DERAJAT DESENTRALISASI FISKAL DAN KUALITAS BELANJA DAERAH (Studi Pada Provinsi Jawa Timur) Moh. Said Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang e-mail:
[email protected]
Abstract: Degree of Fiscal Decentralization And Local Quality of Expenditure (Study In East Java Province). This research uses four indicators to describes fiscal decentralization in East Java Province, there are: the increase of local revenue annually, the comparison of local revenue with transfer income, the contribution of Gross Regional Domestic Product (GRDP) for local revenue, and ratio of local revenue and local expenditure. The result, from all of indicators, East Java on the best level of fiscal decentralization. Local revenue of East Java Province increase significanly. East Java Province able to suppress the dependence on transfer income, with 70%-30% composition. GRDP also get a good contribution for local revenue. While, ratio of local revenue and local expenditure indicates that the quality of East Java Province expenditure should be improved. Keywords: fiscal decentralization, local revenue, the quality of expenditure Abstrak: Derajat Desentralisasi Fiskal Dan Kualitas Belanja Daerah (Studi Pada Provinsi Jawa Timur). Penelitian ini membahas tentang desentralisasi fiskal di Jawa Timur yang diukur dengan indikator: peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) antar-tahun, komparasi PAD dengan penerimaan dari transfer pusat, peningkatan PAD dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan rasio PAD terhadap Total Belanja Daerah (TBD). Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang berusaha untuk menggambarkan secara mendalam fenomena yang diteliti. Hasilnya, dari empat indikator yang digunakan dapat disimpulkan bahwa secara umum Provinsi Jawa Timur memiliki tingkat kemandirian fiskal yang sangat baik. PAD Jawa Timur menempati posisi tertinggi keempat nasional dan tingkat pertumbuhan PAD adalah yang paling tinggi pertumbuhannya secara signifikan. Pertumbuhan PAD dari PDRB tingkat pertumbuhannya cukup baik (secara nasional berada pada ratarata tengah). Sedangkan rasio PAD dari TBD belum sepenuhnya bisa dikatakan baik karena dilihat dari rasio belanjanya yang menunjukkan bahwa kualitas belanja Provinsi Jawa Timur perlu ditingkatkan. Kata kunci: desentralisasi fiskal, pendapatan asli daerah, kualitas belanja
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
PENDAHULUAN Cita - cita nasional menjadi pangkal
Daerah
memberikan
pemahaan
bahwa
tolak pelaksanaan pembangunan. Kreativitas
“desentralisasi adalah penyerahan wewenang
penyelenggara negara untuk menemukan
pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada
pola dan cara terbaik guna efektivitas
daerah
pewujudan
sangat
mengurus semua urusan pemerintahan selain
sistem
yang menjadi urusan pusat”. Pendanaan
tujuan
nasional
dibutuhkan.
Perkembangan
pemerintahan
di
Indonesia,
memilih
otonom
pelaksanaan
untuk
mengatur
fungsi-fungsi
dan
tersebut
untuk
diupayakan dari sumber-sumber keuangan
mendukung penyelenggaraan pemerintahan
melalui kewenangan untuk memungut pajak
yang baik. Diberlakukannya Undang-undang
(taxing
desentralisasi
sebagai
jalan
power)
yang
tercermin
dalam
Pendapatan Asli Daerah (PAD), transfer ke
yang dimiliki, sehingga menekan tingkat
daerah, dan pinjaman daerah (Mardiasmo,
ketergantungan fiskal dari pemerintah pusat.
2002: 24).
Kemandirian keuangan daerah adalah
Ciri utama desentralisasi pada daerah
kemampuan daerah dalam meningkatkan
otonom adalah sebagaimana yang dinyatakan
pendapatan
Koswara yang dikutip oleh Halim (2007:
mengurangi
290)
penerimaan
yaitu
terletak
pada
kemampuan
asli
daerah
(PAD)
supaya
ketergantungan yang
berasal
pada
dari
transfer
keuangan daerah. Artinya, daerah harus
pemerintah pusat. Semakin tinggi kapasitas
meningkatkan
keuangannya
fiskal daerah maka semakin tinggi derajat
dengan memanfaatkan kewenangan untuk
kemandiriannya. Tingkat kemandirian fiskal
menggali sumber-sumber keuangan, untuk
ini dapat dilihat dari rasio PAD terhadap
membiayai penyelenggaraan pemerintahan.
