Laporan Hasil Penelitian lndividu
E
Peran Institusi Lokal
l" T J
o ) J
OJ
=
oq,
Dalam Pembangunan Desa StudiTentang Peran Lernbaga Yasinan Dalam Pembangunan Desa di Kelurahan Gunungterang Langkapura Kota Bandar Lampung Dr. H. Shonhaii, M.Ag.
tt
N'
= E z. F E' r"l
z,
= =
E T ' = C z,
6.t }J
3
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (LP2M)
INSTITUT AGAMA !sLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 201 3
L ao o r an P en eliti an In divid u
PERAN INSTITUSI LOKAL
DALAM PEMBANGUNAN *ESA Studi Tentang Peran Lembaga Yasinan Dalam Pembangunan Desa di Kelurahan Gunungterang Langkapura Kota Bandarlampung
Oleh: Dr. H. Shonhaji, M.Ag.
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT IAIN RADEN INTAN LAMPLING TAHTIN 2013
P elanggaran P asal 7 2 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta 1, Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hck rnelakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 cyat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-mcsing paling singkat 1 (satu) bulan dan / atau Cenda paling sedikit Rp.1.000.000,00 (satu juta), atau pidana penjara paling lama 7
Sanksi
(Tujuh) tahun dan / atau denda pc.iing bcnyak Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
2. Barong siapa dengan sengaja
menyiarkan, memamerkan,
, etalt menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait mengedarkan
sebagaimana dimaksud pada ayct
penjara paling lama
(1) dipidana dengan pidana
5 (lima) tchun dan / qtau dendq
paling
ra.tus
Hak Cipta pada pengarang Dila ra ng me ngutip sebagian ata u mer. F3r'la n',"ak sebegia n ata u :e i: :;h isi buku ini Cengan cara apapun tanpa sc;:;it pei',e;'bit, kecuali ui-,tuk kepentingan penulisan artikel atau [.e rangan iin':iah. I
Judul Buku Pembangunan Desa
:
Peran institusi Lokal
Penulis
: Dr. H. Shonhaji, M.Ag.
Pertama Desain Cover
:
Cetakan
daiarn
2013
: Permatanet
Computer Setting, Lay out oleh : Permatanet Dicetak
Oleh Oleh
Diterbitkan
: Percetakan Osa :
Pusat Penelitian dan Penerbitan
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M)
lAlN Raden lntan Lampung Jl. Letkol H. Endro Suratmin Kampus Sukarame Telp. (0721) 780887 Bandar Lampung 35131
ISBN
:
SAMBUTAN LEMBAGA PENELITIAN DAN KETUA PENGEBDIAN KEPADA MAS YARAKAT (LP2M) IAIN RADEN INTAN LAMPLTNG
i syuku,X:''{K :' iiY {;,T"
eiurun p en eliti an di selesai dilaksanakan Intan lampung Tahun 2013 telah IAIN Raden sesuai dengan target yang ditentukan. Kami menyambut baik atas laporan hasil penelitian Dr. H. Shonhaji,M.Ag yang berjudul : Peran Institusi Lokal dalam Pembangunan (Studi tentang Peran Lembega Yasinan dalam Pembangunan desa di Kelurahan Gunungterang Langkapura Kota Bandarlampung. Dengan selesainya penelitian yang dibiayai berdasarkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)-APBNP IAIN Raden Intan Lampung Tahun 2013, Kami berharap semoga dapat meningkatkan mutu hasil penelitian dan menambah khasarrah ilmu keis laman s erta berman f aat b agi strate gi p emb an gunan rnasl'arakat p uj
pedesaan.
Wassalamu'alaikum Desember 2013 q,.
u
125 198903 1 003
Kata Pengantar Assalamu' alaikum Wr. Wb. Puji dan si.ukur kami haturkan kepaCa Allah sut, yang telah melimpahkan rahmat dan inayahnya daiam penyelesaian penelitian ini. Shalawat dan salam kami sampaikan kepada Nabi Muhamirrad SAW yang telah membimbing umatn,va hingga akhiri Zdrrt?,rt. Pelaksanaan penelitian merupakan bagian ),ang tak terpisahkan dari tradisi keilmuan pada tataran tekstual maupun kontekstual. Cleh karenanya di samping melaksanakan pendidikan dan pengabdian kepada masyarakat para dosen diharuskan untuk melakukan penelitian sesuai dengan bidang keahliannya.
Menguatrnya institusi keagamaan
lokal dewasa ini
merupakan fenomena yang menarik untuk cicerrnati. Institusi lok:l semisal Yasinan pad.a talaran realita inanpu berperan sebagai u,ahana yang eiektif dalam pembangunan. Atas dasar pemiliiran demikian, kami terlarik meneliti Percn irustitusi Lokql Dalant Pembangunan Desa : Studi Tentang Perclt Lembaga Yasinan Dalant Pembangunan Desa di Kelurahqn Gunu;;gterc.ng-Langkapura, Kota Bandarlampun.
Demikian, semoga hasil penelitian ini dapat memberi kontribusi secara ilmiah bagai pengembangan ilmu keislam dan sekaligus mampu pembangunan bangsa.
2013
Iul
l+.,
*
Executive Summurys Dr. Shonhaji, MAg, Peran Institusi Lokal Dalam Penibcngunan Desa : Studi Tentang Peran Lentbaga Yasinan Dalqm Pembat:gunan D
e
s
a di Ke I ur ahan Gunun gt e r an g- L an gkcp ur a, Kot a
B an ci cr
I ani p
tin g.
Menguatnya institusi lokal tradisional keagamaan semisal Lembaga Yasinan dalam berbagai aspek kehidupqn masyarGkat ckhirakhir ini adalah merupakan sebuahfenomena yang sangat nienarik trntuk di cermati. Institusi lokal keagamaan yang banyak berkembang dalant masyarakat desa yang terkesan tradisional ini ternyata dalam lctaran
*hrf
realita nxampu berperan sebagai sarana yang sangot potensial Can dalam pelaksanaan pembangunan desa. Hal ini dibukikan dengan
berbagai ahifitas pembangunan yang telah dilakukan baik benrpa pembangunan nonfisik maupunfisik desa secara mo.rrdiri.
Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian fuoiitatif dengan langkah-langkah pengurnpulan data dilakukan n:.elalui observasi, dokumentasi, dan waw'ancara yang mendala.m. Dori langknh itu dilakukan anqlisis data kilalitatif dengan menggt:nakan model analisa data interahif ycng diketnbangl."an cleh l,,fiie s dan Huberman (1984), yang meliputi proses reduksi data, pe:;ctji6n dat a don p e nar iknn ke s i mpul an/v er ifi ka s i. Dari analisis data lapangan ditemukan bqhwa; l).Yasinan merupakan sebuah institusi keagamaan lokal yang diwarisi secara turun temurun. 2) Eksistensi institusi Yasinan sebagai lembaga keagamaan lokal, memiliki peran penting dan strategis dalam pembangunan desa. yaitu; a. Sebagai media komunikasi dengan Allah ortinya melalui kegiatan pembacaan ayat suci secara rutin
dianggap dapot meningkntkan kualitas religiousitas umat. b) Sebagai wahana pembinaaan umat c. Sebagai forum silaturrahmi atau wahana interal<si antar warga berbeda etnik.
DAFT.A.R ISI
SAMBUTAN KETUA LP2M..
KATA PENGANTAR. EXECUTIVE SUMMARY
iv
DAT'TAR iSI
vii
BAB I 1.1.
t.2. 1.3.
t.1. 1.5.
BAB II
2.1. 2.2. 2.3. 2.4. BAB III
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang Masalah................ Identifikasi dan Rumusan L4asalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian.. Kerangka Teori ........
KAJIAN TEOzu : AGAMA DAN MASYARAKAT Agama dalam Perspektif Sosio-Antropologis ..... Fungsi Agama dalam Masyarakat Agama dan lntegrasi Sosial.... Yasinan sebagai Institusi Keagamaan Lokal.......
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian.
3.2.
Fokus Penelitian Lokasi dan Lokus Penelitian.. Sumber Data. Jenis Data
J.J.
3.4.
3.5.
VI
2 7 8
8
13 13
22 31
36 49 49 49 50 51 51
Proses dan Teknik Pengumpulan Data. Teknik Analisis Data. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data. Tahap-tahap P eneiiti an.
3.6. 3.7
.
3.8. 3.9.
BAB
IV
52 53
55 56
PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. 63 Gunungterang Sebagai Hunian Pinggiran Kota... 63 Dari Kota Kembang hingga Sentral Keripik... ... 69 Kondisi Sosial Budaya...... 73
1.1. 4.2. 4.3. 4.4. Kehidupan Keagamaan 78 4.5. Yasinan sebagai Institusi Keagamaan Lokal........ 9I 4.6. Pandangan Masyarakat Terhadap Yasinan....... 96 4.7. Yasinan Sebagai Wadah Pembinaan umat. 100 4.8. Yasinan Sebagai Media Komunikasi Antar Berbagai Kelompok
BAB
V
5.1 5.2
DAFTAR
Etnik.........
103
KESIMPULAN Kesimpulan................ Rekomendasi..............
PUSTAKA
107 109
........... 111
vilt
BAB I.
PENDAIIULUA}[
1.1.
Latar Belakang Masalah
Sejak awal kegiatan pembangunan di pembangunan pedesaan baik
Indonesia,
di Jalva maupun di luar pulau Jau'a
telah banyak mendapat perhatian. Hal
ini
merupakan sebuah
konsekwensi logis bagi bangsa Indonesia yang memang sebagian besar penduduknya hidup di daerah pedesaan yang mencapai 70
dari keseluruhan penduduk di Indonesia. Sehingga titik
o/o
serrtral
pembangunan adalah daerah pedesaan.
Arti penting pembangunan
pedesaan adalah bahu'a deilgan
menempatkan desa sebagai sasaran pembangunan, usaha urtuk mengurangi berbagai kesenj angan pendapatan, kesenj
ang
an kay a
dan miskin, kesenjangan desa dan kota akan dapat lebih diwujudkan. Hal ini dipertegas lagi oleh GBHN 1999 tentang pembangunan pedesaan yang intensitasnya ditingkatkan guna mempercepat pembangunan pedesaan dalam rangka pemberdayaan
masyarakat terutama petani dan nelayan melalui penyediaan prasarana, pembangunan sistem agribisnis, industri
kecil dan
2
kerajinan rakyat. Pengembangan kelembagaan,
penguasaan
teknologi, dan pemanfaatan sumber daya alam (GBHN: 1999), Sebelum dibentuk berbagai rnstitusi lokai atau len:'baga
kemasyarakatan
oleh Pemerintah semisal LKIAD,
PKK,
Klompencapir, Kelompok Tani dan lembaga kemasyarakatan lainnya, sebagai akibat dad masuknya program pembangunan ke pedesaan demi percepatan pelaksanaan pembangunan pedesaan,
serta
di berlakukannya
,irt.-
birokrasi modem secara nasional
(Suyanto:1996). Selama ini di desa telah ada seperangkat lembagalembaga yang muncul dan timbul cari inisiatif masyarakat setempat
untuk meraenuhi kebutuhan hidup yang harus dipenuhinya. Urnumnya lembaga-leml;aga lokal
ini
masih trelsifat
sangat
tradisional dengan berbagai kekulangan kekurangan yar,g ada dari
segi
organisasi/kelembagaan modern. PaCahal
di sisi
lain
pemerintah sebagai Stakeholder dari program pembangunan sangat
memerlukan lembaga yang sangat mumpuni untuk menjadi wadah/saluran pembangunan bahkan sarana paling tepat untuk percepatan pembangunan pedesaan. Dengan berpijak pada realita
semacam inilah maka pemerintahpun mengeluarkan kebijakan mengenai perlunya pembentukan lembaga kemasyarakatan modern
dalam rangka pelaksanaan pembangunan
di pedesaan dengan
pertimbangan, bahwa lembaga kemasyarakatan modern yang
dibikin pemerintah yang memang dirancang secara khusus untuk
3
kegiatan pembangunan akan lebih memberikan peluang besar guna
keberhasilan pembangunan
itu
sendiri dari pada pemerintah
menggunakan lembaga kemasyarakatan yartg sudah ada yang umumnya bercorak kultq1al, agamis dan tradisional.
Fenomena tentang keberadaan lembaga kemasyarakatan
tradisional yang demikian
ini
adalah bukan hanya merupakan
sebuah kebetulan saja, akan tetapi sudah menjadi rcahta umum di
dalam masyarakat.
Di
mana masyarakat desa ternyata lebih
memilih bergabung dan aktif menjadi anggota
lembaga
kemasyarakatan tradisional semisal Lembaga Yasinan ,vang notabenenya adalah lembaga tradisional keagamaan dibandiag
untuk ikut dan aktif di dalam lernbaga formal semisal LI(MD. Kecenderungan masyarakat untuk menentukan pilihan ),ang demikian ini tentunya bukan karena tanpa sebab. Namun tentunl,a
hal ini sudah melalui proses yang matang bagi masyarakat
desa
untuk menentukan pilihan seperti ini.
Dalam pembangunan desa, hal yang perlu diketahui, dipahami dan diperhatikan adalah berbagai kekhususan yang ada
dalam masyarakat pedesaan. Tanpa memperhatikan
adarrya
kekhususan tersebut mungkin program pembangunan yang dilaksanakan
tidak akan berjalan seperti yang
Kekhususan pedesaan yang dimaksud antara
diharapkan.
lain adalah bahwa
masyarakat desa relatif sangat kuat keterikatannya pada nilai-ni1ai
4
lama seperti budaya/ adat istiadat maupun agama. Nilai-ni1ai lama
atau biasa disebut dengan budaya tradisional
itu
sendiri selalu
terkait dengan proses perubahan ekonomi, scsial dan politik dari masyarakat pada tempat
di
mana budaya tradisional tersebut
melekat.
Dari
fenomena yang terlihat dalam masyarakat desa
nampak sekali bahwa ternyala institusi lokai yang notabene sebagai
institusi/ lembaga bikinan masyarakat sendiri pada kurun waktu terakhir semakin menunjukkan peningkatan yang sangat signifrkan
Kita dapat menjumpai banyak sekali institusi-institusi lokal baik yarg sudah lama tumbuh ataupun Calam perkembangannya.
modifikasi bahkan yang baru iiberrtuk oleh rnasl.zrakzt sendiri dalam rangka memenuhi kebutuharuiya dan umurxnya institusi
lokal tersebut adalah bermuatan egafia. Penguatan institu.si lokal tradisional seperti
ini
sebenarnya adalah merupakan refleksi dari
budaya. agama dan adat istiadat setempat yang diselaraskan dengan
kebutuhan masyarakat. Namun walaupun demikian adanya,
ternyata institusi-institusi lokal keagamaan tersebut mampu berkiprah dalam kehidupan masyarakat desa, khususnya dalam pembangunan masyarakat desa
itu sendiri bila dibandingkan
dengan institusi-institusi buatan pemerintah. Hal sebuah fenomena yang unik
ini
merupakan
di mana keberadaan institusi lokal
yang masih begitu tradisional dengan berbagai keterbatasan yang
) ada
bila dibandingkan dengan lembaga modern temyata masih bisa
bertahan
di
tengah proses modemisasi pedesaan dan bahkan
mampu untuk berkiprah.
Dalam hal ini, Lembaga Yasinan yang mefl:pakan salah satu institusi lokal yang ada di daerah penelitian merupakan bukti
nyata dari apa yang telah terpapar diatas. Lembaga tradisional keagamaan
ini
ternyata mampu menunjukkan dirinl'a sebagai
wadah sekaligus pendorong bagi terlaksananya pernbangunan di desa.
Lembaga Yasinan kekhususan
yang pada arvalnl'a r:rempunyai
diri bergerak dalam bidang keagamaan
,vang berupa
kegiatan ritual apa yang disebut dengan "Yasillan", ternl'ata ju-ga sangat efektif sebagai wadah dan sarana r:ras1'arakat setempat dalam memenuhi berbagai macam kebutuhan baik sosial ekonomi maupun budaya. Pada satu sisi bergerak di bidang religi keagamaan
dan budaya yang bertujuan untuk kegiatan keagamaan
agat
masyarakat senantiasa mendekatkan diri kepada sang pencipta serta melestarikan budaya yang ada. Namun di sisi lain juga bergerak di
bidang sosial ekonomi yang berlujuan untuk memperbaiki perekonomian dan tingkat taraf hidup masyarakat. Dengan kata
lain, bahwa lembaga ini berusaha memenuhi segala aspek kebutuhan masyarakat. Peran Lembaga Yasinan dalam pembangunan desa, sangatlah tampak pada berbagai kegiatan-
6
kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh lembaga
ini
melalui
kswadayaan yang mereka miliki. Seperti paCa pembangunan sarana
dan prasarana fisik yang berupa jzlLen, jembatan, tempat tinggal.
tempat ibadah serta berbagai macam kegiatan yar,g bersifat ekonomis yang mereka lakukan. Kesemua kegiatan pembangunan
ini di lakukan sendiri oleh masyarakat baik dalam segi pembiayaan dan pelaksanaafl dengan menggunakan kemampuan sendiri sesuai dengan batasan kemampuan yang
dimilikinya tanpa ada seiikiipun
intervensi bantuan dari pihak luar. Setelah rczim Orde Baru tumbang dan dikeiuarkannya UU
No. 22 Th i999 tentang Pemerintahan Daerah, ada perubahan pcla
pikir pembangunan dibanding dengan UU No. 5 Th. 1979 yang berpola top-down. Maka
di
dalam UU No.22 Th. 1999 aCalah
bersifat buttom-up, nafas dari pola pei;Cekatan
ini
adaLah ad:i:5-a
otonomi daerah, di mana dalam hal ini kreativitas masyarakat serta peran sertanya dalam pelaksanaan pembangunan menjadi landasan dasar dalam Undang-Undang
ini (Widjaja: 2001).
Pembangunan
yang berpusat pada rakyat atau people centered development (Korten: 1988), intinya adalah di mana segala prakarsa inisiatif pembangunan semuanya diseralkan kepada masyarakat akan
berakibat kepada timbulnya keswadayaan masyarakat dalam membangun dirinya sendiri. Masyarakatlah yang mengetahui sendiri tentang apa yang dibutuhkan dan menjadi kepentingan
7
dalam hidupnya, dengan demikian maka ia sangat berhak untuk menentukan tindakan-tindakan yang perlu dilakukannya dalam rangka pemenuhan dari segala kebutuhannya. Sedangkan orang lain
dalam hal
ini berarti juga negara hanyalah sebagai fasilitator bagi
masyarakat untuk memenuhi akan kebutuhar,nya tersebut. Sehingga masyarakat benar-benar mandiri tanpa lagi tergantung
kepada pemerintah. Keswadayaan yang demikian inilah yang diharapkan.
1.2.
Identifikasi dan R.umusan Masalah. Dari berbagai uraian latar belakang di atas maka dapatlah
diambil suatu rumusan masalah, yaitu:
1.
Bagairnana keberadaan institusi
lckal
"Yasinan" dalam kehidupan sosial
tradisional masy'arakat
kelurahan Gunungterang.
2.
Peran apa saja yang telah diambil institusi lokal tradisional "Yasinan" dalam pembangunan desa.
1.3.
Tujuan Penelitian Benitik tolak dari rumusan masalah di atas maka studi ini
bertujuan untuk mengungkapkan dan mendeskripsikan hal-hal sebagai berikut:
1.
Persepsi masyarakat desa terhadap keberadaan institusi
lokal tradisional "Yasinan" yang telah lama tumbuh dan berkembang dalam masyarakat kelurahan Gungungterang. 2.
Kontribusi lembaga "Yasinan" sebagai institusi
1okal
tradisional keagamaan dalam pembangunan desa.
1.1.
Kegunaan Penelitian Secara akademis, penelitian
ini
diharapkan akan dapat
memberikan sumbangan ilmiah bagi kajian keagamaan dan relevansinya dengan pembangunan desa. -Qecara praktis, penelitian
ini
diharapkan berguna untuk n:eflbelikan masukan bagi
perencanaan dan pelaksanaan prograin-piograln pembanguiian pedesaan, terutama bagi pejabat berw'enarg dalam hal pembuat kebijakan.
1.5.
Kerangka Teori dan Fokus Penelitian.
Agama merupakan fenomena universal
manusia,
Meskipun perubahan sosial telah mengubah orientasi dan makna agam4 namun hal itu tidak sampai pada meniadakan eksistensi
agama. Sehingga kajian tentang agama selalu akan
terus
berkembang dan tetap menjadi sebuah kajian penting seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Selama
ada laporal;t penelitian dan
kajian yang
ini belum pernah
menyatakan bahwa ada
9
sebuah masyarakat yang tidak mempunyai konsep tentang agama.
