J. Hort. Vol. 19 No. 2, 2009 J. Hort. 19(2):148-154, 2009
Daya Hasil Beberapa Klon Kentang di Garut dan Banjarnegara Sofiari, E.
Balai Penelitian Tanaman Sayuran Jl. Tangkuban Parahu 517 Lembang, Bandung 40391 Naskah diterima tanggal 19 September 2007 dan disetujui untuk diterbitkan tanggal 2 Desember 2008 ABSTRAK. Penelitian ini merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk memenuhi syarat kecukupan lokasi untuk pengajuan pelepasan varietas baru. Penelitian dilaksanakan di Cikajang-Garut dan Batur-Banjarnegara. Jumlah klon yang diuji sebanyak 11 ditambah 4 varietas pembanding yaitu Granola, Atlantik, Repita, dan Balsa. Rancangan percobaan yang digunakan ádalah acak kelompok dengan 3 ulangan. Populasi tanaman per plot 30 tanaman. Penelitian bertujuan mendapatkan klon kentang unggul di Garut dan Banjarnegara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa klon yang adaptif untuk Garut adalah KS-9, KS-10, dan KS-11, sedangkan Banjarnegara adalah KS-4, KS-6, KS-9, dan KS-11 dengan potensi hasil masing-masing klon lebih dari 18 t/ha. Untuk hasil gorengan terbaik ditampilkan oleh klon KS-1, KS-3, KS-6, KS-8, dan KS-11. Katakunci: Solanum tuberosum; Klon; Daya hasil ABSTRACT. Sofiari, E. 2009. Yield Trial of Potato Clones at Garut and Banjarnegara. This experiment was a series of activities to fulfil numbers of locations of field trial for variety released. The experiment was conducted in Cikajang-Garut and Batur-Banjarnegara. A total of 11 clones and 4 varieties of potato were used. The experiment was laid in a randomized complete block design with 3 replications and consisted of 30 hills per plot. The objective of the research was to determine the highest productivity clones suited in Garut and Banjarnegara. The results indicated that high productivity clones suited in Garut were obtained from clones KS-9, KS-10, and KS-11, while in Banjarnegara were KS-4, KS-6, KS-9, and KS-11 which had productivity more than 18 t/ha. The best potato chip quality were obtained from clones KS-1, KS-3, KS-6, KS-8, and KS-11. Keywords: Solanum tuberosum; Clones; Tuber yield.
Karakter kuantitatif, seperti hasil umbi dan kandungan air pada umbi kentang, sangat dipengaruhi oleh lingkungan tumbuh. Oleh karena itu, sebelum satu varietas kentang dilepas perlu dilakukan pengujian adaptasi di berbagai lokasi. Pengujian daya hasil klon kentang di sentra produksi, seperti daerah Garut dan Banjarnegara perlu dilakukan untuk mengetahui penampilan klon di berbagai lokasi tanam. Klon-klon yang diuji pada penelitian ini, sebelumnya telah melalui 2 kali uji daya hasil pendahuluan di Lembang dan menampilkan hasil yang cukup memuaskan (Hidayat dan Kusmana 2005). Penelitian ini juga merupakan rangkaian kegiatan penelitian yang dilakukan untuk memenuhi syarat kecukupan lokasi, yaitu minimal 6 lokasi uji untuk pengajuan pelepasan varietas (Direktorat Jenderal Tanaman Hortikultura 2007). Dengan melaksanakan penelitian ini akan diketahui respons genetik masing-masing klon terhadap kondisi lingkungan berbeda. Varietas kentang yang beredar di petani saat ini sangat terbatas, yaitu hanya Granola dan Atlantik. Granola ditanam petani sebagai 148
