ANALISIS KELAYAKAN KOMPONEN KEBUTUHAN HIDUP LAYAK DALAM MENGGAMBARKAN PEMENUHAN KEBUTUHAN HIDUP PEKERJA/BURUH DI PT ASPEX KUMBONG
AI SA’ADAH
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
ABSTRAK AI SA’ADAH. Analisis Kelayakan Komponen Kebutuhan Hidup Layak dalam Menggambarkan Pemenuhan Kebutuhan Hidup Pekerja/Buruh di PT Aspex Kumbong. Di bawah bimbingan ABDUL BASITH dan ERLIN TRISYULIANTI. Industri pulp dan kertas memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan. PT Aspex Kumbong merupakan salah satu perusahaan yang berada pada industri ini. Dalam mendukung hal tersebut, PT Aspex Kumbong sedang mengkaji berbagai permasalahan yang dikeluhkan, salah satunya mengenai kompensasi, khususnya komponen kebutuhan hidup layak. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis sistem pengupahan di PT Aspex Kumbong, (2) menganalisis kelayakan upah yang diterima dalam memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh di PT Aspex Kumbong, dan (3) menganalisis kelayakan komponen pembentuk upah minimum dalam menggambarkan standar kehidupan layak pekerja/buruh di PT Aspek Kumbong. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner yang disebar kepada 90 responden. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan tabulasi silang. Berdasarkan hasil analisis deskriptif dan tabulasi silang, sistem pengupahan di PT Aspex Kumbong didasarkan pada jumlah jam kerja pekerja, serta 52.2% responden yang mendapatkan upah lebih dari upah nominal kabupaten Bogor telah tercukupi kebutuhannya. Namun jumlah enam puluh komponen kebutuhan hidup layak hanya menggambarkan 85.71% dari jumlah kebutuhan yang dikonsumsi oleh para pekerja/buruh di PT Aspex Kumbong. Kata kunci: upah, kebutuhan hidup layak, analisis deskriptif
ABSTRACT AI SA’ADAH. Feasibility Analysis of Components in The Living Needs Labour Describes Life Fulfillment Labour of PT Aspex Kumbong. Supervised by ABDUL BASITH dan ERLIN TRISYULIANTI. Pulp and paper industry have a good prospek. PT Aspex Kumbong is one of that industry. supporting that, PT Aspex Kumbong is reviewing the complaint issues, one about compensation, particularly components for decent living. The purpose of this study is (1) analyze the wage system in PT Aspex Kumbong, (2) to analyze the feasibility of wages earned in subsistence workers PT Aspex Kumbong, and (3) to analyze the feasibility of forming part of the minimum wage in describing the standard of living decent workers PT Aspex Kumbong. Methods of data collection using questionnaires distributed to 90 respondents. The analysis used is descriptive analysis and cross-tabulation. Based on the results of the descriptive analysis and cross tabulation, wage systems in PT Aspex Kumbong based on the number of working hours of workers, as well as 52.2 % of respondents who earn more than the nominal wage Bogor district has fulfilled its needs. But the number sixty predetermined components only describe 85.71% of the amount consumed by the needs of the labourers in PT Aspex Kumbong. Keyword: wages, decent living, descriptive analysis
ANALISIS KELAYAKAN KOMPONEN KEBUTUHAN HIDUP LAYAK DALAM MENGGAMBARKAN PEMENUHAN KEBUTUHAN HIDUP PEKERJA/BURUH DI PT ASPEX KUMBONG
AI SA’ADAH Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah Analisis Hubungan Upah Minimum Regional terhadap Pemenuhan Kebutuhan Hidup Layak Pekerja/buruh di PT Aspex Kumbong.
Pertama, ucapan terima kasih penulis haturkan teruntuk Ibunda dan Ayahanda tercinta Ibu Yoyoh Nurhayati dan Bapak Arom Mahrom atas jasa dan kasih sayangnya yang tulus. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Abdul Basith MS dan Ibu Erlin Trisyulianti STP, M.Si selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ahmad Basoni, Bapak Komarinda, Bapak Didin Cahyadi serta pekerja/buruh PT Aspex Kumbong yang telah mengarahkan dan membantu selama proses pengambilan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Mira,Opih, Anwar, Tasya, Hasna, Eva, Yani, Yeni serta teman-teman yang selama ini menudukung dan turut serta berperan dalam proses penyusunan skripsi. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2014
Ai Sa’adah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
3
Ruang Lingkup Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
3
METODE
9
Kerangka Pemikiran
9
Metode Pengumpulan Data
10
Metode Pengolahan Data
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
12
Profil Perusahaan
12
Sejarah dan Lokasi PT Aspex Kumbong 12 Struktur Organisasi 13 Fasilitas Pekerja/Buruh 13 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas 13 Karakteristik Responden 14 Sistem Pengupahan di PT Aspex Kumbong 16 Analisis Hubungan Upah dengan Pemenuhan Kebutuhan Pekerja/Buruh di PT 17 Aspex Kumbong Analisis Kelayakan Komponen Kebuthan Hidup Layak Pekerja/Buruh 18 Implikasi Manajerial 23 SIMPULAN DAN SARAN
23
Simpulan
23
Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
24
LAMPIRAN
26
RIWAYAT HIDUP
38
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Perbandingan komponen KHL pekerja/buruh 2006 dan 2012 Hasil uji reliabilitas Persentase karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Persentase karakteristik responden berdasarkan usia Persentase karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan Persentase karakteristik responden berdasarkan lama bekerja Persentase karakteristik responden berdasarkan status pernikahan Upah di PT Aspex Kumbong Crosstabulation upah dan lama bekerja Crostabulation upah dan pemenuhan kebutuhan Frekuensi pemenuhan kebutuhan makanan dan minuman Frekuensi pemenuhan kebutuhan sandang Frekuensi pemenuhan kebutuhan kesehatan Frekuensi pemenuhan kebutuhan rumah dan perlengkapannya Frekuensi pemenuhan kebutuhan rekreasi dan tabungan Frekuensi pemenuhan kebutuhan pendidikan Frekuensi pemenuhan kebutuhan transportasi Persepsi pekerja/buruh tentang kelayakan 60 komponen KHL
2 14 15 15 16 16 16 17 17 18 19 19 20 20 21 21 22 22
DAFTAR GAMBAR 1. Kerangka pemikiran konseptual
11
DAFTAR LAMPIRAN 1. Kuesioner 25 2. Komponen kebutuhan hidup layak menurut Permenakertrans no. 13 tahun 2012 29 3.Komponen kebutuhan hidup layak menurut Permenaker Per-17/ Men/2005 33 4. Hasil uji validitas 37
PENDAHULUAN Latar Belakang Industri pulp dan kertas memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan. Artikel bisnis.com menyebutkan bahwa nilai ekspor produk pulp dan kertas Indonesia sepanjang kuartal I/2013 mencapai US$561.97 juta. Nilai tersebut mengalami kenaikan sebesar 2.02% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, meskipun harga kertas dunia mengalami fluktuasi akibat krisis ekonomi di Eropa. Selanjutnya, pada akhir tahun 20131 volume ekspor pulp mencapai 3.1 juta ton dan kertas sebanyak 4,2 juta ton. Adanya peningkatan volume ekspor, dikarenakan kebutuhan terhadap pulp dan kertas mengalami peningkatan rata-rata sebesar 2,1% pertahun dengan rincian 4,1% untuk kebutuhan negara berkembang dan 0,5% kebutuhan negara maju. Asosiasi Pulp dan Kertas (APKI) menambahkan bahwa diperkirakan kebutuhan kertas pada tahun 2020 akan mencapai 490 juta ton (naik 24,3%) dibandingkan kebutuhan pada tahun 2013 yakni sebesar 394 juta ton. Hal tersebut tentunya akan menguntungkan bagi para pelaku yang bergerak di industri pulp dan kertas, terlebih saat ini hanya negara Indonesia2 dan beberapa negara Amerika Latin yang mampu memproduksi pulp dan kertas. Selaras dengan data tersebut, terlebih dahulu Peraturan Presiden No. 28 tahun 2008 tentang kebijakan Industri Nasional menyebutkan bahwa industri pulp dan kertas termasuk ke dalam industri andalan masa depan3 untuk visi “bangun industri nasional” tahun 2025. Dalam mewujudkan visi dan peluang tersebut, maka perlu ditunjang oleh kinerja yang baik dari para pekerja/buruhnya. PT Aspex Kumbong sudah lebih dari 30 tahun berada dalam industri pulp dan kertas. PT Aspex Kumbong memproduksi newsprint dengan bahan baku berasal dari limbah kertas. PT Aspex Kumbong merupakan perusahaan patungan antara perusahaan korea dan PT aspex Paper Indonesia di bawah naungan grup Korindo. Namun, dari sistem manajerial, PT Aspex Kumbong lebih mengacu kepada perusahaan Korea, termasuk sistem kompensasi. Perusahaan Aspex Kumbong sendiri lebih mengukur kinerja pekerja berdasarkan hasil, maksudnya hasil yang memuaskan akan diberi imbalan gaji yang tinggi. Tetapi tim manajerial kurang memperhatikan serta aturan yang dibuat tidak terlalu jelas dan terdapat aturan tersendiri di lapangan. Kondisi tersebut menimbulkan banyak keluhan dari para pekerja yang diadukan kepada serikat kerja bukan kepada tim manajerial. Hal tersebut dilakukan oleh para pekerja karena perusahaan Aspex dalam menyelesaikan persoalannya tidak sesuai dengan regulasi undang-undang. Banyaknya keluhan yang diadukan menjadikan serikat kerja memiliki bairgaining position yang kuat di PT Aspex Kumbong, sehingga timbullah tindakan-tindakan pelanggaran sebagai aksi protes dari para pekerja karena tuntutannya tidak terpenuhi. Namun saat ini, PT Aspex Kumbong sedang melakukan perbaikan dari sistem manajerial salah satunya dalam penyampaian kontan.co.id “Kapasitas Produksi Meningkat di Tahun 2017 edisi Kamis 23 Januari 2014 www.kemendagri.go.id/pojokmedia/19 april 2013 3 Industri pulp dan kertas termasuk ke dalam indutri agro yang dijadikan salah satu industri andalan masa depan PerPres no. 28 tahun 2008 poin 3 1 2
2 kaluhan dari para pekerja. Tim manajerial mengharapkan penyampaian keluhan langsung disampaikan kepada atasan atau sesuai mekanisme yang telah diatur dalam undang-undang, sedangkan serikat kerja berfungsi sebagai mediator. Oleh karena itu, manajerial PT Aspex Kumbong melakukan kajian terhadap permasalahan-permasalahan yang dikeluhkan oleh para pekerja. Salah satunya permasalahan terkait perubahan jumlah komponen kebutuhan hidup layak (KHL) yang terdapat pada tabel 1.1. Tabel 1.1 perbandingan komponen KHL 2006 dan 2012 Komponen Kebutuhan Hidup Layak Pekerja/buruh Tahun 2006 (Permenaker No. 17/Men/2005) Makanan dan minuman ( 11) Sandang (9) Perumahan (19) Pendidikan (1) Kesehatan (3) Transportasi (1) Rekreasi dan tabungan (2)
Komponen Kebutuhan Hidup Layak Pekerja/buruh Tahun 2012 (Permenakertrans No. 13 tahun 2012) Makanan dan minuman (11) Sandang (13) Perumahan (26) Pendidikan (2) Kesehatan (5) Transportasi (1) Rekreasi dan tabungan (2)
Sumber: Permenaker no. 17/ Men/2005 dan Permenakertrans no. 13 tahun 2012 Pada Tabel 1.1 dapat terlihat bahwa perubahan dari tahun 2005 ke tahun 2012 ada 14 komponen yang ditambahkan. Perhitungan nilai dari komponen-komponen tersebut dijadikan acuan untuk besarnya nilai upah minimum. Upah minimum itu sendiri dijadikan acuan sebagai penentu besarnya upah yang akan diberikan oleh PT Aspex Kumbong. Perumusan Masalah Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana sistem pengupahan di PT Aspex Kumbong? 2. Sejauh mana upah yang diterima dapat mencukupi kebutuhan hidup pekerja/buruh PT Aspex Kumbong? 3. Sejauh mana komponen pembentuk upah minimum dapat menggambarkan standar kehidupan layak pekerja/buruh di PT Aspex Kumbong? Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis sistem pengupahan di PT Aspex Kumbong; 2. Menganalisis kelayakan upah yang diterima dalam memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh PT Aspex Kumbong; 3. Menganalisis kelayakan komponen pembentuk upah minimum dalam menggambarkan standar kehidupan layak karywan di PT Aspex Kumbong. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah 1. Memberikan tambahan wawasan bagi penulis di bidang sumber daya manusia khususnya komponen kebutuhan hidup layak yang
3 menggambarkan terpenuhinya kesejahteraan pekerja/buruh di PT Aspex Kumbong; 2. Menjadi bahan pertimbagan bagi perusahaan dan pemerintah dalam menetapkan kebijakan upah minimum; 3. Memberikan informasi bagi pihak yang berkepentingan dan menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan terhadap analisis kelayakan komponen kebutuhan hidup layak sebagai gambaran tingkat pemenuhan kebutuhan pekerja/buruh, serta menganalisis kelayakan komponen tersebut yang dijadikan acuan dalam menetapkan upah minimum. Penelitian dilakukan di PT Aspex Kumbong. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah besarnya upah yang diberikan dan variabel tingkat kebutuhan pekerja/buruh yang tercermin dalam komponen kebutuhan hidup layak.