Malinowski dalam bukunya "Magic, Science and Religion" menegaskan bahwa
tiiak ada suatu masyarakat,
betapapun
primitifnya, yang tidak memiliki agama atau magic.lKarena sifat universalitas agama dalam masyarakat, maka kajian tentang masyarakat tidak akan lengkap tanpa melihat agama sebagai salah satu faktornya. Menurut catatut Bellah, paling tidak terdapat trga
tipe utama kajian agama yang dilakukan para sosiolog. Pefiama mereka mengkaji agarfla sebagai sebuah persoalan teoritis yang
utama dalam upaya memahami tinCalian sosial. Kedua, rnereka menelaah kaitan arfiara agama dan berbagai wilayah kehidupan sosial lainnya seperti ekonomi, politik dan kelas sosial; terakhir
mereka mempelajari peran organisasi dan gerakan-gerakan keagamaan.2
Komunitas umat agama-agarfla di dunia meyakini bahwa agama yang dipeluknya
Di
memiliki fungsi penting dalam kehidupan.
antara flrngsi utama agama adalah memandu kehidupan manusia
agar memperoleh keselamatan
di dunia dan kebahagiaan
sesudah
lBronislaw Malilowski, Magic, Science ond Religion", Q.trew York: Doubleday Anchor Books, , 1955), h.17 Roberl N. Bellah, Beyond Belief : Esei-esei tentang Agama di Dunia (Beyons Belief : essays on Religion in a Post Traditionalist World). Modern, Terj. Rudy Harisyah Alam, (Jakarta, Paramadina : 2000), h. 3
'
10
kematian. Mereka meyakini bahwa agarnarya mengajarkan kedamaian dan kasih sayang terhadap sesama manusia, sesama makhkuk Tuhan.
perkembangan masyarakat
itu
sendiri. Baik secara teologis,
sosiologis maupun antropologis, agama dapat dipandang sebagai
instrumet untuk memahami dunia. Dalam konteks itu, hampirhampir tidak ada kesulitan bagi agama untuk menerirna prenis
tersebut. Secara teologis
hal itu
ciikarenakari
oleh
watak
omnipresent agarna. Yaitu, agarna, baik melalui sirnbcl-simbol atau nilai-nilai yang dikandungn),a "hadir
di mzna-mana", ikut
rnempengaruhi, bahkan mampu memberrtuk struktur sosial, buda,va,
ekonomi, dan politik serta kebijakan pubirk. Dengan ciri demikian dipahami bahwa di mana pun suatu agama betada, ia diharapkan mampu memberi panduan nilai bagi seluruh kehidipan manusia,
baik yang bersifat sosial, budaya, ekonomi maupun politik. Sementara
itu, secara sosiologis tidak jarang agama menjadi fakor
penentu dalam proses transformasi dan modernisi.
Masyarakat dalam pandangan teori struktwal fungsional merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam
keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada satu bagian akan
11
membawa perubahan pula pada bagian yang lain. Asumsi dasamya
adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang
lain. Sebaliknya kalau tidak fungsional
maka
struktur itu tidak akan ada dan akan hilang dengan sendirinya.3 Agama (lembaga yasinan) merupakan salah satu subsistem sosial
yang ada pada masyarakat, tentu dalam konteks
ini
mempunyai
peran penting dalam masyarakat. Sebagai satu sitem sosial, agama (lembaga yasinan) pada kenyataa.nnya hingga saat
ini masih
eksis
dan memiliki peran yang cukup signifrkan dalam mendcrong temmjudnya pembangunan. Yasinan sebagai salah satu lembaga tradisional keagamaan pada kenyataan scssiologisnya tidak harr,va berperan sebagai murni keagamaan tetapi juga memiliki konlribusi
yang cukup signiflkan dalam mendorong
teru'urjudnya
pembangunan Nasional di segala bidang.
Dalam penelitian ini difokuskan pada lembaga tradisional
"Yasinan" yang ada
di Kelurahan Gunungterang,
kecamatan
Langkapura, Kota Bandarlampung.
tceorge futzer, Sosiologi llmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, (Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2004), Cet. 5,h.21
t2
BAB II KAJIAN TEORI AGAMA DAN MASYARAKAT
2.1. Agama dalam Perspektif Sosiologis-a*tropologis
Agama merupakan fenomena universal yang selalu melekat pada diri manusia, karenanya kajian tentang agama selalu akan terus berkembang dan tetap menjadi sebuah kajian penting
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Penelitiann tentang agama telah banyak dilakukan oleh para ahli, baik pzra
teolog, psikolog, antropolog maupun sosiolog. Seiring dengan perkembangan kajian agarna, telah banyak definisi agama )/ang
dikedepankat pata teoritisi agama namun di antara mereka tidak ada kesepakatan. Keragaman definisi agama tergantung dari sudut
mana para teoritisi memandang agarna. Para teolog melihat agama sebagai seperangkat aturan yang datang dari 'oTuhan" semenatara
bagi para ilmuwan baik psikolog, antropolog maupun sosiolog melihat agarfla sebagai ekspresi manusia dalam merespon terhadap permasalahan kehidupan
yang dihadapi. Berbagai
upaya
penelusuran terhadap makna dan definisi agama telah banyak
dilakukan oleh para pakar, meski
di
ariara mereka tedapat
perbedaan namun mereka sepakat bahwa agama merupakan
t4 fenomena yang dihadapi manusia sepanjang hidupnya. Uraian berikut coba dipaparkan beberapa upaya dimaksud.
Menurut pengamatan Dadang Kahraad
Ce-1am keryanya
"Sosiologi Agama" kata agama berasal dari bahasa sansekerta "a" dan "gama" yang artinya "tidak kaccLt". Dari kedua kata
ini againa
mengandung pengertian suatu peraturan yang mengatur kehidupan
manusia agar tidak kacau. Menurut
inti maknanya yang khusus,
kala agama dapat disamakan dengan kata religion dalam
bahasa
inggris, religie dalam bahasa Belanda-keduan;,a dad bahasa Latin,
religio dari akar kata religatl
,.trvylg
berarti mengil*at. Sementara
dalam bahasa Arab dikenal dengan kata al-Cin dan a1-:r-.'i1ah. Kata al
din, yang berarti agarna adaiah r\ama yang bersife.t ur:;ln, tiCak ditujukan kepada salah satu aganra, ia adalah naina unii;k setiap kepercayaan yang ada di dunia ini.1
Dalam perspektif teologis agama dimaknai
sebagai
seperangkat ajaran yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia satu dengan manusia lainnya, dan
lKata al din mengandung banyak arti, menurut Dadang Kahmad dapat diartikan sebagai; al-mulk (kerajaan), al khidmad (pelayanan), al-'izz (kejayaarr), al-zull (kehinaan), al-ikrah (pemaksaan), al-ikhsan ftebajikar). al-adat (kebiasaan), al-Ibadat (pengabdian), al-qahr wa al-sulthar (kekuasaan dan pemerintahan), al-tadzallul wa al-khusyrz' (tuaduk dan patuh), al-tha'at (laat), al-islam al-tauhid (penyerah dan pengesaan Tuhan), Dadang Kahmad. Sosiologi Agama, Bandung, Remajarosdakarya:2002), cet.2, hlm. 13
15
arfiara manusia dengan alam lingkungannya. Melton Yinger
suatu "sistem keyakinan dan ,sebagai praktek yang digunakan oleh sekelompok masyarakat dalam mendefinisikan agama
berhadapan dengan problem-problem ultimate kehidupan manusia,
masalah terakhir dari kehidupan
ini. Agama merupakan suatu
penolakan untuk menyerah kepada kematian dan pasrah di hadapan frustasi.2 Atau istilah lain, agama merupakan sistem kepercayaan
dan peribadatan yang digunakan oleh berbagai bangsa dalam perj uangan mereka dalam mengatasi persoalan-persoalan tertinggi
dalam kehidupan manusia.3 Dunlop punya pendirian senada, Ia
melihat agama sebagai sarana terakhir yang sanggup menolong manusia bilamana instansi lainnya gagal tak berdaya. Maka ia
merumuskan agama sebagai "suatu i.nstitusi atau bentuk kebudayaan yang menjalankan fungsi pengabdian kepada umat
manusia untuk mana tidak tersedia institusi
lain atau yang
penanganannya tidak cukup dipersiapkan oleh lembaga lain.a Sementara itu dalam perpektif psikologis, agaffia dipahami
sebagai penyakit mental. Menurut Sigmund Freud agama merupakan neoris obsesional universal manusia; seperti neurosis 2Brian
Morris, Antropologi Agama : Kritik Teori-Teori agqma Kontemporer, (Yogjakarta, AK Gorup :2003), Cet. 1, hlm. 105 dan 9 B.tty R. Scharf, Sosiologi Agama, (Jakarta, Kencana :2004), hlm. 35 'ofrigtt Dunlop, Religion, Its Functions in Human Z/e,( New York : 1946 ), hkn. 9
obsesional anak-anak, dia muncul dari Oedipus Compleks dari relasinya dengan ayah.' Agama dengan demikian hanya dianggap sebagai kepercayaan dan ajaran yang cocok untuk bangsa manusia
di masa kanak-kanak. Ketika manusia masuk dalain kehidupan dewasa, ia harus membuang agzrfia dan menggantinya dengan bentuk-bentuk pemikiran yang sesuai dengan rnasa
Agama
di
de'wasa.6
mata Freud dianggap sebagai akibat dari adanya
dorongan nafsu seksual. Lebih jauh, Rcbert Lou,ie, mend.efinisikan agama sebagai suatu respon terhadap fenomena abnonial, suatu
perasaan takjub dan terpesci;a )'ang bersumber pe.Ca yang supernatural, suatu yang luar biasa, ksar.ehan sakral, ;'ang suci, Can
Tuhan. A.gama disejajarkan Cengan bangkitn;
a
rasa
}:cr-.nat,
manifestasi yang luar biasa dari 1,ang realitas.' Dari sudut pa:lCang
subyektif psikologis, William Ja:nes ;lendenisikan agama -.e'cagai "segala perasaan, prilaku dan pengalaman manusia individu dalam
kesunyiannya, sejauh mereka memahami dirinya sendiri berada
dalam kaitan dengan segala apa yang dianggap sebagai Tuhan.s
5Morris, Op Cit.,Hlm.200 uDaniel L. Pals, Seven Theori of Religion . Dari Animisme. E.B. Tylor, Materialisme Karl Marx Hingga Antropologi Budaya Geertz, (Yogakarta, Penerbit Qalam,2001)., hkn. 123 ?
Morris, Op Cit., hhn. 175
*lbid,
hlm. 177, James, The Varieties of Religious Experience, London,
Fontana:7977), hlm.50
t7 Lebih jauh, Feuerbach melihat aganTa sebagai bentuk yang paling awal dan tidak langsung diri manusia.
e
Dalam pandangan antropologis, agama mempakan sebuah
ekspresi manusia
di dalam tanggapannya
supernatural, E.B; Tylor memberikan definisi
telhadap yang
minimum
agama
sebagai kepercayaan terhadap matrrhluk-makhluk spiritual.t0
Menurutnya,
yang menjadi karakteristik agarna
adalah
kepercaayaanpada roh yang berfikir, bertindak, dan merasa seperti manusia. Esensinya adalah animisme, kepercayaan pada kekuatan
pribadi yang hidup di balik semua benda. Definisi demikiaan secara
umum mendapati agarna menyerupai magi. N4eski Fruzer meiasa puas dengan definisi yang disampaikan E.B.Tylor, tetapi ia lebih
tertarik dengan perbedaan dari pada persamaan ?.gatna dengan
magi. Baginya hal yang menarik dari agama adalah justru
eMerrutnya mula-mula, manusia melihat sifatnya seolah-olah di luar dirinya sebelum dia menekannya dalam dirinya sendiri. Sifat kedirianaya direnungkan sendiri sebagai sesuatu yang lain. Agama dengan demikian adalah kondisi manusia yang kekanak-kanakan; tetapi anak itu melihat sifatnya manusia - di luar dirinya sendiri.... 'Ada' ketuhanan yang tidak lain dari manusia ilu sendiri, atau lebih tepatnya murni tabiat manusia, terbebas dari batasanbatasan individu manusia, membuat tujuan-tujuan-yakni direnungkan dan dipuja sebagai yang lain, sebagai 'Ada' yar,g khas. Lihat, Ibid.,hlm.2l,Lthatjuga L. Feuerbach, The Essence of Christianity, ( New York, Harper, 1957). alih bahasa George Eliot, hlm. 13-14 loMariasusai
Dhavamony, Fenomenologi Agama, ( Joglakarta, Kanisius :1995), hlm. 66. Lihat juga E.B. Tylor, Primitif Culture,l,hkrr.424-425, Lihat juga dalam, L. Pals, Op. Cit., hlm.41
18
penolakan agama pada prinsip-prinsip magi.ll Meski mendapat dukungan dari Frazer, definisi Tylor bukannya dapat terlepas dari
iaitikan. ISitikan dilontarkan karena definisi yang Ciungkapkan Tylor berimplikasi bahwa sasaran sikap keagamaan seialu berupa wujud personal, padahal bukti artropologik menunjukkan bahu,a wujud spiritual pun sering dipahami sebagai kekuatan impersonal. Radcliffe-Brown menawarkan definisi yang dianggap menutupi kekurangan dimaksud. Menurutnya, agema merupakan ekspresi suatu bentuk ketergantungan pada kekuatan di luar diri kita sendiri,
yakni kekuatan yang dapat kita katakan sebagai kekuatan spiritual
atau kekuatan moral.12 Dengan pendapat
ini dia menilokati
perpektif sisiologis Dhurkheim ialam mendefinisikan
Cifford Geertz rnemeperluas perspektif
bahu
a
z.gzl:lr1a.
agama pada
dasarnya merupakan suatu sistem kultural .vang memebelikan makna dalam eksistensi manusia. N{enurutny-a "agama adalah suatu sistem simbol yang berfungsi untuk mengukuhkan suasana hati dan
motivasi yang kuat, mendalam dan tak kunjung padam dalam diri manusia dengan memformulasikan konsepsi tentang tatanan umum
eksistensi dan membungkus konsepsi
"Daniel L. Pals, Op. Cit., " B"tty, Op.Cit. hlm.34
Hirrr^.62
itu dengan aura
aktualitas
19
yang bagi perasaan dan motivasi nampak realitas.13 Sebagai sistem
simbol, agama memilkiki peran membuat orang merasakan sesuatu dan juga ingin melakukan sesuatu dalam meraih tujuan dengan
dibimbing oleh serangkaian nilai yang mereka anggap baik dan benar. Dari definisi
ini, Geertz ingin menyatakan bahs,a
agama
merupakan sebuah sistem budaya.
Dalam perpektif sosiologis agama merupakan pruduk manusia dalam hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat,
Dhurkheim memandang agama tidak sekedar gagasan tentang
Tuhan dan Roh, dia menekankan
ciri kolektif atau sosial.
Menurutnya, agama merupakan sekumpulan kel.akinan dan praktek
yang berkaitan dengan sesuatu yang sakral, 1,akni sesriatu l,ang disisihkan dan terlarang-keyakinan dan praktek-praktek yang men_u*atukan
satu komunitas moral tunggal-merella semua yang
tunduk kepadanya.la Merchea Elliade mencoba mengkombinasikan
definisi agama yang dikemukakan Otto dan Durkheim. Dari Otto, dia melihat agama pada prinsipnya sebagai pengalaman spiritual (numinous) atas yang lain
r3Morris,
Op.Cit., hlm. 393, C. Geerth, The Interpretations
Culture, London, Hutchinson : hlm.36
( the other), tetapi dia mengadopsi
raMorris,.Op.Cit.,
of
1975), hhn.90. Bandingkan dengan Betty,Ibid,
Hlm. 140, Durkheim, The Elementary Form of The Religions Life,(London, Allen & Unwin :t964b,hkn.4i
20
terminologi Durkheim dalam menghubungkan agama dengan yang sakral, yakni suatu wilayah yang berlau.anan dengan yang profan.l5
Dari sudut pandang teori fungsional, menurut pengamatan Thomas F.O.'Dea, agama telah dibatasi sebagai pendayaguLaan sarana-sarana non-empiris atau supra-empiris
untuk
maksud-
itu menurut pengamatan Hendropuspito, agama merupakan suatu jenis sistem maksud non-empiris atau supra.etnpiris.16 Sementara
sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang berporos pada kekuatan-kekuatan nonempiri s,r,r.n g dip e :c ayai d an di day6
.,lr
1"'
2k
m
untuk mencapai keselamatan bagi diri n:ieka dan masl,arakat luas
ini paling tidak ada tiga unsur periting; Pertama, agama disebut sebagai jer,is sistem sosial, karena umunmya. Dari definisi
merupakan fenomena sosial, suatu perisiir,,'a kenas ,t,arakatan. Suatu
sistem sosial dapat dianalisis karena terciiri atas suatu kcinplek kaidah dan peraturan yang dibuat saling berkaitan dan terarah pada
tujuan tertentu. Kedua, agaffra berporos pada kekuatan-kekuatan nonempiris. Agama khas berurusan dengan kekuatan-kekuatan dari
"dunia luar" yang "di-"huni" oleh kekuatan-kekuatan yang lebih
tinggi dari pada kekuatan manusia dan yang dipercayai
sebagai
arwah, roh-roh dan roh tertinggi. Ketiga, manusia mendayagunakan
"Ibid.hkn.2zo 'uThomas F. O'Dea, Sosiologi Agama (Jakarta, Rajawali : 1985), hlm. l3
:
Suatau Pengantar Awal,
2I kekuatan-kekuatan
di atas untuk kepentingan sendiri dan
masyarakat sekitarnya.lT Joachim Wach memandang bahu,a agama merupakan perbuatan manusia yang paling mulia dalam kattantya dengan Tuhan maha pencipta, kepadaNyalah manusia mernberikan kepercayaan dan keterikatan yang sesungguhnya.
1
8
Uraian di atas menggambarkan betapa para teoritisi tidak pernah sepakat tentang definisi agama. Perbedaan d.efinisi yang
dilontarkan para teoritisi merupakan sebuah kervajaran, hal demikian dimungkinkan kerena perbedaan sudut pandaxg para
teoritisi. Meski demikian, dari penelusuran definisi agania diungkapkan para teoritisi sebegaimana digambarkan
dasamya mereka sepakat bahu,a yang menjadi
di
)rang
atas, pada
inti dari
agama
adalah adanya kepercayaan terhadap yang supranatural dan ad.an.i,a
seperangkat aturan, tata
nilai dan norrna-noflna yarrg tne;igai,ur
hubungan dengan realitas mutlak dan antar sesama manusia dan hubungan dengan lingkungan alam sekitarrrya. Hanya saja para
teolog memandang bahwa sistem kepercayaan dan seperangkat aturan yang berbentuk norna-norrna serta nilai-nilai semuanya datang dari yang mutlak sementara bagi para psikolog, sosiolog dan
17D.
hlm.34
18
Hendropuspito, Sosiologi Agama, (YogSakarta, Kanisius : 1983)
,
Joachim Wach, Ilmu Perbandingan Agama, (Jakarta, Rajawali,
1984), hlm. xxxix
22
antropolog menganggap seperangkap sistem kepercayaan dan
peribadatan dimaksud merupakan pruduk manusia dari hubungannS.a dengan
masyarakat
dan alam
dirinya sendiri maupun
lingkungan
sekitarnya. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa agarna adalah sepercngkct a.turan yang benpa
nilai-nilai dan norma-norma yang mengatur kehidupan manusia dalam berprilaku baik yang menyangkut hubungan dirinya dengan
"Tuhan" maupun dengan masyarakat
d"an alam sekitarnya.
Terlepas dari perbedaan definisi yang dilontarkan para
teoritisi sebagaimana tergarrbar di atas )'ang pasti agarna bagaimana pun memiliki peran dan lirngsi dalam kehidupan manusia baik secara individual maupun scsi.al.
2.2. Fungsi Agama dalam Masyarakat
Dalam perpektif sosiologis, prilaku
keberagamaan
memiliki fhngsi manifest dan fungsi latent, Horton dan Hunt, melihat fungsi manifest (nyata) terkait dengan segi-segi doktrin,
ritual dan aturan prilaku dalam agarna. Sedangkan fungsi latent menawarkan kehangatan bergaul, meningkatkan mobilitas social
mendorong terciptanya beberapa bentuk stratifikasi sosial dan mengembangkan seperangkat nilai ekonomi.le karenanya satu hal
"J. D*i
Naryoko-Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan
Terapan, Jakarta, Kencana Prenada Group, 2010, cet.4,hal,254
23
yang harus diperhatikan ketika menganalisis fungsi-fungsi sosial
dari tingkah laku
keagamaan adalah kehati-hatian dalam
membedakan antara yang ingin dicapai cleh anggota-anggcta suatu
kelompok pemeluk tertentu dan akibat yang tidak dikehendaki dari tingkah laku mereka dalam kehidupan masyarakat. Tanpa adanya maksud-maksud yang disadari sangat dimungkinkan tingkah iaku
keagamaan akan tidak dilaksanakan. Meski demikian, menurut pengamatan para pakar sosiologi, justru akibat-akibat yang tidak
disengaja dari tingkah laku keagamaan sering kali lebih penting bagi pemeliharaan masyarakat dari pada tijuan-tujuan rnereka l,ang disadari.2o
Pemahaman mengenai fungsi agama tidak dapat lepas dari
tantangan
yang dihadapi manusia dan
(keti dakpasti an, ketidakmampuan dan kel
an
masyarakatn-i,a
gkaan), agama dil,akini
mampu memberi jawaban yang memuaskan.