total
Kemampuan keuangan daerah ini dapat
peningkatan PAD dari PDRB-nya, dan
diukur melalui derajat desentralisasi dan
tingkat pertumbuhan PAD antar-tahun.
kemampuan
kemandirian keuangan daerah (Mahmudi, 2007: 122).
dilakukan
derajat
dengan
cara
desentralisasi membandingkan
daerah,
kemampuan
Tulisan ini mengambil kasus kapasitas fiskal
Perhitungan
belanja
Provinsi
Jawa
Timur
dengan
pertimbangan bahwa berdasarkan Annual Review
2012
Kementerian
Keuangan
jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Republik Indonesia, Provinsi Jawa Timur
dengan total pendapatan daerah. Logikanya,
adalah
semakin tinggi kontribusi PAD terhadap total
berkemampuan tinggi menjaga konsistensi
pendapatan daerah, maka semakin tinggi
peningkatan PAD-nya. Pada tahun 2009
derajat desentralisasi fiskalnya. Sementara
PAD Provinsi Jawa Timur adalah 65,3%
untuk mengetahui kemandirian keuangan
dengan sumber transfer 34,4%, sisanya
daerah dilakukan dengan membandingkan
sebanyak 0,2% dari sumber lainnya. Jumlah
pendapatan transfer dari pemerintah pusat
tersebut mengalami peningkatan pada tahun
dengan total pendapatan daerah. Semakin
2010 menjadi 69,5% berbanding 30,5%, dan
tinggi rasio perbandingan tersebut, maka
sebanyak 0,2% dari sumber lainnya.
semakin
besar
satu
provinsi
yang
ketergantungan
Berdasarkan kondisi kemandirian fiskal
pemerintah daerah kepada pemerintah pusat.
Provinsi Jawa Timur tersebut, tentunya akan
Menurut Landiyanto (2005: 3) pada era
memberikan
otonomi
daerah
tingkat
salah
bagi
kualitas
seharusnya
setiap
pengeluaran daerah. Pada akhirnya akan
berupaya
secara
bermuara pada perbaikan pelayanan publik.
maksimal mengembangkan sumber daya
Untuk itu, penulis tertarik untuk melakukan
pemerintah
ini
dampak
daerah
penelitian lebih jauh mengenai dampak
quasi-independent government organizations
kemandirian fiskal bagi kualitas belanja
or the private sector”. Rondinelli juga
daerah
Timur.
membagi desentralisasi ke dalam empat tipe,
Sebagaimana rasional beberapa pendapat
yaitu: (a) Political Decentralization; (b)
sebelumnya bahwa semakin rendah tingkat
Administrative Decentralization; (c) Fiscal
ketergantungan daerah terhadap penerimaan
Decentralization; and (d) Economic or
transfer mengindikasikan semakin tinggi
Market Decentralization.
pada
Provinsi
Jawa
kemandirian fiskal suatu daerah, sehingga
Desentralisasi fiskal merupakan proses
dapat dipahami juga bahwa semakin mandiri
distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan
secara
baik
yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang
kualitas belanja untuk pelayanan publiknya.
lebih rendah untuk mendukung fungsi atau
Indikasi perbaikan kualitas pelayanan publik
tugas pemerintahan dan pelayanan publik
tersebut bisa dilihat dari komposisi belanja
sesuai
dengan
modal dan belanja pegawai pada anggaran
bidang
pemerintahan
suatu daerah.
(Saragih, 2003:83). Tidak berbeda dengan
fiskal seharusnya semakin
yang
TINJAUAN PUSTAKA
telah
menurut Desentralisasi Fiskal
menyebutkan penyerahan
desentralisasi
Mulyana,
pemerintah
dilimpahkan
oleh
dkk.
fiskal
Saragih, (2006:26)
merupakan
pendelegasian tanggung jawab, otoritas dan sumber-sumber
yang
berkaitan,
(seperti
oleh
keuangan, karyawan, dll) dari pemerintah
pemerintah pusat kepada daerah otonom
pusat kepada tingkatan pemerintahan yang
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
lebih rendah. Desentralisasi fiskal memang
Indonesia. Definsi tersebut
memberikan
tidak secara jelas dinyatakan dalam Undang-
makna bahwa desentralisasi akan membawa
Undang Nomor 33 Tahun 2004. Namun
daerah menjadi lebih eksis karena tidak
komponen dana perimbangan merupakan
hanya terlibat dalam fungsi tetapi juga
sumber penerimaan daerah yang sangat
diperbolehkan
dan
penting dalam pelaksanaan desentralisasi.
