JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
1
Desain Interior Outlet Batik Dengan Konsep Wisata Budaya dan Belanja Bernuansa Kolonial Noventy Agnia Ismutrisia, dan Dosen Pembimbing Ir. Adi Wardoyo Jurusan Desain Produk Industri, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected] Abstrak—Konsumen merupakan tujuan utama dari bisnis butik. Butik harus mampu menarik pengunjung untuk berbelanja sehingga dapat memperoleh keuntungan. Selain dari segi kualitas barang yang dijual, daya tarik butik juga sangat ditentukan oleh penataan display dan fasilitas yang ada. Pada lantai dua eksisting outlet, terdapat ruang kosong yang dapat lebih dioptimalkan fungsinya, pada lantai satu pun terdapat space yang kurang dioptimalkan kegunaannya. Untuk memecahkan masalah ini, maka perlu diterapkan desain yang dapat memanfaatkan ruangan dengan lebih optimal. Selain pemanfaatan ruangan, tujuan lain dari desain outlet ini adalah untuk memberi fasilitas baru guna meningkatkan minat pengunjung. Fasilitas baru yang akan ditawarkan berupa cafe dan galeri batik. Fasilitas galeri batik di dalam outlet batik ini akan memperkuat konsep wisata budaya dan belanja yang diterapkan. Penambahan fasilitas galeri batik sebagai sarana edukasi dan sentuhan kolonial pada outlet diharapkan dapat memberi pengalaman berbeda pada pelanggan yang berbelanja di outlet batik ini dibandingkan dengan outlet batik lain.
secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam (lilin) pada kain, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu atau biasa dikenal dengan kain batik. Budaya membatik dikenal sejak abad IX hingga kini. Batik juga erat kaitannya dengan masa penjajahan kolonial di Indonesia. Seni budaya batik sangat penting untuk dilestarikan. Namun pada saat ini, pelestarian batik serta edukasi mengenai batik pada masyarakat masih dirasa kurang. Apabila pengetahuan budaya batik tidak dilestarikan, maka budaya ini dapat semakin terkikis. Pentingnya pelestarian batik menjadikan pembangunan outlet - outlet batik dan gallery seni budaya sangat diperlukan, dari sinilah gagasan revitalisasi kinerja gedung outlet jl. Diponegoro menjadi outlet yang dapat melestarikan dan menjadi wisata budaya batik dengan sentuhan style kolonial tercipta. II. URAIAN PENELITIAN
Kata Kunci— Galeri, Kolonial, Outlet, Wisata budaya.
B
I. PENDAHULUAN
ISNIS Outlet atau pertokoan selalu berkembang dan mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Pengusaha Indonesia saat ini secara agresif melakukan ekspansi untuk memperluas wilayah usahanya untuk menyaingi pengusaha bisnis outlet dari luar negeri dan ini menjadi salah satu indikator bahwa perkembangan bisnis ini memiliki prospek yang cukup baik dan semakin berkembang. Indikator lain yang menjadi tolak ukur berkembangnya bisnis retail adalah tingkat hunian pusat perbelanjaan yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Outlet batik di jl. Diponegoro ini memiliki luas bangunan 1200 m2 terdiri dari dua tingkat. Lantai satu digunakan sebagai tempat display baju, sedangkan lantai dua berupa ruangan kosong yang digunakan apabila terdapat acara atau peragaan busana. Bangunan outlet yang cukup luas, membuat penataan display di lantai satu menjadi leluasa. Dari segi produk, outlet ini selalu menyuguhkan produk batik yang berkualitas. Dengan reputasi yang baik dan letak yang strategis yaitu di pusat kota, usaha bisnis ini memiliki prospek yang sangat bagus. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 2007), batik dijelaskan sebagai kain bergambar yang dibuat
