17
BAB II PENERAPAN MODEL QUANTUM MELALUI METODE VISUAL AUDITORI KINESTETIK (VAK) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI KEBERAGAMAN SUKU DAN BUDAYA INDONESIA A. Hakikat Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial 1.
Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial IPS adalah salah satu bagian dari kurikulum yaitu suatu program
pendidikan. Berdasarkan kurikulum 2006 (dalam K3S, 2006) “Ilmu Pengetahaun Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB.” IPS seperti halnya IPA, Matematika, Bahasa Indonesia yang merupakan bidang studi. Dengan demikian IPS sebagai bidang studi memiliki garapan yang cukup luas. Bidang garapannya meliputi gejala-gejala dan masalah kehidupan manusia di masyarakat. Tekanan yang dipelajari IPS berkenan dengan gejala dan masalah kehidupan masyarakat bukan pada
teori
dan
keilmuannya,
melainkan
pada
kenyataan
kehidupan
kemasyarakatan. Dari gejala dan masalah sosial tadi ditelaah, dianalisis faktorfaktornya, sehingga dapat dirumuskan jalan pemecahannya. Sebagaimana yang dikemukakan Ischak (2007, hlm. 1.36) bahwa IPS adalah “bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala, dan masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan atau satu perpaduan.” Jadi, IPS bahan kajian yang terpadu yang merupakan penyederhanaan, adaptasi, seleksi dan modifikasi yang diorganisasikan dari konsep-konsep keterampilan sejarah, geografi, sosiologi, antropologi dan ekonomi. Selaras menurut Somantri(dalam Hanifah,
2009, hlm. 121) IPS
mempunyai arti „sebagai pelajaran ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk pendidikan
tingkat
SD,
tingkat
menengah.‟
Disini
dimiringkan
kata
menyederhanakan. Menyederhanakan mengandung arti: 1) menurunkan tingkat kesukaran ilmu-ilmu sosial yang biasanya dipelajari di universitas menjadi pelajaran yang sesuai dengan kematangan berpikir para siswa sekolah dasar dan lanjutan; 2) mempertautkan dan memadukan bahan berasal aneka cabang ilmuilmu pelajaran yang mudah dicerna.
17
18
Dengan demikian, IPS adalah bidang studi yang mempelajari dan menelaah serta menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat ditinjau dari berbagai aspek kehidupan secara terpadu. 2.
Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Pengetahuan sosial sesungguhnya telah melekat dalam diri tiap orang.
Pengetahuan sosial diperoleh secara alamiah dari kehidupan sehari-hari. Namun hal tersebut belum cukup, mengingat bermasyarakat dengan segala persoalannya itu makin berkembang. Untuk menghadapi kehidupan yang demikian itu, pengetahuan sosial yang diperoleh secara alamiah tidak cukup. Pendidikan formal, khususnya pendidikan di sekolah menjadi tuntuan yang tidak dapat diabaikan. Tujuan harus dikaitkan dengan tantangan yang dihadapi tiap orang dalam kehidupan, terutama tantangan yang akan dihadapi anak didik di hari-hari mendatang. Sesuai dengan tantangan tersebut, Sumaatmadja (2006, hlm. 1.10) menyatakan bahwa pendidikan IPS ini memiliki tujuan sebagai berikut, yaitu: “membina anak didik menjadi warga negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya sendiri serta bagi masyarakat dan Negara.” Untuk merealisasikan tujuan tersebut, proses mengajar dan membelajarkannya, tidak hanya terbatas pada aspek-aspek pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) saja, melainkan meliputi aspek akhlak (afektif) dalam menghayati serta menyadari kehidupan yang penuh dengan masalah, tantangan, hambatan dan persaingan ini. Melalui pendidikan IPS, anak didik dibina dan dikembangkan kemampuan mental intelektualnya menjadi warga negara yang berketerampilan dan berkepedulian sosial serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Menurut Ischak (2007, hlm. 1.38) secara keseluruhan tujuan pendidikan IPS di SD adalah sebagai berikut: a. Membekali anak didik dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupannya kelak di masyarakat. b. Membekali anak didik dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisis dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat. c. Membekali anak didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat dan berbagai bidang keilmuan serta bidang keahlian.
19
d. Membekali anak didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif dan keterampilan terhadap pemanfaatan lingkungan hidup yang menjadi bagian dari kehidupan tersebut. e. Membekali anak didik dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembangan kehidupan, masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk mewujudkan tujuan di atas, guru IPS yang berkewajiban sebagai pengembang kurikulum, senantiasa harus memperhatikan tujuan tersebut yang dituangkan dalam persiapan mengajar atau biasa disebut tujuan pembelajaran khusus. Mengenai tujuan pembelajaran IPS yang disusun berdasarkan atas taksonomi tujuan pendidikan Hanifah(2008, hlm. 111) menjelaskan tujuan ilmu pengetahuan sosialberorientasi pada perubahan tingkah laku para siswa yakni: “1) Pengetahuan dan pemahaman, 2) Nilai dan sikap, 3) Keterampilan sosial, intelektual dan personal.” a. Pengetahuan dan Pemahaman 1) Pengetahuan mengenai fakta, yakni segala informasi dan data yang dapat diperiksa ketepatannya dan telah diterima secara umum bahwa hal itu benar. 2) Pengetahuan mengenai konsep-konsep yakni ide umum dalam pikiran seseorang yang merupakan kelompok dari sesuatu atau tindakan yang mempunyai nilai dan sifat tertentu. 3) Pengetahuan mengenai generalisasi, yakni pernyataan umum atau teori yang menyatakan antara beberapa konsep yang mempunyai nilai yang luas. b. Nilai dan Sikap Anak-anak membutuhkan nilai untuk menafsirkan dunia sekitarnya sehingga dia mampu melakukan perspektif. Nilai-nilai sosial merupakan unsure di dalam pembelajaran IPS. Berdasarkan nilai-nilai sosial yang berkembang di dalam masyarakat, maka berkembang pula sikap-sikap sosialnya. Faktor keluarga, masyarakat pribadi/tingkah laku guru sendiri besar pengaruhnya terhadap perkembangan nilai-nilai dan sikap anak. Guru dapat mengembangkan
sikap
misalnya
menghormati
dan
menerima
aturan,
mengembangkan rasa tanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat, mengenal dan menggunakan sebaik-baiknya sumber-sumber alam, sikap kritis dan analisa diskriminatif dan lain-lain. Sikap dan nilai bersumber pada pengetahuan.
20
c.
