Hal ini pula yang dirasakan oleh anggota-anggota IMM bahwa kader-kader Muhammadiyah yang ingin mengembangkan nilai-nilai religiusitas agak sulit terpenuhi di organisasi otonom-otonom Muhammadiyah, sehingga ia mencari di tempat lain. Meminjam istilah Farid, logikanya seorang yang ingin makan nasi tapi diberi roti. Meskipun sama-sama kenyang, namun roti tersebut belum menjadi 411
Wawancara Ustadz. Wazir Nuri Wawancara dengan Dwi Fahrial 413 Wawancara dengan Haji Wazir Nuri. 412
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
181
representasi
awal
orang
tersebut.
Maka
munculnya
disharmoni
di
Muhammadiyah karena dalam mengembangkan gagasan keislamannya tidak mengatasi kebutuhan riil kadernya. Bentuk kesenjangan inilah yang harus dijadikan refleksi kritis pimpinan Muhammadiyah. 414 Dampaknya sekalipun SKPP telah diterbitkan pada Desember 2006, hingga kini SKPP tersebut belum bisa diimplementasikan secara efektif dan menyelesaikan masalah yang ada. 4.2.
Nahdlatul Ulama NU merupakan ormas Islam terbesar di Indonesia. Organisasi ini dirikan
pada 16 Rajab 1344 atau bertepatan dengan 31 Januari 1926. Pendirian NU ini merupakan respon terhadap masuknya faham pembaruan Islam dari Saudi Arabia ke Nusantara, yang dibawa oleh jamaah haji yang pulang dari tanah suci. Sejak akhir abad XIX, semakin banyak jamaah haji yang datang dari Hindia Belanda pasca dibukanya Terusan Suez pada 1869. Semakin banyaknya calon jamaah haji Hindia Belanda yang datang ke tanah suci dan kemudian kembali ke tanah air setidaknya membawa pengaruh terhadap kehidupan beragama di Hindia Belanda. Ditambah lagi kondisi saat itu di Timur Tengah pada umumnya dan di Saudi Arabia pada khususnya, sedang berkembang gerakan keagamaan yang berorientasi pada pembaruan dan pemurnian agama, baik itu aliran Salafi (Wahhabi) maupun gerakan Pan Islamisme. Kecenderungan mengarah pada pembaruan bidang agama, pendidikan dan sosial. Setidaknya ada jamaah haji yang mengadopsi pengaruh perkembangan pemikiran tersebut dan dibawa ke tanah air. Ada yang mengambil inspirasi untuk melakukan pembaruan dalam bidang agama dan ada pula yang mengambil gagasan pembaruan di bidang pendidikan dan sosial. 415 Gerakan pembaruan agama yang muncul pada saat itu memunculkan respon dikalangan pesatren, mereka bergejolak sebab faham yang masuk tersebut menganggap bahwa tradisi pesantren yang sudah ada selama ini akan dianggap 414 415
Suara Muhammadiyah, No.04, th.91/ 16-28 Februari 2006 Yon Machmudi, Sejarah dan Profil Ormas-ormas Islam di Indonesia, Jakarta: PKTTI, 2013, hal. 82-83.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
182
bid’ah. Dalam pandangan NU faham tersebut dianggap telah membatasi mazhab dan menghancurkan warisan peradaban. 416 Beberapa ulama tradisional dengan sikap yang bijak mengambil semangat pembaruan Islam dengan menekankan pada bidang pendidikan dan memahamkan Islam secara gradual. Mereka melakukan pembaruan dengan tetap menghormati tradisi yang berlaku di masyarakat dan secara berkelanjutan mengajarkan Islam kepada masyarakat agar mampu menjalankan nilai-nilai Islam dengan baik. Mereka berprinsip bahwa ajaran Islam yang baik tidak harus diajarkan dengan cara mengubah sistem tradisi yang ada, namun mereka lebih memanfaatkan tradisi yang ada untuk mengajarkan Islam sehingga mengurangi penolakan atau pertentangan yang mungkin akan muncul. Sosok Ulama yang berfikir dengan pola ini adalah Hasyim Asy’ari dan Wahab Hasbullah. 417 Kondisi seperti itu memunculkan pergesekan antara ulama yang mempertahankan tradisi dan ulama yang mengajarkan pentingnya pemurnian agama dari tradisi lokal hingga menimbulkan perdebatan yang panjang. Perdebatan yang sering diangkat di antara dua kelompok ini adalah masalah bid’ah, ijtihad, madzhab dan masalah-masalah fiqih lainnya. Bahkan permasalahan ini pernah didiskusikan oleh tokoh-tokoh mereka untuk mencari solusi penyelesaian perbedaan yang ada. Namun karena masing-masing tetap dengan pendiriannya akhirnya tidak menemukan solusi, Sikap penolakan tersebut membuat kalangan santri dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam pada 1925 di Yogyakarta. Dalam Kongres Islam Internasional Muktamar Alam Islami yang dilaksanakan di Makkah kelompok inipun tidak diiukutsertakan. Kalangan pesantren akhirnya membentuk kelompok tersendiri bernama Komite Hejaz yang dipimpin oleh KH Wahab Hasbullah. Komite ini menyuarakan kebebasan bermazhab. Dari komite ini kemudian muncul inisiatif dari para ulama pengasuh pondok pesantren untuk membentuk 416 417
Nahdlatul
Ulama.
Tokoh
penting
yang
Republika, Ahad 27 Januari 2013, hal 15 Yon Machmudi, Sejarah dan Profil..., Op.Cit.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
berperan
dalam
183
pengembangan NU menjadi organisasi yang eksis adalah KH Muhammad Hasyim Asy’ari, KH Abdu Wahab Hasbullah dan KH Bisri Syansuri.
418
Pada masa awal pembentukan NU, KH Hasyim Asy’ari yang merupakan Rais Akbar ( pemimpin NU pertama) merumuskan dua kitab sebagai prinsip dasar organsasi. Warga NU dalam melakukan gerak langkahnya berpedoman pada kitab yang ditulis oleh Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari tersebut. Kedua kitab tersebut adalah Qanun Asasi (prinsip dasar) dan I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam kittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berfikir, dan bertindak baik dalam bidang sosial, keagamaan maupun politik. 419 NU menganut faham keagamaan Ahlussunah Wal Jamaah. Faham ini menekankan bahwa sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara kaum ekstrem aqli (rasionalis) dan kaum ekstrem naqli (skripturalis). Dalam bidang Fiqih, NU mengikuti empat mazhab fiqih yaitu Hanafi, Maliki, Syafii dan Hanbali. Sementara untuk bidang tasawuf, NU mengembangkan metode Al Ghazali dan Junaidi al Baghdadi yang mengintegrasikan antara tasawuf dan syariat. 420 Basis pendukung NU diperkirakan mencapai lebih dari 40 juta orang. 421 Jika sebelumnya basis anggota NU di dominasi kalangan dari sektor pertanian di pedesaan, saat ini mereka berasal dari beragam profesi dan saat ini cukup dominan pula basis NU dari sektor perburuhan di perkotaan. Namun demikian pada umumnya mereka mempunyai ikatan yang cukup kuat dengan dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat Indonesia dan juga cagar budaya bagi NU.
Hal yang senada diungkapkan oleh K.H. Burhan, dari
418
Ibid. Republika, Ahad 27 Januari 2013, hal 15 420 Ibid. 421 Data ini diperoleh hingga tahun 2013. Ibid. 419
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
184
Pesantren Qotrunnada Depok, bahwa kaderisasi NU ada pada pesantren. Melalui pesantrenlah mereka menanamkan pemikiran NU pada santri-santri. 422 Sebagai salah satu organisasi Islam yang sudah cukup tua di Indonesia, sudah tentu kiprahnya sudah cukup banyak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain memperjuangkan kebebasan mazhab, NU juga merupakan organisasi yang melakukan gerakan pribumisasi Islam. NU merupakan organisasi yang paling vokal dalam gerakan Islam kultural dan masyarakat madani di Indonesia. Walaupun pada awalnya NU bergerak hanya dalam ranah keagamaan, dalam perjalannya NU pun berkiprah dalam bidang pendidikan dan ekonomi. NU juga memiliki lembaga-lembaga yang fokus di bidang kajian tertentu, Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU), Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama (LP Maarif NU), Rabithah Ma'ahid al Islamiyah (RMI), Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU), Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU), Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU), Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (LAKPESDAM), Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU), Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (LESBUMI), Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZISNU), Lembaga Waqaf dan Pertanahan Nahdlatul Ulama (LWPNU), Lembaga Ta'mir Masjid Nahdlatul Ulama (LTMNU), dan Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU). 423 Namun kemuculan gerakan Islam transnasional di Indonesia pasca reformasi, terutama Gerakan Tarbiyah, dengan sayap politiknya,
yang
dipengaruhi pemikiran IM membuat NU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia merasa khawatir akan ideologi yang dibawanya. Ideologi Islam transnasional merujuk pada ideologi keagamaan lintas negara yang datang dari
422 423
Wawancara dengan Kiai Haji Burhan Republika, 27 Januari 2013
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
185
luar dan dikembangkan di Indonesia. Ideologi Islam transnasional ini menurut Hasyim Muzadi datang dari Timur Tengah. Kelompok seperti Majelis Mujahidin, Ikhawanul Muslimin, dan Al-Qaeda disebut sebagai kelompok yang dikategorikan ideologi transnasional dari Timur Tengah. 424 Menurut Gus Dur, kelompok “garis keras” Islam di Indonesia dipengaruhi oleh gerakan Islam transnasional dari Timur Tengah, terutama Wahhabi dan IM atau gabungan keduanya.
Mereka, termasuk sayap
politiknya, 425 menyimpan agenda yang berbeda dari organisasi Islam moderat seperti Muhammadiyah, NU dan organisasi berhaluan kebangsaan. IM telah mengubah wajah Islam di Indonesia menjadi penuh kebencian. 426 Hal senada juga diungkapkan Ketua Pengurus Pusat Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (PP LBM) NU, Gozalie Said bahwa Gerakan transnasional mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berupaya mengganti Pancasila sebagai dasar negara dan juga UUD 1945. Dengan tegas Gozalie menyebutkan bahwa “Saya kira kalau gerakan mereka sukses, ya otomatis negara ini diubah, otomatis tidak negara kesatuan, tidak UUD 1945, mesti diubah karena memang sudah begitu programnya.” 427 Terkait dengan ideologi transnasional, Gozalie mendefinisikan sebagai gerakan Islam yang berada di tanah air tetapi dikendalikan dari luar. Ia menyebutkan contohnya Ikhwanul Muslimin kedudukan Al Mursyidul Aam-nya berkedudukan di Mesir, Hizbut Tahrir yang pemimpinnya berkedudukan di Yordania atau Syiah dari Iran. 428 Kekhawatian terhadap gerakan transnasional juga diungkapkan oleh Kiai Nuril Huda. Kiai Nuril menegaskan bahwa NU khawatir akan eksistensi Negara
424
NU Online, 15 Mei 2007 Penulis berasumsi bahwa sayap politik dari gerakan transnasional adalah PKS dari kalangan Tarbiyah. Seperti yang penulis jelaskan di bab III. 426 Ibid. Hal. 20. 427 NU Online, Jumat 22 Juni 2007. 428 Ibid 425
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
186
Kesatuan Republik Indonesia, (NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini dikarenakan ideologi Islam transnasional itu bukan gerakan keagamaan namun merupakan gerakan politik yang bercita-cita menjadikan Indonesia sebagai negara Islam. 429 Pernyataan ini pun disokong oleh Kiai Hasyim Muzadi yang berpendapat bahwa pemerintah sudah seharusnya mencegah masuknya ideologi trasnnasional ke Indonesia karena akan merusak Indonesia dan NU. 430 Menurut Hasyim Islam itu adalah agama bukan ideologi. Karena itu apa yang terjadi di Timur Tengah selama ini bukan agama tetapi masalah ideologi Islam. Lebih lanjut Hasyim menyebutkan bahwa Ideologi Islam di Timur Tengah antara lain Ikhwanul Muslimin, Majelis Mujahidin, Al Qaeda dan sebagainya, tapi ideologi Islam itu bukan Islam, karena Islam sebagai agama bukan gerakan kepentingan, apalagi politis.431 Hasyim juga mengingatkan perlu adanya kewaspadaan pada gerakan transnasional yang menjadi ancaman NKRI. Menurut Hasyim, NU sejak awal tetap konsisten menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara. Pasalnya bagi NU, substansi Pancasila sudah merupakan bagian dari kaidah ushuliyah. Hasyim juga menilai bahwa mereka yang mengikuti paham transnasional tidak memahami sejarah berdirinya bangsa Indonesia. Perjuangan merebut kemerdekaan merupakan hasil jerih payah dari semua pejuang bangsa Indonesia tanpa pandang bulu. 432 Kalau Hasyim memperhatikan materi-materi Tarbiyah yang disampaikan ada materi tentang tokoh-tokoh pejuang Islam Indonesia dan juga tokoh pergerakan kebangsaan Islam Indonesia. Jadi kader Tarbiyah juga dibekali
429
NU Online 27 Februari 2007 NU Online 27 April 2007 431 Ibid. 432 Ibid 430
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
187
wawasan kebangsaan dan sejarah perjuangan bangsanya. Walaupun baru dari sudut pandang tokoh-tokoh Islam dan organisasi-organisasi Islam. 433 Terkait dengan pandangan
bahwa IM adalah gerakan politik sudah
diprediksi Al Banna di awal-awal pendiriannya, karena pada masa itu pun ada kalangan yang mengatakan bahwa IM adalah dakwah politik dan para pendukungnya pun terdiri dari para politikus, dan IM punya kepentingan lain di balik dakwahnya itu. 434 Pemahaman seperti ini sejalan pula dengan pemikiran Hasyim. Al Banna menanggapi pemikiran ini dengan mengatakan bahwa Sungguh ketika kami menyeru kalian, ada Al Quran di tangan kanan kami dan sunah di tangan kiri kami, serta jejak kaum salaf yang saleh dari putra-putra terbaik umat adalah panutan kami. Kami hanya menyeru kalian kepada Islam, kepada ajaran-ajarannya dan kepada hukum-hukumnya. Jika seruan ini dianggap politik maka itulah politik kami, jika orang yang menyeru kalian kepada itu semua dikatakan politikus maka –alhamdulillah—kami adalah politikus yang ulung.
