ISSN 2303-2707
daftar isi Diterbitkan oleh Pusat Sains Antariksa (Pussainsa) LAPAN Pelindung Kepala LAPAN Deputi Bidang Sains, Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan Penanggung Jawab Kepala Pusat Sains Antariksa Redaktur Drs. Jiyo, M.Si. Editor Irvan Fajar Syidik, S.T. Annis Siradj Mardiani,A.Md Kontributor Tiar Dani, S.Si Rasdewita Kesumaningrum, M.Si Santi Sulistiani, S.Si. Fitri Nuraeni, M.Si. Setyanto Cahyo Putro, S.Si. Drs. A. Gunawan Admiranto Harry Bangkit, S.T. Dra. Nancy Ristanti Sri Ekawati, S.Si.
Varuliantor Dear, S.T. Penata Letak Endah Oktaviani, S.Ds. Sekretariat Neneng Destiani, S.E. Alamat Jl. Dr. Djundjunan No.133 Bandung 40173 Telepon: (022) 6012 602 / 6038 005 Fax: (022) 6014 998 / 6038 005 HP: 0813 2121 0002
Untuk pemesanan Buletin Cuaca Antariksa Kirim faks permohonan langganan Buletin Cuaca Antariksa ke :
(022) 6038 005
3 Cuaca Antariksa, Satelit dan Kerapatan Partikel Atmosfer Atas Bumi 5 Geomagnetically Induced Current (GIC) 7 Sistem Informasi Geomagnet berbasis Computer Cluster 9 Data TEC dari Jaringan IGS - Bagian (1) 10 Analisis Gelombang Gravitas dari MF Radar Cuaca Antariksa 12 Aktivitas Matahari 13 Aktivitas Geomagnet 14 Jumlah Kemunculan Sintilasi Ionosfer (Indeks S4 di atas Manado) 15 Indeks T Regional Indonesia 16 Ulasan Cuaca Antariksa
Tidak terasa tahun 2013 sudah berganti menjadi tahun 2014. Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena tahun 2014 ini Buletin Cuaca Antariksa telah memasuki tahun ke-3. Tahun baru yang lazimnya identik dengan harapan baru, tentu kami pun memiliki semangat baru, khususnya dalam memberikan berbagai informasi melalui buletin ini. Apabila edisi sebelumnya banyak memuat artikel tentang dampak cuaca antariksa terhadap aktivitas kehidupan di Bumi, maka edisi ini kami menyajikan artikel tentang pengaruh cuaca antariksa terhadap satelit – satelit yang mengorbit pada ketinggian atmosfer atas. Ulasan tersebut disajikan melalui artikel dengan judul “Cuaca Antariksa, Satelit, dan Kerapatan Partikel Atmosfer Atas Bumi”. Cuaca antariksa ekstrim dapat mengganggu medan magnet bumi di magnetosfer yang selanjutnya mempengaruhi kondisi atmosfer Bumi sehing g a menyebabkan gangguan pada satelit orbit rendah. Selain itu, gangguan pada medan magnet bumi menimbulkan arus induksi di permukaan Bumi dan dapat menyebabkan gangguan pada jaringan listrik, utamanya di di daerah lintang tinggi. Penjelasan ilmiahnya tentang hal ini dapat disimak pada artikel “Geomagnetically Induced Current (GIC)” . Mengingat besarnya pengaruh medan magnet bumi terhadap aktivitas manusia di bumi, para peneliti telah
17 Galeri Antariksa 18 Dokumentasi Kegiatan Tahun 2013 19 Kalender Astronomi 20 Teka Teki Silang
memantau aktivitas geomagnet menggunakan berbagai macam perangkat. Salah satu perangkat pemantau geomagnet yang dimiliki LAPAN adalah magnetometer. Bentuk sistem informasi geomagnet yang dibangun seperti apa? Jawabannya dapat disimak pada artikel “Sistem Informasi berbasis Computer Cluster”. Beberapa informasi lain - seperti kapan meteor akan melintas, bulan baru dan bulan purnama - dapat dilihat pada Kalender Astronomi serta beberapa kejadian yang berasal dari langit dapat dilihat pada Galeri Antariksa. Kami berharap semua informasi tersebut dapat menambah wawasan bagi pembaca yang budiman dan menumbuhkan m o t iva s i u n t u k m e m p e l a j a r i d a n memanfaatkan pengetahuan tentang antariksa untuk kehidupan manusia. Akhir kata, Redaksi mengucapkan selamat membaca Buletin Cuaca Antariksa edisi pertama di awal tahun 2014 ini. Semoga artikel-artikel ini dapat menjadi inspirasi bagi pembaca dalam menyongsong tahun 2014. Selamat Natal dan Tahun Baru 2014!
Kontak :
Annis Siradj 0813 2121 0002
Gambar : http://www.mrwallpaper.com/lazarus-nebula-wallpaper/
ISSN 2303-2707
Cuaca Antariksa, Satelit dan Kerapatan Partikel Atmosfer Atas Bumi Oleh : Tiar Dani Bidang Matahari dan Antariksa
Matahari merupakan penggerak utama cuaca antariksa di tata surya. Seluruh aktivitas matahari dalam bentuk radiasi dan partikel berenergi tinggi akan berinteraksi dengan lingkungan antariksa di sekitar nya ter masuk deng an atmosfer Bumi. Atmosfer Bumi dibagi menjadi lima lapisan yang dibedakan berdasarkan proses fisis dan kimiawi yang terjadi. Lapisan atmosfer terbawah adalah troposfer dimulai dari ketinggian 0 hingga 12 km dan terdiri atas 78% nitrogen, 21% oksigen dan sisanya berupa elemen lain seperti argon, karbondioksida dan helium. Lapisan berikutnya adalah stratosfer yang membentang dari ketinggian 12 km hingga 50 km dan memiliki temperatur yang meningkat seiring dengan bertambahnya ketinggian. Diikuti kemudian oleh lapisan troposfer yang temperaturnya menurun seiring dengan bertambahnya ketinggian. Lapisan ketiga adalah mesosfer dari ketinggian 50 km hingga 80 km. Ketiga lapisan ini dikenal sebagai lapisan atmosfer bawah.
Lapisan berikutnya adalah termosfer atau disebut sebagai lapisan atmosfer atas mulai dari ketinggian 80 km hingga 700 km. Pada lapisan ini terjadi perubahan komposisi yang sebagian besar berupa nitrogen menjadi atom-atom oksigen. Temperatur juga akan semakin meningkat seiring bertambahnya ketinggian, yang disebabkan oleh penyerapan radiasi sinar UV dari matahari. Kerapatan partikel netral di atmosfer atas sangat rendah sehingga fluida di lapisan ini diperlakukan sebagai partikel dan bukan sebagai gas. Lapisan terakhir adalah eksosfer pada ketinggian di atas 700 km dengan Helium sebagai unsur yang lebih dominan dibanding unsur lain.
