NO.18
MARET 2006 PERHIMPUNAN BUDDHIS NICHIREN SHU INDONESIA
BUNGA TERATAI, SIMBOL DARI AJARAN BUDDHA Oleh: YM.Bhiksu Jun-Ichi Nakamura Ilustrasi Oleh: Hiroshige Katsu unga Teratai adalah simbol dari ajaran Buddha. Semua para Buddha dan Bodhisattva selalu digambarkan duduk atau berdiri diatas sebuah bunga teratai. Kalian pasti heran dan bertanya kenapa? Aku juga pada mulanya, heran tentang hal ini. Mari kita membahas lebih dalam mengenai bunga teratai dalam Buddhisme. Bunga Teratai aslinya berasal dari India, sama seperti Buddhisme. Pada masa lampau, bunga teratai dibawa ke China melalui Jalan Sutra, dan dari China dibawa ke Jepang. Daun-daun teratai berbentuk bulat atau lonjong dan mempunyai batang yang panjang. Pada musim panas, sebuah batang tumbuh panjang dengan sebuah bunga yang besar. Setelah bunga berguguran, tersisalah biji-biji bunga yang mekar bersamaan, dan jatuh kedalam air dan tumbuh. Akar-akar bunga teratai yang tumbuh, menjadi gemuk dan sering digunakan sebagai ramuan obat-obatan atau makanan di Asia. Pada musim panas, bunga teratai bermekaran disejumlah selokan sebuah benteng di kota ku. Melihat tunas tersebut, aku berpikir, “Bunga Teratai sangatlah
B
1
No.18 / Maret 2006
Bab XV, Saddharma Pundarika Sutra, Bodhisattva Maitreya berkata, "Mereka (para murid Buddha Sakyamuni) telah belajar di Jalan Bodhisattva dengan baik. Mereka tidak terkotorkan oleh hal-hal duniawi bagaikan bunga teratai yang tidak terkotori oleh air lumpur. (Murano, p. 239) indah, tetapi tentu saja Buddha tidak mungkin duduk diatasnya.” Namun, tempat duduk Bunga Teratai selalu digambarkan dalam sutra-sutra yang muncul dipermukaan. Bunga ini akan bermekaran dipagi hari, dan layu disore hari, jadi Sang Buddha setidaknya bisa duduk dengan nyaman sepanjang siang hari! Tahukah kamu apa warna dari Bunga Teratai, tempat duduk dari Sang Buddha? Berdasarkan kamus, bahwa bunga teratai mempunyai banyak warna seperti merah, biru, kuning atau putih. Ketika aku melihat rupang Buddha yang diabadikan didalam Aula Utama kuil, saya tidak tahu warna yang sesungguhnya dari bunga teratai itu.Suatu hari aku berpikir dengan lebih jernih, apa sebenarnya warna dari bunga teratai yang digunakan sebagai tempat duduk Buddha. Saya ingat bahwa judul sansekerta dari Lotus Sutra adalah Saddharma Pundarika Sutra. Saddharma berarti “Ajaran Kebenaran / Sejati,” Pundarika berarti “bunga teratai putih,” dan sutra berarti “Naskah Buddhis.” Dalam sansekerta, Pundarika yang dimaksud adalah bunga teratai putih. Jadi tempat duduk untuk para Buddha dan para Bodhisattva adalah bunga teratai putih, dan seluruh ajaran Buddha Sakyamuni terkandung dalam Saddharma Pundarika Sutra. Bunga Teratai tumbuh di kolam dan lumpur. Biasanya, mereka tumbuh berdiri diatas air, sering dalam air berlumpur. Buddha Sakyamuni
membandingkan air yang kotor dengan keinginan dari orang-orang di dunia. Meskipun bunga teratai ditumbuh diatas air yang kotor, tetapi bunganya putih dan bersih. Hal yang sama, bahwa ajaran Buddha muncul untuk memberikan kemurnian kepada dunia ini. Inilah kenapa bunga teratai digunakan sebagai lambang dari ajaran Buddha. Meskipun kita hidup di dunia ini, sebenarnya kita tidak dikotori oleh iblis. Kita harus bisa merubah segala keinginan duniawi, menjadi energi baik dan tumbuh seperti bunga teratai. Pelaksana Saddharma Pundarika Sutra haruslah mencari hidup yang lebih baik tanpa dikotori oleh segala keinginan hawa nafsu duniawi. Pesan Untuk Masa Depan aya pikir semua orang pasti berkeinginan untuk menjadi baik. Tidak seorang pun yang ingin menjadi iblis. Namun, orang bisa menjadi iblis karena mereka tidak memiliki kebijaksanaan
S
untuk mengendalikan hawa nafsu mereka. Kebijaksanaan itu dibabarkan oleh Buddha Sakyamuni dalam Saddharma Pundarika Sutra, hal ini seperti bunga teratai putih yang tumbuh diatas Lumpur. Kata “Masa Depan” dalam kalimat diatas, menurut saya bahwa Buddha Sakyamuni berusaha mengirimkan pesan bagi kita yang hidup saat sekarang ini, waktu setelah Ia mengajakarn Saddharma Pundarika Sutra. Kalimat berikut ini juga sangat menarik: “Ketika mereka terlahir kembali dihadapan Sang Buddha, mereka akan muncul diatas bunga teratai.” (Murano, p. 198) Kalimat dari “Muncul” dalam bahasa Jepang adalah "keshõ" ( ). Keshõ adalah salah satu dari empat macam bentuk kelahiran yang digambarkan dalam sutra dan filsafat India kuno. Jika kamu ingin mengetahui lebih lanjut tentang hal ini, silahkan baca catatan di akhir artikel ini. Saya sangat tertarik dengan salah satu makna dari Keshõ dalam kamus: “Keshõ adalah kelahiran yang tercipta dari salah satu karma (bibit) sendiri dari masa lampau.” Orang India percaya bahwa kehadiran saat ini adalah sebagai hasil dari salah satu karma dari masa lampau, dan masa depan tercipta dari karma masa sekarang. Membaca makna ini, aku mulai mengerti arti sesungguhnya dari Keshõ. Berbeda dengan pengertian
Bab XII, Saddharma Pundarika Sutra dikatakan, "Putera dan Puteri yang baik pada masa mendatang, yang mendengar bab Devadatta, Saddharma Pundarika Sutra ini dengan penuh hati kepercayaan yang didasari pikiran yang murni dan tidak mempunyai sedikit pun keraguan terhadapnya, tidak akan pernah terjatuh kedalam neraka atau dunia iblis kelaparan atau dunia binatang.Mereka akan terlahir kembali dihadapan Sang Buddha di sepuluh penjuru dunia." (Murano, p. 198)
2
No.18 / Maret 2006