435
Lebih jauh Al Banna juga menegaskan “bahwa kalau kami dikatakan sebagai politikus, dalam arti memiliki perhatian terhadap umat, kami yakin bahwa kekuatan tanfidziyah termasuk bagian dari ajaran dan hukum Islam.” Al Banna juga menekankan bahwa “kebebasan politik dan kehormatan nasionalisme adalah bagian dari rukun dan kewajiban Islam. Karena kami berjuang untuk menyempurnaan kemerdekaan dan memperbaiki badan pemerintahan”. Cara yang kami lakukan adalah cara yang konstitusonal, agar dakwah ini memiliki suara di lembaga pemerintahan dan didukung oleh kekuatan eksekutif. Oleh karena itu calon ikhwan akan maju dalam pemilihan anggota DPR jika diperlukan.
436
433
Lihat lampiran kurikulum Manhaj Tarbiyah 1433. Al Banna, Risalah Pergerakan Vol. I, hal 18. 435 Ibid. 436 Al Banna, Majmuatur Rasail, Vol, II hal. 82. 434
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
188
Terkait dengan sikap IM terhadap pemerintah, Al Banna menyebutkan bahwa “IM bersikap layaknya seorang penasihat yang menginginkan kebaikan dan kelurusan”. Al Banna juga menjelaskan bahwa “Oleh karena itu IM telah mengajukan kepada pemerintah Mesir konsep perbaikan menyangkut berbagai persoalan hidup di negara Mesir. Kami sudah mengingatkan pemerintah untuk memperbaiki perangkatnya yaitu dengan memilih orang-orang yang berkualitas”. Namun lebih lanjut Al Banna mengatakan bahwa “usaha yang mana yang telah diselesaikan? Tidak ada dan akan
tetap tidak ada selama kita tidak ada
keberanian untuk melakukan revolusi”. Namun demikian kami tetap bersikap sebagai penasihat”. 437 Dengan memperhatikan pernyataan Al Banna di atas, maka sikap IM terhadap pemerintah dan politik tidak bertujuan langsung mendirikan sebuah kekhilafahan. Namun kecenderungan yang ada lebih mendudukan diri sebagai partner pemerintah. Terkait dengan revolusi, IM pernah terlibat dalam revolusi Juli 1952 ketika bersama Nasher menggulingkan raja Mesir dengan harapan akan ada perubahan. Namun ketika kebijakan yang dijalankan Nasher sama dengan penguasa sebelumnya, IM tidak bergabung dalam pemerintahan Nasher. (lihat dalam bab sebelumnya). Terkait hubungan Islam dan politik Amin Rais, dalam Prisma edisi khusus yang terbit pada tahun 1984, mengatakan bahwa tidak bisa memandang sejarah Islam dengan sudut pandang sejarah kristen/ Barat. Sepanjang sejarah kejayaan Islam, tidak pernah memisahkan antara Agama dan Negara atau agama dan politik. Sedangkan dalam sejarah Kristen atau Barat, agama dan negara sepanjang sejarahnya dipisahkan. 438 Prinsip yang disebutkan oleh Amin Rais sejalan dengan prinsip dakwah IM dan juga Gerakan Tarbiyah di Indonesia. Namun Gerakan Tarbiyah di Indonesia lebih dahulu membangun sayap politik dibandingkan dengan IM yang
437 438
Ibid, Prisma Edisi Khusus 1984.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
189
baru mempunyai sayap politik pada tahun 2010. Hal ini menunjukkan bahwa Gerakan Tarbiyah dalam mengambil kebijakan tidak selalu mengadopsi kebijakan IM di Mesir, namun menyesuaikan dengan kondisi dan situasi yang ada di Indonesia. Dari data yang penulis peroleh, dalam Grand Desain Gerakan Tarbiyah 2010 terkait dengan rencana pembentukan Partai Politik. Ini menunjukkan bahwa Gerakan Tarbiyah mempunyai rencana pembentukan Partai Politik, namun realitas sosial yang terjadi pada tahun 1998 mendorong gerakan ini membuat partai lebih cepat. Kebijakan pembuatan partai ini diikuti dengan perubahan Manhaj Tarbiyah 1994 menjadi Manhaj Tarbiyah 1421. Manhaj ini terus diperbarui menjadi Manhaj Tarbiyah 1427 dan yang terakhir Manhaj Tarbiyah 1433. Dengan demikian Transformasi Gerakan Tarbiyah ke ranah politik dengan membentuk PK(S) ada suatu ketergesahan. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Mashadi, ketergesahan pembentukan PKS ini membuat beberapa kebijakan yang dibuat PKS keluar dari jalur nilai-nilai Islam yang menjadi dasar pergerakan. 439 Penulis pun melihat bahwa hal itu terjadi karena Manhaj yang terkait dengan partai baru disusun belakangan pasca pembentukan partai. Terkait dengan padangan Gerakan Tarbiyah dengan politik dan pemerintahan, tidak bisa di pungkiri bahwa latar belakang perkembangan dakwah IM berbeda dengan latar belakang kelahiran Gerakan Tarbiyah, walaupun ada sisi-sisi kesamaan. Sebagai sebuah gerakan yang berjejaring transnasional IM memberi warna terhadap pemikiran Gerakan Tarbiyah di Indonesia. Penulis menyebutkan di bab sebelumnya bahwa pemikiran IM dibawah oleh alumni-alumni Timur Tengah dengan proses yang panjang. Berger dalam teori rekonstruksi sosial menyebutkan pula bahwa realitas sosial yang dihadapi di masyarakat sangat mempengaruhi pola pemikiran Gerakan Tarbiyah. Hal ini sejalan pula dengan kebijakan pemikiran IM bahwa pelaksanaan
439
Wawancara dengan Ustadz Mashadi.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
190
pemikiran IM di setiap negara sangat disesuaikan dengan kondisi di wilayah masing-masing. Berger juga menyebutkan bahwa jika hanya memahami teksteks sosial semata maka yang akan muncul adalah radikalisme pemikiran. Namun ketika terjadi proses obyektivikasi dengan kehidupan sosial di masyarakat Indonesia yang majemuk maka akan terjadi suatu proses pemahaman yang lebih baik sehingga ketika terjadi suatu proses internalisasi, nilai-nilai realitas sosial yang hidup di masyarakat pun ikut mempengaruhinya. Hal tersebut terjadi di Gerakan Tarbiyah, seperti penulis ungkap dalam bab sebelumnya bahwa hal ini terlihat dari perubahan-perubahan dalam Manhaj Tarbiyah dari Manhaj Tarbiyah T1 dan T2 ke Manhaj Tarbiyah 1994. Sosok kader Tarbiyah dibentuk untuk bisa berinteraksi dengan masyarakat dengan menawarkan solusi alternatif, seperti sistem pendidikan, dengan munculnya sekolah-sekolah IT misalnya. Hal ini berbeda dengan masa awal pertumbuhan Gerakan Tarbiyah di tahun 1980an, dimana para aktivis Tarbiyah memiliki latar belakang organisasi yang berbeda-beda 440 dan manhaj belum memberikan panduan penyampaian materi-materi Tarbiyah. Kondisi tersebut membawa dampak dalam penyampaian materi penjelasannya sesuai dengan latar belakang organisasi mereka dari yang lembut hingga yang fundamentalis. Bahkan mereka yang berlatar belakang mantan sekoci yang cara penyampainya sangat semangat cenderung keras, semua disebut thagut. Gejala-gejala ini dalam pengamatan penulis berangsur berkurang ketika diterapkannya Manhaj Tarbiyah 1994, dan juga seiring dengan kondisi politik Orde Baru yang mulai merangkul Islam. Di sisi lain, PK(S), sayap politik Gerakan Tarbiyah, mengubah jargon dan strategi perolehan suaranya. Ketika masih Partai Keadilan, jargon partai Islam sangat kuat, dengan seruan mengkampanyekan penerapan syariat Islam. Namun ketika hal ini gagal, tokoh PKS kemudian membaca realitas sosial yang ada pada masyarakat Indonesia dan mengubah strategi. Sehingga pada pemilu 440
Kader-kader Tarbiyah berlatar organisasi yang berbeda-beda, ada yang dari HMI, PII, Muhammadiyah, NU, Al Irsyad, Matlaur Anwar, Persis dan PUI, bahkan ada yang mantan NII.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
191
2004, PKS mengubah strategi perolehan suaranya, tidak hanya jargon Islam namun juga jargon lainnya. Jargon mereka pun berubah menjadi bersih, peduli dan profesional. Jargon tersebut membawa dampak yang signifikan, PKS memperoleh kenaikan suara yang signfikan. Kondisi ini terus dilakukan PKS dengan mengubah dirinya menjadi partai terbuka dan mewacanakan calon legislatif non-muslim untuk daerah-daerah minoritas Islam. Seorang kader yang mantan sekoci menuturkan bahwa kondisi politik pemerintah Orde Baru yang cenderung represif mendorong kami berfikir mempunyai pemerintahan sendiri untuk menjalankan aturan-aturan Islam. Namun seiring perubahan kondisi politik yang semakin kondusif terhadap Islam di tahun 1990an, membawa dampak pada perubahan penyampaian materi ke kader. Apalagi ketika Manhaj Tarbiyah 1994 berubah ke Manhaj Tarbiyah 1421, ketika aktivis Tarbiyah memasuki mihwar muasasi, awalnya upaya-upaya untuk menerapkan syariat Islam secara formal masih diusung seperti mengajukan kembali piagam Jakarta dalam upaya amandemen UUD 1945 pada tahun 2000. Namun ketika Manhaj Tarbiyah 1427 mulai diterapkan upaya penerapan syariat Islam secara formal mulai tidak terlihat. Menurut pengamatan penulis hal ini ditopang oleh perubahan tujuan dakwah mereka yang sudah mengadopsi lebih banyak nilai-nilai kultural kehidupan masyarakat Indonesia. Dari 7 tujuan dakwah Tarbiyah seperti yang penulis jelaskan di bab sebelumnya terlihat ada tujuan
yang
ikut
menegakkan
persatuan
dan
kesatuan
bangsa
dan
menempatkannya di atas perbedaan suku, golongan serta agama, dan memelihara kemaslahatan Islam dan kaum muslimin serta memotivasi mereka memiliki tanggung jawab bagi kedamaian dan kejayaan bangsa. Tujuan dakwah ini baru dimasukkan dalam Manhaj Tarbiyah 1427. Sosok tokoh yang mengusung tujuan ini kalau kita melihat pada sayap politik Gerakan Tarbiyah, tahun dikeluarkannya Manhaj tersebut pada era Hidayat Nurwahid sebagai Presiden Partai dan Hilmi Aminuddin Selaku Ketua Dewan Syuro Partai. 441
441
Lihat Lampiran Pebandingkan Manhaj Tarbiyah 1421 dan 1427.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
192
Sepanjang sejarah Indonesia, pemikiran transnasional agak sulit diterapkan secara penuh. Sebagai kasus pada masa pergerakan, pemikiran Pan Islamisme yang ditawarkan oleh Persis tidak begitu laku ketika di bawa ke dalam Sarekat Islam, sehingga pemikiran tentang khilafah pun sulit untuk diterima di Sarekat Islam. Hilmi Aminuddin dalam dialog kebangsaan di hotel Sahid, Jakarta pada 26 Agustus 2008 menyebutkan bahwa tidak ada dikotomi antara nasionalis dan islamis. Dalam satu obrolannya dengan Taufik Kiemas dia mengatakan bahwa: Kita masih terjebak dengan paradigma lama terkait dengan dikotomi nasionalis dan islamis. kalau bahasanya kerakyatan maka akan disebut ekstrem kiri, kalau bahasanya keummatan akan disebut ekstrem kanan, lalu kalau yang moderat menggunakan bahasa kebangsaan. Padahal obyeknya itu-itu juga. Kata “rakyat” dan “umat”. Itu adalah sama-sama berasal dari bahasa Arab, yang dimaksud adalah bangsa juga. Makanya untuk apa kita dikotomis terhadap kerakyatan dan keumatan. Lebih lanjut Hilmi mengatakan sudah selayaknya kita memang harus selalu kerja sama. Sebagaimana sebaiknya kita juga melakukan kerja sama dengan seluruh komponen bangsa. Lintas partai, lintas ormas, lintas komunitas budaya dan komunitas sosial. 442 Hilmi juga menyebutkan bahwa, penanaman tentang cinta tanah air sudah ditanamkan sejak kader tingkat pemula.