A. Tujuan Tujuan dari perencanaan outlet dengan fasilitas galeri batik ini adalah untuk menghadirkan sebuah tempat berbelanja batik di Surabaya yang bertujuan melestarikan seni budaya batik Indonesia dan memaksimalkan kegunaan lantai 2 pada outlet menjadi gallery batik untuk memberikan edukasi pada pengunjung outlet dan juga sebagai penguat konsep wisata budaya dan belanja. B. Masalah “Bagaimana memaksimalkan kegunaan ruang interior outlet batik yang dapat menjadi sarana wisata budaya / edukasi bagi pengunjung?” C. Metode Desain Kegiatan ritel merupakan kegiatan penjualan barang dan jasa kepada para konsumen untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau rumah tangga. Peritel tradisional memiliki aspek tampak, yaitu berupa toko (ritel berbasis toko), dan aspek tidak tampak yang tidak berupa toko (ritel berbasis non-toko). Outlet merupakan jenis ritel berbasis toko. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kolonial adalah sesuatu yang bersifat jajahan. Dari pengertian ini dapat ditarik
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 kesimpulan bahwa arsitektur kolonial adalah suatu karya arsitektur yang berkembang pada masa penjajahan. Wisata budaya dan belanja yang menjadi tema besar dalam desain outlet ini memiliki makna menjadi wadah kegiatan berbelanja untuk memperoleh barang dari penjual dan juga mendapat pengetahuan dalam waktu bersamaan. Dalam hal ini pengetahuan ditujukan pada produk-produk batik maupun sejarah dan informasi seputar batik. Target pengunjung merupakan kalangan menengah keatas yaitu masyarakat modern yang menyukai hal-hal baru dan update dengan teknologi terkini, oleh sebab itu sentuhan modern pada interior outlet juga diperlukan. Kesan modern dapat dirasakan dari alat-alat yang digunakan pada outlet yang juga merupakan alat masa kini seperti komputer touch screen, lampu LED pada interior, dan lain-lain. Dalam perancangan interior outlet batik,perlu adanya observasi lapangan mengenai kondisi eksisting serta hubungan ruang pada outlet. Berikut adalah matriks buble diagram hubungan ruang outlet batik :
2 Pada proses desain ini juga diperlukan langkah-langkah cermat serta ilmiah dalam menentukan masalah sampai dengan solusinya. Tahap perencanaan dalam Perancangan Desain Interior Outlet Batik ini adalah sebagai berikut :
Skema. 1. Metode Pencarian Data
III. HASIL RISET DAN APLIKASI DESAIN Gambar. 1. Matriks
Gambar. 2. Buble Diagram
Dalam tahap pengumpulan data dilakukan melalui beberapa metode pengambilan data, yaitu : - Observasi Lapangan (langsung) Observasi yang dilakukan dibagi menjadi 2 objek studi : a. Observasi pada objek studi dalam kasus ini adalah outlet jl. Diponegoro. b. Pengamatan langsung pada obyek pembanding (House of Sampoerna dan Batik Keris) akan dijadikan studi tentang standar outlet batik dan galeri. - Wawancara Wawancara yang dilakukan akan ditujukan pada : a. Pengunjung / customer b. Para karyawan outlet jl. Diponegoro - Survey ( kuisioner ) - Studi Literatur
A. Hasil Observasi dan Wawancara - Lantai satu pada outlet memiliki area yang cukup luas sehingga dapat diberi fasilitas tambahan. - Fungsi lantai dua pada outlet dapat lebih dioptimalkan. - Segmentasi pasar adalah pegawai kantor dan eksekutif. - Mayoritas pengunjung tertarik dengan warna netral. - Pengunjung memilih fasilitas tambahan berupa café pada lantai satu. - Pengunjung menginginkan galeri yang informatif. B. Latar Belakang Konsep Desain Konsep desain merupakan hasil dari korelasi antara object, konsep awal, dan tema. Dari poin-poin tersebut muncul keyword yang akan menjadi konsep desain secara keseluruhan.
Skema. 2. Konsep Desain
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 C. Konsep Makro Konsep Makro desain interior outlet batik Surabaya ini menggunakan style kolonial modern. Gaya kolonial pada outlet sesuai dengan era batik pada awal abad 20 sehingga pengunjung dapat merasakan suasana seperti pada jaman kolonial, sedangkan style modern diterapkan untuk menyesuaikan karakter pengunjung yang merupakan masyarakat modern. Langgam kolonial modern yang diaplikasikan pada interior merupakan percampuran antara kolonial yang banyak menggunakan pilar – pilar pada bangunan dan interior serba terbuka, dengan karakter modern dari material, finishing modern, serta tidak menggunakan banyak ornamen. Konsep sirkulasi pada outlet menggunakan sirkulasi varied plan, sedangkan pada galeri batik menggunakan sirkulasi linear plan.