TINJAUAN PUSTAKA Upah Minimum Pekerja/buruh yang bekerja di sebuah perusahaan tidak secara sukarela ingin bekerja di suatu perusahaan. Tentunya mereka akan memiliki motivasi mengapa mereka memilih bekerja di perusahaann tertentu. Namun, salah satu motivasi utamanya adalah mendapatkan upah yang tinggi. Besarnya upah, didasarkan pada besarnya upah di suatu wilayah atau sering disebut sebagai upah minimum. Berikut ini dipaparkan mengenai upah minimum. Regulasi pengupahan Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha kepada para pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Pengertian tersebut sesuai pada pasal l ayat 30 UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Penetapan upah minimum di banyak negara tidak terlepas dari kebijakan International Labour Organization (ILO) yang tercermin dalam sejumlah konvensi dan rekomendasi ILO. Salah satu konvensi yang penting adalah konvensi ILO no. 131 yang secara khusus mengatur upah minimum di negaranegara berkembang. Konvensi tersebut direfleksikan di Indonesia pada Permenaker no. 17 tahun 2005 (direvisi dalam Permenakertrans no 13 tahun 2012). Dalam ketentuan ini ditegaskan bahwa dalam menetapkan upah minimum, Gubernur perlu mempertimbangkan 5 faktor, diantaranya:
4 1. Nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang diperoleh dan ditetapkan berdasarkan hasil survei; 2. Produktivitas makro yang merupakan hasil perbandingan antara jumlah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan jumlah tenaga kerja pada periode yang sama; 3. Pertumbuhan ekonomi merupakan pertumbuhan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB); 4. Kondisi pasar kerja merupakan perbandingan jumlah kesempatan kerja dengan jumlah pencari kerja di daerah tertentu pada periode yang sama; 5. Kondisi usaha yang paling tidak mampu (marjinal) yang ditunjukkan oleh perkembangan keberadaan jumlah usaha marginal di daerah tertentu pada periode tertentu. Regulasi terkait mekanisme penetapan upah diatur dalam UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dengan sistematika sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
Penetapan upah minimum di tingkat provinsi dan kabupaten/kota (pasal 88) Penetapan upah melalui kesepakatan/ perundingan kolektif (pasal 91) Penetapan struktur dan skala upah (pasal 92 ayat 1) Peninjauan upah secara berkala (pasal 92 ayat 2)
Pembahasan lebih merincikan mekanisme penetapan upah pada poin pertama, yaitu penetapan upah dengan sistematika penetapan upah minimum di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Peraturan pelaksanaan terkait upah minimum diatur dalam Pemenaker no. 01 tahun 1999 tentang upah minimum, Kepmenaketrans no. 226/ MEN/2000 tentang perubahan beberapa pasal dalam Permenaketrans no. 01 tahun 1999. Dalam peraturan ini, upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap, pada pasal 13 ayat 2 Kepmenaketrans no. 226/MEN/2000 menyebutkan bahwa hal tersebut berlaku bagi pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun. Sekalipun sudah lama diterapkan, secara normatif kebijakan upah minimum resmi berlaku sejak keluarnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja no. Per05/Men/1989 tentang upah minimum. Pasal 1 menyebutkan upah minimum adalah upah pokok terendah belum termasuk tunjangan-tunjangan yang diberikan kepada pekerja. Pasal 2 dan pasal 3 menjelaskan tentang peninjauan atas besaran upah minimum yang harus diadakan paling lambat dalam waktu dua tahun. Penetapan upah minimum didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kebutuhan fisik minimum Indek harga konsumen Perluasn kesempatan kerja Upah pada umumny yag berlaku secara regional Kelangsungan dan perkembangan perusahaan Tingkat perkembangan dan perekonomian regional atau nasional. Ketentuan upah minimum ini kemudian direvisi dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja no. Per-01/Men/1990. Peraturan tersebut menerangkan bahwa upah minimum adalah upah pokok ditambah dengan tunjangan tetap dengan ketentuan upah pokok serendah-rendahnya 75% dari upah minimum. Sejalan dengan perkembangan ekonomi di Indonesia, komponen KFM dirasakan sudah tidak sesuai, sehingga ada kajian baru yag menghasilkan istilah
5 komponen Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja no. 81 tahun 1995. Berdasarkan Keputusan Menteri tersebut, komponen KHM terdiri dari: 1. 2. 3. 4.
Makanan dan minimum Perumahan dan fasilitas Sandang Aneka kebutuhan. Perubahan komponen menjadi KHM diselaraskan dengan munculnya ketentuan upah minimum Permenaker no. 03 tahun 1997 tentang upah minimum regional yang hanya berlaku selama dua tahun dan diganti dengan Permenaker no.01 tahun 1999 tentang upah minimum. Dalam peraturan ini, upah minimum adalah upah bulanan terendah termasuk tunjangan tetap. Upah minimum terdiri dari UMR tingkat I, UMR tingkat II, UMSR tingkat I, UMSR tingkat II. UMR tingkat I dan UMR tingkat II ditetapkan dengan mempertimbangkan kebutuhan; Indeks Harga Konsumen (IHK); kemampuan perkembangan dan kelangsungan perusahaan; upah pada umumnya yang berlaku di daerah tertentu dan antar daerah; tingkat perkembagan perekonomian dan pendaatan per kapita. Sedangkan UMSR tngkat I dan UMSR tingkat II ditetapkan berdasarkan faktor pertimbangan sebelumnya ditambah dengan kemampuan perusahaan secara sektoral. Peraturan menteri ini kemudian diperbaiki melalui Kepmakentrans no. Kep226/Men/2000 tentang perubahan pasal peraturan-peraturan Menteri Tenaga Kerja Per-01/Men/1999 tentang upah minimum, diantaranya tentang perubahan beberapa istilah, yaitu: 1. Upah Minimum Regional Tingkat I (UMR tk. I) diubah menjadi Upah Minimum Provinsi (UMP) 2. Upah Minimum Regional tingkat II (UMR tk. II) diubah menjadi Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 3. Upah Minimum Sektoral Regional tingkat I (UMR tk.I) diubah menjadi Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMP Provinsi) 4. Upah Minimum Sektoral Regional tingkat II (UMR tk.II) diubah menjadi Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMS Kabupaten/Kota). UMP dan UMK ditetepkan oleh Gubernur berdasarkan usulan dari Komisi Penelitian Pengupahan dan Jaminan Sosial Dewan Ketenagakerjaan Daerah (Dewan Pengupahan Provinsi atau Kab/Kota) dengan mempertimbangkan kebutuhan hidup pekerja, indeks harga konsumen, pertumbuhan ekonomi, kondisi pasar kerja, serta usulan besaran upah yang disampaikan (hasil survey kebutuhan hidup seorang pekerja lajang). Gubernur juga dapat menentukan besarnya Upah Minimum Sektoral (UMS) yang didasarkan4 pada kesepakatan antara organisasi perusahaan dengan serikat pekerja/serikat buruh (pasal 8 ayat 1 dan pasal 4 ayat 3 Kepmenaketrans No. 226/MEN/2000). Pengkajian kesesuaian peraturan dengan kebutuhan pekerja/buruh dan perusahaan tetap dilakukan. Sejak tahun 2006 penetapan upah minimum didasarkan pada kebutuhan hidup layak (KHL) seorang pekerja lajang. Komponen kebutuhan layak tersebut diatur dalam Permenaker no. Per-17/Men/2005 tentang komponen dan tingkatan kebutuhan hidup layak. Komponen kebutuhan hidup 4
rincian komponen kebutuhan hidup layak menurut Permenaker no. Per-17/Men/2005 terdapat pada lampiran
6 layak terdiri dari 7 kelompok kebutuhan, yaitu: makanan dan minuman (11 item); sandang (9 item); perumahan (19 item); pendidikan (1 item); kesehatan (3 item); transportasi (1 item); rekreasi dan tabungan (2 item). Dinamisasi terus dilaksanakan untuk memperbaiki upah minimum, maka dikeluarkan peraturan baru yaitu Permenaketrans no. 13 tahun 2012 tentang komponen dan pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak yang menambahkan komponen kebutuhan hidup layak menjadi 60 item5. Teori tentang Kebutuhan Manusia sebagai individu perlu memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya agar dapat mempertahankan diri dan melakukan berbagai aktivitas. Berbagai jenis kebutuhan perlu dipenuhi oleh manusia, banyak teori yang mengemukakan tentang jenis-jenis kebutuhan, diantaranya teori yang dikemukan oleh Abraham Malsow. Pada tahun 40an Maslow mengemukakan teori yang sekarang dikenal sebagai “hierarki kebutuhan” yang terdiri dari: 1. Kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan yang paling dasar (pokok) berkaitan dengan status manusia sebagai insan ekonomi. Siagian (2004) menyebutkan bahwa meningkatnya kemampuan seseorang untuk memuaskan kebutuhan cenderung menggeserkan pendekatan pemuasan yang sifatnya kuantitaif menjadi kualitatif. 2. Kebutuhan keamanan yaitu kebutuhan merasa aman baik secara fisik maupun piskologis seperti perlakuan adil dalam pekerjaaan. 