CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY BUKAN SEKEDAR KOSMETIK BELAKA Irsad Andriyanto
A@act
(6R) is coisidad able to improve the corporate image. This is bwuse the community serud with sweet and information that led to the assumption rcsible tlat firms tend to be very supprtive of scial life and very ancerned about the environment. &ut beside thal there are many companies that use 6R simpty to help smooth business Corpomte fuciat Reiponsibitity
p{rcffi. Part glven to corponte social responsibility is only a very small part compared with a ptofrt from the business process. Expectd future 6R actually become the company form of @ncem that resultd in either a positive synergy with the environment as well as with countries in genenl. Kelrwotds: social responsibility, business proces*s.
A. Pendahuluan Saat ini CSR begitu hangat dibicarakan orang, utamanya perusahaan-perusahaan besar baik swasta maupun BUMN. CSR dianggap begitu penting karena dapat mendongkrak image perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang'kepepef pun tidak ketinggalan untuk berbicara
CSR. Bagi mereka CSR adalah
kewajiban yang memang narus Oihfsanakan. CSR menunjukkan kepedulian kepada masyarakat, karena dari masyarakat lah mereka memperoleh keuntungan. Tanpa masyarakat, perusahaan tidak bisa tumbuh dan mendapatkan laba. Demikian kira-kira pendapat mereka.
Ketika sebuah perusahaan menyatakan bahwa sebagian dari keuntungan atau
penjualan produknya akan disumbangkan untuk kegiatan sosial teftentu, maka perusahaan tersebut sedang melakukan apa yang disebut sebagai cause related marketing (CRM).
Contoh di Indonesia lumaypn banyak. Sabun Lifebuoy pemah meluncurkan kampanye "Berbagi Sehat" yang mendonasikan sebagian hasil penjualan untuk membangun fasilitas MCK di seluruh Indonesia. Aqua membuat program "1 untuk 10", yang berjanji akan menyediakan air bersih untuk desa-desa yang mengalami masalah ketersediaan air bersih di Nusa Tenggara. Setiap satu liter Aqua produk tertentu yang terjual, Aqua berjanji akan menyediakan sepuluh liter air bersih untuk masyarakat target. Dalam waKu sekitar tiga bulan saja, jumlah air bersih yang akan disediakan Aqua mencapai lebih dari satu milyar liter. Es krim Viennetta dari Wall's meluncurkan "Berbagi 1000 Kebaikan" yang menyumbangkan Rp. 1000 setiap penjualan es krimnya untuk anak-anak korban gempa Sumatera dan dukungan pendidikan untuk anak-anak berprestasi dari kalangan yang tidak mampu. Viennetta baru saja mengumumkan bahwa donasi yang terkumpul telah mencapai Rp. 1,15 milyar, dan masih akan terus menjalankan program itu hingga akhir Desember 2047. Semuanya adalah contoh bahwa CRM, sebagai cara untuk melaksanakan corporate social responsibility (CSR), memang telah dipergunakan di Indonesia. CSR dimanifestasikan dalam berbagai bentuk. Banyak perusahaan yang mensponsori pembangunan sekolah, rumah sakit, atau tempat peribadatan. Banyak perusahaan menyumbangkan dana yang tidak sedikit pada waktu bencana di suatu daerah. Berbagai riset yang terkait dengan corporat social responsibility (CSR) juga sudah banyak dilakukan termasuk dalam dunia pemasaran. Sebagian praktisi mengkaitkan CSR dengan citra {image) perusahaan. Dengan melaksanakan 6R, diharapkan akan meningkatkan citra perusahaan di masyarakat yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan profit perusahaan di masa yang akan datang. Namun demikian, terdapat juga kalangan yang menikapi konsep CSR, Corporate Citizenship, corporae philanthropy, corporate communitiy involement, social reporting dan
INFOKAilI Nomor ll / Th. lV/ Seotember / 08
sejenisnya dengan penuh skeptisme. Para aktivis HAM, lingkungan dan masyarakat adat
kerap menyahkan bahwa motif dasar dari semua konsep ifu hanyalah strategi kaum neoliberal untuk tetap bisa melanggengkan hegemoni kapitalisme. CSR hanyalah piranti penaklukan dalam pigura motif dasar yang tidak berubah, yaitu motif primiUf pengusahaan keuntungan sebesar mungkin dan akumulasi kapital. Pendapat ini memang mendapat dukungan fakta empiris dari terus berlanjutnya proses pemiskinan dan marginalisasi kelompok masyamkat rentan sefta degradasi lingkungan termasuk punahnya berbagai spsies hingga kehancuran lapisan ozon. Selain itu, keraEuan akan kesungguhan implementasi CSR harus diakui juga diperburuk oleh kinerja CSR yang dilakukan oleh berbagai korporasi sejauh ini. Di htarah praktik, implemenhsiCsR masih kerap menunjukkan kecenderungan sebagai kegiahn kosmetik.