kentang sayur, sementara Atlantik dibudidayakan sebagai bahan baku industri keripik. Penggunaan varietas yang sangat terbatas dapat menyebabkan terjadinya erosi genetik, sehingga bila terjadi ledakan hama atau penyakit pada kedua varietas tersebut, akan berdampak sangat buruk terhadap mata rantai produksi kentang di Indonesia. Oleh karena itu, perlu dilakukan perakitan varietas unggul baru, sehingga tersedia varietas baru yang dapat memberikan pilihan bagi petani kentang. Hasil penelitian terdahulu (Kusmana 2005) menunjukkan bahwa lokasi penelitian di Garut (Kecamatan Cikajang) merupakan lokasi yang sangat cocok untuk tanaman kentang dengan memberikan nilai indeks lingkungan yang tinggi (+10,7). Sebaliknya menurut uji stabilitas lokasi di Banjarnegara memiliki nilai indeks lingkungan yang rendah, yaitu (-5,4). Namun pengujian klon kentang di lokasi yang kurang menguntungkan juga perlu dilakukan karena ada beberapa klon/varietas yang telah dihasilkan pemulia masih dapat beradaptasi dengan baik di lokasi yang marjinal (kurang menguntungkan), misalnya varietas olahan (Panda) dan kentang
Sofiari, E: Daya Hasil Bbrp. Klon Kentang di Garut dan Banjarnegara sayur (Repita). Garut dan Banjarnegara serta dataran tinggi lainnya, untuk saat ini, merupakan sentra tanaman kentang di Indonesia (Subhan dan Asandhi 1998). Penelitian bertujuan mendapatkan klon-klon kentang unggul pada ekosistem sentra produksi Garut dan Banjarnegara. Keluaran dari penelitian ini adalah mendapatkan minimal 2 klon kentang yang unggul dengan daya hasil tinggi dan adaptif pada kondisi lingkungan setempat. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa paling sedikit terdapat 2 klon yang adaptif di lokasi pengujian dan dapat digunakan sebagai bahan baku keripik serta akan diketahui respons genetik masing-masing klon terhadap kondisi lingkungan berbeda.
dengan penimbunan. Penimbunan dilakukan 2 kali, yaitu setelah penyiangan dan pada waktu tanaman berumur 50 HST. Penyiraman dilakukan sekali dalam seminggu dengan cara dileb (digenangi) mulai saat tanam sampai dengan tanaman berumur 70 hari. Pengendalian OPT dilakukan 1 kali dalam seminggu terutama untuk OPT hama. Bahan kimia yang digunakan jenis mancozeb untuk OPT penyakit dan jenis profenopos untuk OPT hama dan dosis yang digunakan sesuai dengan rekomendasi pabrik. Bahan tanaman yang digunakan adalah 15 klon termasuk 4 varietas pembanding yaitu :KS-1, KS-2, KS-3, KS-4, KS-5, KS-6, KS-7, KS-8, KS-9, KS-10, KS-11, Balsa, Repita, Granola, dan Atlantik. Pengamatan dilakukan terhadap:
BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di 2 lokasi, yaitu, lokasi pertama di Garut (Kec. Cikajang), ketinggian tempat 1.200 m dpl dan waktu penelitian pada bulan Juni sampai dengan September 2006. Lokasi kedua adalah Banjarnegara (Kec. Batur) ketinggian tempat 1.500 m dpl dan waktu penelitian mulai bulan Juli sampai dengan Oktober 2006. Bahan terdiri dari 11 klon kentang yang merupakan hasil persilangan tahun 2003. Tetua betina yang digunakan adalah varietas Granola yang memiliki keunggulan hasil tinggi dan tahan virus, sedangkan tetua jantan adalah klon yang berasal dari Michigan Pink dengan karakter tahan organisme pengganggu tanaman (OPT) busuk daun dan baik sebagai bahan olahan keripik. Rancangan percobaan yang digunakan adalah acak kelompok dengan 3 ulangan. Jumlah tanaman/plot untuk masing-masing lokasi/ulangan adalah 30 tanaman. Ukuran plot yang digunakan 7,2 m2. Pupuk buatan yang diberikan adalah NPK 16:16:16 dengan dosis 1.200 kg/ha, sedangkan pupuk kandang yang digunakan adalah kotoran kuda sebanyak 30 t/ha. Jarak tanam yang digunakan 80 x 30 cm. Pemeliharaan tanaman dan proteksi dilakukan seoptimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan di antaranya adalah penyiangan pada umur 30 hari setelah tanam (HST), kemudian dilanjutkan