3. Kebutuhan sosial yaitu kebutuhan yang harus dipenuhi manusia sebagai makhluk sosial seperti pengakuan dan penghargaan dari kelompok masyarakat atau lingkungannya. 4. Kebutuhan esteem yaitu kebutuhan untuk diakui atas status dan identitas yang dimiliki oleh orang lain. 5. Kebutuhan aktualisasi diri yaitu kebutuhan untuk dapat mengembangkan potensi yang dimilki oleh individu. Maslow menyusun kelima kebutuhan tersebut menjadi tingkatan kebutuhan yang terurut. Kebutuhan fisiologis dan rasa aman dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah (lower-oredr needs); kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas (higher-order needs). Perbedaan antara kedua tingkatan tersebut sesuai dasar pemikiran bahwa kebutuhan tingkat atas dipenuhi secara internal (di dalam diri seseorang), sementara kebutuhan tingkat rendah secara eksternal (hal-hal seperti imbalan kerja, kontrak serikat kerja, dan masa jabatan) (Nugroho, Hasanudin dan Nurdin Brasit 2013). Siagian (2004) menyebutkan persentase pemenuhan kebutuhan Maslow ialah sebagai berikut: fisiologis 85%; keamanan 70%; dicintai dan mencitai 50%; self esteem 40%; aktualisasi Diri 10%. Berbeda dengan teori hierarki kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow, melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi no. 13 tahun 2012, Pemerintah menetapkan standar kebutuhan hidup layak bagi pekerja/buruh. Jenisjenis kebutuhan tersebut didasarkan pada beberapa komponen, yaitu:makanan dan minuman (11 item); sandang (13 item); perumahan (26 item); pendidikan (2 item); 5
rincian komponen kebutuhan hidup layak menurut Permenakertrans no. 13 tahun 2012 terdapat pada lampiran
7 kesehatan (5 item); trasnportasi (1 item); rekreasi dan tabungan (2 item). Jika dikaitkan dengan teori Malsow tersebut, komponen kebutuhan hidup layak pekerja/buruh yang ditetapkan dalam PeraturanMenteri Tenaga Kerja no. 13 tahun 2012 hanya menenuhi kebutuhan yang bersifat fisiologis. Hal itu karena komponen komponen tersebut menjadi dasar dalam menetapkan besaran upah minimum. Penelitian Terdahulu Yuniarti (1999), dalam penelitiannya yang berjudul “hubungan kebijakan upah minimum regional dengan tingkat kebutuhan dasar pekerja dan produktivitas perusahaan: sebuah kasus perusahaan sepatu bata” mendeskripsikan dua asumsi yang menyatakan bahwa dampak kebijakan UMR tersebut mengurangi margin laba perusahaan Bata. Pihak perusahaan menanggapi kebijakan UMR secara positif, dalam arti bahwa UMR dijadikan pedoman untuk menetapkan besarnya upah yang diberikan juga disesuaikan dengan kebijakan perusahaan sehingga dapat memicu produktivitas kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas perusahaan. Dampak kebijakan upah minimum regional terhadap tingkat kebutuhan dasar ekerja dan produktivitas perusahaan mempunyai dampak yang membangun (positif). Dalam arti bahwa implementasi kebijakan upah minimum regional di perusahaan Sepatu Bata dapat memacu semangat kerja dari para pekerjanya sehingga dapat mewujudkan sinergi kerja yang baik. Pernyataan tersebut didukung berdasarkan data persepsi kebutuuhan pekerja akan sandang, pangan ternyata cukup baik (57%). Kemudian dari situasi kerja banyak yang menyatakan cukup menyenangkan (70%) dan dilihat dari kesejahteraan pekerja ternyata cukup baik (80%). Carpio et al (2014) dalam penelitiannya, minimum wage, does it improve welfare in Thailand menyatakan bahwa upah minimum di negara-negara berkembang sering dijadikan alat fundamental dalam menduga kenaikan pasar kerja. Namun, hal tersebut tidak selalu efektif untuk beberapa alasan. Seperti yang diketahui, upah minum memiliki efek yang berbeda terhadap para pekerja yang kurang produktif, usia muda, lebih tua, dan kurang berpendidikan. Terlebih lagi, efek-efek tersebut memperburuk keadaan di negara berkembang, sedangkan sebagian besar buruh, bekerja di sektor informal yang tidak dilindungi oleh peraturan upah minimum. Namun, diharapkan perusahaan formal yang terdaftar dapat memberikan kekuatan yang besar terhadap peraturan upah minimum yang dijadikan sebagai asosiasi hasil pertimbangan yang panjang. Oleh karena itu, prinsip yang belum jelas mengenai Undang-Undang Upah Minimum belum dapat dijadikan alat yang benar untuk mengurangi perbedaan pada tingkat kemiskinan. Paper ini menjelaskan tentang upah minimum yang mempengaruhi terhadap variabel pasar tenaga kerja dan tingkat konsumsi perkapita selama beberapa dekade terkahir ini di Thailand. Nilai elastisitasnya diestimasikan rentang 0.25-0.5 yang bergantung pada beberapa analisis dan rata-rata elastisitas populasi keseluruhan pekerja di sektor formal sebesar 0.36. Penelitian ini tidak menemukan bukti bahwa kenaikan upah minimum terjadi pada para pekerja di sektor non formal. Meskipun demikian, ada bebarapa efek negatif upah minimum yaitu adanya kemungkinan kecil perusahaan mengurangi jumlaah pekerja/buruh, khususnya wanita dan usia lebih tua. Pada level agregat, upah minimum yang menggambarkan upah aktual melebihi besarnya kompensasi para pekerja. Penulis
8 menduga, selama evaluasi pekerja mencapai upah nol, maka upah minimum aktual akan meningkat 10% yang dihasilkan pada keniakan 2.6% saat upah dibayarkan. Bagaimanapun, keuntungan-keuntugan ini tidak terdistribusi secara seragam terhadap populasi. Para pekerja yang berada pada level softskill menengah ke atas merasakan paling banyak manfaat dari kenaikan upah minuimum. Faktanya, kenaikan upah minimum tidak merata pada level distrbusi menengah dan estimasi yang belum selesai pada cakupan upah minimum terhadap penurunan tingkat kemiskinan di Thailand. Muller dan Steiner (2013) dalam penelitiannya yang berjudul wage in a walfare state the case of Germany telah melakukan analisis efek kebijakan upah minimum terhadap distribusi pendapatan di Jerman yang didasarkan pada data basis individu dan level rumah tangga dari Socio Economy Panel (SOEP) Jerman. Perubahan estimasi upah ketenagakerjaan dan efek harga disimulasikan ke dalam model simulasi mikro. Model ini memperhitungkan interaksi-interaksi kompleks antara tingkat upah individu, sistem pajak dan pendapatan bersih rumah tangga, ketenagakerjaan level kedua dan efek harga yang diakibatkan oleh upah minimum. Beberapa simulasi digabungkan berdasarkan kebijakan tingkat upah minimum. Hasil simulasi menunjukan bahwa upah minimum yang tidak terlalu rendah mengalami kenaikan substansial di bawah distribusi upah perjam, namun hal tersebut hanya berdampak kecil terhadap level pendapatan bersih rumah tangga. Penelitian ini dapat dijelaskan pada rata-rata substitusi uji coba dan pergerakan pajak pendapatan. Upah minimum menjadi kurang efektif saat terjadi keberagaman penurunan pendapatan dan saat efek negatif ketenagakerjaan diperhitungkan. Hal ini diilustrasikan berdasarkan rendahnya keberagaman penggabungan pendapatan hasil simulasi bukan hasil perhitungan efek negatif ketenagakerjaan dari upah minimum. Efek kecil redistribusi lambat laun akan hilang ketika harga dilibatkan dalam perhitungan konsumsi. Pada kasus ini, peningkatan keberagaman pendapatan tergantung pada indikasi upah minimum dalam perbedaan tingkat pengukuran. Upah minimum juga menjadi target yang baik pada tingkat pendapatan yang rendah dan hanya berdampak kecil terhadap keberagaman pendapatan. Oleh karena itu, upah minimum tidak bisa dijadikan sebagai instrumen kebijakan redistribusi pendapatan pada tingkat kesejahteraan nasional di Jerman. Meskipun demikian, hasil simulasi telah didasarkan melalui beberapa asumsi kritis tetapi tidak termasuk ke dalam perhitungan effect equilibrium. Keterbatasan-keterbatasan tidak berakibat fatal terhadap kesimpulan utama karena keragaman mekanisme telah dianalisis pada penelitian ini (sistem transfer dan pajak, posisi upah minimum pada distribusi pendapatn efek harga dan ketenagakerjaan), serta pengarahan yang sama dan mengurangi efisiensi redistribusi upah minimum.
9
METODE
Kerangka Pemikiran Upah minimum merupakan upah pokok terendah yang harus dibayarkan oleh perusahaan kepada pekerja/buruhnya sesuai dengan kebutuhan hidup layak (Pernaker Per-No. 17/MEN/2005). UU no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menetapakan kebutuhan hidup layak (KHL) dalam penentuan besarnya Upah Minimum. Selanjutnya, lebih mendalam diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 17 tahun 2005 tentang Komponen dan Pentahapan Kebutuhan Hidup Layak pekerja/buruh. Setelah dianalisis melalui dua variabel tersebut (upah minimum dan kebutuhan hidup layak), maka akan diketahui sejauh mana komponen kebutuhan hidup layak dapat mendeskripsikan jenis kebutuhan yang dikonsumsi dan layak diperhitungkan dalam menentukan besarnya upah minimum (lihat pada gambar 1).