Pada ketinggian sekitar 2500 km, Hidrogen akan menjadi lebih dominan. Seluruh lapisan atmosfer di Bumi ditunjukkan oleh Gambar 1. Cuaca antariksa dapat memberikan gangguan terhadap lingkungan antariksa berupa peningkatan kerapatan partikel di atmosfer atas yang merupakan tempat mengorbit satelit orbit rendah (Low Earth Orbit, LEO) ditempatkan. Peningkatan kerapatan partikel atmosfer atas akan berakibat meningkatnya gaya hambat atmosfer yang dialami oleh satelit saat mengorbit. Peningkatan gaya hambat atmosfer ini tentunya akan semakin menur unkan keting gian satelit dan dapat mengakibatkan jatuhnya satelit (reentry) kembali ke Bumi.
Gambar 1. Lapisan atmosfer Bumi dan unsur-unsur dominannya (sumber : Delgado, 2008)
Buletin Cuaca Antariksa Januari - Maret 2014
3
Penyebab terbesar terjadinya peningkatan kerapatan partikel atmosfer atas berasal dari peningkatan radiasi EUV matahari hingga mencapai persentase 85%. Penyebab terbesar kedua adalah adanya aktivitas medan magnet Bumi (geomagnet) akibat berinteraksi dengan angin matahari dengan persentase mencapai 30%. Mekanisme radiasi EUV matahari dan aktivitas geomagnet yang menyebabkan terjadinya variasi kerapatan atmosfer ditunjukkan pada Gambar 2.
Satu contoh kasus dampak meningkatnya kerapatan atmosfer akibat aktivitas matahari - terhadap satelit adalah peristiwa yang dialami satelit Hubble Space Telescope (HST) yang mengorbit di ketinggian 559 km. Saat akvitas matahari mencapai maksimum, HST meng alami penurunan ketinggian dan harus dinaikkan kembali ke ketinggianya semula. Karena HST tidak memiliki sistem pendorong sendiri, maka pesawat ulang-alik harus dikirimkan dari Bumi untuk menaikkan kembali ketinggian HST pada orbit semula seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 2. Dua proses utama yang menyebabkan perubahan kerapatan atmosfer atas, yaitu radiasi EUV matahari (kiri) dan angin matahari (kanan) (sumber: Doornbos, 2011).
Gambar 3. Peningkatan kerapatan partikel akibat aktivitas matahari yang berdampak pada satelit Hubble Space Telescope (HST) (sumber:NASA)
4
Buletin Cuaca Antariksa Januari - Maret 2014
Secara umum, kerapatan atmosfer Bumi mengalami peningkatan dan penurunan seirama deng an per ubahan aktivitas matahari. Beberapa temuan menarik terkait dengan akibat semakin menurunnya tingkat aktivitas matahari selama tiga siklus terakhir adalah adanya kecenderungan penurunan kerapatan atmosfer atas Bumi. Akibat dari semakin berkurangnya radiasi EUV dari matahari yang diterima oleh atmosfer atas Bumi, maka kerapatan partikel atmosfer atas Bumi cenderung menurun. Penurunan kerapatan atmosfer atas ini juga diperkuat dengan dinamika yang terjadi di atmosfer bawah, yaitu peningkatan gas rumah kaca (CO2). Peningkatan gas rumah kaca akan menyebabkan pemanasan di atmosfer bawah tetapi memberikan efek pendinginan terhadap atmosfer atas. Akibat efek pendinginan ini, kerapatan atmosfer atas akan semakin menurun. Kecenderungan penurunan kerapatan atmosfer atas ini memberikan dampak baik dan sekaligus buruk terhadap satelit yang ditempatkan di orbit rendah Bumi. Dampak baiknya adalah masa operasional satelit LEO untuk tetap berada di orbitnya akan lebih lama karena pengaruh gaya hambat atmosfer akan semakin kecil. Dampak buruknya adalah akan semakin banyak sampah antariksa buatan (satelit yang tidak digunakan lagi dan pecahan satelit) yang tetap berada di orbitnya karena radiasi EUV dari matahari semakin melemah. Radiasi EUV dari matahari dapat berperan sebagai “pembersih” alami dengan m e n i n g k a t k a n g ay a h a m b a t atmosfer sehingga sampah antariksa buatan akan “terbuang” dari lingkungan orbit satelit LEO. p
Geomagnetically Induced Current (GIC) Oleh :
Geomagnetically Induced Current (GIC) merupakan arus induksi yang ber upa ar us quasi-dc sebagai manifestasi dari interaksi antara matahari dan bumi. Adanya aktivitas matahari menyebabkan terjadinya gangguan terhadap medan magnet bumi (Geomagnetic Disturbance, GMD) dan menimbulkan bermacammacam arus pada lapisan permukaan bumi. Selama terjadi gangguan medan magnet bumi, arus GIC yang mengalir pada permukaan bumi ini dapat mengakibatkan terjadinya saturasi pada transformator (core saturation) jaringan listrik dan dapat berdampak pada terjadinya kerusakan pada transformator jaringan listrik.
Gambar 1. Skemarekoneksi medan magnet bumi dengan medan magnet antar planet (sumber: Dungey ,1963,http://wwwssc.igpp.ucla.edu /ssc/tutorial/mp06.gif)
Setyanto Cahyo Putro Bidang Geomagnet dan Magnet Antariksa
Geomagnetically Induced Current – GIC merupakan salah satu akibat yang ditimbulkan dari interaksi antara matahari dan bumi berupa badai geomagnet. Aktivitas pada matahari (Corona Mass Ejection-CME) yang disertai lontaran partikel menuju bumi dengan kecepatan tinggi mengakibatkan terjadinya “interplanetary shock” di magnetosfer bumi serta transfer energi dan p a r t i ke l m e l a l u i m e k a n i s m e rekoneksi. Peristiwa rekoneksi ini akan semakin intens bersamaan dengan orientasi arah selatan medan magnet ruang antar planet (Interplanetary magnetic field, Bz IMF) dan berdampak pada terjadinya perubahan sistem arus di dalam magnetosfer yang ditandai dengan meningkatnya medan geomagnet di per mukaan bumi. Ilustrasi sederhana mekanisme terbentuknya badai geomagnet dapat dilihat pada Gambar 1.
