DESKRIPSI PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK IBU MENYUSUI DI BPM BIDAN SYARIFAH PUDAKPAYUNG SEMARANG
Weny Ely Dr. Bagoes Widjanarko, MPH Ester ratnaningsih, SST, M.Keb
Abstract Background: The Infant Mortality Rate (IMR) is one of the indicators to assess the degrees of the public health in a country. In order to help reducing IMR, government has made many efforts to solve this case. One of the effort was about exclusive breastfeeding program. At the end of September, the scope of exclusive breastfeeding in BPM Bidan Syarifah was only 40%. That attainment was still not optimal because there were still some obstacles in breastfeeding. The main obstacle of breastfeeding was the lack of the knowledge about the benefit of breastfeeding and the right way of breastfeeding. Aim(s): The purpose of this research is to find out the description of the knowledge, attitude, and practice of breastfeeding mothers in BPM Bidan Syarifah Semarang. Method: This study is a descriptive study with a cross-sectional approach. The sampling technique used was total sampling that all of the population samples were selected as samples. Total samples were 38 breastfeeding mothers who have babies with the age 0-6 months and were willing to be respondents. Result: The result of this study showed that the majority of the breastfeeding mothers had good knowledge (55,3%) and positive attitude (92,1%). However, there were some things which were not done by them in practicing the appropriate position and correct breastfeeding technique, such as the baby’s head to body was not in a straight line (47,4%), the baby’s lower lips was not open out (63,2%), the baby’s cheeks were not open rounded (44,7%) and fewer areola was seen on the top of the baby’s mouth than the lower (73,7%). Conclusion: It can be concluded that breastfeeding mothers in BPM Bidan Syarifah had good knowledge and positive attitude. However, in practice it could be found that there were several things that were not done by them. Therefore, it was expected to the study site to organize the education about the appropriate breastfeeding position and technique regularly. So, breastfeeding mother may know and practice the right way in breastfeeding. Key words: Knowledge, attitude, practice, breastfeed Reference: 32 references (2002-2012)
Kerangka Pemikiran ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja pada bayi sampai usia 6 bulan tanpa tambahan cairan ataupun makanan lain. ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun. Teknik menyusui yang tidak benar dapat
mengakibatkan putingsusu menjadi lecet, ASI tidak keluar optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI selanjutnya atau bayi enggan menyusu. Pemberian ASI merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 4 No. 1, Oktober 2013____________________ 1
kesehatan dan kelangsungan hidup bayi. Hambatan utama pemberian ASI adalah kurang sampainya pengetahuan yang benar tentang proses menyusui pada ibu. Pengetahuan merupakan hasil tahu dan hal ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Menurut Perinasia (2003), pengetahuan yang baik membuat ibu tahu bagaimana menyusui bayinya dengan teknik menyusui yang benar. Kurangnya pengetahuan ibu berdampak pada sikap dan praktek ibu dalam menyusui. Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Praktek adalah aktivitas fisik seseorang yang menggambarkan kemampuan motorik dalam psikomotor. Praktek dalam perilaku terjadi apabila seseorang telah melewati dua domain terlebih dahulu yaitu pengetahuan dan sikap. Setelah melewati dua tahapan sebelumnya, maka seseorang akan mempraktekkan atau melaksanakan apa yang diketahui dan disikapinya (dinilai baik). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tangia Lestari Niekaesa Bintang dengan judul gambaran keefektifan proses menyusui di Klinik Bersalin Mariani, didapatkan proses menyusui pada ibu yang menyusui di Klinik Bersalin Mariani pada umumnya tergolong tidak efektif (53,3%). Posisi tubuh antara ibu dan bayi pada umumnya tergolong benar (73,3%). Masalah utama penyebab ketidakefektifan proses menyusui adalah transfer ASI yang tidak baik (80%). Hal ini disebabkan oleh perlekatan yang tidak tepat pada payudara (73,3%) dan ketidakefektifan hisapan bayi (76,7%). Melalui penelitian ini diharapkan perawat maternitas di rumah sakit atau klinik agar mengadakan program tetap untuk memberikan pendidikan kesehatan
tentang proses menyusui yang efektif pada ibu menyusui. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Futri Ika Wieta (2010) dengan judul pengaruh pendidikan kesehatan tentang teknik menyusui pada ibu-ibu menyusui di wilayah kerja Puskesmas Kasihan 1, hasil penelitian pada kelompok eksperimen saat dilakukan pre test didapatkan pengetahuan kategori baik (46,7%), pada saat post testmdidapatkan pengetahuan kategori baik meningkat menjadi (85,7%) dan uji wilcoxon test di peroleh p=0,007. Sedangkan pada kelompok control Saat dilakukan pre test didapatkan pengetahuan kategori baik (46,67%), pada saat post tes meningkat menjadi (53,3%) dan uji wilcoxon test diperoleh p=0,157. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan pengetahuan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol antara sebelum dan setelah diberikan penkes. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sri Rahayu (2007) dengan judul pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap pengetahuan primipara tentang ASI eksklusif di RSIA Assalam Gemolong, Kabupaten Sragen, dari 27 responden didapatkan nilai ρ = 0,0001. Sri Rahayu mengkategorikan tingkat pengetahuan menjadi 3 kategori dengan kriteria baik dalam rentang 80-100, cukup baik 65-79, dan kurang baik <64. Hasil penelitian didapatkan responden dengan pengetahuan baik sebanyak 25 orang (92,7%) dan 2 orang (7,4%) masuk dalam kategori cukup baik. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan pengetahuan antara sebelum dan setelah diberikan penkes.
