This is a translation of No Plan B in Bahasa Indonesia. Copyright © 2015 by Compassion International®. Used by permission. All rights reserved. Compassion International, 12290 Voyager Parkway, Colorado Springs, CO 80921 www.compassion.com Hak Cipta © 2011 oleh Compassion International; diterbitkan oleh Compassion International Jika tidak dicantumkan, maka semua kutipan ayat-ayat Alkitab diterjemahkan dari Alkitab New International Version®. NIV®. Hak cipta © 1973, 1978, 1984, 2011 oleh Biblica, Inc.™ Dikutip dengan izin. Hak cipta dilindungi di seluruh dunia. Ayat-ayat Alkitab yang ditandai dengan MSG diterjemahkan dari Alkitab The Message. Hak Cipta © 1993, 1994, 1995, 1996, 2000, 2001, 2002. Dikutip dengan ijin dari NavPress Publishing Group.
NO PLAN B Memanggil Generasi Muda untuk Melaksanakan Perintah Kristus yang Radikal
1. Ekklesia (Gereja) Yesus Kristus Di dalam Alkitab berbahasa Inggris, kata yang kita baca sebagai “gereja” pada umumnya adalah terjemahan dari sebuah kata di dalam bahasa Yunani “ekklesia.” Penggunaan kata ini pada masa sebelum Perjanjian Baru merujuk pada panggilan atau seruan yang ditujukan kepada pasukan tentara untuk berkumpul (konteks 1
militer). Dalam perkembangan selanjutnya, kata ini juga digunakan untuk menandai pertemuan-pertemuan umum yang memiliki tujuan-tujuan sipil (non-militer), atau pertemuan-pertemuan yang memiliki konteks dan tujuan sosio-politik, khususnya yang diadakan di Atena. Secara umum, kata ekklesia, seperti yang ditunjukkan dalam pemakaiannya di dunia sekuler di masa lampau, membawa pengertian tentang berkumpulnya sekelompok orang, sebuah pertemuan, atau sebuah peristiwa dimana orang-orang berkumpul di suatu tempat untuk kepentingan-kepentingan sosiopolitik. Kata “ekklesia” muncul 114 kali di dalam Perjanjian Baru, dibagi dalam tiga cara pemakaiannya. Penggunaan yang pertama dari kata ini merujuk kepada perkumpulan (pertemuan bersama) dari umat Tuhan. Pemahaman ini mirip dengan penggunaan kata tersebut di dunia sekuler pada masa itu. Bilamana kata “ekklesia” digunakan dalam konteks ini di Perjanjian Baru hampir selalu dipakai untuk merujuk kepada perkumpulan dari para pengikut Kristus. Kisah Para Rasul misalnya, hanya tiga kali menggunakan kata “ekklesia” untuk menandai pertemuan-pertemuan umum untuk kepentingan sipil atau sosial.
2
Pemakaian utama yang kedua dari kata “ekklesia” adalah untuk menggambarkan sebuah komunitas orang-orang percaya yang sesungguhnya – suatu jemaat, atau suatu persekutuan umat Tuhan. Paulus menuliskan “kepada gereja 3
4
(ekklesia) Tuhan di Korintus.” Dan “kepada gereja (ekklesia) di Tesalonika.” Di dalam pemahaman yang kedua ini, kata “ekklesia” memiliki pengertian lebih dari sekedar bertemunya atau berkumpulnya umat Tuhan yang bersifat sesaat. Persekutuan atau komunitas umat Tuhan yang dimaksud di sini adalah persekutuan yang bersifat berkelanjutan (bukan sebuah acara sesaat), dimana komunitas (ekklesia) ini menjadi identitas kelompok para anggotanya, dan anggotanya melihat diri mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut.
Ketiga, kata “ekklesia” juga digunakan sebagai metafora (kiasan) untuk hal-hal yang bersifat rohani (spiritual). Salah satu contoh penggunaan kata “ekklesia” dalam 5
kategori ini dapat dilihat di dalam Surat Kolose 1:18, dimana tubuh manusia dipakai sebagai ilustrasi untuk menggambarkan “ekklesia.” Dari ucapan-ucapan Tuhan Yesus yang dicatat, hanya tiga kali kata “ekklesia” 6
muncul, dan semuanya ditemukan di dalam Injil Matius. Di dalam setiap pemunculan kata “ekklesia” tersebut, Tuhan Yesus merujuk pada masa yang akan datang, dimana gereja-Nya (ekklesia) akan didirikan. Pemunculan kata “ekklesia” yang berikutnya di dalam Perjanjian Baru dapat kita temukan di dalam Kisah Rasul 5, yang secara khusus menunjuk kepada jemaat di Yerusalem. Selebihnya Lukas menggunakan kata “ekklesia” sebanyak 23 kali di dalam buku Kisah Para Rasul, dan di setiap pemunculannya, kata “ekklesia” tersebut menunjuk kepada sebuah persekutuan tertentu atau jemaat dengan lokasi geografi tertentu pula. Meskipun Lukas menggunakan kata “ekklesia” berkali-kali di dalam Kisah Para Rasul, ia sama sekali tidak memakai kata tersebut di dalam Injil yang ditulisnya. Kenyataan ini mungkin menunjukkan bahwa Lukas dan para penulis Injil lainnya (Matius, Markus dan Yohanes) secara sadar menghindari penggunaan kata “ekklesia” untuk menggambarkan sekelompok murid atau suatu perkumpulan orang percaya yang ada pada masa Tuhan Yesus masih ada di dunia ini. Dengan memperhatikan bagaimana Perjanjian Baru menggunakan kata “ekklesia” seperti yang telah dijelaskan di atas, tampaknya peristiwa penting yang mengubah identitas para “pengikut” Tuhan Yesus dari sekumpulan individu pengikut Kristus menjadi ekklesia/ gereja (ekklesia Yesus Kristus) adalah pada saat dicurahkannya Roh Kudus seperti yang dicatat di dalam Kisah Rasul 2. Itulah sebabnya mengapa hari Pentakosta dianggap sebagai hari dimana gereja dilahirkan. Mengenai kapan waktu kelahiran gereja, Tuhan Yesus pernah menubuatkan mengenai suatu komunitas baru yang digerakkan oleh kekuatan ilahi: “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi” – Kisah Rasul 1:8
Meskipun “ekklesia” adalah sebuah kata Yunani yang telah umum digunakan sebelum dan pada masa Tuhan Yesus, namun demikian pemahaman Tuhan Yesus
mengenai “ekklesia” tidak diambil dari penggunaan kata tersebut di dalam konteks sosio-politik Yunani-Romawi pada waktu itu. Tuhan Yesus memberikan pemahaman yang baru tentang “ekklesia” – suatu pemahaman yang nantinya dikembangkan lebih lanjut oleh Lukas dan Rasul Paulus. Bagi Tuhan Yesus, “ekklesia” bukanlah sekedar sebuah “acara sesaat” (event) atau sebuah pertemuan sesaat; Tuhan Yesus memaknai “ekklesia” sebagai suatu “komunitas” kerajaan Allah yang dinamis, suatu kekuatan rohani yang tidak terbendung di muka bumi ini, dan suatu agen perubahan di akhir zaman.