Yaitu penanamn
doktrin-doktrin masalah cinta, yaitu cinta yang dibingkai oleh batas-batas geografis maupun demografis. Karena kecintaan kepada bangsa dan tanah air adalah suatu hal yang fitri. Karena cinta kepada bangsa dan tanah air adalah suatu hal yang pasti ada pada mahluk. Dasar inilah yang mendorong Gerakan Tarbiyah dan juga PKS menanamkan doktrin-
442
Hilmi Aminuddin, Wawasan Nasionalisme dan Kebangsaan Kita, Sekjend. DPP PKS, 2009, hal. 9
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
193
doktrinnya tentang cinta kepada tanah air, kepada bangsa sejak menjadi kader pemula. 443 Lebih jauh Hilmi juga menyebutkan bahwa semangat kebangsaan yang dikembangkan adalah semangat kebangsaan yang menghargai bangsa-bangsa lain, bukan yang meremehkan dan mendiskreditkan. Karena semangat kebersamaan dan kerja sama dalam kehidupan kebangsaan harus dikembangkan dalam konteks semangat kebersamaan dan semangat kerja sama dalam kehidupan global. Kebersamaan itu bisa terjalin jika forum-forum dialog, berkomunikasi dan bemusyawarah terus digalakkan, dan yang dibutuhkan untuk berjalannya ini menurut Hilmi adalah adanya ijabiyatur ru’yah atau positive thinking antara yang satu dengan yang lain. 444 Jadi kecurigaan Hasyim pada khususnya dan tokoh NU pada umumnya menjadi kurang beralasan kalau kalangan gerakan transnasional, khususnya Gerakan Tarbiyah akan mengubah NKRI menjadi negara Islam. Hal ini ditambah lagi kalau kita memperhatikan nota kesepahaman antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan PKS pasca pemilihan Presiden tahun 2004, Salah satunya menekankan mempertahankan kedaulatan NKRI. Hal ini sejalan dengan pernyataan Mashadi bahwa dalam pembentukannya PKS tidak memiliki agenda terselubung membentuk khilafah islamiyah. Konstruksi bentuk dan dasar negara tetap, sejauh nilai-nilai Islam bisa terlaksana. Tarbiyah tetap seperti air mengalir, akan terus berdakwah mendidik masyarakat dengan cara damai, masyarakat sendiri yang akan menentukan. 445 Terkait dengan penerapan syariat Islam, Rais Aam PB NU pada masa Hasyim sebagai ketua PB NU, KH Sahal Mahfudz, berkeyakinan bahwa syariat Islam dapat diimplementasikan tanpa harus menunggu atau melalui institusi formal. Lebih lanjut Kiai Sahal menegaskan bahwa NU lebih mengidealkan substansi nilai-nilai syariah terimplementasi di dalam masyarakat ketimbang 443
Ibid. hal. 16. Ibid, hal. 21. 445 Wawancara Ustadz Mashadi. 444
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
194
mengidealisasikan
dalam
institusi. 446
NU
dapat
membuktikan
bahwa
universalitas Islam dapat diterapkan tanpa harus menyingkirkan budaya lokal. Gus Dur lebih menekankan bahwa gerakan transnasional mereka berusaha keras menolak budaya dan tradisi lokal. Mereka ingin menggantinya dengan budaya asing Timur Tengah, terutama kebiasaan Wahabi-Ikhwanul Muslimin. 447 Namun terkait dengan implementasi nilai-nilai Islam/ syariat Islam dalam kehidupan bermasyarakat apa yang diputuskan PB NU, seperti pernyataan, K.H. Sahal Mahfudz dan Gus Dur yang menolak formalisasi syariat Islam ternyata tidak serta merta diikuti oleh kiai di daerah-daerah. Kiai di daerah-daerah justru sebagian menjadi pendukung utama dari formaslisasi syariat Islam. Ini berarti bahwa dalam tubuh NU sendiri belum terang terkait visi politiknya. Kondisi ini berbeda dengan organisasi gerakan Islam baru, semisal PKS dan HTI. Dua organisasi ini dari pusat sampai daerah mempunyai satu suara. 448 Terkait dengan penerapan syariat Islam, Gerakan Tarbiyah maupun PKS sebenarnya sejalan dengan pendapat Sahal Mahfudz, bahwa syariat Islam dapat diimplementasikan tanpa harus menunggu atau melalui institusi formal. Bisa diperhatikan dari perda-perda yang ada tidak ada satu pun yang ditetapkan oleh pemerintah daerah yang dipimpin oleh PKS. Bisa diperhatikan dari tabel di bawah ini. Tabel 3: Daftar Perda Syariat Islam di Jawa Barat 449 Propinsi Kabupaten/ Bentuk / Isi Kota Jawa Barat Indramayu 1. Perda No.7/ 1999 tentang Prostitusi 2. Perda No. 30/ 2001 tentang pelarangan predaran minuman keras 3. Surat Edaran Bupati Wajib Busana Muslimah Cianjur 1. Surat edaran Bupati No. 025/3643/org tentang anjuran berbusana muslim/muslimah pada hari kerja 2. SK Bupati no 36/ 2001 tentang pendirian Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Syariat Islam 3. Surat Edaran Bupati No. 551/2717/ASSDA.I/9/2001 tentang aparatur negara berakhlakul karimah dan masyarakat 446
NU Online, 28 Juli 2006. Abdurrahman Wahid, Ilusi Negara Islam, hal. 19. 448 “Indonesia Pasar Bebas Ideologi Islam”, dalam Taswirul Afkar, edisi 21, tahun 2007. 449 Sumber dari Taswirul Afkar No. 20 tahun 2006, hal. 142-143 447
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
195
marhamah Perda No. 7 tahun 2007 tentang pengelolaan Zakat Perda no 21 tahun 2000 tentang larangan pelacuran Garut Perda No. 6/2000 tentang Kesusilaan Surat Edaran Bupati tahun 2000 tentang jilbabisasi karyawan Pemda 3. Perda No. 1/ 2003 tentag pengelolaan Zakat Tasikmalaya 1. Surat Edaran Bupati no. 451/ SE/04/Sos/2001 tentang peningkatan kualitas keimanan dan ketakwaan yang berisi anjuran untuk memakai pakaian seragam sesuai dengan ketentuan yang menutup aurat bagi siswa SD, SLTP, SMU/SMK, lembaga pendidikan kursus dan perguruan tinggi beragama Islam. Sumber : Taswirul Afkar No. 20 tahun 2006, hal. 142-143 4. 5. 1. 2.
Perda-perda di Jawa Barat ini muncul sebelum gubernurnya dipimpin oleh tokoh PKS, Ahmad Heriawan. Ini menunjukkan bahwa tanpa keterlibatan PKS penetapan perda dan edaran bupati tersebut. Bahkan saat ini sendiri Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Daerah Kota DepoK, tidak mengeluarkan perda dan surat edaran Bupati terkait dengan penerapan syariat Islam. Jadi ketakutan Gus Dur tidak beralasan jika ditujukan kepada PKS yang nota mengadopsi pemikiran Ikhwanul Muslimin. Kekhawatiran lain kalangan NU adalah terkait dengan Khilafah Islamiyah yang didengung-dengungkan oleh gerakan transnasional. Konsep Khilafah Islamiyah yang diajukan oleh kalangan gerakan transnasional, menurut Hasyim konsepnya tidak pernah jelas. Ia menegaskan bahwa Konsep pemerintahan Islam (Khilafah Islamiyah) tidak pernah jelas bagaimana bentuk dan mekanisme pendiriannya. Kejelasan konsep tersebut hanyalah selalu mengganggu dan mempersoalkan keabsahan sebuah negara yang merdeka dan berdaulat.... Hingga saat ini tidak ada satupun negara didunia yang menerapkan sistem kenegaraan dan sistem pemerintahan berdasarkan Islam. Bahkan
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
196
di negara-negara berpenduduk sebagian besar muslim sekalipun, sangat beragam bentuk negara dan sistem pemerintahannya. 450 Lebih lanjut Hasyim menyebutkan bahwa Khilafah Islamiyah itu sebenarnya gerakan politik, bukan gerakan keagamaan. Karena di situ lebih kental aspek politiknya dari pada agama, ibadah, dan ubudiyah-nya. Hasyim menekan bahwa yang difokuskan adalah sistem kenegaraan bukan bagaimana membuat masjid, madrasah, menciptakan kesejahteraan umat dan sebagainya. 451 Pandangan Hasyim ini sejalan dengan keputusan Bahtsul Masail PBNU terkait dengan Khilafah Islamiyah bahwa Khilafah islamiyah tidak memiliki rujukan teologis baik di dalam Al Quran maupun hadits. 452 Kekhawatiran lain NU terhadap gerakan transnasional adalah pengambil alihan masjid NU oleh gerakan Islam transnasional. Terkait dengan hal ini K.H. Hasyim mengatakan bahwa di Indonesia ideologi transnasional dapat tumbuh dengan subur karena kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah mendukung tumbuhnya organisasi tersebut. Kekhawatiran tersebut menurut Hasyim terbukti ketika masjid-masjid NU telah diambil alih secara serampangan oleh kelompok yang mengatasnamakan Islam. Pengambil alihan masjid itu berbentuk pengambil alihan para takmir masjid yang selama ini dikelola NU. 453 Hasyim Muzadi sendiri melihat bahwa fenomena pengambilalihan masjid ini karena kelompok yang mengaku Islam tersebut tidak mampu membangun masjid sendiri. Lebih tegas lagi Hasyim Muzadi mengatakan bahwa Karena mereka tidak mampu membuat masjid sendiri, kemudian mengambil alih masjid milik orang lain, terus dipidatoin disitu untuk politisasi. Kan maksudnya begitu. Yang dirugikan akhirnya kan NU. 454
450
NU Online, 13 Agustus 2007. NU Online, 5 September 2006 452 Lihat Lampiran tentang Bahtsul Masail 453 NU Online 25 Mei 2006. Pukul 02.11 454 NU Online 5 September 2006 451
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
197
Untuk itu kemudian Hasyim Muzadi menginstruksikan kepada jajaran pengurus NU untuk mewaspadai munculnya kelompok lain yang masuk di masjid-masjid milik NU. Hasyim juga lebih lanjut mengindikasikan bahwa mereka secara keyakinan sudah tidak segaris dengan NU. Mereka adalah kelompok yang ingin mendirikan negara Islam. Hal senada juga diungkapkan oleh K.H. Masdar F Mas’udi, Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Kiai Masdar mengatakan bahwa Saya mendapat laporan, masjid-masjid milik warga NU, terutama di daerah-daerah banyak yang diambil alih oleh kelompok yang mengklaim dirinya paling Islam. Alasannya, karena NU dianggap ahli bid’ah dan beraliran sesat, 455 Kiai Masdar lebih lanjut mengatakan bahwa pengambilalihan yang dimaksud adalah berbentuk penggantian para takmir masjid yang selama ini diisi oleh warga nadliyin. Hal ini membawa dampak digantinya tradisi ritual keagamaan khas NU. 456 Masdar juga menyadari bahwa masjid-masjid tersebut memang tidak ada label NU, namun masjid-masjid tersebut tidak sedikit yang dibangun bersama-sama oleh warga NU dan itu merupakan hak warga NU. Masih menurut Kiai Masdar, Warga NU tidak pernak memberikan label terhadap masjid yang dibangun bersama. Kiai Masdar juga menrukan kepada warga NU untuk mengambil kembali masjid-masjid tersebut. Karena masjid tersebut adalah hak NU. Sehingga ia mengatakan “ warga NU harus mengambil haknya”. 457 Wujud nyata tindakan NU atas kekhawatiran dengan nasib masjid-masjid milik warga nahdliyin diambil alih kelompok lain yang mengatasnamakan Islam, PP Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) berinisiatif melakukan
455
NU Online 25 Mei 2006. NU Online, 16 Mei 2007 457 NU Online, 25 Mei 2006 456
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
198
perebutan kembali masjid-masjid dengan mengumpulkan para pemimpin majelis ta’lim se-Jabotabek. 458 Menurut Gozalie Said, masjid-masjid yang diambil alih oleh kalangan transnasional adalah masjid-masjid yang tidak terawat aktivitasnya, mereka masuk ke dalam masjid tersebut dan mengaktifkan kembali aktivitas di masjid tersebut. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa “ tapi saya kira ambil manfaatnya saja.