Nichiren Shõnin berkata tentang asal usul namaNya, "Dalam dunia ini tidak ada yang lebih terang daripada matahari dan bulan, tidak ada yang lebih suci dibandingkan dengan bunga teratai. Saddharma Pundarika Sutra adalah sama seperti matahari, bulan dan bunga teratai, oleh karena itu disebut Sutra Bunga Teratai, Dharma Yang Luar Biasa. Aku, Nichiren, juga sama seperti matahari, bulan dan bunga teratai.” (Surat kepada Istri Shijõ Kingo) Karma sebagai perbuatan, Buddha Sakyamuni mengajarkan bahwa jika seseorang percaya kepada katakataNya, membangkitkan kekuatan hati kepercayaan, ia akan dapat terlahir kembali dari sebuah bunga teratai. Bunga Teratai, tentu saja bunga teratai putih. Putih melambangkan kesucian. Pada bagian terakhir dari Bab.12, Saddharma Pundarika Sutra digambarkan puteri raja naga yang berumur delapan tahun. Ia percaya kepada Saddharma Pundarika Sutra dan mencapai KeBuddhaan dalam Dunia Suci. Pikirannya menjadi suci dan tidak ternoda, ini sama seperti ketika kita lahir, dan segera mencapai penerangan. Tentu saja, bunga teratai putih, juga sangat penting buat Nichiren Shonin, hal ini terlihat dari nama Beliau, Nichiren berarti “Matahari teratai putih.” Nichiren Shõnin membaca Saddharma Pundarika Sutra dengan pikiran yang suci dan murni seperti puteri naga. Nichiren Shonin juga berkata, “Ini adalah sebuah jalan untuk mencapai KeBuddhaan tanpa perlu membuang segala hawa nafsu.” (Surat kepada Shijõ Kingo). Catatan: Kumãrajiva: Ia lahir dari seorang ayah India, yang masih mempunyai
keturunan keluarga bangsawan dan ibunya adalah seorang adik dari seorang raja Kuccha. Kumãrajiva menjadi seorang bhiksu pada umur tujuh tahun. Pertama ia belajar Hinayana dan kemudian Mahayana. Ketika Fu Chien menaklukan Kuccha pada tahun 384, Kumãrajiva dijadikan tawanan selama 18 tahun di China. Ia pergi ke Chang-an pada tahun 401 dan menjadi seorang guru Negara. Pada masa sisa hidupnya, ia menerjemahkan naskah-naskah Buddhis, sejumlah 35 sutra dan berbagai komentar tentang sutra sejumlah 300, termasuk Mahaprajna-paramita-sutra, Saddharma Pundarika Sutra, Sutra Amitabha, Sutra Kebijaksanaan dan lain-lain. GASSHO Shishõ: Berdasarkan filsafat India kuno, mahluk hidup dapat terlahir kembali dalam empat cara kelahiran: 1) taishõ ( ) – lahir dari rahim seorang wanita, seperti manusia dan binatang mamalia. 2) ranshõ ( ) – lahir dari sebuah telur, seperti burung dan ikan. 3) shisshõ ( ) – lahir dari kelembaban, seperti nyamuk atau katak. 4) keshõ ( ) – perubahan bentuk. Kelahiran seketika dari kekosongan, seperti mahluk surgawi.
3
Kata-Kata Mutiara Oleh: Josho S.Ekaputra
Sadarilah kekotoran pikiran sendiri, sehingga kita mengetahui kekurangan dan kelebihan diri o-o Jadilah pengendali hawa nafsu, bukan dikendalikan oleh hawa nafsu o-o Matahari dan bulan bersinar tanpa pamrih, angin dan hujan memberikan kesejukan tanpa pamrih, kenapa kita meminta pamrih ? o-o Seorang pemenang adalah orang yang mampu mengendalikan pikiran, dan hawa nafsu serta mampu menimbulkan kebijaksanaan dalam hati o-o Waktu terus berlalu tanpa bisa kita bendung, Badan terus menua tanpa terhindari, Apa yang kita tunggu ? Lakukan kebajikan sebelum segalanya berlalu
No.18 / Maret 2006
Pesan Tahun Baru dari Gunung Minobu:
Belajar Makna Sejati Dari "Rissho Ankoku-ron" Oleh YM.Bhiksu Tertinggi Nichiko Fujii
G
unung Minobu adalah singasana Sang Buddha, dimana suara daun-daun pohon cemara tua saling bergesekan tertiup oleh angin, bagaikan suara Sang Buddha yang sedang membabarkan Saddharma Pundarika Sutra. Pendiri kita, Nichiren Shonin berkata, “Ketika kita berada di Gunung Minobu, siang dan malam membaca Saddharma Pundarika Sutra dan berdiskusi tentang Maka Shikan pada pagi dan siang hari, kita merasa bahwa seolah-olah berada didalam Tanah Suci Gunung Grdhrakuta. “ Pendiri kita, Nichiren Shonin memasuki Gunung Minobu, ketika para murid dan pengikut Beliau mendapat sejumlah penganiayaan dan rintangan dari pemerintah, sehingga negara hampir hancur karena serangan dari Mongol. Pada tahun 1275, Nichiren Shonin menulis sebuah surat kepada Bhiksu awam Soya Jiro Horen, yang menyatakan, “Langit dan bumi adalah sebuah cermin, dimana sebuah Negara akan tercermin dengan jelas disana. Berbagai macam bencana alam yang terjadi hari ini di Jepang, adalah karena kesalahan peraturan pemerintah Jepang, yang tercermin dalam cermin langit dan bumi.“ Nichiren Shonin secara terus menerus mengajarkan kepada
Bhiksu Tertinggi Nichiko Fujii kita bahwa kita dapat menciptakan perdamaian dan kemurnian dan mewujudkan Tanah Buddha di dunia ini jika kita bekerja berdasarkan Dharma Sejati. Setelah belajar berbagai macam ajaran sekte-sekte Buddhisme selama 16 tahun, Bhiksu Rencho (Nichiren Shonin) kembali ke Gunung Kiyosumi untuk mengumumkan secara resmi berdirinya sekte baru yaitu Nichiren Shu Buddhisme pada tahun 1253. Mengetahui tentang Dharma Sejati dari Buddha Sakyamuni, Rencho berkeinginan untuk mengkoreksi segala bentuk kekeliruan dari berbagai ajaran palsu yang dianut oleh berbagai sekte lainnya. Pada usia 38 tahun, Nichiren Shonin menulis “Rissho Ankokuron (Risalah tentang Menyebarkan Perdamaian Keseluruh Negera
4
