DESAIN MANAGEMEN KELAS SEKOLAH DASAR BERBASIS SCIENTIFIC LEARNING PROGRAMS Acep Saepul Rahmat Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Dasar Universitas Negeri Jakarta
[email protected],
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya penerapan program pembelajaran yang berpusat terhadap siswa dalam proses pembelajaran di Sekolah Dasar. Dalam pembelajaran sehari-hari di Sekolah Dasar banyak dijumpai diberbagai sekolah adalah proses pembelajaran ceramah, dikte bahkan kurang mengedepankan akan tantangan pendekatan heuristic yang berakar pada pendekatan ilmiah atau scientific. Pada era sekarang, kurikulum mengedepanjan akan aspek pembelajaran yang berpusat kepada siswa, pembelajaran yang bermakna serta proses pembelajaran yang menyenangkan siswa. Pada kesempatan kali ini akan dibahas mengenai desain terhadap program kelas Sekolah Dasar yang mengedepankan aspek pembelajaran bermakna dan berpusat pada siswa, sesuai dengan yang diamanatkan dalam kurikulum 2013. Dalam perkembanganya, proses pembelajaran harus mengedepankan ke tiga faktor secara bersama-sama, yakni kognitif, afektif dan psikomotorik. Ketiga aspek ini diharapkan akan menjadi acuan bagi pelaksanaan program kelas yang berorientasi pada scientific programs. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperimental dengan desain penelitian Nonequivalent Control Group. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri Karamatjaya sebagai kelas eksperimen penerapan scientific program dan siswa kelas IV SD Negeri Cisolok sebagai pembanding dan kelas kontrol scientific programs.. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes dan observasi. Temuan penelitian menunjukan bahwa hasil belajar kognitif siswa rata-rata sebesar 5,68 untuk kelas kontrol dan 7,51 untuk kelas eksperimen. Hasil belajar efektif dan psikomotor dengan rentang nilai (0-4 ), menunjukan bahwa hasil belajar afektif rata-rata yang diperoleh siswa kelas kontrol sebesar 1,77 dan 2,71 untuk kelas eksperimen. Hasil belajar psikomotorik siswa untuk kelas kontrol rata-rata sebesar 1,88 dan 2,86 untuk kelas eksperimen. Berdasarkan data yang diperoleh dan hasil analisis, disimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan scientific program lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional. Kata Kunci: Scientific programs, Kelas Eksperimen, Kelas Kontrol, Hasil Belajar
29
KERANGKA TEORI Manusia adalah makhluk sosial dan budaya. Menurut Purwanto (2007, hlm. 84), bahwa “Belajar sangat penting bagi kehidupan seorang manusia. Seorang siswa (manusia) membutuhkan waktu yang lama untuk belajar sehingga menjadi manusia dewasa”. Belajar merupakan Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar mencakup berbagai aspek kepribadian, baik fisik, maupun psikis, seperti perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah/berpikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap dan pengetahuan. Melalui belajar seseorang akan mengetahui segala sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui menjadi diketahui. Lebih lanjut Nana Sudjana (1996,hlm. 5) mengungkapkan belajar bahwa “Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap, tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek aspek yang lain pada individu yang belajar”. Hilgard dalam Susanto (2013, hlm.1), Belajar adalah suatu perubahan kegiatan reaksi terhadap lingkungan. Perubahan kegiatan tersebut mencakup pengetahuan, kecakapan, tingkah laku, dan ini diperoleh dari pengalaman. Pembelajaran menitikberatkan pada suatu proses untuk membelajarkan siswa, serta