Masyarakat
mempunyai kebutuhan-kebutuhan tertentu untuk kelangsungan
hidup dan pemeliharaannya sampai batas-batas minimal, agama
'oPara sarjana sosiologi menyebut fungsi-fungsi yang disadari, disengaja, tujuan-tjuan resmi dari lembaga sebagai fuigsi"manife,st", sedangkan fungsi-fungsi yang tidak disengaja yang dilaksanakan oleh suatu bentuk tingkah laku institusional tertentu disebut sebagai fingsi "latenf' , Elizabeth k. Notingham, Agama dan Masyarakat ; Suatu Pengantar Sosiologi Agama, (Jakarta, C.V. Rajawali :1985), hlm.32-33
24
berfungsi memenuhi sebagian dari kebutuhan-kebutuhan tersebut.2
1
Salah satu kebutuhan mendasar manusia adalah kenyamanan yang
sangat tergantung pada ketertiban masi'aral:at. ketertiban masyarakat akan terv',ujud
jika
Sementara
adanya kewajiban-
kewajiban yang merniliki sifat memaksa. Dalam kcr.,teks ini, agama
menurut pengamatan Notingham memiliki dua peran penting, pertama agama telah memb antu mendoron g terc iptanya pers etuj uan mengenai sifat dan isi keu,'ajiban-kewajiban scsial tersebut dengan
memberikan nilai-nilai yang berfungsi mei;,'alurkan sikap para
anggota masyarakat dan rnenetapkan sosial masyarakat. Dalam peranan
isi
l::..vajiban-kewajiban
lni agl;ia i,'jah membantu
memnciptakan sistem-sistem nilai sosial i
alg te;a-cu dan utuh.
Kedua, agama telah memainkan peranan r iral daiam riremberikan
kekuatan memaksa yang mendukung dan iiiemperkuat adat istiadat.22
Prilaku keagamaan yang berbentuk
peribadatan
merupakan salah satu bentuk ungkapan pengelaman keagamaan23.
Sepanjang yang dapat diamati telah banyak penelitian tentang
prilaku ibadat, ritus dan do'4 yang dilakukan oleh para sosiolog.
"
Ibid., hhn. 34 Bandingkan dengan, Hendropuspito, op. C#. Hlm. 38-
55
"rbid.,hlm.36 23Terdapat
tiga bentuk ungkapan pengalaman keagamaan
pemikiran, perbuatan dan persekutuan Joachim Wach, Op. Cit.
yaitu
Hlrfl. 39 dst.
25
Secara spesifik. Durkheim melihat bahwa "Ritus merupakan cara
yang digunakan oleh kelompok sosial untuk mengukuhkan dirinya
kembali secara periodik. Manusia yang rnerasa dirinya disatukan dengan suatu komunitas kepentingan dan tradisi, berkumpul Can
menyadari kesatuan moral moreka.24 Karena
ifu
menunit
Durkheim, fungsi sosial agama adalah mendukung
dan
melestarikan masyarakat yang sudah ada. Agama bersifat fungsional terhadap persatuan dan solidaritas sosia1.25 Pernyataan senada diungkapkan Hubert dan Mauss, ia melihat bahrva berbagai
peribadatan keagamaan hanya berlangsung selama dan ketika orang-orang itu tinggal bersama secaia berdekatan dan mer-upakan akibat dari rasa kesetiakawanan yang lebih besar. Kehidupan sosial
yang teratur
di
kalangan manusia, menurut Radcliffe Brovun,
tergantung pada hadimya sentirnen-sentirnen tertentu dalam piliiran
anggota masyarakat yang mengontrol prilaku individu dalam berhubungan dengan yang lain. Dalam batas-batas tertentu berbagai
peribadatan terlihat memiliki flingsi sosial tertentu. Menurutnya
peribatan-peribatan
itu berfungsi untuk mengatur,
memperkokoh
dan mentransmisikan berbagai sentimen, dari suatu generasi kepada
generasi lain, sebagai tempat bergantung bagi terbentuknya aturan
'o Dwkheim, The Elementary Form Allen & Unwin :1964b, h1m.387 "B"try R. Scharf, Op. Cit.. Hlrn. 107
of The Religions Life,(London,
26
masyarakat yang bersangkutan.26 Dalam pandangan Malinowski,
peribadatan dapat mentransformasikan kecemasan menjadi kepercayaan. Agama mengekpresikan dan membantu melestarikan
tradisi dan berbagai peribadatan keagamaan
senantiasa
dilaksanakan oleh atau atas nama berbagai kelornpok27. Bagi
Malinowski, meski agama dianggap bersummber Cari pengalaman individu, namun ritual-ritual publik memiliki fungsi sosial, karena ia merupakan dasar bagi struktur sosial dan tidak dapat dielakkan
bahwa agama memiliki fungsi untuk mempertahankan rnoral. Bahkan baginya ritus pemakaman, berfun-ssi ri:iiLlk nenegaskan
kembali kesatuan kelompok.28 Bagi Aguste Cci;:e, peiibadatan
merupakan instrumen esensial memepedahankan kons ensus.'9
S
untuk ne:nbeirtuk dan
em.nt"ra itu
mei
iuiut p engamatan
Bnan Morris, ritual tidak hanya berfur.,gsi menguathan i1;aian
,"--ar:rg
menghubungkan orang beriman dengan Tuhan, tetapi jrga menguatkan ikatan yang melekatkan individu kepada kelompok sosial di mana ia menjadi salah seorang anggotanya; melalui ritual kelompok menj adi menyadari dirinya sendiri.3
0
'uA.R. Radcliffe Brown, Structure and Function in Primitif Society,
(London, Cohen & West : 1952), hlm. 157 2TMorriss, Op,Cit., Hlm. 73-80
hlm. "Ibid.. 2escharf,
183
Op.Cit., hlm. 133 3Wlorris, Op. Cit.., hlm.146
27
Uraian di atas menggambarkan betapa agama dalam aspek
ritual peribadatannya memiliki peran dan fungsi yang sigmifikan
dalam mendorong terwujudnya solidaritas sosial. pengamatan
M. Ridwan Lubis,
lvlenurut
agama rnemerankan dua fungsi
utama Pertama, menjelaskan suatu cakrawala pandang tentang dunia yang tidak terjangkau oleh manusia (beyonfl yang dapat melahirkan deprivasi dan frustasi yang bermakna. Selain itu, agama
mengajarkan kesadaran terhadap pandangan dunia (world view) yangpada akhimya melahirkan etos kerja sebagai pengejav,,antahan balasan ideal yang akan diterima seseorang ketika berada di alam sesudah kebangkitan. Kedua, asama sebagai sarana ritual ;',ang
memungkinkan hubungan manusia dengan jangkauannya. Hubungan
ini tumbuh dari
hal yang di
luar
akurnulasi dua sikap
yang pada dasarnya saling bertentangan (ketakutan dan kerinduan)
tetapi kemudian larut menjadi satu dalam diri manusia.3l Terkait
dengan hubungan antar kelompok etnik, Lubis lebih jauh mengatakan bahwa konflik antar suku akan tereliminir manakala
anggota suku tersebut terjadi hubungan silang dengan kelompok
lain.
Oleh karena itu, tidak dapat disangkal bahwa kedekatan
"M.
Ridwan Ltbis, Agama dalam Perbincangan Sosiologi, (Bandung
Citapustaka :2010), hlm. 30
,
29
1.
Agama mendasarkan perhatiannya pada sesuatu yang ada di
luar jangkauan manusia yang melibatkan takdir kesejahteraan. Terhadap dunia
di luar jangkauannya,
dan
rnanusia
selain memberikan tanggapan serta menghubungkan dirinya,
juga memberikan atau menyediakan bagi pemeluknya
suatu
dukungan, pelipur lara dan rekonsiliasi. Manusia memebutuhkan
dukungan moral
di
saat menghadapi ketidakpastian dan
membutuhkan rekonsiliasi dengan masyarakat bila diasingkan
dari t jran dan norrna-nornan)/a. Karena gagal mengejar aspirasi, karena dihadapkan dengan kekecewaan
serta
kebimbangan, rnaka agama menyediakan sarana emosional penting yang membantu dalam menghadapi utsur-unsur kondisi
manusia tersebut. Dalam memberi dukungannya, agarna menopang nilai-nilai
dan tujuan ).ang telah
terbentuk,
memperkuat moral dan membantu mengurangi kebencian.
2.
Agama menawarkan suatu hubungan transendental melalui
pemujaan dan upacara ibadat, sehingga memeberikan dasar emosional bagi rasa aman baru dan identitas yang lebih kuat di
tengah ketidakpastian dan ketidak bedayaan kondisi manusia
dari arus
perubahan sejarah.
Melalui ajaran-ajaran yang
otoritatif tentang kepercayaan dan nilai, agama memberikan kerangka acuan
di tengah pertikaian dan kekaburan
pendapat
serta sudut pandangan manusia. Fungsi agama yang bersifat
30
kependetaan
ini menyrmbang stabilitas, ketertiban, dan sering
kali mendukung status quo. 3.
Agama menyucikan norma-norma cian nilai-nilai masyarakat
yang telah terbentuk, mempertahankan dominasi tujuan kelompok di atas keinginan individu dan disipiin kelompok
atas dorongan hati individu. Dengan demikian,
ii
agama
memperkuat legitimasi pembagian fungsi, fasilitas dan ganjaran
ciri khas suatu masyarakat. Agama juga menangani keterasingan dan kesalahan individu yang yarTg merupakan
menyimpang. 4.
Agama juga melakukan fungsi yar:g 'oisa berteniangan Cengaa
fungsi sebelumnya. Agama
CapaL
pula memberikan standar nilai
dalam arti di mana norna-noilnz. j,?.iS telah terleinbaga
,C.apat
dikaji kembali secara kritis dan kebeti:1an masyarakat memang sedang membutuhkannya. Hal
ini mungkin
benat, khususnya
dalam hubungannya dengan agarna yang menitik beratkan transendensi Tuhan, dan konsekuensi superioritasnya dan kemerdekaan masyarakat yang mapan. Kita bisa melihat fungsi agama dalam bentuk yang paling jelas dalam diri para Rabi
Yahudi. Oleh karena itu kita menamakan fungsi
ini
sebagi
fungsi risalah atau nubuat. Konflik di antara firngsi kependetaan dan fungsi risalah merupakan aspek penting dari sejarah agarfla.
31
Fungsi risalah sering kali merupakan sumber protes sosial yang penting untuk melawan norrna dan kondisi yang telah mapan.
5. Agama
melakukan fungsi-fungsi identitas yang penting.
Dengan menerima nilai-nilai yang terkandung dalam agama dan
kepercayaan tentang hakekat dan takdir manusia, individu mengembangkan aspek penting tentang pemahaman batasan
diri
Can
diri. Melalui peran serta manusia di dalam ritnal agama
dan do'a, mereka juga melakukan unsur-unsur signifikan yang ada dalam identitasnya. Dengan cara
ini agama mempengaruhi
pengertian individu tentang siapa ia dan apa ia.
2.3. Agama dan Integrasi Soslal. Semua pemeluk agama meyakini
bahwa
masyarakat merupakan "Hukum Tuhan" yar'g
pluralitas
tidak rnungkin
dihilangkan. Banyak masyarakat yang tadin;'a ierpecah belah bisa bersatu dan terintegrasi karena memeluk agama yang sama. Agama
yang dipeluk oleh anggota
masyarakat tertentu bisa
membangkitkan solidaritas dan kohesifitas sosial yang kuat. Agama
bisa menjadi semen perekat persatuan dan kesatuan suatu bangsa,
suatu masyarakat desa, atau komunitas tertentu. Solidaritas seagama penganut agarna tertentu, walaupun berbeda daerah dan
budaya, bisa menandingi bahkan melebihi solidaritas-solidaritas sosial lain yang dibangun oleh suatu persamaan keadaan di antara
3Z
mereka, seperti persamaan sewarganegaraan, persamaan dalam budaya, persamaan dalam hobi dan persamaan dalam kesenangan.36
Menurut Joachirn Yvach, berbagai bentuk ungkapan pengalaman keagamaan yang simbolis dapat dianggap sebagai sebuah sarana pokok untuk mernpeisatukan para anggota suat: masyarakat agama. Dalam ungkapan pengalarilan keagamaan yang
nyata, telah tercatat bahwa perbuatan-perbuatan bersama Calam
ketaan dan menjalankan peribadatan dapat rnemberikan suatu ikatan kesatuan di kalangan para anggota suatu kelompck kultus
yan luar biasa kuatnya. Bekerjasarna ialam melaksanakan suatu persembahan khusus akan dapat inenciptakan ad.atya suatu persekutuan yang tetap. Suatu ikatan peisaudaraan akan
timbul dari pemujaan bersama yang iilakukan sejumlah Perbuatan korban yang dilakukan
se
Cz"pat
orang.
caia bersama-saina
oleh
komunitas keagamaan merupakan contoh dari perbuatan-p erbuatan
kultus lain yang memprinyai pengaruh yang signifikan dalam mewujudkan integrasi sosial. Bahkan festifal-festifal keagamaan merupakan peristiwa sangat penting, sebab di sini kita menemukan adanya suatu fenomena saling hubungan yang erat arfiara pelbagi
macam kegiatan khusus yang berbeda-beda seperti kultus pensucian, korban suci, do'a, nazar) sesaji, korban dan perayaan-
tuDadang
Kahmad, Op. Cit. Hlm. 110
JJ
peruyaan.31 Jadi, kita melihat adanya usaha untuk memeperkuat hubungan tarik menarik pada setiap tingkafpengelompokan sosial
baik dalam keluarga atau rumah tangga, perkawinan
atau
persahabatan dalam ikatan keluarga atau dalam keloinpok regional, dalam kampung atau kota dalam suatu bangsa atau pun dalam suatu
masyarakat agama yang spesifik. Usaha tersebut rnernperlihatkan fungsi integratif dari pengalaman keagamaan bersama.
Dalam perpektif Islam, kemajemukan rnasyarakat yang berbeda etnik merupakan sunnatullah. Perbeiaan etnik tid.ak dapat
dihilangkan, karenanya ia harus ditata agar senantiasa antala etnik satu dengan etnik lainnya satring mengisi, tolong menolong dalam
kebaikan. Menyadari akan keberagaman etnik, Rasulullair SAW dalam membangun masyarakat sipil (civil soceiQ) mengedepankan
prinsip persamaan, keadilan Can kernerdekaan yang CilanCasi oleh semangat tauhid.
Masyarakat ideal yang ingin dibangun rasulullah SAW adalah masyarakat tauhid,
di
mana seluruh warga m?syarakat
memiliki status yang sama baik menyangkut tentang hak
dan
kewajibannya masing-masing, tidak ada diskriminasi etnis, kultur, kepercayaan maupun agama. Prinsip demikian sebenarnya sudah dibangun ketika periode Makkah, namun sayangnya karena prinsip
"Joahim Woch, Op. Cit. Hlm. 194-195
34
demikian dianggap terlalu keras membentur kultur dan budaya paganis-politeis balkan kapitalis Makkah, upaya itu pun akhimya mengalami kegagalan. Penolakan demi penolakan, tantangan Cer::i tantangan selalu muncul dari berbagai piLak yang secara ekcnoinis,
politis dan budaya merasa dirugikan.38 Dalarn perpektif sosiologis-politis, penempatan seluruh
warga pada posisi yang sama merupakan langkah yang cukup
urgen dalam rangka mewujudkan stabilitas masyarakat. Upaya demikian paling tidak akan dapat menghilangkan superioritas dan
inferioritas warga masyarakat. Sebab sil:ap superioritas pada kenyataannya justru akan memicu adani
a konflik horizontal,
bahkan akan menjadi penghambat bagi kemajuan.
Di
antara problema kultural laiii;i.,
a, )'ang
dihadapi
R-asulullah pada periode ini adalah karakteiistik fanatisme suku
baik masyarakat Arab maupun msyarakat Yahudi. Menurut cak Nur, paling tidak terdapat tiga karakter dasar yang melekat pada kaum Yahudi yaitu; menolak kebenaran, Kufr, Congk*., Istikbar,
dan superioritas, al ghulf.se Sikap superioritas dan inferiorias
ttMansout Fakih mengilustrasikan betapa kaun oligarki Makkah menentarg habis-habis melalui berbagai teror, kekerasaa dan penyeksaan, khususnya terhadap kaum muslimin yang lemah, lihat Mansour Faqih, Teologi Kaum Tertindas. dalam Seri Dian II, T ahun
7,
Op.
3e
Cit., hal.229
Ketiga sikap dasar itulah yang menjadikan mereka lebih eksklusif. Lihat, Nurcholish majid, Islam Doklrin..., Op. Cil.,hal.82
35
' demikian harus masyarakat,
dihilangkan dan tidak boleh terjadi dalam
jika tidak
dapat dipastikan konflik horizontal akan
tetap sering terjadi.
Sikap Superioritas dan inferioritas, bukan
saja
secara
normatif-teologis bertentangan dengan prinsip-prinsip tauhid,
tetapi secara sosiologis-fenomenologis ternyata
banyak
memberikan kontribusi atas adanya konflik horizontal yang teijadi dalam masyarakat yang secara signif,ikan rnengakibatkan apa 1'ang disebut disintegrasi sosial.
Dalam rangka upaya antisipatif terhadap
adaiii'a
kemungkinan muncunya konflik hcrizcntal yang dipicu cieh s,kap superioritas dan inferioritas dimaksud, setelah rnengadakai,ier'r:an
internal, Rasulullah segera melakukan konsolidasi dan negcsiasi dengan berbagai kelompok guna menposisikan selunh u'a-rga pada
porposi yang sebenarnya dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap
warga memiliki kedudukan yang sama,oo huk pembelaan diri,al tanggungj awab politika2 dan kontrol sosial.a3
a0
Lihat teks piagam Madinah pasal 16,25,35 dan 46; berhak memperoleh pertolongan dan persuurmaan tanpa penganiayaaa dan tidak ada yang menolong musukh mereka
1. Kaum yahudi yang mengikuti kami
2. 3.
(pasal l6). Sesunggunhnya Yahudi Bani Auf satu umat bersama-sama orang mukmin (pasal 25) Sesungguhnya tidak seorangpun dari mereka (penduduk Madinah) dibenarkan keluar kecuali dengan izin Muhammad (pasal 35)
36
Upaya Rasulullah dalam mengaktualisasikan prinsip persamaan tersebut dimaksudkan untuk memberantas akar-akar
fanatisme masyarakat suku,. Sebab hanl,a ie:;gan cara dernikian
manusia baik scara individu maupun kelcmpck, harkat dan martabatnya akan menjadi terangkat sehingga Cengan mudah mereka mengembangkan potensinya secara u,aj ar.
2.4. Yasinan Sebagai Institusi Keagamaan.
4-
iiri
Sesungguhnya kaum Yahudi al Aws, sekutu clan nereka rnemperoleh hak dan kervajiban sepefti apa yang diperoleh kelompok lain pendukung Shahifat ini
serta memperoleh perlakuan yang baik da,i s:'rua pemilik shahifat ini. Sesungguhnya kebaikan berbeda dari ke.ja),;rrn. S::,.p oru.ne befianggung jarvab atas perbuatannl,a sendiri. Sesungguhnr a -ri,:-h neinbenarkan dan memandang balk apa yang termuat dalam shahiiar ii-ri, ipasai
i6)
alsebagaimana
disebutkan dalam pasal 36 1'ang ber'i.n.il Sesungguhnya tidali dihalangi orang menuntut haknl'a (balas) karena clluilai c::r.rapa,rang melakukan kejahatan berarti ia melakukan ke.jahataa atas diri darl kcl,..:_.: -,. a- cuaii teianiaya. ^,.-e Sesungguhnya Allah memandang baik ketentuan ini. a2Persamaan datt 44
dalam tanggungjawab
politik sebagaiinana re:rera dalam pasal 24, 3g
;
1.
sesungguhnya kaum Yahudi bersama-sama orang mukmin bekerjasama dalam menanggung pembiayaan selama mengadakan perane bersama. ( pasal 24)
2. Sesungguhnya kaun yahudi bersama-sama orang mukmin 3.
besama-sama menaggung pembiayaan selama mereka menghadapi peperansan bersama. (pasal 38) Sesungguhnya di antara mereka harus ada kerjasama- tolong menolong untuk menghadapi orang yang menyerang kota yasrib.(pasal 4,1)
*'Piagam
Madinah Pesal 27 (a.b) berbunyi; Sesungguhnya kaum yahudi wajib menaggung nafkah mereka dan orang-orang mukmin wajib menanggung nafl
37
Di dalam
k'hazanah keagamaan Islam Indonesia ada istilah
"Yasinan". Istilah ini merujuk kepada tradisi sebagian umat Islam yang menyelenggarakan acata kumpul bersama dengan mernbaca
Surat Yasin. Sekalipun diberi istilah "Yasinan", isinya tidak sekedar membaca surat tersebut, tapi biasanya dilanjutkan Cengan
dzikir bersama, pengajian bahkan seringkali juga bermusyawarah menyangkut berbagai hal kemudian ditutup dengan do'a.
Yasinan sebagai institusi lokal masyarakat muslim Indonesia yang tumbuh dari keinginan seorang muslim untuk mendekatkan dir kepada Allah melalui membaca teks suci hingga saat
ini tidak
saja
memiliki fungsi ibadah personal tetapi juga
serat
akan fungsi sosial yang ikut berperan dalarn pembangunan bangsa. Sepanjang yang dapat diamati
di kalangan ulama' terdapat
kesepakantan tentang sunnahnya meirbaca a1 Qur'an, te=nasuk
surat "yasin". Namun mereka berbeda dalam memahami apakah pentradisian membaca surah Yasin dalam waktu-waktu tertentu. Sebagaian ulama memandang bahwa membaca surat
"yasin"
paCa
waktu tertentu (malam Jum'at) sangat dianjurkan dalam Islam. Sebahagian yang
lain justru memandang sebaliknya,
mereka
mengatakan bahwa mentradisikan membaca surat Yasin pada
waktu-waktu tertentu merupakan perbuatan
mengada-ngada,
bid'ah, karena tidak dicontohkan oleh Rasululloh. Apalagi jika dibacakan pada acara-acara ritual selamatan daur hidup.