Terbentuknya arus induksi Geomagnetically Induced Current dipicu oleh adanya variasi arus ionosfer yang mengalir di permukaan bumi pada saat badai geomagnet. Dampak dari variasi arus ionosfer adalah terbentuknya medan magnet induksi di permukaan bumi, sehingga terjadi fluktuasi medan magnet. Selama terjadi badai geomagnet, fluktuasi medan magnet oleh arus ionosfer akan membangkitkan perbedaan potensial di sekitar permukaan bumi yang dikenal sebagai Earth Surface Potential (ESP). ESP ini seolah-olah bertindak sebagai sumber tegangan di a n ta ra dua netra l gr ound transformator pada jaringan listrik. Dengan adanya ESP ini maka akan mengalirkan arus pada kedua netral ground transformator dan sepanjang kabel jaringan listrik. Arus inilah yang dinamakan arus induksi geomagnet (GIC). Ilustrasi pembangkitan arus GIC oleh arus ionosfer saat badai geomagnet dapat dilihat pada Gambar 2. Arus induksi yang mengalir pada permukaan bumi pada saat terjadi gangguan medan magnet (GMD) dapat mengakibatkan terjadinya core saturation pada transformator jaringan listrik dan menyebabkan kerusakan pada transfromator. Bagaimanakah perilaku teg ang an dan ar us operasional pada transformator ketika terinjeksi tekanan dan arus eksterna? Pada Gambar 3, diberikan ilustrasi hasil simulasi perilaku arus dan tegangan operasi ketika diinjeksi dengan arus eksternal. Transformator memiliki kurva magnetisasi sebagai batas kerja
Gambar 2. Ilustrasi pembangkitan arus GIC saat badai geomagnet (sumber :http://www.swpc.noaa.gov/Media/graphics/Geomag.gif) Buletin Cuaca Antariksa Januari - Maret 2014
5
Beberapa contoh efek dari badai geomagnet terhadap ker usakan yang terjadi pada transformator adalah kerusakan lilitan HV pada trafo di Lethabo dan Matimba Afrika Selatan pada badai geomagnet 29-30 Nopember 2003 dan pada transformator step up di Quebec, Kanada pada badai geomagnet 13 Maret 1989. Seperti ditunjukan pada Gambar 4.
Gambar 3. Simulasi: (atas) core saturasi pada transformator (sumber: John Thomas, 2003, Power Transformers:Saturation Compensation Modeling,Simulation, and Experiments), (bawah) tegangan dan arus pada lilitan sekunder sebelum dan sesudah di injeksi suatu arus (simulasi arus GIC) . (sumber: Mursid Sabdullah.et.al2007, Analytical Study of Geomagnetically Induced Current=GIC Phenomenon at Power Transformer)
efektifnya, dan biasanya bekerja pada daerah linier, dalam keadaan normal bentuk gelombang sisi primer (input) sama dengan sisi sekunder (out put). Ketika terinjeksi suatu arus GIC maka terjadi perubahan atau peningkatan nilai fluktuasi magnetik pada sisi primer transformator, sehingga transformator akan bekerja diluar batas linier kurva magnetisasinya (core saturation) sebagai akibatnya out put ar us dan teg ang an sekunder akan cacat (biasa disebut harmonisa).
Semakin lama dan besarnya arus DC ini mengakibatkan tranformator bekerja diluar daerah liniernya dan hal ini akan menimbulkan beberapa masalah diantaranya muncunya core saturation, terbentuknya harmonisa, panas yang berlebihan dan juga peningkatan dari noise yang sifatnya audible atau suara dan efeknya adalah mengurangi life time dari transformator tersebut atau yang terburuknya adalah kerusakan permanen.
(a)
(b)
(c) Gambar.4. Efek badai geomagnet: kerusakan pada transformator di afrika (a) Lethabo, (b) Matimba dan (c) Quebec, Kanada. (Sumber: ....)
6
Buletin Cuaca Antariksa Januari - Maret 2014
Sistem Informasi Geomagnet Berbasis Computer Cluster Oleh :
Harry Bangkit Bidang Geomagnet dan Magnet Antariksa
perlu ditingkatkan kecepatan proses komputasi yang dapat ditempuh dengan dua cara yaitu: peningkatan kecepatan perangkat keras dan peningkatan kecepatan perangkat lunak. Gambar 1. Jaringan magnetometer LAPAN. Kolaborasi LAPAN, BMKG, ICSWSE-Kyushu University, dan STELAB - Nagoya University.
LAPAN, melalui Pusat Sains Antariksa, telah menetapkan Cuaca Antariksa sebagai salah satu program strategis sebagai upaya memberikan kontribusi dan layanan informasi cuaca antariksa kepada masyarakat pengguna. Informasi geomagnet merupakan salah satu unsur cuaca antariksa yang diamati dan diteliti yang hasilnya disampaikan kepada pungguna. Saat ini Pusat Sains Antariksa telah memiliki jaringan magnetometer nasional (Gambar 1) dengan kemampuan transfer data secara real-time. Magnetometer yang digunakan adalah jenis fluxgate yang merekam variasi medan magnet bumi pada tiga sumbu koordinat,
Gambar 2. Magnetometer - magnetometer digital tiga komponen, dengan kemampuan sampling sampai dengan 256 Hz.
yaitu H, D, dan Z (Gambar 2). Selain itu ada pula magnetometer jenis proton yang mengukur medan magnet total (F), namun magnetometer ini hanya digunakan pada saat survei. Data hasil pengamatan magnetometer tersebut dapat diekstrak menjadi informasi tingkat gangguan magnetosfer bumi, yang sang at penting dalam cuaca antariksa. Untuk memberikan informasi ini secara real-time, maka
Computer Cluster Computer cluster adalah kumpulan dari beberapa komputer tunggal dengan kinerja rendah menjadi satu kesatuan sehingga memiliki kinerja tinggi, biasanya disebut sebagai super komputer. Componen cluster biasanya saling terhubung dengan cepat melalui sebuah interkoneksi yang sangat cepat, atau bisa juga melalui jaringan lokal (Local Area Network, LAN). Beberapa perangkat lunak Middleware, seperti MPI (Message
Gambar 3. Konfigurasi perangkat keras Beowulf Cluster. Pengguna menjalankan computer cluster melalui master node atau frontend node. NFS root server digunakan untuk booting dan sharing resource.
Buletin Cuaca Antariksa Januari - Maret 2014
7
Passing Interface), mengizinkan program komputasi berjalan di dalam kluster-kluster tersebut. Beowulf Cluster merupakan metoda yang umum dipakai untuk membangun komputer kluster (Gambar 3). PelicanHPC Pelican High Perfor mance Computing (HPC) adalah distro linux untuk membangun sebuah komputer kluster guna melakukan komputasi paralel layaknya sebuah super komputer (Gambar 4). Teknologi komputasi paralel yang digunakan adalah MPI (Message Passing Interface). PelicanHPC dijalankan pada komputer yang
dijadikan frontend node, sedangkan clients nodes di-booting melalui jaringan sehingga memungkinkan untuk memiliki clients node tanpa harddisk. Frontend node menyediakan resources bagi clients untuk melakukan booting melalui jaringan, sehingga tidak dibutuhkan lagi NFS (Network File System) server. PelicanHPC menyediakan aplikasi GNU Octave. GNU Octave adalah bahasa tingkat tinggi yang ditujukan untuk perhitungan numerik yang didukung kemampuan visualisasi grafis yang tinggi. Bahasa Octave sangat mirip dengan Matlab sehingga sebagian besar skrip Matlab dapat berjalan dengan baik di sini.
