DEMONSTRASI TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH DI KABUPATEN BONE Ir. St. Najmah,dkk I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar belakang Pembangunan pertanian sebagai salah satu landasan bagi pemulihan dan pertumbuhan
ekonomi dalam jangka panjang menghadapi berbagai tantangan antara lain 1) pemenuhan kecukupan pangan, peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan dan 3) penyediaan lapangan kerja melalui optimalisasi sumberdaya yang ditata dalam sistem agribisnis yang mantap. Pembangunan pertanian yang sentralistik sudah diakui menimbulkan variasi inefisiensi usahatani, disebabkan karena variasi karateristik sumberdaya alam dan keragaan sosial ekonomi masyarakat yang cukup besar (Sudaryanto, 2000). Berdasarkan tantangan dan masalah diatas maka penciptaan dan pengembangan teknologi pertanian yang partisipatif dan spesifik lokasi harus dilakukan (Sudaryanto, 2001) Semenjak dilakukan restrukturisasi sistem penelitian dan pengembangan pertanian dengan didirikannya Balai/loka pengkajian telah memberikan dampak yang positif terhadap penciptaan, adopsi dan penerapan teknologi. Hal ini disebabkan oleh perencanaan program penelitian pengkajian (litkaji) dilakukan secara bottom – up, berdasarkan masalah yang ada, petani diposisikan sebagai subjek dan pelaksana litkaji dilakukan secara partisipatif. Dengan demikian teknologi yang dihasilkan betul – betul yang diinginkan pengguna, secara teknis maupun mengatasi masalah serta secara sosial dapat diterima atau dengan kata lain teknologi tersebut adalah ”Teknologi Spesifik Lokasi”(Budianto, 2001). Sesuai mandat
BPTP merupakan Unit pelaksana teknis Badan Litbang Pertanian,
berperan sebagai pusat komunikasi dan penyedia sumber informasi teknologi serta menciptakan paket teknologi spesifik lokasi bagi pengguna, melalui progran P3TIP/FEATI melaksanakan uji coba/demonstrasi teknologi sesuai dengan acuan pelaksanaan kegiatan yang merupakan penjabaran dari komponen C yakni Perbaikan dan Diseminasi teknologi (Petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan P3TIP/FEATI, 2009). Demonsrasi teknologi bertujuan untuk menguji teknologi yang direkomendasikan BPTP ditingkat lapangan sebagai upayah mendukung pengembang model-model sistem usahatani pada suatu wilayah Dalam rangka mempercepat sosialisasi dan adopsi teknologi oleh pengguna dilapangan diperlukan media efektif untuk penyaluran teknologi tersebut. Salah satu media yang efektif untuk sosialisasi adalah penerapan teknologi produksi bawang merah melalui demonstrasi
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
1
teknologi dilahan petani yang dilakukan secara bersama-sama antara peneliti, penyuluh dan petani. Demonstrasi teknologi produksi bawang merah di Kabupaten Bone dilaksanakan dengan menggunakan anggaran FEATI/P3TIP tahun 2011. Khusus pada aplikasi teknologi di tingkat lapang, dilaksanakan dengan metode temu lapang yang frekwensinya disesuaikan dengan besar anggaran yang tersedia dengan melibatkan petani kooperator, non kooperator, FMA lainnya, penyuluh lapangan maupun stakeholders lainnya. FMA Telle merupakan FMA pelaksana kegiatan demonstrasi yang berlokasi di Desa Telle Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone, dimana anggota kelompok umumnya mengusahakan tanaman bawang merah.
Daya dukung lahan dan kelembagaan saprodi
cukup tersedia. Di desa ini terdapat kios saprodi yang menyediakan seluruh sarana yang dibutuhkan petani antara lain, benih, pupuk dan obat-obatan serta peralatan lainnya. Kegiatan demonstrasi ini sangat memegang peranan penting dalam percepatan transfer teknologi ke tingkat petani dimana melalui proses pembelajaran yang telah dilaksanakan dan sementara berlangsung, dapat memberi solusi terhadap permasalahanpermasalahan yang dialami petani terkait dengan teknologi budidaya bawang merah. 1.2. Tujuan, Sasaran, Keluaran dan Manfaat 1.2.1. Tujuan Jangka Pendek Memperkenalkan dan mendemonstrasikan paket teknologi produksi bawang merah melalui penerapan secara langsung di tingkat petani. Menghimpun umpan balik tentang kesesuaian teknis, ekonomi, sosial dan budaya berkaitan dengan teknologi yang didemonstrasikan 1.2.2. Tujuan Jangka Panjang Berkembangnya teknologi produksi bawang merah di tingkat petani pada sentra pengembangan bawang merah di Kabupaten Bone Meningkatkan pendapatan petani bawang merah di Kabupaten Bone 1.2.3. Sasaran Ketua kelompok tani/petani dalam Gapoktan dan ketua-ketua Gapoktan lain pengelola FMA FEATI yang usaha taninya sama dengan komoditi yang di demonstrasikan 1.2.4. Keluaran Diketahui dan dipahaminya paket teknologi produksi bawang merah
melalui
penerapan secara langsung di tingkat petani Meningkatkan pendapatan petani bawang merah di Kabupaten Bone
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
2
1.2.5. Manfaat dan Dampak Terjadinya peningkatan pengetahuan, keterampilan kontak tani, petani serta menerapkan dalam usahataninya Teradopsinya teknologi produksi bawang merah, sehingga akan berdampak pada peningkatan produksi dan kesejahteraan petani.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
3
II. TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubtitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional. Komoditas ini juga merupakan summber pendapatan dan kesempatan kerja yang memberikan kontibusi cukup tinggi terhadap perkembangan perekonomian wilayah. Namun Usahatani bawang merah merupakan usahatani yang mempunyai resiko tinggi, karena dibutuhkan banyak modal terutama untuk membeli benih yang kebutuhannya mencapai 800-1.000 kg per hektar dan biaya pembelian pestisida serta biaya tenaga kerja, sehingga apabila terjadi kegagalan panen petani menderita kerugian sangat besar. Masalah utama yang sering dihadapi petani dalam berusahatani bawang merah adalah organisme pengganggu tanaman (OPT). OPT penting pada tanaman bawang merah adalah : (1) Ulat bawang (Spodoptera exigua Hubn.) terutama di dataran rendah, (2) hama Thrips (Thrips sp.), (3) Penyakit Layu Fusarium ( Fusarium oxysporum), (4) Penyakit Otomatis atau Antraknose (Colletotricum gloeosporioides), (5) Penyakit bercak ungu/Trotol (Alternaria
porri), (6) penyakit
tepung (Downy mildow), dan (7) Nematoda akar (Ditylenchus sp.)