Kesejahteraan Pekerja/buruh PT ASPEX KUMBONG Kompensasi (Upah)
Kebutuhan Hidup Layak menurut Permenaketrans no. 13 tahun 2012 1. Makanan dan Minuman 2. Sandang 3. Rumah dan perlengkapannya 4. Pendidikan 5. Kesehatan 6. Transportasi 7. Rekreasi dan Tabungan
Upah Minimum Kabupaten Bogor
Analisis Deskriptif ( Frekuensi dan Crosstabulation)
Rekomendasi dan upaya antisipasi Gambar 1. Kerangka Pemikiran Konseptual
10 Berdasarkan gambar 1, setelah mendapatkan hasil dari analisis deskriptif komponen-komponen kebutuhan hidup layak, maka hasil tersebut akan menjadi masukan untuk PT Aspex Kumbong agar perusahaan menjadi lebih baik. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di PT Aspex Kumbong yang berlokasi di Jalan Narogong km.26 Desa Dayeuh Kec. Cileungsi Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Maret 2014. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data (Riduwan 2011). Metode pengumpulan data yang digunakan untuk mendukung penelitian ini terbagi ke dalam dua jenis, yaitu: data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuisioner (angket) kepada pekerja/buruh di PT Aspex Kumbong. Angket6yang telah dibuat dan disusun dalam bentuk pertanyaan dan pelaksanaan observasi. Angket yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi angket terbuka, yaitu angket yang bertujuan untuk memberikan kebebasan kepada responden untuk menjawab pertanyaan yang diberikan, serta angket tertutup, yaitu angket yang berisi pertanyaan yang telah disediakan pilihan jawaban. Data sekunder yang digunakan berupa literatur-literatur ataupun sumber informasi lain yang dapat menunjang seperti data perusahaan, data statistik yang diperlukan dalam penelitian. Metode Pengambilan Sampel Populasi yang terdapat dalam penelitian ini adalah populasi pekerja/buruh yang memiliki jabatan di bawah mandor. Penentuan jumlah sampel yang akan dijadikan sebagai responden dihitung menggunakan rumus Slovin sebagai berikut ............................................................................................ (1) Keterangan: n = ukuran sampel N = ukuran populasi e= Margin of error yaitu persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir. Pada penelitian ini tingkat error yang digunakan adalah 10%. Jumlah pekerja/buruh di PT Aspex Kumbong 975 orang, dengan nilai alpha 10%, maka didapat jumlah responden sebanyak 90 orang. Metode Pengolahan Data Uji Validitas dan Reliabilitas Pada penelitian ini digunakan software SPSS 16 for Windows untuk melakukan pengolahan dan analisis data secara keseluruhan. 6
Angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang yang bersedia menjadi responden tanpa mearas khawatir akan ketidaksesuaian jawaban yang diberikan.
11 Uji Validitas Validitas suatu penelitian akan bergantung pada validitas dari instrumen alat penelitiannya. Suatu instrumen dapat dinyatakan valid apabila instrumen mampu mengukur yang seharusnya diukur. Pengertian valid pun dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, konten dari instrumen yang diajukan dapat mengukur yang seharusnya diukur (logical validity). Kedua, validitas yang telah diukur dapat dibandingkan dengan hasil penelitian yang lain (empirical logical). Teknik pengujian uji validitas yang digunakan adalah dengan menggunakan korelasi Bivariate Pearson. Analisis ini dilakukan dengan cara mengkorelasikan masingmasing skor item dengan skor total. Skor total yang dimaksud adalah penjumlahan dari keseluruhan item. Rumus korelasi item total dengan Bivariate Pearson dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
.................................... (2) Keterangan : rix = Koefisien korelasi item – total (bivariate pearson) i = Skor item x = Skor total n = Banyaknya Subjek Pertanyaan akan dinyatakan valid apabila r hitung r Tabel pada selang 95% dengan nilai 0.361 dan menggunakan taraf signifikansi 0.05. Jika r hitung ≥ r Tabel (sig 0.05) maka instrumen atau item –item pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor total dinyatakan valid. Begitu pula sebaliknya jika r hitung ≤ r Tabel (sig 0.05) maka instrumen atau item – item pertanyaan tidak berkorelasi signifikan terhadap skor total dinyatakan tidak valid (Suwarno 2009). Uji Reliabilitas Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui keandalan alat pengukur yang digunakan dapat dan tetap konsisten jika pengukuran tersebut diulang kepada responden yang berbeda. Metode yang digunakan adalah metode Alpha (Cronbach’s). Uji reliabilitas dengan menggunakan metode Alpha (Cronbach’s) dapat dirumuskan sebagai berikut: ............................................................................. (3) Keterangan: r11= Reliabilitas instrumen k= Banyaknya butir pertanyaan = Jumlah variasi butir = Variasi total Instrumen dapat dikatakan reliabel apabila nilai alpha lebih besar dari r kritis product moment pada taraf signifikansi 0.05. Untuk hasil uji reliabilitas kurang dari 0,6 adalah kurang baik, sedangkan hasil 0.7 dapat diterima dan hasil diatas 0.8 adalah kuat (Suwarno 2009).
12 Analisis Deskriptif Menurut Santoso (2003), analisis deskriptif lebih berhubungan dengan pengumpulan dan peringkasan data, serta penyajian hasil peringkasan tersebut. Dalam analisis deskriptif, secara spesifik akan digunakan analisis frekuensi, crostabulation, analisis chi-square. Software menggunakan SPSS for windows versi 16.0. 1. Analisis Frekuensi Analisis frekuensi membahas beberapa penjabaran ukuran statistik deskriptif seperti, frekuensi, mean, median, quartil, persentil, standar deviasi dan lainnya. Analisis frekuensi digunakan untuk mengkelompokan responden berdasarkan beberapa karakteristik serta mengetahui secara mendetail persentase persepsi responden. 2. Analisis Crosstab ( Chi-Square) Santoso (2003) menyebutkan crosstab adalah sebuah Tabel silang yang terdiri atas satu basris atau lebih dan satu kolom atau lebih. Fasilitas crosstab pada SPSS hanya menampilkan kaitan antara dua atau lebih variabel, hingga menampilkan hubungan antara kedua variabel tersebut. Penggunaan crosstab untuk menganalisis data yang bersifat non-parametik (skala ordinal dan nominal). Alat statistik yang digunakan dalam pada crosstab ialah chi-square yang digunakan untuk menguji ada tidaknya hubungan antara baris dan kolom pada crosstab.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perusahaan Sejarah dan Lokasi PT Aspex Kumbong PT Aspex Kumbong merupakan perusahaan patungan antara panwell industrial Ltd. Perusahaan Korea yang beroperasi di Hongkong dengan PT Aspex Paper Indonesia. PT Aspex Kumbong merupakan perusahaan di bawah Holding Company Korindo Group. PT Aspex Kumbong berdiri pada tahun 1983 dengan izin akta notaris no. 299 tahun 1983 tanggal 31 Desember 1983 dan surat izin tetap (SPT) BKPM No. 40/I/PMA/1983 tanggal 31 Desember 1983, diresmikan oleh Presiden Soeharto di Leces pada tanggal 28 Desember 1983. Awal tahun 2000, berdasarkan persetujuan (marger) Kepala BKPM No. 1560/III/PMA/1999 tanggal 29 November 1999 dan Akta Notaris A. Partomuan Mohan, SH.,LLM No. 27 tanggal 25 Februari 2000, nama “PT Aspex Kumbong” telah disahkan oleh Menteri Hukum dan Perundang-undangan No.C-7631HT.01.04.TH2000 pada tanggal 31 Maret 2000. PT Aspex Kumbong mengawali produksinya pada tahun 1995 menggunakan satu buah mesin kertas (Paper Machine-1) dengan kapistas produksi mencapai 90.000/tahun. Paper Machine ini menggunakan panel kontrol sistem semi digital dengan penambahan alat dan beberapa modifikasi. Tahun 1996, mulai memproduksi dengan penambahan mesin ketiga yang menggunakan sistem difital DCS (Distributed Control System).
13 PT Aspex Kumbong berada di kawasan Cileungsi Industrial Park, tepatnya berada di jalan Narogong km. 26 Desa Dayeuh, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. PT Aspex Kumbong memiliki luas lahan 900000 m², digunakan 163176.84 m² untuk luas bangunan. Letak geografis PT Aspex Kumbong dibatasi oleh sungai Cileungsi di sebelah barat, sebelah timur berbatasan dengan pemukiman penduduk serta terletak diantara ruas jalan Jonggol-Bekasi. Pemilihan Lokasi perusahaan berdasarkan peraturan pemerintah pada lokalisasi industri di Bogor, serta lokasi yang strategis memberikan kemudahan bagi PT Aspex Kumbong untuk memperoleh sumberdaya yang mendukung kegiatan produksi. Struktur Organisasi Organisasi PT Aspex Kumbong terbagi menjadi beberapa sub-organisasi: 1. Presiden Direktur dan wakilnya membawahi 6 Direktur Pelaksana 2. Presiden Komisaris dan Komisaris Pelaksana sebagai pengawas kegiatan organisasi 3. Sub organisasi lain, yaitu: Manajer (keuangan, logistik, HRD dan GA, produksi, enginering, laboratorium), tenaga administrasi, keamanan, dan buruh umum. Posisi pada no 1 dan 2 diisi oleh orang Korea sementara posisi no. 3 diisi oleh orang Indonesia. Fasilitas Pekerja/buruh PT Aspex Kumbong mengupayakan untuk dapat memenuhi kesejahteraan para karyawannya. Fasilitas yang disediakan oleh PT Aspex diantaranya: mushola; kantin; kamar mandi; tempat istirahat; lapangan olahraga; fasilitas kesehatan (poliknik dan jamsostek); fasilitas keselamatan kerja (sepatu boot, sarung tangan kulit, alat-alat yang safety, masker, helmet, mobil pemadam kebakaran); organisasi SP-KEP (serikat pekerja yang mewakili semua anggotanya yang bekera di PT Aspex Kumbong); koperasi yang melayani berbagai keperluan pekerja/buruh, berdiri pada tahun 1990. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas dengan instrumen kuesioner dinayatakan valid nilai korelasi r hitung lebih besar dari nilai r tabel sebesar 0.361 pada taraf margin error 5%hasil dari perhitungan uji validitas terhadap semua instrumen kuesioner menunjukkan nilai r hitung > r tabel (0,361). Sehingga instrumen dapat menjalankan fungsi ukurnya dengan memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud pengukuran tersebut (valid). Uji reliabilitas dengan instrumen kuesioner dinyatakan reliabel jika nilai alpha cronbach lebih besar dari 0.60. Hasil akhir dari perhitungan uji reliabilitas untuk semua instrumen kuesioner menunjukkan kuesioner reliabel, diperlihatkan dengan nilai alpha cronbach di atas 0.60. Nilai alpha cronbach dapat dilihat pada tebl 4.1