Metode Penelitian Jenis penelitianyang dilakukan adalah penelitian deskriptif melalui
Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 4 No. 1, Oktober 2013____________________ 2
pendekatan cross sectional, di mana pengukuran variabel dilakukan pada saat tertentu saja dan setiap subjek hanya dikenai satu kali pengukuran. Populasi dalam penelitian ini adalah total ibu menyusui yang mempunyai bayi 0-6 bulan yang tercatat dalam rekam medis di BPM Bidan Syarifah Pudak Payung Semarang pada akhir bulanDesember tahun 2012 yaitu berjumlah 52 ibu menyusui. Sampel yang digunakan adalah ibu menyusui yang mempunyai bayi 0-6 bulan yang tercatat dalam rekam medis di BPM Bidan Syarifah Pudak Payung Semarang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling yaitu teknik pengambilan sampel di mana semua anggota populasi terpilih sebagai sampel. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari responden yaitu melalui pengamatan langsung posisi dan teknik menyusui dengan menggunakan lembar observasi yang berupa check list dan pengisian kuesioner oleh peneliti. Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung yaitu data yang tercatat dalam rekam medis BPM Bidan Syarifah Pudakpayung Semarang. Instrumen atau alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan check list Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 20. Analisis dalam penelitian ini berupa analisis univariat dengan distribusi frekuensi dan presentase dari setiap variabel yang disajikan dalam bentuk narasi dan tabel.
Hasil Penelitian Sebagian besar ibu menyusui yang tercatat dalam rekam medis di BPM Bidan Syarifah berumur 20-35 tahun (92,1%).sebagian besar ibu menyusui yang tercatat dalam rekam medis di BPM Bidan Syarifah berpendidikan
terakhir SMA (60,5%). Sebesar 39,5% ibu menyusui pernah melahirkan 2 kali. sebagian besar ibu menyusui di BPM Bidan Syarifah Pudak Payung Semarang mempunyai pengetahuan baik tentang proses menyusui dengan persentase sebesar 55,3%. Dari hasil jawaban mengenai pengetahuan, dapat dilihat bahwa persentase terbesar terdapat pada pernyataan “ASI adalah makanan terbaik untuk bayi” dan “Susui bayi pada kedua payudara secara bergantian” yaitu sebesar 38 ibu menyusui (100%) yang menjawab benar. Persentase terkecil terdapat pada pernyataan “Setiap menyusui dimulai dengan payudara yang terakhir disusukan”, di mana hanya 15 ibu menyusui (39,5%) yang menjawab benar dan hal tersebut dapat diartikan bahwa mayoritas ibu menyusui (60,5%) menjawab salah. Mayoritas ibu menyusui di BPM Bidan Syarifah Pudak Payung Semarang mempunyai sikap yang positif terhadap proses menyusui dengan persentase sebesar 92,1%. dapat dilihat bahwa mayoritas ibu menyusui memiliki sikap yang positif terhadap proses menyusui, seperti pada pernyataan “ASI adalah makanan terbaik bagi bayi dibandingkan dengan susu formula”, di mana terdapat 37 ibu menyusui (97,4%) yang menjawab sangat setuju. Mayoritas ibu menyusui sudah mempraktekkan posisi menyusui dengan benar seperti ibu merasa santai dan nyaman waktu menyusui (97,4%), tubuh bayi dekat dan menghadap ke payudara ibu (100%), badan belakang bayi ditopang (100%), dan ibu tidak merasa sakit pada puting susu saat menyusui (100%).