(Duriat, et al. 1994; Indonesia Report, 2007). Untuk memperkecil resiko gagal panen, pengelolaan usahatani bawang merah harus dilakukan dengan baik dan benar, yang dikenal dengan budidaya tanaman sehat. Di dalam usahatani bawang merah, semua komponen teknologi dalam proses produksi harus dikelola secara tepat dan terpadu, mulai dari pemilihan benih yang tepat, persiapan lahan, pengaturan jarak tanam, pemupukan proporsional, pengairan dan penyiangan, pengelolaan hama dan penyakit, sampai kepada panen dan penanganan pasca panen yang tepat.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
4
III. PROSES PERENCANAAN DAN KOORDINASI KEGIATAN 3.1. Waktu dan tempat Kegiatan ini dilaksanakan pada Tahun Anggaran 2011, yang difokuskan pada aspek penerimaan petani terhadap teknologi yang didemonstrasikan . Lokasi kegiatan di Desa Telle, Kec. Ajangale Kabupaten Bone dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan lokasi P3TIP/FEATI. Kegiatan ini berlangsung dari bulan Januari sampai Desember 2011, pada lahan sawah tadah hujan. 3.2. Pendekatan Kegiatan deseminasi
dilaksanakan berupa kegiatan on Farm dilahan petani dengan
menggunakan pendekatan dan komponen yang terkait dengan teknologi produksi bawang merah, sehingga petani lebih cepat mengadopsi teknologi yang dianjurkan. 3.3. Ruang Lingkup Kegiatan Kegiatan diawali dengan Survei, pembentukan tim pelaksana dan koordinasi di tingkat lapangan dalam rangka penentuan lokasi dan petani pelaksana,serta inplementasi teknologi dan temu lapang. 3.4. Metode Pelaksanaan Demonstrasi dilaksanakan dilahan petani anggota klp tani
Pelaksana
lapangan
dilakukan
sendiri
oleh
petani,
peneliti
dan
penyuluh
sosialisasi dengan mengundang
petani
membimbing dalam hal teknologi dan desain lapangan
Sebelum aplikasi teknologi, dilakukan
kooperator dan non kooperator yang tegabung dalam Gapoktan pengelola P3TIP/FEATI, penyuluh serta Pemda setempat
Pengamatan dilakukan terhadap
tanggapan dan komentar petani anggota
kelompok tani terhadap teknologi yang didemonstrasikan Pada akhir kegiatan (menjelang panen) dilakukan temu lapang 3.5. Analisis Data Analisis respon petani berdasarkan nilai partisipasi yang dilakukan petani Analisis finansial untuk mengetahui kelayakan ekonomi teknologi kaitannya dengan input-output serta R/C ratio
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
5
Analisis deskriptif untuk melihat tingkat kepuasan petani terkait preferensinya dan hasil karakterisasi teknologi yang didemonstrasikan Analisis respon petani dalam FMA untuk mengetahui kesesuaian teknis, ekonomi, sosial, dan budaya petani dengan teknologi yang didemonstrasikan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
6
IV. Prosedur `Pelaksanaan Kegiatan/Metode Pelaksanaan .4.1 Penentuan Lokasi Demonstrasi Penetapan lokasi demonstrasi dilakukan bersama sama pengelola FEATI Kabupaten, Penyuluh lapangan dalam hal ini Koordinator BPP Ajangale dan Ketua FMA Telle. Pemilihan lokasi dilakukan dengan pertimbangan bahwa. : 1) Desa Telle, Kec. Ajangale adalah lokasi P3TIP/FEATI dan merupakan sentra pengembangan bawang merah; 2) letaknya berada dipinggir jalan; 3) mudah dijangkau sehingga dapat dilihat oleh petani sekitar; 4) tidak jauh dari jalan yang dilewati kendaraan roda 2 atau roda 4. Petani pelaksana/kooperator adalah : 1) Anggota kelompok tani Mappasitujue pengelola FMA FEATI 2) bersifat inovatif; 2) mudah diajak kerjasama dalam pelaksanaan kegiatan. .4.2. Pendekatan Kegiatan ini bersifat partisipatif dan dilaksankan di;ahan petani dengan melibatkan kelompok tani Mappasitujue FMA Telle, yang dikawal dan dibimbing penyuluh, teknisi dan peneliti sebagai narasumber 4.3. Koordinasi dan Sosialisasi Koordinasi dilakukan bersama dengan pengelola P3TIP/FEATI, Dinas terkait ( Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Badan Pelaksana Penyuluhan, BPP Ajangale Kab. Bone). Dari hasil koordinasi ditetapkan lokasi kegiatan demonstrasi teknologi bawang merah di Desa Telle Kecamatan Ajangale Kab. Bone pada kelompok tani Mappasitujue FMA Telle Sosialisasi dilaksanakan di desa Telle Kecamatan Ajangale pada tanggal 8 September 2011, dihadiri oleh + 30 orang terdiri dari petani, Penyuluh, Pemda, Peneliti/Penyuluh BPTP Sulawesi Selatan.