38
Kenyataan demikian menunjukkan bahwa pandangan Islam terhadap institusi lokal keagaman yang disebut "Yasinan" paling
tidak terdapat dua pandangan yang berbeda Can beftentangan. 1. Golongan Yang Menganggap yasinan Bici'ah.
Yasinan menurut pandangan kelompok
ini
merupakan
perbuatan yang bit'ah arlinya mengada-ada yang tiCak dicontohkan
oleh Rasulullah SAW Oleleh karenanya berdosa dan para pelaku dan pendukungnya nanti akan disiksa
di neraka. Kelompok ini
mengira bahwa hadits-hadits yang berisi keterangan tentang keutainaan Surat Yasin adalah hadits-haCits Choif ).ang wajib dihindari pengamalannya. Di antaia Iladits ;'ang diaiiggap rnaudlu' yang tidak dapat dijadikan hujjah menurut kelorr;:l.: ini adalah:
,p', 'i ,f"'^ jv ,j,i & 1r -S;t ,. : ,,'J;4J ^lt intS-j+ it ',-- j";.; ,-f-) ,f' .t"tL;
3v rv'; U ,,? 't *
iLt'J ii ;at;
Artinya: Dari Anaas ra. Ia berknta bahwa Rasululloh sav, bersabda "Barang siapa yang membiasakan membaca surat Yasin pada malam hari mako ketikn mati ia mati syahid".
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Thobroni dalam
kitab Al Ausath Ash Shogir. Hadits tersebut dianggap maudhu'
39
karena dalam susunan rawinya terdapat terdapat nama Sa'id bin Musa aI Azdi.Ia adalah seorang pembohong (kadzdzaab).aa
tsagi golongan yang bersemangat menganggap "Yasinafl" sebagai perbuatan bid'ah memperkuat
ict
jjahnya dengan hadits ini,
dan hadits-hadits surat Yasin lain yang maudhu'. Padahal, bagi orang-orang yang melakukan tradisi "Yasinan", hadits-hadits surat
Yasin yangmaudhLt'sama sekali tidak disentuh, apalagi dijadikan hujjoh atau dalil.
2.
Golongan yang Menganggap Yasinan Sur:.nah dan sangat dianjurkan Oleh Allah dan RasulNya. Senrentara
itu kelompok kedua memandang bah'wa yasinan
meski tidak dicontohkan oleh rasulullah tetapi sangat dianjurkan
oleh karena itu para pelaku akan mendapatkan pahala
surga,
Pendapat demikian didasarkan pada penCapat bahwa rnembaca al
qur'an secara bersama-sama dianggap sebagai bagian dari dzikir yang sangat dianjurkan oleh Allah, sebagimana FirmanNya (QS al
Kahfi:28)
o'Al Imam Muhammad bin Ali Muhammad Asy Syaukani Al Yamani. Tuhfah Adz Dqkirin, (Kairo, Daar al Hadiits, 2004), hal: 419
J,
-Jr9,
aJ, '9 t-ti
a,,;t
6&
uU'.
>\'".t-t
lS t;"tlt
ri'
L
)
;tlt {, L; '& lt* U u,;;;i 3t$ iti '€ti uf>
Artinya: Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti crang )'ang hatinya telah Kami lalaikan dari rlengingati I.'-ami, sefta menuruti hawa nafsun),a dan aCalah keadaan::;-a itu ixelerr"'ati batas" . (QS Al Kahfi : 28) Pentingnya dzikrullah demikian secara spesifik ditegaskan
kembali oleh R.asulullah Calam hadits Imam l'{uslirn diriwayatkan dari Abi Hurairoh ra, R.asulallch sal.r, bersabda
\tw
t.
W inr irti
,+l
a\t3*
,4t
'&i
^X1t
,:^*),.5\
"y
;/ang
:
b
'rig";1 ,l-;$-:;,t
W ui .EJE
Artinya: Tidaklah duduk sekelompok orang di antara rumah-rumah Allah sambil membaca Kitab Allah (Al Qur'an) dan mengkajinya di antara mereka, kecuali turun kepada mereka ketenangan, mereka diliputi
41
kasih sayang, dinaungi malaikat dan sebut-sebut Allah di depan Makhluk yang ada di sisi-Nya (maksudnya para malaikat)"45
Dalam hadits tersebut tampak sekali anjuian membaca Al
Qur'an bersama-sama, dengan berbagai keutamaannya, yaitu menghadirkan ketenangan batin, menghadirkan kasih sayang, mengundang malaikat datang menaungi, dan dibanggakan Allah di
antuapara malaikat.
Di
samping ayat dan Hadts
di
atas' golongan yang
memandang bahwa yasinan itu perbuatan ibadah pada umumnya besandarkan kepada Hadits-hadits yang m.einiliki Cerajat hasan
lighirihi yakni hadits dho'if yang jalur periu,ayatannya lebih dari satu, dan sebab kedho'ifannya bukan karena kefasikan
atau
pembohongnya perawi. Hadits Hasan Lighoirihi menurut ululul hadits termasuk hadits maqbul, diterima sebagai hryjah hukum.a6
Di antara hadits-hadits surat Yasin yang menj adi hujjah adalah hadits-hadits di bawah
ini
:
Pertama Nabi Muhammad saw bersabda
:
a'Al Imam Abi al Husain Mushm bin Al Hajjaj Al Qusyairy An Naisabury, Shohih Muslim, (Libanon, Daar al Fil
Mahmud Ath Thohaari, Taisiir Mushtholah al Hadits, (Libanon,
Daar alFikr), hal:43.
42
bLtt:';V*r+e
it
J-,'*,;:Jt iS,is,)W
/.W *te q t,3.=tt " 2:' pi,#, )L n
Mengabarkan padaku Mahmud
bin Kholid ia
berkata,
mengabarkan padaku al Walid ia berkata, mengabarkan padaku ia
berkata, Abdullah bin Mubarak dari Sulaiman at Taimiyy| d.ari
Abu Utsman, dari Ma'qal bin Yasaar ia berkata bahwa Rasululah bersabda, "Bacalah Surat Yasiin unlrk orang mati kqliqn.aT
Hadis tersebut
di
samping diriwayatkan oleh
dalam 'Antsl ctl Yaum wq
An Nasa'i
cl Lailch{no: 1075), juga cieh
Abu
Dawud (no: 3121), Ibn Majah (no:i448) keduanl,a rneri.,^,,ayaikan
dari Abu Utsman dari bapaknya. Abu Utsman yang dl::iaksud bukan Abu Utsman al Hindi sesuai -r:ang tenulis. iladis lerse'ri-rt juga terdapat dalam Musnad Ahmad (2615),Ibn Hibban (720) dan
Abu Ubaid dalam Fadlaail al Qur'an (no:65) dan as Sunan al Kubra oleh al Baihaqi (383/3). Imam al Hakim Abu Abdillah berkata - setelah menulis hadis ini
-
dalam al Mustadrak (5651I)
bahwa Yahya bi Said dan lainnya menganggap mauquf hadis ini.
o'Ah*ud
bin Sluaib an Nasa'i, 'Amal al Yaum wa al Lailah, Katro,
Daer aI Salaam, 2007}1/1428 H., cet. 1,h:442-443
43
Dan komentar dalam hal
ini
yang dijadikan rujukan
adalah
komentar Ibn al Mubarak karena tambahan dari orang yang tsiqah
Al Hafid Ibn Hajar berkata, "Hadis ini gharib" Ibn al Qaththan menganggap hadis ini memiliki cela disebabkan idlhthirab. Imam Daruqutni juga mengallggapnya (terpercaya) adalah diterima.
lemah tentang Abu Utsman yang terdapat dalam susunan hadis di
atas
Ali al madini berkomentar,
"Tidak ada seortlngpLm yang
meriwayatkan hadis darinya kecuali Sulaiman
ct Taimy dan
dia
adalah orang yang majhul tidak diketahui kead.ceit pribadinl'a"
dan Ibn Hibban telah menambahi komentarnl,-a teniang Abu Utsman dengan menganggapnya sebagai perawi tsit1at (teipercaya) sesuai dengan kaidahnya. Idlhthirab (kerancuan) Calam hadis ini
terletak pada derajatnya apakah mauquf ataukah warfu? kemudian apakah hadis tersebut jalur periwayatannya dari A1,'u Utsrnan dari
Ma'qal atau dart Abu Utman dari Bapaknya dari Ma'qal ? dalam hal ini menghukumi hadis tersebut berujung pada shohih atau hasan dan kalaulah tidak begitu maka pastilah susunan perawi hadis ini (i s nad) adalah hasan.
48
"Lihat tahqiq hadis tersebut oleh Faruuq Hamadah dalam tahqiq kitab 'Amal al Yaumwa al Lailah, Kairo, Daar al Salaam, 2007M11428 H., cet. 1, h: 443
44
Secara ringkas kelemahan hadis
di
atas adalah disebabkan
karena pertama, adanya perawi yang majhul (tidak dikenal icientitasnya atau tidak ada biografin5,a dalam kitab-kitab rijc.alLtl hadits) kedua, hadis tersebut dianggap mudlhtharib, dalam hal ini
dari segi sanadny4 yaitu apakah dianggap hadis mauquS
atau
marfu.
Terhadap kelemahan yang pertama maka memang jelas bahwa hadis dalam hadis tersebut terdapat perawi yang majhul,
tetapi untuk kelemahan yang kedua tidak dijelaskan
secara
terperinci dan meyakinkan riengapa hadis tersebut diargg:p mudlhtharib, jadr secara pasti hadis telsebut iemah karena :ebrb yang pertama.
Kelemahan hadis yang dise'oa'=kan majhttlnya seoraxg perawi bisa ditutupi dengan hadis lain )'ang mengandung makna serupa, yang walaupun lemah tapi kelemahar.^n1,a tidak terlampau berat. Dalam hal ini hadis di atas bisa ditopang oleh hadis berikut:
j
tib #i
jv
-jo , ';t b\ GA r\*o G '4sA, q: i j eb si7;:1u --lp-Lt SA -rr :;r;-i i*'i,:>
".SuJ;t e.
,tlt
,i*, i.L
'^-Z;-;tt
45
Dari Shafwa ra, ia berkata: Telah bercerita
kepadaku
beberapa syaikh, bahwasanya mereka hadir ketika Ghudhaif ibn
Harits al-Tsumaliy mengalami naza' yang sangat (sakratul maut)
seraya berkata, "Siapakah membacakan surat Yaasiin?
di antqrq kalian yxng dapat
" Lalu shalih ibn Syuraih
as-Sakuniy
membacakannya. Maka ketika sampai pada ayat 40 Ghunaf wafat.
Shofwan berkata Yaasiin
di
:
pata syaikh berkata, "Bils dibacakan surat
sisi orang yang sedang naza', niscaya diringankan bagi
orang yang noza' keluarnya ruh dengan sebab bacc;an itu". Kata
Shofinaq "Kemudian Isa bin Jr{u'tarnir menibaca sut'at Yacsiin di sisi
lbn Ma'bad pada saat nGZq"' HR Imam Ahmad
dalam
musnadnya juzlY I l}5.4e Kelemahan hadis ini adalah karena munqathi yakni riu,ayat
ini hanya sampai kepada Tabi'in dan tidak sampai kepada Nabi saw. Riwayat
ini lemah dan termasuk hadis dhaif karena terdapat
beberapa syaikh yang disebutkan itu majhul yaitu tidak diketahui identitas dan biografinya.5o
"Dinukil dari Drs. KH. M. Suflan Raji Abdullah Lc., Bid'ahkah Al Qur'an untuk Orang Mati, Jakarta, Pustaka al Riyadl,
Yasinan, dan Bacaan
2008M, cet.2,h:34 tolbid.
V ,J-i V ,*,1 y L;u ti'rr:J6 ..r.r.oYrr:i g't:-; t;i i' s..i- "h: s1'p ! :.rTfJi ifr .r-s,ju p;s 43 i, ):. bt j;i l: tq t .W V
,o,i
€ty * r;;;; Mengabarkan padaku Muhammad
a;o \1g7t\
tLJ'3
bin Abdul A'la
meriwayatkan padaku dari bapaknya dari seorang lelaki dari Maqal bin Yasar bahwa sesungguhnl,a R.asulullah saw berkata,
"
Surat Yasin adalah hati Al Qur'an, tidaklah seseorang membacanya karena mengharap ridho Allah kecuali Allah pasti akan nxengqmpLtninya, bqcalah surat Ycsiit untuk arctilg mati kalian".
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Nasa'i dalam An:al cl Yaum wa
al Lailah (no: 10751.51-Kelelnahan hacis iersebut adalah
karena terdapat beberapa perau,i yang rctcjliul. Sebagairnana dikemukakan sebelumnya kelemahan karenz \::;n;i!titlan seorang perawi adalah kelemahan yang ringan sehingga bisa ditopang oleh hadis lain yang semakna. Dengan memperhatikan sifat-sifat kelemahan hadis di atas yang ringan serta adanya hadis dari jalur lain yang semakna maka
lebih tepat jika hadis-hadis tentang keutaman surat Yaasiin dianggap berderajat Hasan
li ghoirihi.
Dan hadis dengan derajat
"Ahmad bin Syuaib an Nasa'i, 'Amal al Yaum wa al Lailah, h. 443
47
seperti itu adalah salah satu hadis yang bisa dijadikan hujjah atau
dalil.
Imam Asy Syaukani menukil dalam kitabnya bah'',r'a hadis tersebut dianggap shohih oleh Ibnu Hibban. Imam Ahmad juga
://
meriwayatkan hadits tersebut dan menganggapnya shohih.52 Tentu pandangan tersebut menurut kaidah-kaidah keshahihan hadis yang
dipilih oleh dua imam tersebut.53 Terlepas dari pro kontra
di atas, fenomena
membaca al
qur'an, khususnya surat Yasin )/ang menipakan salah satu surat Cari
al qur'an hingga saat ini telah menjadi tradisi )'ang mengal=:r pe,la
masyarakat Indonesia. Masyarakat muslim Indonesi:, i'ang dicirikan sebagai masyarakat paguS.uban, pada r.iiulnii)r& menganggap bahwa tradisi pembacaan surat Yasin sangat per,iirs sebagai wahana silaturrahmi antar warga. Itulah sebabn1,a iliengapa
kecintaan membaca surat yasin masyarakat muslim pada akhirnya
melembaga sebagai perkumpulan jama'ah yang sering kali
yakni sebuah masyarakat lokal yang pada
mengejawantah sebagai lemabaga "Yasinan"
organisasi sosial keagamaan
"Al
Imam Muhammad bin
Tuhfah Adz Dzakirin,
Ali
Muhammad Asy Syaukani
Al Yamani,
Loc Cit.
"Abu Thoyyib Muhammad Syams Al Haq Al 'Adhiim Aabadi, Aun al Ma'bud Syarh Sunan Abu Dowud, Kairo, Daar al Haadits, 2001W1422H, luz 6, h:31
48
perkembangalnya tidak hanya memiliki fungsi keagamaan semata, tetapi juga memiliki fungsi sosial.
BAB
III
METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian. Penelitian ini pada dasarnya dimaksudkan untuk memahami secara kontekstual dan memperoleh gambaran yang mendalam dari
peran institusi lokal dalam pembangunan desa. Penelitian ini termasuk jenis kualitatif, dengan maksud agar dalam proses pencarian makna dibalik fenomena dapat dilakukan pengkajian secara komprehensif, mendalam, alamiah dan apa adanya serta
tanpa banyak campur tangan dari peneliti. Adapun pertirabangan
lain adalah bahwa peran institusi lokal dalam pembangunan tidak hanya mengungkapkan peristiq,a
riil
yang bisa dikuantitatifkan,
tetapi lebih dari itu hasilnya diharapkan dapat mengungkapkan halhal yang tersembunyi Melalui penelitian kualitatif diharapkan dapat menjelaskan secara terperinci apayang ada dilapangan.
3.2. Fokus Penelitian. Dengan mengacu pada permasalahan yang ada, maka fokus
penelitian yang ada adalah sebagai berikut:
1. Keberadaan lembaga Yasinan sebagai institusi lokal dalam masyarakat yang didasarkan pada: a. Respon masyarakat terhadap keberadaan
Institusi Yasinan.
50
b. Kegiatan-kegiatan Institusi Yasinan.
2.Peraninstitusi Yasinan dalam pembangunan desa yang rneliputi: a. Sebagai fasilitator komunikasi dua arah.
b.
Sebagai wadah partisipasi masyarakat desa dalam
pembangunan.
3.3. Lokasi dan Situs Fenelitian.
Lokasi dari penelitian yang berada
di Kecamatan
SeCangkan Situs yang
ini
adalah
di Desa Gunungterang
Langkapura Kod1,a Randarlampung.
dipilih adalah Lembaga Yasina"n
sebagai
salah satu institusi keagamaan lokal l,ang i;lasih e};sis dalam masyarakat . Pemilihan ini diiasarkanpada:
1.
Penilaian i;ahwa
di
desa Gunung.ierang banyak
berkembang institusi lokal yang nota'cenel,va adalah
lembaga adatltradisional yang mampu memberikan
kontribusi yang sangat berarti dalam
pelaksanaan
pembangunan desa.
2. Yasinan
sebagai salah satu institusi lokal tradisional
keagamaan, sudah lama berdiri dan tetap eksis di tengah-
tengah kehidupan masyarakat serta mempunyai peranan
yang cukup besar dalam pembangunan desa Gunungterang.
51
3. Sebagai lembaga keagamaan, institusi Yasinan tergolong
masih tradisional meski belum pernah mendapatkan pembinaan dari pemerintah ataupun LSM. Namun lembaga
ini telah membuktikan dirinya bahw'a
dengan
berbagai sumber daya yang ada padanya mampu untuk berdaya dan berkiprah di dalam pembangunan desa.
3.4. Sumber Data.
Informan awal dipilih secara purposif (porposive sampling)
yang didasarkan atas subyek yang menguasai memiliki data dan bersedia membedkan
Cata.
petmasalahan,
Dalam penelitian ini
yang menjadi informan kunci adalah Kepala Desa dan Ketua Lembaga Yasinan beserta
Kyai serta pemuka masyarakat.
Kemudian informan berikutnya adalah berdasarkan tehlik snow
ball sampling sampai terdapat suatu kejenuhan informasi Cata, sehingga bergulirnya tehnik snow ball ini baru akan selesai atau terhenti setelah menemui titik kejenuhan data.
3.5. Jenis Data.
Menurut Moleong (1990), sesuai dengan sumber data yang
dipilih, maka jenis-jenis data dalam penelitian kualitatif dibagi kedalam kata-kata dan tindakan, tulisan,
foto dan
statistik.
Keterangan berupa kata-kata atau cerita dari informasi penelitian
52
dijadikan sebagai data utama (data primer), sedangkan tulisan dan statistik dari berbagai dokumen yang relevan, serta aktivitas warga cialam proses penentuan prograrn pembangunan CijaClkan sebagai data pelengkap (data skunder).
3.6. Proses dan Teknik Pengumpulan Data.
Proses pengumpulan data dalam penelitian
ini meliputi
3
tahap, yaitu: Proses memasuki lokasi penelitian (getting in), ketika berada di lokasi penelitian (getting along), dan mengumpulkan data
(longing data). Adapun dalam pengumpulan data rnenggunakan teknik; 1. Pengamatan Berperan
Untuk mengumpulkan data tentang fenomena peiail institusi
Yasinan dalam pembangunan, dalam penelitian
ii
;rengambil
strategi dan teknik pengamatan berperan. Teknik
ini
akan
dilakukan secara emik dalam artian ikut terlibat bersama subyek
penelitian, dengan mengamati serta mengikuti aktivitas yang
dilakukan oleh subyek pada lokasi penelitian.
Pengamatan
difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan institusi
Yasinan baik yang bersifat ritual keagamaan maupun social kemasyarakatan.
53
2. Wawancara Mendalam (In-depth interview)
Untuk mendapatkan data yang lengkap dan medalam, maka dilakukan wawancara mendalam dengan para aktor yang terlibat
dalam kegiatan Yasinan yang ada pada
masyarakat
Bandarlampung. Dengan cara ini dapat diketahui secara mendalam
tentang berbagai
hal yang menyangkut tentang
pandangan,
pendapat serta perasaan masyarakat. Penggunaan teknik wawancara mendalam, menurut Creswell sangat penting dalam
penelitian kualitatif. (John Creswll,
W, 1998: p. 120). Bahkan
menurut Mulyana, teknik pengumpulan data dengan rva.wancara tak -iecri
teistruktur relevan dengan penelitian i-ang menggunakan
interaksi simbolik. Sebab menurutn;.,a bagi fihak diwawancarai dimungkinkan untuk mendef,inisikan
) ang
diri
dan
lingkungannya berdasarkan kultur dan adat istiadat serla tra,Cisi yang mereka anut. Mulyana, 2002:183) 3.7. Teknik Analisis Data
Mengikuti tahapan analisis data dari Miles dan Huberman,
(Milles dan Hubermann,I992: 20) teknik analisis data digunakan dalam penelitian
ini
yang
adalah dengan cara; reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan serta verivikasi. Data
atau informasi yang ada dikelompokkan sesuai dengan topik permesalahan penelitian. Setelah data direduksi, data disajikan
54
dengan tersusun secara sistematik dan terkelompok berdasarkan
jenis dan polanya, kemudian Cisusun dalam bentuk bagan-bagan atau narasr-narasi sehingga membentuk rangkain informasi yang
bermakna sesuai dengan masalah penelitian. Setelah ;relewati tahapan
ini,
Iangkah selanjutnya yang harus diainbil adalah
mengambil kesimpulan. Di mana kesimpulan diambil berdasarkan hasil reduksi dan penyajian data. Setelah mendapatkan kesimpulan langkah berikutnya mengadakan verifikasi dengan cara mencari data baru yang lebih mendalam untuk mendukung kesimpulan yang
sudah didapatkan. Tahap verifikasi Ciiakukan untuk menghind.ari kesalahan interpretasi dari hasil v/a:,i'alcara sebelumnl,a.
