DAFTAR PUSTAKA •
Arshinder, Arun, Kanda & S.G. Deshmukh, 2006, ”A Coordination-Based Perspective on The Procurement Process in The Supply Chain”, International Journal Value Chain Management, Vol.1, No.2. pp.117-138.
•
BPMIGAS 2004, Peraturan 007/PTK/VI/2004 Tentang Pengelolaan Rantai Suplai Kontraktor Kontrak Kerja Sama, Dikutip 1 Februari, 2007 dari http://www.bpmigas.com/SOP-007-PTK-VI-2004.asp
•
Chopra, Sunil & Meindl, Peter, 2005, Supply Chain Management, Second Edition, Parson Prentice Hall.
•
Simchi-Levi, David, Kaminsky, Philip & Simchi-levi, Edith, 2003, Designing & Managing The Supply Chain, Second Edition, McGraw Hill.
•
Chevron, Dec 2006, Business Process Procedure (BPP) for Procurement IndoAsia.
•
Unocal Indonesia Oil & Gas, 2005, Inventory Control Procedure.
•
Chevron Fact Sheet, 2007, Dikutip 30 Maret, 2007 dari Http://www.chevron.com/operations/docs/indonesia.pdf
•
Henry, C.Co, CPFR Guideline, Dikutip 27 April, 2007 dari Http://www.cpfr.org/Guidelines.html
121
1. Koordinasi dalam Supply Chain Koordinasi dapat didefinisikan yaitu mengatur ketergantungan atau kegiatan dalam bekerja sama. Definisi tersebut tidak unik untuk definisi dalam Supply Chain, tetapi pandangan yang berbeda tentang hal tersebut di utarakan oleh beberapa penulis, seperti pada Tabel 1
Penekanan lebih kepada bagaimana mencapai koordinasi di Supply Chain dari pada mendefinisikannya di dalam konteks Supply Chain. Definisi yang bisa diterima adalah koordinasi antara anggota Supply Chain dapat dicapai ketika mereka bekerjasama untuk mengoptimalisasi dan mengontrol kinerja bersama di dalam pembuatan, distribusi, dan mendukung untuk produk akhir. Ada dua parameter yang dibutuhkan untuk koordinasi ini adalah kolaborasi dan pembagian informasi dengan dukungan dari teknologi informasi. Dua parameter ini berada pada bidang yang berbeda, dimana kolaborasi (menggabungkan beberapa rencana dari kegiatan promosi dan bekerjasama dalam menyamakan perkiraan untuk menentukan proses produksi dan penggantian) adalah lebih kepada proses interaksi / sosial
dan
pembagian informasi adalah proses teknologi.
Tabel 1. Definisi Koordinasi Perspektif
Penulis (Tahun)
Goal Sharing
NSF-IRIS (1989)
Definisi Usaha dari semua pihak dalam menentukan tujuan bersama Kerjasama
Logistic Alliance
Bowersox (1990)
Keterangan
di
bidang
logistic,
Koordinasi
dimana
memberikan kesempatan untuk meningkatkan
Koordinasi di
customer service dan pada saat yang sama
operasional
juga
menurunkan
biaya
distribusi
dan
logistik
operasional. Dependency
Sharing resources and rewards
Malone and Crowston (1994)
Mengatur keterkaitan / kerjasama antara pihak Kerjasama antar perusahaan yang saling
Narus and
berhubungan untuk berbagi sumber daya dan
Anderson (1996)
kemampuan untuk memenuhi permintaan yang tidak biasanya dari konsumen
Teori koordinasi
Kooridinasi dengan kerjasama
125
Tabel 1. Definisi Koordinasi (lanjutan) Kemampuan dengan
Sharing data and behavior aspect
Ramdas and Spekman (2000)
pemasok
kantor pusat
untuk dari
berkerjasama
organisasi
dan
keinginannya untuk berbagi data terkait dengan
Koordinasi
cost structure dan penjadwalan logistic. Ini
dengan
berhubungan dengan integritas dari pemasok
kolaburasi dan
kepercayaan, keinginan untuk membantu dalam
pembagian
mengurangi
informasi
biaya,
dan
sejalan
dengan
manajemen pusat serta mendukung customer service. It manifests itself in attitude that relate Ada dua atau lebih pihak dalam Supply chain Joint decision-
Larsen et al.
making
(2003)
bergabung dalam perencanaan kegiatan promosi
Koordinasi
dan bekerja dengan dasar forecast yang sama,
dengan
dimana kegiatan produksi dan penggantian
kolaborasi
barang berpedoman kepadanya.