Hasil pertemuan ini adalah kesepakatan dengan FMA tentang
pelaksanaan kegiatan. Pelaksanaan sosialisasi ini diisi pula dengan penyampaian teknik pelaksanaan demonstrasi oleh penanggung jawab kegiatan menyangkut hak dan kewajiban para petani pelaksana demplot dan tata cara pelaksanaan kegiatan mulai pengolahan lahan hingga panen. Selanjutnya disampaikan pula penjelasan teknis oleh Peneliti BPTP tentang tata cara penerapan komponen teknologi produksi bawang merah, setelah itu dilakukan pula diskusi antara peserta dengan Peneliti/Penyuluh BPTP. Dari hasil diskusi ternyata dalam berusaha tani bawang merah yang dilakukan petani masih rendah dan kurang layak. Untuk memperbaiki pola usahatani petani tersebut dilakukan dengan mengintroduksi teknologi yang masih dianggap lemah seperti penggunaan varietas unggul, perlakuan benih sebelum tanam, jarak tanam, cara/dosis pemberian pupuk, pengendalian hama dan penyakit
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
7
berdasakan konsep PHT. Dilakukan dengan metode FGD (Focus Discussion Group) bertujuan menggali informasi
kemampuan/
penguasaan
teknologi,
kebiasaan
petani
dalam
mengelola
usahataninya, produksi dan pendapatan yang diperoleh serta masalah yang dihadapi. Keterlibatan anggota kelompok tani, tokoh masyarakat, pemerintah daerah maupun penyuluh
dalam mengemukakan masalah dalam pengelolaan usahatani bawang merah,
menentukan alternative dan penyelesaian bersama, penetapan komponen teknologi yang akan di demonstrasikan serta kesepakatan lainnya petani dan penyuluh berpartisipasi aktif. Kegiatan ini menghasilkan kebersamaan kelompok karena teknologi yang akan diterapkan di lokasi demonstrasi direncanakan dan disepakati bersama. Dari semua peserta yang hadir (100 %) menyatakan pertemuan semacam ini sangat bermanfaat karena menambah keakraban sesama anggota kelompok dan kebutuhan teknologi berdasarkan kebutuhan petani. 4.4. Pelaksanaan Demonstrasi Pelaksanaan di lapangan dilakukan petani, dibimbing oleh peneliti dan penyuluh Untuk menentukan nilai parisipasi terhadap tahapan aplikasi teknologi dilakukan pengisian daftar hadir petani pada setiap temu lapang Setiap aplikasi teknologi dilakukan pertemuan lapang untuk menghimpun umpan balik, menggali tanggapan/komentar anggota kelompok dan peserta lain dengan menggunakan kuisioner agar dapat ditentukan nilai kepuasan serta respon petani Komponen teknologi yang diintroduksi terdiri atas : 1. Varietas unggul Bima (sesuai keinginan petani) 2. Perlakuan benih dengan fungisida antracol 3. Jarak tanam 15 x 20 cm 4. Pemupukan (pukan 5 ton/ha, urea 175 kg/ha, SP-36 175 kg/ha,
Kcl 175 , ZA
300 kg/ha) dan cara pemupukan 5. Pengendalian H dan P berdasarkan konsep PHT 4.5. Temu Lapang Temu lapang ini melibatkan petani kooperator, non kooperator maupun kelompok FMA lainnya serta petugas penyuluhan setempat.
Untuk menghimpun umpan balik, menggali
tanggapan/komentar anggota kelompok maupun peserta lain maka dilakukan pembagian kuisioner yang kemudian diisi oleh masing-masing petani. Temu lapang dilakukan 2 kali yaitu
pada saat menjelang panen, namun pertemuan/bimbingan
tetap dilakukan
serangkaian dengan aktivitas kegiatan demonstrasi.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
8
4.6. Analisis Data Analisis respon petani berdasarkan nilai partisipasi yang dilakukan petani - Karateristik petani/ anggota FMA yang terlibat (faktor internal dan eksternal) - Alokasi waktu berdasarkan komponen aktivitas dalam melaksanaakan demonstrasi teknologi - Alokasi kemampuan penginderaan (telinga, mata, tangan)
menyerap informasi
teknologi dalam proses belajar melalui demonstrasi (tingkat partisipasi petani) - Respon, tanggapan dan komentar petani terhadap teknologi yang didemonstrasikan melalui dialog, wawancara menggunakan daftar pertanyaan yang meliputi : o
Tingkat pengetahuan, pemahaman, kemampuan teknis, dalam
menerapkan
teknologi yang didemonstrasikan o
Masalah yang ada jika teknologi diterapkan
o
Kemungkinan untuk dilanjutkan musim berikutnya
Analisis finansial untuk mengetahui kelayakan ekonomi teknologi kaitannya dengan input-output serta R/C ratio Analisis deskriptif untuk melihat tingkat kepuasan petani terkait preferensinya dan hasil karakterisasi teknologi yang didemonstrasikan Analisis respon petani dalam FMA untuk mengetahui kesesuaian teknis, ekonomi, sosial, dan budaya petani dengan teknologi yang didemonstrasikan
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
9
5.1. Keadaan Umum Wilayah Kabupaten Bone merupakan salah satu kabupaten di pesisir timur Propinsi Sulawesi Selatan yang berjarak sekitar 174 km dari kota Makassar.
Mempunyai garis pantai
sepanjang 138 km dari arah selatan berada pada posisi 4 013’-5006’ LS dan antara 119042’120040’ BT. Luas wilayah
Kabupaten Bone ± 4.559,00, meliputi 27 Kecamatan. Secara
administratif berbatasan dengan : - Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Wajo dan Soppeng - Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sinjai dan Gowa - Sebelah timur berbatasan dengan teluk Bone - Sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Maros, Pangkep dan Barru Wilayah kabupaten Bone termasuk daerah beriklim tropis . Kelembaban udara berkisar antara 95 % - 99 % dengan temperatur berkisar 260C – 430C. Pada priode April – September, bertiup angin timur yang membawa hujan. Sebaliknya pada bulan Oktober – Maret bertiup angin barat, saat dimana mengalami musim kemarau di Kabupaten Bone. Selain kedua wilayah yang terkait dengan iklim tersebut, terdapat juga wilayah peralihan, yaitu Kecamatan bontocani dan Kecamatan Libureng yang sebagian mengikuti wilayah barat dan sebagian lagi mengikuti wilaya timur. Rata- rata curah hujan tahunan diwilayah Bone bervariasi, yaitu: rata-rata < 1.750 mm; 1750 – 2000 mm; 2000 – 2500 mm dan 2500 – 3000 mm (Anonim,2010) Kecamatan Ajangale salah satu Kecamatan yang berada disebelah utara Kabupaten Bone dengan luas wilayah kurang lebih 111,35 km meliputi 14 Desa. Jenis tanah terdiri dari Alluvial 52 %, Garmusol 19 % dan latosol 29 %, curah hujan tertinggi > 200 mm/bulan pada bulan Juni sampai dengan September ( Anonim ,2010) 5.2.Karateristik Petani Karateristik Petani kooperator dan non koopertor menurut umur dan tingkat pendidikan, dalam pelaksanaan demonstrasi teknologi produksi bawang merah dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
10
Tabel 1. Karakteristik petani kooperator dan non kooperator menurut umur pada kegiatan demonstrasi teknologi produksi bawang merah di Desa Telle Kabupaten Bone, 2011 No.
