Fokus
CSR
dan Keberlanjutan Bisnis
Prof. Dr. Ir. Hardinsyah1) CSR juga didefinisikan sebagai kesanggupan untuk berkelakuan dengan cara-cara yang sesuai azas ekonomi, sosial dan lingkungan dengan tetap mengindahkan kepentingan langsung dari stakeholders.
1)
20
Agrimedia
Staf Pengajar Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Ketua Umum AP-CSR Indonesia
C
SR menurut World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) adalah komitmen untuk berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan; berkerja dengan para karyawan dan keluarganya, masyarakat setempat dan masyarakat secara luas dalam meningkatkan kualitas hidup mereka. CSR juga didefinisikan sebagai kesanggupan untuk berkelakuan dengan cara-cara yang sesuai azas ekonomi, sosial dan lingkungan dengan tetap mengindahkan kepentingan langsung dari stakeholders. Sungguh banyak definisi CSR lainnya, namun pada hakekatnya adalah mengandung makna 1) spirit dan komitmen untuk bertindak legal dan etis. 2) komitmen untuk berkonstribusi untuk kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan bersama dengan peningkatan kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas; dan 3) komitmen dan tindakan untuk meminimalkan risiko atas tindakan perusahaan pada lingkungan dan stakholdernya, dan meningkatkan kesejahteraan lingkungan dan stakeholders perusahaan. Meskipun pelaksanaan CSR, khususnya di Indonesia, baru mulai mencuat pesat dalam beberapa tahun terakhir, tetapi gagasan dan praktek CSR telah melalui sejarah panjang, yang berakar dari nilai-nilai kehidupan beragama dan kehidupan sosial para pengusaha terhadap stakeholdernya. Istilah CSR akhir-akhir ini semakin populer baik dikalangan pimpinan perusahaan, maupun dikalangan birokrat, akademisi, pengelola LSM dan tokoh masyarakat di sekitar operasi perusahaan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kepopuleran CSR ini di Indonesia adalah: Pertama, semakin menguat dan membaiknya komitmen dan tindakan para pemimpin perusahaan secara legal dan etik. Kedua, semakin banyak bukti kisah sukses berbagai perusahaan besar dari Mancanegara dan Indonesia dalam mempraktekkan CSR sebagai bagian dari strategi perusahaan yang berdampak pada peningkatan citra dan kepercayaan pada perusaaan, dan minimalisasi konflik bahkan zero conflict. Ketiga, kelahiran dan aktifitas berbagai kelembagaan yang berkaitan dengan CSR, termasuk bidang pengembangan masyarakat (Community Development). Keempat, pengembangan berbagai inovasi kegiatan CSR oleh berbagai perusahaan di Indonesia bekerjasama dengan pendidikan tinggi, LSM dan perusahaan mitra, baik ke dalam maupun ke luar perusahaan. Kelima, kebijakan dan pembinaan oleh pemerintah tentang CSR, misalnya tentang keselamatan dan kesehatan pekerja, upah atau kesejahteraan pekerja, keberadaan pasal 74 UU Perseroan Terbatas dan Kepmeneg BUMN tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) bagi perusahaan BUMN. TREND IMPLEMENTASI CSR Perkembangan implementasi CSR semakin lebih kuat setelah PBB membentuk UN Global Compact pada tahun 2000 yang membingkai konsep dan kegiatan CSR secara internasional. Lembaga ini menjadi representasi kerangka kerja sektor swasta dalam mendukung pembangunan berkelanjutan dan terciptanya good corporate citizenship. Sejak saat itu bermunculan forum-forum CSR antara lain Pertemuan antar
korporat dunia di Trinidad, Workshop 2002 di Port of Spain dengan pokok bahasan ‘Corporate Social ResponsibilityConcepts and Solutions’. Forum tersebut menegaskan kewajiban korporat yang tergabung dalam ISO untuk menyejahterakan komunitas di sekitar wilayah usaha. Kemudian pertemuan Davos, Forum Ekonomi Dunia, melalui Global Governance Initiative, pada bulan Januari 2005, dimana lembaga-lembaga bisnis diajak untuk memikirkan soal kemiskinan dalam CSR. Pada bulan September 2005, melalui lembaga PBB di New York diadakan pertemuan World Business Council for Sustainability Development (WBCSD), dimana menghasilkan