yang
Dalam kebijakan fiskal, dana perimbangan
menghasilkan
wewenang
adalah
kewenangan
yang
disampaikan
desentralisasi
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
banyaknya
berimprovisasi kebijakan-kebijakan
berorientasi pada kebutuhan daerah. Secara konseptual, Rondinelli (1999) menyatakan
merupakan inti dari desentralisasi fiskal. Kebijakan
fiskal
selalu
berkolerasi
“Decentralization is the tansfer of authority
dengan persoalan kebijakan nasional dalam
and responsibility for public functions from
Anggaran
the central government to subordinate or
(APBN). Penggunaan dana dari pemerintah
Pendapatan
Belanja
Negara
pusat dan daerah akan mencerminkan atau
Defisit
memberikan gambaran tentang desentralisasi
(subnational deficit, borrowing and debt).
fiskal
daerah.
Beberapa
alasan
yang
daerah,
pinjaman
dan
utang
Lebih lanjut, Kaho yang dikutip oleh
mendukung desentralisasi fiskal antara lain:
Tangkilisan (2005:79) menyatakan bahwa
a. Untuk mengalokasikan barang-barang dan
untuk
jasa
publik
yang
bermanfaat
dan
dapat
memadai,
memiliki
dengan
keuangan
sendirinya
yang daerah
eksternalitasnya berskala regional dan
membutuhkan sumber keuangan yang cukup
lokal,
pula, dalam hal ini dapat memperoleh
b. Pemerintah daerah dapat lebih cepat
melalui beberapa cara, yaitu: (a) Daerah
menginterpretasikan kebutuhan rakyat,
dapat mengumpulkan dana dari pajak daerah
dan
yang sudah direstui oleh pemerintah pusat;
c. Memungkinkan kebebasan individu dan
(b) Pemerintah daerah dapat melakukan
tanggung jawab politik yang lebih besar.
pinjaman dari pihak ketiga, bank, atau
Transfer, dengan demikian, merupakan
melalui pemerintah pusat; (c) Ikut ambil
elemen inti dari keuangan daerah.
bagian dalam pendapatan pajak pusat yang dipungut daerah; (d) Pemerintah daerah
Lingkup Desentralisasi Fiskal Menurut pendapat para ahli seperti yang dikemukakan
dalam
Mulyana,
dkk.
(2006:29), ada beberapa elemen yang saling
dapat menambah tarif pajak pusat tertentu; (e) Pemerintah dapat menerima bantuan atau subsidi dari pemerintah pusat.
dalam
Hal senada juga disampaikan oleh
hubungan keuangan antara pemerintah pusat
Martinez bahwa daerah dituntut untuk dapat
dan daerah atau desentralisasi fiskal. Secara
menambah pendapatan, “Local governmental
berurutan, terdapat empat pilar (building
units should have assigned to them some
blocks)
yang perlu diperhatikan dalam
sources of revenue which derive from their
rangka
desentralisasi
own constituents.
terkait
yang
harus
diperhatikan
fiskal,
yaitu:
Pendelegasian/pendistribusian jawab
pengeluaran
expenditure
(the
(a)
tanggung
assignment
responsibility);
of (b)
Within limits, local
governmental units should have control over tax rates and tax bases (of their own taxes)” (Silaban, dkk.; 2002:2).
perpajakan
Rondinelli (1999) menyatakan ada 5
(assignment of tax resources); (c) Transfer
(lima) bentuk desentralisasi fiskal, yaitu: (a)
dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah
self-financing or cost recovery through user
(inter-governmental
charges; (b) co-financing or co-production,
Pendistribusian
sumber
fiscal
transfer);
(d)
in which users participate in providing services
and
infrastructure
through
monetary
or
labor
contributions;
expansion
of
local
revenues
(c)
through
mana bentuk desentralisasi ini memberikan kewenangan
kepada
daerah
peran
fungsi
property or sales taxes or indirect charges;
untuk
(d) intergovernmental transfers of general
pemerintah
revenues from taxes collected by the central
fasilitas yang disediakan oleh pemerintah
government to local governments for general
pusat.
or specific uses; (e) Authorization of
menjalankan
pemerintah
pusat
dengan
Dalam
dan
menggunakan
mengimplementasikan
municipal borrowing and mobilization of
desentralisasi fiskal, ada 12 (dua belas)
national or local government resources
prinsip
through loan guarantees”.