14 Tabel 4.1 Hasil Uji Reliabilitas Variabel
Cronbach's Alpha
Upah minimum Kebutuhan hidup layak
0.982 0.981
Sumber: data diolah (2014) Pada tabel 4.1 dapat terlihat bahwa kedua variabel memiliki nilai alpha cronbach lebih dari 0.60, sehingga kedua variabel bersifat reliabel artinya pertanyaan tersebut dapat diandalkan ketika kuesioner kembali disebar kepada responden yang berbeda, maka hasil yang didapat akan konsisten. Karakteristik Responden Responden yang dijadikan sample dalam penelitian ini berjumlah 90 orang, berdasarkan hasil perhitungan menggunakan rumus Slovin. Penjabaran karakteristik responden dilakukan untuk mengetahui tipe responden yang menjadi sample. Karakteristik responden penting untuk dikemukakan karena diasumsikan bahwa perbedaan tanggapan setiap responden terhadap item-item pertanyaan yang diberikan berkaitan dengan perbedaan latar belakang masing-masing responden. Jenis Kelamin Berikut disajikan data responden pada Tabel 4.2 berdasarkan jenis kelamin. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pekerja/buruh yang menjadi responden di PT Aspex Kumbong didominasi oleh laki-laki dengan persentase sebanyak 76.67%, sementara pekerja perempuan yang menjadi responden di PT Aspex Kumbong hanya 23.33% dari total responden. Tabel 4.2 Persentase Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
Frekuensi 69 21 90
Persentase 76.67 23.33 100
Sumber: data diolah (2014) Berdasarkan Tabel 4.2, terdapat perbedaan signifikan. Perbedaan signifikan tersebut terjadi karena jenis pekerjaan di lapangan lebih banyak membutuhkan pekerja laki-laki dibandingkan perempuan. Pendidikan Tingkat pendidikan responden dikelompokan menjadi lulusan SMP, SMA, Diploma dan lulusan S1. Berikut disajikan data responden pada Tabel 4.4 berdasarkan tingkat pendidikan. Tabel 4.3 Persentase Karakteristik Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan Usia SMP/sederajat SMA/sederajat Diploma S1 Total
Frekuensi 2 55 16 17 90
Persentase 2.22 61.11 17.78 18.89 100
Sumber: data diolah (2014) Berdasarkan hasil penelitian, karakteristik pendidikan responden di PT Aspex Kumbong didominasi oleh lulusan SMA/sederajat sebanyak 61.11%. Hal tersebut
15 dikarenakan, PT Aspex Kumbong lebih banyak membutuhkan pekerja teknisi khususnya lulusan Sekolah Menengah Kejuruan jurusan teknik. Lama Bekerja Berikut ini disajikan data responden pada Tabel 4.5 berdasarkan pada lama bekerja di PT Aspex Kumbong. Data pada Tabel 4.5 menunjukan bahwa responden sebagian besar telah bekerja di PT Aspex kumbong lebih dari 15 tahun dengan persentase sebesar 40%. Tabel 4.4 Persentase Karakteristik Reponden berdasarkan Lama Bekerja Usia < 2 tahun 2-5 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun >15 tahun Total
Frekuensi 7 7 17 23 36 90
Persentase 7.78 7.78 18.89 25.56 40 100
Sumber: data diolah (2014) Masa kerja yang cukup lama (>15 tahun) dapat diasumsikan bahwa pekerja/buruh di PT Aspex Kumbong yang menjadi responden memiliki loyalitas yang yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar pekerja di PT Aspex Kumbong telah diangkat sebagai pekerja tetap dan mereka merasa nyaman bekerja di PT Aspex Kumbong. Usia Berikut disajikan data responden pada Tabel 4.3 berdasarkan usia. Berdasarkan hasil penelitian, usia pekerja/buruh yang menjadi responden di PT Aspex Kumbong didominasi oleh responden yang memiliki usia rentang 31-40 tahun dengan persentase sebanyak 45.56%. Tabel 4.5 Persentase Karakteristik Responden berdasarkan Usia Usia <20 tahun 20-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun >50 tahun Total
Frekuensi 1 20 41 27 1 90
Persentase 1,11 22.22 45.56 30 1.11 100
Sumber: data diolah (2014) Berdasarkan data pada Tabel 4.5, pekerja/buruh yang bekerja di PT Aspex merupakan pekerja/buruh yang tergolong ke dalam usia produktif7 yaitu usia yang masih mampu bekerja dan menghasilkan sesuatu. Rentang usia yang mendominasi dipengaruhi oleh loyalitas mereka yang sebagian besar telah bekerja lebih dari 15 tahun.
7
Usia produktif menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ialah rentang usia 15-64 tahun.
16 Status Pernikahan Berikut ini, disajikan data responden pada Tabel 4.6 berdasarkan pada status pernikahan. Berdasarkan data yang diperoleh, pekerja di PT Aspex Kumbong sebagaian besar berstatus menikah dengan presentase sebesar 86.67%. Tabel 4.6 Persentase Karakteristik Responden berdasarkan Status Pernikahan Usia Menikah Belum menikah Total
Frekuensi 78 12 90
Persentase 86.67 13.33 100
Sumber: data diolah (2014) Hasil yang terdapat pada tabel 4.6 menunjukan para pekerja PT Aspex Kumbong sebagian besar telah berkeluarga. Hal tersebut mengindikasikan bahwa jumlah tanggungan keluarga menjadi bertambah terlebih jika pekerja sudah memiliki anak. Sistem Pengupahan di PT Aspex Kumbong Upah di PT Aspex Kumbong Data pada Tabel 4.7 menunjukkan besaran upah yang diberikan di PT Aspex Kumbong. Upah terkecil yang diberikan berkisar 500.000-1.000.000 sedangkan upah terbesar yang diberikan lebih dari 5.000.000. Tabel 4.7 Upah di PT Apex Kumbong Usia 500.000-1.000.00 >1.000.000-2.000.000 >2.000.000-3.000.000 >3.000.000-4.000.000 >4.000.000-5.000.000 >5.000.000 Total
Frekuensi 1 3 22 32 20 12 90
Persentase 1.11 3.33 24.44 35.56 22.22 13.33 100
Persentase Kumulatif 1.11 4.44 28.88 64.44 86.66 100
Sumber: data diolah (2014) Pada Tabel, dapat terlihat bahwa sistem pengupahan PT Aspex Kumbong telah sesuai peraturan pemerintah karena sebanyak 95.56% mendapatkan upah di atas upah minimum kabupaten Bogor tahun 2013 (2.242.2408). Hubungan Upah dan Lama Bekerja Tabel 4.8 menunjukan hasil tabulasi silang antara upah dan lama bekerja pekerja/buruh di PT Aspex Kumbong. Dapat dilihat pada Tabel, bahwa tabulasi silang antar baris dan kolom cukup beragam. Hasil tabulasi silang menunjukan bahwa ada beberapa pekerja/buruh yang sudah bekerja dalam rentang waktu yang sama tetapi upah yang diterima berbeda. Selain itu, ada beberapa pekerja/buruh yang menerima upah yang lebih besar tetapi mereka bekerja tidak cukup lama dibandingkan dengan yang lainnya.
8
Sumber: http://www.kotabogor.go.id
17 Tabel 4.8 Crosstabulation Lama Bekerja dan Upah Lama Bekerja < 2tahun 2-5 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun >15 tahun Total
5001000 0 0 0 0 1 1
Upah >2000>30003000 4000 2 5 2 2 6 3 4 9 8 13 22 32
>10002000 1 0 0 1 1 3
>40005000 0 2 5 4 9 20
upah dalam ribuan Total >5000 0 1 3 5 3 12
8 7 17 23 35 90
Sumber: data diolah (2014) Keberagaman hasil tabulasi islang tersebut menggambarkan bahwa sistem pengupahan di PT Aspex Kumbong tidak didasarkan pada lamanya bekerja seoarang pekerja/buruh, melainkan sistem pengupahan di PT Aspex Kumbong didasarkan pada jumlah jam kerja pekerja/buruh PT Aspex Kumbong. Analisis Hubungan Upah dengan Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Pekerja/Buruh di PT Aspex Kumbong Analisis upah dengan pemenuhan kebutuhan hidup layak pekerja/buruh menggunakan alat anslisis chi-square yang dapat diukur dengan melihat besaran yaitu kendall’s tau-tab, Kendallas tau-c, gamma, Spearman Correlation. Setelah data diolah, keempat besaran tersebut cukup jauh dibawah 1, yaitu 0,254; 0,310; 0,409; 0,279. Berdasarkan nilai tersebut, maka dapat dikatakan korelasi antara tingkat upah dengan pemenuhan kebutuhan cukup lemah. Selain itu, untuk mengetehui adanya hubungan antara upah dan tingkat pemenuhan kebutuhan pekerja/buruh dapat dilihat berdasarkan angka signifikansi. Angka signifikansi yang diperoleh sebesar 0.008 berada di bawah nilai kepercayaan yang digunakan sebesar 0.05. Sehingga, upah yang diterima dapat memprediksi tingkat pemenuhan kebutuhan hidup layak karayawan PT Aspex Kumbong. Tabel 4.9 Crosstabulation Upah dan Pemenuhan Kebutuhan
Pemenuhan Kebutuhan
Terpenuhi
5001.000 1
Tidak terpenuhi Total
Upah 3.0014.000 15
upah dalam ribuan Total 4.001>5.000 5.000 14 9 48
1.0012.000 0
2.0013.000 9
0
3
13
17
6
3
42
1
3
22
32
20
12
90
Sumber: data diolah (2014) Upah minimum yang berlaku di kabupaten Bogor pada tahun 2013 sebesar 2.242.240. Pada Tabel 4.9 responden yang mendapatkan upah lebih dari upah minimum kabupaten masih merasa tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, (berjumlah 39 orang). Sementara responden yang menerima upah dalam jumlah yang sama merasa kebutuhan hidup layaknya terpenuhi (47 orang). Berdasarkan data tersebut, jumlah nominal upah minimum yang ditetapkan di kabupaten Bogor telah dapat memenuhi kebutuhan hidup layak sebagian besar pekerja/buruh di PT Aspex Kumbong. Sementara, bagi pekerja/buruh yang masih merasa belum