Dengan Menegakkan Dharma Sejati)” dan dikirimkan kepada Hojo Tokiyori, Bupati Shogun pemerintah militer Kamakura. Namun, risalah yang dikirimkan oleh Nichiren Shonin tidak diterima dengan baik oleh pemerintah militer. Bahkan setelah itu Nichiren Shonin mendapat berbagai macam penganiayaan. Kita dapat mengatakan bahwa “Rissho Ankokuron” adalah titik awal kegiatan misionari dari pendiri kita, Nichiren Shonin. Mengusung “Rissho Ankokuron” Nichiren Shonin mencoba melihat segala kondisi dan situasi pada masa itu, dan orang-orang yang tercermin dalam cermin terang Buddha Dharma dan menegakkan ajaran Buddha pada masa akhir dharma dengan Ajaran Kendaraan Tunggal, Saddharma Pundarika Sutra. Ini adalah cara pendiri kita, Nichiren Shonin membalas budi kepada Buddha Sakyamuni. Kita, Nichiren Buddhis, yang dibimbing oleh Nichiren Shonin dan memperoleh Bibit KeBuddhaan, haruslah belajar menghormati motivasi sesungguhnya dari Nichiren Shonin dalam menulis “Rissho Ankoku-ron.” GASSHO “Namu Myoho Renge Kyo”
No.18 / Maret 2006
Tahun Anjing
TAHUN PENUH PERUBAHAN Oleh: YM.Bhiksu Hoyu Maruyama
T
ahun 2006 adalah tahun Anjing menurut mitologi China. Tahun Anjing di Jepang dimulai setelah tahun ayam berlalu, ini adalah tahun perubahan besar. Pada tahun Anjing 1946, juga adalah awal dari sebuah perubahan setelah perang dunia ke-2 selesai, ketika itu Kaisar Jepang mengumumkan bahwa ia adalah seorang manusia biasa, dan pemilihan umum yang pertama pun dilaksanakan. Pada tahun anjing 1958 Tuan Shigeo Nagashima bergabung dengan Yomiuri Giants, ini dikatakan sebagai awal dari perubahan Baseball Jepang menuju profesional. Pada tahun anjing 1982 Nichiren Shu membuat sebuah langkah baru setelah 700 tahun peringatan Nichiren Shonin. Selama hidupnya Nichiren Shonin bertemu dengan tahun anjing sebanyak lima kali. Diantaranya adalah tahun Kocho ke-dua (1262) dan tahun Bunnei ke-11 (1274) dimana pada tahun ini terjadi berbagai perubahan besar dalam hidupNya. Pada tahun tersebut ia menjalani hukuman pembuangan ke semenanjung Izu, ketika itu Ia menulis “Shionsho (Risalah tentang Empat Macam Balas Budi) “ dan “Kyokijikokusho (Risalah Ajaran,
Kemampuan, Waktu dan Tempat)”. Surat ini ditulis setahun setelah Ia menulis “Kanjin Honzon Sho” (Perenungan Spiritual dan Yang Maha Agung) dan mewujudkan Dai Mandala Gohonzon (Yang Maha Agung), ketika Ia diijinkan oleh pemerintah militer untuk kembali Kamakura dari Pulau Sado, dimana Ia menjalani pembuangan, dan kemudian meninggalkan Kamakura ke Gunung Minobu pada tanggal 12 bulan mei. Nichiren berada di Kominato ketika ia berusia 5 tahun pada tahun anjing 1226. Ia belajar di Kamakura ketika berusia 17 tahun pada tahun anjing 1238. Ia tinggal di Kyoto ketika berusia 29 tahun pada tahun anjing 1250. Berbagai macam cerita
5
legenda terkenal tentang Nichiren Shonin yang berkaitan dengan “Seekor Anjing” atau "Seekor Anjing Putih”, yang menjadi sebuah sejarah di Kuil J o tak u ji, S h imo y ama , Minobu-cho, Daerah Administrasi Yamanashi. Ketika Nichiren Shonin tinggal di Gunung Minobu, Zenchi Hoin dari Komurosan daerah Kajikazawa yang berdekatan dengan Gunung Minobu menantang Nichiren Shonin untuk berdebat tentang ajaran Buddha, dan dari debat itu ia kalah dengan Nichiren Shonin, namun masih tidak mempercayai Nichiren Shonin dari dalam hatinya. Pada suatu hari Zenchi mengunjungi Nichiren Shonin di kediamanNya dengan menjinjing sebuah kotak besar berisi makanan. Ia membawa kotak itu kehadapan Nichiren Shonin, dengan berkata, “Ini terdapat beberapa potong kue beras buatan istriku.” Nichiren Shonin kemudian mengambil sepotong kue beras tersebut dan melemparkannya kepada seekor anjing putih yang sedang bermain dihalaman tidak jauh dariNya. Anjing itu sangat gembira mendapatkan makanan, dengan mengibaskan ekornya, ia memakan kue beras tersebut, dan segera keempat kakinya menjadi lemas, memuntahkan darah dari mulutnya,
No.18 / Maret 2006
dan mati. Zenchi akhirnya mengaku, “Aku memang telah dikalahkan dalam debat dengamu setahun yang lalu. Tetapi aku masih menyimpan dendam dalam hati, meskipun aku mengaku diriku sebagai muridMu. Aku telah berusaha membunuhMu dengan racun. Tetapi rencanaku untuk membunuhMu, terungkap oleh anjing putih itu pada menit-menit terakhir. Mohon maafkan aku, Bhiksu Agung.” Ia sungguh menyesal akan perbuatannya, dan membungkukkan badan menyembah dan memuja Nichiren Shonin. Nichiren Shonin berwelas asih kepadanya, Ia memaafkannya dan berkata, “Semua kejadian ini disebabkan oleh iblis yang menguasai dirimu ketika kamu
tidak menyadarinya. Oleh karena itu kamu tidaklah bersalah, bukan kamu lah yang melakukan perbuatan jahat ini. “ Anjing putih yang mati tersebut dimakamkan dengan penuh penghormatan dan batu nisan makamnya didirikan di Shimoyama. Nichiren Shonin melaksanakan upacara religius khusus untuk anjing putih tersebut dan membangun sebuah tugu yang terbuat dari cabang sebuah pohon ginkgo sebagai sebuah stupa. Anehnya, tongkat dari cabang pohon itu, tumbuh akar, dan kemudian mulai muncul daun dan tunas baru, serta tumbuh menjadi sebuah pohon yang tinggi besar. Pohon Ginkgo ini disebut
“Pohon Ginkgo Untuk Anti Racun” beberapa tahun kemudian, dan daun-daunnya dibuat menjadi jimat (omamori) sebagai sebuah obat yang manjur. Obat tetes mata dibuat dari sarinya. Pohon ini juga disebut “Ohatsuki-icho” karena mempunyai biji kacang diatas daun, dan kacang itu atau “Ginnan,” dikatakan sebagai bentuk dari sebuah gigi anjing. Dan juga pohon ini disebut “Sakasa-icho,” karena semua cabang bergantung turun kebawah. Ini adalah pohon teraneh dan jarang ada di dunia. GASSHO (Diterjemahkan dari bahasa Jepang ke Inggris oleh YM.Bhiksu. Kanshu Naito)
KABINET BARU
KANTOR PUSAT ADMINISTRASI NICHIREN SHU A