Di Indonesia, misalnla, SR telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-
undangan yang mengikat perusahaan negara dan korporasi swasta seperti UU 19/2003 tentang BUMN, UU 25PA07 tenEng Penanarnan Modal, UU 4Ap007 tentang Ferseroan Terbatas. Namun, bebempa UU ini belum mengatur secara jelas sejauhmana kewajiban CSR ini harus dilakukan. Apalagi, penegakan hukum yang ada pun menjadi sesuatu yang sulit diharapkan.
Dengan demikian, konsep dan pelaksanaan CSR sangat tergantung pada sistem ekonomi-politi( bahkan ideologi. Ideologi membentuk sistem ekonomi-politik. Dengan demikian, pilihan ideologi mengarahkan kita pada pilihan bentu& isi, kelembagaan CSR.
1. Tujuan Tulisan ini bertjuan untuk mengungkapkan sejauh mana pelaksanaan CSR dikaitkan dengan pemasran yang dilakukan oleh perusahaan. CSR diharapkan tidak sekedar sebagai kosemetik bagi perusahaan, tapi benar-benar dapat memberikan manfaat yang menyeluruh/simultan baik bagi perusahaan maupun konsumen dan masyarakat pada umumnya.
2. Masalah Sejumlah perusahaan tampaknya kini mulai berajak dari paradigma lama menerapkan
strategi, pemasaran dan menggantinya menjadi pola pemasaran berkelanjutan atau su*ainable marketing. Suka atau tidak, kompetisi yang semakin ketat menjadikan para pemain di pasar terus memutar otak untuk meraih simpati dan meraih konsumen. Tak hanya melalui model pemasaran tradisional, bahkan belakangan sejumlah praktisi mulai memutar otak menuju model pemasaran modern yang lebih terintegrasi. Dikenalnya corporate social responsibility (CSR) oleh perusahaan digunakan sebagai bagian dari strategi pemasarannya yang dianggap mampu untuk mendongkrak image (citra)-nya di mata masyarakat, yang pada akhirnya akan memberikan dampak positif terhadap laba perusahaan di masa mendatang. Namun demikian, pada praktiknya banyak perusahaan yang melaksanaan CSR baru setelah mendapatkan protes dari masyarakat. Banyak pula perusahaan yang melaksanakan CSR namun tidak merubah karakter bisnisnya, yaitu masih merusak lingkungan dan menciderai hak asasi manusia. Pemahaman yang salah mengenai CSR telah menjadikan konsep CSR semakin kabur dan tidak jelas. Ironisnya, campur aduk CSR dan kegiatan sosial justru tak dipahami dengan benar.
B. Kajian Teori Corporate Sociat Responsibitity (CSR) merupakan program yang dilakukan oleh sebuah perusahaan sebagai wujud tanggungjawab dan kepedulian sosial. (Brown and Dacin 1997; Sen and Bhattacharya 2001; Varadarajan and Menon 1988) Namun demikian, perlu disadari bahwa CSR bukan semata program sosial yang menjadikan perusahaan sebagai sebuah "lembaga amal" ataupun "bagian dari departemen sosial milik pemerintah".
Namun' mau tidak mau harustah diakui bahwa csR memiliki dua sisi satu sisi sebagai mata uang. Di r"puouilun sosial, r"*.ntuiu ai'iisi tain merupakan Ligian oari Progr?m perusahaa n yang .bertrljua n *"n ari ieuntungan. Tantangan yang narus oSawao-Lrrait -hal tersebut adalah bagaimana membangun l(onsep csR vang uenar-oenii L?.rcq oaram fungsi sosiar, namun ridak melupakan tujuan perusahaan untuk mencari iiurniligur. selain itu, bagaimana membansun konsep csR r"riljli'ouffi;r'ffi;#'JJlilo..o peninskatan keuntunsan vans -u"ttti""r"ratu perusahaan' namun bukan mencari ieuntungan melatui '.kemasan,. tanggungjawab dan kepedurnn
;;;iffik ;
*iiul.