Keterampilan Sosial, Intelektual dan Personal Beberapa keterampilan sosial yang didapat siswa dalam pembelajaran IPS,
yaitu: 1) Keterampilan sosial Keterampilan
sosial
merupakan
penggabungan
dari
pengetahuan,
keterampilan akademis dan sikap dan nilai yang baik. Nilai dan sikap yang baik adalah semua sikap dan nilai yang patut dimiki oleh para siswa. Menurut Jack Fraenkel (dalam Hanifah, 2008, hlm. 123) mengkategorikan keterampilan sosial IPS sebagai „Keterampilan untuk membuat rencana dengan orang lain, partisipasi dalam usaha meneliti sesuatu, partisipasi aktif dalam diskusi kelompok, menjawab secara sopan pertanyaan orang lain, memimpin diskusi kelompok, bertindak secara bertanggungjawab, dan menolong orang lain.‟ Keterampilan sosial perlu dimiliki peserta didik dan harus diajarkan dan harus dilatih dalam proses pembelajaran IPS. Karena kerampilan sosial dapat terbentuk melalui proses pembelajaran. 2) Keterampilan intelektual Menurut J.P Guilford (Hanifah, 2008, hlm. 123) mengemukakan teori mental dengan lima keterampilan dasar berupa Kognisi yaitu sebanding dengan kesesuaian fakta dan ide, ingatan yaitu sehubungan dengan ingatan pada suatu informasi, berpikir konvergensi yaitu menyatakan norma perilaku, berpikir divergensi yaitu menunjukkan adanya kreativitas dan kecakapan memecahkan masalah, dan evaluasi. 3) Keterampilan mengenal diri atau personal a) Penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, anggota masyarakat dan warga negara. b) Menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Sesuai dengankurikulum 2006(dalam K3S, 2006), mata pelajaran IPS memiliki tujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: a) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya. b) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial. c) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
21
d) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat majemuk, ditingkat lokal, nasional, dan global. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pembelajaran IPS bertujuan membentuk warga negara yang berkemampuan sosial dan yakin akan kehidupannya sendiri ditengah-tengah kekuatan fisik dan sosial, yang pada gilirannya akan menjadi warga negara yang baik dan mengembangkan rasa bertanggung jawab dalam mempertahankan kehidupan dengan mengikuti perkembangan jaman kearah yang positif. 3.
Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Ruang lingkup IPS menurut Ischak (2007, hlm. 1.37) adalah “hal-hal yang
berkenaan dengan manusia dan kehidupannya meliputi semua aspek kehidupan manusia dan kehidupannya meliputi semua aspek kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat.”
IPS berkenaan dengan cara manusia memenuhi
kebutuhannya, baik kebutuhan untuk memenuhi materinya, sumber daya yang ada di permukaan bumi, mengatur kesejahteraannya maupun kebutuhan lainnya dalam rangkap mempertahankan kehidupan masyarakat manusia. Berdasarkan kurikulum 2006 (dalam K3S, 2006) ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
Manusia, tempat, dan lingkungan Waktu, keberlanjutan, dan perubahan Sistem sosial dan budaya Perilaku ekonomi dan kesejahteraan rakyat
Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial(IPS) sebagai program pendidikan, tidak hanya menyajikan pengetahuan sosial semata-mata, melainkan harus pula membina peserta didik menjadi warga masyarakat dan warga negara yang memiliki tanggung jawab atas kesejahteraan bersama dalam arti yang seluas-luasnya. Oleh karena itu, peserta didik dibinanya tidak hanya cukup berpengetahuan dan berkemampuan berpikir tinggi, melainkan harus pula memiliki kesadaran yang tinggi serta tanggung jawab yang kuat terhadap kesejahteraan masyarakat, bangsa negara. Dengan demikian IPS tidak hanya terbatas pada materi yang bersifat pengetahuan, melainkan meliputi nilai-nilai yang wajib melekat pada diri peserta didik sebagai warga masyarakat dan warga negara.
22
Menurut Sumaatmadja
(2006, hlm.1.17) sebagai bidang pengetahuan,
ruang lingkup IPS yaitu “kehidupan manusia dalam masyarakat atau manusia sebagai anggota masyarakat atau dapat juga dikatakan manusia dalam konteks sosial”. Ruang lingkup IPS sebagai pengetahuan, sebagai pokoknya adalah kehidupan manusia di masyarakat atau manusia dalam konteks sosial. Ditinjau dari aspek-aspeknya, ruang lingkup tersebut meliputi hubungan sosial, ekonomi, psikologi sosial, budaya, sejarah, geografi dan aspek politik. Dari ruang lingkup kelompoknya, meliputi keluarga, rukun tetangga, rukun kampung, warga desa, organisasi masyarakat, sampai ke tingkat bangsa. Ditinjau dari ruangnya, meliputi tingkat lokal, regional sampai ke tingkat global. Sedangkan dari proses interaksi sosialnya, meliputi interaksi dalam bidang kebudayan, politik dan ekonomi. Tiap unsur menjadi subsistem dari ruang lingkup tersebut, berkaitan satu sama lain sebagai cerminan kehidupan sosial manusia dalam konteks masyarakatnya. Dengan demikian, ruang lingkup itu tidak hanya luas cakupannya, juga meliputi aspek dan unsur yang besar kuantitasnya. Untuk menyesuaikan lingkup tersebut dengan jenjang pendidikan dan tingkat kemampuan peserta didik. Selaku guru IPS wajib melakukan seleksi, baik berkenaan dengan aspek maupun berkenan dengan permasalahan. Dalam hal ini selaku guru wajib
mengenali sumber dan
pendekatan sesuai dengan peserta didik yang menjadi subjek pendidikannya. Mengingat manusia dalam konteks sosial itu demikian luas, maka pembelajaran IPS di tiap jenjang pendidikan kita harus melakukan pembatasanpembatasan sesuai dengan kemampuan siswa pada tingkat masing-masing. Ruang lingkup pembelajaran IPS di tingkat sekolah dasar dibatasi sampai gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau oleh geografi dan sejarah. Terutama masalah gejala sosial kehidupan sehari-hari yang ada pada lingkungan hidup murid-murid SD dengan menggunakan metode dan pendekatan kesadaran anak didik terhadap gejala dan masalah kehidupan kemudian dikembangkan dan dipertajam. 4.
Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil
belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratakan bahwa objek yang dinilainya adalah hasil belajar siswa.
23
Menurut Suprijono perbuatan,
nilai-nilai,
(2012, hlm. 5) “hasil belajar adalah pola-pola
pengertian-pengertian,
sikap-sikap,
apresiasi
dan
keterampilan.” Hal ini mencerminkan penguasaan siswa yang mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sedangkan menurut Sudjana (2012, hlm. 22) “hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.” Seseorang dikatakan telah belajar jika dapat melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan sebelumnya. Menurut Benyamin Bloom (Sudjana, 2012, hlm. 22) membagi hasil belajar kedalam tiga ranah meliputi: a. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. b. Ranah afektif berkenaan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. c. Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada aspek ranah psikomotoris, yakni gerak refleks, keterampilan gerak dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerak ekspresif dan interpretatif. Melalui penjelasan di atas, maka hasil belajar yang diteliti pada materi keberagaman suku dan budaya Indonesia, yaitu dari ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Pada ranah kognitif di peroleh dari hasil tes, ranah afektif di peroleh dari proses belajar, dan ranah psikomotor diperoleh dari proses belajar siswa.