(1) jumlah tanaman tumbuh, diamati dengan cara menghitung tanaman yang muncul di atas permukaan tanah pada umur 3 MST, (2) jumlah batang utama, dihitung jumlah batang yang hanya keluar dari bawah permukaan tanah pada umur 3 MST, (3) insiden serangan virus dihitung berdasarkan gejala jumlah tanaman yang terserang, (4) vigor tanaman, diamati dengan menggunakan skor 1= sangat buruk dan 9= sangat vigor, diamatai pada umur 60 HST, (5) tinggi tanaman (cm), diamati pada saat berbunga dengan cara mengukur mulai dari permukaan tanah sampai bagian tanaman tertinggi, (6) hasil umbi per tanaman dihitung berdasarkan bobot rerata hasil /plot dibagi dengan jumlah tanaman yang dipanen, sedangkan hasil/ha dihitung berdasarkan rerata pertanaman dikalikan populasi tanaman/ha, (7) persentase umbi konsumsi (>60 g) diamati dengan cara menghitung proporsi distribusi ukuran umbi yang dihasilkan, (8) tes kukus dan keripik dilakukan tidak menggunakan responden. Data hasil percobaan dianalisis menggunakan program MSTAT-C untuk uji lanjut menggunakan uji jarak berganda Duncan taraf 5%, kecuali untuk data tes kukus dan keripik tidak dilakukan pengujian statistik. 149
J. Hort. Vol. 19 No. 2, 2009 HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Tanaman Jumlah tanaman hidup klon-klon KS-3, KS2, KS-10, dan KS-9 lebih tinggi dibandingkan Atlantik, jumlah tanaman hidup pada klon tersebut tidak berbeda nyata dengan ketiga varietas pembanding lainnya, yaitu Granola, Repita, dan Balsa. Sebaliknya tanaman yang tumbuh pada klon KS-4, KS-7, KS-1, dan KS-8 lebih sedikit dibandingkan varietas pembanding. Diduga klon tersebut tidak toleran terhadap kekeringan, karena selama pertanaman tidak terjadi hujan dan air irigasi sangat terbatas. Pertumbuhan awal tanaman sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air irigasi, kesiapan tunas serta gangguan hama dan penyakit. Perkembangan tunas yang prima akan membentuk organ tumbuh lainnya seperti batang, daun, stolon, dan umbi dengan cepat. Untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimal selama pertumbuhannya tanaman kentang diperlukan air antara 100-200 l/tanaman (Haverkort 1982). Petani dataran tinggi PujonMalang menyiasati penanaman musim kemarau dengan cara menggunakan bibit ukuran besar, sehingga dihasilkan pertumbuhan tanaman yang seragam dan lebih vigor. Umbi yang berukuran besar memiliki cadangan makanan yang lebih banyak dibandingkan umbi ukuran kecil. Namun penggunaan umbi bibit besar memberikan konsekuensi budidaya menjadi tidak efisien, karena diperlukan bibit sebanyak 2,53,5 t/ha atau 2 kali lebih banyak dibandingkan ukuran untuk bibit normal. Pemuliaan toleransi terhadap kekeringan dihadapkan kepada 3 permasalahan proses fisiologi tanaman, yaitu efisiensi fotosintesis dan pertumbuhan kanopi, inisiasi umbi serta penyebaran (partitioning) hasil fotosintesis (Vayda 1994). Klon-klon yang mempunyai penampilan tinggi ditemukan oleh KS-3, KS-1, dan KS-5 sebanding dengan varietas pembanding Repita. Pada uji substansi Baru, Unik, Stabil, dan Seragam (BUSS) varietas kentang Repita digolongkan sebagai pembanding untuk uji penampilan (Kusmana dan Sofiari 2006). Tinggi tanaman dibedakan berdasarkan tipe pertumbuhan yang determinat memiliki tinggi yang lebih rendah dibandingkan dengan tanaman yang memiliki tipe pertumbuhan indeterminat (Struik dan Wiersema 150