Model berikut mer-r:pakan bagaimana proses analisis dalam penelitiaan ini.
Pengumpulan Data
Red u ksi
Data
Penarika n
Kesimpulam
da'ra
55
3.8. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data '-' ',',r...:.1
Untuk menguji keabsahan data 'atau kesimpulan. .,
'r,
r:.J.!;.r1..j-
,'^
i),.r.'-:
Lx)r,.'-tt:..\).'w1.r
'rr.
, /.)
,-
dari
verifikasi diperlukan pemeriksaan ulang terhadap data yang telah terkumpul. Mengacu saran Lincoln dan Guba (1983), bahwa data
dianggap ,S.uhih .9*l .gU:"!:.opabila memiliki dgr4jat; (1) keterpercay aan (cr e dib ility), (2) keteral than (tr ansfer ab il ity), (3) dapat dipertanggungjawabkan (defendebility) dan (4) penegasan atau kepastian (confirmability). Dalam rangka menguji keabsahan data, penelitian
ini menggunakan teknik berikut;
(1) Memperpanjang waktu kehadiran cii lapangan. Hal
ini
dilakukan setelah semua data yang dibutuhkan
terkumpul, peneliti kembali lagi ke lapangan dan membaur dengan subyek penelitian.
(2) Triangulasi di, mana pemeriksaan keabsahan data
dengan cara membandingkan arfiara hasil dari informan dengan sumber metode dan teori. Peneliti
akan mengecek kembali setiap informasi yang diperoleh, misalnya dengan membandingkan data hasil wawancara dengan pengamatan.
(3)
Di samping
mendiskusikan dengan teman sejawat
dan pembimbing, juga akan dilakukan dengan cara mengekpos hasil temuan sementara yang diperoleh
56
dalam bentuk diskusi dan seminar. Melalui cara ini diharapkan akan mendapat respon dan
kritik
sei:ta
masukan claiam rangka penguatan temuan akhir penelitian. 3.9. Tahap-tahap Penelitian S
ebagai layaknya sebuah penelitian ilmiah langkah-lan gkah
penelitian merupakan hal yang sangat urgen. Karena penelitan ini
termasuk dalam kategori penelitian etnografi, maka dalam penelitian berpedoman pada 12langkah penelitian etnografi model
Spradly (1980) yang dimodifrkasi menjadi menentukan situasi sosial;
(2)
rne
9
tahapa*-:
(i)
lakukan obsen asi lzpz:'gz:;
(3)melakukan analisis kawasan; (4) irrelakukan obsen'asi t*rickus;
(5)
melakukan analisis taksononii;
terseleksi;
(7)
(6)
melakukan anaiisis
rnelakukan analisis kcnpensial:
analisis tema budaya;
(8)
melai
(9) dan yang terakhir menulis laporan
penelitian.
1.
Menentukan Situasi Sosial.
Penentuan situasi sosial dalam penelitian etnografi merupakan langlah yang penting oleh sebab
itu dalam penelitan ini
pertama-tama yang dilakukan dalam penelitan adalan memilih situasi sosial yang akan diteliti. Situasi sosial yang dipilih dalam
penelitian
ini
adalah masyarakat muslim dari berbagai etnik di
Kodya Bandarlampung, yang terdiri dari para individu, elit lokal
57
sebagai aktor pemerintah lokal, para tokoh adat, tokoh agama dan
cendekiawan dan berbagai pihak yang dianggap dapat r,aerrberikan kontribusi dalam penelitian.
2.
Observasi Lapangan. Setelah ditentukan dan dipilih masyarakat Bandarlampung
yang terdiri dari para individu dan elit lokal serta para tokoh yang
dianggap representatif dalam memeberikan kontribusi dalam penelitian, maka langkah selanjutnya adalah peneliti berupaya
mengenal aktor melalui observasi lapangan. Dalam rangka
menghindari terjadinya kecuiigaan aktor terhadap peneliti dilakukan berbagai cara penCekatan seperti beramah tamah dengah masyarakat, silaturrahmi dengan berbagai tokoh masyaiakat serta
membaur dengan masyarakat dalam even-even kegiatan baik kegiatan ritual keagamaan maupun kegiatan sosial kemasyarakatan.
Dalam observasi lapangan dilakukan dua tahap yaitu (1) tahap grand tour dan (2) tahap mini tour. Pada tahap pertama
peneliti tidak banyak berperan, namun hanya secara pasif beradaptasi terhadap situasi masyarakat artinya peneliti dalam hal
ini
hanya melihat dan mengamati para aktor. Proses demikian
penting untuk mengenal secara agak mendalam terhadap keadaan sosial yang ada. Peneliti tidak memposisikan para aktor sebagai subyek dan obyek penelitian, tetapi menganggapnya sebagai teman,
sahabat dan kenalan. Untuk menghidarkan dari kecurigaan dari
58
para aktor, peneliti tidak banyak menonjolkan peran
sebagai
peneliti sehingga situasi sosial dapat diarnati secra agak lebih dekat. Setelah kondisi hubungan peneliti dengan para aktor terasa cair dan
dapat diterima dengan baik, barulah kearudian peneliti berperan
.\
secara
aktif dalam penelitian. Adapun hal-hal yang menjadi ickus pengamatan dalam
observasi diskriftif adalah; (1) gambaran umum keadaan tempat dan ruang situasi sosial yang berlangsung; (2) obyek fisik yang menyangkut tempat-tempat masyarakat kedua etnik berinteraksi;
(3) para aktor sosial berikut karakterislik yang melekat padanya seperti stafis, jenis kelarnin, usia Can laln sebagain;,a; (4) tindaka;t
apa yang dilakukan para aktor dalam kehidupan sosial; (5) seperangkat aktivitas apapara aktcr salirrg belh.ubungan; (6) kapan
tindakan perisiiwa tersebut terjadi
yang diperlihatkan pata aktor
ian (7)
serta
peraszen sepeci apa
tujuan apa yang ingin
diciptakannya.
3.
Analisis Kawasan.
Hubungan antar bagian serta hubungan bagian-bagian dengan keseluruhan dalam masyarakat seperti peran lembaga adat
dan pemerintah lokal dalam membina masyarakat multietnik merupakan hal yang cukup urgen untuk dipahami dalam sebuah penelitian lapangan. Oleh karenanya analisis kawasan merupakan cara
berfikir
yarrg dianggap dapat memberikan dan menguji sesuatu
59
untuk menentukan hubungan dimaksud. Beberapa kawasan yang dianggap penting untuk dianalisis dengan agak seksama dapat
diidentifikasikan sebagaimana berikut; (1) jenis-jenis aktcr
5'a1g
terlibat; (2) jenis obyek fisik; (3) jenis tindakan yang dilakukan aktor; (4) jenis-jenis alasan dalam melakukan tindakan; (5) jenisjenis waktu yang digunakan; (6) jenis-jenis tempat yang digunakan
dalam kegiatan aktor; (7) jenis-jenis akibat; dan (8) jenis-jenis fungsi.
4.
Observasi Terfokus.
Tahap penelitian berikutnya setelah melakukan analisis kawasan adalah melakukan obsen'asi terfokus terhadap rineian dari
sebuah kawasan penelitian. Cleh karenanya obsen asi terlckus
dilakukan atas dasar kawasan-kawasan yang telah diidectifikasi dalam usaha mencari situasi scsial Can budaya
di Kct:::ad;'a
Bandarlampung. Dalam hal ini penting untuk ditetapkan sejumlah kawasan untuk dikaji secara mendalam melalui observasi terfokus sebagaimana fokus yang telah ditetapkan semula.
5.
Analisis Taksonomi.
Untuk mencari hubungan antara konponen dari masingmasing kawasan sebagaimana sara Spradly
di antara jenis-jenis
alctor yang terlibat dalam berpartisipasi dalam pembangunan diperlukan adanya analisi taksonomi. Analisis taksonomi dilakukan
60
pada kawasan-kawasan
di
mana cara-cara aktor melaksanakan
peran dan partisipasinya.
6.
Observasi Terseieksi.
Sebagai layaknya penelitian etnografi, kau'asan-ka\\'asan
yang telah terpilih perlu dikaji secara lebih teryeinci. Obsen,asi terseleksi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji secara
lebih terinci terhadap kawasan-kawasan yang telah Ciidentifikasi dan dipilih terlebih dahulu. Berbagai pertanyaan dan perhatian diarahkan untuk menentukan budaya dan religiousitas dari situasi
sosial yang dipelajari. Observasi terseleksi dilakukan dengan cara rnengajukan pefianyaan kontras terhadap ka.,.;asan ,vang ditemukan dalam observasi terfokus.
l.
Analisis Komponensiai.
Dalam rangka menentukan komponen ).'eng mengandung
arti sitematik dari atribut-atribut (makna komponen) yang
serasi
dan berhubungan dengan budaya dan religiousitas, maka dalam
penelitian
ini
dilakukan analisis komponensial. Agar dimensi-
dimensi kontras dapat diidentifikasikan maka diajukan sejumlah pertanyaan kontras. Pencarian dimensi kontras dari kategori yang
ditemukan dalam bentuk format paradigma hingga sampai pada penguj ian kebenarannya dilakukan obe s erv asi dan wawancara.
Dalam melakukan analisi komponensial diperlukan langkah-langkah berikut; (1) menetapkan kawasan yang akan
6l dianalisis yaitu kawasan yang telah ditetapkan pada saat melakukan
observasi terfokus;
(2) menginventarisasi seluruh kontras
yang
ditemukan dalam observasi terseleksi dan membuat kertas kerja
serta mengidentifikasikan dimensi kcntras yang beniilai dan berkategori; (3) mengkombinasikan dimensi-dimensi kontras yang dekat hubungannya dalam satu dimensi yang mempunyai nilai-nilai
jamak. (multiple values).
8.
Menentukan Tema-tema Budaya.
Tahap berikutnya setelah mengadakan
analisis
komponensial adalah menentukan tema-tema budaS'a. Penentuan
tema-tema budaya dilakukan dengaa mengidentifikasikan persamaan dimensi kontras dari karvasan-kawasan 5'ang riipillh dalam observasi terfokus. Dari tema-tema ),ang telah diinfentarisir dalam setiap kawasan selanjutnya dicari terta buda;,a universaln),a.
9. Menulis Laporan Penelitian. Hal yang tak kalah pentingnya dalam sebuah penelitian adalah tahap penulisan laporan sebagai tahapan yang harus dilakukan. Hasil temuan dalam penelitian selama observasi dan wawancara
di
lapangan ditulis dalam bentuk etnografis yang
dilakukan secara bertahap penulisan. Pettama, ditulis bersamaan dengan pengambilan data
di lapangan,
dibuat catatan lapangan
yang kemudian dianalisis data sebagaimana terurai sebelumnya.
Kedua, setelah ditemukan gambaran tentang
permasalahan
62
penelitian disusunlah outline yang disiskusikan dengan kawankawan dan dikonfirmasikan dengan pembimbing. Ketiga, membuat
isi (materi) yang akaa disajikan dalam laporan berdasarkan kawasan-kawasan yar,g telah dianalisis.
kerangka pokok tentang
Keempat, menetapkan judul dan sub judul. Kelima, pengecekan data lapangan (member checking).
BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
4.1. Gunung Terang sgbagai
Hunian Fircggiran Kota.
Gunung terang pada awalnya merupakan
sebuah
kelurahan yang ada pada wilayah administratif kecamatan Tanjungkarang Barat namun sejak dikeluarkannya Perda No. 04 Tahun 2012 tentang Penataan dan Pembentukan Kelurahan dan Kecamatan, maka kelurahan
ini masuk pada wilayah
Langkapura. Kecamatan Langkapura sendiri
kecamatan
terdiri atas
5
kelurahan, antara lain:
1.
Langkapura
2. Langkapura Baru 3. Gunung Terang 4. Segala Mider 5. Bilabong Jaya Kelurahan Gununglerang merupakan daerah administratif
ini terletak di satu kawasan pinggiran kota, yang memiliki jarak dengan kota
kecamatan Langkapura. Secara geografis kelurahan
kecamatan kurang lebih 0,5 km. Jika ditempuh dengan kendaraan
bermotor hanya memerlukan waktu sekitar 5 menit, namun jika
ditempuh dengan jalan
kaki memerlukan waktu 15
menit.
64
Sementara itu jarak dengan ibukota kabupaten kota bandarlampung
kurang lebih 4 km. Jika dirnepuh dengan kendaraan sepeda rnotor mernerlukan waku sekitar 30 menit, tetapi
jika ditempuh
dengan
jalan kaki diperlukan waktu 2 Jam. Sementara jaiak dengan ibukota Propinsi kurang lebih 5 km, ,vang jika ditempuh dengan kendaraan sepeda motor hanya memerlukan waktu 40 menit.
Secara geografis kelurahan Gunungterang merupakan wilayah lereng gunung yang memiliki luas pemukiman 217 Ha,
4000 m2 tanah pekuburan dan 1000 m2 sebagai perkantoran. Wilayahnya merupakan dataran tiilggi dengan ketinggian rata-rata 900m Ci atas permukaan air laut. Iklim trcpis pegunungan Levasa menyejukkan dengan suhu maksimum 32" C dan suliu minimum
17' C. Dengan iklim tersebut sektor pertanian ,vang menghasilkan berbagai tanaman hiyas, sayur mayur, buah-buahan menjaCi komoditas unggulan masyalakat. Sementara sektor perternakan
hewan konsumsi sampai dengan pembibitan ikan air tawar merupakan komoditas kedua.
Sebagai bagian dari kecamatan Langkapura, Kelurahan Gunungterang secara administratif memiliki batas-batas berikut;
o o o
Sebelah Utara dibatasi oleh kelurahan Rajabasa;
Sebelah Selatan dibatasi oleh kelurahan Segalamider; Sebelah Timur dibatasi oleh kelurahan Labuhan Ratu;
65
.
Sebelah Barat dibatasi oleh kelurahasqlangkapura.
Berdasarkan struktur organisasi sebagaimana terlihat pada
dinding aula desa, kelurahan Gunungterang terbagi menjadi 2 (dua) lingkungan yaitu lingkungan
I
(satu) dan lingkungan
II
(dua) yang
masing-masing diketuai oleh seorang ketua dan dibantu oleh 12
RT. Namun saat ini, meski masih terjadi pro kontra, wilayah Gunungterang dibagi menjadi
III (tiga)
Lingkungan yaitu
lingkungan satu, lingkungan dua dan lingkungan tiga. Masing masing lingkungan diketuai oleh seorang ketua yaitu; Bapak Didik sebagai ketua lingkungan
lingkungan
III
II
I
(satu), Bapak Hasun sebagai ketua
(dua) dan Bapak Hartono sebagai ketua lingkungan
(tiga). Meski pemekaran lingkungan sudah disepakati oleh
warga dan disetujui oleh Lurah, namun secara yuridis belum mendapatkan legalitas dari pemerintah kecamatan. Itulah sebabnya
struktur organisasi kelurahan yang terpampang pada dinding balei desa, kelurahan dibagi menjadi dua lingkungan saja, masing-
masing dipimpin oleh ketua lingkungan dan
12
Rukun
Tetangga/RT sebagaimana berikut;
Lingkungan
I (satu) diketuai bapak Didik
dibantu oleh 12 (dua belas) RT yaitu;
1. 2.
RT 01 dijabat oleh bapak Farzll Kesuma RT. 02 dijabat oleh bapak Jruiaidi
Supardi dengan
66
3. RT. 03 dijabat oleh bapak Agus Wijaya 4. RT. 04 dijabat oleh bapak Kasimo 5. RT. 05 dijabat oleh bapak Sutrisno Hadi 6. RT. 06 dijabat oleh bapak Suwondo 7. RT. 07 dijabat oleh bapak Karmani 8. RT. 08 dijabat oleh bapak Muhammad So'im 9. RT. 09 dijabat oleh bapak Bejo Trisno 10. RT. 10 dijabat oleh bapak Hartono 1
1. RT.
1
1 dijabat oleh bapak Sobron
12. RT. 12 dljabat oleh bapak Hajron Hatta Sementara
itu lingkungan
II
(dua) diketuai oleh
t,apa'<
Hasun dengan dibantu oleh 12 ketua Rukun Tetangga, masingmasing adalah;
1. RT.01 bapakMustofa
2. RT. 02 bapak Rohli 3. RT. 03 bapak Samson 4. RT.04 bapak Kartubi 5. RT. 05 bapak Abdullah 6. RT. 06 bapak Ali Mustofa 7. RT. 07 bapak Ja'far Ujang 8. RT.08 bapak Mirsan 9. RT. 09 bapak Lasiman 10. RT. 10 bapak Jayadi
67
1
1.
12.
RT. 11 bapak
Iqro'
./
RT, l2bapakNurleli
Dilihat dari struktur yang ada, kelurahan Gunungterang belum mencantumkan unsur keagamaan sebagai bagian dali struktur pemerintahan. Hal secara struktural
ini dimungkinkan
masalah keagamaan
jalur koordinasinya dianggap sudah
ditangani oleh Kementerian agama
langsung
di tingkat kecamatan. Meski
demikian, di kelurahan Gunungterang pembinaan keagamaan tetap
diperhatikan oleh kelurahan hanya saja sistem pembinaannya dilaksanakan oleh berbagai lembaga sosial yang Karang Taruna
a,-1a
seperti PKK,
d11.
Sesuai dengan data monografi dinamis kelurahan Gunungterang didiami oleh penduduk sebanyak 8602 (delapan
ribu enam ratus dua) jiwa dengan 2000 (dua ribu) kepala keluarga yang terdiri dari 4328lakt-laki dan 4274 wanita, yang terdiri dari berbagai macam suku yaitu; Aceh, Batak, Minang, Betawi, Sunda, Jawa, Madura,
Bali, Lampung dan Sumatra Selatan.
Menurut catatan sejarahnya Propinsi Lampung, sebelum tanggal 18 Maret 1964, merupakan keresidenan, dengan ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 1964 yang kemudian menjadi
Undang-undang Nomor 14 tahun 1964. Keresidenan Lampung
ditingkatkan menjadi provinsi Lampung dengan ibukotanya Tanjungkarang-Telukbetung. Selanjutnya berdasarkan Peraturan
68
Pemerintah
No. 24 tahun 1983 Kotamadya Daerah Tingkat II
Tanjungkarang-Telukbetung diganti menjadi Kotamadya Daerah
Tingkat
II
Bandar Lampung terhitung se.;ak tanggai
l7 Juni 1933
dan tahun 1999 berubah menjadi kota Bandar Lampung.
Dengan Undang-undang No. 5 tahun 1975 dan Peraturan Pemerintah No.
3 tahun 1982 teniar:.g perubahan wilayah, meka
kota Bandar Lampung diperluas dengan pemekaran dari 4 kecamatan 30 kelurahan rnenjadi 9 kecamatan 58 kelulahan. Kemudian berdasarkan SK Guber:iur No. G/185.8.1 11/Hk/1988
tatggal
6 Juli
1988 serta surat persetujuan Mendagii nomor
140l1799EUOD tanggal kelurahan
19 Mei 1987 tentang pemekaran
di wilayah kota Bandar Lampung, maka kota
?andar
Lampung terdiri dari 9 kecamatan dan 84 kelurahan. Pada taliun 2001 berdasarkan Peraturan Daerah Kola tsandar Lampung
llo.
04,
kota Bandar Lampung menjadi 13 kecamatan dengan 98 kelurahan.
Sejak berdirinya kota Bandar Lampung upaya peningkatan potensi-potensi yang ada terus dilakukan dengan upaya peningkatan pembangunan daerah yang dilakukan melalui perencanazm, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan yang
lebih terpadu dan terarah agat sumberdaya yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien.
Perkembangan pembangunan
yang
digerakkan
pemerintah, swasta dan masyarakat, sebagian dilakukan dalam
69
rangka deregulasi dan debirokratisasi sebagai terobosan terhadap tatanan yang ada untuk mempercepat terapainya pertumbuhan dan
pemerataan pembangunan serta persiapan rnenghadapi era globalisasi.
4.2.Dari kota kembang hingga sentral Keripik. Dalam perspektif sosiologis, masyarakat
di manapun
ia
berada memiliki karakteristik adanya kelompok-kelcmpok atau
kelas-kelas sosial yang didasarkan pada klasihkasi tertentu.