dilaksanakan
Bentuk desentralisasi fiskal seperti yang
(Saragih;
yang
harus
diperhatikan
dan
seperti dikemukakan
Bahl
2003:84),
yaitu:
(a)
Fiscal
dikemukakan Rondinelli sedikit berbeda
decentralization should be viewed as a
dengan yang disampaikan Mulyana, dkk
comprehensive system; (b) Finance follows
(2005:28) yang membaginya menjadi tiga
functions; (c) There must be a strong central
bentuk, yaitu: (a) Desentralisasi Penuh (Full
ability
Decentralization),
pendelegasian
decentralization; (d) One intergovernmental
tanggung jawab, wewenang dan fungsi
system does not fit the urban and rural
kepada pemerintah daerah dilakukan secara
sector; (e) Fiscal decentralization requires
penuh. Pemerintah daerah harus bertindak
significant local government taxing power;
sesuai dengan aturan-aturan dan kebijakan
(f) Central government must keep the fiscal
yang telah digariskan oleh pemerintah pusat
rules that they make; (g) Keep it simple; (h)
namun tetap memperoleh kebebasan dalam
The design of the intergovermental transfer
menentukan
system should match the objectives of the
cara
yaitu
bagaimana
mereka
to
monitor
and
menjalankan tugas, seperti perolehan dan
decentralization
penggunaan dana dan sumber-sumber daya
decentralization should consider all three
lainnya;
levels of government; (j) Impose a hard
(b)
Dekonsentrasi
reform;
evaluate
(k)
Recognize
Fiscal
(Deconcentration), yaitu pemerintah pusat
budget
menjalankan fungsinya di daerah-daerah
intergovernmental systems are always in
dengan menggunakan sumber daya dan
transition and plan for this; (l) There must
fasilitas yang disediakan oleh pemerintah
be a champion for fiscal decentralization.
pusat. Dekonsentrasi merupakan bentuk
constraint;
(i)
that
METODE PENELITIAN
administrasi oleh pemerintah pusat yang dilakukan dalam wilayah daerah tertentu; (c) Ko-administrasi (Co-administration), yang
Penelitian desktiptif
ini yang
merupakan penelitian berusaha
untuk
menggambarkan secara mendalam tentang
Tabel 1 di atas menggambarkan bahwa
fenomena desentralisasi fiskal pada Provinsi
ada sembilan provinsi yang PAD-nya diatas
Jawa Timur dengan fokus meliputi: tingkat
50% dari total penerimaan daerah. Provinsi
pertumbuhan
Daerah
Jawa Timur berada pada urutan keempat
(PAD), komposisi PAD dengan penerimaan
dengan persentase mencapai 65,3% pada
transfer pusat, peningkatan PAD dari PDRB
tahun 2009 dan 69,5% pada tahun 2010.
dan rasio PAD terhadap Total Belanja
Melihat trend perubahan antar tahun Jawa
Daerah (TBD).
Timur memiliki trend naik yaitu sebesar
Pendapatan
Asli
4,2%.
PEMBAHASAN
Kemudian
diikuti oleh
Provinsi
Kalimatan selatan sebesar 2% dan Sulawesi Tingkat Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Antar Tahun Provinsi
Jawa
Selatan sebesar 1,1%. Sedangkan provinsi lainnya
Timur
merupakan
provinsi yang memiliki tingkat pertumbuhan
walaupun
memiliki
besaran
persentase PAD diatas 50% dari total pendapatan, namun memiliki trend turun.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tinggi.
Kondisi
peningkatan
antar
tahun
Selain itu juga sebagai provinsi yang
Penerimaan Asli Daerah (PAD) yang bisa
memiliki konsistensi peningkatan PAD dari
dikatakan
tahun
dibandingkan
ke
tahun
(2009
dan
2010).
sangat
baik
dengan
karena
apabila
provinsi-provinsi
Berdasarkan Buku Annual Review 2012 dari
lainnya secara nasional, Jawa Timur berada
Kemeterian Keuangan Republik Indonesia
pada urutan pertama. Walaupun secara
Provinsi Jawa Timur tergolong dalam lima
persentase Jawa Timur berada pada urutan
besar provinsi yang memiliki PAD besar.
keempat. Prestasi peningkatan Pendapatan
Sebagaimana disajikan dalam tabel berikut.