B. Model Pembelajaran Quantum 1. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran menurut Gunder (dalam Heriawan, 2012, hlm. 1) yaitu „kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar.‟ Ada banyak model pembelajaran yang berkembang untuk membantu siswa berpikir kreatif dan produkif. Bagi guru, model untuk merancang kurikulum pada siswa-siswanya.
24
Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode, atau prosedur pembelajaran. Menurut Heriawan (2012, hlm. 1) istilah model pembelajaran mempunyai 4 ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau metode pembelajaran, yakni; a. Rasional teoritis logis yang disusun oleh pendidik, b. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai, c. Langkah-langkah pembelajaran yang diperlukan agar model pembelajaran dapat dilaksanakan secara optimal, d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat dicapai Keempat bagian tersebut merupakan pendoman praktis guru
akan
melaksanakan suatu pembelajaran. 2. Macam-Macam Model Pembelajaran Pemilihan model pembelajaran yang digunakan guru dipengaruhi oleh materi yang akan diajarkan, tujuan yang ingin dicapai dan kemampuan peserta didik. Menurut Kardi & Nur (dalam Gusrayani, 2010, hlm. 170) mengatakan bahwa „model terbaik itu terkomposisi dari tepatnya si model dengan karakteristik bahan ajar, tingkat usia anak, keadaan kelas dan tentu tepat dengan sasaran tujuan pembelajaran‟. Jadi dalam menetapkan pembelajaran, bukan tujuan yang menyesuaikan dengan model atau karakter anak, melainkan model hendaknya menyesuaikan kebutuhan. Efektivitas penggunaan model dapat dicapai
bila
model sesuai dengan semua komponen. Joyce, dkk. (2009, hlm. 31) mengelompokkan model-model pengajaran ke dalam empat kelompok pengajaran yang berorientasi pada (sikap) manusia dan bagaimana mereka belajar. Kelompok-kelompok tersebut adalah: a. Kelompok model pengajaran memproses informasi (the informationprocessing family) b. Kelompok model pengajaran sosial (the social family) c. Kelompok model pengajaran personal (the personal family) d. Kelompok model pengajaran sistem perilaku (the behavioral systems family) Dapat dilihat dari pendapat joyce ada 4 pengelompokan model pengajaran lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut. Pertama, model memproses informasi menurut Joyce, dkk. (2009, hlm. 31) yaitu
25
Menekankan cara-cara dalam meningkatkan dorongan alamiah manusia untuk membentuk makna tentang dunia (sense of the world)dengan memperoleh dan mengolah data, merasakan masalah-masalah dan menghasilkan solusi yang tepat, serta mengembangkan konsep dan bahasa untuk mentransfer solusi/ data tersebut. Model pembelajaran kelompok ini berorientasi kepada kecakapan terdidik dalam memproses informasi dan cara-cara mereka dapat memperbaiki kecakapan untuk menguasai informasi. Pemprosesan informasi mengacu kepada cara orang menangani rangsangan dari lingkungan, mengorganisasi data, mengembangkan konsep dan memecahkan masalah serta menggunakan lambang verbal dan non verbal. Kedua, model pengajaran sosial difokuskan pada peningkatan kemampuan individu dalam berhubungan dengan orang lain, terlibat dalam proses pembelajaran dan belajar secara produktif.Model pengajaran sosial menurut Joyce, dkk. (2009, hlm. 295) yaitu Model sosial, sebagaimana namanya, menitikberatkan pada tabiat sosial kita, bagaimana kita mempelajari tingkah laku sosial, dan bagaimana interaksi sosial tersebut dapat mempertinggi hasil capaian pembelajaran akademik. Dengan demikian siswa dalam proses belajar akan memasuki nuansa sebenarnya dimana problem sosial yang mungkin dihadapinya setiap hari. Dalam pembelajaranya siswa mencoba mengatasi sendiri permasalahan-permasalahan dengan baik.Tidak hanya mendorong peningkatan aspek sosial, namun juga mendorong aspek intelektual. Oleh karena itu, beberapa tugas akademik yang dikerjakan dengan mengandalkan interaksi sosial bisa disiasati sedemikian rupa untuk meningkatkan hasil pembelajaran. Dengan meningkatkan aspek ini, perkembangan tingkah laku sosial yang baik produktif skil akademik, serta pengetahuan akan sama-sama tercapai. Ketiga, model pembelajarankelompok personal dimulai dari perspektif individu. Model-model ini berusaha bagaimana kita bisa memahami diri kita sendiri dengan baik, bertanggung jawab pada pendidikan, dan belajar untuk menjangkau atau bahkan melampaui perkembangan agar lebih kuat, lebih sensitif, dan lebih kreatif dalam mencari kehidupan yang lebih sejahtera.
26
Keempat, model pembelajaran sistem perilaku berdasarkan teori umum yang umumnya disebut sebagai teori belajar sosial, dan juga dikenal dengan modifikasi perilaku. Prinsip yang dimiliki adalah bahwa manusia merupakan sistem-sistem komunikasi perbaikan diri yang dapat mengubah perilakunya saat merespon informasi tentang seberapa sukses tugas-tugas mereka kerjakan. Menurut Joyce (2009, hlm 40) model-model pengajaran sosial yaitu “belajar menguasai, instruksi langsung, simulasi, pembelajaran sosial dan jadwal terencana.”
