DINAMIKA REKASATWA Vol. 8 No. 1, 5 Maret 2015
PENGARUH PERBEDAAN WAKTU PENDIAMAN DAGING PADA SUHU KAMAR SETELAH PEMOTONGAN TERHADAP KUALITAS DAGING BROILER Nunun Siti Syahriyah1, Umi Kalsum2, Nurul Humaidah3 Program S1 Peternakan, 2,3Dosen Fakultas Peternakan Universitas Islam Malang HP. 085859884183
1
ABSTRAK Peneliti ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan waktu pendiaman daging pada suhu kamar (270C ) setelah pemotongan terhadap kualitas daging broiler. Kualitas daging yang diteliti adalah nilai pH dan jumlah mikroba. Materi penelitian 4 ekor ayam berumur 37 hari dengan bobot rata-rata 1800 kg/ekor. Sampel yang diuji berupa daging dada. Perlakuan penelitian adalah daging didiamkan selama P0=0 jam, P1=3 jam, P2=6 jam, P3=9 jam. Metode yang digunakan Metode Percobaan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan waktu pendiaman daging pada suhu kamar (270C ) setelah pemotongan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kualitas daging broiler. Disimpulkan bahwa semakin lama pendiaman daging setelah pemotongan akan meningkatkan jumlah mikroba dan menurunkan pH daging. Daging masih layak diproses setelah pemotongan dengan pendiaman sampai 6 jam pada suhu kamar. Kata kunci : Lama pendiaman, daging broiler, nilai pH, jumlah mikroba.
THE EFFECT OF DIFFERENCE STANDING TIME OF MEAT AFTER SLAUGHTER IN THE ROOM TEMPERATURE ON THE QUALITY OF BROILER MEAT ABSTRACT The aimed of this research was to determine the effect of different standing time of meat in the room temperature (27C) after slaughter on the quality of broiler meat. The research materials were 4 chickens was 37 days old with average weight of 1800 kg/head. The samples tested were breast meat. The treatments were standing time of meat for P0 = 0 hours, P1 = 3 hours, P2 = 6 hours, P3 = 9 hours. Experimental method using a completely randomized design (CRD) with 4 treatments and were 4 replications. The results showed that the difference in meat standing time at room temperature after slaughter was significantly (P <0.01) on the quality of broiler meat. It was concluded that the longer of standing time of meat after slaughter will increase the number of microbes and decrease of the pH of meat. Meat is still worth processed after slaughter with standing up to 6 hours in the room temperature. Keywords: the standing time, broiler meat, pH value, and the number of microbes.
31
DINAMIKA REKASATWA Vol. 8 No. 1, 5 Maret 2015
PENDAHULUAN MATERI DAN METODE Manusia membutuhkan bahan pangan dalam kehidupannya. Salah satu bahan pangan tersebut berasal dari hasil peternakan sebagai contohnya adalah daging ayam broiler. Daging ayam broiler merupakan hasil peternakan yang cukup digemari karena rasa dan aromanya yang khas, kandungan gizinya dapat memenuhi kebutuhan tubuh manusia dan beraneka ragam cara pengolahannya. Disamping itu, harga daging broiler lebih terjangkau dari pada daging sapi atau ruminansia lain. Daging ayam adalah bahan pangan yang bernilai gizi tinggi karena kaya akan protein,lemak, mineral serta zat lainnya yang yang sangat dibutuhkan tubuh. Usaha untuk meningkatkan kualitas daging ayam dilakukan melalui pengolahan atau kebusukan selama penyimpanan dan pemasaran. Daging ayam mudah tercemar oleh berbagai mikroorganisme dari lingkungan sekitarnya. Beberapa jenis mikroba yang terdapat pada bahan pangan adalah Escherichia coli dan salmonella sP. Serta mikroba patogen lainnya. pencemaran mikroba pada bahan pangan merupakan hasil kontaminasi langsung atau tidak langsung dengan sumber-sumber pencemaran mikroba,seperti tanah, udara, air,debu, saluran pencernaan dan pernapasan manusia maupun hewan. Salah satu aspek usaha penting harus dilakukan guna mencegah wabah penyakit di lingkungan peternakan, yaitu usaha-usaha mengurangi jenis dan jumlah mikroorganisme. Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorga nisme pada dan didalam daging termasuk temperature, kadar air /kelembapan, oksigen, tingkat keasaman dan kebasaan (pH) dan kandungan gizi daging. Mikro organisme yang berkembang dalam daging bisa dipengaruhi oleh lamanya peristiahatan sebelum pemotongan dan lama pendiaman pada suhu kamar. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang lama pengaruh perbedaan waktu pendiaman daging pada suhu kamar setelah pemotongan terhadap kualitas broiler.