(Sumber: Arshinder dan Deshmukh, 2006, p.121)
Mekanisme koordinasi adalah cara atau proses yang dirancang untuk melakukan koordinasi Ada beberapa mekanisme koordinasi yang digunakan dalam organisasi, yaitu Tabel 2. Mekanisme koordinasi Nomor CM1
Mekanisme koordinasi
Definisi
Mutual adjustment
Koordinasi dengan proses sederhana dari informal komunikasi
Direct supervision
Koordinasi dengan memiliki satu orang yang mengeluarkan order
CM2
atau instruksi kepada beberapa orang lainnya yang bekerja di bawahnya
CM3
CM4 CM5 CM6
CM7
Standardisation of plan
Koordinasi melalui jadwal yang ada dimana kegiatan organisasi itu dilakukan
Standardisation of work
Koordinasi dengan menspesifikasikan proses kerja dari orang-
processes
orang yang melakukan tugas yang saling berkaitan
Standardisation of output
Koordinasi dengan hasil kerja yang spesifik
Standardisation of skill
Koordinasi kerja dengan jenis pelatihan yang telah didapat oleh
and knowledge
pekerja
Standardisation of norms
Koordinasi dengan mengontrol norma dari kegiatan, biasanya untuk semua organisasi, dimana pekerjaan setiap orang bertolak pada satu keyakinan
(Sumber: Arshinder dan Deshmukh,, 2006, p.121)
126
Berbagai macam konsep dan model analisis telah dikemukakan berkenaan dengan koordinasi dari Supply Chain. Model konseptual seperti kolaborasi dari perencanaan, peramalan dan isi ulang (Collaborative Planning Forecasting and Replenishment / CPFR), Supply Chain Operations Reference (SCOR), dan Multiagent-based system telah mendiskusikan kompleksitas dari supply chain dengan diikuti oleh mengintegrasikan supply chain tersebut.
Ada beberapa isu dan mekanisme dari koordinasi yang berhubungan dengan beberapa model analitis. Model-model ini membatasi untuk pemecahan masalah koordinasi hanya pada satu aspek dari supply chain dan dibahas terpisah. Koordinasi dapat dicapai dengan adanya kontrak yang meningkatkan profit dari supply chain dan membagi resiko kepada rekanan dari supply chain. Koordinasi dengan kontrak dapat dilakukan dengan pengusulan kontrak buy-back, kontrak bagi hasil, fleksibilitas dari jumlah, dan kontrak jangka panjang. Koordinasi yang didapat dari kontrak akan memberikan insentif kepada semua anggota dari supply chain dan meningkatkan service level.
Kinerja dari supply chain dapat ditingkatkan ketika pihak-pihak yang terkait dapat berbagi informasi yang berhubungan dengan permintaan, pesanan, inventory dan POS data di antara mereka. Informasi permintaan yang tepat atau komitmen yang kuat dari konsumen dapat membantu mengurangi biaya inventory dengan adanya penawaran harga diskon dan informasi ini dapat berpengaruh pada lead time dan inventory.
Dengan perkembangan teknologi informasi, seperti internet, EDI (Electronic Data Interchange, ERP (Enterprise Resource Planning) dan e-business dapat membantu perusahaan untuk berbagi produk, informasi dan keuangan, serta memanfaatkan metode kolaborasi untuk mengoptimalisasikan supply chain operation. Dengan teknologi ini maka kita bisa menangkap data dari penjualan (POS / Point of Sales) dan menyediakan data yang real-time untuk semua pihak yang terkait dalam supply chain. Dengan cara tersebut, maka pihak inventory dapat menggunakan informasi aktual dari permintaan konsumen dalam melakukan prediksi ke depan dari pada data pemesanan yang bervariasi dari pihak bawah.