(a)
(b) Gambar 4. Tampilan PelicanHPC pada frontend node (a) dan tampilan pada masing - masing clients node (b).
Gambar : http://2.bp.blogspot.com/
8
Buletin Cuaca Antariksa Januari - Maret 2014
Informasi Gangguan Geomagnet L. M. Musafar K. dan kawankawan telah berhasil melakukan perhitungan variasi hari tenang (Sq) dari data rekaman magnetometer. Dari sini dapat diekstrak tingkat gangguan geomagnet tiap stasiun (indeks K). Selain itu dilakukan juga perhitung an pow er spektr um dinamis, dan tingkat gangguan geomagnet berdasarkan pulsa magnetik. Selanjutnya informasi ini diklarifikasi dengan data gangguan geomagnet lintang rendah (indeks Dst) dan medan magnet antar planet (IMF). Seluruh proses tersebut dilakukan secara simultan dan realtime. Setyanto C. P. dan kawankawan menyajikan seluruh informasi tersebut kedalam aplikasi berbasis web sehing g a dapat diakses masyarakat melalui situs http://www.dirgantara-lapan.or.id/ apgeomagsa/geo_display.php atau http://123.231.244.39/ geomagsa/ geo_display.php
Gambar 5. Sistem pengolahan data geomagnet yang terdiri dari server data, computer cluster untuk reformat data, dan komputer stand-alone untuk menghasilkan informasi geomagnet real-time. Gambar 6. Tampilan Sistem Informasi Geomagnet LAPAN, berisi: variasi harian, variasi gangguan, indeks K, power spektrum dinamis, indeks Pc5, indeks Dst, dan IMF.
Data Total Electron Content dari Jaringan IGS Bagian (1) Oleh :
Sri Ekawati Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi
Informasi ionosfer, yang berisi gas yang terionisasi di ketinggian sekitas 110 kilometer di atas permukaan bumi, dapat diamati dari data jaringan IGS (International GNSS Service). Parameter yang diperoleh adalah data kandungan elektron total (Total Electron Content, TEC) dan indeks sintilasi (S4). Lalu apakah jaringan IGS itu? Dan apakah TEC dan indeks S4 itu? IGS IGS, awalnya singkatan dari International GPS Service. Namun setelah bermunculan sistem navigasi berbasis satelit selain GPS (Global Positioning System), maka singkatan IGS diubah menjadi International GNSS Service. GNSS singkatan dari Global Navigation Satellite System atau sistem navigasi global berbasis s a t e l i t . Pe r u b a h a n t e r s e b u t dikarenakan bukan hanya satelit GPS yang digunakan, tetapi juga
satelit lainnya seperti GLONAS (Globalnaya Navigatsionnay Sputnikovaya Sistema) milik Rusia, Galileo milik Eropah, dan lain-lain. Sesuai dengan namanya, IGS, menyediakan data GNSS secara realtime dan open. Dengan kata lain, data GNSS dari IGS sangat terkini dan dapat diakses oleh siapapun. Adapun peta jaringan IGS ditunjukkan pada Gambar 1 di bawah ini. Titik-titik putih menunjukkan lokasi stasiun penerima GNSS. Bila kita lihat lebih dalam titiktitik jaringan IGS yang ada di Indonesia, maka diperoleh peta seperti pada Gambar 2. Titik stasiun IGS yang ada di Indonesia adalah stasiun : 1. “bako” di Cibinong 2. “bnoa” di Benoa 3. “btng” di Bitung TEC dan Indeks S4 TEC singkatan dari Total Electron Content, atau banyaknya total elektron di ionosfer. Satuannya adalah TEC-Unit yang setara dengan 10.000 triliun elektron per meter persegi ionosfer. Secara lebih jelas dituliskan pada persamaan berikut ini : 1 TEC Unit = 1016 el/m2 Sedangkan Indeks S4 adalah parameter yang menunjukkan
fluktuasi amplitudo sinyal satelit yang melalui ionosfer. Indeks S4 tidak berdimensi sehingga tidak memiliki satuan. Data TEC dari Stasiun BAKO Pada artikel ini hanya akan ditampilkan data TEC dari stasiun “bako” hasil pengamatan tanggal 19 November 2013. Untuk mengambil data “bako” pada tanggal tersebut diperlukan kalender GPS yang menunjukkan DOY (day of year), sehingga tanggal 19 November 2013 adalah hari ke-323. Data tersebut dapat diunduh di alamat berikut ini : ft p://cddis.gsfc.nasa. gov/pub/ gps/data/daily/ 2013/ 323/. Software yang digunakan untuk mengolah data bako IGS menjadi data TEC adalah software GPSTEC yang dikembangkan oleh Dr. Gopi Krishna Seemala, peneliti dari Institute for Scientific Research, Boston College, USA. Untuk menggunakan software ini diperlukan minimal dua file data yang dijadikan sebagai input, yaitu bako2320.13d dan bako3230.13o. Setelah mengunduh dua file tersebut komputer perlu terhubung internet untuk mengunduh file-file yang dibutuhkan oleh program GPSTEC tersebut. Setelah dijalankan, maka akan diperoleh data TEC seperti pada Gambar 3. Wa r n a menunjukkan posisi lintang yang ditunjukkan oleh colorbar dari -0.5 s.d -14. Dari grafik, data TEC tertinggi terjadi pada pukul 08:00 UT atau 15:00 WIB sebesar 95 TECU. (BERSAMBUNG)
Gambar-1. Jaringan stasiun global IGS (sumber : http://igs.org/network/ netindex.html )
Gambar-2. Titik IGS di Indonesia
Gambar-3. Grafik TEC hasil pengamatan di stasiun “bako” Cibinong pada tanggal 19 November 20013. Buletin Cuaca Antariksa Januari - Maret 2014
9
Mengamati Gelombang Gravitas Menggunakan MF Radar Oleh :
Nancy Ristanti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi
Dugaan tentang adanya jenis gelombang lain yang dinamakan gelombang gravitas (gravity wave) pertamakali di perkirakan oleh fisikawan Albert Einstein pada tahun 1916. Kehadiran gelombang i n i m e r u p a k a n ko n s e k u e n s i langsung dari rumusan teori gravitasinya. Gelombang gravitas adalah gelombang yang terjadi akibat adanya perbedaan kerapatan molekul di atmosfer. Gelombang ini akan bergerak dari lapisan yang mempunyai kerapatan molekul lebih tinggi ke lapisan yang mempunyai kerapatan lebih rendah. Oleh sebab itu gelombang gravitas bisa menjalar ke atas ataupun ke bawah dengan waktu periode antara 10 menit – 24 jam (Yamamoto, 1987) dan panjang gelombang antara 1000 – 4000 km (Shimizu and Tsuda, 1997). Profil angin yang dihasilkan suatu radar atmosfer adalah berupa angin zonal dengan arah timur-barat dan angin meridional dengan arah utara-selatan akan dapat diketahui adanya gelombang gravitas.