Asli Daerah (PAD) Provinsi Jawa Timur
Tabel 1. Ranking Provinsi Dengan Porsi PAD Lebih Dari 50% No. 1. 2. 3. 4.
Provinsi
PAD (%) 2009 2010 74,5 72,5 69,6 67,7 68,7 67,6 65,3 69,5
Jawa Barat Jawa Tengah Banten Jawa Timur Sumatera 5. 64,8 Utara 6. Bali 60,4 Sulawesi 7. 58,9 Selatan 8. DKI Jakarta 53,9 Kalimantan 9. 52,1 Selatan Sumber: Data diolah, 2012
tentunya
tidak
lepas
dari
kemampuan
Trend
mengelola sumber-sumber pendapatan yang
Turun Turun Turun Naik
dimiliki. Komposisi penerimaan pajak dan
64,8
Tetap
54,7
Turun
60
Naik
53,3
Turun
54,1
Naik
retribusi pada tahun 2010 sebagai berikut. Tabel 2. Komposisi Penerimaan Pajak dan Retribusi tahun 2010 (%) N o. 1 2 3
Pajak Jumlah (%) PKB 44,37 BBNKB 35,03 PBBKB 19,85 Jenis
4 PAP 0,75 Sumber: Data diolah, 2012
Retribusi Jenis Jumlah (%) Jasa Umum 88,3 Jasa Usaha 6,9 Jasa 4,8 Lainnya
Mengacu pada tabel di atas dapat
PAD dengan total pendapatan daerah (TPD)
dipahami bahwa andalan utama sebagai
tetap
dijadikan
sebagai
sumber penopang Pendapatan Asli daerah
kemandirian sutau daerah dalam membiayai
(PAD) Provinsi Jawa Timur adalah dari
urusannya.
pajak dan retribusi. Lebih jauh lagi diketahui
sebelumnya, Luthfi (2005: 5) menyatakan
bahwa jenis pajak yang berkontribusi besar
bahwa sumber pendapatan utama yang
adalah pajak kendaraan bermotor (PKB)
sering
sebesar 44,37% dan pajak BBNKB dengan
menentukan derajat desentralisasi fiskal
capaian 35,03%. Sementara dari pendapatan
yang dimiliki oleh suatu daerah adalah
retribusi jenis retribusi yang paling besar
pendapatan
kontribusinya bagi PAD Jawa Timur adalah
daerah, yaitu pendapatan yang diterima yang
Retribusi Jasa Umum yaitu sebesar 88,3%.
berasal dari sumber-sumber yang dikelola
Hasil pemetaan sumber-sumber pendapatan
oleh pemerintah daerah itu sendiri (local
potensial bagi peningkatan PAD harus
source).
Sejalan
kali
menjadi
yang
tolak
dengan
pendapat
parameter
diperoleh
ukur
untuk
pemerintah
mendapatkan perhatian khusus sehingga
Berdasarkan ulasan ahli di atas, maka
pada tahun-tahun berikutnya tetap dapat
daerah otonom harus tetap berusaha supaya
dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan.
memiliki
Tentunya tetap diiringi dengan upaya
mandiri walaupun nanti tetap mendapatkan
penelusuran
yang
transfer dari pemerintah pusat. Dalam hal
optimal
ini, Provinsi Jawa Timur sudah memiliki
potensial
sumber-sumber
tetapi
belum
lain
secara
dikelola pada tahun berjalan. Meskipun konsekuensi
keuangan
secara
tingkat kemandirian fiskal yang cukup baik
demikian, bentuk
kemampuan
negara
sebagai
karena lebih dari 65% totak penerimaan
kesatuan,
daerah bersumber dari Pendapatan Asli
menjadi lebih bijaksana apabila diartikan
Daerah (PAD).
bahwa setiap tingkat pemerintahan daerah
Perbandingan Pendapatan Asli Daerah
otonom harus dapat membiayai seluruh
(PAD) Dengan Transfer Pusat
keperluannya dari penerimaan PAD. Hal ini
Komposisi penerimaan Provinsi Jawa
mengindikasikan bahwa pemerintah pusat
Timur dengan mengombinasikan antara PAD
tetap harus memberikan kontribusi bagi
dan penerimaan transfer pusat pada tahun
penerimaan daerah otonom sehingga lebih
2009 dan tahun 2010 menunjukkan kondisi
mampu
yang membanggakan. Jawa Timur mampu
membiayai
pemerintahannya.
penyelenggaraan
Namun,
sebagaimana
disampaikan Kuncoro yang dikutip oleh Tangkilisan (2005: 83) bahwa rasio antara
menekan ketergantungan penerimaannya dari transfer
pusat.