7
Saat ini, pemahaman mengenai komunitas kerajaan Allah yang dinamis sudah diterima secara luas. Ilmuwan Perjanjian Baru yang ternama, N. T. Wright mengatakan: “Gereja pertama-tama dan pada dasarnya adalah sebuah komunitas, yaitu sekumpulan umat yang memiliki ikatan satu sama lainnya,” karena mereka 8
semua adalah kepunyaan Tuhan.”
Kekuatan apakah yang telah mengubah sekelompok murid ini menjadi sebuah komunitas kerajaan Allah yang dinamis dan memiliki kekuatan yang tidak terbendung? Semua itu karena Kuasa Roh Kudus yang telah mulai bekerja di dalam dan melalui setiap anggota “ekklesia.” Sekelompok orang yang sama, yang tadinya penuh dengan ketakutan dan lemah (lihat Yohanes 20:19) tiba-tiba muncul menjadi 9
sebuah komunitas yang berani dan penuh kuasa – yaitu gereja.
2. Gereja Menurut Kisah Para Rasul 2 Kuasa Roh Kudus tidak dinyatakan secara jelas hanya pada saat gereja dilahirkan; kuasa yang sama terus menyertai gereja di dalam segala kegiatan pelayanan yang dilakukannya dari hari ke hari. Gereja tidak hanya dilahirkan di dalam 10
11
kuasa Roh Kudus, namun selanjutnya juga bekerja di dalam kuasa yang sama.
Lukas secara terperinci menunjukkan perubahan-perubahan apa saja yang terjadi terhadap para pengikut Tuhan Yesus pada waktu itu – ketika mereka diberi kuasa untuk menjadi gereja. Beberapa contoh perubahan tersebut di antaranya adalah: •
Kasih – Kuasa Roh Kudus memenuhi komunitas yang baru (gereja) dengan
kasih agape •
Keberanian – Kasih agape ini kemudian menghasilkan “keberanian.” Gereja
menjadi sebuah komunitas yang memiliki keberanian yang tidak lagi dapat 12
dikompromikan. •
Panggilan – Mereka mengembangkan sikap yang melihat betapa pentingnya
panggilan Tuhan dan kesungguhan hati di dalam melakukannya. •
13
Persekutuan – Kasih yang tulus dan sikap yang saling memperhatikan dapat
terlihat dengan jelas melalui bagaimana orang-orang di dalam gereja berkomitmen untuk bersekutu satu dengan yang lain di setiap hari. •
14
Kemurahan Hati – Mereka menunjukkan kemurahan hati yang luar biasa. Kasih
di dalam hati mereka menuntun kepada tindakan-tindakan yang nyata, sehingga tidak ada lagi orang miskin di antara mereka.
15 16
•
Keutuhan – Umat percaya memiliki kesatuan hati dan pikiran.
•
Mukjizat – Kesaksian mereka juga diteguhkan oleh tanda-tanda ajaib. Orang-
orang memandang gereja dengan penuh hormat, sangat heran dan disertai dengan kekaguman. •
17
Pertumbuhan yang dinamis – Dari sejak hari yang pertama, gereja sudah
menjadi sebuah komunitas yang bertumbuh dengan dinamis.
18
3. Kelahiran Ekklesia Di dalam Kisah Rasul, Lukas menyimpulkan bagaimana Tuhan Yesus menjalani 40 hari terakhir pelayanan-Nya di muka bumi ini: Kepada mereka Ia menunjukkan diri-Nya setelah penderitaan-Nya selesai, dan dengan banyak tanda Ia membuktikan, bahwa Ia hidup. Sebab selama empat puluh hari Ia berulang-ulang menampakkan diri dan berbicara kepada mereka tentang Kerajaan. – Kisah Para Rasul 1:3
Selaras dengan penulis-penulis Injil lainnya, Lukas menyajikan tiga tugas utama yang dilakukan dan diselesaikan Tuhan Yesus selama 40 hari setelah kebangkitan-Nya, yaitu: •
Membuktikan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia benar-benar telah bangkit
dari kematian – sebagai dasar dari iman yang baru (1 Kor. 15:13-14) •
Menolong murid-murid-Nya untuk memiliki gambaran yang menyeluruh (“big
picture”) - Kerajaan Allah sebagai “Tujuan” •
Memercayakan Amanat Agung kepada murid-murid-Nya – “misi gereja”
Di dalam waktu 40 hari tersebut, kemungkinan pada saat-saat terakhir sebelum Ia terangkat ke surga, Tuhan Yesus menyampaikan Amanat Agung-Nya kepada 19
murid-murid-Nya. Namun demikian, Ia meminta mereka untuk “menunggu di Yerusalem” (artinya, “jangan dulu melakukan Amanat Agung tersebut) sampai Roh Kudus turun ke atas mereka, yang akan menjadi tanda dari kelahiran gereja. Orangorang yang sama, yang tadinya dikenal dengan sebutan kelompok 12, atau muridmurid Tuhan Yesus, atau pengikut Kristus – kini, oleh keajaiban baptisan Roh Kudus – 20
disebut sebagai “gereja.”
Mereka bukan lagi 12 atau 120 individu pengikut Tuhan
Yesus; mereka telah menjadi komunitas kerajaan Allah yang dinamis, yang diberi kepercayaan untuk melakukan Amanat Agung Tuhan Yesus – ekklesia.
4. Pemuridan: Tugas Utama Gereja Amanat Agung Yesus Kristus adalah wujud dari misi gereja: Menjadikan Murid. Kata kerja “menjadikan (semua bangsa) murid-Ku” (matheteuo) muncul empat kali di 21
dalam Perjanjian Baru.
Dari empat kali pemunculannya tersebut, hanya di dalam
Matius 28:19 kata kerja tersebut digunakan dalam bentuk perintah (imperative). “"Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." – Matius 28:18-20
Kata kerja perintah untuk – “menjadikan murid” di dalam Matius 28:19 merupakan tindakan yang utama dan perintah yang inti dari Amanat Agung Yesus Kristus. Matius menggunakan 3 modus partisip bersama-sama dengan kata kerja utama yang bentuknya adalah perintah tersebut, antara lain: poreuthentes (“pergi”), baptizontes (“baptis”), and didaskontes (“mengajar”). Partisip “baptis” dan “mengajar” menjelaskan bagaimana misi menjadikan semua bangsa murid-Ku dilaksanakan. Karenanya perintah tersebut dapat dibaca demikian: “Sementara engkau membaptiskan orang-orang itu, jadikanlah mereka murid-murid-Ku (membaptiskan saja tidaklah cukup dan bukan merupakan inti Amanat Agung). Sementara engkau mengajar orang-orang itu untuk taat kepada semua perintah-Ku, jadikanlah mereka semua murid-murid-Ku (mengajar saja tidaklah cukup dan bukan merupakan inti dari Amanat Agung).” Partisip pertama yang menyertai perintah “jadikan (semua bangsa) murid-Ku” (matheteusate) adalah “pergi” (poreuthentes). Partisip ini memberikan landasan bagi Amanat Agung Yesus Kristus. Kata kerja poreuomai (“pergi”) muncul 154 kali di dalam Perjanjian Baru, dan memiliki arti melakukan perjalanan – baik itu secara hurufiah maupun secara kiasan (misalnya: kematian adalah sebuah perjalanan menuju ke dunia yang lain).