Dalam
pembelajarannya
tugas
pendidik
merancang
materi
instruksional dan interaksi yang mendorong produktivitas pembelajaran. Jika pendidik bisa melakukannya, maka siswa pun bisa mudah mempelajarinya. Sebab apa yang muncul pertama sebagai teknik untuk mengontrol orang lain dapat digunakan untuk membebaskan siswa dengan cara meningkatkan kemampuan mereka dalam mengontrol diri. 3. Model Pembelajaran Quantum a. Pengertian model pembelajaran quantum Pembelajaran quantum ini dikembangkan oleh Bobby DePorter yang beranggapan bahwa metode belajar ini sesuai dengan cara kerja otak manusia dan cara belajar manusia pada umumnya. Istilah “quantum” berasal dari dunia ilmu fisika yang berarti interaksi yang mengubah energi mejadi cahaya. Maksudnya dalam pembelajaran
quantum, mengubah interaksi-interaksi kemampuan dan
bakat alamiah guru dan siswa menjadi cahaya yang bermanfaat bagi kemajuan dalam belajar secara efektif dan efisien. Menurut Deporter (2004, hlm. 9) menyatakan “Quantum Teachingdibagi menjadi dua seksi utama: konteks dan isi.” Dalam seksi konteks akan ditemukan semua bagian yang dibutuhkan untuk mengubah suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang mendukung dan rancangan belajar yang dinamis. Sedangkan seksi isi akan ditemukan keterampilan penyampaian untuk kurikulum. Pembelajaran quantum sebagai model yang menyangkut keterampilan guru dalam merancang, mengembangkan dan mengelola sistem pembelajaran sehingga guru mampu menciptakan suasana pembelajaran yang efektif, menggairahkan, dan memiliki keterampilan hidup. Sebagaimana dikemukan
27
Sa‟ud (2008, hlm. 129) “Model quantum
adalah pembelajaran yang
memberdayakan seluruh potensi dan lingkungan belajar yang ada, sehingga proses belajar menjadi suatu yang menyenangkan dan bukan suatu yang memberatkan.” Sesuai konsep pembelajaran quantum menurut Kosasih (2012, hlm. 14) bahwa “menjadikan siswa senang belajar jauh lebih penting ketimbangkan menuntut siswa mau belajar supaya menjadi juara mancapai prestasi tertentu.” Maksud dari pernyataan tersebut bahwa siswa tidak bisa belajar efektif dalam keadaan dirinya stres. Syarat pembelajaran yang efektif adalah lingkungan yang mendukung. Belajar perlu dinikmati dan timbul perasaan suka serta nyaman. Dengan model quantum ini dapat menciptakan suasana yang rileks dan tidak menetapkan target atau menuntut siswa melebihi kemampuannya. Berdasarkan model-model pengajaran menurut Joyce maka model pembelajaran quantum termasuk pada kelompok model pengajaran
sistem
perilaku. Model pembelajaran quantum dan model pengajaran sistem perilaku ini mementingkan penciptaan lingkungan belajar yang memungkinkan manipulasi penguatan perilaku secara efektif sehingga terbentuk pola perilaku yang dihendaki. Siswa
akan memberikan respon pada beberapa variabel yang ada
dalam lingkungan. Menstimulus individu untuk melakukan tertentu. Setelah mempelajari perilaku, kemungkinan menerapkan perilaku tersebut akan diperkuat oleh respons yang muncul dari lingkungan. Misal, jika anak usia dua tahun melihat sebuah meja di dalam ruangan (stimulus), kemudian menunjuknya, dan memverbalisasi pikirinnya dengan mengucapkan meja (respon perilaku), maka tersebut tengah merespon aspek eksternal. b. Prinsip-prinsip model pembelajaran quantum Pembelajaran quantum memiliki lima prinsip yaitu sebagai berikut: 1) segalanya berbicara 2) segalanya bertujuan 3) pengalaman sebelum pemberian nama 4) mengakui setiap usaha 5) merayakan keberhasilan (Deporter, 2004, hlm. 7) Segalanya berbicara maksudnya bahwa seluruh seluruh lingkungan kelas hendaknya dirancang untuk dapat membawa pesan belajar yang dapat diterima siswa. Ini berarti rancangan kurikulum dan rancangan pembelajaran guru,
28
informasi dan bahasa tubuh, kata-kata, tindakan gerakan, dan seluruh kondisi lingkungan haruslah dapat berbicara membawa pesan-pesan belajar bagi siswa. Segala bertujuan maksudnya semua pengubahan pembelajaran tanpa terkecuali harus mempunyai tujuan-tujuan yang jelas dan terkontrol. Sumber dan fasilitas yang terlibat dalam setiap pembelajaran pada prinsipnya untuk membantu perubahan perilaku kognitif, afektif dan psikomotor. Pengalaman sebelum pemberian nama, maksudnya sebelum siswa belajar memberi nama hendaknya telah memiliki pengalaman informasi yang terkait dengan upaya pemberian nama tersebut. Mengakui setiap usaha, maksudnya semua usaha belajar yang telah dilakukan siswa harus memperoleh pengakuan guru dan siswa lainnya. Pengakuan ini penting agar siswa selalu berani melangkah ke bagian berikutnya dalam pembelajaran. Merayakan keberhasilan, maksudnya setiap usaha dan hasil yang diperoleh dalam pembelajaran pantas dirayakan. Perayaan ini diharapkan memberi umpan balik dan motivasi untuk kemajuan peningkatan hasil belajar berikutnya. Jadi dalam proses pembelajaran harus memperhatikan prinsip-prinsip tersebut. psinsip ini memudahkan siswa dalam menerima informasi. c. Langkah-langkah pembelajaran model quantum Menurut Deporter (2004, hlm. 10) kerangka racangan belajar quantum yaitu: 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Tumbuhkan Alami Namai Demontrasikan Ulangi Rayakan
Kerangka rancangan belajar ini dikenal dengan TANDUR. Pertama, tumbuhkan yaitu dengan memberikan apersepsi yang cukup sehingga sejak awal kegiatan siswa telah termotivasi untuk belajar dan mamahami Apa Manfaatnya Bagiku (AMBAK). Pernyertaan menciptakan jalinan dan kepemilikian bersama atau kemampuan saling memahami. Penyertaan akan memanfaatkan pengalaman mereka, mencari tanggapan” yes” dan mendapat komitmen untuk menjelajah.
29
Kedua, alami dengan cara berikan pengalaman nyata kepada setiap siswa untuk mencoba. Unsur ini memberikan pengalaman kepada siswa dan memanfaatkan hasrat alami otak untuk menjelah. Maka dari itu menuntut guru untuk memberikan kegiatan yangmemfasilitasi “kebutuhan untuk mengetahui” siswa. Ketiga, namai yaitu sediakan kata kunci, konsep, model rumus, strategi, dan metodenya. Pada tahap ini penamaan memuaskan hasrat alami otak untuk memberikan identitas, mengurutkan dan mendefinisikan penamaan dibangun di atas pengetahuan siswa. Penamaan adalah saatnya untuk mengajarkan konsep, keterampilan berpikir dan strategi belajar. Keempat, demontrasikan yaitu sediakan kesempatan kepada siswa untuk menunjukan kemampuannya dan menerapakan kemampuan siswa
ke dalam
pembelajaran yanglain, dan ke dalam kehidupan mereka. Kelima, ulangi yaitu dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan kemampuannya. Pengulangan ini memperkuat koneksi saraf dan menumbuhkan
rasa”aku tahu bahwa aku tahu ini!” jadi, pengulangan harus
dilakukan secara multimodalitas dan multikecerdasan. Keenam, rayakan dimaksud sebagai respon pengakuan yang proposional. Perayaan memberi rasa rampung dengan menghormati usaha, ketekunan, dan kesuksesan. d. Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran quantum Kelebihan
model quantum menurut Heriawan, dkk. (2012, hlm. 108)
yaitu: 1) Suasana yang diciptakan kondusif, kohesif, dinamis, interaktif, patisipatif, dan saling menghargai. 2) Setiap pendapat siswa dihargai. 3) Proses belajarnya berjalan sangat komunikatif. Dalam pembelajaran quantum pendidik mampu menyatu dan membaur pada dunia peserta didik sehingga pendidik bisa lebih memahami peserta didik dan bisa mewujudkan belajar dan mengajar yang lebih menyenangkan. Namun
disamping
kelebihan,
pembelajaran
quantum
mempunyai
kekurangan. Kekurangan model quantum menurut Heriawan, dkk. (2012, hlm. 108) yaitu:
30
1) Tidak semua guru dapat menciptakan suasana kondusif kohesif, dinamis, interaktif, patisipatif, dan saling menghargai. 2) Berlebihan memberi reward pada siswa. Maka dari itu guru memerlukan keterampilan secara khusus, karena tanpa ditunjang hal itu, proses pembelajaran tidak akan efektif.