127
2. Kolaborasi di supply chain
Kolaborasi dalam management supply chain lebih kepada pertukaran informasi antara pemasok dan pembeli serta termasuk taktikal pengambilan keputusan bersama dalam hal kolaborasi perencanaan, perkiraan akan datang, distribusi dan design produk. Kolaborasi dalam managemen supply chain di desain untuk mendukung pertukaran informasi dan kolaborasi dalam perencanaan akan dapat mengurangi informasi yang tidak sesuai dalam supply chain, dimana dapat menyebabkan bullwhip effect serta kelebihan dari inventory.
Walaupun demikian dalam sebuah literatur disebutkan bahwa koordinasi dapat meningkatkan kinerja supply chain, dan juga, tidak selalu menguntungkan untuk mengkoordinasikan semua pihak yang terkait dalam supply chain. Biaya yang tinggi pada mengabungkan sistem informasi organisasi dan pembagian informasi dalam kondisi operasional organisasi yang berbeda dapat memberatkan beberapa pihak dalam supply chain. Oleh karena itu, sangat penting untuk menyelidiki kondisi yang bagaimana kolaborasi dari supply chain dapat menguntungkan, sehingga tidak menimbulkan biaya yang tinggi dalam supply chain dan juga menghindari adanya informasi yang tidak tepat.
3. Procurement atau model manajemen Supply
Proses Procurement sudah lama di anggap sebagai kelemahan fungsi dari organisasi. Ini di dukung dengan fakta bahwa 60% dari cost of good sold di peruntukkan untuk proses Procurement (Sumber: Arshender, Arunkanda dan S.G. Deshkumkh, 2006, p 123), jadi ini merupakan potensial yang besar dalam hal pengurangan biaya. Jika diatur dengan benar, maka proses ini akan membuat organisasi menjadi sukses.
a. Electronic Data Interchange (EDI)
Merupakan awal dari teknologi yang memulai pergerakan untuk menghubungkan perusahaan. Defininya adalah spesifikasi khusus untuk pertukaran dokumen standar bisnis seperti order pembelian, invoices dan tagihan melalui jaringan komputer. EDI diterjemahkan menjadi hubungan langsung dari komputer ke komputer untuk 128
mentransfer informasi (dapat melalui pihak ketiga) antar organisasi yang berbeda. Keuntungan dari EDI adalah dapat mengurangi •
Error pada saat mengirim data
•
Kegiatan administrasi
•
Investasi di inventory
•
EDI juga dapat meningkatkan fleksibilitas dalam merespon perubahan yang cepat dari permintaan konsumen
b. Efficient Consumer Response (ECR)
ECR merupakan inisiatif untuk mengurangi perubahan dan ketidakpastian. Ide dari ECR adalah penambahan dalam reenginering dalam proses manajemen order. Ini juga termasuk pembagian data penjualan di antara pihak terkait dalam supply chain, mempermudah dalam hal pergantian kembali, dalam perencanaan, perkenalan produk, dan promosi melalui media teknologi serta proses bisnis. Continuous Replenishment Process (CRP)
Data transaksi pembelian diteruskan dengan komputer ke pemasok sehingga memperbolehkan mereka untuk melakukan penggantian dan melakukan just in time. In CRP, penggantian produk bedasarkan data aktual dan perkiraan dari permintaan. Dalam CRP, proses dimulai dengan menerima laporan keadaan stok harian melalui repot EDI. Data ini dianalisis, evaluasi, diisi dan di proses untuk ramalan dan proposal order. Tujuan dari sistem adalah mengurangi biaya dan memungkinkan efisiensi dalam sistem respon terhadap konsumen dan menambah nilai ke konsumen.
