Bedah Buku
Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Buku Perspectives on Global Development (PGD) 2014: Boosting Productivity to Meet the Middle-Income Challenge merupakan buku PGD serial ke empat yang diterbitkan oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) Development Center. Buku PGD yang pertama diterbitkan pada tahun 2010 dengan judul PGD 2010: Shifting Wealth; disusul dengan PGD 2012: Social Cohesion in a Shifting World; dan PGD 2013: Industrial Policies in a Changing World. PGD 2014 membahas tentang fenomena “shifting wealth” yang semakin melambat. OECD Development Center menemukan adanya kecenderungan pelambatan peningkatan tingkat pendapatan negaranegara berkembang maupun negara-negara maju pada beberapa dekade terakhir, sehingga perlu dipacu kembali melalui peningkatan produktivitas (boosting productivity). Padahal, negara-negara yang baru tumbuh dan berkembang (emerging and developing countries) memiliki peran yang semakin menentukan di dalam perekonomian dunia. Negara-negara berkembang tersebut memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan perkembangan ekonomi di negara-negara maju, dan sejak 2010 kontribusi negara-negara Non-OECD terhadap nilai GDP dunia telah mengungguli kontribusi negara-negara OECD ketika diukur dengan purchasing power parity. Kondisi tersebut sangatlah mengagumkan, karena 10 tahun sebelumnya kontribusi negara-negara NonOECD baru mencapai sekitar 40% dari GDP global. Cina dan India merupakan dua negara yang ekonominya tumbuh sangat pesat dan berkelanjutan, dan kontribusi
44
Volume 19 No. 2 Desember 2014
keduanya mencapai 25% dari ekonomi global, sehingga disebut sebagai the Asian Giants of China and India. Namun, memasuki 2010, negara-negara yang tengah tumbuh pesat tersebut mengalami kemunduran dalam pertumbuhannya. Negara-negara ini perekonomiannya tumbuh dengan rata-rata 6,3% per tahun sebelum krisis, menurun menjadi 5,3% setelah krisis. Bahkan, hingga tahun 2020, diperkirakan pertumbuhan ekonominya hanya mencapai 4,7% per tahun. Walau demikian, Cina diperkirakan akan tetap memiliki pertumbuhan ekonomi yang tertinggi diantara negara-negara ini. Hasil penelitian OECD menunjukkan adanya tren terbaru terkait perkembangan ekonomi di negaranegara berpenghasilan menengah (middle-income countries, selanjutnya disingkat MIC). Hasil tersebut menunjukkan banyaknya negara berpenghasilan menengah yang pertumbuhan ekonominya tidak cukup cepat untuk mencapai pertumbuhan penghasilan ratarata negara-negara OECD hingga tahun 2050. Hal ini berlaku pula bagi beberapa lower MIC, seperti India, Indonesia dan Vietnam, juga negara-negara upper MIC seperti Brazil, Colombia, Meksiko dan Afrika Selatan. Tentu saja kecenderungan ini mengkhawatirkan, karena pertumbuhan ekonomi di negara-negara yang sedang tumbuh ini merupakan faktor pendorong yang sangat penting bagi peningkatan standar (kualitas) hidup negara-negara ini menuju standar hidup negara-negara maju. Oleh karenanya, peningkatan produktivitas merupakan kata kunci bagi peningkatan ekonomi yang tengah melemah di negara-negara ini.
Agrimedia
Peningkatan produktivitas dipercaya akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, dan selanjutnya akan melanggengkan upaya perbaikan kualitas hidup di MIC tersebut. Inilah fokus analisis dari buku PGD 2014 ini.
pasar keuangan, produk, dan tenaga kerja juga perlu dipersiapkan dengan baik, agar perusahaan-perusahaan menjadi lebih kompetitif dan inovatif.
Sejak tahun 2000-an, pertumbuhan ekonomi di sejumlah MIC tidak cukup signifikan untuk menutup kesenjangan produktivitas (productivity gap) terhadap negara-negara maju. Bahkan, di Brazil, Meksiko dan Turki, kesenjangan tersebut semakin membesar. Sebaliknya, di Cina menunjukkan perkembangan yang sangat berbeda. Produktivitas tenaga kerja di sektor manufaktur dan jasa di Cina mengalami peningkatan lebih dari 10% per tahun.
Keempat, sektor jasa memiliki potensi besar bagi peningkatan produktivitas. Sektor jasa dalam negeri (domestic service sector) mampu tumbuh dengan baik guna memenuhi permintaan masyarakat kelas menengah (middle classes). Ia juga dapat berperan sebagai sumber penghasilan ekspor, sebagaimana yang terjadi di India. Sektor jasa layanan keuangan dan bisnis (financial and business services) di MIC memiliki potensi pertumbuhan yang besar.