kesepakatan bahwa praktik CSR adalah wujud komitmen dunia bisnis untuk membantu PBB merealisasikan target Millenium Development Goals (MDGs). Disusul kemudian pertemuan Asian Forum for Corporate Social Responsibility (AFCSR) di Jakarta pada bulan September 2005 yang menghasilkan kesepakatan bahwa CSR harus di praktekkan oleh bisnis di Asia. Di Negara Indonesia belum banyak perusahaan yang mengembangakan program CSR secara berkelanjutan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah perusahaan yang memiliki struktur oragnisasi dan SDM yang mengelola CSR dan kepemilikan Renstra CSR. Sehingga tak jarang program-program CSR lebih banyak yang jangka pendek dan tidak meminimalkan risiko operasi perusahaan, tetapi lebih banyak pada charity dan pencitraan ‘secuil’ kegiatan santunan atau bakti sosial. Pencitraan memang perlu dilakukan oleh perusahaan, dan telah menjadi bagian strategi bisnis. Namun pencitraan saja belum menjamin keberlanjutan bisnis. Volume 15 No 1 Juni 2010
21
Fokus
Dalam kaitannya dengan pencitraan melalui publikasi, kegiatan CSR, semestinya dapat dilihat dari tiga sudut pandang. Pertama, publikasi CSR sebagai bagian dari upaya mensosialisasikan nilai-nilai CSR sehingga menjadi sarana pembelajaran bagi perusahaan lain, masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Kedua, sebagai ungkapan syukur dan terimakasih kepada masyarakat dan stakeholders yang telah bekerjasama, sekaligus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari core business perusahaan. Ketiga, pencitraan tersebut mendorong masyarakat untuk menggugah perusahaan agar perusahaan secara berkesinambungan melaksanakan tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat sekitar. CSR yang ditujukan untuk pencitraan semata tidaklah salah; ini tetap bagian dari CSR, tetapi pengaruhnya pada kinerja dan keberlanjutan bisnis perusahaan tidak terlalu signifikan bahkan bisa bersifat pencitraan semu.
Dalam konsep CSR modern fokus utama kebijakan dan program CSR haruslah diarahkan pada upaya meminimalkan dampak negatif atau risiko operasi atau kehadiran perusahaan terhadap lingkungan dan stakeholdernya. Kemudian prioritas kedua adalah meningkatkan kesejahteraan lingkungan dan stakeholders-nya. Pencitraan akan sendirinya terbentuk dan melekat dari hasil dan dampak meminimalkan risiko dan memaksimalkan kesejahteraan stakeholders. Dengan menerapkan konsep CSR seperti ini, perusahaan dituntut untuk selalu mengembangkan inovasi teknologi dan sosial serta leadership yang lebih baik dari waktu ke waktu guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan potensi risiko akibat kehadiran atau operasi perusahaan dan peningkatan kesejahteraan sehingga akan berdampak positif pada pembangunan berkelanjutan dalam konteks bisnis yang dilakukan.
KEBERLANJUTAN BISNIS
Perhatian dunia tentang pembangunan berkelanjutan mulai menguat sejak KTT Manusia dan Lingkungan di Stockholm tahun 1972. Kemudian dilanjutkan dengan pembentukan The World Commission on Environment and Development (WCED). Menurut WCED pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang memenuhi kebutuhannya. Dalam konteks bisnis, pembangunan berkelanjutan adalah penerapan strategi bisnis yang memenuhi kebutuhan perusahaan & stakeholders-nya masa kini sembari melakukan upaya perlindungan, pelanjutan dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan lingkungan yang dibutuhkan generasi mendatang (IISD, 1992).
Keberlajutan bisnis perusahaan tentu ditentukan oleh banyak hal. Diantaranya adalah kinerja keuangan atau ekonomi-nya. Kinerja keuangan ini antara lain dipengaruhi oleh pengembangan inovasi teknologi dan sosial, efisiensi dalam manajemen sumberdaya dan proses produksi, peningkatan omzet, tranparansi dan keharmonisan relasi dengan stakeholders termasuk zero konflik di dalam dan keluar perusahaan. Semua ini secara langsung dan tidak langsung terkait dengan implementasi CSR yang mengikuti konsep triple bottom line.