Masyarakat Jawa misalnya yang menurut pengatilatannya Koentjaraningrat terdapat dua kelas, yaitu kelas wong kelas
cilik
dan
priyayi. Istilah wong cilik mengandung pengertian kelompck
(kelas) dan kedudukan orang biasa atau orang kecil, keiompok ini
terdiri dari para pedagang dan petani. Sedangkan kelompokpriyayi
terdiri dari bangsawan dan pangreh praja. Berdasarkan klasifikasi sosial di atas, penulis merasa perlu membahas sedikit tentang kelas-
kelas sosial yang terdapat di kelurahan Gunung Terang dengan melihat mata pencaharian mereka. Dengan melihat pada mayoritas
mata pencaharian suatu masyarakat maka sepintas akan terlihat jelas kondisi sosial budaya, geografi dan kondisi keagamaannya.
Jumlah penduduk menurut jenis pekerjaan berdasarkan monografi 2013 kelurahan Gunungterang sebagai berikut:
70
Jumlah Penduduk Menurut Pekerjaan No
Pekeriaan
01
PNS
Jumlah 355
02
ABzu Wiraswasta lpedagang Tani Jasa (Tukang batu, kayu, gali sumur, pijat, iahit, elektro
tL1
03
05 06
07
Pensiunan
Data
di
84 JJI
221 116
atas menjelaskan bahwa ditinjau dari jenis
pekerjaamya, mayoritas masyarakat berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil dan petani, sisanya adalah r.,,iias"*,asta, pensiunan
Ca,n
jasa. Oleh karena itu wajar jika masalah penCidikan bagi genera:i mudanya bukanlah hal yang terabaikan. Khusus dalam hal wiraswasta, n:.as1,arakat Gunung terarg
tergolong cukup berhasil. Keberhasilan deniikian tampak sekali dalam upayanya membangun ekonomi rirasyarakat berbasis home
industri yaitu industri keripik. Sebagai bagian dari wilayah administratif kecamatan Langkapura, hasil pemekaran, kelurahan Gunung Terang telatr berhasil mengangkat citra Propinsi Lampung dengan ikon sebagai "kota keripik" sejak masih menjadi wilayah
administratif kecamatan Tanjungkarang Barat. Dahulu, sebelum
terkenal sebagai sentral keripik, kelurahan Gunungterang lebih dikenal pusat tanaman hiyas bahkan hingga sekarang. Meski sampai saat
ini
tanaman hiyas masih menghiasi pemandangan
77
sepanjang
jalan
PU, namun ikon kota kembang tampaknya
semakin tidak mengedepan seiring dengan pesatnya perkernbangan
industri kripik, sehingga tidak sedikit masyarakat yang avralnya menggantungkan ekonominya kepada tanaman hiyas
kini beralih
profesi sebagai pedangang kripik. Bahkan banyak yang dahulunya sebagai tukang dan buruh bangunan
kini mereka memilih
.jualan
kripik. Bapak Sucipto, misalnya yang kini bisa dikategorikan sukses dalam industri keripik, dengan rela hati harus meninggalkan
profesi sebelumnya sebagai seorang tukang bangunan. Pesatnya industri
kripik demikian tampak sekali ketika
meliwati Jalan zainal Abidin Pagar Alam'
Di
terpanrpang gapura besar tertuLiskan "selamat daiattg
penigaaan
di
fr,lilcyah
sentral Keripik" . Begitu memasuki Gerbang wilayah jalan PU, segera saja kita disuguhi pemandangan sederet kios atau \,4ail-lng
berjajar sepanjang jalan menuju Kemiling dengan tumpukan berbagai keripik; mulai dari
kripik pisang, singkong, sukun hingga
talas yang berwarna warni serta beraneka macam ras Sukses dalam bidang ekonomi tersebut merupakan hal yang
wajar karena pada umumnya masyarakat Gunungterang rata-rata berpendidikan tingkat menengah atas. Untuk lebih jelasnya berikut ini adalah jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan:
Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Status pendidikan
No 01
Usia 3-6 tahun yang sedang TK
Jumlah 821
/Ply Group 02
Usia 7-18 tahun yang sedang
t742
sekolah 03
Tamat SD
1
04
SMP
1437
05
SLTA
t507
06
Akademi /
07
D-2
r49
08
D-3
228
09
Sarjana (S-1)
397
10
Sarjana Strata 2 (S-2)
14
Dl
600
18
Dari pengamatan data di atas dapat dipahami
bahwa
masyarakat Gunungterang sangat memperhatikan masalah pendidikan, hal demikian dapat dilihat pada fenomena banyaknya
usia 3-18 tahun yang kini sedang penyelesaian
studinya.
Keseriusan masyarakat dalam bidang pendidikan ini juga tampak
dalam jumlah sarana dan prasarana pendidikan yang ada, baik negeri maupun suwasta. Dari data lapangan ditemukan terdapat tiga
a t7
-a
lembaga Play Group, empat taman kanak-kanak
rrK, tiga Sekolah
Dasar Negeri dan satu Sekolah Menengah pertama. 4.3.
Kondisi Sosial Budaya
Dalam perspektif sosiologis kodrat manusia diciptakan hidup bersama dengan orang lain yang berbeda agama,,,vama kulit, bahasa dan lain sebagainya. Sebagai mahluk social, manusia tidak
bisa hidup dalam kesendirian dalam meraksanakan aktifitasnya. Pada tataran yang lebih luas seorang manusia juga berad a di antara mahluk lain dalam makrokosmos. Di d,aram sistem makrokosmos manusia merasakan dirinya hanyalah sebagai suatu unsur kecil saja yang ikut terbawa oleh proses peredaran alam semesta. Flubungan
manusia dengan alam sekitarn>ra baik dengan sesal"na manusia maupun dengan lingkungan alam sekitarnya itulah yang pada
akhimya membentuk sebuah kerangka br:daya. Karena ringkun,ean manusia tidak selamanya sama satu dengan yang lainnya maka
wajar
jika
keragaman budaya
pun
merupakan salah satu
kerakteristik masyarakat. Bahkan keragaman budaya demikian merupakan ciri khas kehidupan masyarakat Indonesia. Ini dapat di lihat dari kebudayaan yang berkembang di masyarakat Indonesia. Penyebaran Islam, pada umumnya berhadapan dengan
dua
jenis kekuatan lingkungan budaya; 1). Kehidupan para petani lapisan bawah yang merupakan bagian terbesar, yang hidup bersahaja dengan adat- istiadat yang
di jiwai aleh animisme-
74
yang unsur-unsur filsafat Hindu-Budha tradisi lapisan atas' memperkaya dan mempengaruhi budaya kebudayaan mas-varal(at Sehingga dalam perkembangannya'
dinamisme,
2).
mengalamiakulturasidenganberbagaibentukkultur;'angada. diwamai oleh berbagai unsur Oleh karena itu, corak dan bentuknya imisme' dinamisme' budaya yang bermacam-macaln seperti hinduisme, budhisme dan Islam'
sebagian besar Maka ketika agama Islam dipeluk oleh masih tetap melestarikan masyarakat, kebanyakan dari mereka slametan serta kepercayaan lama seperti tradisi
unsur-unsur
dan mahLuk-rnahluk halus' pemberian sesaienkepada anvah leluhur bersama' sebelum Selamatan adalah suatu acara makan do'a dibagi-bagikan terlebih dahulu dibacakan yang seringkali bersama-sama. Upacara-upacara selametan Gunungterang antara lain dilatcukan oleh masyarakat kelurahan berkenaan dengan selametan yang biasanya dilaksanakan penting seperti puputan atau kelahiran bayi'
makanan
itu
peristiwa-peristiwa
dan rangkaian ritual kematian tetaknn atau ktritanan, pernikahan (selametan surtanah atau geblag), antara lain pada saat kematian
ketujuh (selametan hari ketiga (selametan nelung dina)' hari (selametan patang puluh dina)' mitung dina),hari keempat puluh peringatan satu tahun (mendak hari keseratus (selametan nyatus)' (mendak pindo) dathari keseribu sepisan),peringatan kedua tahun
75
(nyewu) sesudah kematian. Dan ada juga yang melakukan peringatan saat kematian seseorang untuk terakhir kalinya (selametan nguwis-uwisi). Selain itu masih adahajatan-hajatan lain
seperti memasuki rumah baru, nyadran (mengirim doa untuk leluhur). Dengan dilaksanakannya ritual-ritual tersebut masyarakat
berharap keamanan desa terwujud. Dengan demikian untuk menciptakan keharmonisan dalam bermasyarakat bukan sesuatu yang sulit apabila itu dipaharni oleh masyarakat,
Tradisi selamatan demikian tampaknya tidak hanya terjadi pada masyarakal tertentu, tetapi bisa saja terjadi
di
rnana-rnana
termasuk di Lampung. Sebagaimana di daerah-daerah lainnya, di
kelurahan Gunungterang khususnya, tradisi selamatan demrkian banyak dilakukan oleh mayoritas rnasyarakat dari berbagai etnik
yang ada. Hanya saja terdapat perbedaan dalam hal tata cara pelaksanaarurya. Adanya perbedaan pelaksanaan tradisi selamatan
secara sosiologis merupakan
hal yang wajar sebagai dampak
adanya pertemuan dengan berbagai tradisi lokal yang ada.
Dalam hal berkomunikasi, umunnya
masyarakat
Gungungterang menggunakan bahasa Indonesia. Namun demikian
bahasa
ibu masih ditemukan di
sana sini, khususnya ketika
berkomunikasi dengan orang dalam satu etnik. Bahasa Indonesia
lazimnya digunakan sebagai bahasa pengantar ketika bertemu dengan yang lainnya khususnya terhadap etnik
lain.
Fenomena
76
demikian menunjukkan bahwa meski masyarakatnya terdiri dari berbagai suku, pada kenyataannya masyarakat masih konsekuen rnempertahankan bahasa
ibu, meski dalam even-evei] terlentu
menggunakan bahasa Ind.onesia.
Dalam kehidupan masyarakat pedesaan, tolong menolong
dan gotong-royong menjadi asas utama bermasyarakat. Ketika seseorang diundang untuk maksud
baik atau di minta bantuan
tenaganya, mereka dengan senang
hati menghaCiri
unCangan
tersebut, dan apabila berhalangan hadir umulirl)ra riereka selalu
inemberikan alasan yang dapat dimaklumi ketidakladirannya. F
enom ena demiki an menunj ukJ
b
ahu'a
rnas!,, ar
akzt
;:n
en g an g gap
urusan bertetangga merupakan hal yang penting d,e.larn berinteraksi
sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Niiai-nilai demikian seclah-olah sudah menjadi kesepakatan yang halus iipatuhi oleh warganya.
Lingkungan kelurahan Gunungterang yang tenang dan
beriklim sejuk menandakan kedamaian dan keharmonisan warganya. Keharmonisan ifu ditunjukkan oleh kepedulian sosial yang tinggi dengan prinsip hidup tolong menolong ariara sesama warga. Hal
ini tercermin dalam sikap ikhlas membantu
terhadap
tetangga yang ditimpa musibah, baik bantuan berupa tenaga maupun berupa materi, Kepedulian sosial itu terwujud pula pada
kepatuhan terhadap pranata sosial yang diciptakan dan telah
77
berlangsung lama dengan istilah sambatan, baik yang didasarkan atas kesadaran sendiri maupun yang bersifat anjuran dan aparat
pemerintahan setempat; seperti kerja
bakti perbaikan jalan,
perbaikan sarana ibadah, penjagaan keamanan dan ketertiban lingkungan, bersih desa dan lain sebagainya.sehubungan dengan sosial ekonomi pedesaan sebagaimana yang terjadi di kelurahan Gunungterang.
Jiwa gotong royong masyarakat tercermin dalam kebiasaan
yang disebtt sambatan, yang berasal dari kata sambat, arttnya
minta bantuan. Sambatan yang bersiiat saiing memberi menerima
dan
ini nampak demikian dominan memperteguh
kebersamaan dalam hubungan b ermas3,313[41.
Selametan dan sambatan rnerdpakan kegiatan sosial yang bersifat umum, artinya melibatkan semua warga baik bapak-bapak,
ibu-ibu, remaja putra dan putri dari berbagai etnik yang
ada.
Kegiatan sosial warga kelurahan yang bersifat khusus antara lain: Paguyuban petani tanaman hiyas dan industri kecil (pembuatan
keripik). Wadah kegiatan sosial
ini
hanya diperuntukkan bagi
mereka yang tergabung dalam usaha petani tanaman hiyas dan home industri keripik.. Paguyuban ini bertujuan mengangkat harkat
martabat petani dan pedagang tanaman hiyas seerta pengusaha home industri keripik sehingga mampu bersaing dengan pengusaha dengan alat yang modern. Pada kenyatannya pagul'uban
ini mampu
78
memberikan kontribusi nyata dalam mengangkat perekonomian
anggotanya dengan mendistribusikan
hasil pertanian dan
produksinya kepada pembeli secara langsung bah.kan hingga saat
ini mampu mengangkat ikon Lampung sebagai kota keripik.
Kegiatan sosial warga kelurahan yang bersifat khusus lainnya adalah PKK. Kegiatan sosial
ini
melibatkan kauin Ibu
warga kelurahan Gunungterang. Kegiatan yang dilakukan juga berkisar rutinitas yang dilakukan kaum ibu yaitu mengadakan keterampilan memasak, merangkai bunga, arisan kaum Ibu, Posyandu dan konsultasi kesehatan. Dengan frekvv'ensi satu minggu
sekali peftemuan pada hari minggu pagi diharapkan
prcses
komunikasi antar warga terjalin.
4.4. Kehidupan Keagamaan.
Agama merupakan pedoman hidup bagi setiap manusia, karenanya latarbelakang keagamaan tidak hanya penting tetapi juga
berpengaruh besar terhadap aspek kehidupan masyarakat. Apa pun agaffranya, manusia dalam bermasyarakat tetap diwarnai oleh aga:maany a.
Ditinj au dari kepemelukan terhadap agamakeag arnaan,
masyarakat kelurahan Gunungterang mayoritas penduduknya beragama Islam, terdapat juga pemeluk agama Kristen Protestan
dan Katholik. Dilihat dari kepemelukan agama, masyarakat
79
Gunungterang berdasarkan
monografi 2013 jumlah
penduduk
dusun mayoritas adalah Islam. Tabel berikut rnenunjukkan data
jumlah penduduk Gunungterngan berdasarkan
kepemelukan
agaria;
Jumlah Penduduk Menurut Agamaa Jumlah
Agama
No
8.409
01
Islam
02
Kristen protestan
64
03
Katolik
51
04
Hindu
31
05
Budha
27
Hubungan anatar warga berbeda agarrra dan keyakinan yang terjadi di kelurahan Gunungterang pada umufiinya cukup harmonis.
Meskipun penganut agama Islam
di
kelurahan Gunungterang
mayoritas, mereka tetap saling menghargai dan memberikan kebebasan bagi penganut agama lain untuk melakukan aktifitas keagamaannya. Kenyataan demikian terungkap
dengan responden
I
dari wawancara
Made Bagiyase. Ketika peneliti tanyakan
apakah orang-orang Hindu Bali merasa tenang hidup
di
tengah-
tengah mesyarakat yang mayoritas masyarakatnya penganut Islam
taat sebagaimana di kelurahan Gunungtreng ini. Kepada peneliti beliau menuturkan;
80
Masyarakat sini beda mas, meski kami (orang Bali) yang ada di lilingkungan ini tidak banyak, kami bebas melakukan ibadah sesuai dengan keyakinan kami. Masyarakat di sini tidak pernah mengusik ibadah karni, misalnya saja ketilla karni
melaksanakan sembahyangan pegi dan membakar dupa masyarakat tidak ada yang
petang
Cengan
kepada kami.1
Pernyataan senada terungkan
dari responden Katoioik
bapak Subangun yang mengaku memiliki banyak koleha dengan
orang Islam baik
di masyarakat kampung maupun di
kampus.
Kepada peneliti beliau mengungkapkan;
Umat katolik di lingkungan sini sangat sedikit, palingpaling tidak lebih dari itungan jari. Tapi kami yakin seiama karni tidak neko-neko dalam masyarakat kami ,val,in masyarakat akan menghorrnati. B,.,ktinya karni di lingkur:gan sini nyaman-nyaman aja berinteraksi dalam masl,arakat. Apabila ada hajatan kamipun sering diunciang ,1an pasti menghadirinya, meski cii dalarnnl,a ada acara kegiatan riiual membaca-baca kitab suci.2
Kehidupan keagamaan yang harmonis. Toleran, meski berbeda keyakinan demikian menurut pengakuan masyarakat berkat adarrya sistem pengajian yang disampaikan pada kegiatan
yasinan selalu mengedepankan keharmonisan
lMade
dalam
Bagiyase, Tokoh Hindu, wawancara ekslusif tanggal 15 Agustus
2013
'subangrur, Tokoh Masyarakat Katolok, Wawancara tanggat l0 Agustus 2013
81
bermasyarakat. Pernyataan demikian terungkap saat peneliti bertemu dengan salah seorang tokoh. Kepada peneliti, beliau menuturkan; Sikap tepo sliro orang Islam terhadap para penganut agama lain sebagaimana yang terlihat dalam kehidupan bermasyarakat di kelurahan Gunungterang berkat adany a pengaj ian-pengaj ian (pengajian Yasin) yang selalu menganjurkan jamaahnya untuk hidup rukun dan selalu berbuat baik terhadap tetangga sebagaimana sabda Rasulullah yang artinya bahwa barang siapa
yang percaya terhadap Allah dan datangnya Hari Akhir hendaknya berbuat baik terhadap tetangga. Makna tetangga dalam hadits ini tentu saja tidak terbatas pada tetangga muslim saja akan tetapi
juga tetangga yang memiliki keperca,vaan lain.3
Masyarakat Islam menurut pengalnatan antropolog apabila
dilihat dari segi intensitas penghayatan keagamaan, dapat dibagi
menjadi dua golongan yaitu golongan santri dan
abangan.
Golongan santri adalah mereka yang memeluk agarna dengan sungguh-sungguh dan dengan teliti menjalankan perintah-perintah
agama Islam sembari membersihkan aqidah
terdapat
di
dari syirik
yang
daerahnya. Kebalikannya adalah golongan abangan
yaitu orang Islam yang kurang memperhatikan dan mengamalkan perintah-perintah agarna Islam dan kurang teliti dalam memahami
perintah-perintah agarna golongan abangan pada dasarnya juga
3Drs.
Agustus 2013
H. Nadhori Mauli, Tokoh Muslim, Wawancara tanggal 10
82
keluarga muslim, tetapi dalam menjalankan praktek keagamaannya masih tercampur dengan unsur lokal tradisional, yaitu kebude..i.aan
pra-lslam, Hindu dan Budha.
Ditinjau dari aspek penghayatan dan
pengar:ra1an
keagamaanya, masyarakat kelurahan Gunungterang C:pat diklasif,rkasikan menjadi dua golongan yaitu golongan saniri ian
golongan abangan, seperti pembagiaan masyarakat model Cilfort Geertz. Hal
ini
teridentifikasi dari adanya sebagian masyarakat
Islam yang taat menjalankan ibadah sesuai dengan tuntunan Ilahiyah serta meramaikan kegiatan keagainaan di lingkung
er;i..s-
?-.
Meskipun dernikian mereka rnasih inelaksanakan tradisi-traiisi
warisan leluhur seperti hainl a selct:telan-selametan Caiam lingkaran kehidupan manusia. Mas1,3i6q31 Islam keluiahan Gnnungterang yang diklasifikasikan sebagaitlslam abz:g:.n teridentifi
kasidariprilakukeberagamu*yungil!il-o-\A,n(h
warisan tradisi-tradisi nenek moyang. Golongan Islam abangan ini
dalam menjalankan ibadah rutinnya masih bercampur dengan kepercayaan nenek moyang mereka, Meski rajin melaksanakan
sholat lima wakru tetapi sebagian dari mereka juga masih menyalakan dupa dan sesajen sebagai persembahan kepada arwaharwah yang bersemayam di alam gaib.
l, y
Kepercayaan masyarakat tentang roh dan kekuatan gaib,
telah ada sejak zaman pra sejarah. Pada waktu itu nenek moyang
83
orang
beranggapan bahwa semua benda
di
sekelilingnya itu
bernyawa, dan semua yang bergerak dianggap hidup serta mempunyai kekuatan garb, ada yang berwatak baik maupun buruk.
Hal tersebut wajar, karena di dukung oleh keadaan alam yang penuh dengan gunung-gunung, bebatuan dan pepohonan
besar,
yang akhirnya menumbuhkan rasa takut, kagum dan hormat.
Dengan kepercayaan tersebut, mereka beranggapan bahwa semua roh yang ada, terdapat roh yang paling berkuasa dan lebih
kuat dari manusia. Agar terhindar dari gangguan roh
tersebut
mereka menyeinbahnya dengan jalan mengadakan upacara yang
disertai sesaji. Selain
itu dikenal juga
upa)'a menghubungi roh
halus dengan lambang-lambang yang mempunl'ai ar.ti rerteniu. Hal
tersebut merupakan pemijudan kebudar,aan Jaua kuno peninggalan
Hindu-Bu
di
atas
lUpacara-upacara merupakan aktifitas litual keag amaanyang umum dilakkukan oleh
mayoritas warga kelurahan Gunungterang. Sikap religiousitas masyarakat demikian dimungkinkan dikarenakan penyebaran agarna Islam
di Indonesia khususnya dilakukan dengan cara damai
dan toleransi. Sikap toleransi Islam tersebut dapat dilihat dari penyebaran agarfla Islam yang menggunakan metode pendekatan
kultural dengan menghormati tradisi budaya yang ada.