Umur (thn)
Jumlah Petani
Prosentase (%)
1.
< 30
10
21,27
2.
31 – 40
15
31,91
3.
41 - 50
17
36,17
4.
51 - 60
5
10,64
Jumlah
47
100
Sumber : Analisis Data Primer, 2011 Tabel 1. menunjukkan bahwa petani kooperator dan non koopertor paling muda berusia 30 tahun dan paling tua 60 tahun, hal ini menunjukkan bahwa petani kooperator dan non kooperator berada pada usia produktif yang secara fisik memiliki kemampuan untuk berusahatani, meskipun demikian usia tidak menjamin keterampilan seseorang dalam berusahatani tapi perlu intervensi teknologi yang berdaya guna serta
pengambilan
keputusan yang tepat dan dilakukan bersama-sama. Pada Tabel 2, tingkat pendidikan petani masih rendah karena mayoritas hanya menamatkan pendidikan pada sekolah dasar sehingga memberikan
gambaran kapasitas
yang cukup minim dalam memahami informasi teknologi secara jelas. Kapasitas tersebut salah satunya adalah ketidak mampuan menginterpretasi (pandangan teoritis/penafsiran) terhadap informasi teknologi dengan baik sehingga menjadi kendala dalam proses transfer teknologi. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan komunikasi dengan penggunaan bahasa yang relatif sederhana sehingga penyampaian informasi teknologi mudah dipahami petani. Sebelum melakukan kegiatan fisik dilapangan dilakukan sosialisasi untuk mengetahui masalah dan kendala yang dihadapi petani
dalam budidaya bawang merah. Tingkat
pendidikan petani baik petani kooperator maupun non kooperator pada Tabel. 2.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
11
Tabel 2. Karakteristik petani kooperator dan non kooperator menurut tingkat pendidikan pada kegiatan demonstrasi teknologi produksi bawang merah di Desa Telle Kabupaten Bone, 2011 No. 1.
Umur (thn)
Jumlah Petani
Prosentase (%)
29
61,70
SD
2.
SMP
10
21,27
3.
SMA
8
17,03
47
100
Jumlah
Sumber : Analisis Data Primer 5.3. Analisis data 5.3.1. Analisis Tingkat Partisipasi Petani Pada Setiap Pelaksanaan Kegiatan Demonstrasi Teknologi Produksi Bawang Merah Persentase tingkat partisipasi petani pada setiap pelaksanaan kegiatan demonstrasi teknologi produksi bawang merah di Desa Telle, Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone dapat dilihat pada tabel 4: Tabel 3. Persentase Tingkat Partisipasi Pada Setiap Pelaksanaan Kegiatan Demonstrasi Teknologi Produksi Bawang Merah di Desa Telle Kab. Bone, TA.2011
1
Keterlibatan anggota poktan Terhadap Demonstrasi Teknologi Produksi Bawang - Memberikan ide
2
- Merencanakan
2
8
3
- Memutuskan
2
8
4
- Menyediakan lahan
1
4
5
- Menyediakan sarana/prasarana
1
4
6
- Penerapan teknologi
5
20
7
- Menghitung hasil/ubinan
4
16
19
76
No.
Total
N= 25 orang
Persentase Tingkat Partisipasi (%)
4
16
Sumber : analisis Data Primer,2011 Tabel 3, menunjukkan bahwa tingkat partisipasi petani dalam kegiatan demonstrasi teknologi produksi bawang merah yang dilaksanakan oleh BPTP Sulawesi Selatan bekerja sama dengan kelompok tani Mappasitujue FMA Telle mencapai 76 %, nilai tingkat partisipasi tersebut telah mencapai
diatas angka minimun yang telah ditentukan yaitu 60 %
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
12
(R.Hendayana, 2010). Petani sebagai anggota dalam poktan mempunyai wilayah hamparan yang memperoleh introduksi teknologi produksi bawang merah. Jumlah petani sebagai sample dalam
pelaksanaan kegiatan demonstrasi teknologi produksi bawang merah
berjumlah 25 orang petani.Tingkat parisipasi yang paling tinggi yaitu penerapan teknologi dalam pelaksanaan demonstrasi 5 orang petani, sementara yang paling rendah yaitu penyediaan lahan dan sarana dan prasarana hanya 1 orang. 5.3.2. Analisis Finansial Dalam analisis usahatani, nilai produksi yang diperhitungkan dalam bentuk umbi (kg/ha) dikalikan dengan harga bawang yang berlaku yaitu Rp. 7500/kg. Demikian juga biaya produksi dan biaya tenaga kerja termasuk biaya panen dan pasca panen, PBB. Analisis Usaha tani pada Demonstrasi Teknologi Produksi Bawang Merah dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 4.
Analisis Usahatani Demonstrasi Teknologi Produksi Bawang Merah Di Desa Telle, Kec. Ajangale Kab. Bone, TA. 2011.
No
Uraian
1
Biaya produksi
2
Tenaga kerja
3
Biaya tetap (PBB)
4
Total Biaya
5
Petani kooperator 16.726.500
Cara Petani 16.587.500
3.055.000
3.410.000
61.000
61.000
19.842.500
19.997.500
Hasil (Kg)
6.625
5.000
6
Harga bawang merah (Rp/kg)
7.500
7.500
6
Nilai produksi
49.867.500
37.500.000
7
Keuntungan
29.845.000
17.503.500
8
R/C – ratio
1,5
0,9
Sumber : analisis Data Primer,2011 Pada Tabel 4. Hasil yang diperoleh petani kooperator adalah 6.625 kg/ha, sementara petani non kooperator 5000 kg/ha, produksi ada selisih produksi sebesar 1625 kg dengan persentase peningkatan sebesar 32,5 %. Terlihat pula bahwa
selisih pendapatan yang
diperoleh antara petani kooperator dengan petani non kooperator sebesar Rp. 12.367.500, dengan persentase peningkatan pendapatan sebesar 32,98%.