Konsep csR sejaiinvu ,"irji[3,_t9iun dari pemberdayaan sosiar yang hendak disandingka;. .upaya p.**ni!n1 dengan kewajiban perusahaan untu[_.q]?r.ura-n tand;g jawab'*riii r.iuiui.sejatan undang_undang csR tahun 2007, imprementasi csn sejatinval'rri., oa,, oagi-ba;iiembato kepada kaum atau sekadar penanaman iooo'ponon. miskin olrT dsep-nJ*Lrrgrnan dan pemberdayaan masyarakat secara berkeranjutan, konr"p an nenoifnfiJirrffiun dgram jangka panjang melalui program-Drogram yang'mampu menyenfuh sendi-sendi kehidupan atau pun komunitas- rtu urtinvu"csn-rrJrudan masyarakat memiiila Jurprr secara ekonomi dan sosiar. Meski sudah banyak plneliuan-oilakukan dtrk-'#;etiti hubungan antara dengan kinerja perusahaan,'n.*un-ilrki csR empiris bahwa terdapat perbedaan hasil dari berbagai penelitian Di satu sisi,-rriiii-peneritian tersebui menunjukan bukti bahwa terdapat misarnya nrorngun poiii# uit ru saham dan program (Fombrun and Shantey cSR rg90;'sitorian and. Hansen Namun di sisi tain ffi!:fflm,l%%;ior',tnvu aupp"'lu, c.arran, ano iimeia igss; r,r.c,,ir"]'s*dsren,
d;rgil'f"ffitirgui
*t
te"dil
;"-"rril;,
igesl.
Perlu diketahui,. tilaf semua perusahaan memiliki program csR. Bahkan tidak perusahaan memiliki semua divisi Publtt' aJiiion (pR) atau irin yang biasanya diberikan tugas khusus untuk ,.ngririipliilu*ru'nu; csR.-riruupun ada perusahaan yang mengagendakan csR, itu hinya oiirngri.p,oren oivisi-i9inl.rg memitiki kedekatan fungsi dalam mencapai tujuan perusahaan untuk menoong[ia/]eniuatan dan keu ntu n ga n perusahia meninqkatkan n, ; ir. ;;isi-ilengamoil pemasa ra n ( m a rketing) Alasan bagi perusahaan vang rlngkah iini, selain untuk efeKifitas anggaran' perusahaan yang sep'erti ini biainya ,uriliki lri"ntasi yang terfokus kepada penjualan dan memperoHireuniungun semata. seruin iti, .0. juga diantara perusahaan tersebut yang hanva membuat ptogiu* g:sn seoaui; takus untuk mendongkrak penjuatan dan meningkatkan t riigi. perusahaan. Bagi perusahaan seperti ini, pR Jtar.gsl dianggap sebagai divisi dan program yang sekadar "menghabiskan uang ra;u. i"iljl't"",ilt=ru.ura ranggungjawab kepedutian sosiar' m-ereka.oelum;;;v.111.1i;;;ud'ffisram dan janska panJans untuk keberlangsungan dan peningkatan reuniungan perusahaan Ji. musa yang akan datang. bsn proeram investasi janska [XHrIii;#"'*u 'uoigiir"urln Sementara itu terkait strategi r"br:h_rylusahaan yang merakukan program semata untuk mendongkrak penlu-atan csR oan meningka*an ieu-ntungan, rangkah memang ada benarnya juga.seperti ini Idak CSR yang ditakukan perusahaan memiriki.oampit_Otn,kareia *.uri-iungsung r..ilrig sengaja diarahkan untuk mendon g krak nenj ual,a gin pen ng katu
iirii
I
il;
.*t r;rr;;;"
ffiffi
Gi"
ia"fi;
'",*i.',
dr;;;r"dr*
n't"u,itrnl;il;:; ili r. 3 program csR "dadakan" ini oi.*nv. diserrai pubrikasi yang diarahkan kepada menarik 91r,irr.J,i prorir sehingga t"roo*""g .simpati untuk memberi produk. Selain itu, ada juga perusanaan vang ;en;;k"# riii,"gi'k;ikutserraan pubrik program i
;;;;n
daram CSR dengan membeli procjuf lertentu. Namun demikian, langkah "'nrtun"r"ngagendakan program csR untuk keuntungan seperti ini tidariaka, meraup mernoeraal durp:I positir ybng bertahan rama. serain anggaran yang akan terus membelgkak, pogram csn ir.ng ilemang -'n,Lnrrunnya tidak direncanakan untuk jangka paniang akan men;adiiun kualitis kinerja divisi yang dibebani pekerjaan yang bukan merupakan tugas utamanya.
