Coffee Break : Kegalauan Raya
Semesta meminum coklat panasnya dengan pelan. Coklatnya masih sangat panas. Orang-orang diluar berlalu lalang tidak memperdulikan terik sinar matahari. Semesta juga tidak keberatan dengan sinar matahari yang berhasil membuat kemejanya basah. Semesta memperhatikan langit biru yang tanpa awan. Senyuman kecil melintas di wajahnya yang manis. Semesta teringat akan dirinya jika dia melihat langit tanpa awan. Langitnya biru. Semesta sangat menyukainya. Langit biru tanpa awan itu sangat tenang. Jelas terlihat ketenangannya dan kedamaiannya. Tidak ada batas. Semakin dilihat semakin terhanyut akan kedamaian dan ketenangannya sehingga melupakan hiruk pikuk sekitarnya. Tapi Semesta juga sangat takjub ketika langit biru itu tertutup oleh awan hitam. Petir silih berganti dengan kilatannya. Langit dibalik awan hitam itu masih tenang dan damai. Kita tidak bisa melihat birunya karena si awan hitam. Tapi langit biru tetap tenang. Dia tidak peduli jika orang-orang salah mengertinya. Dia tidak mempermasalahkan awan hitam yang menutupinya. Merusak imagenya. Dia membiarkan apapun untuk lewat diruangnya. Mungkin langit biru begitu luas dan mengerti
dirinya sebagai langit biru. Atau langit biru mengerti apapun yang lewat diruangnya, apapun itu, pasti akan berlalu. Semesta sangat takjub dengan langit biru karena telah membiarkan awan hitam lewat, karena langit biru memberi ruang untuk apapun. Sudah setengah jam berlalu. Coklat panas Semesta sudah pindah posisi ke lambung, tapi lidahnya belum bisa melupakan sapaan manis sang coklat. Sungguh tidak rela sang lidah melepaskan sang coklat untuk bertemu dengan tuan lambung. Bersorak-sorailah sang lidah ketika menyadari Semesta sudah siap meneguk gelas kedua coklat panas. Sang lidah sangat gembira akan tetapi juga begitu was-was. „Awas saja kalo Semesta meneguknya selagi masih panas, awas saja kalo Semesta berani membakarku „, pikir sang lidah. Sang lidah sedang galau. Pasti setelah itu sang lidah akan mengeluh betapa sebentarnya
coklat
manis
itu
mampir
ke
ruang
kekuasaannya dan melanjutkan perjalanan ke tenggorakan kemudian ke lambung. Ah, kapan ya sang lidah mengerti keunikannnya dan berhenti mengeluh? Bukankah merasa panas itu adalah salah satu tugas sang lidah?
2
Amnesia
Pengalaman itu terjadi beberapa tahun yang lalu. Dulu tidak begitu diperhatikannya. Elia merasa itu hanyalah mimpi saja. Mimpi yang terlalu jelas sehingga terlihat nyata. Tapi mimpi itu datang lagi sekarang. Tanpa pertanda, mimpi itu datang lagi. Bahkan saat terbangun, emosi yang ada dalam mimpi itu terbawa di dalam alam nyatanya. Tapi sulit untuk mempercayai mimpi itu, perasaan damai, suka cita dan penuh cinta itu sepertinya tidak akan dapat dialami dan dirasakan di luar mimpi. Oleh karena itu, meskipun mimpi itu membuatnya bingung, Elia selalu ingin berada dalam mimpi itu. Karena akhir-akhir ini mimpi itu hadir ditengahtengah tidurnya, Elia selalu bisa mengingat mimpinya itu sepanjang hari. Dan jika mimpi itu hadir, selalu menggambarkan adegan-adegan yang sama dengan sedikit perbedaan tempat. Di tempat-tempat luar biasa indah itu, sesosok pria dengan aura kedamaian, suka cita dan cinta yang memancar itu juga selalu hadir. Dalam setiap mimpinya, Elia selalu bertanya. “Siapa kamu?” 3
“Kamu masih belum mengingatku?” “Aku
tidak
pernah
bertemu
denganmu
sebelumnya, bagaimana bisa aku mengingatmu?” Elia merasa terusik karena dia tidak pernah bertemu dengan pria itu sebelumnya. “Kamu benar-benar belum mengingatku rupanya? Tidak apa-apa. Take your time. I’ll be waiting for you as always.” Elia semakin penasaran karena dia yakin tidak pernah bertemu dengan pria itu sebelumnya. Akan tetapi, Elia sangat nyaman berada disamping pria itu. Energi yang dipancarkan pria itu seakan memberi penghidupan buat dirinya. Disaat Elia terjaga, dia selalu mencari informasi tentang pria itu, mencari di data base informasi yang ada diotaknya. Akan tetapi hasilnya selalu saja nol. Elia semakin penasaran saja sehingga dia selalu ingin bertemu dengan pria itu di mimpinya. Perasaan terusik yang dulu dirasakannya sudah berganti dengan perasaan penantian. Rindu. Akan tetapi pria itu seakan tahu akan penantian Elia dan sengaja membuatnya penasaran. Dalam beberapa tidur Elia, pria itu tidak datang dalam mimpinya. 4
5