1999). Tanaman indeterminat umumnya berumur panjang dan biasanya memiliki produktivitas tinggi. Tinggi tanaman merupakan karakter kuantitatif, yang ekspresinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Tinggi tanaman Granola dan Atlantik masing-masing dalam keadaan stres kekurangan air hanya mencapai 34,3 dan 43,3 cm, sedangkan dalam keadaan normal tanpa menggunakan lanjaran dapat mencapai 59 cm (Kusmana dan Basuki 2004). Klon KS-8 memiliki batang berjumlah 4,5 buah yang merupakan satu-satunya klon yang menghasilkan batang terbanyak yang nyata lebih tinggi dari keempat varietas pembanding (varietas Granola yang hanya menghasilkan batang 2,5 buah). Untuk mendapatkan jumlah batang yang ideal dapat dilakukan menggunakan ukuran umbi bibit dan dengan cara mempelajari umur fisiologi bibit (Wiersema 1987). Umbi bibit ukuran besar akan menghasilkan jumlah tunas dan batang yang lebih banyak dibandingkan dengan umbi bibit berukuran kecil. Demikian juga penggunaan bibit pada masa multiple sprout akan menghasilkan jumlah batang yang lebih banyak dibandingkan dengan bibit pada stadia pertunasan apikal. Jumlah mata tunas juga menentukan jumlah batang yang dihasilkan. Selain itu jumlah tunas juga ditentukan oleh faktor genetik (Struik dan Wiersema 1999). Vigor tanaman ditampilkan dengan skala indeks mulai 5,7-9 (sedang-sangat baik). Vigor 9 hanya ditemukan pada 3 varietas pembanding seperti Granola, Atlantik, dan Repita, namun dalam penelitian ini juga dihasilkan beberapa klon yang menampilkan vigor sebanding dengan ketiga varietas tersebut di antaranya adalah KS6 (8,3), KS-1, KS-4, dan KS-9 masing-masing menghasilkan vigor tanaman 7,7. Tanaman yang sangat vigor dicirikan dengan penampilan yang sangat subur, batang kekar dan besar, serta kanopi daun rimbun menutupi bagian batang dan tanah. Klon KS-1 dan KS-8 merupakan klon yang terserang virus terbanyak untuk lokasi Garut. Intensitas serangan pada klon lainnya yang sangat rendah dan sebanding dengan keempat varietas kontrol. Untuk lokasi Batur, sebagaimana di lokasi Garut insiden penyakit oleh virus pada klon KS-1 dan KS-8 paling berat, diikuti oleh klon KS-5 dan KS-10. Gejala serangan virus di
Sofiari, E: Daya Hasil Bbrp. Klon Kentang di Garut dan Banjarnegara Tabel 1. Jumlah tanaman tumbuh, tinggi tanaman, jumlah batang utama, vigor tanaman, dan jumlah tanaman terserang virus (Plant survive, plant height, numbers of stem, plant vigor, and number plants attacked by viruses) 2006 Klon (Clones)
Tanaman tumbuh (Plant survive) #
Tinggi tanaman (Plant height) cm
Jumlah batang /tanaman (No.of stem) #
KS - 1 24,3 bd 57,7 ab 1,7 a KS - 2 27,7 ac 41,0 cf 2,3 a KS - 3 28,7 ac 61,8 a 2,9 a KS - 4 17,3 e 44,8 cd 1,5 a KS - 5 24,3 bd 50,3 bc 2,1 a KS - 6 24,3 bd 41,0 cf 2,6 a KS - 7 20,3 de 31,3 fg 2,3 a KS - 8 23,7 cd 41,7 ce 4,5 b KS - 9 27,7 ac 42,3 ce 2,6 a KS - 10 28,0 ac 39,0 dg 1,9 a KS - 11 24,7 ad 40,0 df 1,9 a Atlantik 21,7 de 43,3 ce 1,9 a Granola 29,7 ab 34,3 eg 2,1 a Repita 30,0 a 57,7 ab 2,9 a Balsa 25,7 ac 30,0 g 2,1 a vigor 1=sangat buruk (very bad), 9= sangat baik (very good)