PGD 2014 memberikan empat rekomendasi bagi MIC dalam rangka meningkatkan produktivitasnya:
Negara-negara MIC juga dapat tetap terus memanfaatkan “the old drivers of growth”, penentu pertumbuhan pada masa sebelumnya dengan melakukan:
Pertama, MIC terus melakukan diversifikasi kegiatan produksinya pada setor/aktivitas yang bernilai tambah lebih tinggi (higher value-added activities), khususnya di sektor pertanian, industri dan jasa. Hal ini penting khususnya bagi negara MIC yang menghadapi peningkatan upah pekerja (rising wage) maupun negara yang masih berbasiskan eksploitasi sumber daya alam (natural resources exploitation). Dalam hal ini, negaranegara MIC harus merubah jalur pengembangan produksinya dari yang barbasiskan low-cost labor menjadi aktivitas produksi yang berbasiskan inovasi dan akumulasi pengetahuan. Kedua, MIC memiliki peluang yang besar dalam mengembangkan dan mengejar ketertinggalan teknologinya. Untuk mencapai hal ini, mereka bisa memanfaatkan/menyadap pengetahuan dari luar/ global (melalui alih teknologi) dan pengembangan kapasitas domestik dalam mengaplikasikan inovasi untuk pengembangan produk dan proses baru, sesuai dengan kebutuhannya. Bahkan, negara-negara maju dalam MIC pun masih berpeluang dalam megejar ketertinggalan teknologi ini. Ketiga, Di banyak MIC, perusahaan seringkali dihadapkan pada kendala ketidaksesuaian lingkungan regulasi (inadequate regulatory environment) serta kurangnya pekerja dengan keterampilan yang tepat/ sesuai (right skills). Pengembangan (reformasi)
Agrimedia
Pertama, mentransformasikan tenaga kerja dari sektorsektor berproduktivitas rendah ke sektor-sektor ber produktivitas lebih tinggi (higher productivity sectors). Banyak negara MIC yang masih memiliki potensi dalam melakukan transformasi ini, seperti di India, Indonesia, Iran dan Malaysia. Transformasi pemanfaatan tenaga kerja ke arah yang lebih produktif bisa dilakukan baik di sektor pertanian, manufaktur maupun jasa. Kedua, melakukan pemanfaatan secara penuh terhadap faktor-faktor yang masih mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan. Misalnya, dalam hal optimasi pemanfaatan tenaga kerja, serta pengembangan sumber daya manusia dan modal. Peningkatan efisiensi dalam pemanfaatan faktor-faktor produksi juga masih bisa dilaksanakan. Satu hal yang diingatkan secara khusus dalam buku ini adalah: “development is not only about economic growth, but it goes beyond mere economic growth”, bahwa pembangunan tidak sekedar pertumbuhan ekonomi semata. Agar pembangunan dapat lebih bertahan lama dan mampu memberikan kesejahteraan nyata bagi masyarakat (tangible improvement in people’s well-being), maka pembangunan haruslah memiliki dua karakteristik, yakni inclusive dan environmentally sustainable. Volume 19 No. 2 Desember 2014
45
Bedah Buku
Pembangunan haruslah bersifat inclusive. Banyak negara berkembang yang telah sukses dalam menekan (menurunkan) tingkat kemiskinan (poverty) dalam dua dekade terakhir. Akan tetapi, pada saat yang bersamaan, kesenjangan kesenjangan antara si kaya dan si miskin tampak semakin “menganga”. Social unrest (kemarahan/protes/keributan sosial) yang terjadi di negara-negara Teluk Arab mengindikasikan perlunya perhatian lebih terhadap aspek kohesi sosial dan pemberian kesempatan yang sama (social cohesion and equal opportunity). Beberapa cara yang dapat dilaksanakan antara lain: penyediaan sarana publik (public facilities) yang lebih baik, penyediaan lapangan kerja, peningkatan kualitas hidup masyarakat, dan memfasilitasi partisipasi masyarakat dalam pembangunan ekonomi. Dengan demikian, manfaat ekonomi dari pembangunan dapat dinikmati oleh sebagian besar masyarakat. Selain masalah kemiskinan, pengembangan kebijakan regional dalam rangka mendukung pertumbuhan yang lebih merata dan mengurangi perbedaan (disparitas) antar regional (daerah) juga sangat diperlukan. Kondisi ini memerlukan adanya kegiatan indentifikasi terhadap daya saing regional (regional competitiveness) dan terus mengembangkan layanan-layanan publik guna memenuhi kebutuhan masyarakat dengan prioritas utama pada penekanan (menurunkan) tingkat kemiskinan masyarakat. Masalah kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh adanya proses pembangunan ekonomi menimbulkan isu keberlanjutan lingkungan (environmental sustainability). Kombinasi kebijakan apa yang harus diambil oleh suatu negara dalam mengatasi masalah lingkungan ini tergantung kepada kondisi masingmasing negara dan kapasitas negara tersebut dalam