Demikian juga dengan
keuntungan yang di peroleh terdapat selisih sebesar Rp. 12.341.500, dengan persentase peningkatan 70,50%. Tingkat kelayakan teknologi yang diidikasikan dengan nilai R/C ratio masing-masing adalah petani Kooperator R/C ratio 1,5 dan non kooperator 0,9. Angka ini
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
13
menunjukkan bahwa teknologi yang diintroduksi layak untuk dikembangkan, karena memenuhi kriteria adopsi teknologi baik secara teknis, ekonomi dan sosial. 5.3.3. Analisis respon petani Penerapan suatu teknologi menbutuhkan partisipasi kelompok yang menjadi sasaran , karena indikator keberhasilan penerapan teknologi adalah respon yang ditunjukkan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Hal tersebut akan menunjukkan tingkat manfaat yang dirasakan dan akan diuraikan sebagai berikut: Aspek Teknis Secara teknis komponen teknologi yang menjadi bagian, penerapannya mudah dilakukan petani karena penerapan teknologi produksi tidak membutuhkan keahlian khusus dan pelaksanaannya hanya melatih petani sehingga dapat dilakukan dengan baik, begitu pula cara dan dosis pemupukan serta pengendalian hama dan penyakit berdasarkan konsep PHT Aspek Ekonomi Manfaat secara ekonomi yang dapat diperoleh petani kooperator adalah peningkatan jumlah produksi sebesar 1625 kg dengan persentase peningkatan sebesar 32,5 %. Demikian juga dengan keuntungan yang di peroleh terdapat selisih sebesar Rp. 12.341.500, dengan persentase peningkatan 30,21%. Aspek Sosial Budaya Manfaat yang diperoleh dari aspek sosial budaya, adalah meningkatnya keakraban dan kerjasama antar petani dalam satu kelompok karena
dengan kelompok tani lainnya, oleh
penerapan teknologi produksi bawang merah ini melibatkan anggota kelompok
secara partisipatif. Berdasarkan hasil analisis dari beberapa aspek diatas, untuk mengetahui respon petani terhadap teknologi yang didemonstrasikan pada umumnya baik setelah melihat, melakukan dan merasakan manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan komponen teknologi tersebut. Namun demikian,masih membutuhkan waktu untuk berlangsungnya proses pembelajaran yang meliputi pembentukan opini, penguasaan pengetahuan dan keterampilan/pembentukan sikap dan keputusan untuk mengadopsi. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 5 :
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
14
Tabel 5. Respon Petani Terhadap Demonstrasi Teknologi Produksi Bawang Merah di Desa Telle, Kec. Ajangale Kab. Bone, TA. 2011 No. Komponen Respon Persentase Alasan Teknologi (%) 1
2
3
4
5
Varietas Bima
Perlakuan benih
- Menerima
100
- Ragu-ragu
-
-
- Menolak
-
-
- Menerima
100
- Ragu-ragu
-
-
- Menolak
-
-
Jarak tanam 20x 15 - Menerima cm - Ragu-ragu - Menolak
Pemupukan Dosis - Pupuk kandang 5 - Menerima ton/ha - Ragu-ragu - Menolak
Mudah dilakukan Bahan tersedia dipasaran Tanaman tidak terserang penyakit
84
Mudah dilakukan, Produksi tinggi
teratur,
16
-
60 40
Produksi tinggi • Biaya meningkat • Terlalu banyak • Produksi tinggi • Harga KCl mahal • KCl tidak tersedia dilokasi
- Urea 175 kg/ha - SP-36 175 kg/ha - ZA 300 kg/ha - KCl 175 kg/ha
- Menerima - Ragu-ragu - Menolak
72 28
Cara pemupukan
- Menerima - Ragu-ragu - Menolak
84
Pengendalian H & P - Menerima Berdasarkan konsep PHT - Ragu-ragu
84
- Menolak
Sesuai dengan kondisi wilayah Tidak khawatir, daya tumbuh benih 95 % Potensi hasilnya cukup tinggi Tahan kekeringan
16
16 -
Repot
• Mudah dilakukan • Repot dan butuh waktu dan tenaga • Mudah dilakukan •Menghemat biaya •Kuatir tanaman gagal -
Sumber: Data primer setelah diolah,2011
Pada Tabel 5, menunjukkan bahwa respon atau tanggapan petani cukup baik, dari ke 5 komponen teknologi yang mendapat tanggapan positif/menerima 100 % yaitu varietas dan perlakuan benih dengan alasan secara teknis sesuai dengan kondisi wilayah, daya tumbuh bibit 95% dan potensi hasil cukup tinggi. Sementara ada satu komponen teknologi yaitu pengendalian hama dan penyakit berdasarkan konsep PHT yang mendapat tanggapan ragu-ragu yang nilai persentasenya 16 %, dengan alasan kuatir tanamannya gagal.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
15
Sedangkan yang menolak yaitu komponen teknologi
pemberian pupuk kandang dan
penggunaan pupuk KCl yang mendapat tanggapan menolak yang nilai persentasenya masing-masing 40 % dan 28 %, dengan alasan biaya bertambah dan terlalu banyak sehingga harus mendatangkan dari luar desa, harga KCl mahal dan tidak tersedia dipasaran. Nampaknya penggunaan pupuk organic sesuai dosis anjuran pada budidaya bawang merah belum mendapat nilai tersendiri bagi petani. Petani menganggap terlalu banyak dan susah didapat dan merasa penggunaan pupuk organic yang selama ini berikan hasilnya sudah menguntungkan. Menurut Kasryno (1997) dalam penelitian Azis (2004), bahwa teknologi pertanian sifatnya kompleks, sehingga petani tidak dapat menerapkannya sekaligus, tetapi melalui proses pembelajaran yang berkelanjutan. Peranan sumber teknologi dalam hal ini masih diperlukan khususnya dalam mengkomunikasikan dalam bentuk kajian-kajian yang akan memberikan gambaran respon pengguna terhadap teknologi tersebut.
Respon yang
ditunjukkan pengguna merupakan bahan pertimbangan dari eksistensi teknologi tersebut di tingkat petani.