@
INFOKAM Nomor
[
/ Th. lVl Seotember / 08
Persoalan lain yang akan muncul ketika perusahaan yang menjadi kompetitor menggunakan strategi tandingan yang hampir sama, sama, bahkan dengan teknik yang lebih mutakhir. Penghancuran karakater perusahaan di mata masyaiakat dan para konsumen tentunya akan sangat berpengaruh kepada penjualan dan penghaiitan
perusahaan. Hal yang juga perlu diingat yaitu kondisi masyaraht dan konsumen saat ini yang sudah cerdas. Mereka dapat memhiedakan mana perusahaan yang benar-benar melakulian program csR dan mana perusiirhaan yang melakukan prcgram csR hanya untuk mendongkrak penjualan dan meningkatkan keuntungan perusahaan semata. fingkat kecerdasan masyarakat dan konsurnen ini akan menentukan pilihan mereka untuk membeli sebuah produk yang dipasarkan oleh perusahaan. Selain itu, bagian inijuga
yang biasanya dijadikan landasan strategi bagi pihak perusahaan kompetitor untuf
menjatuhkan perusahaan saingannya. Untuk membangun program CSR yang benar-benar berguna bagi masyarakat dan memiliki dampak positif terhadap penjualan dan peningfaun keuntungan perusahaan, dibutuhkan pemberian program yang memiliki manfaat jangka panjang yang sekaligus
dikelola dengan melibatkan maryarakat dan sEke holder terkait berkesinambungan.
tiin
secara
Program CSR bermanfaat jangka panjang yang dimaksud yaitu program-program yang memiliki dampak positif untuk kemajuan rRasyarakat dan rclasi antara masyaiakat dengan perusahaan dalam jangka waKu yang panjang, bahkan katau memungkinkan dapat menciptaan sebuah hubungan psikologis seumur hidup. Program ini dikelola dengan mengikuEertakan masyarakat dan mengedepankan kemandirian masyarakat untuk mengurusi keberlanjutan program tersebut. peran yang diambil perusahaan, dalam hal inidivisiyang membidangi program CS& sebaiknya beitat
Namun demikian, yang perlu diperhatikan dalam proses pengelolaan program CSR yang berbasis masyarakat ini adalah jangan sampai menc€mpuradukkan antara program CSR dengan program lain dari perusahaan untuk mendongkrak penjualan dan meningkatkan keuntungan. "Internalisasi" produk perusahaan terhadap masyarakat atau komunihs yang menjadi hrget program CSR sebaiknya dibiarkan berlangsung sectra alami.
Dengan kata lain, akan lebih bijak dan akan sangat menguntungkan bagi perusahaan ketika masyarakat atau komunitas yag menjadi target program CSR nantinya akan menjadi PR bagi produk-produk maupun kebijakan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Oengan demikian, perusahaan akan sangat diuntungkan dengan memiliki "tenaga" dan "sumber daya" yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat yang nota bene merupakan bagian dari target pemasaran produk-produk perusahaan.
C. Pembahasan Betulkah CSR dapat meningkatkan image perusahaan ? Tunggu dulu, karena tidak semua perusahaan mampu meningkatkan image mereka dengan CSR. Ternyata sikap
masyarakat terhadap perusahaan tersebut tetap saja tidak berubah. Apanya yang salah ? Kita lihat kasus Lapindo. Apakah perusahaan kelompok Bakrie ini mampu meningkatan image perusahaan dengan CSR ? Saya yakin jawabannya tidak. Mengapa ? F.arena dimpak dari kasus Lapindo ini sudah sangat besar, meskipun Lapindo mengganti total kerugian
warga yang tertimpa musibah lapindo, belum tentu bisa meningkatkan citra positif perusahaan. Warga masyarakat sudah'kelewat marah'dengan situasi ini. Selain itu, ganti
rugi yang dilakukan oleh perusahaan memang sudah sewajarnya dilakukan. Menurut saya; ini bukanlah program CSR, tetapi kasus hukum ! Bagaimana dengan perusahaan rokok ? Perusahaan menggelontorkan banyak dana untuk program CSR, tetapi masyakarat tetap saja menolaknya. Banyak masyarakat yang tidak mendukung perusahaan rokok. Demikian juga untuk perusahaan bir, masyarakat teta[ saja mencemoohkannya.