Bahkan
Jawa
Timur
menempati urutan keempat sebagai provinsi
tertinggi (Sangat Baik) diperoleh apabila
yang memiliki tingkat ketergantungan paling
skor perbandingannya lebih besar dari 50.
rendah. Gambaran komposisi penerimaan
Lebih jelasnya mengenai level penilaian
perbandingan antara PAD dan transfer pusat
kemadirian fiskal tersebut disajikan pada
disajikan pada tabel berikut.
Tabel 4 berikut.
Tabel 3. Komposisi Penerimaan PAD dan Transfer Pusat Jenis Penerimaan (%) PAD Transfer Lainnya 1 2009 65,3 34,4 0,3 2 2010 69,5 30,3 0,2 Sumber: Data diolah, 2012 No.
Tahun
Indikasi lain untuk melihat kemandirian fiskal daerah otonom adalah dengan cara membandingkan
antara
komponen
Pendapatan Asli daerah (PAD) dengan Total Pendapatan Daerah (TPD). Penilaiannya dilakukan dengan membuat skoring pada kategorisasi
level
kemandirian
fiskal
(Tangkilisan, 2005: 83). Level terendah apabila PAD dibanding TPD bernilai 0 sampai
dengan
10,
maka
kemampuan
keuangan daerah tersebut masih sangat kurang. Level kedua adalah (skala 10,01 – 20) yang menunjukkan bahwa kemampuan
Tabel 4. Skala Interval Derajat Kemandirian Fiskal Daerah Kemampuan Keuangan PAD/TPD (%) Daerah 0,00 – 10,00 Sangat kurang (SK) 10,01 – 20,00 Kurang (K) 20,01 – 30,00 Cukup (C) 30,01 – 40,00 Sedang (S) 40,01 – 50,00 Baik (B) > 50,00 Sangat baik (SB) Sumber: Tangkilisan (2005: 83)
Berdasarkan
pada
skala
penilaian
kemandirian fiskal tersebut, maka Provinsi Jawa Timur dapat digolongkan memiliki tingkat kemandirian fiskal sangat baik. Berdasarkan data yang disajikan pada tabel sebelumnya bahwa penerimaan dari PAD pada tahun 2009 sebesar 65,3% dan pada tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi 69,5%. Besaran persentase tersebut apabila disinkronkan dengan Tabel 4 termasuk pada kategori sangat baik.
keuangan daerah tersebut tergolong kurang.
Tingkat Pertumbuhan Penerimaan dan
Apabila skor fiskal daerah berada pada level
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
ini
Pertumbuhan suatu daerah dapat dilihat
menunjukkan bahwa kemampuan keuangan
dari pertumbuhan dan peningkatan PDRB
daerahnya cukup. Skala 30,01 sampai
dari tahun ke tahun. Semakin tinggi PDRB
dengan 40 (Level keempat) menunjukkan
suatu daerah semakin baik pertumbuhan
kemampuan keuangan daerahnya termasuk
daerahnya.
sedang.
skor
keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah
perbandingan antara Pad dengan TPD berada
dilihat juga dari tingkat penerimaan daerah.
pada skala 40,01 sampai dengan 50. Level
Semakin tinggi penerimaan daerah otonom
ketiga
(skala
Level
20,01
–
baik
30),
hal
apabila
Disisi
lain
untuk
melihat
semakin baik prestasi pelaksanaan otonomi
pertumbuhan PDRB Jawa Timur yaitu
di daerah tersebut.
sebesar 5%. Pada umumnya pertumbuhan
Kemudian,
untuk
melihat
tingkat
kemandirian fiskal daerah otonom mengacu
PDRB diikuti oleh pertumbuhan penerimaan daerah.