Penelitian dilakukan di Laboratorium PUSAT Fakultas Peternakan, Universitas Islam Malang di jalan Mayjen Hartono 193, Malang 65144- Jawa Timur. Mulai tanggal 2527 januari 2014. Materi Penelitian ini menggunakan 4 ekor ayam broiler berumur 37 hari, dengan bobot badan rata-rata sekitar 1800 g/ekor. Alat yang digunakan yaitu : pisau, pemotong ayam ,panci, kompor, papan seksi, plastik (untuk sempel), kertas lebel, tempat penampungan ayam. Seperangkat peralatan untuk menghitung mikroba dengan metode TPC (Total Plate Count) yaitu alat yang terdiri dari 64 buah Petridis, 20 buah pipet, dan 20 tabung reaksi. pH Meter,Nutrien Agar,Plastic klip, kapas, alumunium foil, aquades steril 500 ml, alcohol 70%, cotton bud, tissue. Peralatan yang digunakan adalah alat-alat gelas steril seperti: tabung reaksi, cawan pentri, erlemeyer, pipet ukur, objek glass. Alat-alat laboratorium seperti: Tube shaker, autoklaf, waterbath, incubator, lampu spiritus, oven, colony counter.
Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode percobaan dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Prosedur Penelitian diantaranya adalah a.Menyembelih ayam broiler Proses penyembelihan dilaku kan dengan cara memutuskan tiga saluran utama pada bagian leher yaitu vena jugularis, arteri carotis, dan esophagus . Penyembelihan ayam dilakukan secara bersamaan artinya diwaktu dan tempat yang sama antara ayam ke-1 hingga ke-4. Pemilihan tempat penyembelihan harus diusahakan steril atau mempunyai daya dukung lingkungan yang baik bagi ayam sehingga kualitas ayam tetap terjaga.
32
DINAMIKA REKASATWA Vol. 8 No. 1, 5 Maret 2015
a. Daging diambil bagian dada untuk diukur pH dan jumlah mikroba. b.Pengukuran pH daging umumnya diukur dengan metode ektrometrik menggunakan alat pH meter. Elektrode pH meter yang baik digunakan adalah electrode tusuk yang juga terintegrasi untuk mengukur suhu daging. Suhu daging akan mempengaruhi nilai pH daging diperhatikan bahwa pH meter harus dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan untuk mengukur nilai pH daging. b. Uji kuantitatif mikroba: Uji kuantitatif mikroba yang dilakukan terhadap daging terutama adalah jumlah mikroba arobik (menggunakan media Nutrien Agar), Dengan menggunakan batang pengoles (swab) steril, yaitu batang lidi yang pada ujungnya dibungkus kapas, mikroba pada permukaan contoh seluas 4 cm2(2 cm x 2 cm) diambil dengan cara mengoleskan batang pengoles yang sudah dibasahi dengan 5 ml air pengencer steril, ke kiri dan ke kanan masingmasing sebanyak tiga kali pada luas permukaan 4 cm2. Cara ini dapat dilakukan dengan membuat cetakan penolong seluas 2 cm x 2 cm yang terbuat dari alumunium foil kemudian disterilkan. Batang pengoles yang telah dioleskan tersebut kemudian direndam didalam air pengencer atau air destilata steril sebanyak 10 ml yang sebelumnya telah digunakan batang pengoles tersebut. Batang diputar-putar da diperas pada dinding tabung untuk melepaskan mikroba yang melekat pada kapas pengoles tersebut. Dibuat suspense dengan aquades sebanyak 10 ml kemudian dibuat diencerkan hingga pengenceran ke 104 dengan perbandingan 1:9.