|-
Beberapa perusahaan laEi cukup hanyak menyumbangkan dana untuk kegiatan sosial, tetap saJa masyarakat tidak anhrsias menggunakan produknya. Pada waktu bencana di Aeh, kita lihat banyak perusahaan yang Uba-tiba 'baik hatil dengan menyumbangkan sejumlah dana kepada mas/arakat. Namun banyak pula yang tidak berhasil mendongkrak citra perusahaan. Atau perusahaan tidak peduli, apa dampaknya bagi perusahaan. Ikut
program CSR karena ikut-ikuta trend GSR masa kini. Kemudian, bagaimana silop kita terhadap CSR? Peftanyaan ini bisa d'rjawab secara ideologis dan pragmatis. Bagi kaum kiri, misalnya, jawabannya sudah jelas: Tolak! Bagi mereka, ekspansi industri kapitalistik adalah sesuatu yang harus dihempang, termasuk segala tetek-bengek CSR. Vang perlu dimajukan adalah nasionalisasi atau pemajuan perusahaan-perusahaan negarc (sbte enterprixl), seperti Bolivia di bawah kepemimpinan Evo Morales. Untuk ini, dibutuhkan pemimpin yang tangguh dan gerakan sosialyang kuat. Akan tetapi, menolak CSR dalam rezim ekonomi global yang kini sudah dikuasai oleh kejayaan korporasi-{i mana kekuatan negara sudah dikebiri, dengan sadar atau tidak akan bertemu dengan kepentingan korporasi atau kapitalis itu sendiri, yang sesungguhnya secara alamiah menghindari segala bentrk regulasi dan kewajiban-kewajiban sosial. Seperti kita
tahu bersama, mereka meyakini "6R t's bad capitalisnl' atau apa yang pernah
dikumandangkan Milton Friedman (1962), Dalam hal ini, golongan kiri dan kanan akan bertemu pada satu kepentingan, walau berangkat dari titik yang berbeda. lGrena itu barangkali inilah posisi pragmatis dan 'arnan'yang dipilih negara-negara berkembang dan negara maju netfure sbte, CSR diregulasi secara ber.tahap pada garis kontinum'voluntaff dan'obligatory'. Mereka tidak memilih sikap fronhl terhadap korporasi, btapi mengatur secara bertahap sambil melakukan negoisasi. Singkatnya, mereka menerima sambil memperbaiki kelemiagaan. Jadi jangan cuma mengandalkan kepada CSR semata kemudian berharap image perusahaan langsung meningkat. CSR memang hal yang harus dilakukan perusahaan. Namun CSR bukanlah'jimaf untuk dapat menyelamatkan perusahaan. CSR harus dibangun atas dasar landasan perusahaan yang kuat. Jika perusahaan sudah kuat, kualitasnya bagus, pelayanan bagu+ pokoknya semuanya bagus, maka csR tentu sangat didukung oleh masyakarat. lika manfaat yang dirasakan masyarakat berdampak langsung dan terkait dengan kehidupannya,maka masyarakat akan menggangap perusahaan yang melakukan CSR tersebut memang sungguh-sungguh membantunya. Di situlah CSR akan terasa bagi perusahaan.