18 tercukupi kebutuhannya dengan upah yang diterima sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa tingkat pemenuhan kebutuhan setiap individu berbeda termasuk tingkat kebutuhan para pekerja/buruh PT Aspex Kumbong. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, menurut Rossana (2013) menyebutkan adanya 4 faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan manusia yaitu penyakit, hubungan keluarga, konsep diri, dan tahap perkembangan. Analisis Kelayakan Komponen Kebutuhan Hidup Layak Pekerja/Buruh Analisis kelayakan komponen kebutuhan hidup layak dilihat dari persentase kemampuan upah yang diterima pekerja/buruh terhadap pemenuhan kebutuhan hidup layak yang terbagi menjadi tujuh komponen yaitu: makanan dan minuman, sandang, kesehatan, rumah dan perlengkapannya, pendidikan, rekreasi dan tabungan serta transportasi. Analisis kelayakan komponen makanan dan minuman Kebutuhan makanan dan minuman dalam penelitian ini terdiri dari sumber karbohidrat, sumber protein, sumber serat dan susu. Analisis ini didasarkan pada hasil kuesioner yang telah dijawab oleh responden. Berikut disajikan interpretasi pekerja/ buruh PT Aspex Kumbong terhadap pemenuhan kebutuhan makanan dan minuman pada Tabel 4.10. Tabel 4.10 Frekuensi Pemenuhan Kebutuhan Makanan dan Minuman T
TT
Modus
Persentase
Sumber karbohidrat (nasi/jagung/ubi/roti)
Keterangan
62
28
62
68.9
Sumber protein (daging/ayam/telur/tempe/tahu)
59
31
59
65.6
Sumber serat (buah/sayuran)
60
30
60
66.7
56
34
56
62.2
Susu
Sumber data: diolah (2014) Berdasarkan data pada Tabel, dapat terlihat bahwa upah yang diterima oleh para pekerja/buruh PT Aspex Kumbong sebagian besar telah dapat memenuhi kebutuhan makanan dan minuman. Hal ini mengindikasikan bahwa komponenkomponen makanan dan minuman layak dijadikan sebagai komponen kehidupan layak (KHL). Namun, kacang-kacangan (tempe dan tahu) sebaiknya digabungkan ke dalam kelompok protein, karena menurut Baliwati dan Madanijah (2013) kacang-kacangan termasuk olahannya termasuk ke dalam kelompok protein. Selain itu, sebaiknya pengkelompokan karbohidrat bukan hanya nasi dan kerbohidrat lainnya setara tepung terigu, tetapi dibagi kedalam sumber karbohidrat pokok dan sampingan. Maksud sumber karbohidrat pokok ialah sumber karbohidrat yang digunakan sebagai makanan pokok atau paling sering dikonsumsi oleh pekerja/buruh. Sedangkan sumber karbohidrat sampingan ialah makanan yang digunakan sebagai pengganjal atau camilan yang hanya menambah sedikit jumlah energi. Pada Tabel 4.10 jumlah komponen yang termasuk kedalam kelompok makanan dan minuman lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah komponen makanan dan minuman berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja
19 dan Transmigrasi no. 13 tahun 2012 (terdapat pada lampiran), hal tersebut dikarenakan lebih mengacu pada penggolongan sumber pangan. Analisis kelayakan komponen sandang Kebutuhan sandang dalam penelitian ini terdiri dari pakaian bekerja dan bersantai, peralatan ibadah, alas kaki, perlengkapan semir sepatu. Analisis ini didasarkan pada hasil kuesioner yang telah dijawab oleh responden. Berikut disajikan ineterpretasi pekerja/ buruh PT Aspex Kumbong terhadap pemenuhan kebutuhan sandang pada Tabel 4.11. Tabel 4.11 Frekuensi Pemenuhan Kebutuhan Sandang Keterangan Pakaian bekerja dan bersantai Peralatan ibadah (mukena/sejadah/sarung) Alas kaki (sepatu/sandal/kaos kaki) Perlengkapan semir sepatu
T 53 57 54 50
TT 37 33 36 40
Modus 53 57 54 50
Persentase 58.9 63.3 60 55.6
Sumber: data diolah (2014) Berdasarkan data pada Tabel, dapat terlihat bahwa upah yang diterima oleh para pekerja/buruh PT Aspex Kumbong sebagaian besar telah dapat memenuhi kebutuhan sandang. Hal ini, mengindikasikan bahwa komponen-komponen sandang layak dijadikan sebagai komponen kehidupan layak (KHL). Dapat terlihat bahwa persentase pemenuhan kebutuhan peralatan ibadah (56,8%) lebih besar dibandingkan pemenuhan kebutuhan pakaian. Jumlah komponen pada tabel 4.11 lebih sedikit dibandingkan dengan komponen yang terdapat pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi no. 13 tahun 2012. Penggolongan kebutuhan sandang ke dalam kelompok pakaian formal dan santai, peralatan ibadah, alas kaki serta perlengkapan semir sepatu. Pada Tabel, komponen sandang yang sesuai dengan Permenaketrans tidak dijelaskan jenis pakaian yang termasuk pakaian formal (untuk bekerja) dengan pakaian santai (di luar jam kerja). Analisis kelayakan komponen kesehatan Kebutuhan kesehatan dalam penelitian ini terdiri dari perlengkapan obat pribadi, alat dan perlengkapan mandi, perlengkapan cukur dan potong rambut di salon, dan perlengkapan memerindah diri. Berikut disajikan ineterpretasi pekerja/ buruh PT Aspex Kumbong terhadap pemenuhan kebutuhan kesehatan pada Tabel 4.12. Tabel 4.12 Frekuensi Pemenuhan Kebutuhan Kesehatan Keterangan Perlengkapan obat pribadi Alat dan perlengkapan mandi (handuk/sabun/pasta gigi/sikat gigi/shampo/lainnya) Perlengkapan cukur dan potong rambut di salon Perlengkapan memperindah diri (deodorant/minyak wangi/pelembab/dll)
Sumber: data diolah (2014)
T 44 60
TT 46 30
Modus 46 60
Persentase 51.1 66.7
46
44
46
51.1
47
43
47
52.2
20 Berdasarkan data pada Tabel, dapat terlihat bahwa upah yang diterima oleh para pekerja/buruh PT Aspex Kumbong sebagaian besar telah dapat memenuhi kebutuhan kesehatan. Hal ini mengindikasikan bahwa komponen-komponen sandang layak dijadikan sebagai komponen kebutuhan kehidupan layak (KHL). Dapat terlihat bahwa persentase pemenuhan kebutuhan peralatan dan perlengkapan mandi lebih mendominasi (66.7%) dibandingkan pemenuhan komponen kebutuhan lainnya. Persentase pemenuhan komponen obat pribadi paling kecil (51.1%) diantara komponen lainnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa komponen lain lebih diprioritaskan dibandingkan dengan kebutuhan obat pribadi. Hal itu karena di PT aspex Kumbong diberikan fasilitas klinik dan asuransi kesehatan dari Jamsostek. Analisis kelayakan komponen perumahan Kebutuhan perumahan dalam penelitian ini terdiri dari perlengkapan biaya sewa kamar/rumah, perlengkapan rumah, perlengkapan dapur, biaya listrik/ pajak/ kebersihan. Berikut disajikan ineterpretasi pekerja/buruh PT Aspex Kumbong terhadap pemenuhan kebutuhan perumahan pada Tabel 4.13. Tabel 4.13 Frekuensi Pemenuhan Kebutuhan Perumahan Keterangan Biaya sewa kamar/rumah
T 52
TT 38
Modus 52
Persentase 57.8
Perlengkapan rumah (lemari/kasur/tv/lainnya)
47
43
47
52.2
43
47
47
52.2
54
36
54
60
Perlengkapan dan peralatan (kompor/rice cooker/gas/alat lainya) Biaya listrik/pajak/ kebersihan
dapur masak
Sumber: data diolah (2014) Berdasarkan data pada Tabel 4.13, upah yang diterima oleh para pekerja/buruh PT Aspex Kumbong sebagaian besar telah dapat memenuhi kebutuhan rumah beserta perlengkapannya. Hal ini mengindikasikan bahwa komponen-komponen rumah dan perlengkapannya layak dijadikan sebagai komponen kebutuhan hidup layak (KHL). Namun persentase untuk perlengkapan dapur seperti kompor, rice cooker, gas, dan alat masak lainnya mendapatkan persentase lebih kecil dibandingkan dengan komponen lain. Pada Tabel 4.13 terdapat biaya kebersihan, sedangkan dalam Tabel komponen perumahan kebutuhan hidup layak berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi no. 13 tahun 2012 tidak dicantumkan, sementara persentase tingkat pemenuhana pekerja/buruh terhadap kebutuhan tersebut mencapai 60%. Data tersebut menujukan bahwa biaya kebersihan merupakan salah satu kebutuhan para pekerja/buruh PT Aspex Kumbong. Analisis kelayakan komponen rekreasi dan tabungan Kebutuhan rekreasi dan tabungan dalam penelitian ini terdiri dari tabungan jangka panjang, tabungan pendidikan anak, rekreasi di dalam kota/kab. Bogor, rekreasi di luar kota/kab. Bogor. Berikut disajikan ineterpretasi pekerja/ buruh PT Aspex Kumbong terhadap pemenuhan kebutuhan rekreasi dan tabungan pada Tabel 4.14.
21 Tabel 4.14 Frekuensi Pemenuhan Kebutuhan Rekreasi dan Tabungan Keterangan
T
TT
Modus
Persentase
Tabungan jangka panjang
38
52
52
57.8
Tabungan pendidikan anak Rekreasi di dalam kota/kab. Bogor Rekreasi di luar kota/kab. Bogor
49 35 31
41 55 59
49 55 59
54.4 61.1 65.6
Sumber: data diolah (2014) Berdasarkan data pada Tabel, dapat terlihat bahwa upah yang diterima oleh para pekerja/buruh PT Aspex Kumbong masih belum mencukupi seluruh komponen kebutuhan rekreasi dan tabungan. Namun, jika dilihat dari tingkat pemenuhannya, para pekerja/buruh PT Aspex Kumbong lebih memperioritaskan upahnya untuk disimpan sebagai tabungan pendidikan anak (54,4%). Hal ini mengindikasikan bahwa tabungan pendidikan anak merupakan salah satu kebutuhan para pekerja/buruh di PT Aspex Kumbong karena berdaraskan karakteristik, pekerja PT Aspex Kumbong sebagian besar telah berkeluarga. Analisis kelayakan komponen pendidikan Kebutuhan pendidikan dalam penelitian ini terdiri dari koran, buku bacaan, alat tulis, kursus/pelatihan. Berikut disajikan ineterpretasi pekerja/buruh PT Aspex Kumbong terhadap pemenuhan kebutuhan perumahan pada Tabel 4.15. Tabel 4.15 Frekuensi Kebutuhan Pendidikan T
TT
Modus
Persentase
Koran
Keterangan
31
59
59
65.6
Buku bacaan Alat tulis Kursus/pelatihan
36 40 31
54 50 59
54 50 59
60 55.6 65.6
Sumber: data diolah (2014) Berdasarkan data pada Tabel dapat terlihat, bahwa seluruh item kebutuhan pada komponen pendidikan sebagian besar masih belum terpenuhi. Hal ini mengindikasikan perlunya diadakan kajian ulang terkait item kebutuhan komponen oleh serikat kerja PT Aspex Kumbong untuk diaspirasikan kepada kesatuan serikat pekerja Indonesia (KSPI), sehingga ke depannya akan didapatkan item kebutuhan yang benar-benar diperlukan oleh para pekerja/buruh. Analisis kelayakan komponen transportasi Kebutuhan transportasi dalam penelitian ini terdiri dari biaya transportasi, kendaraan pribadi, bahan bakar kendaraan, perawatan kendaraan. Berikut disajikan ineterpretasi pekerja/buruh PT Aspex Kumbong terhadap pemenuhan kebutuhan transportasi pada Tabel 4.16.