Kalau tidak gitu, NU kan tidur terus”. 459 Dalam pengamatan penulis
dilapangan hampir sebagian besar masjid-masjid NU yang takmir masjidnya kelola oleh orang-orang tua, tanpa keteribatan generasi Muda. Aktivitas masjid yang dijalankan hanya sebatas ibada-ibadah maghdoh, sedangkan taklim masjid sangat kurang, kalau pun ada itu di bulan ramadhan, atau taklim ibu-ibu kalau ada kegiatan hari-hari besar Islam. Sebagai contoh masjid dan mushola yang jadi pengamatan penulis di lingkungan Depok teletak di wilayah Pondokcina dan Beji Timur. Di dua tempat ibadah tersebut (Musholla Haqqul Yaqin Pondokcina dan Masjid Baiturrahim Beji Timur) aktivitas yang ada adalah TPA, itu pun dikelola oleh pemuda aktivis Tarbiyah yang memang penduduk asli di wilayah sekitar. Namun tidak menjadi masalah dan berjalan apa adanya. Kasus berbeda untuk Masjid Al Hidayah di jalan Kapuk Pondokcina. Masjid ini sama kasusnya dengan dua tempat ibadah sebelumnya dikelola oleh orang-orang tua dan TPA-nya dikelola oleh remaja-remaja penduduk asli tempat itu yang juga aktivis Gerakan Tarbiyah. Namun pasca pemilihan umum tahun 2004, hubungan antara “pengurus” masjid dengan pengelola TPA mulai ada masalah. Perlu menjadi catatan dalam pemilu 1999, RW 03 merupakan satusatunya TPS yang dimenangkan oleh PK (Partai Keadilan) dan ketua DKM masjid tersebut adalah tim sukses salah satu partai besar. Kasus ini membuat TPA yang dikelola oleh aktivis tarbiyah untuk “keluar” dari Masjid karena dianggap membawa politik ke dalam masjid. Akhirnya TPA di pindah ke rumah
458 459
Ibid. Ibid
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
199
di samping masjid milik penduduk setempat yang kemudian diwakafkan, sekarang menjadi TPA Bina Mujtama. 460 Terkait dengan pengambilalihan masjid, Hasyim menyebutkan karena mereka tidak mampu membuat masjid sendiri, kemudian mengambil alih masjid milik orang lain, kemudian di ceramahin di situ untuk politisasi. Pernyataan ini didukung pula oleh Gozalie bahwa programnya masjid yang akan dikuasai adalah masjid-masjid tingkat kabupaten, terutama oleh HTI. Kalau Ikhwanul Muslimin, yang partai politiknya PKS, yang berasal dari gerakan usrah, Tarbiyah
Islamiyah
yang
di
kampus-kampus
itu
yang
digerogotikan
Muhammadiyah, karena banyak kader Muhammadiyahnya. Mereka umumya membuat masjid yang memang disediakan untuk kegiatan mereka. 461 Penulis sejalan dengan pendapat Ghazalie, dalam pengamatan penulis ada beberapa Masjid yang pembangunannya difasilitasi oleh aktivis Tarbiyah dengan menghubungkan ke yayasan yang membantu pembangunan masjid dengan dana bantuan penuh dari Yayasan Hilal Ahmar. Salah satu masjidnya berada kukusan dan Beji Timur. Dan umumnya mereka beraktivitas di masjid-masjid yang mereka bangun. 462 Namun dalam penelusuran penulis, pengambilan dalam arti kontak fisik tidak ditemukan. Misalnya saja untuk masjid Al Huda Komplek Timah Cimanggis Depok, berdasarkan data yang penulis peroleh tidak ada perebutan dalam pemilihan takmir. Pengurus takmir yang lama selesai dan menyerahkan pada pemilihan jamaah masjid. Hasilnya terpilih orang-orang yang memang bukan dari kalangan nahdliyin. Namun tidak menjadi masalah bahkan masjid 460
Informasi dari Ibu Ayani dan Ibu Ros, pengelola TPA Bina Mujtama. NU Online, 2 Juli 2007 462 Berdasarkan wawancara dengan Abu Surkim, para aktivis Tarbiyah pada umumnya dan khususnya alumni Timur Tengah sudah memiliki jaringan bantuan pembangunan Masjid. Hal ini sebenarnya bisa dilakukan oleh semua alumni Timur Tengah. Menurutnya karena aktivis tarbiyah lebih cepat merespon, maka ia yang dapat. NU dan Muhammadiyah pun sebenarnya bisa mengakses ini. Beberapa Lembaga tersebut antara lain IIRO (Ighosah Islamic Relief Organitation), Abu Dhabi yang pasca perang teluk berubah menjadi Hilal Ahmar, Bina Umah (Quwait) berubah menjadi Jamiyah Rahmah Islah. 461
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
200
tersebut sekarang jadi lebih besar dengan aktivitas masjid yang bisa dikatakan berjalan dengan rutin.
Memang pada awalnya yang meramaikan adalah
kalangan Tarbiyah untuk aktvitas kursus mengajar Al Quran, taklim rutin yang dijalankan oleh aktivis Tarbiyah yang juga berasal dari kalangan NU, yaitu Dr. Muslih Abdul Karim. 463 Ada suatu pandangan menarik yang disebutkan oleh kader Tarbiyah untuk kasus Depok. Depok sebagai daerah urban banyak pendatang, banyak mesjid besar namun kosong karena pengurusnya juga adalah para pekerja yang pergi pagi pulang malam. Sebagai kader yang masih muda, dia melihat kesempatan ada lahan dakwah yang kosong dan belum termanfaatkan, maka dibuatlah program aktivitas masjid yang tentunya seijin dengan takmir masjid. Mereka senang-senang aja. Seharusnya ada kerja sama seperti ini yang tua sibuk dengan kerjaannya yang muda membantu menghidupkan masjid. 464 Tidak ada masalah, inilah yang disebut oleh K.H. Gozalie bahwa masjid-masjid yang tidak terawat aktivitasnya. Tentunya NU diuntungkan jadi bangun tidak tidur terus. 465 Selain terkait dengan pengambil alihan masjid, kekhawatiran yang muncul dikalangan NU adalah tradisi keagamaan yang dijalankan oleh warga Nahdliyin selama ini akan hilang. Seperti yang diungkapkan oleh KH Nuril Huda dalam NU Online Gerakan mereka sudah sangat luas dan hampir merata diseluruh daerah, tidak hanya daerah yang berbasis Nahdliyin. Jika NU tak segera mengambil sikap tegas, maka bukan mustahil tradisi keagamaan yang dijalankan Warga Nahdliyin selama ini akan hilang. 466
463
Dr. Muslih Abdul Karim,merupakan salah satu penggagas Subuh Keliling di Depok. Oleh kalangan Tarbiyah ia dianggap masih kental dengan ke NU-annya, namun oleh kalangan NU sudah tidak lagi menjalankan tradisi-tradisi NU. 464 Wawancara Hilman Roshad 465 NU Online , 22 Juni 2007. 466 NU Online, 2 Februari 2007
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
201
Mensikapi kondisi yang demikian pada 25 Februari 2007 Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah NU mengeluarkan maklumat yan berisi tentang peneguhan kembali terhadap ajaran dan amaliyah Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) yang selama ini dijalankan oleh warga nahdliyin. 467 Maklumat ini merupakan respon yang muncul atas tuduhan sesat terhadap ajaran dan amaliyah NU. Salah satu isi maklumat tersebut .... kami menyadari dengan sepenuh hati, bahwa dewasa ini telah tumbuh dan berkembang gejala pemikiran dan gerakan keislaman melalui praktek-praktek keagamaan yang dapat melunturkan
nilai-nilai
AhlussunnahWal Jama’ah ala NU, maka dengan ini kami menyatakan: .. senantiasa menjalankan amaliah ibadah Ahlussunnah Wal Jama’ah ala NU, melestarikan praktek-praktek dan tradisi keagamaan salafus shalih, seperti sala-salat sunnat, salat tarawih 20 rakaat, wirid, salawat, qunut, talqin, ziarah kubur, tahlil, manaqib, ratib, maulid nabi, haul dan istighosah, serta toleran terhadap tradisi budaya yang sesuai dengan nilainilai Islam sebagai bagian dari dakwah ahlussunnah Wal Jama’ah ala NU. 468 Satu hal yang cukup menarik adalah apa yang dilakukan oleh Rabithath al-Ma’ahid al-Islamiyah Nadlatul Ulama (RMI NU) yang mengumpulkan para pimpinan pondok pesantren se Indonesia di Asrama Haji Pondok Gede pada 1821 Mei 2007. Agenda yang dibahas adalah masalah munculnya ideologi transnasional yang dinilai juga mengancam keberadaan pondok pesantren. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Wakil Ketua Pimpinan Pusat RMI NU, Abdul Adhim. Ia mengatakan bahwa Ideologi transnasional atau ideologi ‘impor’ dari luar negeri itu dinilai telah mengancam keutuhan bangsa dan pesantren.... ideologi tersebut kebanyakan tidak sesuai dengan kondisi sosial dan budaya setempat.
467 468
NU Online, 27 Februari 2007 Ibid.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
202
“Islam Indonesia yang didakwahkan Walisongo itu kan penuh semangat toleransi dan santun. Nah, ideologi Islam transnasional itu datang dengan tidak santun, dengan teriakan Allahu Akbar sambil pecahkan kaca. 469 Kekhawatiran NU pada umumnya terkait dengan masalah aset-aset yang mereka miliki seperti masjid-masjid yang dikelola oleh mereka merasa terambil setelah para takmir masjid bukan lagi dari kalangan mereka. Pengambilalihan ini memunculkan ketakutan akan hilangnya tradisi keagamaan yang biasa mereka jalankan di masjid-masjid mereka. Kekhawatiran yang berlebihan adalah ketika mereka ketakutan akan kehilangan pesantren-pesantren yang mereka miliki. Sebenarnya bukan masalah akan kehilangan pesantren namun munculnya sekolah-sekolah boarding school yang dikembangkan oleh kalangan Tarbiyah yang semakin memperoleh tempat dikalangan masyarakat karena model pengelolaan yang lebih modern dengan memadukan nilai-nilai Islam dan ilmu pengetahuan umum. Bahkan boarding school ini tidak hanya diminati oleh kalangan tarbiyah, namun juga oleh orangorang awam baik dari kalangan NU maupun Muhammadiyah. Satu sisi lain adalah ketika mereka mengecap gerakan Islam transnasional bukan suatu gerakan keagamaan namun lebih cenderung gerakan politik atau kepentingan. Sepertinya NU menyamaratakan semua gerakan transnasional, karena di lapangan NU tidak bisa membedakan mana Gerakan Tarbiyah, mana HTI atau mana gerakan Salafy, dan mana yang Wahhabi. Hal ini tergambar daam dialog yang penulis lakukan dengan kepala sekolah di pesantren Qatrun nada Cipayung Depok. Penulis mencoba menanyakan siapa sih yang berada dibalik kelompok itu? Yah mereka sama saja, HTI itu ke PKS, Salafi itu ke PKS dan Wahhabi itu ke PKS. Padahal ketiga gerakan ini memiki landasan gerak yang berbeda. Pandangan ini difahami sama oleh semua struktur NU, walaupun keadaan di masyarakat berbeda. Kalau kita melihat latar belakang pendirian NU di wilayah Jawa Timur yang dalam sejarahnya orientasi hubungannya (fasted 469
NU Online, 16 Mei 2007.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
203
interest) lebih cenderung bapakisme.(Harold Crouch menyebutnya patron clien) Apa yang dikatakan orang tua itu tidak pernah salah. Sebagai contoh kasus apa pun yang terjadi dengan akan mendukung mati-matian Gus Dur. Hanya di NU yang menyebut tokohnya sebagai waliyullah. Sehingga ketika tokohnya mengatakan tidak maka semua ke bawahnya mengatakan tidak. Sehingga ketika tokohnya mengatakan transansional bermasalah maka sampai bawahnya sama, begitu juga hal-hal lain. Pandangan cukup menarik adalah diungkapkan oleh KH Gozalie yang menganggap bahwa NU sudah terlalu asyik dengan kondisi yang ada sehingga seperti NU tertidur pulas. Lebih lanjut Gozali menyatakan bahwa ada baiknya munculnya Gerakan Tarbiyah bagi NU, NU jadi terbangun tidak tertidur pulas. 470 Lebih lanjut dalam pandangan Ghazali, kalau pemikiran gerakan IM yang partai politiknya jadi PKS, yang berasal dari gerakan Usrah, Tarbiyah Islamiyah di kampus-kampus itu, yang digerogotikan Muhammadiyah karena banyak kader Muhammdiyahnya. Mereka tidak mengambil alih masjid, tapi mereka membuat masjid untuk kegiatan mereka sendiri. 471 Dalam penelitian penulis, Ada dua faktor yang menyebabkan NU dan tokohnya mempermasalahkan Gerakan Tarbiyah dan dengan sayap politiknya, PKS, yaitu faktor tokoh-tokoh PKS sebagain besar alumni Timur Tengah dan faktor ekspansi PKS. Faktor sebagian besar tokoh PKS lulusan Timur Tengah lebih khusus Arab Saudi menjadi masalah karena PKS diidentikan dengan pembawa faham Wahabi. NU memandang Wahabi sebagai “musuh abadi”, karena pendirian mereka terkait dengan faktor ini. Sehingga Mereka berpandangan bahwa PKS seperti Wahabi, yang suka mengtakfirkan orang. 472 Menurut Mashadi, hal tersebut
kemudian didepolitisasi oleh NU dengan
menyebut PKS sebagai pembawa faham gerakan Islam transnasional. Faktor 470
NU Online, wawancara khusus dengan KH Ghazali oleh NU Online (tokoh NU ). Dia adalah penulis buku Ideologi Kaum Fundamentalis Trans Pakistan Mesir. 471 Ibid. 472 Lihat kembali sikap IM terhadap orang yang suka mentakfirkan orang yang sudah bersyahadat. Karena representasi pemikiran PKS berasal dari IM.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