memberikan pengetahuan secara kompherensif, disertai dengan penanaman keterampilan dan sikap guna untuk mencapai tujuan belajar yang diharapkan. “Paradigma pembelajaran menurut UNESCO akan menciptakan proses belajar-mengajar yang efektif, yaitu : belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be)”. Pembelajaran menurut Sagala, ( 2012, hlm. 61 ) mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru. Secara umum, pembelajaran merupakan proses membelajarkan siswa, dalam rangka pemberian pengetahuan, penanaman sikap dan keterampilan, serta untuk memberikan pengalaman baru bagi siswa guna meningkatkan kemampuan berfikir, berwawasan yang luas dan memiliki sikap yang mulia. Setiap pembelajaran tentunya mempunyai dasar dan rancangan pembelajaran, hal tersebut dapat menjadi dasar dan acuan bagi pelaksanaan pembelajaran. Pada tingkatan sekolah dasar, metode pembelajaran digunakan guru untuk memudahkan proses pembelajaran, serta bertujuan untuk menarik perhatian siswa dalam proses belajar. Siswa sekolah dasar pada dasarnya menginginkan proses
30
pembelajaran yang berpusat pada siswa. Artinya metode pembelajaran yang digunakan guru harus melibatkan siswa. Pedagogi yang baik harus melibatkan siswa dengan situasi – situasi siswa itu sendiri yang melakukan eksperimen. Yaitu mencoba mencari tahu apa yang terjadi, memanipulasi benda-benda, memanipulasi simbol-simbol, mengajukan pertanyaan dan berupaya menemukan sendiri jawabannya, mencocokkan apa yang ditemukan diwaktu yang lain, dan membandingkan temuannya dengan temuan siswa lain (Piaget dalam Ibrahim, 2008, hlm.21). Sudjana, 2005,hlm.76 mengemukakan pendapat bahwa metode pembelajaran merupakan cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsung pembelajaran. Pada era teknologi dan pembaharuan metode pembelajaran, masih ada guru yang mengajar khususnya pembelajaran IPS dengan menggunakan metode yang konvensional. Metode ceramah dijadikan sebagai metode andalan dalam proses pembelajaran. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Susanto ( 2013, hlm. 155 ) “ Dalam kenyataannya masih banyak guru yang melakukan pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Dalam situasi demikian, maka peran guru dan buku-buku teks masih merupakan sumber belajar yang utama. Cara- cara seperti ini
cenderung membuat siswa lebih apatis, baik terhadap mata pelajaran itu sendiri maupun terhadap gejalagejala sosial yang terjadi di dalam masyarakat.” Metode pembelajaran di sekolah dasar seyogyanya harus dapat membuat para siswa nyaman dan senang dalam proses pembelajaran, serta dapat membuat siswa aktif. Kesenangan siswa dalam belajar akan berpengaruh pada hasil pembelajaran. Pada prinsipnya, proses pembelajaran yang melibatkan pengalaman siswa serta memberikan pembelajaran yang nyata, dapat memberikan peranan terhadap daya ingat dan kemampuan memahami yang kuat terhadap sesuatu yang dialami. Proses pembelajaran yang melibatkan siswa dalam belajar akan mampu meningkatkan kreatifitas dan kemampuan berfikir untuk melakukan tindakan dan upaya memecahkan apa yang dihadapi di lapangan. Selain dari itu, proses pembelajaran yang demikian, akan meningkatkan rasa solid antar siswa, kerjasama, kedisiplinan, mandiri dan kompak. Siswa disamping akan mempunyai karakter yang baik, juga akan mempunyai suatu pengalaman yang berharga yang akan terus diingatnya. Penerapan pembelajaran yang berpusat pada siswa lebih mengutamakan pola pemikiran siswa, serta dapat membuat kenyamanan dalam belajar. Siswa
31
bebas untuk mengungkapkan pendapatnya dalam belajar. Pada hakikatnya, semakin konkrit suatu pembelajaran maka akan lebih mudah untuk dimengerti dan dipahami oleh para siswa, siswa akan mudah memahami suatu materi yang mereka sendiri temukan. Pemahaman siswa akan lebih banyak jika siswa sendiri yang menemukan, serta apa yang ditemukan
berdasarkan kenyataan apa yang mereka lihat dan rasakan. Dalam hal ini menuntut adanya pembelajaran yang konkrit terhadap siswa. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan oleh Edgar Dale dalam ( Sagala, 2008,hlm.47) mengenai teori kerucut pengalaman. Kerucut pengalaman Edgar Dale sebagaimana tampak dalam gambar 1 berikut :