22
Seperti yang telah dijelaskan di atas, gereja Yesus Kristus adalah
sebuah komunitas yang dinamis, dan bukan sekedar pertemuan yang bersifat sesaat (event); oleh karenanya proses menjadikan murid juga adalah sebuah perjalanan; pemuridan tidak terjadi hanya melalui satu peristiwa atau intervensi sesaat. Perjalanan pemuridan adalah jalur yang akan memandu orang-orang untuk
23
bertumbuh menjadi serupa dengan Kristus.
Partisip yang kedua di dalam Amanat Agung Yesus Kristus adalah baptizontes: “baptiskan” mereka di dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus. Baptisan adalah suatu peristiwa yang menunjukkan bagaimana seorang yang percaya kepada Tuhan Yesus mengindentifikasikan dirinya dengan Tuhan Yesus yang telah mati dan bangkit kembali. Di dalam konteks perjalanan pemuridan, identifikasi dengan Tuhan Yesus tersebut memimpin orang tersebut untuk mengidentifikasikan dirinya di dalam komunitas orang-orang Kristen yang juga percaya kepada Tuhan Yesus. Ketika seseorang menyatakan dirinya sebagai pengikut Yesus melalui baptisan, maka orang tersebut mendeklarasikan komitmennya untuk menjadi seorang murid Yesus – dan untuk melakukan tugas pemuridan (menjadikan murid) – sehingga tiap-tiap anggota dari komunitas tersebut akan bertumbuh menjadi semakin seperti Kristus. Modus partisip yang ketiga adalah didaskontes: “mengajar” mereka untuk taat atau melakukan setiap hal yang diajarkan/diperintahkan oleh Tuhan Yesus. Gereja diutus untuk menjadikan (semua bangsa) murid Tuhan Yesus melalui proses pendidikan (didasko).
24
Kata tersebut dapat diartikan sebagai sebuah pendekatan
yang luas terhadap proses belajar, yang fokusnya lebih dari sekedar untuk memperoleh kemampuan intelektual (akademis). Tujuan dari sebuah proses pemuridan bukanlah untuk menambahkan ilmu (informasi) tentang semua yang telah diajarkan oleh Tuhan Yesus. Sebaliknya, tujuan dari proses pemuridan adalah bagaimana ketuhanan Kristus dapat didemonstrasikan baik melalui pemikiran maupun tingkah laku dari orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus. Tujuan di atas adalah hasil yang diharapkan dari sebuah proses pemuridan, yaitu memampukan murid-murid untuk taat pada pemerintahan dan tunduk pada ketuhanan Tuhan Yesus Kristus. Karenanya, tujuan utama dari Amanat Agung Tuhan Yesus dan dengan demikian - proses pemuridan adalah pemerintahan Kristus di dalam kehidupan setiap individu umat percaya yang kemudian terpancar di dalam kehidupan bermasyarakat.
5. Kerajaan Allah: Pemerintahan Kristus di Dalam Individu Umat Percaya yang Terpancar di Dalam Keluarga, Masyarakat dan Bangsa Sebuah kerajaan adalah suatu wilayah dimana kekuasaan rajanya dihormati, dan kehendaknya terlaksana. Ada yang mengatakan bahwa di alam semesta ini terdapat 7 Milliar dan 1 (7.000.000.001) kerajaan – satu kerajaan Allah dan 7 Milliar kerajaan-kerajaan kecil dimana Tuhan memberikan pengecualian yang bersifat terbatas (dan sementara) berkaitan dengan kemahakuasaan-Nya. Di dalam wilayah pengecualian yang terbatas (dan sementara) tersebut, secara individual kitalah yang “memerintah,” hal ini sering disebut sebagai kehendak pribadi kita masing masing. Kerajaan Allah akan diperluas setiap kali kita mengambil keputusan yang selaras dengan kehendak-Nya, sang Raja – yaitu ketika kehendak-Nya terlaksana di dalam dan melalui kehidupan kita. Tanda yang nyata dari kehendak-Nya – adalah relasi (relationship) yang dimotivasi dan diwarnai oleh kasih akan Tuhan dan sesama – hal ini dapat dianggap sebagai manifestasi atau “tanda” dari pemerintahan Kristus di dalam kehidupan umat percaya. Pemuridan bertujuan untuk memproduksi orang-orang yang secara holistis (utuh) ingin untuk terus-menerus belajar/bertumbuh, dengan komitmen kepada dan ke arah ketuhanan Yesus Kristus, serta dimampukan oleh niat sungguh untuk perubahan yang terus-menerus ke arah keserupaan dengn Kristus. Pemuridan adalah sebuah proses dinamis dari pertumbuhan pribadi yang holistis, dengan dan melalui komunitas kerajaan Allah (gereja). Pemuridan terjadi di dalam konteks, dan dengan tujuan untuk memperluas pemerintahan Tuhan (ketuhanan Kristus) di dalam kehidupan individu-individu, demikian juga di dalam komunitas yang lebih luas. Gereja lokal adalah tanda dari kerajaan Allah dimana pemerintahan Tuhan dinyatakan dengan sangat jelas di dalam kehidupan para anggotanya. Ketika karakter dan pikiran Kristus semakin hebat manifestasinya di dalam kehidupan tiap-tiap murid, etika kerajaan Allah juga akan semakin nyata dalam memengaruhi mereka di dalam berelasi dengan orang lain dan di dalam berinteraksi dengan unsur-unsur lainnya di dunia ini.
25
Tugas utama gereja dan satu-satunya strategi yang “diamanatkan” oleh Tuhan
Yesus adalah untuk menjadikan (semua bangsa) murid-murid-Ku. Di dalam Amanat Agung-Nya, Tuhan Yesus tidak memerintahkan gereja untuk “terlibat di dalam pemuridan dan menolong orang miskin,” atau untuk “memuridkan dan merawat lingkungan,” atau untuk “memuridkan dan terlibat di dalam isu-isu kemasyarakatan.” Kristus sangat memperhatikan orang-orang miskin, segala ciptaan-Nya, dan juga isuisu kemasyarakatan, namun demikian tidak ada tambahan apa-apa yang dilekatkan kepada Amanat Agung Tuhan Yesus. Hal ini dikarenakan pada dasarnya tugas pemuridan (menjadikan murid) sudah mencakup semua aspek di atas. Tujuan akhir dari “menjadikan murid” adalah “Kerajaan Allah”, yaitu pemerintahan Tuhan Yesus di dalam diri setiap manusia dan yang tercermin melalui keluarga, masyarakat dan bangsa. Proses pemuridan pada dasarnya adalah suatu proses yang holistis. Tuhan Yesus tidak mengutus gereja untuk memberantas kemiskinan; Ia berkata kepada gereja untuk memuridkan (bangsa-bangsa). Namun demikian, melalui proses pemuridan, kemiskinan sudah seharusnya turut diberantas; karena kerajaan Allah itu pertama-tama diperluas dalam hati para pengikut Yesus, dan kemudian melalui 26
pelayanan mereka kepada dunia ini.