nggota kongres Nichiren Shu, adalah badan legislatif tertinggi dari Nichiren Shu, telah dipilih kembali pada tanggal 17 Nopember 2005. Anggota baru yang telah dipilih, telah dilantik dalam sesi khusus pada konggres tanggal 14 desember 2005, dan terpilih YM.Bhiksu Shozan Hirai dari Kota Saga sebagai Ketua dan YM.Bhiksu Bunkyo Tanaka dari Kota Sapporo sebagai wakil ketua. Pada waktu yang sama, Kepala Administrasi meminta untuk pensiun karena alasan kesehatan, disetujui. Maka enam hari kemudian, Kongres membuka sesi untuk memilih ketua administrasi yang baru, pada tanggal 20 desember 2005. Sebagai hasilnya, YM.Bhiksu Joshin Komatsu dari Kuil Takeibo, Gunung Minobu, Daerah Administrasi Yamanashi, terpilih sebagai ketua administrasi yang baru di Kantor Pusat Nichiren Shu. Ketua Administrasi yang baru segera
memilih susunan pengurus baru, yang secara resmi diumumkan pada tanggal 22 desember 2005. Susunan kabinet baru antara lain: Kepala Administrasi: YM.Bhiksu Joshin Komatsu (58 tahun), Kuil Takeibo, Gunung Minobu, Daerah Administrasi Yamanashi. Direktur Eksekutif, Kantor Misionaris: YM.Bhiksu Ryuji Ito (65 tahun), Kuil Joshoji, Kota Yokohama. Direktur Eksekutif, Kantor Urusan Umum: YM.Bhiksu Jucho Harita (56 tahun), Kuil Myoryuji, Kota Kanazawa. Direktur, Departemen Misionaris: YM.Bhiksu Kancho Kajiyama (68 tahun), Kuil Renchoji, Kota Fuefuki, Daerah Administrasi Yamanashi. Direktur, Departemen Pendidikan: YM.Bhiksu Shobin Watanabe (68 tahun), Kuil Horenji, Kota Ichikawa, Daerah Administrasi Chiba. Direktur, Departemen Urusan Umum: YM.Bhiksu Eiho Fujioka (59 tahun), Kuil Honzoji, Kota Moriyama, Daerah Administrasi Shiga Direktur, Departemen Keuangan Umum: YM.Bhiksu Kyogen Komano (54 tahun), Kuil Jozaiji, Setagaya-ku, Tokyo Manajer, Kantor Kepala Administrasi: YM.Bhiksu Ryoko Osa (56 tahun), Kuil Chokoji, Minato-ku, Tokyo Kepala, Pusat Pendidikan Keagamaan: YM.Bhiksu Genta Tazawa (57 tahun), Kuil Myokoji, Kota Mobara, Daerah Administrasi Chiba. Presiden, Perusahaan Surat Kabar Nichiren Shu: YM.Bhiksu Shoko Ito (55 tahun), Kuil Jorenji, Kota Kawasaki, Daerah Admnistasi Kanagawa.
6
No.18 / Maret 2006
Seri Pelajaran Mahayana
Sumber : Berbagai bahan dan buku-buku Mahayana Penerjemah dan rangkuman oleh : Josho S.Ekaputra
MUDRA PARA BUDDHA ( BAGIAN. II) Abhaya Mudra
Buddha ketika berjalan dan menyapa orang. Ia melambangkan niat baik ketika bertemu dengan orang lain. Dalam seni Gandhara, ia dilukiskan sebagai lambang pembabaran dan ini juga sama seperti di China semasa era Wei dan Sui pada abad ke-4 dan ke-7. Mudra ini juga digunakan oleh Sang Buddha ketika menundukkan seekor gajah yang akan menyerangNya, hal ini bisa kita dilihat dibanyak lukisan dan pahatan dinding di candi. Dalam aliran utara atau Mahayana, para dewa
ABHAYA MUDRA
A
bhaya Mudra melambangkan perlindungan, kedamaian, kebajikan, dan melenyapkan ketakutan. Dalam tradisi Theravada, biasanya mudra ini dibentuk dengan tangan kanan yang diangkat setinggi bahu, lengan tangan dibengkokkan, dan telapak tangan menghadap kedepan dengan jari tangan berdiri tegak lurus, dan digabungkan, dan tangan kiri bergantung pada sisi badan kiri. Di Thailand dan Laos, mudra ini dihubungkan dengan Sang
Bhumiparsa Mudra
sering mengunakan mudra ini dengan kombinasi bersama mudra lain. Jepang sendiri, mudra Abhaya digunakan dengan dibentuk mengunakan jari tengah, dan merupakan lambang dari Sekte Shingon. (Jepang: Semui-in,
7
China: Shiwuwwi Yin). BHUMIPARSA MUDRA
B
humisparsa Mudra secara literatur melambangkan Sang Buddha memanggil bumi sebagai saksi. Ini melambangkan saat ketika Sang Buddha meminta bumi untuk bersaksi dalam memecahkan suatu masalah, ketika ia berada dibawah pohon Papal di Bodhi Gaya. Sering digunakan untuk melambangkan Buddha Sakyamuni dan Aksobhya duduk dalam posisi teratai. Tangan kanan menyentuh bumi dengan jari telunjuk menyentuh ibu jari, dan tangan kiri diletakkan diatas pangkuan menghadap keatas dan ibu jari terpisah dari lainnya. Ini juga dapat melambangkan tentang penaklukan terhadap pasukan mara. Buddha Aksobhya sering mengunakan mudra ini. Pada masa kekacauan di Korea, sering terlihat rupang Buddha Amitabha mengunakan mudra ini. Kadang-kadang tangan diatas telapak tangan kiri diletakkan sebuah mangkok. (Jepang: Gomain, Anzan-in, Anchi-in, Sokuchi-in;
Dhyana Mudra
No.18 / Maret 2006
China: Chudi Yin) DHYANA MUDRA
A Collection of Nichiren Wisdom, Volume 1 Terbitan: Nichiren Buddhist International Center Diterjemahkan oleh: Josho S.Ekaputra
D
hyana Mudra adalah mudra meditasi, konsentrasi terhadap hukum dan sangha. Kedua tangan diletakkan diatas pangkuan, jari-jari tangan kiri dan kanan semuanya rapat, dan telapak menghadap keatas, biasanya tangan kanan kanan diatas, namun dibeberapa negara tangan kiri diatas. Ibu jari kedua tangan saling menyentuh membentuk segitiga, simbol dari api spiritual atau Triratna, tiga pusaka. Mudra ini digunakan untuk melambangkan Buddha Sakyamuni dan Buddha Amitabha. Namun, kadang-kadang, Dhyana Mudra juga digunakan untuk melambangkan Bhaisajyaguru sebagai Buddha Obat, dengan sebuah mangkok obat diletakkan diatas telapak tangan. Mulai digunakan di China pada periode Wei. Mudra ini sudah digunakan jauh sebelum Siddharta menjadi Buddha, ketika itu ia masih seorang yogi, untuk mencapai konsentrasi, penyembuhan, dan media perantara. (Dyana Mudra, Samadhi Mudra, Yoga Mudra; Jepang: Jo-in, Jokai Jo-in, China: Ding Yin) BERSAMBUNG