Gambar. 1 Kerucut Pengalaman Edgar Dale Dari gambar 1 diatas, dapat diartikan bahwa semakin siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran maka pembelajaran akan semakin konkrit, serta pemahaman siswa akan lebih banyak. Berdasarkan pada pendapat para ahli diatas maka perlu adanya suatu rancangan atau program yang tepat guna untuk meningkatkan kualitas dan mutu pembelajaran di kelas. Meningkatkan kualitas dan mutu pembelajaran tidak hanya dilakukan dengan cara menyediakan
berbagai media pembelajaran di kelas, alat-alat canggih dikelas , namun yang terpenting adalah bentuk pelaksanaan berbagai implementasi model, metode dan media di dalam proses pembelajaran. Perlu adanya rancangan guru yang tepat guna untuk meningkatkan kualitas dan proses pembelajaran. KONSEP KELAS PERCONTOHAN Kelas percontohan bermula dari adanya formula sekolah berbasis percontohan yang diselenggarakan oleh setiap lembaga/ instansi sekolah 32
binaan universitas pendidikan / eks IKIP. Pada dasasarnya sekolah percontohan dilatarbelakangi dengan adanya kebutuhan lapangan akan penerapan berbagai model, teori pembelajaran, teknik, metode dan media pembelajaran. Kelas Percontohan berakar pada kebutuhan sekolah khususnya sekolah yang dalam konteks sarana dan prasarana masih belum memungkinkan, namun tanpa mengesampingkan tujuan dari sekolah percontohan. Pada dasarnya kelas percontohan berupa meningkatkan kualitas dan mutu pembelajaran dalam suatu kelas yang nantinya akan menjadi pedoman bagi kelas-kelas yang lain dalam penerapan berbagai teori dan metode pembelajaran. Pada hakikatnya konsep kelas percontohan merupakan suatu program kelas yang proses pembelajarannya berorientasi pada penerapan, uji coba dan pengembangan media, metode, model dan inovasi pembelajaran. Pelaksanaan kelas percontohan, tidak semudah yang diperkirakan, pada tahap pertama perlunya adanya dasar hukum yang kuat akan terlaksanya program tersebut, agar pelakasanaannya relevan dengan tujuan standar nasional pendidikan. Berdasarkan hal tersebut dasar hukum yang ditetapkan dalam pelaksanaan program kelas percontohan di SD Negeri Karamatjaya adalah sebagai berikut : 1.Undang-undang Nomor 20 tahun 2003,
tentang
Sistem
Pendidikan
Nasional; 2.Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan; 3. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi; 4. Permendiknas Nomor Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kualifikasi Lulusan; 5. Permendiknas Nomor Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses; 6. Keputusan Hasil rapat sekolah pada tanggal 16 Juli 2013 Nomor: 800/Kep/SD.46/VII/2013. Selain dari dasar hukum yang telah ditetapkan, rumusan program yang tepat pula perlu dibuat dan di konsultasikan kepada tim KKG Gugus sampai pada dinas pendidikan terkait untuk tembusan. Hal ini dilakukan demi terjaminnya proses pelaksanaan kelas percontohan dilingkungan lembaga, yang diakui dan diketahui oleh dinas pendidikan terkait.
Adapun tujuan pelaksanaan program kelas percontohan dirumuskan pada penjabaran beriku: 1. Menerapkan berbagai teori dan metode pembelajaran guna untuk meningkatkan kualitas pembelajaran; 2. Melakukan uji coba penelitian penerapan berbagai metode dan media pembelajaran guna untuk melakukan tindakan reflektif dan inovatif dalam peningkatan proses dan hasil yang diharapkan; 3. Menerapkan teori pembelajaran sebagai salah satu upaya pengembangan proses pembelajaran yang berkelanjutan; 4. Penyediaan layanan dan mewujudkan siswa yang kreatif, mandiri dan kompetitif pada ruang lingkup bidang tertentu; 5. Mencetak siswa-Siswi yang berkompeten, yang mampubertindak secara mandiri, santun, jujur dan berakhlaq mulia.