204
lain, politisi yang dari NU atau NU sendiri mulai terancam ketika PKS mulai melakukan ekspansi yang semakin intensif, terutama menjelang pemilu 2004 dan 2009, dan PKS muncul menjadi kekuatan politik. Dampaknya PKS mulai mendapat dukungan di wilayah-wilayah basis PKS, misalnya Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sulawesi. Di Wilayah-wilayah tersebut, terutama Jawa Timur merupakan basis NU. Persoalan NU berbeda dengan Muhammadiyah, ada perbedaan pemahaman tauhid. Sehingga kalangan NU mengatakan bahwa Muhammadiyah saja tidak bisa menerima warganya masuk PKS sekalipun segi pemahamannya tidak berbeda. Istilahnya Muhamamdiyah dan PKS masih sepaham tapi beda rumah, Bagi kalangan Nahdliyin, persoalan menjadi lebih jauh. Perpindahan warga Nahdliyin ke tenda hitam kuning, PKS, akan lebih disesali oleh kalangan nahdliyin, karena perpindahan in tidak sebatas pindah rumah, namun beralih keyakinan. 473 Di samping faktor teologis, di balik kegigihan PKS dalam melakukan ekspansi untuk meningkatkan jumlah konstituen, PKS membutuhkan banyak dukungan suara untuk memperkuat posisi tawar mereka, semakin banyak pendukung semakin kuat posisi tawar mereka. Semakin kuat posisi tawar mereka semakin kuat pengaruh dan perannya. Di sisi lain NU, demikian juga Muhammadiyah, punya kepentingan yang sama dengan PKS. Sehingga kekhawatiran mereka sama dengan PKS. Semakin besar PKS, dengan sendirinya akan menggeser hak-hak istimewa yang selama ini dimiliki NU dan Muhammadiyah di bidang kehidupan politik, sosial dan budaya. 474 Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa setiap pemilu atau pilkada NU dan Muhammadiyah sering kali diiming-imingi oleh partai-partai politik agar mendapatkan dukungan suara dari para pengikut dua organisasi tersebut. Kadang NU dan Muhammadiyah sendiri mengkondisikan diri agar partai-partai politik tersebut soan dan membujuknya. 473
E. Shobirin, “ Berebut Pengikut di Akar Rumput”, dalam Taswirul Afkar, No. 21, tahun 2007. 474 Seperti yang diungkap oleh Mashadi dan juga Shobirin dalam Taswirul Afkar.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
205
Penggerogotan PKS terhadap pengikut kedua organisasi keagamaan terbesar di Indonesia tersebut memang tidak serta merta meminggirkan keduanya dari perebutan pegaruh. Namun kegigihan, keteguhan dan keuletan PKS dalam melakukan ekspansi, perekrutan dan pembinaan bisa menjadi ancaman tersendiri. 475 Efektivitas rekrutmen PKS yang berbasis sistem stelsel seperti sebuah jaringan MLM, sistem kaderisasi dan penegakan disiplin organisasinya sulit ditiru oleh partai lain maupun organisasi sosial keagamaan yang lain. Baik Haedar maupun Sobirin
476
menyebutkan bahwa tidak ada yang
berhak melarang Gerakan Tarbiyah/ PKS dan juga organisasi Islam lainnya dalam menyebarkan faham dan dakwahnya untuk mengajak pengikut ormas lainnya menjadi warga mereka. Munculnya kekuatan baru ini menjadi tantangan bagi organisasi keagamaan yang sudah ada, terutama NU dan Muhammadiyah untuk semakin meningkatkan pelayanan terhadap kebutuhan warganya masingmasing menjaid lebih baik lagi. Sobirin menyebutkan bahwa NU dan Muhammadiyah sudah terlena dengan kemampuannya dan sudah lama kurang memperdulikan warganya. 477 Mereka gagal melayani warganya, hal ini terbukti dengan banyaknya warga mereka masuk ke organisasi lainnya. Kondisi ini dimanfaatkan PKS untuk menyebarkan fahamnya dan merebut dukungan mereka. Jika hal ini berlangsung terus secara konsisten bisa jadi Gerakan Tarbiyah dan PKS menjadi organisasi besar. Konsekuensi ini yang sebenarnya ditakuti oleh warga NU pada khususnya dan Muhammadiyah pada umumnya, karena akan menimbulkan konsekuensi perubahan kehidupan bernegara dan bermasyarakat. 478
475
Perhatikan lampiran 9 dan 10, sebuah bentuk kontrol mereka terhadap kader dan aktivisnya. Hal ini jarang dimiliki oleh organisasi sosial politik lainnya. 476 Perhatikan lampiran 8 bagaimana seorang kader tarbiyah yang juga aktivis PKS akan terseleksi dengan ketat untuk bisa mencapai tingkatan tertentu. 477 Haedar Nashir, Manifestasi. Op.Cit. dan Sobirin dalam Taswirul Afkar. 478 NU ketakutan PKS akan mengubah bentuk negara dan ideologi negara.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
BAB V KESIMPULAN
Seperti yang telah disebut dalam bab I, studi ini bermaksud untuk menjawab mengapa Gerakan Tarbiyah begitu menarik bagi kelompok/ organisasi mahasiswa muslim khususnya dunia kampus? Namun dicurigai sebagai gerakan transnasional yang ingin mengubah tradisi dan budaya lokal dengan tradisi dan budaya Timur Tengah. Mengapa muncul kekhawatiran Muhamamdiyah terhadap perkembangan Gerakan Tarbiyah. Benarkah Gerakan Tarbiyah bermaksud mengubah agama menjadi ideologi negara dalam arti mengganti Pancasila dengan Islam, seperti yang dituduhkan NU. Munculnya sikap dan pandangan terhadap perkembangan gerakan keagamaan transnasional dari kalangan tokoh gerakan dakwah di Indonesia adalah sebuah fenomena yang menarik. Pasca runtuhnya pemerintahan Orde Baru, aktivis Islam yang sebelumnya termarjinalisasi bergeser mempunyai ruang gerak yang semakin leluasa dalam mengkespresikan pandangan dan pemikiran mereka. Hal ini ditandai dengan tumbuhnya Gerakan Islam Baru (New Islamic Movement). Pemikiran organisasi ini berasal dari organisasi pergerakan Islam di Timur Tengah yang dikenal dengan pemikiran transnasional. Organisasi Islam Baru yang mengadopsi pemikiran Islam transnasional dari Timur Tengah adalah salah satunya Gerakan Tarbiyah. Menjawab pertanyaan terkait apakah Gerakan Tarbiyah dikatakan sebagai gerakan transnasional yang akan mengubah tradisi budaya lokal dengan budaya Timur Tengah? Sejalan dengan pemikiran Mark R Amstuz, gerakan transnasional pola gerakannya tidak dapat dipetakan dalam batas-batas politik konvensional. Batas-batas ini tidak lagi memadai, sebab gerakan ini berkembang sejalan dengan pesatnya kemajuan teknologi informasi dan transportasi dunia. Hubungannya tidak lagi melalui pemerintahan melainkan antar warga negara dari sebuah negara dengan warga negara lain.
Gerakan Tarbiyah dalam
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
207
perkembangan dan pertumbuhan awal tidak melibatkan aktor pemerintah dalam memasukan pemikiran gerakan Ikhwanul Muslimin dari Mesir. Peran awal yang nyata membawa pemikiran ini tidak bisa dipungkiri terletak pada Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia dalam melakukan pembinaan Mahasiswa melalui gerakan dakwah kampus. Dewan Dakwah melakukan hubungan langsung dengan unversitas-universitas di Timur Tengah baik di Mesir maupun di dunia Arab. Dewan Dakwah mengirimkan calon-calon mahasiswa ke universitasuniversitas tersebut memanfaatkan jaringan yang dimiliki oleh Moh. Natsir. Alumni-alumni ini yang kemudian mengembangkan dakwah kampus bersama Immaduddin Abdurrahim melalui LKD/LMD/ SII dengan pola pembinaan yang mengadopsi pembinaan Ikhwanul Muslimin, yang disebut sebagai usrah. Di sisi lain David Kowaleski menyebutkan bahwa gerakan transnasional merupakan suatu organisasi, bukan suatu assosiasi. Organisasi transnasional anggotanya berasal dari beberapa negara. Mereka mengorganisasi dan memperluas pengaruhnya dari satu tempat. Gerakan dakwah kampus pasca terjadi diskontinuitas pembinaan oleh Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, pembinaannya diambil alih oleh alumni Timur Tengah, kelompok Hilmi Aminuddin, yang membawa pemikiran Ikhwanul Muslimin. Hal ini terbukti dari pola pembinaan usrah yang telah digunakan sebelumnya semakin diformalkan dengan materi-materi pembinaan yang diadopsi dari IM. Jika gerakan usrah yang dikembangkan oleh Immaduddin hanya menggunakan pola pembinaan Ikhwanul Muslimin, oleh Hilmi Aminuddin dan kelompoknya semakin diperkaya dengan materi yang digunakan oleh Ikhwanul Muslimin dalam pembinaannya. Karena kondisi politik yang tidak memungkinkan melanjutkan penggunaan nama usrah, gerakan ini berubah menjadi gerakan tarbiyah. Satu hal yang cukup menarik materi-materi pembinaan Ikhwanul Muslimin yang diadopsi oleh Gerakan Tarbiyah dikembangkan sesuai dengan kebutuhan medan dakwah di Indonesia. Dari sinilah pertama kali dikembangkan materi dengan pola rasmul bayan. Mereka menetapkannya menjadi satu manhaj pembinaan mereka, yang dikenal dengan manhaj tarbiyah T1 dan T2. Manhaj ini
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
208
semakin disempurnakan hingga saat ini menjadi manhaj tarbiyah 1433, setelah mengalami beberapa kali perubahan. Materi-materi yang diberikan masih tetap mengacu dari materi-materi yang digunakan oleh Ikhwanul Muslimin dalam pembinaannya. Namun dalam penyampaiannya
tetap disesuaikan dengan
kondisi realitas masyarakat Indonesia. Jadi secara materi pembinaan gerakan tarbiyah mengacu kepada materi pembinaan Ikhwanul Muslimin, namun dalam pembinaannya tetap menggunakan jaringan lokal. Sebagai contoh seorang kader tarbiyah yang menjalani pendidikan ke luar negeri, pembinaannya tetap dilakukan oleh jaringan gerakan tarbiyah, dan pelaporan pembinaanya pun tetap ke gerakan tarbiyah, namun materi yang disampaikan tetap sama dengan materi pembinaan IM. Gerakan Tarbiyah tidak tergantung dengan struktur IM di Mesir dan mereka lebih cenderung mengembangkan diri dengan memperhatikan realitas sosial yang ada di masyarakat. Bisa
dikatakan
bahwa
Gerakan
Tarbiyah
merupakan
gerakan
transnasional yang terbatas. Karena IM Mesir tidak memiliki kewenangan penuh mengontrol aktivitas Gerakan Tarbiyah. Seorang Muroqib Am hanya menjalankan fungsi kontrol ketika organisasi yang menjadi bagian dari IM mengalami
masalah,
itupun
hanya
berfungsi
sebagai
mediator
untuk
menyelesaikan masalah. Untuk memahami pola perubahan perilaku seseorang dalam beragama, penulis menggunakan konsep Berger mengenai Social Contruction of Reality. Berger dalam menghubungkan subyektif dan obyektif mengunakan dialektika Hegel, melalui eksternalisasi-obyektivasi-intenralisasi.
Gerakan Tarbiyah
mengalami proses eksternalisai dalam melakukan aktivitasnya. Gerakan Tarbiyah melakukan penyesuaian diri dengan dunia sosio-kulturalnya sebagai produk manusia. Proses ekternalisasi ini terus berjalan dan membawa Gerakan Tarbiyah mengalami proses interaksi
yang dilembagakan atau mengalami
institusionalisasi, di sinilah terjadi proses obyektivasi. Pasca proses obyektivasi seorang individu/ lembaga mengidentivikasi diri ditengah lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial dimana individu atau lembaga tersebut menjadi
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
209
bagian/ anggotanya. Di sinilah Gerakan Tarbiyah mengalami suatu proses perubahan sebagai sebuah organisasi transnasional. Artinya Gerakan Tarbiyah tidak sama namun sejenis dengan Ikhwanul Muslimin sebagai induknya. Artinya, Gerakan Tarbiyah
dalam melakukan aktivitas maupun kebijakan-
kebijakannya tidak akan sama dengan kebijakan Ikhwanul Muslimin, namun menyesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia.
Hal ini terlihat dari
perubahan-perubahan yang dilakukan oleh Gerakan Tarbiyah. Sebagai contoh bagaimana para intelektual Gerakan Tarbiyah memanfaatkan kemampuan intelektualnya dalam mebaca realita sosial yang ada, seperti mereka mengubah manhaj-manhaj mereka menyesuaikan dengan realitas sosial yang ada dalam kebijakan-kebijakannya atau ketika para intelektual Gerakan Tarbiyah membaca realitas sosial masyarakat pasca runtuhnya Orde Baru dengan membentuk Partai Politik. Ini jelas tidak akan sama dengan apa yang dilakukan di Mesir. Kata transnasional Islam sering kali ditafsirkan dalam arti yang peyoratif. Karena itu gerakan-gerakan keagamaan Islam transnasional selalu dianggap orang sebagai gerakan yang agak negatif, seperti ekslusif, militan atau memakai cara-cara yang tidak demokratis.