Batur terlihat lebih banyak dibandingkan gejala serangan yang muncul di Garut. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah tanaman dan klon yang terserang (Tabel 1). Hal ini disebabkan karena lokasi Kecamatan Batur-Banjarnegara memiliki ketinggian tempat yang lebih tinggi daripada Garut, sehingga gejala serangan virus lebih terekspresikan, sehingga mudah diamati. Klon-klon yang relatif lebih tahan terhadap serangan virus yaitu oleh klon KS-2, KS-3, KS4, KS-7, KS-9, dan KS-11 setara dengan varietas pembanding Granola. Jenis virus yang ditemukan pada penelitian ini adalah virus daun menggulung (PLRV) dengan gejala tanaman yang terserang pada bagian daunnya menggulung sampai bagian bawah daunnya terlihat. Hooker (1982) menyebutkan bahwa gejala serangan virus berupa kehilangan hasil, infeksi laten, perubahan warna daun, pertumbuhan kerdil, matinya jaringan daun, dan nekrosis pada umbi serta perubahan bentuk umbi. Granola merupakan salah satu varietas yang resisten terhadap serangan beberapa jenis virus kentang. Kendali genetik untuk ketahanan
Jumlah tanaman terserang virus Vigor tanaman (No. plant attacked by viruses) (Plant vigor) 1-9 Garut Batur # # 7,7 ac 6,3 cd 6,3 cd 7,7 ac 5,7 d 8,3 ab 7,0 bd 5,7 d 7,7 ac 6,3 cd 7,0 bd 9,0 a 9,0 a 9,0 a 7,0 bd
3a 0b 0b 0b 0b 1b 0b 7a 1b 1b 1b 0b 0b 0b 1b
7 ab 1 cd 1 cd 0 cd 5 bc 7 ab 1 cd 10 a 1 cd 2 cd 1 cd 0d 0d 0d 1 cd
virus adalah oligogenik, sehingga seharusnya pemuliaan untuk ketahanan terhadap virus relatif lebih mudah dilaksanakan. Pada tanaman kentang, virus merupakan kendala utama, karena kentang pada umumnya diperbanyak secara vegetatif, sehingga virus sering kali terbawa oleh bibit. Semakin sering bibit digunakan, maka akumulasi virus akan semakin banyak. Virus pada kentang selain dibawa oleh bibit juga dapat ditularkan oleh vektor dan secara mekanis (Hooker1982). Organisme pengganggu tanaman lainnya yang muncul hampir tidak ada atau tidak menimbulkan kerusakan yang berarti. Gangguan hama seperti lalat pengorok daun tidak terjadi di kedua lokasi uji, tetapi serangan ulat pengorok umbi terjadi di Garut menyebabkan kerusakan semua klon sekitar 10%. Ulat pengorok masuk ke dalam umbi terutama pada umbi-umbi yang tidak tertutup tanah. Penyakit tanaman umumnya tidak menjadi masalah pada pertanaman musim kering, kecuali Alternaria spp. (Zachmann 1982), tetapi gejala penyakit tersebut tidak ditemukan pada penelitian ini.
151
J. Hort. Vol. 19 No. 2, 2009 Tabel 2. Jumlah umbi per tanaman, proporsi umbi konsumsi, hasil/tanaman, dan hasil 11 klon kentang (Number of tubers per hill, marketable yield, tuber yield/plant, and yield per ha) Garut dan Batur-Banjarnegara 2006 Klon (Clones) KS - 1 KS - 2 KS - 3 KS - 4 KS - 5 KS - 6 KS - 7 KS - 8 KS - 9 KS - 10 KS - 11 Atlantik Granola Repita Balsa
Jumlah umbi/tan (No.Tuber/ hill) # 7,5 a 4,9 bd 5,1 ad 5,1 ad 5,8 ad 4,8 bd 5,6 ad 6,9 ab 6,7 ab 6,5 ac 4,7 bd 4,0 cd 7,6 a 5,9 ad 3,9 d
Proporsi umbi konsumsi (Marketable yield) Garut Batur % % 59 ab 14 e 71 ab 27 e 42 bc 38 ce 77 a 73 a 68 ab 40 bc 85 a 75 a 65 ab 57 ad 19 c 44 bc 63 ab 63 ac 72ab 67 ab 79 a 59 ad 84 a 80 a 64 ab 59 ad 83 a 75 a 77 a 63 ac