C. Metode Visual Auditori Kinestetik 1. Pengertian Metode Visual Auditori Kinestetik (VAK) Metode mengajar merupakan cara-cara yang ditempuh guru untuk menciptakan situasi yang menyenangkan
dan mendukung kelancaran proses
pembelajaran untuk tercapainya hasil belajar yang memusakan. Menurut Seel dan Richey (dalam Rahman & Amri, 2014, hlm. 59) „metode pembelajaran adalah spesifikasi untuk menyeleksi dan mengurutkan peristiwa atau langkah-langkah dalam sebuah pembelajaran.‟ Metode sebagai tata cara dalam penyampaian dan tingkah laku guru dalam menyampaikan materi ajar. Selaras dengan menurut Sanjaya (2006, hlm. 124) “metode adalah upaya mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegaiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal.”Metode pembelajaran sebuah cara yang ditempuh guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat pembelajaran agar tujuan pembelajaran tercapai oleh siswa. Jadi, dapat simpulannya metode adalah cara mengimplementasikan rencana dan menyelarakan komponen-komponen pembelajaran sehingga proses pembelajaran efektif. Proses pembelajaran efektif ditentukan oleh rangkaian kegiatan yang mendukung dalam penyampaian materi pelajaran. Kegiatan pembelajaran dalam penggunaan metode mengajar harus disesuaikan dengan gaya belajar siswa. Menurut Gunawan (2005, hlm. 87) ada lima gaya belajar untuk memasukan informasi di dalam otak melalui lima pancaindra diantaranya: 1. 2. 3. 4. 5.
Visual (penglihatan) Auditori (pendengaran) Tactile/kinestetik (perabaan/gerakan) Olfactori (penciuman) Gustatori (pengecapan)
31
Namun pada umumnya orang hanya menggunakan hanya salah satu gaya belajar. Tidak ada gaya belajar yang lebih unggul. Semua gaya belajar memiliki keunikan dan juga berharga. Namun yang terjadi saat pembelajaran ada ketidakcocokan antara gaya mengajar dan gaya belajar. Oleh karena itu peneliti mengkombinasikan gaya belajar tersebut. Menurut Deporter (dalam Huda, 2007, hlm. 287) menyatakan “beberapa orang tidak hanya cenderung pada satu modalitas saja, mereka bisa memanfaatkan kombinasi modalitas tertentu untuk meningkatkan kemampuan belajar.”Maka dari itu peneliti mengkombinasikan modalitas untuk meningkatkan hasil belajar yaitu diantaranya visual auditori kinestetik. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model pembelajaran quantum dengan metode tiga gaya belajar yang dimiliki siswa yaitu menggunakan metode Visual Auditori Kinestetik (VAK). Sebagaimana yang dikemukakan Deporter (2004, hlm.85) “metode Visual Auditori Kinestetik (VAK) adalah pembelajaran dengan menggunakan ketiga modalitas visual, auditorial dan kinestetik.” Metode ini menggunakan tiga sensori
yaitu berdasarkan penglihatan,
pendengaran dan gerak atau sentuhan, dengan menggunakan ketiga gaya belajar akan lebih efektif dan siswa aktif dalam pembelajaran. 2. Kelebihan dan Kekurangan Metode Visual Auditori Kinestetik (VAK) Setiap metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan, tidak terkecuali metode Visual Auditori Kinestetik (VAK) juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Menurut Hyunita (2014) kelebihan metode Visual Auditori Kinestetik adalah a. Pembelajaran akan lebih efektif, karena mengkombinasikan ketiga gaya belajar. b. Mampu melatih dan mengembangkan potensi siswa yang telah dimiliki oleh pribadi masing-masing. c. Memberikan pengalaman langsung kepada siswa. d. Mampu melibatkan siswa secara maksimal dalam menemukan dan memahami suatu konsep melalui kegiatan fisik seperti demontrasi, percobaan, observasi, dan diskusi aktif. e. Mampu menjangkau setiap gaya pembelajaran siswa. f. Siswa yang memiliki kemampuan bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar karena model ini mampu melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata.
32
Metode dalam kegiatan pembelajarannya memperhatikan kebutuhan dan gaya siswa. Pembelajaran akan efektif dengan memperhatikan ketiga hal tersebut dengan kata lain memanfaatkan potensi siswa yang telah dimilikinya dengan melatih dan mengembangkannya. Menurut kekurangan menurut Hyunita (2014) yaitu “ tidak banyak orang hanya mampu mengkombinasikan ketiga gaya belajar tersebut. Sehingga orang yang hanya mampu menggunakan satu gaya belajar, hanya akan mampu menangkap materi jika menggunakan metode yang lebih memfokuskan kepada salah satu gaya belajar yang didominasi.” Orang yang mayoritas dengan satu gaya belajar ia akan lebih mudah memahami materi bahan ajar yang diterima daripada harus mengkombinasikan ketiga gaya belajar.
D. Penerapan Model Quantum Melalui Metode Visual Auditori Kinestetik (VAK) 1.
Langkah-langkah Penerapan Model Quantum Melaui Metode Visual Auditori Kinestetik (VAK) Pembelajaran VAK adalah pembelajaran dengan menggunakan tiga
macam-macam sensori dalam menerima informasi, penglihatan, pendengaran, dan gerak. Dalam pembelajaran ini melibatkan aspek kognitif, psikomotor dan afektif. Meskipun ketiga modalitas tersebut hampir semuanya dimiliki oleh setiap orang tetapi hampir dari semua dari mereka selalu cenderung pada satu diantara ketiganya. Ketiga modalitas ini digunakan untuk pembelajaran, pemrosesan dan komunikasi. Bahkan beberapa orang tidak hanya cenderung pada satu modalitas saja, mereka dapat memanfaatkan kombinasi modalitas tertentu untuk meningkatkan kemampuan belajar. Oleh karena itu peneliti
merancang
pembelajaran dengan menggunakan model quantum melalui metode VAK. Melalui metode visual dengan menggunakan media gambar, siswa mengamati keberagaman budaya, melalui metode audio yaitu siswa diminta untuk menyimak kelompok lain, sedangkan pada metode kinestetik siswa melakukan kerja kelompok untuk menyusun puzzle. Pada materi keberagaman suku dan budaya Indonesia memerlukan kegiatan-kegiatan yang efektif dalam proses belajar agar materi pembelajaran
33
mudah diingat oleh siswa. Oleh karena itu peneliti menerapkan metode VAK dengan memperhatikan gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik. Penyampaian materi yang digunakan dalam pembelajaran yaitu dengan menggunkan metode visual kerjasama, keaktifan dan
auditori kinestetik, yang mengutamakan sikap tanggung jawab disertai dengan aspek kognitif,
psikomotor dan afektif. Kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model quantum melalui metode Visual Auditori Kinestetik (VAK) materi keberagaman suku dan budaya Indonesia adalah sebagai berikut: Tahap 1 Tumbuhkan 1)
Guru melakukan apersepsi.