Perhatikanlah apa yang dikatakan oleh Christopher Sugden di dalam Radical Discipleship: Kedewasaan Kristen mencakup kemanusiaan kita yang utuh. Kita sering mempersempit arti kedewasaan Kristen menjadi sekedar kegiatankegiatan “rohani” seperti: doa dan pembacaan Alkitab, penginjilan pribadi, pelayanan Kristen dan keterlibatan aktif dalam kelompokkelompok utusan Injil. Kita telah mengabaikan tujuan dan motivasi dalam karir dan pekerjaan, bagaimana bersikap terhadap masyarakat dan isu-isu sosial, kebersamaan dengan orang lain dalam bersekutu dan berbagi, bagaimana mempraktikkan kemurahan hati dan kerelaan untuk menolong orang-orang yang kurang beruntung.27
Kabar Baik (Injil) yang dibawa oleh Tuhan Yesus Kristus adalah sesuatu yang diproklamasikan secara verbal dan ditunjukkan melalui perbuatan nyata, jika tidak demikian, maka Injil tersebut bukanlah kabar baik. Kabar Baik tersebut harus mencakup pribadi yang utuh dan kemanusiaan yang menyeluruh. Pemisahan Injil antara hal-hal yang bersifat rohani dan hal-hal yang bersifat sosial adalah dikotomi yang keliru. Dietrich Bonhoeffer, seorang teolog Jerman, menulis dari dalam penjara di
kamp konsentrasi Flossenbürg pada masa Perang Dunia ke-2: “Gereja hanya akan 28
menjadi gereja, jika keberadaannya adalah untuk melayani orang-orang lain.” Lebih jauh, kami menyatakan bahwa gereja akan sungguh-sungguh menjadi (berfungsi sebagai) sebuah gereja hanya jika ia merupakan sebuah komunitas dinamis yang memuridkan. Definisi ini menjelaskan pemahaman alkitabiah tentang apa itu gereja dan apa yang seharusnya dilakukan oleh (fungsi dari) gereja. Sebuah kata-kata bijak Afrika di masa yang lampau mengatakan, “Peran serta seluruh desa dibutuhkan di dalam membesarkan seorang anak” (“It takes a village to raise a child”). Selaras dengan pernyataan itu, kita dapat mengatakan bahwa peran serta seluruh anggota gereja diperlukan di dalam menuntun seseorang menjadi murid Kristus yang sejati (“It takes a church to raise a disciple”). Amanat Agung Tuhan Yesus tidak diberikan kepada individu-individu Kristen secara perorangan; Amanat Agung Tuhan Yesus adalah pekerjaan Roh Kudus melalui gereja-Nya. Seorang individu Kristen dapat dipakai oleh Roh Kudus untuk memimpin seseorang lain menerima Tuhan Yesus sebagai juruselamatnya, namun demikian seluruh gereja – komunitas (yang berpusat pada) Kristus, keluarga Allah – harus terlibat di dalam memimpin orang tersebut menjadi murid Kristus yang dewasa. Seorang Kristen mungkin saja dapat menolong orang Kristen lain untuk bertumbuh di dalam perjalanan kehidupan rohaninya, namun demikian tempat yang paling baik (ideal) untuk terjadinya sebuah proses pemuridan yang efektif dan holistis adalah di dalam konteks komunitas murid Tuhan Yesus – gereja lokal. Kepemimpinan dan struktur dari sebuah gereja lokal harus dirancang sedemikian rupa supaya proses transformasi dari tiap-tiap jemaatnya untuk menjadi orang percaya yang dewasa dan serupa dengan Kristus dapat berlangsung secara berkesinambungan. Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajarpengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus. — Efesus 4:11-13
Gereja-gereja seharusnya menjadi tempat dimana umat Allah dapat diperlengkapi untuk tugas pelayanan. Tugas pelayanan inilah yang akan memperkuat tubuh Kristus dan mendorong terjadinya transformasi dan pertumbuhan di dalam
kehidupan tiap-tiap individu anggota gereja. Tanpa keterlibatan di dalam pelayanan, pertumbuhan kerohanian baik itu secara individual maupun di dalam konteks komunitas umat percaya akan sangat terbatas. Seperti yang dikatakan oleh Rasul Paulus di dalam surat Efesus, ketika seluruh anggota tubuh ikut melayani, dan setiap bagian mengerjakan tugas dan tanggung-jawabnya, maka tubuh itu semakin diperkuat dan dibangun.
29
Gereja lokal yang adalah sebuah komunitas dinamis yang bergerak dengan penuh kuasa ilahi dalam memperluas kerajaan Allah setiap hari – tujuh hari dalam 30
seminggu. Tragisnya, di berbagai belahan bumi, proses transformasi yang seharusnya berlangsung terus-menerus (setiap hari) tersebut telah diubah menjadi sekedar satu pertemuan (event) di hari Minggu. Gereja yang seharusnya berbentuk komunitas yang dinamis kini telah direduksi bentuk dan fungsinya menjadi sekedar ibadah hari Minggu. Tanpa sadar Gereja telah memaknai kata ekklesia sebagaimana kata ini dipakai di dunia sekuler pada zaman sebelum Kristus, dimana ekklesia diartikan sebagai sekadar pertemuan (event) sosial. Tuhan Yesus memiliki pemikiran yang berbeda. Tuhan Yesus memanggil gereja-Nya untuk menjadi komunitas yang dinamis, yang membangun kerajaan Allah, dan yang memuridkan.