46
Volume 19 No. 2 Desember 2014
merancang dan mengimplementasikan strategi pembangunan. Kebijakan mengejar “growth at any cost” (pertumbuhan dengan segala biayanya) dapat juga menimbulkan konsekuensi buruk terhadap lingkungan. MIC seyogyanya mencari cara-cara diversifikasi penggunaan enerjinya yang mengarah kepada kegiatan yang kurang intensif dalam penggunaan enerjinya (lessenergy intensive sector), serta menjadi kampium dalam pengembangan teknologi yang efisien energi ini. Negara-negara BRIICS, yaitu Brazil, Rusia, India, Indonesia dan South Africa (Afrika Selatan) dibahas khusus dalam buku ini karena porsi ekonomi mereka mencapai sekitar 60% dari GDP negara-negara yang baru tumbuh dan berkembang tersebut. Mereka juga memiliki dampak penting dalam perekonomian global melalui kaitan perdagangan dan investasi. Negaranegara ini telah mengembangkan jalur pengembangan ekonomi yang relatif beragam, dan mereka dihadapkan pada tantangan dan kesempatan yang beragam pula. Mengingat kondisi-kondisi ini, banyak negara-negara berkembang yang mencoba belajar dari strategi pembangunan yang telah dikembangkan oleh negaranegara BRIICS. Indonesia sebagai salah satu negara BRIICS dibahas secara khusus dalam buku ini, disamping lima negara BRIICS lainnya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia banyak dipengaruhi oleh ekspor produk manufaktur. Daya saing Indonesia masih terkendala oleh kondisi iklim bisnis yang tidak kondusif dan rendahnya investasi publik pada infrastruktur dan pendidikan, serta meningkatnya inequality (ketimpangan dalam distribusi pendapatan masyarakat) dan kerusakan lingkungan yang parah. Walaupun jebakan negara berpenghasilan menegah (middle-income trap) tidaklah menjadi ancaman bagi Indonesia, namun dengan memperhatikan kondisi bonus demografi dan tingginya pendapatan dari ekspor, saat ini merupakan saat yang tepat bagi Indonesia untuk berinvestasi mencari solusi terbaik dalam mengatasi masalah-masalah tersebut. Berikut adalah informasi terkait tantangan pembangunan di Indonesia.
Agrimedia
Tantangan: (1) Tantangan utama Indonesia adalah bagaimana meningkatkan daya saing (competitiveness) di sektor manufaktur dan jasa. Produktivitas Indonesia mendekati yang terendah diantara negara-negara BRIICS. Investasi untuk R&D hanya 0,1% dari GNP dan yang terendah di BRIICS. (2) Sektor pertanian masih berperan penting dan menampung 36% dari total angkatan kerja tahun 2009. Adanya transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke manufaktur akan meningkatkan produktivitas, namun perlu reformasi yang lebih spesifik agar tidak terjerat ke dalam middleincome trap. (3) Indonesia memiliki bonus demografi dengan banyaknya angkatan muda, namun mereka sudah mulai menua dan kurang memiliki keterampilan. (4) Desentralisasi menimbulkan masalah dalam mencari solusi kohesi nasional (nationally coherent solution) dalam rangka meningkatkan daya saing Indonesia. Lingkungan Bisnis: (1) Lingkungan bisnis di Indonesia masih kurang kondusif bagi pertumbuhan, meskipun reformasi dalam penyederhanaan prosedur bisnis telah dilakukan. Dibandingkan dengan BRIICS lainnya, Indonesia lebih restriktif dalam hal kontrol negara (state control), namun relatif bagus dalam hal pengembangan kewirausahaan, perdagangan dan investasi. (2) Biaya untuk memulai bisnis baru relatif tinggi, sehingga membatasi daya saing dan menghalangi (discourage) pengusaha dengan inovasi produk dan proses untuk memasuki pasar. (3) Upah minimum regional yang terus meningkat dan diiringi dengan kuatnya proteksi terhadap pekerja dapat menjadi pendukung diterapkannya informal labor (pekerja informal). Infrastruktur dan Pendidikan: (1) Pembangunan infrastruktur, demikian juga dengan infrastruktur ICT), relatif terbatas, sehingga membatasi pertumbuhan. Pengembangan kedua hal ini sangat diperlukan dalam
Agrimedia