Oleh karena itu perlu dirancang program yang memberikan ruang bagi
terselenggaranya proses komunikasi dan transfer teknologi yang efektif antara sumber teknologi – sasaran antara – sasaran utama. 5.6. Analisis Masalah Selain manfaat yang dapat diperoleh ada pula masalah yang dihadapi petani dalam penerapan komponen teknologi produksi bawang merah, juga dilihat dari beberapa aspek dalam mendukung penerapan suatu teknologi, sehingga akan menjadi pertimbangan untuk pengkajian selanjutnya dimasa yang akan datang. Adapun masalah dan kendala tersebut akan diuraikan sebagai berikut : Aspek Teknis Secara teknis petani tidak mengalami kendala, hanya saja ada keraguan petani jika tidak melakukan pengendalian seperti yang selama ini lakukan, takut gagal panen. Aspek Ekomomi Secara ekonomi masalah yang dihadapi petani adalah petani belum melakukan pemupukan secara berimbang spesifik lokasi. Hal ini terjadi karena kondisi ekonomi dimana petani tidak mampu membeli pupuk yang harganya cenderung mahal.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
16
Aspek Sosial Budaya Status kepemilikan lahan juga merupakan salah satu kendala yang mempengaruhi tingkat adopsi teknologi di petani. Status kepemilikan lahan petani yang berada di Desa Telle, Kecamatan Ajangale” umumnya adalah petani penggarap sehingga lambat dalam hal proses pengambilan keputusan. Sedangkan masalah yang dihadapi terkait dengan aspek sosial budaya , terbatas pada perubahan kebiasaan menjadi lebih banyak bekerjasama, sebagai konsekuensi penggunaan teknologi, namun tidak menjadi suatu masalah yang menimbulkan konflik sehingga masih dapat ditolirir. 5.7. Pembentukan Sikap Dari hasil pengamatan dan wawancara selama kegiatan demonstrasi berlangsung, diperoleh gambaran bahwa dengan adanya
kegiatan demonstrasi teknologi telah
membentuk opini petani yang positif dan penguasaan keterampilan terhadap komponen teknologi produksi bawang merah yang diintroduksi terutama komponen varietas, perlakuan benih, pengendalian hama dan penyakit. Hal ini semakin nyata, terlihat partisipasi petani/masyarakat desa lainnya yang sempat berkunjung pada saat aplikasi kegiatan dilakukan. Begitu interestnya mereka sampai melontarkan berbagai pertanyaan,
hal ini
sangat wajar karena apa yang mereka lihat tidak sama dengan apa yang selama ini dilakukan.
Indikasi
ini
menujukkan
bahwa
telah
terjadi
perubahan
pengetahuan
keterampilan dan sikap (PKS) di tingkat petani. Petani telah termotivasi, sikap keingintahuan terhadap apa yang sedang berlangsung di sekitar mereka, dan berusaha untuk menerapkannya. 5.3.4. Analisis Tingkat Kepuasan Petani Persentase tingkat kepuasan petani pada setiap pelaksanaan kegiatan demonstrasi teknologi produksi bawang merah di Desa Telle, Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone dapat dilihat pada tabel 6:
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
17
Tabel 6. Persentase Tingkat Kepuasan Petani pada pelaksanaan Demonstrasi Teknologi Produksi Bawang Merah di Desa Telle, Kec. Ajangale Kab.Bone 2011. Tingkat Kepuasan (% petani) No
Jasa Litbang dan Pengkajian Sangat Puas
Puas
Kurang Puas
100
-
1
Narasumber sosialisasi
2
Penyediaan benih varietas Bima
24
76
-
3
Bimbingan perlakuan benih
60
40
-
4
Bimbingan penanaman
84
16
5
Bimbingan pemupukan
72
28
6
Bimbingan tahapan pemberian air
8
88
4
7
Bimbingan pengendalian H & P
12
72
16
8
Produksi
80
20
9
Narasumber temu lapang
12
88
-
Rata-rata
12,89
77,78
9,33
Sumber : Analisis data primer,2011
Tabel 6. Tingkat kepuasan petani terhadap narasumber dalam sosialisasi dan temu lapang, teknologi yang
diintroduksi bergantung
pada performen dan materi yang
ditelorkan. Sosialisasi dan temu lapang kegiatan teknologi produksi bawang merah yang dipasilitasi oleh FEATI BPTP Sul Sel kerjasama dengan kelompoktani Mappasitujue dan Pemda setempat meliputi teknologi budidaya bawang merah. Petani merasa puas dengan narasumber yang telah menyampaikan materi teknologi yang
diintroduksi. Tingkat
kepuasan petani terhadap narasumber sosialisasi dan temu lapang masing mencapai 100 % dan sangat puas 12 %, puas 88 %. Kondisi ini masih bisa diperbaiki agar petani menerima hasil sosilisasi dan temu lapang teknologi intrioduksi menjadi sangat puas. Sedangkan tingkat kepuasan petani terhadap bimbingan teknologi yang diintroduksi mulai dari penyediaan benih sampai hasil yang diperoleh mendapat tanggapan petani sangat puas 14,86 %, puas 73,14 %, karena sesuai dengan kondisi wilayah serta mengacu kepada kebutuhan dan harapan petani. Namun beberapa petani yang merasa kurang puas (12 %), hal ini sangat wajar karena apa yang mereka lihat tidak sama apa yang mereka lakukan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
18
dalam usaha taninya, terutama dosis pemberian pupuk organik sesuai anjuran dan pengendalian hama dan penyakit berdasarkan konsep PHT. Dalam kegiatan penyuluhan pertanian, penyuluhan pertanian merupakan kegiatan mengkomunikasikan pesan atau materi penyuluhan atau kegiatan alih pengetahuan dan keterampilan
kepada
pembelajaran. melibatkan
petani
dan
keluarganya
yang
berlangsung
melalui
Oleh karena terjadi alih pengetahuan dan keterampilan
peneliti sebagai
sumber
teknologi
proses
maka akan
yang bertanggung jawab terhadap
ketersediaan teknologi. Penyuluh pertanian sebagai sasaran antara yang dipercayakan menyebarluaskan informasi teknologi dengan menerapkan sistem transfer teknologi yang efektif dan petani sebagai sasaran utama diharapkan memiliki motivasi yang dapat mendorong minat belajar mereka dan harus berorientasi pada masalah yang dihadapi sebagai
jawaban
kebutuhan
inovasinya.