10
Buletin Cuaca Antariksa Januari - Maret 2014
Salah satu peralatan yang digunakan untuk mengetahui profil angin adalah Medium Frequency (MF) Radar. Adapun MF Radar baik yang dioperasikan di Pontianak maupun Pameungpeuk adalah radar dengan daya 10 kwatt (peak) beroperasi pada frekuensi 2,008 MHz dengan periode pengamatan setiap 2 menit, terus-menerus selama 24 jam perhari. Data yang diamati adalah kecepatan angin pada ketinggian 52 km hingga ketinggian 100 km, dalam arah zonal, meridional, dan vertikal. Gelombang gravitas dapat diketahui dengan menggunakan metoda yang disebut hodograph yaitu suatu metoda yang menggambaran koordinat kecepatan angin zonal dan meridional pada setiap ketinggian, mulai dari yang terendah hingga tertinggi sehingga dapat diperoleh suatu gambaran kemana arah penjalaran dan perioda gelombang gravitas yang terjadi (Tsuda,1994). Van Eyken (1982) menjelaskan bahwa menur ut W hitehead, gelombang gravitas yang terjadi dapat mempengaruhi kerapatan
elektron yaitu melalui windshear. Oleha karena itu gelombang gravitas dapat menyebabkan terjadinya fluktuasi kerapatan elektron di ionosfer terutama di lapisan E Sporadis, karena lapisan ini lebih dekat dengan sumber terjadinya gelombang gravitas. Pengaruh gelombang gravitas lebih dominan terhadap lapisan E-Sporadis dibandingkan pengaruhnya terhadap lapisan yang lebih tinggi seperti misalnya lapisan F, meskipun panjang gelombang gravitas dapat mencapai lebih dari 600 km. Hasil pengamatan MF radar dan ionosonda di Pontianak menunjukkan bahwa gelombang gravitas menjalar keatas mencapai ketinggian ionosfer dengan waktu periode antara 4,91-13,03 jam dan panjang gelombang antara 1072 – 2843 km (Ristanti, 1998). Adapun gelombang gravitas hasil pengamatan profil kecepatan angin zonal dan meridional dari MF Radar di Pameungpeuk yang diamati pada tanggal 28 Februari 2011 pukul 00.00-06.00 LT dari ketinggian 80 km sampai 98 km ditunjukkan pada Gambar 1.
Image : http://www.highreshdwallpapers.com/
Profil kecepatan angin di Pameungpeuk pada Gambar 1, gelombang yang terjadi hanya pada profil kecepatan angin pukul 04:00 WIB. Baik pada profil kecepatan angin zonal maupun meridional terlihat bentuk gelombang mulai dari ketinggian 80 hingga 98 km. Selain arah gelombang gravitas, perioda gelombang dapat dihitung dari perbandingan antara sumbu panjang dan sumbu pendek dari bentuk elips pada hodograph. Perbandingan tersebut dapat ditulis
sebagai berikut Pada persamaan (1) U dan V s a l i ng tegak lurus dan V = -i f/ w . U …. ( 1) dengan: V: sumbu pendek elips, U: sumbu panjang elips, w : frekuensi gelombang gravitas f =2W sin f adalah frekuensi inersia yang ditentukan oleh kecepatan sudut perputaran bumi (W ) dan lintang ( f ).
Gambar 2. Hodograph tanggal 28 Februari 2011 pukul 04:00 WIB.
(a) (b) Gambar 1. (a). Profil kecepatan angin zonal (a) dan (b). meridional di Pameungpeuk 28 Februari 2011 pukul 00:00 -06:00 WIB.
Buletin Cuaca Antariksa 11 Januari - Maret 2014
Aktivitas Matahari September-November 2013 Oleh :
Santi Sulistiani Bidang Matahari dan Antariksa
Aktivitas matahari pada awal September sangat rendah dengan beberapa peristiwa flare kelas C. Pada pekan ketiga terjadi erupsi prominensa dari daerah aktif NOAA 1845, yaitu tanggal 19 September sekitar 03:44 UT yang berasosiasi dengan peredupan korona, gelombang EIT, dan sebuah CME halo parsial. CME tersebut pertama kali dideteksi pada m e d a n p a n d a n g C 2 LASCO/SOHO sekitar 03:48 UT dengan lebar sudut sekitar 180° dan laju sekitar 300 km/det. Massa CME mengarah ke selatan bidang ekliptika dan mencapai bumi pada 22 September. Pada 29 September terjadi flare LDE kelas C1.2 yang mencapai puncak pukul 23:39 UT, berasosiasi dengan er upsi filamen yang menghasilkan badai geomagnet pada 2 O k t o b e r. Fl a r e C 1 . 2 i n i mengakibatkan peningkatan fluks proton (>10 MeV) hingga mencapai nilai puncak sebesar 182 pfu pada 30 September 20:05 UT. Memasuki bulan Oktober, aktivitas matahari mulai meningkat dengan beberapa flare M. Daerah aktif yang paling menonjol adalah NOAA 1861 dan NOAA 1865 d e n g a n ko n f i g u r a s i m a g n e t kompleks dan evolusi menengah sampai cepat. Pada 13 Oktober 00:43 UT terjadi flare M1.7 berasosiasi dengan CME halo. Pada 22-24 Oktober, beberapa flare M terjadi di daerah aktif NOAA 1875 dan 1877 yang memiliki konfigurasi magnet beta-gamma-delta. Pada 25 Oktober, daerah aktif NOAA 1882 dekat tepi timur mengambil alih peranan dengan menghasilkan dua flare X dan beberapa flare M,
12
Buletin Cuaca Antariksa Januari - Maret 2014
sementara NOAA 1875 dan 1877 tetap menghasilkan flare C dan sesekali flare M. Pada 28 Oktober terjadi flare X1.0 dari daerah aktif NOAA 1875 yang mencapai puncak pukul 01:41 UT dan disertai semburan tipe II dengan laju sekitar 700 km/det menurut estimasi Culgoora. Flare X2.3 dari NOAA 1875 pada 29 Oktober juga disertai oleh semburan tipe II dengan laju sekitar 600 km/det menurut estimasi Culgoora. Selama bulan November juga dicatat beberapa flare X, salah satunya adalah flare X3.3 dari daerah aktif NOAA 1890 pada 5 November yang mencapai puncak pukul 22:12 UT. Flare ini berasosiasi dengan CME halo parsial (lebar sudut sekitar 150°) yang mulai dideteksi C2 LASCO p a d a 2 2 : 3 6 U T. C M E i n i berpropagasi pada laju rata-rata sekitar 650 km/det dan mengarah ke selatan bidang ekliptika sehingga gangguan antarplanet tidak tiba di bumi. SOHO/LASCO mendeteksi sebuah CME halo pada 8 November 04:24 UT dengan laju sekitar 400 km/det, berasosiasi dengan flare X1.1 di daerah aktif NOAA 1890. Pada 10 November terjadi flare X1.1 yang disertai oleh CME halo yang dideteksi pada 05:36 UT dengan laju sekitar 800 km/det. Pada 19 November, NOAA 1893 di tepi barat menghasilkan flare X1.0 yang mencapai puncak pada 10:26 UT, disertai oleh semburan radio tipe II, gelombang EUV korona, dan CME. Sejauh ini, telah terjadi 26 flare X selama siklus matahari ke-24 yang 11 di antaranya dihasilkan pada tahun 2013. Flare X3.3 dari NOAA 1890 adalah flare terkuat ketiga pada siklus matahari ke-24 setelah flare X6.9 pada 9 Agustus 2011 dan flare X5.4 pada 7 Maret 2012. Dengan berlanjutnya maksimum siklus ini, diharapkan terjadi lebih banyak peristiwa flare dengan kekuatan yang lebih besar lagi.