22 Tabel 4.16 Frekuensi Pemenuhan Kebutuhan Transportasi Keterangan
T
TT
Modus
Persentase
Biaya transportasi (ongkos pergi-pulang) Kendaraan pribadi (sepeda/sepeda motor)
46 37
44 53
46 53
51.1 58.9
Bahan bakar kendaraan
44
46
46
51.1
Perawatan kendaraan (sepeda/sepeda motor)
37
53
53
58.9
Sumber: data diolah (2014) Berdasarkan data pada Tabel 4.16, upah yang diterima oleh para pekerja/buruh PT Aspex Kumbong baru bisa memenuhi item kebutuhan biaya transportasi (ongkos pergi-pulang) dengan persentase sebesar 51.1%. Hal tersebut mengindikasikan lebih banyak responden yang menggunakan angkutan umum dibandingkan kendaraan pribadi. Jumlah item kebutuhan komponen transportasi pada tabel 4.16 lebih banyak dibandingkan dengan item kebutuhan komponen transportasi yang terdapat pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi no. 13 tahun 2012. Komponen transportasi hanya dicantumkan biaya ongkos angkutan umum pulang-pergi, tetapi tidak dirincikan juga mengenai jarak tempuhnya. Analisis Kecukupan 60 Komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Pada penelitian ini dibuat pertanyaan terbuka yang menganalisis kecukupan 60 komponen kebutuhan hidup layak. Tujuan dibuat pertanyaan terbuka untuk menjaring aspirasi para pekerja/buruh PT Aspex Kumbong terkait jenis kebutuhan yang sebenarnya mereka perlukan dan diharapkan dapat menjadi acuan untuk menentukan kebijakan selanjutnya. Berikut disajikan pada Tabel 4.17 persepsi karyawan terkait kelayakan 60 komponen kebutuhan hidup layak. Tabel 4.17 Persepsi Karyawan tentang Kelayakan 60 Komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Keterangan Tercukupi Tidak tercukupi Tidak menjawab Total
Frekuensi 23 50 17 90
Persentase 25.6 55.6 18.9 100
Sumber: data diolah (2014) Berdasarkan data pada tabel 4.20, sebagian besar para pekerja/buruh PT Aspex Kumbong merasa tidak cukup akan 60 komponen kebutuhan hidup layak yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi no. 13 tahun 2012 (persentase sebesar 55.6%). ada beberapa aspirasi yang terhimpun dari responden, diantaranya: jumlah kebutuhan hidup layak menjadi 80 item sesuai yang diajukan oleh kesatuan serikat pekerja Indonesia (KSPI); adanya perbedaan antara jumlah kebutuhan hidup layak lajang dengan yang sudah menikah; ditambahkannya komponen tabungan pendidikan anak; ditambahkannya tabungan untuk membeli kendaraan pribadi; tabungan untuk membeli rumah; alatalat kecantikan; alat komunikasi beserta pulsa; serta biaya pajak, listrik; biaya bahan bakar kendaaraan dan perawataan kendaraan.
23 Berdasarkan keseluruhan analisis deskriptif terkait enam puluh komponen Kebutuhan Hidup Layak, melalui perbandingan jumlah komponen yang terpenuhi dengan jumlah keseluruhan komponen, diperoleh hasil perhitungan sebesar 85.71%. Persentase tersebut menunjukkan bahwa item yang ada di komponen Kebutuhan Hidup Layak merupakan kebutuhan yang dipenuhi oleh pekerja/buruh di PT Aspex Kumbong. Implikasi Manajerial PT Aspex telah menetapkan upah sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Namun untuk menunjang kinerja yang lebih baik, PT Aspex Kumbong dapat menerapkan hal-hal sebagai berikut: 1. Upah yang diberikan kepada para pekerja/buruh sebagian besar telah melebihi nilai upah minimum kabupaten, sehingga PT Aspex Kumbong harus tetap mempertahankan sistem upah yang mengikuti peraturan pemerintah (UU no. 13 tahun 2003). 2. Komponen-komponen kebutuhan hidup layak pekerja/buruh sesuai PeraturanMenteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi no. 13 tahun 2012 layak digunakan untuk menentukan upah minimum, jika didasarkan pada distribusi upah yang diterima PT Aspex Kumbong terhadap pemenuhan komponen komponen kebutuhan tersebut. Namun, serikat kerja PT Aspex Kumbong perlu melakukan pengkajian ulang terhadap komponen-komponen tersebut untuk menentukan kebutuhan yang menjadi prioritas benar- benar dikonsumsi oleh para pekerja/buruh di PT Aspex Kumbong sehingga bisa dijadikan gambaran atau diajukan kepada kesatuan serikat pekerja indonesia. 3. Serikat pekerja beserta pihak manejemen PT Aspex Kumbong hendaknya memberikan informasi kepada para pekerja/buruh terkait komponen kehidupan layak pekerja/buruh, sehingga ketika ada keluhan terkait hal tersebut, mereka memiliki landasannya.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa sistem pengupahan tidak didasarkan atas lama bekerja pekerja/buruh melainkan didasarkan pada jumlah jam kerja pekerja/buruh PT Aspex Kumbong. Upah yang diberikan di PTAspex Kumbong sebagian besar telah melebihi nominal upah minimum yang berlaku di Kabupaten Bogor tahun 2013 (2.242.420). Jumlah upah tersebut dapat memenuhi kebutuhan hidup sebagian besar pekerja/buruh. Berdasarkan gambaran distribusi upah yang diterima pekerja/buruh PT Aspex Kumbong dalam memenuhi kebutuhan hidup layak, sebagian besar komponen-komponen sudah layak menjadi gambaran jenis kebutuhan yang dikonsumsi oleh pekerja/buruh PT Aspex Kumbong. Namun, hanya item kebutuhan pendidikan yang masih perlu dikaji ulang. Selain itu, jumlah 60 komponen yang telah ditentukan berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
24 Transmigrasi no. 13 tahun 2012 dirasa belum cukup menggambarkan jumlah kebutuhan yang dikonsumsi oleh para pekerja/buruh di PT Aspex Kumbong. Saran PT Aspex Kumbong telah memberikan upah di atas upah minimum yang berlaku di Kabupaten Bogor tahun 2013 (2.242.420). Upah yang diberikan di bawah upah minimum belum menunjukan kecukupan dalam memenuhi kebutuhan hidup layak pekerja/buruh. Oleh karena itu, serikat kerja di PT Aspex Kumbong dapat proaktif terlibat dalam penetapan upah minimum. Selain itu, koordinasi yang baik dengan pihak manajemen PT Aspex Kumbong pun perlu dilakukan untuk membangun hubungan yang baik serta memberikan keuntungan untuk keduabelah pihak. Penelitian selanjutnya yang menggunakan topik yang sama diharapkan dapat mengambil responden dari cakupan yang lebih besar seperti kabupaten atau kota dengan metode probability sampling. Hal tersebut untuk menghimpun aspirasi dari pekerja/buruh yang terkumpul dalam satu kawasan.
DAFTAR PUSTAKA Anwar MI. 2011. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung (ID): Alfabeta Baliwati YF, Madanijah S. 2013. Bahan Ajar Mata Kuliah Ekologi Pangan dan Gizi. Bogor (ID): Departemen Gizi Masyarakat Carpio XD, Messiono J, Galdeano ASD.2014. Minimum Wage, Does it improve walfare in Thailand [Internet]. Barcelona (ES):IZA. Discussion paper no. 9711; [diunduh 2014 Maret 13]. Tersedia pada: ftp://ftp.iza.org/RePEc/Discussionpaper/dp7911.pdf Eriyanto. 2007. Teknik Sampling Analisis Opini Publik. Yogyakarta (ID): LkiS Kebijakan Upah Minimum Indonesia [internet]. [diacu 2013 September 19]. Tersedia pada: http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---ed_dialogue/-actrav/documents/meetingdocument/wcms_210427.pdf Muller KU, Steiner V.2013. Distributional Effects of a Minimum Wage in a Walfare State The Case of Germany [Internet]. Beline (ED). Paper discussion No. 2013/21;[diunduh 2014 Maret 21]. Tersedia pada: http://www.econstor.eu/handle/10419/90876 Nugroho EA, et al. 2013. Pengaruh Coaching terhadap Motivasi kerja dan Kinerja Individual (Studi Kasus pada Pekerja/buruh bagian Support Service Departemen Production Service International Nikel Indonesia, Tbk) [internet]. [diacu 2014 Maret 24]. Tersedia pada: http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/1554236aaaa372f424b662cf83f097e4.pdf Pemerintah Republik Indonesia. 2012. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi no. 13 tahun 2012 tentang Komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) [Internet]. [diacu 2014 Mei 10]. Tersedia pada: www.kemenaketrans.goid Pemerintah Republik Indonesia. 2005. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Per-17/ Men/2005 tentang Komponen dan Tingkatan
25 Kebutuhan Hidup Layak [Internet]. [diacu 2014 Juni 13]. Tersedia pada: www.hukumonline.com Pemerintah Republik Indonesia. 2008. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional [internet]. [diacu 2014 April 14]. Tersedia pada: http://www.kemenperin.go.id/direktorieksportir?what=kertas&prov=32 Pemerintah Republik Indonesia. 2003.Undang-Undang no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan [Internet]. [diacu 2014 Mei 30 ] tersedia pada: www.hukumonline.com Riduwan A. 2008. Rumus dan Data dalam Analisis Statistika. Bandung (ID): Alfabeta Rossana. 2013. Kebutuhan Dasar Manusia BAB II [internet]. [diacu 2014 Maret 25]. Tersedia pada: repository.usu.ac.id Ruky AS. 2001. Manajemen Penggajian dan Pengupahan untuk Pekerja/buruh Perusahaan. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama Santoso S. 2003. Mengatasi Berbagai Masalah Statistik dengan SPSS versi 11.5. Jakarta (ID): Elex Media Kompetindo Siagian SP. 2004. Teori Motivasi dan aplikasinya. Jakarta (ID): Rineka Cipta Sirait JT. 2006. Memahami Aspek-Aspek Peneglolaan Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. Jakarta (ID): Grasindo Gramedia Widiasarana Indonesia Yuniarti F. 1999. Hubungan Kebijakan Upah Minimum Regional dengan Tingkat Kebutuhan Dasar Kerja dan Produktvitas Perusahaan: Sebuah Kasus Perusahaan Sepatu Bata [internet]. [diacu 2013 September 15]. Tersedia pada: http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/details.jsp?id=758009& lokasi=local
26
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian “ANALISIS PENGARUH DAMPAK KIBAJAKAN UPAH MINIMUM REGIONAL TERHADAP PEMENUHAN KEBUTUHAN DAN KESEJAHTERAAN PEKERJA/BURUH” (studi kasus PT Aspex Kumbong) Saya Ai Sa’adah H24100045, mahasiswa departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Mohon kesedian Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini sebagai data dalam penelitian. Informasi yang diberikan sesuai dengan kondisi dan pengalaman Bapak/Ibu/Sdr/i selama bekerja di perusahaan. Identitas dan informasi yang telah diberikan akan dijaga kerahasiaannya serta hanay digunakan unutk kepentingan penelitian Terimakasih atas partisipasi Bapak/Ibu/Sdr/i menjadi salah satu responden. BAGIAN I IDENTITAS RESPONDEN Nama : (boleh dikosongkan) Jenis Kelamin : Usia : Status perkawinan : Pendidikan Terakhir : Bagian/ Jabatan : Lama Bekerja :
1. a. b. c. d. e. f. 2. a. b. 3. a. b.
Penghasilan Berapa besar jumlah penghasilan yang Saudara terima ketika pertama kali bekerja? 500.000- 1.000.000 1.000.001- 2.000.000 2.000.001- 3.000.000 3.000.001- 4.000.000 4.000.001-5.000.000 ≥5.000.000 Apakah penghasilan Saudara cukup untuk biaya selama satu bulan? Ya Tidak Apakah Saudara mempunyai penghasilan luar selain dari tempat Saudara bekerja Ya Tidak
Upah Minimum Skala Jawaban No
Pernyataan Ya
1. 2. 3.