Pembahasan Dalam reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk hamil, bersalin, dan menyusui adalah 20-35
Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 4 No. 1, Oktober 2013____________________ 3
tahun karena sesuai dengan masa reproduksi yang sangat baik, sedangkan umur yang kurang dari 20 tahun dianggap masih belum matang secara fisik, mental, dan psikologi dalam menghadapi kehamilan dan persalinan. Sedangkan umur lebih dari 35 tahun dianggap berbahaya karena baik alat reproduksi maupun fisik ibu sudah jauh berkurang dan menurun. Selain itu bisa terjadi risiko bawaan pada bayinya dan juga dapat meningkatkan penyulit pada kehamilan, persalinan dan nifas. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Tingkat pendidikan menentukan mudah atau tidaknya sesorang untuk memahami serta menyerap informasi. Pada umumnya, semakin tinggi pendidikan semakin tinggi pula pengetahuan yang dimiliki. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rizka Yulianti Rahayu (2012), terdapat hubungan yangsignifikan antara pendidikan dengan tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang teknik menyusui. Menurut Perinasia (2003), paritas dalam menyusui adalah pengalaman menyusui pada kelahiran anak sebelumnya, pemberian ASI eksklusif, kebiasaan menyusui dalam keluarga serta pengetahuan tentang manfaat ASI yang berpengaruh terhadap keputusan ibu untuk menyusui atau tidak. Seorang ibu dengan bayi pertamanya mungkin akan mengalami masalah ketika menyusui karena tidak tahu posisi dan teknik menyusui yang benar dan apabila ibu mendengar ada pengalaman menyusui yang kurang
baik yang dialami orang lain hal ini memungkinkan ibu ragu untuk menyusui bayinya. Berdasarkan pernyataan nomor 10 yaitu pada pernyataan “Setiap menyusui dimulai dengan payudara yang terakhir disusukan” seharusnya jawaban dari ibu menyusui adalah setuju namun ada 23 ibu menyusui (60,5%) yang menjawab tidak setuju. Dapat diartikan bahwa ibu menyusui kurang mengerti bahwa saat ibu menyusui harus dimulai dengan payudara yang terakhir disusukan. Hal tersebut bertujuan untuk mengosongkan payudara sehingga dapat memproduksi ASI lagi secara maksimal. Dalam penelitian ini, lebih banyak ibu menyusui berpendidikan SMP (23,7%) yang memiliki pengetahuan baik dibandingkan ibu menyusui yang berpendidikan lebih tinggi. Hal tersebut tidak sesuai dengan Mubarak (2011) yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya pengetahuan yang dimilikinya akan semakin banyak. Tetapi menurut A. Wawan dan Dewi M. dalam buku Teori & Pengukuran Pengetahuan Sikap dan Perilaku Manusia (2010) menyatakan bahwa pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan formal, semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Peneliti berpendapat bahwa hal ini dipengaruhi oleh paritas ibu menyusui yang berhubungan dengan pengalaman ibu dalam menyusui anak yang sebelumnya, karena 8 dari 9 ibu menyusui yang berpendidikan SMP adalah multipara. Pada pernyataan nomor 18 sebanyak 3 responden (7,9%) menyatakan setuju dengan pernyataan “Menyusui yang baik adalah menyusui
Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 4 No. 1, Oktober 2013____________________ 4
yang dijadwal”. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat responden yang kurang memahami bahwa menyusui yang dijadwal akan berakibat kurang baik, karena hisapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya. Dengan menyusui tanpa jadwal dan sesuai kebutuhan bayi, akan mencegah banyak masalah yang mungkin timbul, seperti bendungan ASI. Pada pernyataan nomor 4 sebanyak 2 responden (5,2%) menyatakan setuju dengan pernyataan “Bayi cukup hanya diberi ASI selama 1 bulan pertama”. Walaupun persentasenya kecil tetapi hal ini menunjukkan bahwa terdapat ibu menyusui yang tidak memberikan ASI secara eksklusif. Padahal ASI sangat direkomendasikan bagi bayi 0-6 bulan karena mudah dicerna, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, mengurangi kejadian infeksi dan alergi, serta mempunyai efek perlindungan yang membantu