Penganiayaan Komatsubara Pada tanggal 11 nopember tahun Bunei ke-1, Nichiren, dan rombongan mendapatkan sebuah rintangan besar di Komatsubara daerah Tojo. Sekitar tengah hari, sebanyak seratus pengikut Nembutsu menyerang kami. Diantara sepuluh orang dalam rombongan Nichiren, hanya tiga atau empat orang yang bisa berjuang. Panah berterbangan bagaikan hujan, dan pedang saling membentur bagaikan guntur. Seorang murid Nichiren pun terbunuh, dan dua orang lain terluka serius. Aku sendiri juga terluka, tetapi bagaimanapun juga Aku selamat dan hati kepercayaanKu semakin dalam. Dalam Bab X, Guru Dharma, kamu dapat membaca, “Ketika Buddha Sakyamuni hidup saja banyak yang iri hati dan membencinya. Terlebih lagi setelah kemoksaanNya.” Dalam Bab.XIV, Jasa Kebajikan Guru Dharma, dikatakan, “Sangatlah sulit untuk percaya kepada sutra ini karena terdapat begitu banyak penganiayaan di dunia ini.” Terdapat banyak orang yang menyebut dan belajar Saddharma Pundarika Sutra di Jepang. Banyak orang yang dihukum karena merampok atau memperkosa, tetapi tidak seorang pun yang mengalami penganiayaan karena hati kepercayaan kepada Saddharma Pundarika Sutra, oleh karena itu tidak seorang pun pelaksana di Jepang sebagaimana yang dinyatakan dalam Sutra. Hanya Nichiren, yang mengalami semua itu. Dalam Bab.XIII, dikatakan, “Aku tidak perduli tentang hidupKu, Aku hanya peduli kepada Jalan Tertinggi, Saddharma Pundarika Sutra.” Inilah kenapa, Saya adalah Pelaksanan nomor satu "Pelaksana Saddharma Pundarika Sutra" di Jepang. Nanjo Hyoe Shichiro Dono Gosho Surat Balasan Kepada Nanjo Hyoe Shichiro Dono (Latar belakang; 13 Desember 1264, di Gunung Minobu) Catatan Redaksi: Penganiayaan Komatsubara, salah satu dari sekian banyak penganiayaan yang terpenting dialami oleh Nichiren Shonin. Penganiayaan lain seperti Tatsunokuchi, dan Matsubagayatsu, dimana gubuk pertapaan Nichiren Shonin dibakar oleh sekelompok massa.
8
No.18 / Maret 2006
RISSHO ANKOKU RON
(Menegakkan Dharma Sejati dan Menyelamatkan Negara Kita] Oleh: Nichiren Shonin Terjemahan ke Inggris oleh: Senchu Murano Terjemahan ke Indonesia oleh: Josho S.Ekaputra Terbitan: Nichiren Shu Headquarters, 1977
RISSHO ANKOKU RON "Menegakkan Dharma Sejati dan Menyelamatkan Negara Kita" Redaksi: "Rissho Ankoku Ron", ditulis oleh Nichiren Shonin dan disampaikan kepada pemerintahan keShogunan Kamakura pada tahun 1260. Risalah ini disampaikan melalui Yadoya Saemon-nojo, sekretaris pribadi dari Bupati Hojo Tokiyori. Risalah ini sendiri terdiri 9 bagian pertanyaan dan jawaban, antara seorang pendebat dan Nichiren Shonin. Pada pemuatan kali ini, kami memuat Dialog VIII dan IX. Dalam risalah ini, Nichiren Shonin menjelaskan secara mendetail segala hal yang menyebabkan berbagai bencana yang terjadi pada waktu itu, karena kesalahan dari para pemuka agama Buddha yang menganut ajaran yang salah. Beliau memberikan solusi bahwa kedamaian hanya dapat ditegakkan, jika pemerintah dan seluruh orang-orang di Jepang mau membuang semua ajaran salah dan menerima hati kepercayaan dalam Dharma Sejati atau Saddharma Pundarika Sutra. Hanya dengan cara demikian maka kedamaian dalam negara akan dapat tercapai dan terhindar dari kemusnahan.
DIALOG VIII BAGAIMANA CARA MENEGAKKAN DHARMA SEJATI Penanya: amu mengatakan bahwa para bhiksu tidak memperdulikan peringatan dari Sang Buddha dan menfitnah Dharma Sejati dan bahwa kita harus membuang mereka [dari negara kita]. Apakah kamu ingin mengatakan agar kita membunuh mereka sebagaimana yang dikatakan [dalam Nehangyo]? Jika memang demikian, kita harus membunuh terus menerus tanpa henti. Akibat karma buruk kita pasti sangat mengerikan. Sang Buddha berkata dalam Daijikkyo: "Semua para dewa dan manusia harus membuat persembahan kepada seseorang yang telah mencukur rambutnya, dan mengenakan pakaian
K
kasaya, tidak perduli apakah ia melanggar ajaran atau tidak…. [Membuat persembahan kepadanya] adalah sama dengan memberikan persembahan kepadaKu….Ia adalah puteraKu…..Menyakiti dia berarti menyakiti puteraKu. Mencela dia berarti mencelaKu. “Berdasarkan hal ini, Aku dapat mengatakan bahwa kita harus membuat persembahan kepada bhiksu manapun juga, tidak peduli baik atau tidak, tidak peduli ia benar atau tidak. Bagaimana kita dapat menyakiti seorang anak dan membuat ayahnya sedih? [Seorang brahmana yang disebut] Chikujo telah jatuh kedalam Neraka Yang Tidak Terputus-putus setelah ia membunuh YA.Maudgalyayana. Devadatta terjerat oleh asap dari api Neraka Avici, setelah ia membunuh Bhiksuni Renge (Utpalavana Bhiksuni). Penjelasan tentang karma
9
buruk akibat membunuh seorang bhiksu atau bhiksuni telah dinyatakan dengan jelas [dalam sutra]. Jadi tidak diragukan lagi, jika kita melakukan hal yang sama, maka kita akan menerima akibat buruk yang mengerikan. Membunuh para bhiksu yang menfitnah Dharma Sejati kelihatannya seperti [menyelamatkan mereka], tetapi dalam kenyataan bertentangan dengan ajaran Buddha. Saya tidak dapat percaya [ini adalah makna yang sesungguhnya]. Bagaimana menurut anda tentang ini? Guru: “Kamu telah melihat beberapa kutipan dari sutra, dan seperti yang telah kamu katakan. Apakah kamu tidak mengerti maksudnya? Apakah arti dari kutipan itu tidak dimengerti oleh kamu? Aku tidak bermaksud mengatakan bahwa kita tidak harus membuat persembahan kepada bhiksu
No.18 / Maret 2006