Menurut Yosselin de Yang, pengaruh Islam kebudayaan Indonesia sugge stiv e
t' o,an
" t ol
er ant
terhadap
bersifat "penetration pasifique of
e et c ons truc ti-; e " (d,amai, mendcrong Cair
membangun). Jadi tidak hanya damai dan mend.orong saja tetapi
juga membangun seperti pengaruh-pengar.ih agama Islam dalam hari-hari besar Islam, upacara kercaiian, selamatan-selamatan, mengubur mayat, do'a, wakaf, warisan dan lain sebagainya.
Metode penyebaran agama Islam seperti itulah yang memudahkan agama Islam cepat berkernbang. Budaya yang sudah
berkembang
di
masyarakat tidak ilil.apus begitu saja, namun
ditransformasikan dengan
aj
aran- aj aran Is1;.:;:, s ehing ga
tidak heran
apabila dalam kehidupan masyerz's.zt, aetua Islam
d.engan
kebudayaan pra Islam, Hindu-Budha, berj alan beriringan. Il4isalnl'a
masih dilaksanakannya tradisi dalarn ur*acara-upacara
dengan
berbagai sesajen (sesaji) yang sebenarnya merupakan praktik ritus kepercayaan lama yang kemudian
di dalamnya diisi dengan do'a-
do'a yang bernuansa Islami.
Varian keagamaan yang bersifat politis juga terdapat di kelurahan Gunungterang antara
lain Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah. Nahdlatul Ulama QllU) mempunyai basis massa
lebih kuat dibanding basis massa Muhammadiyah. Walaupun demikian hal tersebut tidak mengganggu aktivitas keagamaan mereka, Basis massa Muhammadiyah yang lebih kecil cenderung
85
membaur dengan warga Nahdliyin kelurahan Gununglerang dalam
aktivitas keagamaannya. Mereka bersama-sama mengadakan pengajian-pengajian yang diadakan
di
dusunnya, rnereka juga
di
dusun
Dalam kehidupan sehari-hari, Islam sebagai
agama
terkadang terlihat bersama-sama rnenghadiri pengajian tetangga terdekat.
dominan masyarakat Gunungterang direalisasikan oleh para penganutnya dengan mengadakan berbagai macam kegiatan keagamaan di antaranya dengan mendirikan sarana dan plasarana
untuk menunjang kekhusukan beribadah. Dari penelusuran peneiiti tidak kurang dari 11 (sebelas) Masjid pemranen yang dibai:gun dan
10 (sepuluh) musolla yang teiah iibangun masyaiakat
sebagai
aktifitas keagamaan.
Meski berbeda faham yang secara teologis mel,akinin kebenaran pendapat masing-masing, namun
di antara mereka tidak
saling mengkafirkan. Pada umunnya masing-masing kelompok menyadari perbedaan pemahaman keagamaan tidak mungkin untuk
disatukan. Oleh karenanya dalam kehidupan bermasyarakat harus tetap menjaga toleransi. Fenomena demikian terlihat pada acaraacara
ritual keagamaan yang dilakukan masyarakat saat ada yang
meninggal dunia. Masyarakat muslim umunnya mengadakan acara ta'ziaharr hingga tiga malam bahkan ada yang sampai hari ke tujuh.
Bagi sebagian yang tidak sefaham dengan kebiasaan demikian
86
biasanya mereka datang ta'ziah di luar acara ritual yasinan. Bahkan
banyak juga yang datang dan
ikut
acara yasinan dan tahlil hingga
selesai.
Dari gambaran di atas dapat dipaharni bahwa kehidupan sosial keagamaan
di
kelurahan Gunungteraeg cukup baik dan
kondusif. Semaraknya kegiatan keaganaan dan suasana kehidupan sosial yang harmonis. Secara eksternal, walau pun berbeda agama
dan keyakinan mereka tetap dapat hidup berdarnpingan dengan
rukun, tidak mempermasalahkan adanya perbedaan. Demikian halnya secra intemal, meski berbeda faharn
masing-masing
saling menahan diii
niempennasalahkannya apalagi meng';sik
keagamaannya,
untuk
ci::lg ;'ang
tidak
memiliki
pemahaman berbeda.
Jumlah masjid dan musolla demikian untuk ukuran wilayah kelurahan dirasa cukup memadai. Bahkan fenomena menunjukkan
bahwa dengan adanya masjid dan musolla tersebut aktifitas keagamaan
di
kedua lingkungan terlihat cukup semarak apalagi
pada hari-hari dan bulan tertentu. Menurut masyarakat kelurahan
Gunungterang, adarrya masjid dan musolla yang tersebar di beberapa
RT semakin mendorong kesadaran masyarakat untuk
mengadakan berbagai aktivitas, keagamaan namun
tidak hanya
sebatas kegiatan
juga aktivitas sosial, keamanan, politik
ekonomi masyarakat.
dan
87
Sebagaimana di tampat-tempat lain, Masjid dan mushalla
yang ada
di
Gununbgterang umumnya dijadikan sarana ibadah
yang bersifat rutin dan besar seperti sholat jama'ah lima waktu, shalat
jum'at, shalat dua hari raya, pengajian-penga.jian akbar dan
taman pendidikan Al-Qur'an. Namun demikian berbagai kegiatan sosial biasanya juga dimusyawarahkan di Masjid. Bahkan menurut
informan yang peneliti temui di lapangan, eksistensi Masjid tidak
hanya berfungsi sebagai pusat ritual keagamaan namun juga mendorong warga untuk melakukan aktivitas keagamaan dan sosial. Berbagai aktifitas keagamaan tidak hanya dilak';k-an di
Masjid dan Musolla akan tetapi juga dilakukan di rumah-rumah warga secara bergantian khususnya kegiatas yasinan dan do'a bersama. Menjamurnya Jama'ah pengajian "Yasin" di beberapa RT
yang terseb ar pada dua lingkungan merupakan bukti nyata bahx-a kehidupan keagamaan masyarakat cukup baik yang pelaksanaannya
tidak terfokus di Masjid. Menurut keterangan dari ketua lingkungan hampir semua RT terdapat perkumpulan "yasinan" yang diadakan setiap malam jum'at.
Dari berbagai informasi didapatkan bahwa di kelurahan Gunungterang terdapat berbagai bentuk kegiatan yang hingga saat
ini masih berjalan dengan baik, antara lain:
1.
Pengajian untuk Bapak-bapak dan Ibu-ibu
88
Kegiatan pengajian di lingkungan kelurahan Gunungterang
pada umumnya berupa pengajian "Yasinan". Hanya
saja
pelaksanaannya cukup bervariasi, antara satu ternpat dengan yang
lainnya agak berbeda baik menyangkut waktu pelaksanaaml,a maupun bentuk kegiatannya.
Di Lingkungan I
(satu) misalnya,
umumnya pengajian bapak-bapak dipisahkan dengan pengajian ibu-ibu. Pengajian untuk para bapak diadakan tiap malam Jum'at, sementara para
ibu diadakan setiap malam minggu.
Pembagian
demikan dilakukan dalam rangka mengantisipasi kearnananan, meski mereka pergi pengajian rumah mereka masih tetap ada yang nunggu. Ada juga yang diadakan satu bulan sekali pada malam
jum'at, yaitu dengan niernbaca yasin,
di tempat orang yang
mendapat giliran sebagaimana yaflg telah diteirtukan pada pertemuan pengajian bulan yang lalu. Penga.jian ini juga diselingi
dengan acara pengundian arisan, siapa yang kejatuhan undian arisan maka para warga meminta kesediaan orang tersebut untuk mengadakan pengajian yasinan pekan depan di kediamannya.
Pelaksanaan yasinan meski ada yang dilaksanakan pada
hari minggu, narnrun umunnya masrakat memilih hari kamis malam
jum'at. Hal ini disebabkan oleh kayakinan masyarakat
bahwa hari jum'at diyakini masyarakat sebagai "Sayyidul Ayam"
bagi yang beribadah pada saat itu mendapatkan pahala
yang
berlipat ganda. Fakta demikian terungkap dari hasil wawancara
89
dengan salah seorang warga yang mengaku
aktif
mengikuti
kegiatan Yasinan. Kepada peneliti beiliau menyatakan;
Saya tidak tau pak apakah orang suka atau tidak paCa kenyataannya masyarakat disini umumnya menyakini bahwa malam jum'at itu merupakan malam yang dianggap sakral karenanya setiap jum'at kami selalu mengadakan do'a bersama yang mengiringi kegiatan yasinan. Kami nsemua yang ikut dalam pengajian yasin ini mempercayat' sepenuhnya bahrva barang siapa yang beribadah malam jym'at akan mendapatkan balasan yang berlipat dari All th SWT.'
2.Pengajian Anak-anak Berbeda dengan pengajian orang devrasa yang umurlnya diadakan di rumah-rumah warga sesuai dengan jadu'al atau giliran,
pengajian anak-anak diadakan di Masjid dan musoila bahl
diadalan lima kali dalam seminggu yaitu pada hari senin, selasa, rabu, jum'at dan sabtu. Umumnya diadakan pada waktu sore hari
setelah sholat ashar sampai dengan menjelang waktu sholat maghrib, namun ada juga yang diadakan pada pagi hari, sore dan
malam hari (ba'da magrib). Bentuk pengajian anak-anak pada
umunnya berupa taman pendidikan Al-Qur'an dengan metode
aBapak
Jayadi, Kamis, 26 Desember 2013
90
iqra'. Para pengajarnya adalah tokoh masyarakat
kelurahan
Gunungterang.
Kegiatan keagamaan bagi para remajanya bisa dikatakan vakum, hampir tidak ada kegiatan keagamaan yang sifatnya yang secara
rutin dilakukan, kalau pun ada sifatnya
han;,,'a insidentil
yakni pada iven-iven hari-hari besar saja yakni kegiatan Peringatan
Hari Besar Islam dan Peringatan Hari Besar Nasional.
Iv{eski
demikian, ketika dilaksanakan kegiatan mereka pun paCa umltmnya
masih banyak yang hadir dan terlibat secara aktif hingga selesai kegiatan. Kondisi demikian dimungkinkan oleh kesibukan mereka dengan tugas-tugas sekolah atau kuliah.
Sebagaimana umuninya
di
d.aerah-daerah lair-r ;'ang 'casis
penduduknya rnayoritas islarn kegiatan keagarnaan tampak lebih
semarak ketika bulan Ran:adhan
tiba. Khusus pada bulan
Ramadhan banyak kegiatan keagamaan dilakukan \\rarga Gunungterang seperti; kegiatan buka puasa bersama dilaksanakan
setiap hari dengan konsumsi yang telah disediakan oleh warga dengan ikhlas. Beberapa masjid ada yang menjadwalkan tentang
siapa-siapa
yang bertugas memberikan ta'jilan.
Ramadhan terlihat
dari banyaknya warga yang
Semangat
melaksanakan
sholat berjama'ah malam, khususnya shalat Tarwih. Setelah menunaikan ibadah shalat Tarawih, para remaja masjid membaca
Al-Qur'an bersama-sama sampai khatam tiga puluh
jtz
atau dengan
9t
istilah lain tadarusan. Pada akhir bulan Ramadhan, yaitu
satu
minggu sebelum hari raya para watga dusun yang beragama Islam mengumpulkan zakat fitrah sebanyak dua setengah kilo beras bagi setiap orang yang sudah baligh. Setelah seinl.,a zzkat dikurnpulkan
oleh amil dengan dibantu remaja masjid, beras zakat
tersebut
dibagikan kembali kepada watga yang lebih rnembutuhkan. Ketika
hari raya Iedul Fithri tiba mereka berbondong-bondong menuju masjid untuk menunaikan shalat Ied. Sesudah shalat mereka saling berma'af-ma'afan atau juga sungkeman, orang tua biasanya tinggal
di rumah menunggu didatangi kerabat atau tetangganya yang lebih muda. Pada hari ini tidak ada kegiatan keseharian ),ang dilakukan masyarakat, seperti berdagang dan bercocok tanam. 4.5. Yasinan sebagai
Institusi Keagamaan Lokal.
Dalam kehidupan sehari-hari agar:;,a sudah menjadi kebutuhan bagi manusia. Agama berperan penting dalam memberi arah menuju Tuhan sebagai keseimbangan dan kelangsungan hidup
manusia. Agama juga bisa dikatakan sebagai way of life karcna
menjadi pedoman hidup manusia. Agama juga memiliki fungsi tersendiri bagi manusia baik sebagai flrngsi sosial maupun individu.
Fungsi tersebut mempunyai kekuatan yarlg besar
dalam
menggerakan komunitas sosial. Sehingga dalam keadaan seperti
ini, sulit sekali
unt,uk membedakan antara sesuatu yang murni
92
agama dan interpretasi atas agama. Sesuatu yang mumr agama,
memiliki nilai-nilai sakralitas yang tinggi dan bersifat
absolut.
Sedangkan sesuatu yang bersifat dinamis merupakan hasil pemikiran manusia terhadap wahyu-u,ahyu Tuhan. Namun, dalam realitasnya, teikadang mengalarni kesulitan
untuk membedakan antata keduanya karena secara sada.i maupun
tidak terjadi pencampuradukan makna antara agarna,vang murni bersumber dari Tuhan dengan pemikiran agama yang bersuinber
dari manusia. Perkembangan selanjutnya, hasil Cari peinikiran agama tidak jarang telah berubah menjadi agama itu sendiri, sehingga ia seakan-akan disal{ralkan dan berubah rnenjadi sebuah
tradisi keagamaan bagi masl.arakzt. Seperti pemahanian s.s.ciang tehadap tradisi Yasinan.
Tidak men gherankan j ika masyarakat cenderung menc rpraka n
tradisi keagamaan sebagai ekspresi atas spitualitasnya,
seperti
tradisi Yasinan yang masih diyakini oleh masyarakat. Sebagai manusia yang beragama dan patuh pada ajaran agama, sebisa
mungkin manusia mendekatkan dirinya kepada Tuhan
agar
dianggap sebagai manusia yangtaat dan patuh pada agarna. Tuhan
dihadirkan dalam ritual-ritual keagamaan. Dari keadaan tersebut,
manusia mendapatkan totalitas kekentraman batin yang tak terdislaipsikan atas pengalaman agama yang dijalaninya.
93
Kebiasaan membaca Yasin merupakan tradisi lama yang
masih dipegang oleh kalangan masyarakat Indonesia. Tradisi Yasinan ini begitu unik karena hanya ada di InCcnesia. Tradisi ini
rnerupakan bentuk ijtihad para ulama untuk rnensyiarkan Islam dengan jalan mengajak masyarakat agrans yang penuh mistis dan
animisme untuk mendekatkan diri pada ajaran Islam melalui cinta membaca A1 Qur'an, salah satunya Surat Yasin sehingga disebut sebagai Yasinan.
Tradisi
ini
dilakukan oleh masyarakat baik kaum ibu
maupun bapak dan juga di kalangan pararemaja baik putri maupun
putra. Pelaksanaannya pun berbeda-beda seperti ada
yang
melaksanakannya pada malam hari, siang hari atau sole hari. Pada umumnya tradisi membaca yasin dilakukan bertepatan dengan hari-
hari dan peristiwa-peristiwa tertentu misalnya malam Jum'at, hari
ketiga, ketujuh, hari seratus, hari keseribu bagi orang yang meninggal, bahkan seringkali diiakukan saat masyarakat mengadakan syukuran, selamatan terkait dengan daur kehidupan
(kehamilan, kelahiran, sunatan, pernikahan dan kematian) hingga pada saat-saat memenpati nrumah baru maupun menerima posisi jabatan baru sebagai rasa syukur kepada Allah swt.
Yasinan dilakukan dalam waktu waktu tertentu misalnya
malam Jumat yang dilaksanakan
di masjid atau dirumah rumah
warga secara bergiliran setiap minggunya. Selain pada malam
94
Jum'at yasinan jrrga dilaksanakan untuk memperingati
dan
"mengirim" doa bagi keluargayang telah meninggal pada malam
ketiga, ketujuh, keempat puluh, keseratus, dan
kesei;;Lu.
Masyarakat mempercayai bahwa ciengan membaca surat Yasin maka pahala atas pembacaan itu akan sampai pada si mayat. Ada
pula acara Yasinan ini dilakukan untuk meminta hajat kepada Tuhan agar dipermudah dalam mencari
rizki maupun meminia
hajat agar orang yang sakit dan sudah tidak ada harapan lagi untuk sembuh karena tanda-tanda akan diakhirinya ke hidupan
ini
sudah
jelas, maka surat Yasin menjadi penganiar kepulangar,nya ke hadirat Allah. Yasin sudah menjadi kebiasaan rnasyalakat t,lla salah satu keluarga ada yang sakit
harapan
jika bisa
k'itis.
Sr.irat
Yasin dibaca Cengan
sembuh semoga eepat sembuh, dan
jika Allah
menghendaki yang bersangkutan kembali kepada-N1,a, semcga cepat diambil oleh-Nya dengan tenang.
Masyarakat melaksanakan tradisi
ini karena turun temurun.
Artinya tradisi ini merupakan peninggalan dari nenek moyang mereka, di mana Islam mengadopsinya sebagai bagian dari ritual keagamaan. Dari pelaksanaan tradisi
selain dari
ini maka
ada makna yang
arti ayat ayat yang dibaca secara
lain
bersama sama.
Misalkan, setelah pembacaan Yasin selesai, salah seorang warga membentuk komunitas arisan, mengobrol mengenai masalah
ta'mt
masjid, maupun hanya sekedar makan-makan saja. Mereka pada
95
umumnya tidak mempermasalahkan apakah tradisi yasinan ada dalam ajaran lslam atau tidak, yang terpenting bagi mereka edalah melaksanakan tradisi
ini yang diajarkan oleh orang sebelum
mereka.
Acara yasinan biasanya diadakan oleh seorang yang mempunyai hajatan dengan mendatangkan beberapa orang tetangganya untuk
ikut serta menabaca surat yasin pada acara
tersebut. Ada juga acara yasinan diadakan karena sudah menjadi
tradisi terdahulu, misalnya di lingkungan I (satu) dan lingkungan II (dua).
Di lingkungan satu acara Yasinan biasanya hanya diadakan
rutin tiap malam Jum'at, meskipurr terkadang ada beberapa warga masyarakat yang meminta agar acara Yasinan dilakukan di rumahnya saja. Pada umumnya masyarakat sekitar diundang daiam acara Yasinan yang diadakan oleh masyarakat baik sebagai rasa
slukur karena mendapatkarrizki, meminta hajat, maupun sy,ukuran atas masa kehamilan tujuh bulan dan lain-lainya.
Pelaksanaannya lazimnya diawali dengan pembukaan oleh
pemimpin, rais atau imam dengan mengirim surat al-Fatihah kepada Nabi, Sahabat, para Ulama dan kepada orang-orang atau
keluarga yang telah meninggal. Kemudian imam melanjutkannya dengan mengawali bacaan surah Yasin dengan ta'av"udz dan membaca basmalah dan membaca surat Yasin tersebut bersama-
sama sampai selesai, setelah selsai membaca surah yasin
96
dilanjutkan dengan berzikir dan mendoakan sesuai permintaan sang tuan rumah yang memiliki hajat tersebut, ada yang sukuran, karena
kelahiran sang bayi, ada yang mengirirn doa untuk kepergian kerabatnnya. Setelah Kiyai/ustadz selesai membacakan doa, acara tersebut
dilanjutkan dengan acara makan-rrlakan dengan hidangan aia kadarnya. Dalam penyajian dan suguhan makanan disesuaikan dengan keuangan sang tuan ruamah, atau dengan yang punya hajat,
dan selera lidah warga setempat dan lain sebagainya. Maka d.ari
sinilah kami dapat mengetahui bagainana prosesi pelaksanaan
tradisi Yasinan tersebut mulai rais rnemimpin acata Yasinan sampai selesai kemudian dilanjutkan per4,ariapan hidangan yang
telah disediakan oleh tuan rumah setelah
itu
ciiteruskan dengaa
acara "mengobrol" oleh masyarakat. C'oiolanaya pun bermacam.macam adaymtg berbicara masalah ta'mir masjid, ada yang arisan, ada yang membicarakan pasangan terutama dalam kalangan muda-
mudi, dan banyak obrolan lainnya yang tidak bisa kami sampaikan dalam makalh ini. 4.6. Pandangan Masyarakat
Terhadap Yasinan.
Membaca kitab suci merupakan perbuatan yang dipandang
mulia bagi umat beragama apa pun. Bagi umat Islam membaca al qur'an dipandang sebagai perbuatan baik bahkan merupakan salah
satu metode untuk mendekatkan
diri kepada Allah. Oleh karena itu
membacanya tidak hanya penting tetapi
ibadah
di sisi Allah SWT. Aktifitas
juga mempunyai nilai
membaca alqur'an brsa saja
dilakukan secara individu atau secara berjamaah. Aktifitas membaca teks suci apabila dilihat dari
teori Joachim Wach
merupakan sebuah pengalaman keagamaan seorang muslim yang diungkapkan dalam bentuk peribadatan kepada Allah. Seperti halnya yang terjadi pada masyarakat Islam yang ada
di
berbagai tempat pada umurln)ra, pandangan masyarakat
kelurahan Gunungterang terhadap tradisi yasinan terbagi rrenjadi
dua kelompok yaitu yang memandang positif dan
yang
memandangnya sebagai perbuatan yang tidak diajarkan oieh Nabi.