6. Gereja: Gerakan yang Tidak Dapat Dibendung Gereja adalah sebuah gerakan/kekuatan yang tidak terbendung – kekuatan paling dahsyat di atas muka bumi ini, ia bahkan dirancang untuk menang atas kuasa alam maut. Gereja adalah satu-satunya rencana dan pola yang ditetapkan oleh Tuhan untuk memperluas kerajaan-Nya. Dan tidak ada rencana cadangan (rencana alternatif/rencana lainnya – Plan B). Gereja adalah suatu komunitas yang dinamis, progresif dan melakukan tugas transformasi di dalam memperluas kerajaan Allah. Gereja adalah alat yang dipilih, didirikan dan dibangun oleh Tuhan untuk menyelesaikan maksud-Nya di dalam memulihkan kerajaan-Nya. Gereja adalah satusatunya lembaga yang didirikan oleh Tuhan Yesus Kristus. “Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku (ekklesia) dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.” — Matius 16:18-19
Tuhan Yesus sendiri adalah Pendiri, Perancang, dan Pribadi, yang oleh kuasa Roh Kudus, membentuk dan membangun gereja. Melalui Roh Kudus-Nya, Tuhan Yesus adalah Pribadi yang terus menerus membangun, mendewasakan, dan memberanikan gereja-Nya di mana-mana dan di sepanjang sejarah. Bertambah 31
limpahnya kehidupan dan kerajaan Allah memiliki implikasi pada semakin lemah dan kerdilnya kerajaan kematian dan kegelapan. Jadi Gereja dalam hakikinya, sesungguhnya merupakan ancaman yang sangat serius terhadap alam maut (hades) dan kerajaan neraka (sheol). Tuhan Yesus berjanji bahwa pintu gerbang neraka (alam maut) sekalipun tidak akan sanggup untuk menahan, apalagi mengalahkan komunitas spiritual yang dinamis ini. Tuhan Yesus juga menyatakan bahwa gereja akan memiliki kunci kerajaanNya, dan itu berarti bahwa gereja memiliki jalur langsung yang tidak terbatas untuk menghampiri tahta Kerajaan Allah. Dengan hak istmewa yang luar biasa ini, gereja bergerak di dalam otoritas dan kuasa Tuhan. Dengan melihat betapa besarnya tugas misi gereja, dan betapa seriusnya ancaman yang diberikan oleh gereja bagi kerajaan neraka, gereja tidak akan berhasil untuk menunaikan tugasnya jika ia hanya bekerja dengan cara-cara manusia dan mengandalkan kekuatan manusia semata. Gereja di dalam Kisah Rasul 2 telah meletakkan satu standar tentang apa
32
artinya bergerak dan melayani dengan kekuatan Tuhan. Dimulai di Yerusalem, gereja berkembang dan meluas secara cepat, dan dalam waktu kurang dari 300 tahun telah banyak mengubah hidup manusia di kekaisaran Romawi dan bahkan juga di luar wilayah itu. Sekarang ini, sepeti pada masa itu, gereja juga diberi kuasa dan kekuatan oleh Tuhan untuk menghadapi tantangan-tantangan yang ekstrim dan untuk menang melawan musuh-musuh yang datang dengan silih berganti. Sekarang ini, seperti pada waktu itu, gereja diutus untuk mewarnai segala aspek dalam kehidupan manusia dan semua sektor dalam kehidupan bermasyarakat. Gereja didirikan di atas “batu karang,” yaitu pengakuan Petrus bahwa Tuhan Yesus adalah Mesias yang telah lama dinanti-nantikan. Itulah landasan yang kita miliki: teguh dan tidak tergantikan. Komunitas kerajaan Allah yang dinamis ini, sekarang ini, seperti pada masa pembentukannya, telah diperlengkapi dengan kuasa, otoritas dan tuntunan dari Tuhan melalui Roh Kudus yang diam di dalamnya. Fungsi transformasi yang dimiliki gereja tidaklah terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan transformasi internal. Tubuh Kristus itu ada bukan untuk dirinya sendiri, tetapi sebagai alat untuk pekerjaan Tuhan di dunia ini. Para pemimpin memiliki tanggung jawab untuk memperlengkapi umat Tuhan supaya mereka terlibat aktif di dalam melakukan pelayanan di tengah-tengah masyarakat. Semua jenis kegiatan yang dilakukan di dalam gereja harus mewarnai bagaimana komunitas kerajaan Allah memenuhi pangilannya dalam memancarkan Kristus di tengah-tengah masyarakat. Di manakah posisi gereja ketika diperhadapkan dengan usaha-usaha global pemberantasan kemiskinan, korupsi, ketidak-adilan, konflik-konflik rasial, berbagai wabah penyakit, dan banyak isu-isu pelik yang belum terpecahkan? Adakah peran gereja dalam ikut menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi di berbagai belahan dunia ini? Apakah Tuhan Yesus pada waktu itu merancang gereja untuk siap di dalam menghadapi isu-isu global yang bukan saja banyak, tetapi juga bersifat kronis? Gereja memiliki sejarah yang panjang dan mulia di dalam keterlibatannya untuk memberantas penyakit-penyakit sosial di masyarakat dan juga di dalam perannya menjadi kekuatan yang menghasilkan perubahan yang positif di dalam masyarakat. Gereja menurut Kisah Rasul 2 dicirikan oleh keterlibatannya di dalam memerhatikan dan melayani para janda dan yatim piatu. Oleh karena kemurahan
mereka, gereja dikenal sebagai kelompok yang tidak lagi memiliki “orang-orang miskin” di dalam komunitasnya.
33
Para Rasul mengutus “orang yang penuh dengan kasih karunia dan kuasa Allah,” yaitu “yang telah melakukan berbagai mukjizat dan tanda-tanda ajaib” untuk memimpin gereja memenuhi tanggung jawab sosialnya di masyarakat. Tugas ini bukanlah mandat kelas 2; tanggung jawab ini sangat penting bagi misi gereja mulamula. Pada kenyataannya, karena sedemikian efektifnya pelayanan holistis yang dilakukan oleh gereja pada abad ke-2, bahkan Julian (kaisar penyembah berhala terakhir di kekaisaran Romawi) melihat gereja sebagai ancaman yang sangat besar terhadap sistem keagamaan dan kekuasaan Romawi. Julian menuliskan: “Orang-orang Galilea yang tidak beragama ini (orang-orang Kristen) tidak saja memberi makan saudara-saudara mereka yang miskin, tetapi juga orang-orang kita yang miskin; mereka membuka diri dengan kasih agape, orang-orang menjadi tertarik kepada mereka seperti anak-anak kecil sangat tertarik pada kue….. Ketika imam-imam penyembah berhala mengabaikan orang-orang miskin, orang-orang Galilea yang kita benci itu dengan sungguh-sungguh mengabdikan diri di dalam pekerjaan sosial; dan dengan menunjukkan belas kasihan yang salah, mereka telah membangun dan memberi dampak dari kesalahan-kesalahan yang seharusnya merusak. Perhatikan perjamuan-perjamuan kasih mereka. Meja-meja mereka ditawarkan untuk orang-orang miskin. Kegiatan semacam ini sangat umum bagi mereka; dan merendahkan tuhan kita.”34
Gereja diutus untuk tidak memisahkan diri dari dunia ini dan justru seharusnya terlibat di dalam usaha pemulihan dari segala hal. Untuk menyelesaikan tanggung jawab tersebut, gereja hanya memiliki satu strategi: mandat pemuridan yang menyeluruh dan holistis. Melalui pemuridan yang holistis, orang-orang akan terhubung dengan sumber dari mana kuasa itu berasal – Sang Pencipta – melalui Tuhan Yesus Kristus dan persekutuan dengan Roh Kudus. Melalui pemuridan yang holistis, gereja dimampukan untuk mendemonstrasikan kasih yang sejati: agape – yaitu kasih yang rela berkorban dan tanpa syarat, dan yang menyembuhkan dan memulihkan relasi-relasi yang rusak/putus. Melalui pemuridan yang holistis, orangorang miskin dan mereka yang tertindas dimampukan untuk meraih potensi sesuai dengan yang telah diberikan Tuhan di dalam diri mereka, serta menjadi garam dan terang bagi masyarakat dan bangsa-bangsa. Ketika etika kerajaan Allah mewarnai tingkah laku dari mereka yang terlibat di dalam proses pemuridan yang holistis, maka harkat dan martabat manusia dipulihkan. Proses pemuridan ini memberi dampak
bagi masyarakat yang lebih luas dengan kesembuhan dan pengampunan.