mengurangi resiko sindrom kematian mendadak (SIDS). Pemberian ASI secara eksklusif juga merupakan bentuk dukungan kepada pemerintah untuk mengurangi Angka Kematian Bayi (AKB) dalam rangka pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015. Berdasarkan master tabel, sebesar 100% ibu menyusui menyatakan bahwa ada orang lain yang mendukung mereka dalam hal menyusui dan tidak ada budaya sekitar yang mempengaruhi ibu dalam proses menyusui. Hal ini sejalan dengan Nesi Novita dan Yunetra Franciska dalam buku Promosi Kesehatan dan Pelayanan Kebidanan (2011) yang menyatakan bahwa faktor ekstrinsik seperti pengaruh orang lain yang dianggap penting dan kebudayaan sekitar juga mempengaruhi sikap suatu individu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa teknik dan posisi menyusui yang tidak dilakukan oleh ibu menyusui, seperti kepala dan badan bayi tidak berada pada garis lurus (47,4%), bibir bawah bayi tidak membuka keluar (63,2%), pipi bayi tidak membulat (44,7%), dan lebih sedikit areola terlihat di bagian atas mulut bayi daripada di bawahnya (73,7%). Sedangkan teknik menyusui yang tidak benar dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet, ASI tidak keluar optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI selanjutnya atau bayi enggan menyusu. Hal ini menunjukkan bahwa sikap tidak selalu berbanding lurus dengan praktek, di mana terdapat 92,1% ibu menyusui yang mempunyai sikap positif terhadap proses menyusui tetapi dalam prakteknya tidak dilakukan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, misalnya penyediaan fasilitas dan dukungan dari berbagai pihak, misalnya tenaga kesehatan, keluarga, teman, dan lain-lain. Dukungan dari tenaga kesehatan dapat berupa penyuluhan tentang posisi dan teknik menyusui yang benar, tetapi dalam penelitian ini bidan mengatakan belum pernah memberi penyuluhan tentang posisi dan teknik menyusui yang benar kepada ibu-ibu menyusui. dapat dilihat juga bahwa ibu multipara memiliki posisi menyusui yang benar dibandingkan ibu primipara. Asumsi peneliti hal ini berhubungan dengan pengalaman ibu dalam menyusui anak yang sebelumnya. Menurut Notoatmodjo (2003) paritas diperkirakan ada kaitannya dengan arah pencarian informasi tentang pengetahuan ibu nifas/menyusui. Hal ini dihubungkan dengan pengaruh pengalaman sendiri maupun orang lain terhadap pengetahuan yang dapat
Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 4 No. 1, Oktober 2013____________________ 5
mempengaruhi perilaku saat ini atau kemudian. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Goyal (2006), yang menunjukkan bahwa mayoritas (74%) dari ibu multipara memiliki posisi dan perlekatan yang baik dalam proses menyusui. Kesimpulan 1. Ibu menyusui mempunyai pengetahuan yang baik mengenai proses menyusui dengan persentase sebesar 55,3%. 2. Ibu menyusui mempunyai sikap yang positif terhadap proses menyusui dengan persentase sebesar 92,1%. 3. Terdapat beberapa teknik dan posisi menyusui yang tidak dilakukan oleh ibu menyusui, seperti kepala dan badan bayi tidak berada pada garis lurus (47,4%), bibir bawah bayi tidak membuka keluar (63,2%), pipi bayi tidak membulat (44,7%), dan lebih sedikit areola terlihat di bagian atas mulut bayi daripada di bawahnya (73,7%). 4. Mayoritas ibu multipara memiliki posisi menyusui yang benar dibandingkan ibu primipara. Saran 1. Saran untuk tempat penelitian adalah untuk mengadakan penyuluhan tentang posisi dan teknik menyusui yang benar secara berkala sehingga ibu-ibu menyusui tahu dan mempraktekkan posisi dan teknik menyusui yang benar. 2. Saran untuk responden adalah supaya menanyakan kepada ibu menyusui yang memiliki pengalaman lebih (multipara) atau ke petugas kesehatan jika menemui permasalahan yang ditemui dalam proses menyusui. 3. Saran untuk penelitian selanjutnya Penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti tentang praktek ibu menyusui dalam hal posisi dan teknik menyusui yang benar antara
sebelum dan sesudah diberi pendidikan kesehatan (pretest dan post-test).