Prediksi bilangan sunspot bulanan periode Desember 2013 November 2014
Bulan
Prediksi Bilangan Sunspot
Desember 2013
60,4
Januari 2014
59,3
Februari 2014
58,3
Maret 2014
57,3
April 2014
56,4
Mei 2014
55,4
Juni 2014
54,4
Juli 2014
53,4
Agustus 2014
52,3
September 2014
51,1
Oktober 2014
49,9
November 2014
48,6
(metode filter Kalman, http://sidc.oma.be/ products/kalfil)
Gambar 1. Daerah aktif NOAA 1890 (lingkaran kuning) yang memiliki konfigurasi magnet kompleks dan menghasilkan flare X3.3 dan X1.1 masingmasing pada 5 dan 7 November 2013. Daerah aktif ini berukuran lebih besar dari planet Jupiter. (Sumber: http://thewatchers.adorraeli.com/)
Gambar 2. CME halo 8 November 2013 yang menyertai flare X1.1 dari daerah aktif N OA A 1 8 9 0 , d i d e t e k s i o l e h SOHO/LASCO C3. (Sumber: Solar and Heliospheric Observatory)
Aktivitas Geomagnet September – November 2013 Oleh :
Fitri Nuraeni Bidang Geomagnet dan Magnet Antariksa
Selama bulan September hingga November 2013 tercatat 7 badai geomagnet dengan kekuatan lemah hingga moderate. Ketujuh badai tersebut terjadi pada bulan Oktober dan November. Bulan September 2013 kondisi geomagnet dapat dikatakan tenang. Badai yang terjadi pada bulan Oktober 2013 adalah 3 badai moderate yang terjadi pada tanggal 2, 8 dan 31 Oktober, dan badai lemah/kecil pada tanggal 15. Kedua badai moderate pertama memiliki tipe sama yaitu badai yang didahului dengan shock atau lonjakan yang disebut sebagai Sudden Commencement(SC), sedangkan badai pada tanggal 31 merupakan badai gradual. Seperti ditunjukan oleh indeks Dst pada Gambar 1. Badai pada tanggal 2 dan 8 disebabkan oleh CME sehingga menyebabkan munculnya gelombang kejut pada magnetosfer. Sedangkan pada kejadian badai g radual tang gal 31 Oktober disebabkan oleh beberapa kali kejadian flare pada tanggal 30 dan 31 Oktober. Kejadian badai lemah yang
terjadi pada tanggal 15 Oktober disebabkan oleh CME, tetapi karena pada saat itu Bz bernilai negatif hanya sebentar sehingga dampaknya hanya sedikit. Kejadian ini tetap menimbulkan aurora di lintang tinggi, sedangkan pada indeks Dst hanya menurunkan level Dst hingga -49 nT saja. Pada bulan November 2013 terjadi 3 kejadian badai moderat dalam waktu yang berdekatan yaitu pada tanggal 7, 9 dan 11 November 2013, seperti terlihat pada Gambar 2. Badai pertama disebabkan flare kelas X yang menyebabkan penurunan indeks Dst hingga -52 nT. Badai kedua yang terjadi pada tanggal 9 November efeknya bersambung dengan badai pada tanggal 11 November. Hal ini karena flare kelas X yang terjadi berturut – turut sejak tanggal 9, 10 dan 11 menimbulkan efek yang berkesinambungan dan diteruskan dengan terjadinya awan magnet pada tanggal 11 sehingga Dst yang semula dalam fasa recovery kembali turun mencapai -73 nT.
Gambar 1. Indeks Dst Oktober 2013.
Gambar 2. Indeks Dst November 2013. http://www.businessinsider.com Buletin Cuaca Antariksa 13 Januari - Maret 2014
Jumlah Kemunculan Sintilasi Ionosfer (Indeks S4 di atas Manado) Oleh :
Sri Ekawati Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi
Aktivitas sintilasi dapat diindikasikan oleh indeks S4 yang mempunyai beberapa kategori, yaitu tenang, sedang dan kuat. Pada artikel ini akan ditampilkan jumlah kemunculan sintilasi sedang/moderate (0,25< S4 ≤0,5) dan kuat/strong (0,5 < S4 ≤ 1). Jumlah kemunculan sintilasi di atas Manado yang dipeolrh dari GISTM (GPS Ionospheric Scintillation and TEC Monitor) selama bulan Maret hingga Mei 2013 ditunjukkan oleh diagram pada Gambar 1.War na Bir u menunjukkan jumlah sintilasi dengan tingkatan sedang, sedangkan warna merah menunjukkan jumlah sintilasi kuat. Dari Gambar 1, jumlah tertinggi kemunculan sintilasi kuat terjadi pada tanggal 10 April 2013 dan perubahan indeks S4 terhadap waktu ditunjukkan pada Gambar-2. Jumlah kemunculan sintilasi kuat tertinggi yaitu 93 kejadian dan sintilasi sedang 337 kejadian. Pada Gambar 2, aktivitas sintilasi ionosfer kuat terjadi pada pukul 11:30 UT (19:30 WITA) sampai dengan 13:30 UT (20:30 WITA). Dengan durasi sekitar dua jam.