3 yang tinggi, dan konsep ruangan yang terbuka akan terkesan semakin luas dengan pemilihan warna pada plafon. Pada beberapa tempat terdapat drop ceiling kayu sebagai aksentuasi. Pada outlet, diberikan hidden light berwarna kuning sepanjang plafon sehingga memberikan suasana yang hangat. Hidden light ini juga memberi kesan modern pada ruangan outlet. Lampu gantung kolonial juga digunakan pada plafon sebagai penguat style kolonial. E. Konsep Elemen Penunjang Ruang - Warna Konsep warna outlet didapatkan dari hasil kuisioner. Warna yang digunakan adalah warna netral natural dan warna biru serta hijau sebagai warna aksentuasi. Warna aksentuasi ini diterapkan pada sebagian kecil ruangan seperti sarung bantal, kain batik yang dipajang, dan keramik motif kolonial.
D. Konsep Mikro - Lantai Area outlet dan galeri menggunakan material keramik dan kayu parquet. Lantai didominasi oleh lantai keramik putih agar ruangan terkesan luas dan terbuka. Kesan ini sangat penting untuk style kolonial. Sedangkan sebagai nilai estetika pada lantai, terdapat keramik motif kolonial dan levelling lantai menggunakan kayu parquet pada outlet serta galeri. White oak (ruang pimpinan)
Natural country (ruang admin)
Harvest country (ruang tunggu)
Skema. 3. Lantai Kayu Parquet
- Dinding Dinding pada area outlet menggunakan lis kayu warna coklat gelap. Warna coklat gelap dipilih untuk menimbulkan kesan natural, selain itu material kayu juga kerap digunakan untuk ruangan bergaya kolonial. Sebagai aksentuasi dinding, diletakkan motif batik sidomukti berbentuk wajik di beberapa tempat. Motif ini menjadi nilai estetika pada dinding outlet. Jendela lengkung (vault) diterapkan pada bagian sisi dinding cafe. Bentukan jendela yang lengkung dapat menguatkan kesan kolonial, sekaligus menjadi penerangan cahaya alami dari luar untuk area mini cafe. Pada galeri terdapat dinding dengan panel kayu merbau sebagai nilai estetis. - Plafon Plafon pada area outlet maupun galeri tidak menggunakan banyak ornamen, dan semuanya didominasi oleh warna terang. Plafon menggunakan kalsiboard ling berwarna putih. Plafon
Skema. 4. Aplikasi Warna
- Pencahayaan Pencahayaan dibagi menjadi dua yaitu pencahayaan alami dan buatan. Pencahayaan alami diterapkan melalui jendela. Peletakaan jendela ini harus diperhatikan karena kain batik terutama yang sudah usang tidak baik jika dipapar matahari dengan intensitas tinggi seperti di Surabaya. Paparan sinar matahari langsung dapat mengurangi kualitas dari warna dan kain batik. Oleh sebab itu, peletakkan jendela dikhususkan di tempat yang tidak memajang kain batik. Pencahayaan buatan diterapkan pada interior outlet dan galeri berupa general lamp, accent lamp, dan decorative lamp. F. Konsep Wisata Budaya Wisata Budaya pada outlet diterapkan melalui penambahan fasilitas galeri. Galeri terdiri dari beberapa spot display sesuai dengan jenisnya. Spot ini ditujukan agar pengunjung dapat mendapatkan edukasi di tiap spot secara runtun. Berikut adalah urutan dan macam-macam spot pada galeri batik: - Spot workshop membatik. - Spot seputar outlet jl. Diponegoro. - Spot pengetahuan seputar batik Nusantara. - Spot seputar macam-macam batik dan makna filosofis. - Spot mini library. - Spot alat dan bahan batik.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 - Spot jenis- jenis kain batik. - Spot mini stage. G. Benda Pamer Pada Galeri Benda pamer galeri meliputi batik dalam dan luar negeri, namun lebih difokuskan pada batik nusantara. Memberi pengetahuan mengenai sekilas perusahaan Danar Hadi, makna corak batik, alat-alat, cara pembuatannya hingga menjadi kain batik jadi
4 I. Ruang Terpilih Outlet Area Outlet batik menggunakan konsep sirkulasi varied plan sehingga penataan display tidak simetris namun tetap teratur dengan pengelompokkan tipe baju yang jelas. Di bagian depan outlet terdapat mini cafe sebagai sarana tambahan untuk tempat menunggu dan bersantai.