pada tingkat pertumbuhan penerimaan dan
Oleh karena itu, menjadi wajar apabila
pertumbuhan PDRB-nya. Oleh karena itu,
pencapaian penerimaan Jawa Timur sebesar
dalam kajian ini untuk melihat kemandirian
7% karena hal ini seiring dengan pencapaian
fiskal Provinsi Jawa Timur juga dilihat
PDRB-nya yang sebsar 5% saja. Rasio PAD
berdasarkan
dari PDRB Provinsi Jawa Timur pada tahun
pada
tingkat
pertumbuhan
penerimaan dan PDRB-nya. Semakin tinggi
2009
tingkat penerimaan dan PDRB-nya berarti
peningkatan pada tahun 2010
bahwa
memiliki
sebesar 2,14%. Hal yang baik adalah bahwa
kemandirian fiskal yang baik. Berdasarkan
pencapaian penerimaan lebih besar dari
data yang diperoleh dapat dianalisis tentang
pencapaian
pertumbuhan penerimaan dan PDRB Jawa
pencapaian PDRB daerah tersebut mampu
Timur.
mendorong
Provinsi
Berdasarkan
Jawa
data
Timur
dari
Kementerian
sebesar
1,79%
dan
PDRB-nya,
mengalami
yang
pertumbuhan
menjadi
artinya
penerimaannya
menjadi lebih baik.
Keuangan Republik Indonesia bahwa pada
Rasio Pendapatan Asli daerah (PAD) Dari
tahun 2010 pertumbuhan penerimaan dan
Total Belanja Daerah (TBD)
Provinsi Jawa Timur sebesar 7%. Secara
Rasio PAD dari Total Belanja Daerah
Nasional capaian ini tidak terlalu baik karena
(TBD) merupakan salah satu indikator untuk
berada di luar peringkat 10 besar provinsi
mengetahui
yang mengalami pertumbuhan penerimaan
kemandirian fiskal suatu daerah otonom.
tinggi. Namun, begitu posisi Provinsi Jawa
Artinya, seberapa mampu daerah tersebut
Timur tidak menjadi provinsi yang paling
membiayai kebutuhan belanjanya dengan
rendah pertumbuhannya karena masih ada 7
penerimaan
provinsi lain yg pertumbuhannya lebih
semakin tinggi PAD yang diperoleh tentunya
rendah dari capaian Jawa Timur. Kemudian
semakin mampu daerah untuk membiayai
mengenai pertumbuhan PDRB-nya capaian
belanjanya, sehingga semakin mandiri fiskal
Provinsi Jawa Timur tidak jauh berbeda
daerah tersebut.
dengan
aslinya.
tinggi
Oleh
tingkat
karena
itu,
pertumbuhan
Provinsi Jawa Timur pada tahun 2009
penerimaannya. Posisi Provinsi Jawa Timur
dan 2010 memiliki PAD yang lebih dari
berada di tengah-tengah, bukan sebagai yang
65%, sehingga dapat
tertinggi
capaian
seberapa
atau
yang
terendah.
Capaian
dikatakan bahwa
berkemampuan sangat baik untuk memenuhi
dibandingnya belanja modal. Pada tahun
belajanya dengan kemampuannya sendiri.
2009 rasio belanja modal sebesar 11,01%
Hal ini dibuktikan dengan rasio PAD dari
sedangkan rasio belanja pegawai sebsar
Total Belanja Daerah (TBD) pada tahun-
20,5%. Sedangkan pada tahun 2010 rasio
tahun
belanja
tersebut.
Data
yang
diperoleh
modal
mengalami
penurunan
menunjukkan bahwa rasio PAD dari TBD
menjadi sebesar 8,77% dan rasio belanja
pada tahun 2009 sebesar 81,23%, dan pada
pegawai juga mengalami penurunan menjadi
tahun 2010 rasionya sebesar 78,87%. Data
19,5%.
tersebut dapat menjadi dasar pemahaman
Berdasarkan
data
tersebut
dapat
bahwa Provinsi Jawa Timur dilihat dari
disimpulkan bahwa untuk kualitas belanja
kemampuan PAD terhadap Total Belanja
Provinsi Jawa Timur rasionya lebih tinggi
Daerahnya (TBD) sudah sangat baik karena
belanja
rasionya rata-rata 79,559% untuk dua tahun
belanja modalnya. Padahal semakin tinggi
tersebut.
belanja
Namun, bisa ditelusuri lebih jauh terkait
pegawainya
dibandingkan
modal
rasio
mengindikasikan
pertumbuhan perekonomian semakin pesat.
dengan kualitas belanja daerah. Jawa Timur
Oleh
sudah berkemampuan baik untuk membiayai
khusus supaya dimasa mendatang alokasi
belanjanya
(memiliki
belanja lebih ditekankan pada belanja modal
ketergantungan yang relatif rendah kepada
dibandingkan belanja pegawai, sehingga
transfer pemerintah pusat). Kualitas belanja
kemandirian fiskal yang dimilikinya lebih
daerah dapat diketahui melalui proporsi
optimal untuk dimanfaatkan demi kemajuan
belanja modal dan belanja pegawainya.