Daftar Pustaka 1. Anonymous. Profil Kesehatan Jawa Tengah tahun 2011. [Diakses tanggal 1 November 2012]. 2. Moody J. Menyusui: cara mudah, praktis, & nyaman. Jakarta: Arcan;2005. 3. Chumbley J. Menyusui: Panduan para ibu untuk menyusui dan mengenalkan bayi pada susu botol. Jakarta: Erlangga; 2004 [Diakses tanggal 1 November 2012]. 4. Simkin P, Whalley J, Keppler A. Panduan lengkap kehamilan,melahirkan, dan bayi. Edisi revisi. Jakarta: Arcan [Diakses tanggal 2 November 2012]. 5. Bintang TLN. Gambaran keefektifan proses menyusui [skripsi]. Medan:Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. 2010. 6. Roesli U. Mengenal ASI eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya; 2002 [Diakses tanggal 1 November 2012]. 7. Futri WI. Pengaruh pendidikan kesehatan tentang teknik menyusui pada ibu-ibu menyusui [karya tulis ilmiah]. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta; 2010. 8. Bobak, Lowdermilk, Jensen. Buku ajar keperawatan maternitas. Edisi 4.Jakarta: EGC; 2004. h. 460-3. 9. Sidi IPS, Suradi R, Masoara S, Boedihardjo D, Marnoto W. Bahan bacaan manajemen laktasi. Jakarta:Program Manajemen Laktasi Perkumpulan Perinatologi Indonesia; 2004. 10. Sidi IPS. Mitos seputar menyusui. Jakarta: Program Manajemen
Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 4 No. 1, Oktober 2013____________________ 6
LaktasiPerkumpulan Perinatologi Indonesia; 2002. 11. Benson RC, Pernoll ML. Buku saku obstetri dan ginekologi. Edisi 9.Jakarta: EGC; 2008. h. 280-5. 12. Dewi VNL, Sunarsih T. Asuhan kebidanan pada ibu nifas. Jakarta:Salemba Medika; 2011. h. 7-43. 13. Bahiyatun. Buku ajar asuhan kebidanan nifas normal. Jakarta: EGC;2009. h. 8-41. 14. Cadwell K, Turner-Maffei C. Buku saku manajemen laktasi. Jakarta:EGC; 2011. h. 9-21; 16979. 15. Shelov SP, Hanneman RE. Panduan lengkap perawatan untuk bayi dan balita. Jakarta: Arcan; 2004. 16. Medforth J, Battersby S, Evans M, Marsh B, Walker A. Kebidanan oxford dari bidan untuk bidan. Jakarta: EGC; 2011. 17. Leveno KJ, Cunningham FG, Gant NF, Alexander JM, Bloom SL, Casey BM, dkk. Obstetri williams panduan ringkas. Edisi 21. Jakarta:EGC; 2009. 18. Pillitteri A. Buku saku perawatan kesehatan ibu dan anak. Jakarta: EGC;2002. 19. Novita N, Franciska Y. Promosi kesehatan dalam pelayanan kebidanan.Jakarta: Salemba Medika; 2011. h. 74-93. 20. Mubarak WI. Promosi kesehatan untuk kebidanan. Jakarta: Salemba Medika; 2011. h. 79-93. 21. Notoatmodjo S. Kesehatan masyarakat ilmu dan seni. Jakarta: Rineka Cipta; 2007. h. 107-50. 22. Mubarak WI, Chayatin N. Ilmu kesehatan masyarakat: teori dan aplikasi.Jakarta: Salemba Medika; 2009. h. 358-61. 23. Wulandari SR, Handayani S. Asuhan kebidanan ibu masa nifas.Yogyakarta: Gosyen Publishing; 2011. h. 39-45.
24. Vyronica R. Perbedaan tingkat pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif sebelum dan setelah diberikan pendidikan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Manyaran Semarang [skripsi]. Semarang: Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo. 25. Hidayat AAA. Metode penelitian kebidanan dan teknik analisis data. Jakarta: Salemba Medika; 2010. 26. Notoatmodjo S. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta;2010. 27. Riyanto A. Aplikasi metodologi penelitian kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika; 2011. 28. Wawan A, Dewi M. Teori pengukuran pengetahuan, sikap dan 29. Budiarto E. Biostatistika untuk kedokteran dan kesehatan masyarakat.Jakarta: EGC; 2002. h. 83-4. [Diakses tanggal 19 Desember [2012]. 30. Handayani DS. Gambaran pengetahuan ibu menyusui tentang pemberian ASI eksklusif berdasarkan karakteristik ibu di Puskesmas Sukawarna Kota Bandung [skripsi]. Bandung: Program D4 Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. 2007 [Diakses tanggal 2 Juni 2013]. Didapat dari:http://pustaka. unpad.ac.id/wpcontent/uploads/20 09/04/gambaran pengetahuan_ibu_menyusui.pdf 31. Rahayu RY. Pengetahuan ibu primipara tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produksi ASI [skripsi]. Semarang: Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2012[Diakses tanggal 1 Juni 2013]. Didapat dari: http://www.ejournals1.undip.ac.id/i ndex.php/jnursing/article/view/202/ 208
Jurnal Kebidanan Panti Wilasa, Vol. 4 No. 1, Oktober 2013____________________ 7