Kelompok pertama, melihat positif terhadap tradisi yasinan bahkan menganggapnya sebagai ibadah yang merupakan salah saiu
unsure yang mendasar dalam Islam. Kelompok inilah yang selalu
berupaya untuk menjaga tradisi yasinan dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama. Komunitas
ini
memandang bahwa
membaca al Qur'an merupakan salah satu alctifitas yang memiliki
nilai ibadah di sisi Alla SWT, oleh karena itu tidak mengherankan jika mereka berupaya membiasakan diri untuk membaca al Qur'an setiap hari atau pada even-even terrtentu, apakagi saat ramadhan
tiba. Kebiasaan membaca al Qur'an yang dilakukan masyarakat muslim di kelurahan Gunungterang tidak terhenti sebatas di masjid
98
dan musholla saja, namun masyarakat berupaya agar al Qur'an selalu dibaca di rumah-rumah penduduk tidak sebatah individual
tetapi secara
bersamaan, jama
mengistiqomahkan membaca
ah. Keinginan
untuk
al qur'an dernikian pada akhiml'a
masyarakat memilih surat Yasin sebagai bacaan rutin. Pemilihan
surat yasin sebagai bacaan
inti
dalam masyarakat, menurut
responden paling tidak karena beberapa aLasan, di
antaranya
adalah;
1.
Membaca al Qur'an merupakan saiah satu bentuk ibadah kepada Allah SWT. Yang memiliki pahaia sepuluh kali lipat bahkan tak terhingga.
2.
Surat Yasin merupakan salah satu surat Calam
al qur'an
yang secara teologis memiliki posisi )'ang utalna. Bahkan secara spesifik Rasulullah menganjurkan untuk sering membacanya. Artinya membaca surat yasin memiliki
pahala lebih dibandingkan dengan membaca surat-surat lainnya.
3.
Jumlah ayatnya yang tidak terlalu banyak sehingga tidak benyak memakan wal'au dalam membacanya, karenanya
dari aspek sosiologis lebih disenangi masyarakat
pada
umrmmya.
Dari
alasan demikian dapat dipahami bahwa masyarakat
kelurahan gunungterang memililih surat "Yasin" sebagai inti
99
bacaan dalam berbagai prosesi keagamaan memiliki pertimbangan
teologis, praktis dan sosiologis. Dari hasil pengamatan ditemukan,
hampir seluruh masyarakat muslirn secara rutin membaean,va baik secara jama'ah maupun secara indiviCual yang dilakukan Ci rumah
masing-masing. Kecintaan terhadap membaca surat yasin demi.kian
terlihat pada setiap even kegiatan yang diadakan masyarakat mulai
dari kegiatan yang sifatnya umum seperti PHBI, PHBN hingga hajatan keluarga, baik ketika mendapatkan kenikmatan, sebagai rasa slukur, maupun ketika rnendapaikan musibah, yang dilakuka-n
sebagai aktualisasi dari sikap kepa,srahan dan mohcn al-ipurrail kepada
Allah SWT. hampir dipastikan di isi dengan membaca surat
yasin secara berj amaah,
Dari berbagai fenomena di
atas
menunjukkan
bahr,,,a
masyarakat kelurahan Gunung Terang fllenganggap mem'caca yasin
tidak hanya merupakan perbuatan yang mulia tetapi juga merniliki
nilai ibadah di sisi Allah SWT. Tradisi pembacaaan surat yasin demikian apabila dikaitkan dengan teori pengalaman keagamaan
model Joachim Wach merupakan sebuah kerangka pengalaman keagaman, sebagai respon terhadap Allah, yang terungkapkan
bentuk perbuatan ibadah. Dari konsep inilah maka kecintaan masyarakat muslim membaca
al Qur'an pada akhimya
dalam
perkembangan menjadi sebuah institusi local yang biasa dikenal dengan "Yasinan". t
s
100
Gambaran demikian menunjukkan bahwa tradisi yasinan bagi
masyarakat kelurahan Gunung Terang merupakan tradisi yang
diwarisi secara turun temurun yang dipairami sei;e'gai amal ibadah kepada
Allah SWT. Atau dalam istilah lain yasinan
sebagai
institusi keagamaan memiliki peran dan fungsi teolcgis sebagai u,adah umat Islam dalam mengekspresikan pengalaman keagamaan berupa ibadah kepada Allah.
4. 7. Yasinan sebagai Wadah Pembinaan Urnat.
Secara tradisional difahami bahwa pembinaan umat rnerupakan tanggungjawab bagi para ulama-Can
tckoh
agama.
Seiring dengan kemajuan ilrnu pengetahuan d-an teknologi, pembinaan yang ciilaksanakan di Masjid-Masjid dan MusollaN4usolla dirasa kurang memadai. Cleh karenanya penllinaan harus
diadakan pada saat setiap ad,a kesempatan masyarakat bisa berkumpul. Atas dasar pemikiran demikian, maka Yasinan yang pada mulanyahanya merupakan kegiatan ritual keagamaan semata pada perkembangannya digunakan sebagai media pembinaan umat.
Menurut beberapa tokoh masyarakat yang sempat peneliti wawancarai terungkap bahwa pada awalnya diadakannya acara
yasinan didorong oleh rasa keinginan melakukan beribadah (membaca
al Qur'an) secara berjama'ah saja. Namun karena
banyaknya usulan agar diadakan
ta'lim atau kajian
keagamaan
101
untuk memperdalam dana meningkatkan wawasan keislaman, maka dimasukkanlah di dalam rangkaian acara yasinan. Kegiatan
ta'lim umunmya diadakan di perghujung acara sebelum dilaksanakan pemlacaan do'a bersama. Adapun ma{Brinya menyangkut berbagai permasalahan keagarnaan
baik
masalah
akidah, ibadah maupun masalah yang terkait dengan hubungan antar sesama manusia. Bahkan di bebrapa tempat atau lingkungan
tema-tema kajian sudah terjadwal berikut ustadz yarrg akan menyampaikannya.
Kajian keaaganaan yang diadakan setiap kah ada acara yasinan demikian dirasa cukup membantu masyarakat sebab tdak semua masyarakat dapat mengikuti pengajian yang diadakan di masjid dan Musolla dengan berbagai alasan. Sebagaian masyarakat
ada yang tidak sempat mengikuti kajian
Ci Masjid
karena
kesibukan kerja. Bahkan ada juga yang masih merasa segan ke Masjid dan Musolla karena merasa belum bisa melaksanakan Islam
dengan sempuma. Pengakuan demikaan terungkap
dari
salah
seorang yang mengaku segan ke Masjid dikarenakan perasaannya
yang belum bisa melaksaanakan kewajiban dengan baik. Kepada peneliti beliau menuturkan;
Ta'lim atau pengajian yang diadakan setiap hari kamis malam jum'at pada acara Yasinan sangat membantu kami, khususnya kami yang selama ini masih malu datang ke Masjid. Terus terang di lingkungan sini masih banyak orang Islam yang
102
enggan ke Masjid karena merasa masih banyak melakukan pelanggaran bahkan sholat lima waktu saja sering ketinggaran. Nah dengan adanya pengajian dari rumah ke rumah kami bisa belajar banyak tentang pengetahuan agama. Ju;ur aja, berkat adanya pengajian, kini sudah mulai banyak oru.rg y*ng dul.,nyu ,i.d_u\ r:gq, datang ke masjid kini menjadi rajin sicl"i.l*r,ru,ut di Masjid.)
juga diungkapkan oleh seorang tidak aktif pada kegiatan ta,rim di
Pengakuan senada responden yang mengaku
Masjid yang terkendala oleh u'aktu yang tidak memungkinkan karena tempat kerjanya jauh. Beliau menuturkan pengakuar.nya berikut;
Saya akui bahu.a pengetahuan keagamaan sa).a sangat kurang, oleh karena itu sebenarnr.a sa).a sargat butuh pendalaman agama. Tapi gimana ya tempat kerja iuyu lurn, pulang sudah malam, jadi ya tidak bisa ikut pengajian di Masjid' untung aja ada pengajian 3,ang diadakar^c:.i] n::i:ahkerumah sehingga saya sedikit banyak sesekali bisa hadir apalagi jika yang mendapatkan giliran di rumah saya atau
tetangga dekat rumah.
uraian
di
atas menggambarkan bahwa yasinan sebagai institusi lokal keagamaan di samping berfungsi sebagai sarana beribadah kepada Allah SWT juga merupakan wahana pembinaan umat.
5Sucipto,
Wawancara, tanggal 10 agustus 2013
103
4.8. Yasinan sebagai Media Komunikasi Antar Bergai Kelompok Etnik. Sebagai institusi yang lahir dari pernahaman konsep tentang
kecintaan membaca
al Qur'an, tradisi yasin
yang berkembang
menjadi sebuah institusi keagamaan pada kenyataarinya tidak terbatas pada acara serimonial ritual keagalnaafl saja, tetapi juga
memiliki makna yang cukup luas. Sudah menjadi hal yang umum
sebagai Majelis
jika tradisi Yasinan digunakan
taklim dan dzikir mingguan masyarakat
dan
sebagai media dakwah agar masyarakat menjadi lebih dekat dengan
Tuhannya. Namun di sisi lain tradisi Yasinan bisa dimaknai sebagai
forum silaturahmi warga, yang tadinya tidak kenal rnenjadi kenal, yang tadinya tidak akrab menjadi lebih akrab. Kegotong royongan,
solidaritas sosial, tolong menolong, rasa simpati dan empati juga
merupakan
sisi lain dari adanya tradisi Yasinan-
Kegotong
royongan ketika mengadakan acara. Tolong menolong agar acatanyaberjalan sesuai yang diharapkan. Rasa empati dan simpati
ketika ada seseorang kerabatnyayang kesusahan atau kerababnya
yang meninggal. Semua itu merupakan makna lain
yang
terkandung dalam tradisi Yasinan. Dengan berkembangnya tradisi membaca al Qur'an menjadi
institusi lokal Yasinan, yang hingga saat
ini
masih mewarnai
berbagai kegiatan social keagamaan masyarakat kelurahan
104
Gunungterang, maka Yasinan tidak hanya memiliki makna teologis
tetapi juga memiliki makna sosiologis bahkan ekonomis. h{akna sosiologis yaitu memandang tradisi Yasinan sebagai sebuah acara keagamaaan di mana warga berkumpul dan membaur dalambahasa
Jawanya "srawung" yaitu bersosialisasi dengan w,arga lain. Jika salah seorang watga tidak pemah menghadiri yasinan r,aka dapal
dikatan "ra srawung". Artinya warga tersebut mendapatkan sanksi sosial di mana masyarakat mengucilkan atau menjauhinya,karena masyarakat masyarakat memiHki ncrilia-nofina bersama 1,ang telah
disepakati secara tidak tertulis. Sehingga padakeadaan scperti itu,
tradisi Yasinan juga dapat dipandang sebagai perekat liubungan sosial warga., ketika mengikuti acala Yasinan maka \1,arga )/an.r kemarin tidak kenal satu sama lain akan rnenjadi kenal. Dengan acara seperti
ini
dapat mempererat
tali silaturahmi antar sesama
warga. Disamping itu juga dengan keikutsertaan \ rarga mengikuti
acata Yasinan dapat menumbuhkan rasa empati dan simpati masyarakat untuk ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orarg yang mengadakan acara Yasinan. Dalam persiapannya menyajikan makanan, para kaum perempuan dan laki-laki saling gotong royong
untuk membuatkan masakan yang telah dibiyayai oleh tuan rumah yamg memiliki hajat. Oleh karena
itu
acara Yasinan sangat
berpengaruh terhadap solidaritas warga masyarakat, karena saling membantu safu sama lain.
105
Hubungan harmonis warga masyarakat kelurahan
terlihat pada kegiatan yasinan Pada umunnya mereka satu sarna lain saling
Gunungterang demikian berlangsung.
mengingatkan tentang jadwal pelaksanaan yasinan, bahkan saling menghampiri saat ketika berangkat menuju rumah yang kebetulan mendapatkan giliran sebagai tempat acata.
Makna lain ialah nilai ekonomis, di mana dalam yasinan terkadang ada suguhan makanan baik berupa snack, makan, dan
berkat yang dibawa pulang. Kadang juga ada yang memberikan sajadah dan diberi tulisan bahwa yasinan
ini
sebagai peringatan
kematian anggota keluarga. Tentunya bagi n alga
ini
merupakan
kesempatan untuk mendapatkan pendapatan bagi keluarganya.
Yang lebih unik lagi bagi yang mengadakan acara Yasinan, terkadang bila tidak ada uang untuk melaksanakan hal tersebut mereka rela menjual harta yang ada misal sawah, perhiasan atau
temak. Untuk memberi hidangan pun ada yang
sampai
menyembelih sapi walau saat hari raya qurban malah tidak pernah berqurban. Gotong royong dalam penyajian makanan pun menjani
nilai ekonomis bagi
masyarakat karena dapat mengurangi
pengeluaran tenaga dan wal,flr. Semaraknya tradisi yasinan demikian, tentu saja dapat mendorong adarrya perputaran barang
yang cukup signifikan untuk
mengembangkan ekonomi
106
masyarakat, Artinya dengan semakin seringnya acara tradisi yasinan digelar perputaran ekonomi \varga menjadi sehat.
Sikap tolong menolong antar sesama warga ticiak han5'a
terjadi secara spontanitas yakni di saat warga mempunyai hajat, akan tetapi juga terjadi setiap saat u'arga membutuhkan. Balikan dengan dilernbagakan "Taburat" (Tabungan Akhirat) bagi anggota
Jama'ah Yasinan, masyarakat merasa terbantu oleh lembaga ini, sebab apabila mereka membutuhkan dana cepat dan menCesak mereka bisa meminjamnya dengan noi buriga.
BAB V
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan.
Dilihat dari sisi letaknya, kelurahan Gunungterang merupakan sebuah pedesaan yang letaknya tidak jauh dari perkotaan. Sebagai desa yang terletak di pinggiran kota tentu berbagai permasalahan perkotaan juga dirasakan oleh masyarakat.
Meski pengaruh kota cukup terasa dalarr, kehidupan keseharian namun kehidupan keagarnaan masih tergolong cui:rlp
Cina-mis.
Dinamika kehidupan keagamaan terlihat jelas dalain berbagar kegiatan keagamaan yang tidak terbatas dilaksanakan
di
Calam
Masjid-masjid dan Musolla, namun seringkali dilal;sanakan di rumah-rumah warga.
Dari analisis data lapangan sebagaimana telah
dibahas
pada bab terdahulu ditemukan bahwa;
1. Yasinan bagi masyarakat kelurahan
Gunungterang
merupakan sebuah institusi keagamaan lokal yang diwarisi
secara turun temurun. Meski demikian
mereka
memandangnya sebagai aktivitas keagamaan yang bemilai
ibadah
di sisi Allah
dilestarikan.
SWT, karena itu perlu untuk
108
2.
Mayoritas masyarakat Gunungterang memandang Yasinan sebagai institusi keagamaan yang sah dan dibenarkan dalam
Islam sebagai kerangka ekpresi keagamaan dalam beltuk
peribadatan. Atinya masyarck-at
Gunungterang
memandangnya sebagai perbuatan ibadah yang dilakukan secara berjam'ah.
3. Eksistensi institusi
Yasinan sebagai lembaga keagamaan
local, memiliki peran penting dan strategis
dalam
pembangunan desa. yaitu;
a.
Sebagai media komunikasi dengan
Allah
artir,;.,a
melalui kegiatan pembacaan ayat suci secara rutin dianggap dapat meningkatkan kualitas religiousitas umat. b.
Sebagai wahana pembinaaan uarat artinya melalui
kegiatan kajian keagamaan yang diselipkan pada
acata yasinan baik disadari atau tidak dapat meningkatkan pengetahuan keagarnaan masyarakat
sehingga kualitas keberagamaannya
pun
dapat
meningkat. c.
Sebagai forum silaturrahmi atau wahana interaksi antar warga berbeda etnik, artinya memalui kegiatan
ini seluruh warga masyarakat
dapat berbaur menjadi
satu, bermusyawarah membicarakan
berbagai
109
permasalahan
yang mungkin muncul
secara
bersama-sama.
Dari hasil penelitian di atas dapat ditarik beberapa indikasi pokok, yaitu: (1) Keberadaan sebuah institusi lokal ditentul
masyarakat, (2) Partisipasi masyarakat akan semakin meningkat
bila pembangunan menggunakan media lembaga tradisional yang ada, (3) Institusi/lembaga yang berlandaskan pada adat istiaCat
setempat adalah sarana yang potensial bagi pembangunan masyarakat.
B. Rekomendasi Menguatnya institusi lokal tradisional keagamaan, Yasinan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat akhir-akhir ini adalah
merupakan sebuah fenomena yang sangat menarik untuk di cermati. Institusi lokal keagamaanyang banyak berkembang dalam
masyarakat desa yang terkesan tradisional
ini
temyata dalam
tataran realita mampu berperan sebagai sarana yang sangat potensial dan efektif dalam pelaksanaan pembangunan
desa.
110
Fenomena demikian meniscayakan adanya perhatian secara khusus dari berbagai fihak,
DAF'TAR PUSTAKA
Abi al Husain Muslim bin Al Hajjaj Al Qusvairy An
Naisai:',-iry,
Shohih Muslim, (Libanon, Daat alEiir;r,1992)
Abua,r2?;,rf;#LliLff:il1"*i,?,il,,,rffi f,srsirAteur'a, Ahmad bin Syuaib an Nasa'i, 'Amal al Yautn wa al Lsilah, Kairo, Daar al Salaam, 2007M/I428 H., cet. 1
Ajjaj Al Khothib, Muhammad, Ushwul sl Hadits, (Libanon, Daar Al Fikr, 2006) Brian Morris, Antropologi Agama : Kritik Teori-Teori agana Kontemporer, (Yogjakarta, AK Gorup : 2003), Cet.1 Bellah, Robert, N., Beyond Belief : Esei-esei tentang Agania di Dunia Modern, (Beyons Belief : essays on Religicn in a Post Traditionalist World). Terj. Rudy Harisyah A1am, (Jakarta, Paramadin a : 2000) Betty R. Scharf, Sosiologi Agama, (Jakarta, Kencana :2004) Bronislaw Malinowski, Magic, Science and Religion", (f{ew York: Doubleday Anchor Books, , 1955)
C. Geerth, The Interpretations of Culture, London, Hutchinson teTs)
:
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, Bandung, Remajarosdakarya :2002)
L72
Daniel L. Pa1s, Seyen Theori of Religion : Dari Animisme. E.B. Tylor, Materialisme Karl Marx Hingga Antropologi Budaya Geertz, (Yogjakarta, Penerbit Qalam, 2001)
Dwi Naryoko-Bagong Suyanto, J., Sosiolcgi
Teks Pengantar dan Terapan, Jakarta, Kencana Prenada Group, 2010, cet.4
Durkheim, The Elementary Form of The Religicns Lijb,(London, Allen & Unwin :1964b)
Elizabeth K. Notingham, Agama dan Masyarakat : Suatu Pengantar Sosiologi Agama, (Jakarta, C.V. Rajawali :1
985)
llmu Pengetchrtan Berpcrcd)gnta Gcnda, (Jakarla, PT. RajaGrafindo Persada, 20C4), Cet. 5
George Ritzer, Sasiologi
Hendropuspito,
D.,
Sosiologi Agatna, (Yog;akarta, Kanisius
:
1e83)
Jalal al Din As Suyuthi Asy Syaf i (Libanon, Daar al Fikr, tt)
,
Al
Etq*an
fi. t-I!ti;;t al Qur'an
Jalaluddin as-Suyuthi, Ziarah ke Alam Barzuklt (terjemahan Syarh ash-Shudur bi Syarh al Mautaa wa al Qubur), Jakarta, Pustaka Hidayah, 2005 James, The Varieties of Religious Experience, (London, Fontana :1,971)
Joachim Wach, Ilmu Perbandingan Agama, (Jakarta, Rajawali, 1
984)
Knight Dunlop, Religion, Its Functions in Human Lfe,(New York : 1946 )
IL
t t
113
L.
Feuerbach, The Essence of Christianity, ( New York, Harper, 1957). alih bahasa George Eliot.
Mahmud Ath Thohaan, Taisiir Muslatlaclah sl ltradits, (Libar:on, Daar al Fikr)
Mansour Faqih, Teologi Kaum Terlimdcs, dalam Seri Dian II, Tahun I
Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama,
(
Jogjakarta,
Kanisius :1995) Muhammad Ridwan Lubis, Agama dalcm Perbincangan Sosiolcgi, (Bandung, Citapustaka :201 0) Muhammad bin AIi Muhammad Asy Syaukani Al Yamani, Adz Dakirin, (Kato,Daar al Hadiits, 2A0q
Twffilt
M. Sufuan Raji Abdullah Lc., Bid'ahksh Yasinan, dan Bacaan Al. Qur'an untuk Orang Mati, Jakarta, Pustaka al Riyadl, 2008M, cet.2
Radcliffe Brown, A.R., Structure and Function in Primitif Society, (London, Cohen & West : 1952) Thomas
F. O'Dea, Sosiologi Agama : Suatau Pengantar Awal, (Jakarta, Rajawali : 1985)