22
Agrimedia
Strategi-strategi bisnis yang pro pada pembangunan berkelanjutan dicirikan oleh adanya kebijakan dan program peningkatan efisiensi dan efektifitas penggunana energi dan sumberdaya alam, pengembangan berbagai inovasi yang dapat melakukan penghematan penggunanan energi dan sumberadya alam, pengembangan berbagai inovasi untuk penurunan risiko akibat kehadiran perusahaan; dan pepeningkatan kualitas pekerja dan sumberdaya manusia, dan peningkatan kualitas peningkatan partisipasi stakeholders. Hal ini sejalan dengan salah satu hasil survei internasional tentang CSR oleh KPMG (2005) yang menunjukkan bahwa enam alasan utama ratusan perusahaan yang disurvei melaksanakan CSR adalah: a) perbaikan kinerja ekonomi, b) etika bisnis, c) pengembangan inovasi, d) peningkatan motivasi pekerja, e) meminimalkan risiko, dan f) meningkatkan kepercayaan dan mempermudah akses pada modal. Hal tersebut sejalan dengan hasil review studi yang dilakukan McWilliams, A. et al. (2005) dalam tulisannya berjudul Corporate Social Responsibility: Strategic Implications, membuktikan bahwa kinerja CSR lingkungan berhubungan positif dengan kinerja keuangan perusahaan, bahkan kinerja
CSR berhubungan positif dengan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Lebih lanjut studi yang dilakukan Leeora DB. and Lori C. (2009) membuktikan bahwa kemampuan manajemen CSR lingkungan dapat meminimalkan masalahmasalah sosial karena tindakan perusahaan. CSR kini sudah menjadi bagian penting dalam kebijakan pimpinan atau CEO perusahaan. Hasil studi Economist Inteligence Unit – EIU (2005) menunjukkan bahwa selama kurun waktu lima tahun dari tahun 2000 ke tahun 2005 semakin meningkat persentase pimpinan perusahaan yang yang menjawab bahwa CSR penting dipertimbangkan oleh CEO dalam pengambilan keputusan bisnis perusahaan, karena CSR telah dirasakan bermanfaat dalam meningkatkan kinerja ekonomi dan pencitraan perusahaan. Trend ini terjadi di semua benua termasuk di Asia (Tabel 1). Bahkan juga semakin meningkat lembaga perbankan yang menerapak Equator Principles, yang mensyaratkan perusahaan peminjam uang untuk melakukan program CSR termasuk CD sedini mungkin. Hal ini merupakan salah satu komitmen penting dalam upaya mewujudkan bisnis yang berkelanjutan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan.
Volume 15 No 1 Juni 2010
23
Fokus
Salah satu pra-syarat sustainable bisnis yang mengarah pada sustainable development adalah transparansi. Dalam kaitannya dengan CSR telah lama dikembangkan CSR Reporting yang salah satu standar internasionalnya adalah Sustainability Report. Dari ribuan perusahaan di Indonesia, baru 24 perusahaan yang menyajikan Laporan CSR - Sustainability Report (NCHR, 2009). Sementara di Jepang, Kanada, Inggris dan Perancis, 80%, 71%, 41% dan 40% dari jumlah perusahaan di masing-masing Negara tersebut mempublikasi Laporan CSR - Sustainability Report. Secara global persentase perusahaan dengan laporan CSR meningkat secara global dari 35 menjadi 45 dan 52% pada tahun 1999, 2002 dan 2005. Sustainability Report merupakan wujud transparansi dan akuntabilitas perusahaan dalam implementasi program CSR kepada stakeholder. Dengan indikator Sustainability Report jelas tampak Implementasi CSR di Indonesia masih jauh dari harapan, tetapi ada gerak ke arah yang lebih baik.
Tabel 1. Persentase Pimpinan Perusahaan (CEO) yang Menjawab bahwa CSR Penting Dipertimbangkan oleh CEO dalam Pengambilan Keputusan Bisnis Perusahaan Kantor Pusat Perusahaan
2000
2005
Eropa
46
84
Amerika Utara
44
88
Asia
49
82
Jumlah
54
88
Sumber: Economist Inteligence Unit (EIU), 2005 N=136 CEO
Indikasi lain lemahnya implementasi CSR terutama dibidang lingkungan dan sosial di Indonesia dapat pula kita lihat dari jumlah perusahaan yang masuk dalam kategori merah dan hitam dalam PROPER atau Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam pengelolaan lingkungan, termasuk aspek social; yang dilaporkan Kemeneg Lingkungan Hidup 2009. Sejumlah 30% (21% merah dan 9% hitam) dari 627 24
Agrimedia