7. Proses Menjadikan Murid Adalah Sebuah Perjalanan Sesuai Matius 28, kelompok masyarakat yang perlu dilibatkan di dalam Amanat Agung Tuhan Yesus, atau proses pemuridan adalah ta ethne (semua orang), termasuk di dalamnya orang-orang dari berbagai bangsa, dari semua kepercayaan agamawi dan dari semua tingkat usia. Tuhan tidak membatasi lingkup dari orang-orang yang perlu untuk dilibatkan dalam proses pemuridan hanya sebatas dinding gereja atau keanggotaan gereja semata. Pada kenyataannya, Amanat Agung Tuhan Yesus percaya bahwa proses pemuridan itu seharusnya dimulai di luar tembok-tembok gereja. Pemuridan adalah sebuah proses transformasi untuk membawa mereka yang jauh dari Kristus untuk mendekat kepada-Nya, dan pada akhirnya menjadi seperti Kristus. Pemuridan adalah sebuah proses yang menolong orang-orang untuk bertumbuh menuju kedewasaan, keutuhan dan secara bertahap menjadi semakin seperti Tuhan Yesus. Utamanya, pemuridan adalah sebuah proses pertumbuhan – bukan suatu program – yang menyangkut relasi seseorang dengan Tuhan, dengan orang lain dan dengan dirinya sendiri (tidak sekadar pengetahuan umum yang tersimpan di kepala). Pemuridan adalah sebuah perjalanan bersama dari suatu komunitas dan bukan sekedar sebuah perjalanan yang dilakukan hanya oleh seorang diri saja; dan akhirnya pemuridan adalah sebuah perjalanan bersama melalui keteladanan dan pendampingan lebih dari sekedar pengajaran yang diberikan oleh seorang guru kepada muridnya, yang biasa terjadi di ruang kelas. Contoh pemuridan yang dilakukan oleh Tuhan Yesus terjadi dalam konteks kehidupan sehari-hari sepanjang minggu (tidak hanya pada hari Minggu pagi atau Rabu sore saja), dan pada umumnya proses ini terjadi di luar tembok-tembok gereja. Prinsip yang paling penting adalah bahwa seseorang itu hanya dapat bertumbuh semakin serupa dengan Kristus, jika ia menolong orang lain untuk bertumbuh menjadi semakin serupa dengan Kristus. Singkatnya, seorang murid adalah seseorang yang juga memuridkan – yaitu seseorang yang dengan sungguh-sungguh melakukan perintah tuannya dan mengikuti langkah tuannya di dalam menolong orang lain untuk bertumbuh secara holistis di dalam Tuhan – dan menjadikan hal tersebut di atas sebagai prioritas kehidupannya dari hari ke hari. Pemuridan itu lebih dari sekadar program.
Pemuridan adalah suatu proses. Pemuridan itu lebih dari sekadar memperkaya diri dengan ilmu dan pengertian kognitif yang memuaskan otak semata. Pemuridan lebih terfokus dalam memperkaya kualitas relasi (relationship) seseorang dengan Tuhan dan orang-orang lain. Pemuridan itu lebih dari sekadar menyampaikan materi pengajaran. Pemuridan adalah meneladani keserupaan dengan Kristus: “Teladanilah Aku” “Ikutlah Aku…” (bukan untuk mempertontonkan tingkah laku yang sempurna, tetapi menunjukkan kualitas relasi kita dengan Tuhan dan orang lain). Pemuridan itu lebih dari sekadar interaksi antara satu orang mentor dan satu orang yang dibimbing atau antara satu individu dengan individu lainnya. Pemuridan adalah suatu proses yang dilaksanakan di dalam konteks sebuah komunitas.
Pemuridan itu lebih dari sekadar program atau proyek sekuensial dan linear, dimana pertumbuhan selalu dianggap sejajar dengan kurikulum yang sudah dilewati. Pemuridan adalah sebuah proses perjalanan yang terus-menerus dan dinamis (non-linear). Pemuridan itu lebih dari sekadar sebuah konsep linear yang menyatakan bahwa “Anda telah menyelesaikan satu tahap dan telah lulus” dari satu tingkat ke tingkat selanjutnya. Pemuridan adalah sebuah proses yang dibangun di atas konsep dimana Anda bertumbuh sembari Anda menolong orang lain untuk bertumbuh; suatu proses yang berlangsung secara berkesinambungan. Pemuridan itu bukanlah sebuah proses yang berpusat pada diri sendiri: “Saya akan menolong orang-orang lain setelah saya menolong diri saya sendiri” atau “Saya akan hidup bagi orang-orang lain tetapi nanti.” Pemuridan adalah sebuah proses yang berpusat pada orang-orang lain: “Saya hidup untuk melayani orang-orang lain.” Pemuridan itu lebih dari sekadar suatu peristiwa sesaat; misalnya kegiatan mingguan belajar firman Tuhan (Bible Study). Pemuridan adalah sebuah proses yang terjadi dari hari ke hari sepanjang hidup. Pemuridan itu lebih dari sekadar apa yang kita lakukan kepada orang-orang lain. Pemuridan adalah apa yang kita lakukan untuk dan bersama dengan orang-orang lain. Pemuridan itu memiliki fokus yang lebih dari sekadar untuk mencapai target pelipatgandaan atau strategi pertumbuhan layaknya di dunia bisnis. Pemuridan adalah sebuah proses yang fokusnya adalah ketaatan. Pemuridan itu lebih dari sekadar kegiatan yang diperuntukkan hanya untuk orang-orang dewasa saja. Pemuridan adalah sebuah proses yang dimulai dari usia dini. Yang pasti, usia 11 tahun tidaklah
terlalu muda untuk seseorang mulai memuridkan teman-teman atau adik-adiknya. Pemuridan itu lebih dari sekadar tugas menyelesaikan sebuah kurikulum, buku panduan atau tugas-tugas pekerjaan rumah lainnya. Pemuridan adalah sebuah proses menolong orang-orang lain menyadari potensi mereka dan bagaimana mereka dapat menjadi yang terbaik dalam rancangan Tuhan yang khusus (unique) bagi tiap mereka. Pemuridan itu berisi lebih dari sekadar hal-hal yang bersifat “rohani” semata. Pemuridan pada dasarnya adalah suatu proses yang bersifat holistis. Pemuridan itu melakukan pendekatan yang lebih dari sekedar kegiatan mengajar, belajar mandiri, menyelesaikan buku kerja dan diskusi kelompok. Pemuridan adalah suatu proses yang pendekatannya bersifat holistis di dalam kehidupan nyata dari hari ke hari: pengalaman-pengalaman dipakai oleh Tuhan, pengalaman-pengalaman rohani bersama Tuhan, dan relasi serta interaksi dengan orang-orang lain di dalam komunitas turut memberikan kontribusi dalam sebuah proses pemuridan.