33
IMPLEMENTASI PROGRAM Suatu program tidak akan berjalan tanpa adanya rancangan yang kuat akan indikator capaian program yang ditentukan. Berikut
merupakan indikator capaian program kelas percontohan, pada sampel kelas yang dijabarkan dalam bentuk calendar.
34
Gambar. 3 Kalender Scientific Learning Programs
35
Gambar. 4 Kerangka Scientific Learning Programs
Gambar. 5 Gallery Scientific Learning Programs
36
Gambar. 6 Program Kelas Percontohan SDNaramatjaya 2015/2016
Gambar. 7 Kegiatan Scientific Learning Programs
37
Gambar. 8 Kegiatan Scientific Learning Programs
Gambar. 9 Kegiatan Scientific Learning Programs
38
Gambar. 10 Kegiatan Scientific Learning Programs
Gambar. 11 Kegiatan Scientific Learning Programs EVALUASI PROGRAM Setiap pelaksanaan program perlu adanya evaluasi program, untu melihat sejauhmana keterlaksanaan program serta kebaerhasilan program yang berindikasi pada keterampilan dan prestasi yang diraih oleh siswa. Pada evaluasi program dilakukan dengan cara seksama dan di evaluasi oleh kepala sekolah, Ketua Gugus KKG, Kepala Dinas UPTD Pendidikan Kecamatan bahkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten terkait. Semuanya terlampir dalam satu berkas laporan pertahun. Hal ini guna
untuk menentukan efektif tidaknya suatu program di sekolah. HASIL LAPANGAN
PENELITIAN
Untuk mengetahui secara lebih jelas mengenai perbandingan hasil belajar kognitif awal kedua kelompok berdasarkan kategori,Kelas Percontohan ( Kelas Eksperimen ) dan /Kelas Kontrol dengan jumlah siswa keduanya adalah 30 orang disajikan dalam grafik pada gambar 12 berikut.
39
12 10 8 6 4 2 0
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Kelas Percontohan
Sangat Rendah
Kelas Kontrol
Gambar .12 Grafik perbandingan Hasil Belajar Kognitif awal ( Pretest ) Secara eksplisit kedua berbeda, diperlukan pengujian secara kelompok memiliki skor rata-rata kuantitatif untuk menghasilkan yang tidak jauh berbeda yakni hipotesis terhadap pretest yang telah dengan selisih skor sebesar 0,194. diberikan. Pengujian dilakukan untuk Selisih skor ini menjadi dasar untuk mengetahui perbedaan secara melakukan penelitian dalam tahap signifikan hasil belajar siswa awal selanjutnya. Dengan melihat bahwa siswa antar kedua kelompok. kedua kelompok tidak jauh berbeda, Pengujian yang dilakukan hasil yang didapat setelah siswa menggunakan uji perbedaan rata-rata mendapatkan perlakuan dalam tahap yang sebelumnya didahului dengan selanjutnya akan lebih tepat dan uji prasyarat untuk menentukan jenis sesuai. Akan tetapi meskipun secara uji statistik yang digunakan. eksplisit kedua kelompok tidak jauh Tabel 1 Uji Normalitas Skor Pretest kedua kelompok Kolmogorov-Smirnova Eksperimen Kontrol
Statistic
Df
Sig.
.957 .948
31 31
.262 .145
Berdasarkan tabel 1 didapatkan data bahwa signifikasi skor pretest kelompok kelas kontrol dan kelompok kelas eksperimen terdapat perbedaan. Untuk kelas kontrol signifikasi uji normalitasnya sebesar 0,145, sedangkan hasil uji normalitas untuk kelompok eksperimen sebesar 0,262. Berdasarkan uji normalitas
tabel 4.7 diatas,nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0,05. Pada kelas kontrol menunjukan angka 0,145 > α, sehingga Ho diterima dan Ha ditolak, begitu pula dengan hasil uji normalitas untuk kelas eksperimen yang menunjukan data angka 0,262> α, sehingga Ho diterima dan Ha ditolak,Dari hasil uji
40
yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa data kelompok eksperimen berasal dari kelas yang berdistribusi normal. Dengan melihat bahwa kedua kelompok berasal dari kelas yang berdistribusi normal, uji prasyarat dapat dilanjutkan. Uji prasyarat yang dilaksanakan
selanjutnya adalah uji homogenitas varians kedua kelompok. Hasil dari uji homogenitas varians dengan menggunakan uji Levene dengan software software SPSS 16.0 for Windows disajikan pada tabel 2 berikut.