perusahaan yang mengikuti PROPER masuk dalam kategori merah dan hitam. PROPER merah artinya perusahaan melakukan upaya pengelolaan lingkungan, akan tetapi baru sebagian mencapai hasil yang sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Sementara PROPER hitam berarti perusahaan belum melakukan upaya pengelolaan lingkungan berarti, secara sengaja tidak melakukan upaya pengelolaan lingkungan sebagaimana yang dipersyaratkan, serta berpotensi mencemari lingkungan. Hal ini amat memerlukan peran pemerintah, karena berkaitan dengan masalah legal, pembinaan dan keteladanan. PERAN PEMERINTAH Sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 40 tentang Perseroan Terbatas, Implementasi CSR di Indonesia mempunyai landasan legal, bukan lagi sekedar etika bisnis dari perusahaan. Meskipun dalam pasal 74 UU tersebut istilahnya bukan CSR, melainkan Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan (TSL), tetapi pada hakekatnya adalah sama bagaimana agar perusahaan berkontribusi dalam meminimalkan masalah sosial, lingkungan dan ekonomi akibat operasi atau kehadiran perusahaan. Terlepas dari adanya kontroversi akan keberadaan pasalpasal tentang TSL dalam UU ini, penting untuk segera ditindaklanjuti adalah Peraturan Pemerintah (PP) dan
panduan implemnetasi dan pelaporan program CSR. Bila ini ada arah dan perkembangan implementasi CSR di Indonesia akan semakin baik dan pesat, dan stakeholder CSR terutama masyarakat akan merasakan manfaatnya. Pemerintah cukup mengatur rambu-rambu dan panduan pelaksanaan serta pelaporannya, tidak perlu menjadikan CSR menjadi sumber ‘pundi-pundi’ dana swasta bagi pemerintah. Peran pemerintah dalam memajukan CSR bukan hanya membuat regulasi, panduan dan pengendaliannya; tetapi pemerintah juga diharapkan berperan dalam memberikan keteladanan best practice, menyediakan dan memfasilitasi informasi, melakukan koordinasi, menjadi mitra dalam perencananan. Dalam hal keteladanan, seharusnya pemerintah yang mempunyai saham mayoritas di perusahaan BUMN bisa menjadi teladan implementasi CSR bagi prusahaan swasta. Data PROPER pada Tabel 1, menunjukkan 40 perusahaan BUMN (sekitar 25%) dari 169 perusahaan BUMN yang mengikuti proper tergolong pada proper merah dan hitam. Seharusnya bila pemerintah memberikan teladan yang baik dalam implementasi CSR (TSL) maka tidak ada perushaan BUMN yang tergolong PROPER merah dan hitam.
Ke depan diperlukan peran-peran yang lebih baik dari pemerintah untuk memajukan CSR (TSL) di Indonesia. Untuk ini suatu lembaga koordinasi dan fasilitasi CSR (TSL) diperlukan dibawah lembaga kepresidenan. Permasalahannya antara lain pemahaman para pemimpin perusahaan, pemerintah, LSM dan akademisi tentang CSR masih beragam, terbatas dan belum merata. CSR seringkali dimaknai hanya CD. Kemudian CD sering dimaknai sebatas bantuan infratruktur, berbagai layanan, dan penyediaan dana bergulir. Bahkan ada juga yang berpendapat bahwa CSR hanya dilaksanakan jika perusahaan telah menikmati untung. Padahal CSR termasuk CD mengandung unsur kebersamaan dan keberlanjutan, dan memerlukan perubahan cara pikir dan perilaku masyarakat sasaran secara partisipatif ke arah yang lebih baik dan sehat. Komitmen CSR semestinya telah dicanangkan sebagai nilai-nilai dasar perusahaan sejak perusahaan berdiri. Dengan demikian baru bisa dirasakan dan dinikmati bahwa CSR menentukan keberlanjutan bisnis perusahaan dan berkontribusi dalam penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan. ===
DAFTAR PUSTAKA Ben, S., dan Dunphy. 2007. Corporate Governance and Sustainability. New York. Routledge. Black, DL dan Cordingley, L. 2009. Can Social Responsiveness Capabilities Deliver Competitive Advantage in Industry Setting?. Austalian Center for Corporate Social Responsibility, Monash. Departemen Sosial. 2009. Penghargaan CSR 2008 (Indonesian CSR Awards 2008). Penghargaan Sembilan Belas Perusahaan. Jakarta. Departemen Sosial. Economist Inteligence Unit (EIU). 2005. The Important of Corporate Responsibility. Economist Inteligence Unit. London. Hardinsyah. 2008. CSR sebagai bagian Strategi Bisnis. Bogor. Jakarta. Corporate Forum for Community Development. Hardinsyah. 2009. Kepemimpinan CSR dan Pembangunan Berkelanjutan. Bogor. Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB. Hardinsyah.2010. Peran CSR dalam Perubahan Iklim Global dan Ketahanan Pangan. Bogor. Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB. KPMG. 2005. International Survey on Corporate Social Responsibility Reporting. London. KPMG. Kementrian Negara Lingkungan Hidup. 2009. PROPER 2009. Jakarta. Kementrian Negara Lingkungan Hidup. Mc, Williams A. 2005. Corporate Social Responsibility: Stretegic Implication. New York. Rensselaer. National Center for Sustainablity Reporting (NCHR). 2009. ISRA Awards. Jakarta. World Business Council for Sustainable Development (WBCSD). 2005. Corporate Social responsibility.
Volume 15 No 1 Juni 2010
25