dan dilanjutkan uji BNT untuk membedakan antar perlakuan. Rata-rata pH daging broiler dan notasi BNT disajikan pada table 1 di bawah ini Tabel 1. Rata-rata pH daging broiler pada penyimpanan berbeda
Perlakuan Rata-rata P0 6,52b P1 5,25a P2 5,18a P3 5,04a Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh berbeda Hasil pengukuran pH terhadap pendiaman daging broiler pada suhu kamar setelah pemotongan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) . Terhadap pH daging broiler. Berdasarkan hasil uji statistik bahwa P0 berbeda nyata (P<0,01) dengan P1, P2, P3. Perbedaan ini (P0 tidak sama dengan P1, P2, P3) disebabkan karena jaringan otot hewan pada saat masih hidup menghirup O2 terjadi proses respirasi (pernapasan) mempunyai pH pada kisaran kisaran 7,2 sampai 7,4 dan akan menurun setelah pemotongan (Buckle et al.1987;Foegeding et al.1996), hal ini karena mengalami glikolisis (pemecahan glikogen ATP + Asam laktat) yang akan mempengaruhi pH. Jika dalam keadaan asam maka pH menurun (>7) sedangkan dalam keadaan basa maka pH meningkat (>7). Keasaman (pH) tertinggi (6,52) pada daging ayam broiler segera setelah pemotongan (p), kemudian mengalami penurunan dengan semakin lamanya jangka waktu setelah pemotongan yaitu 3,6, dan 9 jam. Hal ini menunjukkan bahwa dengan terhentinya suplai oksigen setelah hewan mati menyebabkan terhentinya pula proses respirasi dan menyebabkan daging mengalami glikolisis. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Duna et al. (1993) bahwa rata-rata pH awal otot dada broiler 7,09 kemudian menurun menjadi 5,94 yaitu pada 6 jam postmortem, sedangkan pada otot dada kalkun pH menurun dari 6,22 pada 15 menit postmati menjadi 5,8 pada 120 menit setelah mati dan kemudian menjadi 5,47 pada kurang lebih 24 jam setelah mati (Lesiak et al.1997). Penurunan pH akan mempengaruhi sifat fisik daging. Laju penurunan pH otot yang cepat akan mengakibatkan rendahnya kapasitas mengikat air, karena meningkatkan kontraksi
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perbedaan Waktu Pendiaman Daging Pada Suhu Kamar Setelah Pemotongan Terhadap Nilai pH Dari hasil analisis ragam dapat diketahui bahwa perbedaan waktu pendiaman daging broiler pada suhu kamar setelah pemotongan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap pH daging broiler. Perhitungan selengkapnya ada di lampiran 1
33
DINAMIKA REKASATWA Vol. 8 No. 1, 5 Maret 2015
aktomiosin yang terbentuk, dengan demikian akan memeras cairan keluar dari dalam daging. Suhu tinggi juga dapat mempercepat penurunan pH otot pascamortem dan menurunkan kapasitas mengikat air karena meningkatnya denaturasi protein otot dan meningkatnya perpindahan air ke ruang ekstraseluler (Lawrie, 1996). Penurunan kapasitas mengikat air ini dapat diketahui dengan mengukur eksudasi cairan pada daging mentah atau kerut pada daging masak, sebaliknya pada pH akhir yang tinggi dapat menyebabkan daging berwarna gelap dan permukaan daging menjadi sangat kering karena cairan daging terikat secara erat dengan protein (Lawrie, 1996). Soeparno (1992) menyatakan bahwa pHdaging akan mengalami perubahan (menurun) sesuai dengan waktu penyimpanan, akan semakin lama penyimpanan akan semakin menurun sampai tercapai pH akhir yaitu antara 5,4 – 5,8.