Tabel.2 Uji Homogenitas Varians Skor Pretest Postest Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic Prtest_gabungan Post_test_gabungan
1.912 .506
Berdasarkan hasil pengujian yang disajikan pada tabel 4.8, diperoleh nilai signifikansi pengujian pretest gabungan sebesar 1,912 dan posttest gabungan sebesar 0,506. Pada signifikasi pretest gabungan sebesar 0,172 dan posttest gabungan 0,480. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0,05. Berdasarkan hasil pengujian tersebut maka Ho diterima atau Ha ditolak. Pretest :0,172≥0,05 : variasi data homogen. Posttest :0,480 ≥ 0,05 : variasi data homogen Dengan demikian, variansi kedua kelompok adalah sama atau homogen. Posttest yang menggunakan soal pilihan ganda diberikan kepada siswa kelas eksperimen setelah mendapatkan perlakuan dan kelas kontrol. Posttest dilakukan untuk
df1
df2 1 1
Sig. 58 58
.172 .480
mengetahui sejauh mana perlakuan yang dilakukan berpengaruh terhadap hasil belajar kognitif . Seperti halnya pretest, posttest diberikan kepada 60 siswa dengan rincian 30 siswa berasal dari SD Negeri Cisolok sebagai kelompok kontrol dan 30 siswa berasal dari SD Negeri Karamatjaya sebagai kelompok eksperimen ( Kelas Percontohan ). Dalam pembahasan ini, hasil belajar kognitif akhir diartikan sebagai hasil belajar siswa pada aspek kognitif setelah adanya perlakuan metode pembelajaran inkuiri terbimbing pada kelas eksperimen, dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. .Berikut ini skor hasil belajar kognitif melalui posttest didapatkan data sebagai berikut;
41
Tabel 3 Skor hasil belajar kognitif Posttest Kode Siswa
S-1 S-2 S-3 S-6 S-7 S-8 S-9 S-10 S-11 S-12 S-13 S-14 S-15 S-16 S-17 S-18 S-19 S-20 S-21 S-22 S-23 S-24 S-25 S-26 S-27 S-28 S-29 S-30 ∑ Rata- Rata
Kelompok Eksperimen Jumlah Nilai Skor 10 6.66 12 8 12 8 10 6.66 11 7.33 12 8 9 6 11 7.33 13 8.66 10 6.66 13 8.66 10 6.66 12 8 13 8.66 15 10 13 8.66 10 6.66 12 8 10 6.66 11 7.33 9 6 13 8.66 11 7.33 10 6.66 12 8 9 6 11 7.33 11 7.33 338
7,51
Selanjutnya dilakukan uji kecenderungan umum variabel untuk mengetahui gambaran umum dari hasil belajar kognitif dalam penyelesaian soal pilihan ganda yang
Jumlah Skor 11 6 6 9 6 8 11 3 9 10 5 10 10 7 9 10 10 12 10 9 11 12 6 9 11 5 7 7 256
Kontrol Nilai 7.33 4 4 6 4 5.33 7.33 2 6 6.66 3.33 6.66 6.66 4.66 6 6.66 6.66 8 6.66 6 7.33 8 4 6 7.33 3.33 4.66 4.66
5,68
disajikan. Skor ideal yang telah diperoleh kemudian dibandingkan dengan tabel selang interval berdasarkan kategori yang sebelumnya telah ditetapkan.