8. Anak-Anak, Remaja dan Kaum Muda: Mesin Penggerak Gereja Teori psikologi pertumbuhan yang dikembangkan oleh Erikson menyimpulkan bahwa ada perubahan yang nyata di dalam pertumbuhan seseorang ketika ia memasuki usia remaja (11-18 tahun). Sebelum memasuki masa remaja, pertumbuhan seorang anak sangat ditentukan oleh apa yang dilakukan atau diberikan oleh orang lain (yang lebih dewasa) kepada anak tersebut; pada saat mulai menginjak remaja, pertumbuhan seseorang sangat tergantung pada apa yang remaja tersebut lakukan. Pada tahapan masa usia ini, para remaja biasanya mulai mengembangkan loyalitas dan kekaguman terhadap nilai-nilai ideal, prinsip-prinsip yang mulia, dan juga 35
terhadap teman-temannya.
Baru-baru ini Grup Barna meneliti berbagai alasan mengapa orang-orang muda Kristen di Amerika meninggalkan gereja; fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui alasan dari mereka yang pada awal masa remaja rajin datang ke gereja, tetapi kemudian terhilang dari gereja setelah melewati usia 15 tahun. Penelitian ini mengungkapkan bahwa alasan yang paling utama mengapa anak-anak muda meninggalkan gereja adalah karena pendekatan gereja terhadap kaum remaja dan pemuda yang over-protective, sedemikian sehingga gereja tidak memberikan ruang kepada para remaja untuk belajar melayani dan memuridkan – karena khawatir 36
mereka akan membuat kesalahan.”
Pada pertemuan global 4/14 di New York tahun 2010, Pendeta C. B. Samuel dari India menyampaikan bahwa remaja-remaja Kristen sangat membutuhkan suatu keteladanan dan nilai-nilai ideal yang harus mereka capai – sesuatu yang membuat hidup dan mati mereka menjadi berharga – namun sayangnya gereja justru terusmenerus memberikan kepada mereka berbagai macam bentuk hiburan. Gerejagereja berpikir bahwa para remaja meninggalkan gereja karena maraknya XBox dan berbagai jenis hiburan lainnya yang tersedia bagi para remaja dan anak; karenanya untuk bersaing melawan berbagai hiburan di luar gereja, lebih banyak lagi sumber daya yang diinvestasikan untuk menyediakan hiburan di dalam gereja – sayangnya perginya anak-anak muda dari gereja tetap berlangsung terus. Apa yang dibutuhkan oleh anak-anak dan remaja adalah secara pribadi terhubung dengan nilai-nilai ideal, prinsip-prinsip yang mulia, dan tantangan-tantangan yang berharga; untuk menjadi sesuatu dorongan kekuatan yang mereka percayai dapat mengubah dunia.
Baru-baru ini Pemimpin Katolik Marawi, Uskup Edwin de la Peña dari San Juan, Filipina, mendorong anak-anak dan orang-orang muda untuk terlibat di dalam kegiatan-kegiatan misi yang dilakukan oleh gereja: ‘Hai orang-orang muda dan anak-anak, Anda memiliki tenaga, semangat, keberanian dan kemampuan untuk mengambil risiko bertindak dan mengatakan, ‘kami ingi berada di kapal itu juga; kami ingin bersama-sama dengan Tuhan Yesus dan menjawab tantangan misi,‘ demikianlah yang dikatakan oleh de la Peña, yang juga menjabat sebagai Ketua dari Utusan Episkopal untuk Misi dari Persekutuan Uskup-Uskup Katolik di Filipina (Episcopal Commission on Mission of the Catholic Bishops Conference di Filipina). Uskup de la Peña juga mengatakan kepada orang-orang muda bahwa sebagai masa depan bangsa, maka sekarang adalah waktu yang tepat bagi mereka untuk mengambil kesempatan terlibat secara aktif dalam misi gereja. (Berita CBCP, Senin, 11 Pebruari 11, 2013).37
9. Manajemen Kerajaan Allah: Mengabaikan Tuaian yang Lebih Besar Pernyataan Dr. Bryant Myers yang menunjukkan bahwa 85 persen dari orangorang di Amerika Serikat yang mengambil keputusan untuk mengikut Kristus, 38
mengambil keputusan tersebut sebelum mereka menginjak usia 18 tahun secara umum dikuatkan oleh hasil penelitian George Barna dalam bukunya Transforming Children into Spiritual Champions.
39
Meskipun penelitian global mengenai fenomena
ini belum ada, Dan Brewster berhasil melihat kecenderungan yang sama juga terjadi 40
di berbagai belahan dunia yang lain.
Pada tahun 1990-an, sebuah survei dilakukan terhadap ratusan kelompok Kristen yang berbeda yang berasal dari latar belakang non-Kristen. Setidaknya 70 persen dari mereka yang ikut serta di dalam survei tersebut menyatakan bahwa orang yang paling berjasa dalam menuntun mereka bertemu dengan dan percaya kepada 41
dengan Tuhan Yesus adalah teman-teman Kristen mereka pada waktu itu.
Penelitian yang dilakukan oleh Myers, Barna, dan Brewster semuanya menuntun kita kepada satu kesimpulan. Tingkat keterbukaan dan penerimaan terhadap iman Kristen di antara anak-anak, ditambah dengan peran penting temanteman di dalam menyaksikan Kristus kepada mereka yang belum percaya, menjadikan anak-anak dan remaja Kristen sebagai sumber daya yang paling penting di dalam pekerjaan misi selama bertahun-tahun di masa yang lalu. Singlehurst mengatakan bahwa 3 tahun pertama perjalanan kita sebagai orang Kristen adalah tahun-tahun yang paling produktif bagi pekerjaan misi. Ketika pertama kali kita bertobat, kita pasti masih memiliki banyak teman yang belum percaya, karenanya kita memiliki kesempatan yang berharga untuk menyaksikan “Kebenaran” kepada mereka. Namun demikian, setelah beberapa tahun menjadi Kristen, kita akan tenggelam di dalam budaya orang-orang Kristen pada umumnya, dimana temanteman non-Kristen yang kita miliki menjadi semakin hari semakin sedikit. Tingkat pertobatan di antara anak-anak berusia 4 hingga 14 tahun adalah 70 persen. Jika anak-anak dan remaja yang baru bertobat ini tidak didorong untuk menyaksikan iman Kristen kepada teman-teman mereka hingga mereka mencapai usia dewasa (dimulai dari usia 18 tahun) – yaitu pada saat mereka memiliki semakin sedikit teman
42
non-Kristen – maka gereja telah secara sengaja membuang-buang tahun-tahun dimana sesungguhnya pemuridan dapat terjadi dengan sangat produktif.