c. Vendor-Managed Inventory (VMI)
Strategi supply chain ini dimana pemasok diberi tanggungjawab untuk mengatur inventory dari perusahaan. Pemasok memiliki akses ke inventory pabrik dan bertanggung jawab untuk mengeluarkan order permintaan. Pemasok mendapatkan data elektronik (melalui internet atau EDI) yang menginformasikan seberapa banyak inventory dari pabrik dan rate dari produksi. Keuntungan dari VMI adalah: •
Meningkatkan kemampuan suplai dari pabrik
129
•
Keterbukaan dalam inventory pabrik mempermudah dalam melakukan peramalan
•
Mengurangi biaya order
•
Mengurangi biaya perencanaan dan order
•
Secara keseluruhan dapat meningkatkan service level dengan memiliki produk yang tepat pada waktu yang tepat pula.
d. Collaborative Planning, Forecasting and Replenishment (CPFR)
CPFR adalah model proses bisnis yang digunakan oleh mitra dari supply chain untuk mengkoordinasikan rencana dalam hal mengurangi variasi antara suplai dan permintaan.
CPFR
merupakan
model
bisnis
dimana
perusahaan
dapat
mengoptimalkan kegiatan supply chain nya, seperti VMI, dengan memanfaatkan internet dan EDI untuk mengurangi inventory dan biaya serta meningkatkan pelayanan ke konsumen.
Tabel 3. Jenis koordinasi Performance
Koordinasi
Measurement
EDI
Response time
Lebih cepat
Inventory
Berkurang
Cost
ECR
CRP
VMI
CPRF
Berkurang
Berkurang
Lebih cepat Berkurang Berkurang
Berkurang
Flexibility
Bertambah
Bullwhip effect
Berkurang
Berkurang
Berkurang
Order fulfillment rate
Lebih baik
Terbaik
Terbaik
Berkurang
(Sumber: Arshinder dan Deshmukh,, 2006, p.130)
Dari beberapa alternatif di atas, maka penulis memutuskan untuk memilih menerapkan Collaboration Planning Forecasting and Replenishment (CFPR) untuk membantu Chevron Indonesia Company (CICO) dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi saat ini.
Salah satu model koordinasi adalah C Procurement model. C Procurement model dapat dilihat pada gambar 3.2. Penjelasan dari C Procurement model adalah sebagai berikut 130
a. Pemilihan dan pengembangan pemasok Pemilihan pemasok merupakan salah satu kunci keberhasilan dari inventory management. Pemasok dengan kinerja yang baik dalam hal kualitas barang yang sesuai permintaan, pengiriman tepat waktu, contract person yang jelas, customer service yang siap membantu, kemampuan dan keinginan untuk berbagi informasi, kontrak yang fleksibel serta kesiapan dalam bekerja sama untuk membuat keputusan merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi. Karena kesiapan pemasok juga menentukan keberhasilan dalam penerapan CPFR nantinya. Apabila salah satu syarat tidak terpenuhi, maka CPFR tidak bisa berjalan dengan lancar. b. Kontrak Dengan adanya kontrak yang lebih baik, dimana menguntungkan bagi kedua belah pihak, maka pelaksanaan CPFR dapat berjalan dengan baik. Dengan adanya penerapan target-target bersama, seperti penurunan jumlah inventory, maka kegiatan inventory control pun dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien. Terlebih lagi dengan adanya reward/penghargaan apabila target tersebut tercapai. Selain itu, dengan adanya kontrak yang pasti dan mengikat, maka pemasok pun dapat mempersiapkan diri untuk memenuhi kontrak tersebut. Pemasok juga dapat melakukan koordinasi baik secara horizontal, yaitu antar pemasok, dan secara vertikal, yaitu dengan manufaktur, sehingga menjamin adanya ketersediaan barang. c. Manjemen order Dengan adanya internet dan sistem IT yang canggih, seperti ARIBA dan JDE yang dimiliki CICO, maka manajemen order dapat dilakukan dengan waktu lebih singkat dan juga penghematan biaya operasi. Selain itu juga, dengan adanya sistem IT tersebut, maka tingkat kesalahan dapat diminimalisasi. Koordinasi yang dilakukan user, baik secara horizontal dengan sesama user maupun secara vertical dengan atasan, dapat berjalan lebih baik karena semua pihak dapat mengakses sistem dan dapat memberikan masukkan/usul dan perbaikan apabila ada kesalahan. d. Bergabung dalam rencana kerja Kegiatan sehari-hari dapat dikoordinasikan dengan kolaborasi dengan semua pihak dalam supply chain dengan cara berbagi informasi. Salah satu 131