Hasil dan Kualitas Umbi Umbi yang dihasilkan pada semua klon maupun varietas yang diuji relatif rendah, yaitu kurang dari 10 umbi (Tabel 2). Rendahnya jumlah umbi yang dihasilkan diakibatkan oleh kekeringan. Hal ini sejalan dengan pendapat Vayda (1994) bahwa tanaman kentang sangat sensitif terhadap terjadinya kekeringan dan cuaca panas. Varietas Granola dalam keadaan cukup air dapat menghasilkan umbi 13 knol per tanaman, bahkan klon Ingabire dapat menghasilkan 36,4 knol (Kusmana 2003). Jumlah umbi pertanaman berpengaruh terhadap bobot hasil, semakin banyak umbi yang dihasilkan semakin besar bobot umbi. Namun hal itu tidak mutlak karena apabila umbi yang dihasilkan berukuran kecil, maka bobotnya akan rendah. Untuk varietas Repita, kendati jumlah umbi yang dihasilkan relatif sedikit (5,9 knol), tetapi menampilkan bobot umbi yang tinggi, karena umbi yang dihasilkan berukuran besar. Pembentukan umbi kentang diawali dengan formasi stolon, sedangkan stolon mulai terbentuk sejak tanaman muncul dari permukaan tanah. Jumlah stolon yang terbentuk ditentukan oleh beberapa faktor di antaranya varietas, kedalaman tanam, ukuran umbi bibit, kelembaban tanah, 152
Hasil /tanaman (Tuber yield/plant) Garut g 270 cd 187 d 210 cd 293 bd 300 bd 370 ad 300 bd 260 cd 477 ab 407 ac 363 ad 397 ac 373 ad 503 a 357ad
Batur g 432 ab 433 ab 211 b 460 ab 299 ab 447 ab 346 ab 352 ab 444 ab 379 ab 444 ab 407 ab 548 ab 691 a 250 b
Hasil (Tuber yield) Garut t/ha 11,2 cd 7,8 d 8,7 cd 12,2 bd 12,5 bd 15,4 ad 12,5 bd 10,8 cd 19,9 ab 16,9 ac 15,1 ad 16,5 ac 15,6 ad 21,0 a 14,9 ad
Batur t/ha 18,0 ab 18,0 ab 8,8 b 19,2 ab 12,5 ab 18,6 ab 14,4 ab 14,7 ab 18,5 ab 15,8 ab 18,5 ab 17,0 ab 22,8 ab 28,8 a 10,4 ab
serta ketersediaan nutrisi (Struik dan Wiersema 1999). Pemberian air irigasi yang cukup pada saat pembentukan stolon akan menstimulasi tumbuhnya stolon yang banyak, sebaliknya pemberian air yang kurang pada awal masa pertumbuhan berakibat rendahnya jumlah umbi yang dihasilkan. Hasil yang tinggi menjadi kurang berarti apabila umbi yang dihasilkan berukuran kecil, karena umbi berukuran kecil memiliki nilai jual yang rendah. Walaupun suatu varietas mampu menghasilkan umbi ukuran besar, tetapi jumlahnya hanya sedikit juga bermasalah dalam pengadaan bibitnya. Proporsi yang cukup ideal yang dikehendaki petani adalah antara 70-80% ukuran konsumsi dan 20-30% ukuran bibit. Klon yang konsisten menghasilkan umbi besar di 2 lokasi, yaitu klon KS-4, KS-6, dan KS-10 yang sepadan dengan varietas pembanding Atlantik dan Repita. Hasil umbi sedikit lebih tinggi di Banjarnegara daripada di Garut, kecuali klon KS-9 dan KS-10. Hasil tertinggi di Garut ditampilkan oleh varietas Repita (21 t/ha) diikuti klon KS-9, KS-10, dan KS-11 serta 3 varietas pembanding lainnya. Untuk lokasi Batur, hasil tertinggi ditampilkan juga oleh klon Repita (28,8 t/ha) kendati tidak berbeda nyata
Sofiari, E: Daya Hasil Bbrp. Klon Kentang di Garut dan Banjarnegara dengan klon lainnya, kecuali klon KS-3 yang nyata lebih rendah (Tabel 2). Hasil dan kualitas umbi dikendalikan oleh banyak gen (poligenik). Pewarisan sifat kuantitatif sangat dipengaruhi oleh lingkungan, sehingga klon yang baik pada suatu lokasi belum tentu baik apabila ditanam pada lokasi lainnya. Respons hasil yang berbeda pada setiap lingkungan terjadi akibat adanya interaksi antara genotip dengan lingkungannya (Eberhurt dan Russell 1966). Kualitas Olahan Kendala utama pada industri keripik