Gambar. 3. Denah Outlet
Berikut ini merupakan hasil desain akhir pada area Outlet jl. Diponegoro Surabaya yang akan diaplikasikan sesuai dengan denah layout :
Skema. 5. Benda pamer
H. Teknik Display Pada Galeri Teknik display galeri tergantung dari benda yang dipamerkan. Apabila barang yang didisplay merupakan barang yang harus dilindungi maka menggunakan kotak kaca,agar tidak rusak.
Gambar. 4. Outlet View 1
Gambar. 5. Outlet View 2 Skema. 6. Teknik Display
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
J. Ruang Terpilih Back Office
5
K. Ruang Terpilih Galeri Interior galeri menggunakan plafon yang tinggi dengan warna terang agar memberi kesan luas. Partisi digunakan pada galeri sehingga dapat mengarahkan pengunjung ke arah spotspot secara runtun. Galeri tidak memiliki banyak bukaan jendela karena menghindari kain batik yang terkena paparan sinar matahari, terutama untuk batik yang sudah tua.
Gambar. 9. Denah Galeri Gambar. 6. Denah Back Office
Gambar. 10. Galeri View 1
Gambar. 7. Back Office View 1
Gambar. 11. Galeri View 2
IV. KESIMPULAN/RINGKASAN Gambar. 8. Back Office View 2
Persaingan bisnis outlet semakin ketat seiring dengan berkembangnya zaman. Para pebisnis outlet berlomba-lomba untuk menarik pengunjung dari segi peningkatan kualitas
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 produk yang dijual maupun dengan peningkatan fasilitas dan estetika dari interior outlet yang dapat menarik minat pengunjung. Dalam perancangan interior outlet batik ini terdapat sebuah tantangan, yaitu bagaimana mendesain interior yang dapat memberi pengalaman baru yang bermanfaat bagi pengunjung sekaligus melestarikan budaya Indonesia yaitu batik sesuai dengan produk yang dijual pada outlet. Berdasarkan studi dan analisa, maka dapat disimpulkan untuk mencapai tujuan tersebut, perlu adanya optimalisasi interior outlet yaitu dengan cara memberikan fasilitas tambahan berupa cafe, dan juga galeri batik sebagai wadah untuk wisata budaya dan belanja. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Ir. Adi Wardoyo yang telah mengarahkan dalam penyusunan jurnal ini dengan judul “Desain Interior Outlet Batik Dengan Konsep Wisata Budaya dan Belanja Bernuansa Kolonial” yang merupakan ringkasan dari Tugas Akhir. Mohon maaf apabila banyak kekurangan, semoga jurnal ini berguna untuk yang membutuhkan. DAFTAR PUSTAKA [1] [2]
Tedjo, Susilo. Pedoman Tata Pameran Galeri, Jakarta : 1997. Croney, John Anthropometrics for Designers. London: B.T. Batsford, Ltd.; New York; Van Nostrand Reinhold Company. [3] Honggopuro, Kalinggo. 2002. Batik Sebagai Busana Dalam Tatanan dan tuntutan. Yayasan Peduli Keraton Kasunanan Surakarta. [4] Wulandari, Ari. 2011. Batik Nusantara. Yogyakarta: C.V Andi Offset. [5] Poore, Jonathan. 1994. Interior Color by Design. Massachussets. Rockport Publishers Inc.. [6] Baker, Julie 1998. Examining the Informational Value of Store Environments: The Concept of Place in Contemporary Markets, John F. sherry jR, P.55-80. [7] Donovan, Robert J. Desain Store Atmosphere. Journal of Retailing, vol. 58 (Spring). [8] http://www.danarhadibatik.com [9] http://iketsa.files.wordpress.com/2010/05/arsitektur_kolonial_belanda [10] http://thebatik.net [11] Webster’s New American Dictionary.
6