nyata (P<0,01) terhadap jumlah mikroba daging broiler. Hal ini menyebabkan daging merupakan produk peternakan yang memiliki kandungan gizi yang tinggi, sehingga daging menjadi media yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme. Bagian dalam daging yang baru disembelih dari hewan sehat biasanya steril. Kontaminasi dan kebusukan daging biasanya berasal dari mikroorganisme pada permukaannya yang kemudian akan masuk kebagian daging. Semakin lama pendiaman daging broiler pada suhu kamar setelah pemotongan akan semakin tinggi pula jumlah mikroba daging broiler (Plummer, 1987). Hal ini diduga juga karena kontaminasi awal bakteri pada karkas diakibatkan dari mikroorganisme yang masuk ke pembuluh darah bila pisau yang digunakan untuk penyembelihan tidak steril dan kontaminasi berikutnya pada permukaan daging pada hampir setiap perlakuan selama penyembelihan, prosesing dan penyimpanan (Forrest et al,1975). Perlakuan P0 =0 jam, dan P1=3 jam sangat berbeda dengan perlakuan P2=6 jam dan P3=9 jam, hal ini disebabkan pada proses 0-3 jam mikroorganisme pada daging belum berkembang biak. Perlakuan P0 dan P1 juga berbeda dibandingkan P2 karena proses kontaminasi mikroba pada daging berpengaruh sangat nyata (P<0,01) dengan adanya perlakuan P3 pada 9 jam semakin lama pendiaman daging broiler akan semakin tinggi jumlah mikroba daging broiler (Plummer, 1987). Menurut Fung (1987) menyatakan bila jumlah bakteri mencapai 107 unit koloni per cm2 daging sudah tidak dapat diterima karena sudah dianggap membusuk dan bila sudah diatas 3,0 x 10 7 unit koloni per cm2 adalah termasuk tinggi. Konstaminasi awal bakteri pada karkas diakibatkan dari mikroorganisme yang masuk ke pembuluh darah bila pisau yang konstaminasi pada permukaan daging pada hampir setiap perlakuan selama penyembelihan, prosesing, penyimpanan dan distribusi daging (Forrest et al,1975) mengakibatkan daging sudah berbau dan berlendir.
Pengaruh Perbedaan Waktu Pendiaman Daging Pada Suhu Kamar Setelah Pemotongan Terhadap Jumlah Mikroba. Dari hasil analisis ragam dapat diketahui bahwa perbedaan waktu pendiaman daging broiler pada suhu kamar setelah pemotongan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap jumlah mikroba daging broiler. Perhitungan selengkapnya ada di lampiran 1 dan dilanjutkan uji BNT untuk membedakan antar perlakuan. Rata-rata jumlah mikroba daging broiler dan notasi BNT disajikan pada table 2 di bawah ini Tabel 2. Rata-rata jumlah mikroba daging broiler pada lama pendiaman berbeda setelah pemotongan RataRatarata rata Jumlah Perlakuan Jumlah mikroba mikroba (log (cfu/cm2) cfu/cm2) P0 1,3 x 102 2,13a 2 P1 2,0 x 10 2,31a 3 P2 9,2 x 10 3,53b 6 P3 3,3 x 10 6,38c Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh berbeda Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pendiaman daging broiler pada suhu kamar setelah pemotongan berpengaruh sangat
34
DINAMIKA REKASATWA Vol. 8 No. 1, 5 Maret 2015
Hasil analais menunjukkan bahwa lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap jumlah total mikroba daging broiler menurut Elliot dan Michener (1961) yang disanitasi Mountney (1966), daging unggas mulai berbau bila jumlah bakteri mencapai 106-108 unit koloni per cm2 akan timbul lendir bila jumlah bakteri mencapai 107109. Lama waktu pendiaman daging setelah pemotongan akan semakin banyak total jumlah bakteri yang mempengaruhi mikroorganisme pada daging. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa waktu pendiaman daging broiler disuhu kamar sampai 3 jam jumlah mikrobanya tidak berbeda dengan daging segar (0 jam) sedangkan pada pendiaman 6 jam mulai terjadi peningkatan jumlah mikroba yang sangat nayata, demikian juga pada pendiaman 9 jam.