Saya mengikuti perkembangan berita terkait upah minimum regional Saya terlibat aktif dalam penetapan kebijakan upah minimum regional Saya merasa puas dengan kebijakan besarnya upah minimum regional saat ini
Tidak
27 Lanjutan Lampiran 1 Skala Jawaban No
Pernyataan ya
4.
Tidak
Saya pernah mengikuti aksi mogok kerja untuk menuntut kebijakan upah minimum regional
Standar Kebutuhan Hidup Layak Skala Jawaban No
Pernyataan
1.
MAKANAN DAN MINUMAN Dengan upah yang diberikan, Saya dapat membeli kebutuhan karbohidrat (nasi/jagung/roti/ubi)
2.
Dengan upah yang diberikan, Saya dapat membeli kebutuhan protein (daging/ayam/telur/tempe/tahu)
3.
Dengan upah yang diberikan, Saya dapat membeli kebutuhan serat (buah/sayuran) Dengan upah yang diberikan, Saya dapat membeli susu
4.
5.
6.
7.
8.
SANDANG Dengan upah yang diberikan, Saya dapat membeli pakaian yang layak digunakan untuk bekerja dan bersantai Dengan upah yang diberikan, Saya dapat membeli peralatan ibadah* (sajadah/mukena/sarung) *bagi yang beragama islam Dengan upah yang diberikan, Saya dapat membeli alas kaki (sepatu, sandal, kaos kaki) yang layak digunakan untuk bekerja dan bersantai Dengan upah yang diberikan, Saya dapat membeli perlengkapan semir sepatu RUMAH DAN PERLENGKAPANNYA
9.
Dengan upah yang diberikan, Saya dapat membayar sewa kamar tepat waktu
10.
Dengan upah yang diberikan, Saya dapat membeli perlengkapan rumah (lemari/tv/kasur/lainnya)
11.
Dengan upah yang diberikan, Saya dapat membeli perlatan dan perlenkapan dapur (kompor/rice cooker/ gas/ alat masak/lainnya)
ya
tidak
28 Lanjutan Lampiran 1 Skala Jawaban No
Pernyataan
12.
Dengan upah yang diberikan, Saya dapat membayar listrik/pajak/kebersihan tepat waktu KESEHATAN
13.
Dengan upah yang diberikan, Saya dapat membeli perlengkapan obat pribadi.
14.
Dengan upah yang diberikan, Saya dapat membeli alat dan perlengkapan mandi (handuk/sabun/pasta gigi / sikat gigi /shampo/lainnya)
15.
Dengan upah yang diberikan, Saya dapat membeli perlengkapan cukur dan sesekali memotong rambut ke salon
16.
Dengan upah yang diberikan, Saya dapat membeli perlengkapan untuk mempeindah diri (deodorant/ minyak wangi/ minyak rambut/pelembab/lainnya)
17. 18.
REKREASI DAN TABUNGAN Dengan upah yang diberikan, Saya dapat menyisihkan uang tersebut sebagai tabungan jangka panjang Dengan upah yang diberikan, Saya dapat menyisihkan uang tersebut untuk tabungan pendidikan anak saya
19.
Dengan upah yang diberikan, Saya dapat melakukan rekreasi di dalam kota/kab. (Bogor)
20.
Dengan upah yang diberikan, saya dapat melakukan rekreasi ke tempat yang berada di luar kota/kab. Bogor
21.
PENDIDIKAN Dengan upah yang diberikan, Saya dapat membeli koran sebagai sarana penambah pengetahuan
22.
Dengan upah yang diberikan, Saya dapat membeli buku bacaan sebagai sarana penambah wawasan
23.
Dengan upah yang diberikan, Saya dapat membeli alat tulis yang digunakan untuk membantu saya dalam bekerja
24.
Dengan upah yang diberikan, Saya dapat mengikuti kursus/pelatiha yang dapat menambah keahlian saya dalam bekerja
ya
tidak
29 Lanjutan Lampiran 1 Skala Jawaban No
Pernyataan
ya
TRANSPORTASI 25.
Dengan upah yang diberikan, cukup untuk biaya tranportasi (ongkos angkot pulang- pergi)
26.
Dengan upah yang diberikan, Saya dapat membeli kendaraan pribadi (sepeda/ sepeda motor)
27.
Dengan upah yang diberikan, Saya mampu mencukupi kebutuhan bahan bakar kendaraan yang saya miliki (sepeda/motor) Dengan upah yang diberikan, Saya dapat melakukan perawatan terhadap kendaraan yang saya miliki (sepda/motor)
28.
Evaluasi: Menurut saudara apakah 60 komponen yang dijadikan dasar perhitungan standar kehidupan layak (SKL) Upah Minimum Regional (UMR) sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup saudara? a. ya b. Tidak jika ya,sebutkan alasan..................................................................................... jika tidak, sebutkan alasan................................................................................ Jika Saudara memiliki rekomendasi terkait komponen kebutuhan hidup layak (KHL), sebutkan! (boleh lebih dari 1)
tidak
30 Lampiran 2 Komponen kebutuhan hidup layak menurut Permenakertrans no. 13 tahun 2012 KOMPONEN KEBUTUHAN HIDUP LAYAK NO I 1 2
3 4 5 6 7 8 9 10 11 II 12 13 14 15 16 17 18 19 20
21 22 23
III 24 25 IV 26 V 27 28
KOMPONEN Makanan dan Minuman Beras Sumber Protein: a. Daging b. Ikan segar c. Telur ayam Kacang-kacangan (tempe/ tahu) Susu bubuk Gula pasir Minyak goreng Sayuran Buah-buahan (setara pisang/pepaya ) Karbohdrat lain (setara tepung terigu) Teh atau kopi Bumbu- bumbu Sandang Celana Panjang/pakaian muslim Celana Pendek Ikat pinggang Kaos oblong/BH Celana dalam Sarung/kain panjang Sepatu Kemeja lengan pendek/ blus Perlengkapan semir sepatu: a. Semir sepatu b. Sikat sepatu Sandal jepit Handuk mandi Perlengkapan ibadah: a. Sajadah b. Mukenah c. Peci, dll Pendidikan Bacaan/Radio Balpoint/ pensil Transportasi Transportasi kerja dan lainnya Rekreasi dan Tabungan Rekreasi Tabungan (2% dari nilai 1 s/d 59)
NO VI 29 30 31
32 33 34 35 36 37
38 39 40 41 42
43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 VII 55
56 57 58 59 60
KOMPONEN Perumahan Sewa kamar Dipan/ tempat tidur Perlengkapan tidur: a. Kasur busa b. Bantal busa Seprei dan sarung bantal Meja dan kursi Lemari pakaian Sapu Ceret alumunium Perlengkapan makan: a. Piring makan b. Gelas minum c. Sendok garpu Wajan alumunium Panci alumunium Sendok masak Rice cooker ukuran ½ liter Kompor dan perlengkapannya a. Kompor gas 1 tungku b. Selang dan regulator c. Tabung gas 3 kg Gas elpiji Ember plastik Gayung plastik Listrik Bola lampu hemat energi Air bersih Sabun cuci pakaian Sabun cuci piring (colek) Setrika Rak piring portabel plastik Pisau dapur Cermin Kesehatan Sarana kesehatan: a. Pasta dan sikat gigi b. Sabun mandi c. Shampo Pembalut atau alat cukur Deodorant Obat anti nyamuk Potong rambut Sisir
31 Lampiran 3 Komponen kebutuhan hidup layak menurut permenaker Per-17/Men/2005 KOMPONEN KEBUTUHAN HIDUP LAYAK NO I 1 2
3 4 5 6 7 8 9 10 11 II 12 13 14 15 16 17 18 19 20 III 21 IV 22 23
KOMPONEN Makanan dan Minuman Beras Sumber Protein: d. Daging e. Ikan segar f. Telur ayam Kacang-kacangan (tempe/ tahu) Susu bubuk Gula pasir Minyak goreng Sayuran Buah-buahan (setara pisang/pepaya ) Karbohdrat lain (setara tepung terigu) Teh atau kopi Bumbu- bumbu Sandang Celana Panjang/rok Kemeja lengan pendek/ blus Sepatu Kaos oblong/BH Celana dalam Sarung/kain panjang Sandal jepit Handuk mandi Perlengkapan ibadah Pendidikan Bacaan/radio Rekreasi dan Tabungan Rekreasi Tabungan
NO VI 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
35 36 37 38 39 40 41 42 VII 43
44 45 VII 46
KOMPONEN Perumahan Sewa kamar Dipan/ tempat tidur Kasur dan bantal Seprei dan sarung bantal Meja dan kursi Lemari pakaian Sapu Ceret alumunium Panci alumunium Sendok masak Perlengkapan makan: a. Piring makan b. Gelas minum c. Sendok garpu Wajan alumunium Kompor minyak tanah Minyak tanah Ember plastik Listrik Bola lampu pijar/neon Air bersih Sabun cuci Kesehatan Sarana kesehatan: a. Pasta gigi b. Sikat gigi c. Sabun mandi d. Shampo e. Pembalutatau alat cukur Obat anti nyamuk Potong rambut Transportasi Transportasi kerja dan lainnya
32 Lampiran 4 Hasil Uji Validitas Rekap Nilai Spearman correlation Hasil Uji Validitas Nilai Spearmen Pertanyaan keCorrelation 1 0.730 15 2 0.713 16 3 0.769 17 4 0.846 18 5 0.833 19 6 0.744 20 7 0.831 21 8 0.876 22 9 0.890 23 10 0.884 24 11 0.871 25 12 0.898 26 13 0.899 27 14 0.630 28 Sumber: data diolah (2014) Pertanyaan ke-
Nilai Spearmen Correlation 0.906 0.834 0.823 0.847 0.889 0.650 0.826 0.731 0.819 0.665 0.675 0.810 0.829 0.853
33
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Garut pada tanggal 28 Mei 1992, putri ketiga dari lima bersaudara, pasangan Yoyoh Nurhayati dan Arom Mahram. Penulis mengawali pendidikan formalnya di TK Al-Hikmah, dilanjutkan ke SD Negeri Langen Sari 3. Penulis mengenyam pendidikan sekolah menengah di SMP Negeri 1 Tarogong Kidul sedangkan pendidikan sekolah atas di SMA Negeri 6 Garut, selanjutnya di Institut pertanian Bogor fakultas Ekonomi dan Manajemen departemen Manajemen. Selain mengikuti kegiatan akademik, penulis juga aktif di berbagai organisasi dan kepanitian. Penulis pernah terlibat dalam organisasi Dewan Gedung Asrama, Bimbingan Remaja dan Anak-anak Al-Hurriyah, IPB Political School, Himpunan Mahasiswa Garut, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen serta Lembaga Dakwah Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Penulis juga aktif di berbagai lomba yang diadakan di kampus, serta pernah menjuarai lomba menulis surat kecil untuk Rektor.