2)
Guru menyampaikan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh siswa.
3)
Guru membangkitkan minat siswa, memberikan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar.
Tahap 2 Alami 4)
Siswa mendengarkan penjelasan guru mengenai materi keberagaman budaya Indonesia.
5)
Siswa
mendengarkan
penjelasan
guru
mengenai
bentuk-bentuk
keberagaman budaya bangsa Indonesia dengan media gambar yang sudah. (visual) 6)
Siswa diajak oleh guru untuk kerja kelompok.
7)
Siswa mendengarkan penjelasan guru peraturan dalam pengerjaanya.
8)
Setelah peraturan dibacakan, guru membagikan LKS pada setiap kelompok.
9)
Siswa diajak oleh guru untuk melakukan menyusun puzzle. (kinestetik)
10) Guru membagikan sampul pada masing-masing kelompok. 11) Siswa mulai menyusun puzzle bersama kelompoknya. Tahap 3 Namai 12) Setelah selesai menyusun puzzle dan
menemukan daerahnya, siswa
mencari bungkusan yang sesuai dengan daerah yang di puzzle. 13) Siswa memempelkan gambar dalam bentuk peta pikiran dan menamainya.
34
Tahap 4 Demontrasikan 14) Secara berkelompok siswa mempresentasikan hasil pekerjaan mereka di depan kelas. 15) Setiap siswa menjelaskan satu keberagaman budaya. Tahap 5 Ulangi 16) Siswa diminta oleh guru untuk memperhatikan kelompok yang sedang memdemontrasikan 17) Siswa mencatat informasi penting dari demontrasi kelompok lain. Tahap 6 Merayakan 18) Siswa dan guru mengoreksi hasil pekerjaan mereka. 19) Siswa diberikan pujian atas melaksanakan kegiatan belajar dengan baik. 20) Siswa diajak guru untuk merayakan hasil usaha dengan menyanyikan lagu wajib. 2.
Teori yang Mendukung Metode Visual Auditori Kinestetik
a. Teori belajar perkembangan kognitif Menurut Slameto (2003, hlm. 13) bahwa: “Dalam perkembangan intelektual terjadi proses yang sederhana seperti melihat, menyentuh, menyebut nama benda dan sebagainya, dan adaptasi yaitu suatu rangkaian perubahan yang terjadi pada tiap individu sebagai hasil inetraksi dengan dunia sekitarnya.” Oleh karena dalam pembelajaran guru harus mampu mengembangkan intelektual siswa. Perkembangan anak SD sangat penting untuk dipahami oleh setiap guru SD khususnya. Hal ini berpengaruh penting terhadap pelaksanaan pembelajaran. Menurut Sumantri& Syaodih(2007, hlm. 1.2) bahwa dengan memahami perkembangan anak SD akan memperoleh keuntungan, diantaranya: 1) Kita akan mempunyai ekspektasi yang nyata tentang anak remaja. 2) Pengetahuan tentang psikologi perkembangan anak membantu kita untuk merespon sebagaimana mestinya pada perilaku tertentu pada seorang anak. 3) Pengetahuan tentang perkembangan anak akan membantu mengenali berbagai penyimpangan dari perkembangan yang normal. 4) Dengan mempelajari perkembangan anak akan membantu memahami diri sendiri.
35
Perkembangan kognitif anak berlangsung secara teratur dan berurutan sesuai dengan perkembangan umurnya.Maka pengajaran harus direncanakan sedemikian rupa disesuaikan dengan perkembangan kecerdasan peserta didik. Tahap-tahap perkembangan menurut Piaget (dalam Dalyono, 2010, hlm.39)yaitu: 1) 2) 3) 4)
Kematangan, Pengalaman fisik/lingkungan, Transmisi sosial, Equilibriym atau self regulation.
Selain itu ia juga membagi tingkat-tingkat perkembangan. Piaget mengemukakan proses anak sampai mampu berpikir seperti orang dewasa melalui empat tahap perkembangan (dalam Sumantri& Syaodih, 2007 hlm. 1.15), yakni: 1) 2) 3) 4)
Tahap sensori motor ( 0 – 2 tahun) Tahap praoperasional ( 2 – 7 tahun) Tahap operasional konkret ( 7 – 11 tahun) Tahap operasional formal ( 11 – 15 tahun)
Kegiatan intelektual pada tahap sensori motor hampir seluruhnya mencakup gejala yang diterima secara langsung melalui indra. Pada saat anak mencapai kematangan dan mulai memperoleh keterampilan berbahasa, mereka mengaplikasikannya dengan menerapkannya pada objek-objek yang nyata. Anak mulai memahami hubungan antara benda dengan nama yang diberikan kepada benda tersebut. Tahap selanjutnya yaitu praoperasional. Menurut Budiningsih (2012, hlm. 37) “tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu preoperasioanal dan intuitif.” Tahap preoperasional (umur 2-4), anak telah mampu mengunakan bahasa dalam mengembangkan konsepnya sedangkan tahap intuitif (umur 4-7), anak telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak. Pada tahap praoperasional perkembangan sangat cepat. Lambang-lambang bahasa yang dipergunakan untuk menunjukan benda-benda nyata bertambah dengan pesatnya. Keputusan yang diambil hanya berdasarkan intuisi, bukannya berdasarkan analisis rasional. Anak biasanya mengambil kesimpulan dari sebagian kecil yang diketahuinya, dari suatu keseluruhan yang besar. Menurut pendapat mereka pesawat terbang adalah benda kecil yang berukuran 30 cm, karena hanya itulah
36
yang nampak pada mereka saat mereka mengadah dan melihatnya terbang di angkasa. Kemampuan berpikir logis muncul pada tahap operasional konkret. Mereka dapat berpikir secara sistematis untuk mencapai pemecahan masalah. Pada tahap ini permasalahan yang dihadapinya adalah permasalahan yang konkret. Pada tahap ini anak akan menemui kesulitan bila diberi tugas yang menuntutnya untuk mencari sesuatu yang tersembunyi. Misalnya, anak sering kali menjadi frustasi bila disuruh mencari arti tersembunyi dari suatu kata dalam tulisan tertentu. Mereka menyukai soal-soal yang tersedia jawabannya. Sedangkan pada tahap operasional formal ditandai dengan pola berpikir orang
dewasa.