Proses
pembelajaran
yang
berlangsung
mengharuskan terjadinya komunikasi yang efektif antara ketiganya. 5.3.5. Peranan Wanita Tani Pada pelaksanaan kegiatan usahatani bawang merah di Desa Telle, Kecamatan Ajangale, Kabupaten Bone, menunjukkan bahwa keterlibatan wanita dan laki-laki pada usaha tani bawang merah, masih tetap didominasi oleh laki-laki kecuali pada kegiatan ,penanaman, panen dan pasca panen, disajikan pada Tabel 7.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
19
Tabel 7. Analisis Gender Pada Kegiatan Demonstrasi Demonstrasi Teknologi Produksi Bawang Merah di Desa Telle, Kec. Ajangale Kab.Bone 2011. No
Aktivitas
Laki-laki (%)
Wanita (%)
1
Persiapan lahan
100
-
2
Penanaman
30
70
4
Pemupukan
100
-
5
Penyiangan
100
-
6
Pengendalian H & P
100
-
7
Pengairan
100
-
8
Panen
30
70
9
Pelayuan,penjemuran dilapang
60
40
11
Pengikatan hasil
70
30
12
Memasarkan
50
50
Sumber : Analisis data primer,2011
5.3.6. Temu Lapang Temu Lapang dilakukan dua kali yaitu pada saat menjelang panen, bertempat di lokasi demonstrasi teknologi di Desa Telle Kec. Ajangale, Kabupaten Bone. Temu Lapang dihadiri oleh: 1. Ketua Gapoktan /Pengelola FMA 2. Para anggota kelompok tani pelaksana kegiatan Demonstrasi Teknologi Produksi Bawang merah, kelompok tani luar Desa dan kelompok wanita tani. 3. Pemimpin pertanian Kecamatan, Kepala BPP, PPL dan Pengamat Hama 4. Kepala Badan Penyuluhan Pertanian,Perikanan, Peternakan dan kehutanan beserta jajarannya 5. Kepala Desa dan Staf 6. Peneliti dan Penyuluh BPTP Sulawesi Selatan sebagai Narasumber
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
20
Sasaran yang ingin
dicapai dari temu lapang ini adalah para kelompok tani/Kontak
tani/Ketua Gapoktan dan Desa sekitarnya dalam T.A 2011 ini sebagai sasaran antara yang diharapkan meneruskan informasi yang diperoleh kepada para petani lainnya, didukung oleh pengambil kebijakan dan narasumber Peneliti dan Penyuluh Pertanian. Disamping itu membangun mekanisme umpan balik untuk mengetahui tingkat adopsi dan persepsi petani serta
hambatan
–
hambatan
pelaksanaan
dilapangan
terhadap
teknologi
yang
didemonstrasikan. Kepala Desa Telle dalam arahannya mengharapkan melalui progran pemberdayaan petani, BPTP Sul-Sel di Makassar dapat memberikan peran yang lebih besar didalam merakit komponen inovasi teknologi yang tepat guna dan spesifik lokasi sehingga teknologi yang dikeluarkan betul-betul kebutuhan petani dan dapat digunakan secara baik oleh mereka.
Umpan Balik Temu Lapang/Pertemuan 1. Apa keuntungan kalau kita melakukan perlakuan benih serta pestisida apa yang diberikan?
Jawab Perlakuan benih sangat besar manfaatnya terutama masalah penyakit khususnya cendawan yang menyebabkan penyakit. Pestisida yang digunakan yang berbahan aktif mankoseb seperti Antracol atau Daconil 2. Adakah persyaratan khusus lahan serta berapa lebar bedengan dan kedalaman saluran drainase, bila kita mau menanam bawang merah?
Jawab : Persyaratannya tidak terlalu rumit yaitu pengolahan tanah sempurna hanya
saja
permukaan tanah diusahakan benar-benar rata, pada saat pengolahan tanah terakhir beri pupuk dasar 5 t/ha pupuk kandang dan 175
kg SP-36 disebar rata di atas
bedengan, kemudian dicangkul dan diaduk sedalam lapisan olah. Lebar bedengan 1,2 m panjang sesuai dengan keadaan lahan, antar bedengan kita buatkan parit selebar 50 cm dan kedalaman 50 cm. 3. Berapa dosis yang paling minimal penggunaan pupuk kandang yang digunakan, sesuai petunjuk teknis 5 ton/ha bagi petani cukup berat disamping harga juga tidak tersedia?
Jawab : Kalau kita mau mencapai produksi maksimal sebaiknya kita sesuaikan dengan petunjuk, namun bila tidak memungkinkan bisa dikurangi dengan catatan tanah harus selalu dalam keadaan gembur.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
21
4. Masalah pemupukan berimbang dengan menggunakan KCl, dipasaran tidak tersedia, kebiasaan petani hanya menggunakan Ponska, Urea, SP-36, dan PPC,
Jawab : Selama kebutuhan N, P dan K terpenuhi tidak ada masalah, seperti kandungan Ponska terdiri dari 15 : 15 : 15 artinya N,P,K yang ada dalam ponska masing – masing 15. Kita tinggal menghitung berapa N,P dan K yang dibutuhkan tanaman untuk menetapkan masing – masing dosis pupuk yang digunakan. 5. Permasalahan yang sering terjadi dan kadang menyebabkan gagal panen yaitu tanaman tiba-tiba daun menguning dan terputar, serta bakal umbi membusuk sehingga tanaman mudah tercabut. Bagaimana cara menanggulangi bila kita temukan tanaman seperti ini, apa nama penyakit tsb?
Jawab; • Sebaiknya kita lakukan pencegahan yaitu perlakuan benih sebelum benih tanam dengan fungisida yang efektif seperti Antracol 70 WP dan Daconil 70 WP, sebanyak 100 g/100 kg umbi benih. • Jika ditemukan tanaman dengan gejala seperti di atas, dicabut dan dimusnahkan. • Jika Rotasi tanaman dengan tanaman bukan bawang-bawangan, tapi perlu waktu yang lama. • Perbaikan sistem drainase lahan. • Menanam umbi benih yang bebas patogen
6. Apakah ada cara lain
yang bisa digunakan untuk mengendalikan Hama Ulat
Bawang,mengingat harga pestisida kimia mahal yang mana prekwensi pemberian yang kami lakukan setiap hari mulai dari umur 28 hst sampai panen.