kentang adalah terbatasnya bahan baku yang cocok untuk industri. Industri keripik kentang menginginkan varietas yang apabila digoreng memberikan warna keripik yang baik. Warna kecoklatan (browning) setelah digoreng menjadikan warna keripik tidak menarik selain keripik menjadi pahit, juga protein dan asam amino serta bahan lainnya yang bermanfaat hilang dari produk (Roe dan Faulks 1991, Asgar dan Chujoy 1999). Vitamin yang ada pada kentang adalah vitamin C, yang kandungannya sangat dipengaruhi oleh varietas, tetapi tidak dipengaruhi oleh lingkungan, kisarannya mulai dari 84-145 mg/100 g bobot
kering (Augustin 1975). Warna kecoklatan atau gosong pada hasil gorengan keripik di antaranya disebabkan oleh kandungan gula reduksi yang tinggi. Kandungan gula reduksi pada kentang lebih dipengaruhi oleh varietas dan kultur teknis. Proses browning dinamakan reaksi maillard, yaitu terjadi reaksi antara gula reduksi dan asam amino (Saona dan Wrolstad 1997). Kandungan gula reduksi sangat berperan menyebabkan terjadinya pencoklatan pada keripik, walaupun demikian kandungan gula tidak mutlak menyebabkan browning karena untuk varietas yang berbeda dengan kadar gula yang sama dapat memberikan hasil warna keripik yang sangat berbeda (Roe dan Faulks 1991). Kandungan gula yang ditolerir untuk keripik kentang adalah 2,5-3 mg per gram bahan segar, sedangkan untuk french fries kadar gula yang ditolerir adalah 5 mg per gram bahan segar (Asgar dan Chujoy 1999). Selain kadar gula, kriteria lain yang dipersyaratkan adalah pengukuran Sg (Spesific gravity). Dengan mengetahui nilai Sg dapat ditentukan apakah produk tersebut cocok untuk industri keripik atau untuk kentang goreng (Kusmana dan Basuki 2004). Namun
Tabel 3. Warna daging umbi, rasa umbi kukus, dan penampilan keripik 11 klon kentang dan 4 varietas pembanding (Tuber flesh color, boiled tuber taste, and tuber chip appearance of 11 potato clones and 4 varieties), Lembang 2006 Rasa umbi Kualitas keripik (Chip quality) kukus Kerenyahan Gosong (Boiled tuber Warna (Mealy) (Browning) taste) (Color) (1-3) (1-3) (1-3) KS-1 3 P 3 3 Krem (Cream) KS-2 1 K 1 1 Krem (Cream) KS-3 2 K 2 3 Krem (Cream) KS-4 3 K 3 2 Krem (Cream) KS-5 3 K 3 2 Kuning (Yellow) KS-6 3 P 3 3 Krem (Cream) KS-7 P Krem (Cream) nd nd nd KS-8 3 P 3 3 Putih (White) KS-9 2 K 2 2 Krem (Cream) KS-10 3 P 3 2 Putih (White) KS-11 3 P 3 3 Putih (White) Atlantik 3 P 3 3 Putih (White) Granola 3 K 2 2 Kuning (Yellow) Repita 2 P 2 3 Putih (White) Balsa 3 P 3 3 Krem (Cream) rasa 3=enak (good), 1=getir (bitter); warna (color) P=putih (white), K=kuning (yellow); kerenyahan 1=renyah (mealy), 3=tidak renyah (not mealy); browning 1=browning, 3=terang (light); nd=no data. Klon (Clones)
Warna daging umbi (Flesh color)
153
J. Hort. Vol. 19 No. 2, 2009 nilai Sg dapat dipengaruhi oleh lot asal benih, lokasi panen, ukuran sampel, dan kultur teknis (Klienkopt et al. 1987). Kendati kadar gula dan nilai Sg dapat dijadikan sebagai bahan seleksi untuk menghasilkan kentang olahan, tetapi para praktisi industri keripik dan beberapa peneliti menyarankan agar melakukan tes goreng secara aktual. Hasil tes goreng dan rasa kukus dihasilkan 5 klon yang mempunyai potensi baik, yaitu klon KS-1, KS-3, KS-6, KS-8, dan KS-11. KESIMPULAN 1. KS-6 berpotensi menghasilkan umbi berukuran besar, hasil tinggi, serta dapat dijadikan sebagai bahan baku olahan keripik, direkomendasikan cocok pada ekosistem di Cikajang (Garut) dan Batur (Banjarnegara). 