Hal ini karena Gerakan Islam
Transnasional diidentikan dengan gerakan Fundamentalisme Islam dan radikal. Gerakan Tarbiyah merupakan gerakan keagamaan yang memiliki karakteristik yang menggabungkan gerakan pembaru, yang tidak terjebak dalam ifrath (ekstrem kanan) dan tafrith (ekstrem kiri) ini terlihat dari karakteris dakwahnya. Gerakan Tarbiyah merupakan gerakan Islam yang tidak memisahkan antara agama dan politik dalam aktivitasnya. Hal ini dibuktikan dengan dibentuknya sayap Gerakan Tarbiyah
yang bernama Partai Keadilan (Sejahtera). Jadi
pernyataan Hasyim Muzadi terakit dengan gerakan transnasional terhadap gerakan tariyah tidak terbukti. Dalam perjalanannya Gerakan Tarbiyah mendapat tanggapan positif dan negatif. Tanggapan positif datang dari kalangan muda, baik kalangan muda kampus, sekolah maupun di organisasi kemasyarakatan. Di kampus terlihat makin maraknya ADK (aktivis dakwah kampus) dan di sekolah dengan
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
210
fenomena rohisnya melalui ADS (aktivis dakwah sekolah). Bahkan pada awal pergerakannya di awal tahun 1980-an sampai akhir 1990-an Gerakan Tarbiyah mendapat tanggap positif dari kalangan Muhammadiyah karena berhimpitan pemikirannya. Hal ini terlihat dalam aktivitas ibadah mereka, misalnya dalam menetapkan awal dan akhir bulan ramadhan, awal bulan syawal dan tanggal 10 Dzulhijah. Kini aktivis tarbiyah setelah aktif dalam politik lebih cenderung mengikuti keputusan pemerintah. Bagi mereka ini permasalahan tersebut hanya khilafiat, demi menjaga persatuan. Namun ini menjadi satu pandangan berbeda bagi Muhamadiyah sehingga hubungan mereka dengan Muhammadiyah menjadi renggang, bahkan akhirnya memandang negatif. Pandangan negatif terhadap Gerakan Tarbiyah mulai muncul pada pertengahan tahun 2000an. Kemunculan mereka dalam kancah politik nasional memunculkan kekhawatiran baik dari kalangan Muhammadiyah maupun bagi kalangan Nahdlatul Ulama karena dinilai oleh tokoh-tokoh organisasi Muhammadiyah dan NU akan membahayakan atau medekonstruksi otoritas mereka. Infiltrasi Gerakan Tarbiyah digambarkan oleh kalangan Muhammadiyah sebagai ‘virus tarbiyah. Virus memberi kesan negatif sehingga Gerakan Tarbiyah dianggap sesuatu yang berbahaya.” Penulis berkesimpulan bahwa persentuhan Muhammadiyah dengan aktivis tarbiyah di awal tahun 1980an hingga akhir tahun 1990an membuat hubungan mereka dekat dan merasa pemikirannya berhimpitan sehingga mereka tidak menyadari adanya suatu proses eksternalisasi kader-kader muda Muhammadiyah terhadap pemikiran tarbiyah. Kondisi ini terjadi karena kondisi Muhammadiyah yang merasa sudah mapan sebagai suatu organisasi besar, sehingga faktor kekurangan yang disebabkan perkembangan
kondisi
sosial
masyarakat
kurang
terperhatikan
oleh
Muhammadiyah. Kondisi ini difahami betul oleh Gerakan Tarbiyah sehingga mereka melakukan perubahan-perubahan metode dakwah mereka ini terlihat dari perubahan manhaj yang mereka miliki. Kondisi ini mendorong kader Muhammadiyah yang merasa kurang terpenuhi nilai religiusitasnya lebih tertarik
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
211
mengikuti pembinaan melalui Gerakan Tarbiyah. Karena pembinaan melalui kemuhammadiyahan hanya terkait dengan masalah organisasi Muhammadiyah, padahal kondisi sosial masyarakat Indonesia pada awal tahun 1980an hingga akhir 1990an sedang mengalami ghirah (semangat) keislaman. Penulis juga melihat bahwa sikap kekhawatiran Muhammadiyah ini muncul pasca Gerakan Tarbiyah mengembangkan sayap politiknya menjadi PK(S) yang banyak merekrut generasi muda Muhammadiyah menjadi aktivis Tarbiyah dan aktivis PKS. Bahkan tidak sedikit dari mereka adalah anak-anak tokoh Muhammadiyah. Namun dalam perkembangan ada kader-kader tarbiyah yang dalam menjalankan dakwahnya di Muhammadiyah yang lebih menonjolkan kepentingan
organisasi
Muhammadiyah
atau
lembaga
(kepartaian)
sehingga
membuat
merasa khawatir dengan keberadaan mereka dalam
Muhamamdiyah. Infiltrasi Gerakan Tarbiyah dalam tubuh Muhammadiyah menyebabkan konflik internal di dalam tubuh Muhammadiyah yang akhirnya membuat komitmen bermuhammadiyah kader-kadernya mulai luntur, pudar dan rapuh. Hal ini terbukti dengan upaya PP Muhammadiyah yang mengeluarkan SKPP tentang konsolidasi organisasi dan amal usaha Muhammadiyah. Hal ini semakin meruncing ketika dukungan kepada pencapresan Amin Rais, Majelis Syuro PKS terlambat mengeluarkan bayan terkait dukungan terhadap Amin dan ketika bayan keluar, dukungan terhadap Amin Rais tidak mengikat kader PKS. Hal ini membuat Muhammadiya terutama Amin Rais kecewa. Amin kemudian mengkampanekan ke Muhammadiyah dengan mengatakan “tolong waspadai ada partai bertopeng dakwah (sebutan untuk PKS) tapi itu tingkah lakunya “luar biasa”. Mereka bukan hanya mengambil kaderkader
Muhammadiyah,
namun
juga
sekolah
Muhamamdiyah,
masjid
Muhamamdiyah, dan rumah sakit Muhammadiyah. Nahdlatul
Ulama
lebih
cenderung
mengkhawatirkan
ideologi
transnasional yang dianut oleh Gerakan Tarbiyah, bahwa ideologi transnasional
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
212
akan mengancam keutuhan NKRI dan berupaya mengganti UUD 45 dan Pancasila dengan ideologi yang baru, ideologi yang mereka bawa dan akan menjadikan Indonesia sebagai sebuah negara Islam dengan sistem kekhilafahan. Nahdlatul Ulama, yang menganggap bahwa Gerakan Tarbiyah membawa pemikiran transnasional dari Timur Tengah sering diidentikan dengan gerakan Wahhabi yang suka mentakfirkan muslim lainnya. Pandangan ini dibantah dengan pemikiran Al Banna tekait pandangan IM terhadap pentakfiran sesama muslim yang pernah mengucapkan syahadat berarti menghalalkan dan menyianyiakan darahnya. Ini suatu perkara yang sangat berbahaya. Hal ini sebenarnya adalah pengulangan sejarah dengan apa yang terjadi pada tahun 1920an yang kemudian menjadi alasan pembentukan NU karena perbedaan pendapat dengan kalangan pembaru yang dipengaruhi pemikiran Wahhabi. Di sisi lain Gerakan Tarbiyah terlihat mampu mengambil sebagian cara pandang umat Islam dalam memperjuangkan agama dan juga politiknya melalui PKS. Tidak bisa di pungkiri bahwa mayoritas pemikir politik PKS berasal dari kalangan Tarbiyah. Jadi terlihat bahwa gerakan mereka betul seperti apa yang dikatakan oleh Hasyim Muzadi bahwa gerakan mereka adalah gerakan politik. Bahkan Ghozalie Said mengatakan bahwa Gerakan tarbiyah
mengancam
keutuhan negara dan berupaya mengganti Pancasila dan UUD 1945. Sehingga kalangan NU umumnya mengambil kesimpulan bahwa kalau Gerakan Tarbiyah sukses otomatis negara ini diubah. Melalui dialektika Berger terkait dengan teori rekonstruksi berlaku pada gerakan Tarbiyah. Pemikiran IM yang mereka adopsi di awal tahun 1980an, ternyata mengalami perubahan pasca mereka memasuki mihwar sya’bi. Kondisi sosial masyarakat Indonesia mengubah pola pikir aktivis tarbiyah yang pada awal tahun 1980an bersikap menentang pemikiran Nurcholis Majid yang mendapat dukungan Orde Baru. Bahkan menyebut penguasa Orde Baru sebaga toghut. Namun perubahan sikap penguasa Orde Baru mengubah pula sikap mereka menjadi lebih menerima. Gerakan tarbiyah tetap mempunyai pemikiran
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
213
tetap membentuk organisasi formal untuk melakukan dakwah Islam. Ini jelas walaupun dipengaruhi oleh pemikiran IM, Gerakan Tarbiyah sangat dipengaruhi pula oleh realita sosial masyarakat Indonesia. Dalam perkembangan di awal 1980an, Gerakan Tarbiyah menanggapi cukup emosional kondisi politik yang ada. Namun pasca memasuki Mihwar Sya’bi, sikap ini semakin melunak dalam mensikapi perkembangan dakwah di masyarakat. Pasca melewati Mihwar Tanzhim, penulis mensejajarkannya dengan proses eksternalisainya Berger, aktivis mengalami proses pembentukan pemikiran yang dipengaruhi oleh IM. Namun ketika memasuki mihwar Sya’bi mereka bersentuhan langsung dengan masyarakat yang pada awalnya mengalami benturan-benturan dengan realita sosial masyarakat Indonesia sehingga terjadi proses obyektivikasi.
Ketika proses internalisasi berjalan, bukan semata
pemikiran IM yang masuk namun juga memahami realitas sosial masyarakat Indonesia. Walaupun pada masa Orde Baru pembentukan Partai Politik suatu hal yang mustahil, namun intelektual Gerakan Tarbiyah telah membuat desain pembentukan parpol pada tahun 2010. Walaupun akhirnya intelektual Gerakan Tarbiyah
dihadapkan dengan situasi yang memaksa mereka mengambil
kebijakan pembentukan partai politik. Konklusi penulis didukung data dilapangan bahwa para pemegang kekuasaan yang berasal dari kader-kader tarbiyah tidak memanfaatkan kesempatan sebagai penguasa untuk membuat perda atau keputusan tentang penerapan syariat Islam. Kita bisa melihat ini di wilayah yang gubernurnya atau bupati atau walikotanya yang berasal dari kader tarbiyah. Bisa menjadi acuan adalah kota Depok yang sudah dua periode pemerintahannya dikuasai oleh kader Tarbiyah yang berasal dari NU, baik walikotanya maupun wakil walikotanya. Pemerintah kota Depok tidak melakukan formalisasi syariat Islam dalam perdaperda yang dibuat. Jadi penulis menyimpulkan bahwa gerak dakwah Gerakan Tarbiyah saat ini lebih mengambil gerak dakwah kultural, ia bisa menerima tahlilan, maulid
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
214
nabi dan lain-lain aktivitas ibadah yang biasa dilakukan oleh kalangan Nahdliyin. Hal ini yang dikatakan Muhammadiyah sebagai ajaran yang berbeda dan kadang disebut sebagai wacana politik oleh kalangan Muhammadiyah. Hal ini akhirnya membuat hubungan “baik” gerakan tarbiyah dengan Muhammaidyah “bercerai”. Jadi ketakutan NU akan hilangnya budaya yang sudah dikembangkan oleh NU sampai saat ini belum terbukti, karena masjid-masjid NU yang aktivitasnya diisi oleh aktivis tarbiyah masih tetap bisa berjalan. Tidak bisa di pungkiri bahwa mazhab yang umum digunakan oleh kalangan umat Islam Indonesia dengan berbagai organisasi sosial keagamaanya adalah Mazhab Syafii, tak terkecuali aktivis Gerakan Tarbiyah. Sehingga sebaiknya ummat Islam di Indonesia harus melakukan suatu kerja sama untuk hal-hal yang disepakati dan saling menghormati hal-hal yang berbeda.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
215
DAFTAR SUMBER
A.
Sumber Primer
Dokumen Manhaj Tarbiyah 1421: Materi-materi Gerakan Tarbiyah Jilid 1 Manhaj Tarbiyah 1421: Materi-materi Gerakan Tarbiyah Jilid 2 Manhaj Tarbiyah 1421: Materi-materi Gerakan Tarbiyah Jilid 3 Manhaj Tarbiyah 1421: Materi-materi Gerakan Tarbiyah Jilid 4 Manhaj Tarbiyah 1427: Kurikulum Gerakan Tarbiyah 1427 Manhaj Tarbiyah 1433: Kurikulum Gerakan Tarbiyah 1433 Jilid 1 Manhaj Tarbiyah 1433: Kurikulum Gerakan Tarbiyah 1433 Jilid 2 Manhaj Tarbiyah 1433: Kurikulum Gerakan Tarbiyah 1433 Jilid 3 Manhaj Tarbiyah 1433: Kurikulum Gerakan Tarbiyah 1433 Jilid 4 Manhaj Tarbiyah T1 dan T2: materi-materi Gerakan Tarbiyah yang digunakan hingga tahun 1994. Materi A hingga Materi M Surat Keputusan PP Muhammadiyah no. 149/Kep/I.O/B/2006 tentang Kebijakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengenai konsolidasi organisasi dan amal usaha Muhammadiyah. Keputusan Majelis Bahtsul Masa‟il Nahdlatul Ulama tentang Khilafah dan Formalisasi Syariah SK Mendikbud No. 37/U/1979 tentang bentuk susunan lembaga/ Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan Perguruan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. SK Mendikbud No, 0156/U/1978 tentang Normalisasi Kehidupan kampus
Surat Kabar dan Majalah NU Online, 2006 – 2010
UNIVERSITAS INDONESIA Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
216
Republika, 2007 Tempo, 1984, 1986 Suara Muhammadiyah, 2005, 2006, 2007, 2009, 2010. Prisma Edisi Khusus, 1984 Majalah Mahasiswa, No 16 tahun III Taswirul Afkar, 2006 dan 2007
Wawancara 1. Ustad Rahmat Abdullah (almarhum), wawancara dilakukan oleh Saiful Hamiwanto, 27 Oktober 2007 (tokoh Awal tarbiyah) 2. Ustad Aus Hidayat wawancara dilakukan oleh Whahyuda, tahun 2009 (Aktivis tarbiyah kampus angkatan 1980) 3. K.H. Wazir Nuri Wawancara dilakukan oleh Abdurakhman, tahun 2011 (tokoh Muhammadiyah Depok, Ketua PDM hingga tahun 1995- 2005, anak pendiri Muhammadiyah Depok) 4. Ustad H. Suryadi Wawancara dilakukan oleh Abdurakhman, tahun 2011(Tokoh Masyarakat Depok dari kalangan NU) 5. Ledia Hanifa, Wawancara dilakukan oleh Prima dan Susi, 2009 (aktivis Tarbiyah sejak SMA, Angkatan 89) 6. Mustafa Kamal, Wawancara dilakukan oleh Fathul Bari, 2009 (Aktivis Tarbiyah sejak SMA, Angkatan 89) 7. Ustadz Burhan, Wawancara oleh Abdurakhman, 2013 (ketua PCNU Depok) 8. Faisal, Wawancara oleh Whahyudha, 2009 (aktivis Rohis angkatan 1984) 9. Ustadz Ali Fikiri Piyar, M.A., Wawancara oleh Abdurakhman, 2013 (aktivis Tarbiyah alumni Saudi Arabia, angkatan 1980an, latar belakang NU) 10. Ustadz Hilman Roshad, Lc., Wawancara oleh Abdurakhman, 2013 (aktivis Tarbiyah alumni Saudi Arabia, angkatan1980an, latar belakang Persis) 11. Ustadz Mashadi, Wawancara oleh Abdurakhman, 2013, (aktivis DDII, aktivis PII, mantan aktivis Tarbiyah) 12. Ustadz Abdullah Muaz, Wawancara oleh Abdurakhman, 2013, (aktivis Tarbiyah pengembang lembaga pendidikan SIT) 13. Ustadz Dwi Fahrial, Wawancara oleh Abdurakhman, 2013, (aktivis Tarbyah, pengembang lembaga pendidikan SIT, latar belakang Muhammadiyah, mantan ketua IPM Depok)
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
217
B.