Mereka
dapat
mengaplikasikan
cara
berpikir
terhadap
permasalahan dari semua kategori, baik yang abstrak maupun yang konkret. Pada tahap ini anak sudah sapat memikirkan buah pikirannya, dapat membentuk ideide, berpikir tentang masa depan secara realitis. Mengacu pada teori perkembangan kognitif Jean Piaget menyatakan bahwa anak usia SD berada pada tahap operasional konkret. Maka dari itu penerapan metode Visual Auditori Kinestetik (VAK) yang memperhatikan tiga modalitas yaitu penglihatan, pendengaran dan gerak dapat memudahkan siswa memahami
materi.
Dengan
menerapkan
metode
visual
ini
untuk
mengkonkretkan konsep-konsep pada materi keberagaman suku dan budaya Indonesia sehingga siswa mudah untuk memahami materi ajar yang diterima. b. Teori Behaviorisme Menurut Thorndike (dalam Budiningsih, 2012, hlm.21), “belajar adalahproses interaksi antara stimulus dan respon.” Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk tingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi stimulus dan repon. Sesuai yang dikemukan oleh Syarifudin & Nur‟aini (2006, hlm. 92) bahwa “kegiatan belajar terjadi karena adanya hubungan antara stimulus dan response.” Rangsangan akan mengubah tingkah laku berupa tanggapan sebagai upaya untuk mencapai sesuatu atau hasil yang diinginkan.
37
Aliran ini disebut behaviorisme karena sangat menekankan kepada perlunya perilaku yang dapat diamati. Menurut Suryono & Hariyanto (2011, hlm. 58) ciri dari teori ini adalah: 1) 2) 3) 4) 5)
Mengutamaklan unsur-unsur atau bagian kecil Bersifat mekanis Menekankan peran lingkungan Mementingkan pembentukan respon Menekankan pentingnya latihan
Behaviorisme bersifat molekular, artinya lebih menekankan kepada elemenelemen pembelajaran, memandang kehidupan individu terdiri dari unsur-unsur seperti halnya molekul. Para ahli yang mengembangkan teori ini antara lain E.L. Thorndike, Ivan Pavlov, B.F Skiner, J. B. Watson, Clark Hull dan Edwin Guthrie. Ada beberapa istilah
yang harus dipahami terlebih dahulu untuk lebih memahami makna
“hukum belajar” yang dihasilkan dari sejumlah penelitian dari para Ahli. Konsep dasarnya seperti yang dikembangkan oleh Thorndike dan Watson, belajar adalah proses interaksi antara stimulus atau rangsangan yang berupa serangkaian kegiatan
yang bertujuan agar mendapat respon belajar dari objek penelitan.
Respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar yangdapat berupa pikiran, perasaan, atau tindakan. Syarat pokonya, stimulus dan respon harus benar-benar dapat diamati. Oleh karena itu peneliti menerapkan metode visual auditori kinestetik, salah satunya metode kinestetik agar pada saat pembelajaran siswa ikut aktif berpartisasi, dan kerjasama. Sehingga ketika siswa yang melakukan atau ikut serta dalam menemukan informasi, siswa akan lebih mudah untuk memahaminya maupun mengingatnya.
3.
Materi Keberagaman Suku dan Budaya Indonesia Standar kompetensi yang diambil oleh peneliti adalah sebagai berikut. Tabel 2.1 Standar Kompetensi Keberagaman Suku Dan Budaya Indonesia
No .
Standar kompetensi
Kompetensi dasar
Indikator
38
1.1. Memahamisejarah,
1.4Menghargaisuku
1.4.1
kenampakanalam,
bangsa
dan
Menjel
dankeragamansukubangsa di
budaya
askan
lingkungankabupaten/kotadan
setempat(kabupat
pengertia
provinsi
en/kota, provinsi)
n Bhinnek a Tunggal Ika 1.4.2 Menye butkan macammacam suku bangsa di Indonesi a 1.4.3 Mengi dentifika si bentukbentuk keragam an suku bangsa dan budaya. 1.4.4 Meyeb
39
utkan contoh perilaku menghar gai keragam an yang ada
di
masyara kat Materi yang diambil dari buku sumber Asy‟ari, Wahyudi, dan Mintarti, S. (2007). Ilmu Pengetahuan Sosial SD untuk Kelas IV. Jakarta: Erlangga dan Sadiman, I.S. dan Amalia, S. (2008). Ilmu Pengetahuan Sosial 4 SD/MI. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional Budaya masyarakat merupakan segala tata cara kehidupan masyarakat sehari-hari. Budaya masyarakat dapat berupa cara berpakaian, cara berbercocok tanam, atau cara bergaul antaranggota masyarakat. a. Pengertian bhinneka tunggal ika Bhinneka tunggal ika berasal dari bahasa sansekerta yang. Artinya, walau berbeda-beda tetapi tetap satu. Meskipun kita berasal dari suku bangsa yang berbeda-beda, tetapi kita tetap satu, negara Kesatuan Republik Indonesia. b. Macam-macam suku bangsa 1) Suku Bangsa Jawa Suku Jawa tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Namun, aslinya mereka menempati wilayah Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, dan Jawa Timur. Bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa Jawa. Masyarakatnya hidup bertani. Keterampilan khas yang mereka miliki, yaitu membatik, menganyam, dan memahat. Masyarakat Jawa memiliki budi bahasa yang halus. Mereka adalah pekerja keras dan hormat kepada tradisi leluhur. 2) Suku Bangsa Sunda
40
Suku Sunda kita temui di Jawa Barat dan sekitarnya. Mereka menggunakan bahasa Sunda. Bahasa Sunda hampir sama dengan bahasa Jawa. Suku Sunda memiliki karya sastra yang terkenal. Di antaranya adalah cerita pantun, cerita tentang kepahlawanan di Sunda. Masyarakat Sunda umumnya bekerja sebagai petani. Selain itu juga berkebun. Hasil perkebunan yang banyak dihasilkan, yaitu teh dan sayur mayur. 3) Suku Bangsa Batak Suku bangsa ini menempati wilayah Sumatra Utara. Suku bangsa Batak terdiri atas berbagai kelompok. Di antaranya Batak Karo, Mandailing, Toba, Angkola, dan Simalungun. Masyarakat Batak hidup bertani dan beternak. 4) Suku Bangsa Dayak Suku bangsa Dayak menempati wilayah Kalimantan Tengah. Bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa Dayak dan bahasa Nguju. Masyarakat Dayak hidup bertani, berburu ke hutan, dan menangkap ikan. Selain itu, para ibu-ibu di rumah mengerjakan anyaman rotan. c.