14
Buletin Cuaca Antariksa Januari - Maret 2014
Gambar-1. Jumlah kemunculan sintilasi kuat dan sedang di atas Manado selama bulan Maret - Mei 2013.
Gambar-2. Plot sintilasi 10 April 2013.
Kondisi Propagasi dan Prediksi Indeks T Regional Indonesia Januari 2014 – Desember 2014 Oleh :
Annis Siradj Mardiani Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi
Dari pengamatan jaringan stasiun ALE (Automatic Link Establishment), sirkit Pontianak – Bandung selama bulan November 2013 (Gambar 1), frekuensi 7 MHz umumnya tidak dapat digunakan pada waktu siang hingga sore hari (8.00 – 15.00). Frekuensi 10 MHz dapat digunakan sepanjang hari selama 24 jam, sedangkan frekuensi 14 MHz dapat digunakan sepanjang hari, kecuali pukul 4-7 pagi. Frekuensi 18 MHz dan 21 MHz terlihat memiliki keberhasilan sedang pada sore hingga malam hari. (15.00 -22.00). Dari sirkit Watukosek – Bandung selama bulan November 2013 (Gambar 2), dapat dilihat bahwa frekuensi 7 dan 10 MHz dapat di gunakan untuk komunikasi selama 24 jam, sedangkan frekuensi 14 MHz umumnya memiliki keberhasilan cukup tinggi pada siang hingga dini hari. Untuk pemilihan frekuensi kerja sesuai sirkit, para operator dapat mengacu pada buku prediksi frekuensi komunikasi HF triwulan I tahun 2014 yang diterbitkan LAPAN. Kondisi ionosfer yang dipantau melalui ionosonda di Tanjungsari, Sumedang selama periode September – November 2013, menunjukkan penurunan signifikan foF2 terjadi pada tanggal 31 Oktober 2013 (lihat Gambar 3). Penurunan ini diduga erat kaitannya dengan flare kelas X2 yang terjadi sehari sebelumnya (www.spaceweather.com). Nilai foF2 pada saat itu tercatat sebesar 10 MHz, sedangkan nilai rata-rata harian pada kondisi normal sebesar 14 MHz. Tabel di samping memuat prakiraan indeks T Regional selama tahun 2014.
Waktu (UT+7)
Gambar 1. Komunikasi jaringan ALE Pontianak – Bandung selama November 2013
Waktu (UT+7)
Gambar 2. Komunikasi jaringan ALE Watukosek – Bandung selama November 2013.
Gambar 3. Profil HBA Ionosfer di Tanjungsari 29 Oktober – 2 November 2013.
Selama periode September – November 2013, ionosonda di Tanjungsari (Sumedang) mencatat penurunan signifikan foF2 terjadi pada tanggal 31 Oktober 2013. Penurunan ini diduga erat kaitannya dengan flare kelas X2 yang terjadi
sehari sebelumnya (www.spaceweather.com). Nilai foF2 pada saat itu tercatat sebesar 10 MHz, sedangkan nilai rata-rata harian pada kondisi normal sebesar 14 MHz. p
Buletin Cuaca Antariksa 19 15 Januari - Maret 2014
Sumber Gambar : http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Launching_Balloons_to_Study_Space_Weather.jpg
Ulasan
CUACA ANTARIKSA Oktober - Desember 2013 Oleh : R.
16
Kesumaningrum | Bidang Matahari dan Antariksa
Pada rentang waktu OktoberDesember 2013 ini, pada umumnya aktivitas matahari berada pada level moderat ditandai oleh kemunculan daerah aktif dengan konfigurasi magnetik yang sederhana. Konfigurasi magnetik daerah aktif yang sederhana antara lain ditunjukkan oleh konfigurasi dengan jumlah bintik satu umbra (á – Alpha), grup sunspot dengan sepasang bintik berpolaritas positif dan negatif dan terbagi dengan jelas antara polaritas tersebut (â – Bèta), atau daerah aktif dengan bintik yang tidak terbagi rata antara polaritas negatif dan positifnya (âã – Bèta Gamma). Daerah aktif dengan konfigurasi alpha, beta, gamma atau beta-gamma ini biasanya hanya melepaskan energi dalam bentuk flare kelas yang cukup lemah yaitu kelas A, B atau C.
Meskipun demikian, daerah aktif dengan kompleksitas betagamma pun dapat melepaskan flare kuat pada kelas X1.0 yaitu daerah aktif NOAA1893 tanggal 19 November 2013 pada pukul 10:26 UT. Flare disertai semburan radio tipe II yang diamati pada Observatorium Learmonth dengan estimasi kelajuan muka gelombang kejut sebesar 1049km/s dan berasosiasi dengan lontaran masa korona pada tanggal 19 November 2013 pukul 10:48 UT.
Gambar 1. Daerah aktif dengan konfigurasi magnetik alpha, hanya terdiri dari satu umbra (http://www.solarmonitor.org).
Gambar 2. Semburan radio tipe II hasil pengamatan Obser vatorium Lear month (www.ips.gov) (atas) yang berasosiasi dengan CME tanggal 19 November 2013 pukul 10:48 UT hasil pengamatan LASCO (http://sidc.oma.be/cactus/catalog.php) (bawah).
Buletin Cuaca Antariksa Januari - Maret 2014
Lokasi flare dan CME ini berada pada belahan barat piringan matahari sehingga gangguannya dapat tiba di Bumi dibawa oleh angin matahari dalam beberapa hari kemudian. Namun dari pengamatan geomagnet, tidak ada indikasi terjadinya badai magnet di atmosfer atas bumi. Ketiadaan badai magnet ini diperkirakan karena tidak terjadi rekoneksi pada geomagnet. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan yang terjadi pada lingkungan Bumi akibat aktivitas matahari tidak hanya ditentukan oleh kuatnya peristiwa yang terjadi di matahari, lokasi pada piringan matahari, dan kecepatan, tetapi juga dipengaruhi oleh terjadi atau tidaknya rekoneksi angin matahari terhadap medan magnet Bumi. Dari sebagian besar daerah aktif yang muncul di permukaan matahari dengan konfigurasi alpha, beta atau beta-gamma, terdapat daerah aktif yang lebih kompleks, yaitu konfigurasi magnetik beta-gamma-delta yang merupakan konfigurasi betagamma dengan satu atau lebih pasangan bintik berlawanan polaritas
Gambar 3. Semburan radio tipe II hasil pengamatan Obser vatorium Lear month (www.ips.gov) (atas) yang berasosiasi dengan CME tanggal 19 November 2013 pukul 10:48 UT hasil p e n g a m a t a n L A S C O (http://sidc.oma.be/cactus/catalog.php) (bawah).