D. Penutup
1. Kesimpulan Peftama, secara umum korporasi-korporasi di Indonesia, baik nasional dan multinasional, sudah mulai melaksanakan program CSR, tetapi umumnya setelah mendapat protes atau perlawanan masyarakat sekitarnya. Kedua, ketika korporasi-korporasi melaksanakan program CSR, pada saat yang sama mereka tidak mengubah karakter bisnisnya: masih merusak lingkungan dan menciderai hak asasi manusia, terutama hak ekososbud dan pada gilirannya menimbulkan pelanggaran hak-hak sipil. Seolah-olah dengan CSR, kerusakan lingkungan dan pelanggaran HAM terkompensasi. Ketiga, pelakanaan CSR sebagai upaya penjinakan perlawanan laten dan manifes. Banyak kasus menunjukkan, korporasi melakukan CSR untuk mendapatkan dan mengharapkan akseptasi atau mengompensasi ketidaksetujuan masyarakat. Keempat umumnya progmm CSR dibungkus sedemikian rupa sebagai alat untuk memperbaiki citra perusahaan di mata masyarakat internasional dan bisnis, untuk kemudian memenangkan kontestasi pemasaran. Dengan CSR, mereka merasa telah berbudi luhur mengulurkan tangan kepada masyarakat sekitar. Kelima, sejauh ini, seperti yang dilakukan Indorayonfl-Pl, program-program CSR disusun dan diimplementasikan secrra elitis, tidak partisipatoris. Lebih lanjut, besaran dana yang dialokasikan semata-mata berdasarkan'kerelaan'korporasi, bukan atas dasar negosiasi atau kesepakatan dengan stakeholders. Hal ini disebabkan regulasi yang tidak
t,
INFOKAM, Nomor ll I Th. lVt,septernber /,0g
jelas (berloitan dengan ideologi negara) dan lemahnya posisi tawar shkeholders terutama masyarakat akar rurnput.
Keenam, seringkali program CSR dilakukan untuk nem@fr-up operasi 'perusahaan ifi.r sendiri. Contohnya, korporasi membangun jalan, jemnbtan, dan infrastruKur lain, yang dikampanye'kan se@ai bagian Oari-kepeiulian rintuk membuka isolasi desa{esa tertentu, padahal untuk ketancaran transportasi proyek. Termasuk, misalnya, kemitraan Oengin mengikut-serhlon pengusaira suUkontral(, tetapi di baliknya bersembunyi kepentingan untuk membangun'koalisi'menghadapi perlawanan masyarakat
2. Saran Agar Implementasi CSR berhasil, Kotler dan Lee menyarankan agar perusahaan memilih isu sosial yang memang menjadi perhatian perusahaan maupun konsumen yang menj:adi target ptduknya; memilih mim yang memang telah memiliki jaringan luas dan terkenal berkinerja baik; memilih produk png asosiasinya dengan isu yang akan ditangani sudah aiau berpotensi menjadi fuatj menrukan riset dengin hati-haii ternaOap konsumen yang menjadi target, untuk kemudian menyusun stmtegi pemasaran yang sesuai; memastikan bahwa aktivitas ini 'tedihaf' melalui pencantuman yang jelas di produlg iklan yang memadai, dsb.; memastikan bahwa tawaran CSR-nya sederhana dan mudah dimengert'r, unhrk mencegah kecurigaan calon konsumen; dan yang terakhir adalah bersedia untuk mengakui kesalahan -bila memang terjadF dan melakukan perbaikan atas kesalahan itu. Pemberdayaan maqfarakat melalui pembinaan UKM yang merupakan pola kemitraan antara perusahaan dan masyarakat mungkin bisa ladi slhn satu alternatif. Melalui cara ini perusahaan bisa membangun kemitraan dan meningkatkan kepedulian
mereka. Tengok saja pada apa yang dilakulon Marta Tilaar dengan memberikan pelatihan bagi para penjual jamu. Selain mendorong pencitraan perusahaan dan sekaligus corporate branding, strategi ini juga dapat meningkatkan market growth dari produk keluaran Martha T'ilaar, terutama untuk produk-produk jamu di kelas menengah. DAFTAR PUSTAKA
Brown, Tom l. and Peter A. Dacin tL997), "The Company and the Product: Corporate Associations and Consumer Product Responses," lournal of Marketing, 61 (January), 68-84. http://csr-bisnis.blogspot.com dengan judul Membangun csR Berbasis Masyarakat htLp:#ayomerdeka.wordpress.com/'Haram" Hukumnya Menerima CSR dari Korporat perusak Lingkungan dan Pelanggar HAM (3) http:/lwiryasaoutra.blogspot.com/2010/01/csr-menigkatkan-image.html, CSR : menigkatkan image ? Sen, Sankar and C.B. Bhattacharya (2001), "Does Doing GoodAlways Lead to Doing Better? Consumer Reactions to Corporate Social Responsibility," Joumal of MarketingResearch,
38(May),225 41. Varadarajan, P. Rajan and Anil Menon (1988), "Cause-Related Marketing: A Coalignment of Marketing Strategy and Corporate Philanthropy," Joumal of Marketing, 52 (July) 58-74.