masyarakat Jawa Timur melalui pemenuhan
Apabila belanja modal lebih tinggi dari
sarana dan prasarana ekonomi di Jawa
belanja modal, maka memberikan indikasi
Timur.
secara
mandiri
bahwa belanja daerah mampu berkontribusi
karena itu, patut menjadi perhatian
PENUTUP
untuk menggerakkan roda perekonomian daerah dalam hal penyediaan sarana dan prasarana bagi masyarakat. Berdasarkan data realisasi APBD 2008-2010 sebagaimana yang dilansir dalam Buku Annual Review 2012
Kementerian
Keuangan
Republik
Indonesia bahwa rasio belanja modal dengan belanja pegawai untuk Provinsi Jawa Timur lebih
tinggi
rasio
belanja
pegawainya
Berdasarkan indikator-indikator yang digunakan, yaitu tingkat pertumbuhan PAD antar tahun, proporsi PAD dengan transfer pusat, peningkatan PAD dari PDRB, dan rasio PAD dari total belanja daerah (TBD) maka dapat diketahui bahwa secara umum Provinsi Jawa Timur
memiliki tingkat
kemandirian fiskal yang sangat baik. Secara
nasional untuk komposisi PAD dengan
Daerah. Edisi Revisi. Penerbit UPP
penerimaan transfer pusat
STIM YKPN. Yogyakarta.
Jawa Timur
menempati urutan tertinggi keempat. Bahkan
Kaho, Riwu, 1995, Analisa Hubungan
untuk tingkat pertumbuhan PAD antar tahun
Pemerintah
Provinsi Jawa Timur menjadi provinsi yang
Indonesia. Bina Aksara. Jakarta.
paling tinggi pertumbuhannya dan konsisten meningkat.
Kemudian
komposisi
pertumbuhan PAD dengan PDRB yang selaras dengan tingkat pertumbuhan yang cukup karena secara nasional berada pada rata-rata tengah. Sedangkan untuk rasio PAD
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. CV. Andi Offset. Yogyakarta. Mulyana,
Budi,
Fiskal
menunjukkan
Indonesia.
Provinsi Jawa Timur perlu ditingkatkan. Oleh
karena
pertumbuhan
itu,
PAD
untuk
antar
tahun
dan
dkk.
dan
Lembaga
Pengkajian
Publik
dan
di
Akuntansi
Pemerintah. Jakarta. Rondinelli, D.A. dan Cheema, G.S. 1983.
tetap
Policies:
minimal
Desentralisasi APBD
“Implementing
ditingkatkan,
Keuangan
Pengelolaan
komposisi PAD dengan penerimaan transfer perlu
2006.
Perspektif
Keuangan
indikator
di
Yogyakarta.
baik karena dilihat dari rasio belanjanya belanja
daerah
Pemerintah Daerah. UPP STIM YKPN.
Daerah:
kualitas
dan
Mahmudi. 2007. Analisis Laporan Keuangan
dari TBD belum sepenuhnya bisa dikatakan
bahwa
Pusat
an
Decentralization Introduction.”
Dalam
dipertahankan. Sedangkan untuk indikator
Cheema, G.S. dan Rondinelli, D.A.
peningkatan APD dari PDRB lebih menjadi
(ed.).
prioritas untuk ditingkatkan. Begitu pula
development: Policy Implementation in
dengan rasio PAD dengan TBD adalah
Developing
indikator yang menjadi prioritas utama untuk
Publications. Beverly Hills, California.
diperbaiki sehingga kemandirian fiskal lebih
Rondinelli,
Decentralization
and
Countries.
D.A.
1983.
Sage
Development
berhasil guna secara optimal. Optimalisasi
Projects as Policy Experiments: an
tersebut
Adaptive Approach to Development
alokasi
dilakukan beelanja
dengan untuk
mendorong
belanja
modal
dibandingkan untk belanja pegawai.
Administration. Methuen. London. Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam
DAFTAR PUSTAKA
Otonomi. Ghalia Indonesia. Jakarta. Halim,
Abdul.
2007.
Akuntansi
dan
Pengendalian Pengelolaan Keuangan
Tangkilisan,
Hessel
Manajemen
Nogi
Publik.
PT.
S.
2005.
Gramedia
Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.