dalam satu penumbra. Daerah aktif ini dapat melepaskan flare kuat kelas
Cincin pelangi / “Halo” Siang , 12 Oktober 2010 masyarakat di beberapa wilayah Jawa Barat, seperti Cimahi-Bandung, Bogor, Depok, dan Kuningan melaporkan adanya fenomena tidak biasa di sekitar matahari. Ada cincin pelangi di sekitar matahari yang tampak gelap di bagian dalam cincin tersebut. Cincin pelangi tersebut (kadang tak tampak warnanya) disebut “halo”. (Sumber : http://tdjamaluddin. wordpress.com) Komet ISON Komet ISON adalah komet yang baru keluar dari “sarang komet” yang disebut Awan Oort di tepian tata surya. Komet adalah bongkahan sisa pembentukan tata surya. Materialnya hanya terdiri dari es air dan debu. Diperkirakan komet ini telah menempuh perjalanan sejuta tahun sebelum mendekati matahari (Sumber : http://tdjamaluddin. wordpress.com) Asteroid Jatuh Jatuhnya asteroid di Chelyabinsk, Rusia Tengah, pada Jumat 15 Februari 2013 pukul 09.20 waktu setempat (10.20 WIB) (Sumber : http://tdjamaluddin. wordpress.com)
Gambar 4. Daerah aktif NOAA 1890 dengan konfigurasi magnetik beta-gamma-delta hasil pengamatan tanggal 8 November 2013 oleh HMI satelit SDO/NASA (http://www.solarmonitor.org)
Gambar 5. Flare X1,1 pada tanggal 8 November 2013 yang bersumber dari daerah aktif NOAA 1890 pada panjang gelombang EUV 174 A dan 193 A hasil peng amatan AIA SDO (http://www.solarmonitor.org).
Komet ISON Komet ISON adalah komet yang baru keluar dari “sarang komet” yang disebut Awan Oort di tepian tata surya. Komet adalah bongkahan sisa pembentukan tata surya. Materialnya hanya terdiri dari es air dan debu. Diperkirakan komet ini telah menempuh perjalanan sejuta tahun sebelum mendekati matahari (Sumber : http://tdjamaluddin. wordpress.com) Buletin Cuaca Antariksa 17 Januari - Maret 2014
DOKUMENTASI KEGIATAN TAHUN 2013
International Workshop on Space Weather in Indonesia Space Education Forum Group Discussion 35th International School for Young Astronomers (ISYA) - 2013
Diseminasi Hisab Rukyat Seminar Nasional Sains Atmosfer dan Antariksa Diseminasi Data dan Informasi Cuaca Antariksa Pelatihan Manajemen Frekuensi dan Teknis Komunikasi Radio Diseminasi Riset Ionosfer untuk Navigasi dan Penentuan Posisi Berbasis Satelit
18
Buletin Cuaca Antariksa Januari - Maret 2014
N ke-50
Dirgahayu LAPA
Januari - Maret 2014
KALENDER
BULAN BARU (1/1/2014) Bulan berada di antara bumi dan matahari, dan fase ini terjadi pada pukul 11:14 UT HUJAN METEOR QUADRANTIDS (2 & 3/1/2014) Hujan meteor Quadrantids dengan radiant dari konstelasi Bootes. Hujan meteor ini berasal dari butiran debu yang ditinggalkan oleh komet 2003 EH1 yang sudah tidak ada lagi. (5/1/2014) Jupiter berada pada kedudukan oposisi dan pada saat ini memiliki jarak terdekat dari bumi. Empat satelit Galilean akan terlihat bila diamati menggunakan teleskop. BULAN PURNAMA (16/1/2014) Bulan purnama berlangsung pada pukul 04:52 UT.
BULAN BARU (30/1/2014) Fase ini berlangsung pada pukul 21:38 UT.
BULAN PURNAMA (14/2/2014) Bulan purnama, fase berlangsung pada pukul 23:53 UT.
BULAN BARU (1/3/2014) Bulan baru, fase ini berlangsung pada pukul 08:00 UT.
BULAN PURNAMA (16/3/2014) Bulan purnama, fase berlangsung pada pukul 17:08 UT.
(21/3/2014) Ekuinoks Maret. Matahari berada persis di atas ekuator dan pada tanggal ini di seluruh dunia siang dan malam sama panjangnya. Tanggal ini juga menjadi titik awal musim semi di belahan bumi utara dan titik awal musim gugur di belahan bumi selatan. BULAN BARU (30/3/2014) Bulan baru. Fase ini berlangsung pada pukul 18:45 UT. Gambar Latar : Teleskop Refraktor Ganda Zeiss, Observatorium BOSCHA, Lembang - Bandung Buletin Cuaca Antariksa 19 Januari - Maret 2014
11 2
3
014 Mar 2 n a J o.2 ol.1/N
4
V 5
6 7
MENURUN 1. Globalnaya Navigatsionnay Sputnikovaya Sistema 3. P e n j a l a r a n g e l o m b a n g d i atmosfer matahari yang merupakan gejala akibat efek ikutan dari peristiwa flare 4. Satuan Indeks Dst 6. Salah satu jenis magnetometer 7. Peristiwa yang disebabkan oleh adanya varaiasi arus ionosfer pada saat badai geomagnet 9. Perangkat pemantau kondisi cuaca antariksa 12. Metoda yang menggambaran koordinat kecepatan angin zonal dan meridional dari tiap ketinggian 13. Beda potensial pada permukaan bumi 14. Tingkat badai geomagnet yang terjadi pada bulan Oktober 2013 16. Turunnya ketinggian satelit
819
99 10
11 16 12 14
13 16 20
15
17 18 19
20
MENDATAR 2. Proses penggabungan dari beberapa komputer tunggal untuk meningkatkan kinerja. 5. Penyebab utama peningkatan kerapatan partikel atmosfer. 8. Titik jenuh. 10. Daerah aktif yang melepaskan flare kelas X1.1 pada tanggal 8 Nopember 2013. 11. Bertahap atau berangsur-angsur. 15. Lapisan atmosfer yang mencapai ketinggian 12 km. 17. Konfigurasi daerah aktif yang dapat melepaskan energi flare pada kelas A, B atau C. 18. Besaran dengan satuan elektron per meter persegi. 19. Menyerupai. 20. Indeks Gangguan Geomagnet pada lintang rendah.
JAWABAN “Vol.4/No.1 Okt - Des 2013” 11 S
I N A R G A M M A
O L A
2
6
R
7
L O S S A I B U N 10 D O W N L I N K W
11
13
14
U P L I N K 16 H R O P 19 18 A C A S G T A E 20 S U R V E I L I E O
http://im04.thewallpapers.org/tag/hole
4
3
G N S S D
S T R
5
T E L E M E T R I
E 8 O F L O C K O M P A S E L
9
T E C R I L
12 15
I M F T
S 17 E L I O P A U S E R A O I A M N R S E O A I R S L O L A N C E D A