Bentuk-bentuk keragaman suku bangsa dan budaya
1) Sumatera Barat a)
Rumah gadang
b) Tari piring c)
Alat musik saluang
d) Pakaian adat Bundo kanduang 2) Jakarta a) Rumah kebaya b) Tari topeng c) Alat musik tehyan d) Pakaian adat betawi 3) Jawa Barat a) Rumah kasepuhan b) Tari jaipong c) Alat musik angklung d) Pakaian adat kebaya 4) Bali
41
a)
Rumah gapura candi bentar
b) Tari pendet c)
Alat musik cengceng
d) Pakain adat
4. Temuan Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dalam penelitian ini adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh: Dian herawati meneliti tentang
penerapan model cooperative learning
melalui metode visual, auditory, kinesthetic (VAK) untuk meningkatkan hasil belajar siswa tentang keberagaman suku bangsa di Indonesia pada mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial kelas IV semester I SDN Darondong Kecamatan Buahdua Kabupaten Sumedang pada tahun 2010. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas dengan desain model Spiral dari Kemmis dan Taggart, yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Dalam penelitian ini terdiri dari tiga siklus yaitu siklus I, Siklus II, Dan Siklus III. Penelitian Dilaksanakan Di Kelas V SDN Darondong Kecamatan Buahdua Kabupaten Sumedang. Dengan materi keberagaman suku bangsa. Dengan objek penelitian berjumlah 17 siswa. Teknik pengumpulan data penelitian yang digunakan adalah observasi, catatan lapangan, LKS, soal tes dan pendoman wawancara. Instrumen yang digunakan yaitu pedoman observasi, pedoman wawancara, catatan lapangan, dan soal. Hasil penelitian menunjukkan kinerja guru dalam merencanakan mengalami peningkatan setiap siklusnya siklus I memperoleh 3,21 atau 80,25%, pada siklus II memperoleh 3,64 atau 91%, dari siklus I mengalami peningkatan 10,75% untuk siklus III memperoleh nilai 3,92 atau 98% dari siklus II mengalami peningkatan 7%. Dari hasil observasi kinerja guru dalam melaksanakan kegiatan mengalami peningkatan, siklus I memperoleh nilai 3,15 atau 78,75% pada siklus II memperoleh nilai 3,60 atau 90% dari siklus I mengalami peningkatan 11,25%, untuk siklus III memperoleh nilai 3,90 atau 97,5 dari siklus II mengalami peningkatan 7,5%. Pada aktivitas siswa, siklus I siswa yang mendapat interpretasi baik (B) berjumlah 4 siswa atau 23,5%, siklus II berjumlah 7 siswa atau 41,2% dan siklus III berjumlah 14 siswa berjumlah 14
42
siswa atau 82,4%. Siswa yang mendapat interpretasi cukup (C) pada siklus I berjumlah 8 siswa atau 47,1%, siklus II berjumlah 9 siswa atau 52,9% dan siklus III berjumlah 3 siswa atau 17,6%, siswa yang mendapat interpretasi kurang (K) pada siklus I berjumlah 5 siswa atau 29,4%, siklus II berjumlah 1 siswa atau 5,8% dan siklus III tidak ada siswa yang memperoleh interpretasi kurang. Sedangkan hasil belajar siswa pada siklus I siswa yang tuntas berjumlah 6 siswa atau 35,3%, pada siklus II yang tuntas berjumlah 10 siswa atau 58,8% dan pada siklus III yang tuntas berjumlah 14 siswa atau 82,4%. Maka dengan penerapan metode visual, auditori kinestetik dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi keberagaman suku bangsa di kelas V SDN Darondong Kecamatan Buahdua Kabupaten Sumedang. Ini
membuktikan bahwa pembelajaran
dengan memperhatikan
gaya
belajar visual auditori kinestetik dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan memotivasi siswa untuk belajar. Hal ini terdapat kesamaan dengan penelitian yang telah dilaksanakan peneliti yaitu pembelajaran dengan memperhatikan modalitas visual, auditori, kinestetik. Oleh karena itu model Visual Auditori Kinestetik (VAK) dalam penelitian ini dapat memecahkan masalah pembelajaran dalam materi keberagaman suku dan budaya Indonesia. Hasil penelitian yang relevan kedua yaitu Dewi Yuliana, Mujiyem Sapti, Erni Puji Astuti yang meneliti tentang peningkatan aktivitas dan hasil belajar matematika melalui model pembelajaran VAK (Visualization, auditory, kinestetic) pada tahun2013. Penelitian ini menggunkan penelitian tindakan kelas yang dilakukan dengan dua siklus. Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SDN Negeri Loana. dengan jumlah siswa sebanyak 31 siswa yang terdiri dari 20 putra dan 11 putri . Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi dan tes. hasil penelitian menunjukkan aktivitas belajar siswa siklus I 69,1%, dan pada siklus II 73,4%. sedangkan hasil belajar siklus I 67,7% dan pada siklus II 80,6%. Maka dengan penerapan model pembelajaran VAK (Visualization, auditory, kinestetic) aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Negeri Loana meningkat. Penerapan model VAK ini terdapat kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu dalam kegiatan pembelajarannya memperhatikan modalitas
43
visual, auditori, kinestetik. Dilihat dari hasil penelitian menunjukkan dengan menerapkan model visual auditori, kinestetik dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu peneliti memilih metode visual, auditori, kinestetik untuk memecahkan masalah pada materi keberagaman suku dan budaya Indonesia. Hasil penelitian yang relevan ketiga yaitu Agus Sunaryo, Wahyudi, H. Setyo Budi yang meneliti tetang penggunaan model pembelajaran visualization, auditory, kinestetic (VAK) dalam peningkatan hasil belajar ips pada siswa kelas IV SDN 2 Abean pada tahun 2014. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di SDN2 Abean. Subjek dalam penelitian ini yaitu siswa kelas IV dengan jumlah 18 siswa yang terdiri dari 11 anak laki-laki dan 7 anak perempuan. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, tes dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan perencanaan siklus I 73%, siklus II 76%, siklus III 82%. Dari hasil observasi kinerja guru siklus I 74%, siklus II 78%, siklus III 85%. Dari hasil observasi aktivitas siswa menunjukkan siklus I 75%, siklus II 77%, siklus iii 84%. Sedangkan hasil belajar siswa setiap siklus mengalami peningkatan pada siklus I 22%, siklus II 61% dan siklus III 83%. Maka dengan penggunaan model pembelajaran Visualization, Auditory, Kinestetic (VAK) pada matapelajaran IPS Pada Siswa Kelas IV SDN 2 Abean mengalami peningkatan. Hal ini terdapat kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti yaitu pembelajaran dengan memanfaatkan kombinasi modalitas visual, auditori, kinestetik. Dengan memanfaatkan kombinasi modalitas
visual, auditori,
kinestetik dapat meningkatkan belajar siswa IV materi keberagaman suku dan budaya Indonesia.
5.
Hipotesis Tindakan Jika model quantum melalui metode Visual Auditori Kinestetik (VAK) di
terapkan pada materi keberagaman suku dan budaya Indonesia maka hasil belajar siswa meningkat.