42
Maka tabel selang interval kategori untuk hasil belajar kognitif siswa dalam penyelesaian soal
pilihan ganda disajikan pada tabel 4 berikut :
Tabel. 4 Kategori Posttest Hasil Belajar Kognitif Siswa Kedua Kelompok dalam Penyelesaian Soal Pilihan Ganda Frequency Valid
Sangat tinggi tinggi sedang rendah Total
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
14
23.3
23.3
23.3
35 6 5
58.3 10.0 8.3
58.3 10.0 8.3
81.7 91.7 100.0
60
100.0
100.0
Berdasarkan tabel 4 posttest hasil belajar kognitif kelas mengenai posttest hasil belajar eksperimen dan kontrol pada tabel kognitif kedua kelompok, maka 4.11 dan 4.12 berikut. dapat disajikan secara rinci kategori Tabel. 5 Kategori Posttest Hasil Belajar Kognitif Siswa Kelompok Eksperimen dalam Penyelesaian Soal Pilihan Ganda Frequency Valid
sangat tinggi tinggi sedang rendah Total
Percent
Valid Percent
11 15 3 1
36.7 50.0 10.0 3.3
36.7 50.0 10.0 3.3
30
100.0
100.0
Cumulative Percent 36.7 86.7 96.7 100.0
Tabel. 6 Kategori Posttest Hasil Belajar Kognitif Siswa Kelompok Kontrol dalam Penyelesaian Soal Pilihan Ganda Frequency Valid
sangat tinggi tinggi sedang rendah Total
Percent
Valid Percent
3 20 3 4
10.0 66.7 10.0 13.3
10.0 66.7 10.0 13.3
30
100.0
100.0
Berdasarkan tabel 5 dan 6 mengenai posttest hasil belajar kognitif kedua kelompok, maka dapat disajikan secara umum
Cumulative Percent 10.0 76.7 86.7 100.0
kategori posttest hasil belajar kognitif kelas eksperimen dan kontrol pada tabel 7 berikut.
43
Tabel. 7 Persentase Kategori Posttest Hasil Belajar Kognitif Siswa Kedua Kelompok dalam Penyelesaian Soal Pilihan Ganda Kognitif Kategori Kelompok
n
Sangat Tinggi n %
Sangat Rendah n %
Tinggi
Sedang
Rendah
N
n
%
n
%
3
10
1
3,3
0
0
3
10
4
13,3
0
0
%
Posttest 30 11 36,7 15 50 eksperimen Posttest 30 3 10 20 66,7 Kontrol Berdasarkan data persentase hasil posttest terhadap hasil belajar kognitif siswa dalam penyelesaian soal pilihan ganda yang disajikan tabel 7, dapat diketahui distribusi kategori siswa cukup bervariasi. Pada kategori sangat tinggi, kelompok eksperimen memiliki persentase 36,7% dan 10% untuk kelas kontrol. Pada kategori tinggi kelas eksperimen diperoleh data persentase sebesar 50% dan kelas kontrol sebesar 66,7%. Selanjutnya pada kategori sedang kelas eksperimen memiliki persentase sebesar 10% dan 10% pada kelas kontrol. Pada kategori rendah dan sangat rendah, kelas eksperimen,3,3% dan kelas kontrol 13,3%. Dari hasil posttest tersebut, penyebaran kategorisasi siswa lebih variatif. Selain dari pada itu, dapat diketahui bahwa sebagian besar hasil belajar kognitif mengalami kenaikan setelah siswa mendapatkan pembelajaran, terlebih untu kelas eksperimen yang didapatkan data mengalami kenaikan yang signifikan, serta memperoleh prosentasi yang lebih daripada kelas kontrol. Kelas kontrol memang mengalami
kenaikan pula, namun apabila dibandingkan dengan signifikasi persentase data kelas eksperimen jauh lebih besar dibandingkan dengan kelas kontrol. Kelas kontrol masih ditemukan hasil belajar kognitif siswa yang tergolong kategori rendah dan sangat rendah, sedangkan pada kelas eksperimen berada pada hasil belajar kategori sedang, tinggi dan sangat tinggi. Ini membuktikan bahwa setelah adanya penerapan metode pembelajaran inkuiri terbimbing, hasil belajar kognitif siswa semakin meningkat. Peneliti menemukan bahwa dalam pertemuan yang sangat singkat dalam satu kali pertemuan dengan alokasi waktu 6 x 35 menit, kelompok eksperimen yang mendapatkan perlakuan metode pembelajaran inkuiri terbimbing jauh lebih meningkat hasil belajar kognitifnya bila dibandingkan dengan hasil belajar kognitif pada pembelajaran konvensional (biasa). Untuk mengetahui secara lebih jelas mengenai perbandingan hasil belajar kognitif akhir (Posttest) kedua kelompok didasarkan atas kategori disajikan pada grafik dalam gambar berikut.