kolaborasi yang dilakukan antara user, inventory control, procurement dan pemasok adalah dalam bentuk CFPR. Semakin banyak pihak yang terlibat dalam pembuatan forecast semakin banyak pula informasi yang didapat berkaitan dengan estimasi kebutuhan. Forecast menjadi pedoman bagi kegiatan-kegiatan lain, seperti kegiatan perawatan mesin, perbaikan fasilitas, kegiatan projek dan lain-lain. Inventory dapat di rencananakan lebih efisien dengan bantuan forecast. Adanya satu keputusan bersama dalam hal pengisian ulang akan membuat lead time menjadi lebih pendek serta biaya dapat dikurangi. e. Pengembangan hubungan Salah satu dampak dari kolaborasi dan pembagain informasi adalah terjalinnya satu hubungan yang baik dengan semua pihak. Parameter utama dari itu semua adalah kerjasama, komitmen, keinginan berkoordinasi, pandangan yang sama dalam mencapai tujuan, kepercayaan dan tingkah laku. Kepercayaan dapat didefinisikan sebagai kemauan untuk menerima resiko dari kegiatan dan percaya terhadap rekan kerja. Kepercayaan ini timbul karena kredibiltas dari rekan kerja itu sendiri. Kredibilitas itu ditunjang oleh kejujuran, kebajikan, keinginan membantu, rasa tanggung jawab, dan kemampuan berkompetisi.
132
Contracts
Information Sharing
Joint Decisionmaking
Coordination Enablers Coordination capability Sharing risks and rewards
Horizontal Coordination With other supplier
Information System
Supplier Development
Supplier Management
Supplier selection
Design Collaboration
Willingness to coordinate Providing assistance in improving the supply performance
Type of contract
Profit achieved
Supply Contracts Traditional parameters Parameters mentioned in contract
Parameter related to coordination
Mode of communication
Information about of orders
Order Management Type of information system
Point of sales information Collaborative Forecasting
Compatible information system to achieve vertical and horizontal coordination
Joint Operation Planning
Sharing forecasted data and demand
Collaborative replenishment
Coordination enablers Information sharing regarding inventory, capacity, production schedule, advance demand information and design collaboration (3PL)
Coordination Procurement Diagram
Relationship Development
Cooperation
Trust Commitment
Gambar 1. C Procurement Model (Sumber: Arshinder dan Deshmukh,, 2006, p. 134 )
4. Forecast
Di zaman yang penuh kompetisi dan berorientasi pada service sekarang ini, salah satu kunci sukses yang utama adalah dapat menyediakan barang atau service secepatnya dibandingkan dengan kompetitor.
133
Jika kita ingin menyediakan barang sesuai dengan waktu yang diinginkan konsumen maka kita juga harus memiliki prediksi mengenai kebutuhan akan barang tersebut sehingga total lead time dapat dikurangi.
Prediksi atau proses forecasting merupakan dasar bagi stabilitas bisnis. Hal tersebut menjadi blueprint dimana semua kegiatan
mengacu kepadanya. Demand
Forecasting tidak bisa berdasarkan data penggunaan masa lalu saja. Karena data penggunaan masa lalu tidak menampilkan adanya back order, dimana permintaan konsumen tidak dapat terpenuhi.
Di dalam menyusun Forecast, sangatlah penting jika semua pihak yang terkait mengetahui tujuan dari forecast tersebut. Dengan begitu maka operating level dan inventory dapat lebih optimal dalam prakteknya. Forecast tidak dibuat untuk kepentingan politik atau membuat orang lain merasa nyaman. Forecast dibuat untuk karena adanya kebutuhan untuk memprediksi sedekat mungkin dengan apa yang akan terjadi kemudian hari. Dengan seperti itu maka keputusan manajemen dapat tercipta.