"Hendaknya kita tidak memberikan persembahan kepada bhiksu / bhiksuni yang menfitnah Dharma Sejati. Jika ke-empat kelompok penganut diseluruh negara di dunia berhenti memberikan persembahan kepada bhiksu / bhiksuni buruk dan berlindung kepada Dharma Sejati, tidak akan ada bencana yang terjadi." manapun juga, tetapi hendaknya kita tidak memberikan persembahan kepada bhiksu yang menfitnah Dharma Sejati. Sang Buddha mengatakan bahwa kita harus berhenti memberikan persembahan kepada mereka [yang menfitnah Dharma Sejati]. Ia tidak memberitahukan kepada kita untuk membunuh mereka. Jika ke-empat kelompok penganut diseluruh negara di dunia berhenti memberikan persembahan kepada bhiksu buruk dan berlindung kepada Hukum Kebenaran, tidak akan ada bencana yang terjadi.” DIALOG IX BAGAIMANA CARA MENYELAMATKAN NEGARA KITA Penanya (menunjukkan rasa hormat dengan bergerak mundur dan menyesuaikan dirinya): jaran Buddha begitu banyak, sulit untuk memahaminya. Beberapa poin dari mereka, diluar pemahaman saya. Tidak jelas bagi saya, mana ajaran yang benar. Tetapi apa yang dikatakan oleh Honen Shonin dalam tulisan Senchakushu sangatlah jelas. Ia mengunakan kata-kata “Menyerah”, “Menutup”, “Meninggalkan”, dan “Tinggal” dalam hubungan dengan para Buddha, sutra, para Bodhisattva, dan para dewa [kecuali Amitabha dan tiga susun sutra dari Sekte Jodo]. Oleh karena itu, orang suci dan para dewa telah meninggalkan negara, dan bencana kelaparan dan sampar terjadi. Kamu mengutip dari berbagai sutra dan memberitahukan kepada saya apa
A
itu yang benar dan salah. [Sejauh ini sesuai dengan yang dikatakan dalam Senchakushu,] Sekarang saya telah terbebas dari pandangan yang salah. Sekarang saya telah dapat melihat dan mendengar semuanya dengan jelas. “Kedamaian negara kita bukan hanya keinginan dari kaisar tetapi juga oleh semua orang di negara kita. Kita harus segera berhenti mendukung para icchantika dan memberikan persembahan kepada para bhiksu dan bhiksuni lainnya. Pemberontak Pai-lang dan Lu-lin mengacaukan kedamaian dari negara China. [Jika tidak ada seorang pun yang menfitnah Dharma Sejati,] negara kita akan menjadi damai seperti [China] dibawah pemerintahan Fu-hsi, Shen-nung, T’ang-yao atau Yii-shun. Kemudian kita akan dapat mengerti secara mendalam berbagai macam ajaran Buddha dan menghormati para pemimpin dalam Buddhisme. “ Guru (gembira) : “Seekor merpati telah berubah menjadi seekor elang, dan seekor burung pipit berubah menjadi seekor pengapit. Rerumputan meluruskan dirinya sendiri ketika ia tumbuh diantara tanaman. Betapa gembiranya Aku! Kamu telah berubah. Jika kamu berpikir [penyebab dari] segala bencana dengan serius dan percaya dengan kata-kataKu, angin badai akan berkurang, ombak akan surut, dan suatu hasil panen yang baik akan segera dituai. Tetapi pikiran adalah subjek yang selalu berubah dari waktu ke waktu. Suatu hal yang alami berubah menurut keadaan. Bayangan bulan didalam air, bergerak oleh angin.
10
Para tentara di garis depan peperangan menarik diri ketika mereka melihat pedang dari musuhnya. Sekarang kamu percaya apa yang Aku katakan, tetapi akan segera melupakannya. Jika kamu ingin mendapatkan kedamaian selamanya dan juga setelah kehidupan ini, sebagaimana kedamaian untuk negara kita, kamu harus mengunakan waktu yang ada untuk melenyapkan [mereka yang menfitnah Dharma Sejati]. “Lima dari tujuh bencana yang diramalkan dalam Yakushi-kyo telah terjadi. Yang tersisa adalah serangan dari negara lain dan pemberontakan. Dua dari tiga ketidakberuntungan yang diramalkan dalam Daijik-kyo telah datang. Yang tersisa hanya satu lagi yakni peperangan. Banyak bencana yang telah diperkirakan dalam Konkonmyo-kyo telah terjadi kecuali serangan oleh tentara negara lain. Enam dari tujuh bencana yang diramalkan dalam Ninno-kyo telah terjadi. Yang tersisa hanya satu yakni serangan oleh tentara dari negara tetangga. Dalam sutra yang sama juga dikatakan bahwa para iblis akan menjadi kuat dalam sebuah negara sebelum masuk dalam kehancuran, dan bahwa orang-orang dinegara tersebut akan menjadi liar ketika iblis menjadi kuat. Mengamati semua ini dalam pikiran dan melihat semua kondisi yang ada [dinegara kita]! Banyak iblis yang menjadi kuat sekarang ini, dan banyak orang yang telah mati. Beberapa ramalan tentang bencana itu telah membuktikan kebenaran. Apakah kamu tidak berpikir bahwa sisa dari bencana yang diramalkan akan terjadi? Apa yang akan kita lakukan ketika sisa dari bencana yang diramalkan itu terjadi?. Mereka akan terjadi jika kita percaya kepada ajaran yang salah. “[Kedamaian dalam negara akan dapat terwujud ketika] peraturan pemerintah memberikan manfaat bagi
No.18 / Maret 2006
orang dinegara ini, dan orang-orang juga bekerja untuk memberikan manfaat yang baik. Orang-orang akan terkejut dan kebingungan jika tentara dari negara lain menyerang negara mereka dan pemberontak menguasai sebagian daerah. Kemana kita dapat pergi jika negara kita hancur dan kita kehilangan rumah ? jika kamu ingin memperoleh kedamaian dalam diri, kamu harus berdoa untuk kedamaian negara kita. “Orang-orang takut bahwa mereka akan jatuh [kedalam daerah iblis] pada masa akan datang. Mereka cenderung untuk percaya pada ajaran manapun juga, tidak peduli benar atau salah, dan menghormati para bhiksu, tidak peduli ia menfitnah Dharma Sejati atau tidak. Mereka tidak mengetahui hal yang benar dan salah. Aku sungguh menyesalinya, karena mereka ingin berlindung pada ajaran Buddha dengan berbagai cara. Jika mereka mempunyai hati kepercayaan kepada Buddha, mereka haruslah tidak mempercayai ajaran yang salah. Jika mereka tidak merubah pikiran mereka tetapi terus melekat pada [ajaran yang salah], mereka akan jatuh ke dalam Neraka Penderitaan Yang Tidak Terputus-putus pada kehidupan mendatang. “Sang Buddha mengatakan dalam Daijik-kyo: Seandainya terdapat seorang raja, yang melaksanakan derma, menjaga ajaran, dan berusaha untuk mencapai kebijaksanaan dalam kehidupan lampau yang tidak terhingga. Sekarang ia melihat bahwa ajaranKu akan segera musnah. Jika ia menyerah dan tidak melindungi ajaranKu, akar kebaikan yang telah ia tanamkan sejak [kehidupan lampau] yang tak terhingga akan sirna…..raja itu akan menderita sakit yang lama, dan akan terjatuh kedalam neraka besar setelah kematiannya….demikian juga ratu, pangeran, menteri, walikota,