44
16 14 12 10 8 6 4 2 0
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
Gambar .13 Grafik perbandingan Hasil Belajar Kognitif akhir ( Setelah Perlakuan) Selain daripada itu, mengenai nilai rata-rata hitung ( ̅ ) antar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, rata-rata hitung ( ̅ ) untuk kelompok eksperimen lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen memiliki skor sebesar 7,511 dengan simpangan baku (s) sebesar 338 dan kelompok kontrol memiliki skor sebesar 5,6889 dengan simpangan baku (s) sebesar 256 Selisih skor rata-rata yang lebih besar menunjukkan secara eksplisit adanya
peningkatan yang lebih signifikan dari kelompok eksperimen. Selain itu, kelompok eksperimen memiliki skor terkecil yakni 9 dan skor terbesar yakni 15. Sedangkan kelompok kontrol memiliki skor terkecil yakni 3 dan skor terbesar yakni 12. Selain menggunakan analisis statistik penelitian, penelitian tingkat keberhasilan program pula dilakukan dengan menganalisis daftar prestasi siswa pada tingkat gugus tahun 2014
Daftar Prestasi o2SN, FLS2N dan Sapta Lomba 2014 siswa kelas Percontohan ( Kelas IV ) pada tingkat Gugus Kelas Percontohan Siswa Kelas IV SDN Karamatjaya Juara 1 Lomba Baca Puisi Juara 1 Lomba Mengarang Juara 2 Lomba Sajak Juara 1 Lomba Pupuh Juara 1 Lomba Membatik Juara 1 Lomba Melukis Juara 1 Lomba Kriya Anyaman Juara 1 Pantomim Juara 3 Lomba Solo Juara 3 Lomba Kaligrafi
Kelas Kontrol Siswa Kelas IV SDN Cisolok Juara 3 Lomba Baca Puisi Juara 3 Lomba Mengarang Juara 1 Lomba Sajak Juara 2 Lomba Pupuh Juara 4 Lomba Melukis Juara 5 Lomba Solo Juara 6 Lomba Kaligrafi
45
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terhadap penerapan Program kelas percontohan di kelas IV SD Negeri Karamatjaya dan kelas kontrol di kelas IV SD Negeri Cisolok ruang lingkup Kecamatan Cigalontang Kabupaten Tasikmalaya diperoleh simpulan diuraikan sebagai berikut: Hasil belajar awal sebelum perlakuan (pretest ) hasil belajar kognitif siswa awal sama. Hasil belajar siswa kelas eksperimen setelah perlakuan (posttest) yang menerapan Program kelas percontohan lebih baik daripada hasil belajar siswa kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional;selain itu pula dilihat pada analisis tingkat prestasi tinmgkat gugus menunjukan tinmgkat prestasi yang berbeda.
Susanto, A. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.Jakarta: Kencana. Ibrahim, M dan Nur, M, (2005), Pengajaran Berdasarkan Masalah, Universitas Surabaya PRESS.
DAFTAR PUSTAKA Sagala, S. (2008). Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung. Al Fabeta. Sagala, S. (2012). Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung. Al Fabeta. Sudjana, N. (2005). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar baru Algensindo. Susanto, A. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.Jakarta: Kencana.
46