10. AKU ADALAH Penjaga Saudaraku Gereja di berbagai belahan dunia kehilangan begitu banyak anak muda ketika mereka memulai kehidupan di kampus; karena anak-anak muda ini tidak diberi kesempatan untuk bertumbuh di dalam perjalanan pemuridan dalam masa remaja mereka; dan karena mereka tidak didorong atau diberi kesempatan untuk memuridkan orang-orang lain dan menolong orang-orang lain untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan generasi ini adalah dengan melibatkan mereka di dalam proses pemuridan, dan bekerja bersama mereka untuk melayani orang-orang dan masyarakat (komunitas) di sekitar mereka. Hari-hari ini, anak-anak muda dan para remaja menunggu untuk menerima inspirasi, ditantang, dan dimampukan untuk dipakai oleh Tuhan guna menolong teman-teman mereka (saudara dan saudari mereka) agar bertumbuh menjadi semakin serupa dengan Kristus. Melalui perjalanan pemuridan ini, para remaja dan pemuda ini kemudian juga berdampak bagi terjadinya transformasi di antara keluarga-keluarga dan masyarakat di sekitar mereka. Penyebaran dosa dimulai dari sikap “mementingkan diri sendiri” (tercermin dari jawaban Kain terhadap pengharapan Tuhan, “Apakah aku penjaga saudaraku?” – Kej. 4:9). Inti dari proses pemuridan adalah kasih “agape” yang tidak mementingkan diri sendiri, yang akan mampu untuk menghentikan “penyebaran” dosa melalui semangat dan sikap yang “tidak mementingkan diri sendiri” (“Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya” – Yoh. 13:1; dan juga 1 Yoh. 3:16). Jika gereja-gereja lokal di seluruh dunia mulai menginspirasi, menantang dan memampukan setiap anak berusia 11-18 tahun untuk menjadi “penjaga” saudara dan saudari mereka dengan cara menolong teman-teman mereka menjadi manusia yang lebih baik, dengan bertumbuh menjadi semakin serupa dengan Kristus; dimana upaya ini disertai dengan komitmen untuk mendoakan dan mengasihi mereka dengan sungguh-sungguh, maka melalui para remaja ini, gereja sudah berhasil mempersempit ruang gerak dan penyebaran dosa. Sehingga pada akhirnya kemuliaan Tuhan akan bersinar di tengah-tengah masyarakat melalui anak-anak,
remaja dan kaum muda.
1
L. Coenen, “Church, Synagogue,” dalam New International Dictionary of New Testament Theology, Grand
Rapids, Mich.: Zondervan (1986), 291. 2 3 4 5 6 7 8 9
Kisah Rasul 19:32, 39, 41 1 Korintus 1:2 1 Tesalonika 1:1 Lihat Efesus 1:22 dan Kolose 1:24 Matius 16:18; 18:17 Matius 16:18 N.T. Wright, Simply Christian, San Francisco: Harper San Francisco (2006), 210. Kisah Rasul 4:8-13
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Kisah Rasul 1:8; 2:2-4 Kisah Rasul 2:43; 3:12; 4:7, 30, 33; 5:12 Kisah Rasul 2:36; 4:13, 31 Kisah Rasul 5:29 Kisah Rasul 2:42, 46 Kisah Rasul 2:45; 4:34 Kisah Rasul 4:32 Kisah Rasul 2:7, 43; 3:10; 5:11 Kisah Rasul 2:41, 47; 4:4; 6:1, 7 Kata benda “murid” (mathetes) biasa muncul di dalam kitab-kitab Injil dan Kisah Para Rasul, namun
demikian tidak pernah muncul di bagian Perjanjian Baru lainnya. Kata ini muncul 73 kali dalam Injil Matius, 46 kali dalam Injil Markus, 37 kali dalam Injil Lukas. Markus dan Lukas menggunakan kata tersebut secara khusus untuk menjelaskan dua belas murid Tuhan Yesus, sedangkan Matius menggunakan kata tersebut dalam konteks yang lebih luas; Matius menggunakan kata tersebut juga untuk menjelaskan 12 murid Tuhan Yesus, namun tidak membatasinya hanya untuk pengertian itu. 20 21 22 23 24
Kisah Rasul 1:5 Kisah Rasul13:52; 27:57; 28:19; Acts 14:21 Strong’s Exhaustive Concordance of the Bible, Greek, 4198, www.strongsnumbers.com/greek/4198.htm. Efesus 4:12-13 Ini adalah bentuk yang diperpanjang (causative) dari kata kerja utama dao (belajar), mengajar (dalam aplikasi
yang sama dalam konteks yang luas). Strong’s Exhaustive Concordance of the Bible, Greek, 1321, www.strongsnumbers.com/greek/1321.htm. 25 26 27 28 29
Filipi 2:1-9 Kisah Rasul 4:34 Christopher Sugden, Radical Discipleship, Basingstoke, England: Marshall, Morgan and Scott (1981), 128. Dietrich Bonhoeffer, Letters and Papers From Prison, New York: Macmillan Publishing (1971). Efesus 4:16
30 31 32 33 34
Kisah Rasul 2:46-47 Yohanes 10:10 Kisah Rasul 2:43; 3:12; 4:7, 30, 33; 5:12 Kisah Rasul 4:34 Kaisar Julian, Epistle to Pagan High Priests, www.christianpost.com/news/changing-culture- a-study-in-
cultural-engagement-part-4-47644. 35 36
Erikson, E.H. Identity: Youth and Crisis. New York: Norton. 1968. David Kinnaman, You Lost Me: Why Young Christians are Leaving Church and Rethinking Church. Grand
Rapids, Michigan: Baker Books, 2011. 37
Kekuatan-kekuatan di luar gereja sering mengenali kebutuhan-kebutuhan dan potensi-potensi yang dimiliki
oleh remaja dan anak-anak muda lebih baik dibandingkan dengan gereja itu sendiri. NAZI mendirikan Hitler Youth pada tahun 1922 dengan 1000 orang anggota pada tahun pertama. Pada tahun ketiga, jumlah anggotanya bertumbuh menjadi 5000; dan pada tahun 1933 keanggotaannya mencapai 2,3 juta. Scott C. Todd, Fast Living: How the Church will End Extreme Poverty. Colorado Springs: Compassion International, 2011: 210. 38
Bryant Myers, “The State of the World’s Children: A Cultural Challenge to the Christian Mission in the 1990’s.”
Esai yang disampaikan pada Retreat Eksekutif EFMA, 1992. 39 40 41
George Barna, Transforming Children into Spiritual Champions. Ventura, California: Regal, 2003. Dan Brewster, “The 4/14 Window: Child Ministries and Mission Strategy” (2010). 30 persen sisanya percaya kepada Kristus melalui membaca berbagai literatur, mendengarkan siaran radio,
kotbah-kotbah penginjilan, mimpi atau penglihatan akan Tuhan Yesus, dan cara-cara lainnya. Lihat: Laurence nd
Singlehurst, Sowing, Reaping, Keeping. 2 Ed. Nottingham: Inter-Varsity Press, 2006. Hal. 39. 42
Ibid Hal. 40.