Foegeding.E.A.,T.C.Lanier dan H.O.Hultin.1996.Characteristics of Edible Muscle Tissues.Pada Food Chemistry.Ed.O.R.Fennema.Marcel Dekker, Inc.,New york Forrest,J.C.,E.B.Aberle,H.B.Hedrick, M.D. Judge,dan R.A. Merkel.1975.Principle of meat science.W.H.Freeman and Co.,San Fransisco. Gittinger, J. Price. Economic Analysis of Agriculture Projects. Baltimore: Jhons Hopkins University Press, 1992 Hardini, S. Y. P. K. 2004. Pertumbuhan Awal Ayam Merawang yang Dipelihara Bersama Ayam Broiler. Jurnal Matematika, Sains dan Teknologi, Vol. 5 (1). Komariah, I. I. Arief, & Y. Wiguna, 2004. Kualitas fisik dan mikroba daging sapi yang ditambah jahe (zingiber officinale roscoe) pada konsentrasi dan lama penyimpanan yang berbeda. Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Lawrie,R.A.1996.Ilmu Daging Terjemahan Aminuddin P.Penerbit Universitas Indonesia Press,Jakarta.
KESIMPULAN Semakin lama pendiaman daging setelah pemotongan akan meningkatkan jumlah mikroba daging dan menurunkan pH daging. Daging masih dapat diproses setelah pemotongan dengan pendiaman sampai 6 jam.
DAFTAR PUSTAKA Amrullah, L. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan ke-2. Lembaga Satu Gunungbudi, Bogor. Buckle,K.A., R.A.Edwards,G.A Fleet, dan M. Wooton. 1987.Ilmu Pangan Terjemahan Hari P.dan Adiono. Universitas Indonesia press. Yakarta Dwidjoseputro, D.1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.
Lesiak.M.T.,D.G.Olson,L.A.Lesiak dan D.U.Ahn.1997.Effect of Post Mortem Time Before Chilling and Chilling Temperatur on Water Holding Caoacity and Textur of Turkey Breast Muscle. J. Poultry Sci.76:552-556. Priyatno, M. A. 2003. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. PT. Penebar Swadaya, Jakarta
Duna,A.A.,D.J. Kilpatrick dan N.F.S.1993.Effect of postmortem, Temperatur on chiken in pectorals Major : Muscle shortening and cooked Meat Tenderness.J.British Poultry Sci.34:689-697. Fardiaz,
Plummer, D. T., 1987, An Introduction to Practical Biochemistry, Tata Mc Graw Hill Publishing Company LTD, Bombay- New Delhi. Soerparno, 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada Unyversity Press. Yogyakarta.
S. 1993. Mikrobiologi Pangan. Penuntun Praktekpraktek Laboratorium. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Smid, E. J. & L. G. M. Gorris. 2007. Natural antimicrobials for food
35
DINAMIKA REKASATWA Vol. 8 No. 1, 5 Maret 2015
preservation. In: M. S. Rahman (Ed.). Handbook of Food Preservation. 2nd ed. CRC Press, New York. Yutnosumarto,S.1993.Percobaan Analisis Dan Interpretainya.Penerbit PT.Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.
36