Karakteristik dari Forecast adalah 1. Forecast selalu salah, dimana di dalamnya ada expected value dari forecast dan juga pengukuran tingkat kesalahan dari forecast. Tingkat kesalahan dari Forecast (ketidakpastian permintaan) harus menjadi salah satu dasar dalam penentuan keputusan. Estimasi dari ketidakpastian permintaan terkadang tidak dimasukkan dalam perhitungan forecast, dimana pada akhirnya menghasilkan estimasi yang berbeda-beda pada setiap bagian dari supply chain dan itu bukan merupakan kolaboratif forecast. 2. Forecast jangka panjang kurang akurat dibandingkan forecast jangka pendek. Forecast jangka panjang memiliki Standar deviasi dari kesalahan yang lebih besar dibandingkan jangka pendek. 3. Aggregate Forecast
biasanya lebih akurat dibandingkan disaggregate
forecast dimana aggregate forecast memiliki standar deviasi yang relative lebih kecil. Semakin tinggi tingkatan aggregation, semakin akurat forecast nya. 134
4. Secara umum, semakin panjang rantai dari supply chain sebuah perusahaan (semakin jauh dari konsumen) semakin besar distorsi dari informasi yang didapat. Sebagai contoh adalah bullwhip effect dimana variasi dari order akan semakin bervariasi ketika order semakin jauh dari konsumen akhir. Akibatnya, semakin panjang rantai dari supply chain sebuah perusahaan, semakin tinggi tingkat kesalahan dari forecast. Koraborasi dari forecasting berdasarkan penjualan ke konsumen akhir dapat membantu supply chain dari perusahaan untuk mengurangi tingkat kesalahan forecast.
Beberapa faktor yang berhubungan dengan forecast dari permintaan adalah •
Data permintaan sebelumnya
•
Lead time dari produk
•
Rencana kerja
•
Keadaan ekonomi
Metode forecasting dapat dikelompok menjadi empat jenis, yaitu 1. Kualitatif Metode kualitatif forecasting sangat subjektif dan didasari oleh penilaian manusia. Metode ini sangat tepat ketika data masa lalu yang tersedia sangat sedikit atau adanya informasi bahwa ada hal yang kritial dalam forecasting. 2. Time series Metode ini menggunakan data masa lalu untuk membuat forecast. Ini semua berdasarkan asumsi bahwa data permintaan masa lalu merupakan indikator yang baik untuk demand akan datang. Metode ini tepat ketika suatu pola permintaan tidak berbeda jauh dari tahun ketahun. Metode ini merupakan metode yang paling sederhana untuk diimplementasikan dan dapat menjadi dasar dalam memulai perhitungan forecast. 3. Kausal Metode kausal forecasting mengasumsikan forecast dari permintaan berhubugan erat dengan beberapa faktor di lingkungannya. Metode ini mencari korelasi antara pemintaan dan faktor dari kondisi lingkungan dan mengestimasikan faktor-faktor lingkungan tersebut ke dalam forecast dari permintaan akan datang.
135
4. Simulasi Metode ini menggambarkan pilihan dari konsumen yang dapat meningkatkan permintaan dikemudian hari. Dengan metode ini dapat mengkombinasikan metode time series dengan kausal.
Penyebab kesalahan dalam Forecast 1.
Usaha dari satu orang saja Proses Forecasting dilakukan berdasarkan pengumpulan data dari banyak sumber. Karena semakin banyak pihak yang terlibat dan berkomitmen maka semakin baik pula proses forecasting nya.
2. Target / harapan yang tidak realistik Terkadang pihak manajemen memberikan target / harapan yang tidak realistik dalam proses forecasting. Satu hal yang perlu diingat adalah Forecast tidak akan pernah benar. Variasi dari forecast selalu terjadi. Satu hal yang penting adalah selalu mencoba meningkatkan tingkat akurasi dari forecast. 3. Adanya perkiraan kedua. Sering terjadi Forecast yang telah di ada kemudian disesuaikan kembali oleh pihak ketiga yang kemudian mengeluarkan forecast baru. Akibatnya ada dua forecast yang dapat membingungkan bagi pihak lain forecast mana yang harus dipakai sebagai dasar. 4. Konflik dari objektif. Forecast mencoba memprediksi sedekat mungkin dengan kenyataan yang akan terjadi kemudian hari, bukan untuk membuat sebahagian orang merasa nyaman karenanya.