kepala desa, jenderal, gubernur, dan perdana menteri. “Juga dikatakan dalam Ninno-kyo: Seseorang yang menghancurkan ajaran Buddha, tidak akan mempunyai putera yang patuh kepadanya. Ia akan dimusuhi oleh sanak saudaranya. Ia tidak akan dilindungi oleh para dewa. Ia akan dikunjungi oleh iblis penyakit setiap hari. Ia mempunyai banyak ketakutan dan kesulitan selama hidupnya, dan akan masuk kedalam neraka atau daerah iblis kelaparan atau binatang pada masa mendatang. Ketika ia lahir di dunia manusia, ia akan menjadi pelayan seorang tentara. Ia akan memperoleh akibat buruk demikian didalam Tiga Dunia (Triloka) bagaikan bunyi yang selalu diikuti oleh gema atau tubuh seseorang yang selalu diikuti oleh bayangannya atau bagaikan surat yang ditulis ditengah malam tidak dapat dihapus meskipun ketika cahaya telah terang. “Juga dikatakan dalam Hoke-kyo, Jilid. II, `Mereka yang tidak percaya kepada sutra ini, tetapi memfitnahnya….akan terjatuh kedalam Neraka Avici ketika kehidupannya berakhir.’ “Sang Buddha mengatakan dalam Bab, Bodhisattva Sadaparibhuta, Hoke-kyo, Jilid VII, `[Ke-empat kelompok penganut yang pada waktu itu menganiayaiKu dengan penuh kemarahan]. Mereka menderita dalam Neraka Avici selama seribu kalpa.’ “Demikian juga dalam Nehan-gyo:
Mereka yang menghindari teman baik, dan tidak mendengarkan Dharma Sejati…..tetapi terikat oleh ajaran yang salah……..akan terjatuh kedalam Neraka Avici, dimana mereka akan mengalami semua penderitaan disemua daerah sepanjang delapan puluh empat ribu yojana. “Disini kita dapat melihat bahwa pemfitnahan Dharma Sejati adalah karma buruk yang terbesar. Sungguh menyedihkan! Orang-orang [dinegara kita] telah keluar dari pintu gerbang Dharma Sejati dan masuk kedalam neraka dari ajaran yang salah. Sungguh bodoh! Mereka telah terbelenggu oleh tali dari ajaran yang salah dan terjebak dalam jaring pemfitnahan Dharma Sejati. Mereka telah dibutakan oleh [ajaran yang salah] dan menenggelamkan diri kedalam api [neraka]. Sungguh sayang! Sungguh menyedihkan! Kamu harus merubah dirimu kedalam hati kepercayaan kepada Hukum Kebenaran dari Kendaraan Sejati dengan segera. Kemudian, Triloka akan menjadi Dunia Buddha. Bagaimana mungkin sebuah Dunia Buddha akan musnah? Sepuluh penjuru dunia akan menjadi Dunia Pusaka. Bagaimana mungkin sebuah Dunia Pusaka dapat musnah? Jika negara kita tidak sirna dan tidak musnah, kita akan selamat dan damai. Percayalah kata-kataKu, jagalah mereka!
Bersambung Ke Hal. 24
Hokekyo mengatakan, "Mereka yang tidak percaya kepada sutra ini [Saddharma Pundarika Sutra, tetapi memfitnahnya….akan terjatuh kedalam Neraka Avici ketika kehidupannya berakhir." Dan Nehangyo juga dikatakan, "Mereka yang menghindari teman baik, dan tidak mendengarkan Dharma Sejati…..tetapi terikat oleh ajaran yang salah……..akan terjatuh kedalam Neraka Avici."
11
No.18 / Maret 2006
Legenda Nichiren Shonin
Oleh YM.Bhiksu. Gyokai Sekido Sumber: Nichiren Shu News, terbitan Nichiren Shu Headquaters dan Kaigai Fukyo Koenkai Dirangkum dan diterjemahkan oleh Josho S.Ekaputra
LEGENDA (BAG.7)
NICHIREN SHONIN Catatan :Riwayat hidup Nichiren Shonin yang tepat dapat kita baca dari berbagai macam surat dan catatan masa lalu dan penelitian sejarah lainnya. Tetapi disini terdapat berbagai macam cerita legenda sehubungan dengan kehidupan Nichiren Shonin, dan akan Saya tuangkan dalam tulisan ini.
Pergi ke Kamakura Melaui Jalan Laut
K
ita ketahui bahwa Nichiren Shonin pergi ke Kamakura melalui perjalanan darat dan laut. Perjalanan darat melalui Ichikawa dari Mobara ke Kamakura. Sedangkan perjalanan laut menyeberangi Teluk Tokyo dari daerah Ichikawa atau dari Semenanjung Boso ke Semenanjung Miura. Namun jejak pasti perjalananNya tidak diketahui. Cerita-cerita tentang pertemuanNya dengan orang-orang dalam perjalanan ke Kamakura, terekam dalam legenda setempat. Nichiren melaksanakan upacara “Penerimaan Sutra”, yaitu memegang teguh ajaran Saddharma Pundarika Sutra, untuk orangtuaNya, sebelum ia memulai perjalananNya. Hal ini bukanlah kehendak Beliau sendiri, tetapi kedua orangtuaNya mempunyai hati yang teguh dan percaya kepada Saddharma Pundarika Sutra, Nichiren kemudian meletakkan gulungan Saddharma Pundarika Sutra yang diambil dari gantungan diatas dadaNya, dan meletakkannya diatas kepala kedua orangtuaNya, dengan berkata, “Kami akan menjaga dan mempertahankan Saddharma
Pundarika Sutra dengan sepenuh hati mulai saat sekarang sampai kami mencapai KeBuddhaan, Namu Myoho Renge-kyo.” Orangtuanya menitikkan a i r m a t a kegembiraan, dan sangat bahagia melihat anak mereka. Upacara ini menjadi cikal bakal dari upacara “Penerimaan Sutra” atau “Gojukai.” Nichiren Shonin tiba di pantai (sekarang Tomiura-cho, Daerah Administrasi Chiba) dari Semenanjung Boso dengan tujuan menyeberangi laut (Sekarang Teluk Tokyo) dan pergi ke Kamakura. Angin utara bertiup dengan kencang sebelum tibanya musim hujan dan gelombang yang tinggi di pertengahan bulan mei. Oleh karena itu, Nichiren Shonin memutuskan untuk menunggu angin yang lebih tenang di kota Izumisawa.