2. KS-11 berpotensi hasil tinggi, dapat dijadikan bahan baku keripik, namun ukuran umbi yang dihasilkan tidak besar, direkomendasikan cocok pada ekosistem Cikajang (Garut) dan Batur (Banjarnegara). 3. KS-10 menghasilkan umbi besar, hasil tinggi, direkomendasikan cocok pada ekosistem di Cikajang (Garut), sementara KS-4 hanya cocok pada ekosistem Batur (Banjarnegara). PUSTAKA 1. Asgar A.A and E. Chujoy, 1999. Chiping Quality of 45 Potato Clones. Potato Research in Indonesia. Research Result in a Series of Working Papers. Collaboration Research Between RIV and CIP. Research Institute for Vegetables. Bandung 40391. p 26-36. 2. Augustin, J. 1975. Variations in the Nutritional Composition of Fresh Potatoes. J. Food Sci. 40:12591299. 3. Direktorat Jenderal Tanaman Hortikultura. 2007. Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi. Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura. Hlm. 1. 4. Eberhurt, S.A. and W.A. Russel. 1966. Stability Parameters for Comparing Varieties. Crop. Sci. 6:3640.
154
5. Haverkort, J.A. 1982. Water Management in Potato Production. International Potato Center, Lima, Peru. Technical Information Bull 15. 22 pp. 6. Hidayat I.M dan Kusmana.2005. Uji Daya Hasil Pendahuluan Kentang. Laporan APBN Hasil Penelitian Keg B.5.1. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. 6 pp. 7. Hooker, W.J. 1982. Virus Diseases of Potato. International Potato Center, Lima, Peru. Technical Information Bull. 19. 22pp. 8. Kleinkopt, G.E., D.T. Westermann, Wille, M.J, and G.D. Kleinshmidt.1987. Spesific Gravity of Russet Burbank Potatoes. Am.Potato J.64:579-587. 9. Kusmana, 2003. Evaluasi Beberapa Klon Kentang Asal Stek Batang Untuk Uji Ketahanan terhadap Phytophthora infestans. J. Hort.13(4):220-228. 10. ________ dan R.S. Basuki. 2004. Produksi dan Mutu Umbi Klon Kentang dan Kesesuaiannya Sebagai Bahan Baku Kentang Goreng dan Keripik Kentang. J.Hort. 14(4):246-252. 11. ________. 2005. Uji Stabilitas Hasil Umbi 7 Genotip Kentang di Dataran Tinggi Pulau Jawa. J.Hort.15(4):254259. 12. ________ dan E. Sofiari. 2006. Uji Substantial BUSS Tanaman Kentang. Laporan Hasil Penelitian Kerjasama Balai Penelitian Tanaman Sayuran dengan Pusat Perlindungan Varietas Tanaman. Hlm. 22-43. 13. Roe. M.A. and R.M. Faulks.1991. Color Development in a Model System During Frying : Role of Individual Amino Acids Sugar. J. Food Sci. 56(6):1711-1713. 14. Saona, L.E.R. and R.E. Wrolstad. 1997. Influence of Potato Composition on Chip Color Quality. Am.Potato J.74:87-106. 15. Struik, P.C. and S.G. Wiersema, 1999. Seed Potato Technology. Wageningen Pers, Wageningen The Netherlans. 381pp. 16. Subhan dan A.A. Asandhi. 1998. Waktu Aplikasi Nitrogen dan Penggunaan Kompos dalam Budidaya Kentang di Dataran Medium. J. Hort. 8(2): 1072-1077. 17. Vayda, M.E, 1994. Environmental Stress and its Impact on Potato Yield. In : J.E. Bradshaw and Mackay, G.R (Eds). Potato Genetics, CAB International, Wallingford, pp. 239-261. 18. Wiersema. S.G., 1987. Effect of Stem Density on Potato Production. Technical Information Bulletin 1. International Potato Center, Lima, Peru.16 pp. 19. Zachmann. R. 1982. Early Blight of Potato. International Potato Center, Lima, Peru. Technical Information Bull. 17. 14 pp.