mendukung dan sekaligus menghilangkan bottle-neck pertumbuhan, serta menciptakan sistem informasi yang lebih efisien. (2) Peningkatan akses terhadap pendidikan, terutama bagi masyarakat miskin, akan sangat membantu bagi upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan, serta pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Kemiskinan dan Inequality: (1) Meskipun jumlah masyarakat miskin meningkat selama krisis antara 1990 dan 2010, namun persentasi masyarakat miskin mengalami penurunan. (2) Inequality mengalami peningkatan dari Gini Index 0,29 pada tahun 1999 menjadi 0,38 pada tahun 2011. Mengingat banyaknya jumlah angkatan muda dan angkatan muda yang menganggur, maka penciptaan lapangan kerja bagi kelompok masyarakat ini menjadi penting. (3) Regional inequality semakin meningkat. Meskipun anggaran pemerintah telah ditingkatkan bagi pembangunan regional, namun sebagian besar dibelanjakan untuk operasonal pemerintah daerah. (4) Urbanisasi di Indonesia meningkat 3,7 kali dari tahun 1980 ke tahun 2010. Namun, dengan kurangnya pembangunan infrastruktur, kondisi ini telah menimbulkan masalah kemacetan lalu-lintas, polusi, dan mengurangi produktivitas masyarakat. Isu Lingkungan: (1) Kurangnya penegakan hukum dalam proteksi lingkungan, terutama dalam hal eksploitasi hutan, telah menimbulkan masalah dan ancaman keberlanjutan pembangunan di Indonesia. Masalah illegal logging dan kebakaran hutan telah menimbulkan kerugian sosial dan ekonomi yang sangat besar di Indonesia (juga negara tetangga). (2) Efisiensi dalam penggunaan enerji menjadi isu penting di Indonesia karena semakin meningkatnya permintaan enerji sejalan dengan peningkatan pendapatan dan industrialisasi.
Volume 19 No. 2 Desember 2014
47
Bedah Buku Efisiensi enerji pada industri manufaktur di Indonesia masih sangat rendah, sehingga dapat menimbulkan bahaya polusi lingkungan yang berlebihan. (3) Investasi bagi adaptasi terhadap perubahan iklim perlu ditingkatkan, terutama penanganan banjir di perkotaan karena Indonesia sering terkena banjir. Dampak perubahan iklim lainnya juga penting untuk diperhatikan dan dicarikan solusinya. Pertimbangan untuk Masa Depan: (1) Indonesia tidak dihadapkan pada perlambatan pertumbuhan ekonomi sebagaimana dialami oleh negara lain. Tetapi, peningkatan daya saing perlu terus dilaksanakan melalui upaya perbaikan lingkungan bisnis, peningkatan infrastruktur dan akses pendidikan, serta perbaikan kondisi lingkungan. (2) Upaya pengurangan costs of doing business di Indonesia terus diupayakan melalui perbaikan layanan investasi, pengembangan one stop service center, dan lainnya. (3) Meskipun telah dilakukan pengetatan, korupsi di kalangan pegawai pemerintah tetap tinggi. Oleh karena itu, Bureaucratic Reform perlu terus dilaksanakan dalam perbaikan akuntabilitas. (4) Pembangunan infrastruktur dalam rangka peningkatan
daya saing dan pertumbuhan harus terus dilaksanakan, diantaranya melalui pengembangan public-private partnership. (5) Untuk meningkatkan keterampilan siswa (sesuai dengan permintaan industri), investasi di bidang pendidikan sangat diperlukan. Investasi juga diperlukan untuk meningkatkan kualitas dan akses pendidikan di perdesaan, terutama di bidang pendidikan vokasi bagi peningkatan keterampilan angkatan kerja muda. (6) Desentralisasi dapat menjadi pendorong pertumbuhan regional jika dikelola dengan baik. Untuk itu, Indonesia perlu untuk mengamankan pendanaan bagi pengembangan layanan dasar bagi masyarakat serta pengembangan kompetensi lokal, terutama di daerah tertinggal. (7) Proteksi lingkungan yang lebih besar perlu dikembangkan dalam rangka melindungi biodiversitas dan pengelolaan sumber daya alam bagi kepentingan generasi mendatang. Kebutuhan sumber daya alam akan terus meningkat, namun proteksi sumber daya alam juga harus dilaksanakan. Hal ini memerlukan adanya perubahan regulasi yang bisa menjamin penyelenggaraan keduanya secara optimal dan dinamis.
PERSPECTIVES ON GLOBAL DEVELOPMENT 2014: BOOSTING PRODUCTIVITY TO MEET THE MIDDLE-INCOME CHALLENGE OECD Publishing, 2014, 284 halaman http://dx.doi.org/10.1787/persp_glob_dev_2014-en
48
Volume 19 No. 2 Desember 2014
Agrimedia