Sumber Sekunder
Buku dan Jurnal Abaza, Mona. Pendidikan Islam dan Pergeseran Orientasi: Studi Kasus Alumni di Al Azhar. Jakarta: LP3ES. 1999. Abdul Halim Mahmud, Ali. Perangkat-perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin, Jakarta: Intermedia. 2004 Abdurrahman, Muhammad Khalid. Soal-Jawab Seputar Gerakan Islam, Jakarta: Pustaka Thoriqul Izzah, 1994. Abdussomad, “Islam dan Politik Dalam Era Orba: Format Baru Nasionalisme Islam dan Implikasi Politiknya.” Dalam Masyarakat Indonesia, Jakarta: LIPI, Jilid XXI, No.2 tahun 1994 Abidin Amir, Zainal. Peta Islam Politik Pasca Soeharto. Jakarta: LP3ES, 2003 Al Banna, Hasan, Memoar Hasan Al Banna, Solo: Era Inter Media, 2006 Al Banna, Hasan. Majmu‟atur Rasail, Vol. 1, Solo: Era Adicitra Intermedia, 2012 Al Banna, Hasan. Majmu‟atur Rasail, Vol. 2, Solo: Era Adicitra Intermedia, 2012 Al Banna, Hasan. Kumpulan Risalah Dakwan Hasan Al Banna,Vol 1, Jakarta: Al I‟tishom Cahaya Umat, 2005 Al Banna, Hasan. Kumpulan Risalah Dakwan Hasan Al Banna,Vol 2, Jakarta: Al I‟tishom Cahaya Umat, 2005 Al Banna, Hasan. Kumpulan Risalah Dakwan Hasan Al Banna,Vol 3, Jakarta: Al I‟tishom Cahaya Umat, 2005 Ali, As‟ad Said. Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa. Jakarta: LP3ES. 2009. Ali, Fachri dan Bachiar Effendy. Merambah Jalan baru Islam, Bandung: Mizan, 1986 Al-Wasyli, Abdullah bin Qasim, Syarah Ushul „Isrin: Menyelami Samudra 20
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
218
Prinsip Hasan Al Banna, Solo: Era Adicitra Intermedia, 2011 Amir, Zainal Abidin. Peta Islam Politik Pasca-Soeharto, Jakarta: LP3ES, 2003. Amstrong, Karen. Berperang Demi Tuhan. Jakarta: Serambi, 2001. Amstutz , Mark R. International Conflict and Cooperation: An Introduction to World Politics, New York: Mc.Graw-Hill College Anwar Bachtiar, Tiar dan Pepen Ipan Fauzan. Persis dan Politik: Sejarah Pemikiran dan Aksi Politik Persis 1923-1997. Jakarta: Pembela Islam. 2012 Anwar, A. Syafii. Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Tentang Cendikiawan Muslim Orba. Jakarta: Paramadina, 1995. Asshidiqie, Jimly. (ed). Bang Imad: Pemikiran dan Dakwahnya. Jakarta: Gema Insani Press. 2002. As-Siisi, Abbas, Bersama Kafilah Ikhwan, Jakarta: Al Itishom, 2005 Asyur, Ahmad Isa, Ceramah-ceramah Hasan Al Banna jilid 1-2, Solo: Era Inter Media, 2006 Aziz, Jum‟ah Amin Abdul, Tarikh Al Ikhwan Al Muslimiun Jilid 1-3, Solo: Era Inter Media, 2005 Azra, Azyumardi, Islam Reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan, Jakarta: Rajawali Press, 1999 Azra,
Azyumardi, Pergolakan Politik Islam: dari Fundamentalisme, Modernisme hingga Postmodernisme. Jakarta: Paramadina, 1996
Barton, Greg. Gerakan Islam Liberal di Indonesia: Pemikiran Neomodernisme Nurcholis Madjid, Johan Effendi, Ahmad Wahib dan Abdurrahman Wahid. (terj. Nanang Naqiq) Jakarta: Paramadina. Basrowi, Sukidin, Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro, Surabaya : Insan Cendekian, 2002 Berger, Peter L dan Thomas Luckmann, Tafsir Sosial Atas Kenyataan: Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan, Jakarta: LP3ES, 1990 Boisard, Marcel A. Humanisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang. 1980. Dahrendorf, Ralf . Class dan Class Conflict in Industrial Society, Stanford, Calif: Stanford Universty Press, 1959 Damanik, Ali Said, Fenomena Partai Keadilan: Transformasi 20 tahun gerakan Tarbiyah di Indonesia, Jakarta: Teraju, 2002.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
219
Dawam Rahardjo, M. Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa: Risalah Cendekiawan Muslim. Bandung: Mizan, 1993. Donzel, E.Van; Islamic Desk Reference、Netherlands: E.J. Brill, 1994 Efendi, Djohan dan Ismet Natsir (ed), Pergolakan Pemikiran Islam: Catatan Harian Ahmad Wahib, Jakarta: LP3ES, 1981 Effendi, Bachtiar: Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan praktik Politik Islam di Indonesia. (terj. Ihsan Ali Fauzi) Jakarta: Paramadina, 1998 Elposito, John L. Dinamika Kebangkitan Islam: Watak, Proses dan Tantangan. Jakarta: Rajawali Press, 1993. Esposito, John L. Ancaman Islam: Mitos atau Realitas? (terj. Alwiyah Abdurrahman), Bandung: Mizan, 1996 Falk, Richard, “A Study of Future World, Free Press 1975” dalam Mochtar Mas‟oed, Ilmu Hubungan Internasional, Disiplin dan Methodologi: Model Hubungan State Centric dan Hubungan Transnasional, LP3ES, 1990 Fatwa, A.M. Satu Islam Multi Partai: Membangun Integritas di Tengah Pluralitas. Bandung: Mizan, 2000 Fealy, Greg dan Anthony Bubalo. Jejak Kafilah, Pengaruh Radikalisme Timur Tengah di Indonesia. Bandung Mizan. Fealy, Greg dan Greg Barton. (ed). Tradisionalisme Radikal: Persinggungan NU-Negara. Yogyakarta: LkiS, 1997. Haneman, Samuel dan Henk Schulte Nordholt (ed).Indonesia in Transition Rethinking „Civil Society‟, „Religion‟, „Crisis‟.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004. Hawkesworth, Mary and Maurice Kogan,(editor) Encyclopedia of Government and Politics (vol.2), London: Routledge, 1993 Hwang, Julie Chernov, Umat Bergerak: Mobilisasi Damai Kaum Islamis di Indonesia, Malaysia, dan Turki. Jakarta: Freedom Institute, 2011 Iskandar, Muhammad. Para Pengemban Amanah: Pergulatan Pemikiran Kiai dan Ulama Jawa Barat, 1900-1950, Yogyakarta: Mata Bangsa, 2001. Jabi, Husain bin Muhammad bin Ali, Menuju Jama‟atul Muslimin, Jakarta: Robbani Press, 2011
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
220
Jindan, Khalid Ibrahim. Teori Politik Islam: Telaah Kritis Ibnu Taimiyah tentang Pemerintahan Islam. (terj. Masrohim). Surabaya: Risalah Gusti, 1995. Jurdi, Syarifuddin. Muhammadiyah dalam Dinamika Politik Indonesia, 19662006. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010. Karim, M. Rusdi. Negara dan Peminggiran Politik Islam. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999 Karni , Asrori S. Hajatan Demokrasi: Potret Jurnalistik Pemilu Langsung Simpul Islam Indonesia dari Moderat hingga Garis Keras, Jakarta: Gatra, 2006. Kuntowijoyo, Dinamika Internal Umat Islam Indonesia, Jakarta: LSIP, 1994 Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah, Modul Tarbiyah Islamiyah jilid 1-3, Jakarta: Robbani Press, 2009 Luth, Thohir. Mohammad Natsir Dakwah dan Pemikirannya. Jakarta: Gema Insani Press, 1999. Maarif, A. Syafii. Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia. Bandung: Mizan, 1993 Machmudi, Yon, Sejarah dan Profil Ormas-ormas Islam di Indonesia, Jakarta: PKTTI, 2013 Machmudi, Yon. Islamising Indonesia: The Rise of Jemaah Tarbiyah and The Prosperous Justice Party, Canbera: ANU Press, 2008 Madjid, Nurcholish. “Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat” dalam Pembaruan Pemikiran Islam, Jakarta: Islamic Research Centre, 1970. Madjid, Nurcholish. Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, Bandung: Mizan 1989 Mahmud , Ali Abdul Halim. Perangkat-Perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin, Solo: Era Inter Media, 2004, Mitchell, Richard Paul. Masyarakat Al Ikhwan Al Muslimun: Gerakan Dakwah Al Ikhwan di Mata Cendikiawan Barat, Solo: Era Intermedia: 2005 Mu‟arif (ed). Muhammadiyah dan Wahhabisme: Mengurai Titik Temu dan Titik Seteru. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah. 2012. Nashir, Haedar. Kristalisasi Ideologi dan Komitmen Bemuhammadiyah.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
221
Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007. Nashir,
Haedar. Manifestasi Gerakan Tarbiyah: Bagaimana Sikap Muhammadiyah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010
Nashir, Haedar. Meneguhkan Kembali Gerakan Muhammadiyah, Malang: UM Malang Press, MPK PP Muhammadiyah dan Suara Muhammadiyah, 2005. Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES, 1988 Nugroho Notosusanto. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer (suatu pengalaman). Jakarta: Yayasan Idayu, 1978. Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat, Dasar-dasar Gerakan Muhammadiyah, Bandung: PW Muhammadiyah Jabar, 2009 Pringgodigdo, AK. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, Jakarta: Dian Rakyat, 1986. R. Amstutz, Mark. International Conflict and Cooperation: An Introduction to World Politics. New York: Mc.Graw-Hill College. 1999. Rahmat, M. Imdadun, Ideologi Politik PKS: dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen, Yogyakarta: LkiS, 2008. Rais, M. Amien. Gerakan-gerakan Islam Internasional dan Pengaruhnya bagi Gerakan Islam Indonesia. Prisma. Arah Baru Islam:Suaran Angkatan Muda. Robinson, Chase F. Islamic historiography、New York : Cambridge, 2004 Saidi, Ridwan. Kelompok Cipayung HMI, GMKI, PMKRI, GMNI-PMII: Analisis Gerakan Kebersamaan dan Pemikiran Ormas Mahasiswa Pasca Aksi Tritura 1966, Jakarta: LSIP, 1995 Salim GP, Arskal. Partai Islam dan Relasi Agama-Negara. Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah. Sanit, Arbi. Pergolakan Melawan Kekuasaan: Gerakan Mahasiswa antara Aksi Moral dan Politik, Yogyakarta: Pustakan Pelajar, 1999, Singerman, Diane. „Dunia Gerakan Sosial Islamis yang berjejaring‟, dalam Gerakan Sosial Islam, editor Quintan Wictorowicz, Jakarta: Gading Publisistik dan Paramadina, Soekanto, Sitaresmi S. Pemenangan Pemilu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Indonesia 1999-2009 dan Adelet Ve Kalkinma (AKP) di Turki
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
222
2002-2007: Studi Perbandingan. Disertasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. 2012. Suara Muhammadiyah, Muhammadiyah dan Wahhabisme: Mengurai titik temu dan titik seteru, Yogyakarta: Suara Muhammadiya, 2012 Sukma, Rizal dan Clara Joewono. Gerakan dan Pemikiran Islam Indonesia Kontemporer. Jakarta: CSIS, 2007. Syamakh, Amer. Al Ikhwan Al Muslimun: Siapa Kami dan Apa yang Kami Inginkan, Solo: Era Adicitra Intermedia, 2011 Syukur, Abdul. Gerakan Usrah di Indonesia: Peristiwa Lampung 1989, Yogyakarta: Ombak, 2003. Teba ,Sudirman. Islam Orde Baru: Perubahan Politik dan Keagamaan, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993 Thaba, Abdul Aziz. Islam dan Negara dalam Politik Orba (1966-1994). Jakarta: GIP, 1996.. Tim Litbang KOMPAS, Partai-partai Politik Indonesia. Jakarta: KOMPAS, 1999. Universitas Paramadina, Menembus Batas Tradisi, Menuju Masa Depan Yang Membebaskan: Refleksi Atas Pemikiran Nurcholis Madjid, Jakarta: Kompas, 2006 Wahid, Abdurrahman (ed.), Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia, Jakarta: The Wahid Institut, 2009 Watt, Montgomery. Politik Islam dalam Lintasan Sejarah. (terj. Hasan Ali dan Munthaha Azhari). Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M). Zamjani, Irsyad. Sekularisasi Setengah Hati: Politik islam Indonesia dalam Periode Formatif. Jakarta: Dian Rakyat, 2009.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
316
DAFTAR INDEKS
A Abdurrahman Wahid ------------- 4, 6, 71, 191, 215 Abu Ridho ----------------------------------- 77, 94, 115 Ahlussunnah Waljamaah ------------------------- vi, 7 Ahmad Dahlan --- 7, 104, 148, 149, 155, 159, 161 Aktivis Dakwah Kampus ---------- iv, 23, 78, 84, 97 Al Azhar -------------- 44, 68, 76, 77, 112, 142, 214 Al Manar ----------------------------------------------- 44 Amin Rais --------- 18, 87, 145, 174, 175, 185, 208 Arab Saudi ------------------------ 2, 7, 106, 114, 200 Aswaja ----------------------------------------------7, 197