Jawab; Pemasangan lampu perangkap antara 10-15 cm di atas bak perangkap, sedangkan mulut bak perangkap tidak boleh lebih dari 40 cm di atas pucuk tanaman bawang merah 7. Kapan sebaiknya kita melakukan penyemprotan dan pestisida apa yang paling tepat untuk mengendalikan ulat pada pertanaman bawang merah?.
Jawab; Pengendalian secara kimia sebaiknya dilakukan apabila populasi hama sudah melampaui ambang pengendalian (intensitas kerusakan daun lebih besar atau sama dengan 5% per rumpun atau telah ditemukan 1 kelompok telur), dan apabila cara pengendalian lainnya sudah dilakukan tetapi tidak mempu menekan perkembangan hama
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
22
tersebut. Penyemprotan dengan insektisida efektif seperti Hostathin 40 EC. Namun sebelum kita melakukan penyemprotan kita melakukan pemantauan sejak tanaman berumur 15 hari dan diulang 2 kali per minggu. Jumlah tanaman contoh adalah 10 tanaman (rumpun) per petak yang ditentukan secara sistematis dengan menggunakan metode penarikan contoh bentun U atau sistem diagonal. 8. Bila tidak ada hujan, berapa kali pemberian air yang harus kita lakukan sampai panen?
Jawab; Pengairan atau menyiraman: dilakukan sesuai dengan umur tanaman yaitu: - Umur 0-10 hari, 2 kali sehari (pagi dan sore hari) - Umur 11-35 hari, 1 kali per hari (pagi hari) - Umur 36-50 hari, 1 kali per hari (sore hari) - Umur 51 hari sampai panen, 1 kali per hari (pagi atau sore hari). 9. Sebaiknya BPTP juga melaksanakan demonstrasi di kelompok tani lain
Jawab;
Kita diarahkan dilokasi FEATI, akan dipertimbangkan dan dilihat peluangnya 10. Dari hasil diskusi/umpan balik hasil kunjungan lapang, ternyata sudah ada 15 orang yang langsung mencoba menerapkan dilahannya pada saat demonstrasi berlangsung dengan beberapa komponen teknologi seperti perlakuan benih dan pengendalian hama dan penyakit berdasarkan konsep PHT,dan ingin mencoba kembali pada musim tanam berikutnya.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
23
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Tingkat partisipasi petani terhadap kegiatan demonstrasi teknologi produksi bawang merah 76,6 %, dengan alasan sesuai dengan kebuthan dan harapan petani. 2.
Tingkat kepuasan petani terhadap bimbingan teknologi yang diintroduksi mulai dari penyediaan benih sampai hasil yang diperoleh mendapat tanggapan petani merasa puas (87 %), karena sesuai dengan kondisi wilayah serta mengacu kepada kebutuhan dan harapan petani.
3. Respon
petani
terhadap
komponen
teknologi
didemonstrasikan dipengaruhi oleh beberapa faktor
produksi
bawang
merah
yang
(1) sosial ekonomi; (2) tingkat
pengetahuan dan wawasan, (3) kemampuan teknis dalam hal ini keterampilan yang dimiliki petani. Teknologi yang membutuhkan biaya yang besar, sulit berkembang walaupun teknologi tersebut secara ekonomi menguntungkan. 4. Teknologi yang diintroduksi layak untuk dikembangkan, karena memenuhi kriteria adopsi teknologi baik secara teknis, ekonomi dan sosial. 5. Keterlibatan wanita tani dan laki-laki pada usaha tani padi sawah masih tetap didominasi oleh laki-laki, kecuali pada kegiatan penanaman, panen dan pasca panen 6.2. Saran 1. Sebaiknya BPTP juga melaksanakan di lokasi/ kelompok tani lain, karena demonstrasi ini efektif dalam upaya menyebarkan informasi teknologi ke pengguna 2. Diharapkan ada
kegiatan diseminasi secara luas baik melalui media cetak,
elektronik, pertemuan ilmiah, uji coba/demonstrasi maupun Gelar teknologi
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
24
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2010. Kabupaten Bone Dalam Angka, 2010. Kerjasama BPS dengan Bappeda dan Statistik Kabupaten Bone Azis, M,. 2004. Kebutuhan dan Sistem Transfer Teknologi Mendukung Peningkatan Pendapatan Usahatani Terpadu Dalam Kawasan Danau Tempe di Sulawei Selatan BPTP, 2008. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan P3TI/FEATI Sulawesi Selatan _____ , 2009. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan P3TI/FEATI Sulawesi Selatan.
Budianto, J. 2001. Pengembangan Potensi Sumberdaya Petani Melalui Penerapan Partisipatif. Makalah Seminar regional BPTP Bengkulu, 31 Oktober – 1 Nopember 2001 di Bengkulu ; 10 hal. Duriat, AS., Soetiarso. L, Prabaningrum, R. Sutarya. 1994. Penerapan Pengendalian Hamapenyakit terpadu pada budidaya bawang merah. Badan Litbang Petanian Puslitbang Hort, Balithort Lembang. Hendayana, R,dkk 2011. Petunjuk Teknis Pengukuran Keberhasilan P3TIP/FEATI Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian ,2011 Nurjanani dan Ramlan, 2008. Pengendalian Hama Spodoptera exigua Hubn. Untuk meningkatkan produktivitas bawang merah pada lahan sawah tadah hujan di Jeneponto, Sulawesi Selatan. Jurnal Pengkajian dan pengembangan Teknologi Pertanian. Vol 11 (2):164-170. Pusat Pengembangan penyuluhan Pertanian Badan Pengembangan SDM Pertanian. 2007. Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Penyuluhan Yang Dikelola Oleh Petani. Sudaryanto, T; I. W. Rusastra ; E. Jawal dan A. Syam 2001. Pengembangan Teknologi Pertanian Dalam Era Otonomi Daerah. Makalah Seminar Regional BPTP Bengkulu, 31 Oktober – 1 Nopember 2001 di bengkulu ; 19 hal.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
25