136
PERJANJIAN HARGA (PRICE AGREEMENT) A. TUJUAN Tujuan pengadaan dengan Perjanjian Harga (Price Agreement) adalah untuk memudahkan dan mempercepat pengadaan barang dan jasa tertentu dengan cara mengadakan perjanjian harga untuk suatu jangka waktu tertentu dengan 1 (satu) Penyediaan Barang/Jasa. B. DEFINISI Perjanjian Harga (Price Agreement) adalah perjanjian dengan 1 (satu) penyedia barang/jasa yang bertindak sebagai Agen Tunggal, yang dibuat berdasarkan harga satuan (unit price) barang/jasa yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk 1 (satu) kelompok barang/jasa yang bersifat spesifik, untuk suatu jangka waktu tertentu. C. PERSYARATAN Perjanjian Harga (Price Agreement) dapat dilakukan bila memenuhi persyaratan-persyaratan berikut: 1. Tersedianya Agen Tunggal yang dibuktikan dengan perjanjian keagenan atau surat penunjukan dari pabrikan atau pihak yang diberi kewenangan oleh pabrikan dan sesuai ketentuan yang berlaku; 2. Barang/jasa bersifat spesifik; 3. Tersedianya daftar harga barang (Price list) yang dikeluarkan oleh prinsipal yaitu pabrikan atau pihak yang diberi kewenangan oleh pabrikan. D. TATA CARA 1. Kontraktor KKS menetapkan jenis barang/jasa yang akan diadakan dengan cara Perjanjian Harga (Price Agreement). 2. Penawaran a. dalam hal pengadaan barang Panitia/Pejabat Pengadaan mengundang Agen Tunggal untuk mengajukan penawaran harga yang dilampiri dengan daftar harga (price list) yang dikeluarakan oleh prinsipal. Panitia/Pejabat Pengadaaan melakukan evaluasi kewajaran harga penawaran antara lain dengan melakukan perhitungan normalisasi dengan basis daftar harga dari principal. b. Dalam hal pengadaan jasa, Panitai/Pejabat Pengadaan mengundang Penyedia Jasa Spesifik untuk mengajukan daftar harga jasa. Panitia/Pejabat Pengadaan melakukan evaluasi atas kewajaran harga yang ditawarkan antara lain dengan cara membandingkan dengan harga jasa sejenis di dalam maupun luar negeri. 3.Dilakukan negosiasi atas penawaran yang diajukan E. PEMBUATAN PERJANJIAN 1. Harga satuan yang berlaku untuk perjanjian adalah harga berdasarkan harga penawaran akhir dari Penyedia Barang/Jasa. 2. Harga satuan yang diperjanjikan berlaku selama masa perjanjian yang ditetapkan sebelumnya. Apabila ada perubahan harga barang dari prinsipal dapat dilakukan penyesuaian atas harga yang diperjanjikan. 139
3. Minimum order tidak ditetapkan dalam Perjanjian Harga (Price Agreement). 4. Di dalam perjanjian dicantumkan ketentuan tentang sanksi dan terminasi dini. F. PELAKSANAAN KONTRAK 1. Permintaan untuk memasok barang atau melaksanakan pekerjaan jasa dilakukan dengan menerbitkan Surat Pemesanan (SP)/Purchase Order (PO) atau Service Order (SO). 2. Apabila Penyedia Barang/Jasa bersangkutan tidak mampu menyediakan barang atau melaksanakan pekerjaan maka kepada Penyedia Barang/Jasa dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku 3. Apabila Penyedia Barang/Jasa gagal memnuhi kewajiban atas PO/SO secara berkesinambungan, dikatergorikan sebagai kelompok merah dan perjanjian dapat diakhiri lebih awal.
140