B Badan Koordinasi Kemahasiswaan -------------- 19 Bahtsul Masail -------------------------------- 182, 193 BKK -------------------------- iv, 19, 85, 86, 87, 88, 90
D Darul Ulum -------------------------------------------- 45 Daud Yusuf ----------------------------------------84, 85 Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia ---- ii, 72, 73, 105, 204 Din Syamsuddin ------------------------------ 152, 153
F Fikrah ---------------------------------------- ii, vi, 54, 55 Forum Silaturahim Aktivis Dakwah Kampus --- 96, 103
G Gamal Abdul Nasser --------------------------------- 15 Gerakan Dakwah Kampus -------- ii, iv, 83, 96, 139 Gerakan Islam Baru -------------------------- 2, 5, 203 Gerakan Islam Transnasional --- vii, xii, xiii, 4, 37, 206, 219 Gerakan Tarbiyah --vii, ix, xiii, ii, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 20, 22, 23, 24, 25, 27, 30, 31, 32, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 54, 72, 83, 91, 92, 96, 97, 98, 99, 100, 101, 102, 103, 104, 105, 106, 107, 108, 109, 115, 116, 119, 120, 121, 123, 124, 125, 126, 127, 128, 130,
137, 138, 139, 140, 141, 142, 143, 146, 147, 156, 163, 164, 165, 166, 167, 169, 171, 173, 175, 176, 181, 185, 186, 187, 188, 189, 190, 191, 195, 199, 200, 201, 203, 204, 205, 206, 207, 208, 209, 210, 211, 212, 218 GKMI ----------------------------------------------------- 86 GMNI ------------------------------------------iv, 86, 218 Golkar -------------------------------- iv, 144, 146, 174
H Haedar Nashir --- 7, 8, 42, 92, 125, 149, 150, 151, 166, 167, 170, 171, 175, 176, 202 Halaqah ----------------------------------------------- 133 Hasan Al Banna 14, 40, 43, 46, 47, 48, 50, 57, 60, 67, 68, 69, 70, 77, 92, 95, 115, 214, 215 Hasan Hudaibi ----------------------------------------- 60 Hasyim Ashari --------------------------------------- 104 Hasyim Muzadi -- 5, 12, 14, 32, 38, 181, 182, 193, 206, 209 Hilmi Aminuddin -- xiii, xiv, 2, 23, 37, 97, 98, 101, 102, 105, 106, 107, 108, 109, 142, 188, 189, 204 Himpunan Mahasiswa Islam -------------- iv, 21, 74 Hizbut Tahrir ------------------ iv, 5, 42, 63, 140, 182 Hizbut Tahrir Indonesia ------------------------------ iv HMI -- iv, 21, 74, 83, 86, 88, 89, 93, 94, 101, 187, 218 HT 5, 6, 63 HTI----------------------- iv, 2, 63, 101, 191, 195, 199
I IAIN ----------------------------------------- 98, 107, 218 Ideologi ---2, 56, 92, 97, 116, 149, 175, 181, 183, 191, 198, 200, 217, 218 Ikhwanul Muslimin -- vii, xiii, xiv, i, ii, iv, 2, 14, 26, 27, 37, 40, 41, 42, 43, 46, 50, 51, 52, 54, 59, 62, 77, 92, 95, 115, 143, 182, 183, 191, 192, 195, 204, 206, 214, 217 Imaduddin Abdurrahim ------------------- 74, 76, 93 Indonesia vii, xiii, xiv, ii, iv, v, 3, 4, 5, 6, 7, 14, 16, 17, 18, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 37, 40, 41, 42, 54, 57, 63, 68, 69, 70, 71, 72, 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 83, 88, 89, 91, 92, 94, 96, 97, 102, 103,
UNIVERSITAS INDONESIA Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
317
104, 105, 108, 110, 112, 113, 114, 115, 116, 120, 133, 140, 141, 142, 143, 144, 146, 147, 150, 170, 172, 178, 180, 181, 182, 183, 185, 186, 187, 188, 191, 193, 198, 201, 203, 204, 206, 208, 209, 210, 211, 214, 215, 216, 217, 218, 219 Institut Pertanian Bogor ------------------------------iv Institut Teknologi Bandung --------------------- iv, 18 IPB ----------------------------------- iv, 22, 27, 76, 108 Islam - i, ii, vii, viii, xi, xii, xiii, ii, iv, v, vi, ix, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 11, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 36, 37, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 50, 51, 53, 54, 55, 56, 60, 61, 62, 63, 65, 66, 67, 68,른69, 70, 71, 72, 73, 74, 75, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 87, 88, 89, 91, 92, 93, 94, 95, 98, 99, 101, 103, 104, 105, 106, 108, 110, 112, 113, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 120, 123, 124, 125, 126, 127, 131, 132, 135, 136, 137, 139, 141, 142, 144, 146, 147, 148, 149, 150, 151, 152, 153, 163, 164, 166, 167, 169, 171, 172, 173, 176, 177, 178, 179, 180, 181, 182, 183, 184, 185, 186, 187, 188, 190, 191, 192, 193, 194, 195, 198, 199, 200, 201, 203, 206, 209, 210, 211, 214, 215, 216, 217, 218, 219 ITB ----- iv, 18, 20, 21, 27, 74, 93, 94, 96, 108, 115
J JSIT --------------------------------------------------- iv, 24
K Kairo---------------------------------- 45, 47, 48, 49, 77 Katibah ----------------------------------------- vi, 58, 95 Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia 140 Kritik----------------------------------------------------- 39 Kurikulum ------------------- 112, 114, 125, 130, 212
L LDK --- iv, 23, 92, 96, 97, 101, 103, 109, 112, 125, 139, 140 LDMI ------------------------------------------- 21, 93, 94 Lembaga Dakwah Kampus ---- iv, 27, 92, 139, 140 Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam ---- 21, 89, 93 LIPIA ------------------------------ iv, 23, 106, 112, 114 Liqo -------------------------------------------vi, 107, 156 LKD ------------------------ 20, 21, 23, 89, 90, 94, 204 LMDxiii, xiv, iv, 20, 21, 23, 76, 89, 90, 94, 95, 204
M M. Imdaddun Rahmat ------------------------------- 29 M. Natsir ---------------------------- 17, 70, 73, 74, 76 Madinah ---------------------- 2, 8, 77, 106, 115, 127 Majelis Mujahidin Indonesia --------------------- iv, 5 Manhaj Tarbiyah -----3, 11, 12, 38, 103, 109, 110, 111, 112, 117, 119, 120, 126, 129, 130, 132, 134, 137, 138, 163, 164, 183, 186, 187, 188, 212, 217 Masjid Salman ITB --------------------- 20, 76, 89, 95 Masyumi --- x, iv, 16, 17, 30, 71, 72, 76, 104, 142, 174 Mesir - ii, 2, 14, 15, 16, 26, 29, 41, 43, 44, 45, 46, 49, 51, 53, 56, 57, 66, 67, 68, 69, 70, 78, 92, 108, 109, 110, 112, 113, 115, 175, 182, 184, 185, 200, 204, 205, 206 MMI ---------------------------------------------------- iv, 5 Moh. Natsir -------------------------- 38, 74, 104, 204 Muayyid--------------- 110, 125, 128, 131, 132, 133 Muhammad Rasyid Ridha -------------------------- 44 Muhammadiyah - vii, ix, xiii, xiv, ii, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 25, 27, 32, 33, 37, 38, 39, 41, 42, 57, 74, 81, 92, 101, 104, 124, 125, 128, 136, 137, 146, 147, 148, 149, 150, 151, 152, 153, 154, 155, 156, 157, 158, 159, 160, 161, 162, 163, 164, 165, 166, 167, 168, 169, 170, 171, 172, 173, 174, 175, 176, 177, 182, 187, 196, 199, 200, 201, 202, 207, 208, 211, 212, 213, 214, 217, 218, 219 Muntanzhim ---------------------- 129, 131, 132, 133 Muntasib -------------------------- 129, 131, 132, 133 Muwashofat ----------------------------------- 126, 130
N Nadwah ------------------------------------ vii, 112, 133 Nahdlatul Ulama --- vii, xiii, xiv, ii, iv, v, 2, 3, 5, 12, 25, 27, 32, 41, 105, 178, 179, 181, 182, 193, 194, 207, 209, 212 NDI ----------------------------------- iv, 93, 95, 97, 108 NKK---------------------- iv, 19, 84, 85, 86, 87, 88, 90 NKRI -------------- iv, 5, 14, 146, 182, 183, 190, 209 Normalisasi Kegiatan Kampus ----------------- iv, 19 Nurcholish Madjid - 17, 18, 37, 40, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 93
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
318
O
T
Orba ---2, 5, 16, 17, 18, 20, 28, 37, 40, 41, 70, 71, 72, 76, 78, 79, 80, 81, 84, 85, 86, 88, 89, 99, 108, 141, 214, 215, 219 Orde Baru ----- ii, 2, 70, 79, 93, 94, 187, 188, 203, 206, 209, 210, 219 Orde Lama --------------------------------------------- 70 Orla --------------------------------------------------70, 72
Tamhidi ---------------------------- 110, 131, 132, 133 Tarbiyah i, ii, vii, ix, xii, xiii, xiv, ii, vii, ix, 2, 3, 4, 8, 11, 13, 20, 22, 23, 24, 25, 29, 30, 35, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 51, 52, 58, 59, 83, 92, 97, 99, 100, 101, 102, 103, 104, 105, 107, 108, 109, 110, 112, 117, 119, 120, 123, 124, 125, 126, 127, 128, 129, 130, 131, 132, 133, 134, 135, 136, 138, 139, 140, 141, 147, 155, 156, 159, 160, 161, 163, 165, 166, 167, 169, 172, 173, 175, 176, 177, 182, 183, 185, 186, 187, 188, 190, 195, 196, 199, 200, 202, 203, 204, 205, 206, 207, 208, 209, 210, 213, 214, 215, 217 Tarbiyah Jamahiriyah ------------------------------ 120 Tarbiyah Nukhbawiyah ---------------------------- 120 Taswirul Afkar - 41, 119, 175, 191, 192, 201, 202, 213 Timur Tengah ix, 2, 4, 6, 8, 22, 23, 25, 29, 32, 36, 38, 40, 43, 70, 76, 77, 94, 96, 97, 104, 105, 106, 107, 109, 111, 112, 113, 114, 115, 116, 178, 181, 182, 183, 186, 191, 196, 200, 203, 204, 209, 216 Transnasional --------------- i, ii, 5, 26, 41, 103, 216
P PAN --------------------------- 144, 145, 146, 162, 174 Pancasila --- 16, 18, 25, 28, 45, 51, 56, 63, 71, 78, 182, 183, 203, 209, 214 Partai Keadilan-- xiii, v, 3, 20, 23, 30, 72, 97, 111, 116, 141, 142, 187, 195, 206, 215, 218 Partai Keadilan Sejahtera xiii, 3, 30, 97, 116, 218 Partai Wafd ----------------------------------------44, 48 PBB ----------------------------------------- 69, 144, 174 PDI P---------------------------------------------------- 144 Pemuda Islam Indonesia -----------------------------iv PII x, iv, 3, 38, 74, 83, 86, 99, 187, 213 PK v, 6, 30, 31, 72, 111, 141, 142, 143, 144, 186, 187, 195, 208 PKS-xiii, xiv, 2, 3, 6, 14, 19, 30, 31, 37, 38, 39, 40, 41, 57, 72, 92, 97, 98, 99, 105, 115, 116, 125, 127, 140, 143, 144, 145, 146, 164, 171, 173, 174, 175, 176, 182, 186, 187, 189, 190, 191, 192, 195, 199, 200, 201, 202, 208, 209, 218 PKTTI --------------------------------------- 29, 178, 217 PMII --------------------------------------- v, 86, 88, 218 PMKRI ------------------------------------------ v, 86, 218 PPP -------------------------------- v, 28, 144, 146, 162
R Rihlah ---------------------------------------------------- vii RMI NU --------------------------------------------- v, 198
U UI ix, v, 20, 22, 23, 27, 29, 40, 76, 94, 95, 96, 98, 99, 101, 107, 108, 109, 137, 139, 173 Umar Tilmitsani --------------------------------------- 15 UNHAS ---------------------------------------- v, 22, 108 Universitas Indonesia ------iii, vii, xii, v, 36, 97, 99, 107, 111, 139, 218 Universitas Sumatera Utara-------------------------- v Usrahvi, 16, 22, 49, 51, 58, 72, 95, 108, 133, 156, 200, 219 USU -------------------------------------------- v, 22, 108 UUD 45 ------------------------------------------------ 209
V
S Sayid Qutb --------------------------------------------- 96 SDIT-------------------------------------------------- v, 137 SII 20, 21, 23, 89, 90, 94, 95, 204 Soeharto --- 2, 6, 16, 27, 28, 36, 72, 93, 141, 214, 215 Suara Muhammadiyah ix, 7, 8, 10, 12, 38, 41, 42, 92, 149, 150, 151, 152, 153, 154, 155, 156, 157, 158, 159, 160, 161, 162, 165, 166, 167, 168, 170, 171, 172, 177, 213, 217, 218, 219
Virus tarbiyah---------------------------------- 156, 165
W Wahabi -------------- 4, 6, 7, 42, 113, 147, 191, 200
Y Yon Machmudi ----ix, 30, 105, 140, 143, 178, 179 Yoyoh Yusroh ----------------------------------- 98, 107
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
206
UNIVERSITAS INDONESIA Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
207
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.