12
Disini, Nichiren Shonin bertemu dengan tiga orang bersaudara Gonnokami, Taro, Jiro, dan Saburo. Pancaran pesona pribadi dari Nichiren Shonin, membuat ketiga bersaudara itu menjadi pengikut Beliau. Mereka memanjat ke pegunungan disisi lautan dan menyebut Odaimoku, menerima Saddharma Pundarika Sutra, dan berdoa kepada dewa naga agar angin bertiup dengan tenang. Sebagai jawaban dari doa mereka, lautan menjadi tenang, sehingga Nichiren Shonin dapat menyeberangi lautan dengan aman.
No.18 / Maret 2006
Orang-orang mulai menyebut tempat dimana Gonnokami bersaudara berdoa, dengan julukan “Lembah Namu.” Ketiga bersaudara itu kemudian membangun Aula Saddharma Pundarika Sutra untuk ibu mereka, yang dikemudian hari dibangun menjadi Kuil Myofukuji oleh Nichiren Shonin pada tahun 1279. Kapal yang ditumpangi oleh Nichiren Shonin, dengan aman menyeberangi lautan, dan tiba di Komegahama, daerah Fukadaura (Sekarang kota Yokosuka). Kapal tidak bisa merapat kepantai, karena banyaknya batu karang. Nichiren Shonin mengangkat jubahnya dan turun ke laut dan berjalan ke pantai. Melihat hal ini, seorang nelayan di pantai datang menjemput Nichiren dan mengendong Beliau ke pantai. Nichiren Shonin sangat berterima kasih atas pertolongannya, Ia melihat kaki dari nelayan tersebut terluka dan berdarah. Hal ini Karena banyaknya batu karang atau kulit kerang yang tajam telah melukainya. Melihat hal ini, Nichiren Shonin yang ingin mengobatinya, namun tidak punya obat untuk itu, Ia membacakan sebuah kalimat dari Saddharma Pundarika Sutra, “Saddharma Pundarika Sutra adalah obat yang mujarab bagi orang-orang yang menderita.” Hal yang aneh pun terjadi, sejak saat itu tidak terdapat kulit kerang atau batubatu karang yang tajam berserakan lagi di pantai tersebut. Kemudian hari ditempat ini bangun Kuil Ryuhonji. Penganiayaan Matsubagayatsu
N
ichiren Shonin membangun sebuah gubuk di Matsubagayatsu, Kamakura, tahun 1254, setahun setelah Ia meninggalkan Kuil Seichoji di Kominato. Disini Ia memulai usaha penyebarluasanNya. Banyak murid dan pengikut awam bergabung bersamaNya. Menurut legenda,
banyak pengikut yang terkumpul pada saat itu. Pada tanggal 28 April 1254, hanya satu tahun setelah Ia meninggalkan Kuil Seichoji, Nichiren Shonin dan Shijo Kingo (1229–1296) bertemu dan saling berkenalan, ini terjadi ketika Shijo Kingo memberikan payungnya kepada Nichiren Shonin, yang sedang berjalan pulang ke gubukNya, dalam keadaan hujan lebat. Nichiren Shonin kemudian diketahui melakukan penyebaran ajaran di jalanan Kamakura. Hal ini sungguh tidak memungkinkan, membabarkan ajaran ditengah jalanan yang sibuk di Kamakura, ibukota Negara. Sejarahwan mengatakan bahwa orang-orang mendengarkan pembabaran Beliau melalui jendelajendela rumah yang menghadap ke jalanan. Namun, pembabaran Beliau segera menjadi terkenal, jumlah orang-orang, yang datang ke gubuk Beliau meningkat dengan drastis. Dikemudian hari, jalanan itu dijuluki Jalan Pembabaran Nichiren. Sebuah gempa bumi besar menguncang Kamakura pada tahun 1257. Semua tempat suci Shinto dan kuil-kuil Buddha hancur berantakan. Penjelasan secara mendetail dari peristiwa ini ditulis oleh Nichiren Shonin dalam tulisanNya. Penjelasan Beliau sesuai dengan catatan pemerintah KeShogunan Kamakura dalam “Azuma kagami.” Kemudian, dalam tulisan Nichiren Shonin termasuk sejumlah surat yang dikirimkan kepada para pengikutNya, dinyatakan sebagai bukti otentik sebagai materi sejarah. Dalam risalah “Ankokuron-gokan-yurai,” Ia menyebutkan sebuah gempa bumi besar terjadi pada tanggal 23 Agustus 1257, dan angin topan pada tanggal 1 agustus 1258. Catatan ini sesuai
13
dengan yang tercatat dalam “Azuma kagami.” Nichiren Shonin menulis “Rissho ankoku-ron (Menegakkan Kebenaran dan Menciptakan Perdamaian Diseluruh Negara) pada bulan juli tahun 1260. Dalam risalah ini, Ia menjabarkan metode untuk menghentikan segala macam bentuk malapetaka ini dari sudut pandang riligius. Sebagai hasilnya, gubuk Beliau dibakar oleh sejumlah orang pada bulan agustus tahun yang sama. Berdasarkan legenda, Nichiren Shonin diselamatkan oleh seekor monyet. Gubuknya dibakar dan hancur pada tanggal 27 agustus, Hari Dewa “Taishaku-ten,” (atau Sakra Devanam atau lebih dikenal sebagai Dewa Indra). Pada hari itu, Nichiren Shonin sedang membaca Sutra untuk Dewa Taishaku. Seekor monyet yang diketahui sebagai utusan dari Dewa Taishaku datang secara mendadak, ketika itu Nichiren Shonin membuka jendela untuk melihat bulan. Diluar, terdapat seekor monyet putih. Ia pun keluar, dan monyet putih itu menarik jubah Nichiren Shonin. Melihat gejala aneh itu, Nichiren Shonin menuruti tarikan monyet putih itu dan naik keatas pengunungan dibelakang gubukNya dipandu oleh monyet tersebut, dan tiba disebuah goa. Dari sini, Ia melihat gubukNya telah dibakar. BERSAMBUNG
No.18 / Maret 2006
Seri Penjelasan Saddharma Pundarika Sutra Oleh: YM.Bhiksu Shokai Kanai Sumber Acuan: "The Lotus Sutra" By Senchu Murano Diterjemahkan oleh: Josho S.Ekaputra
BAB XIII DORONGAN SEMANGAT UNTUK
MEMPERTAHANKAN SUTRA INI RINGKASAN Di akhir bab 11, Buddha Sakyamuni berkata: “Aku akan segera memasuki Nirvana. Apakah ada yang bersedia membabarkan Saddharma Pundarika Sutra di dunia ini setelah kemokshaanKu? Aku ingin menyerahkannya kepada seseorang agar sutra ini dapat dilestarikan.”
B
ab 13 adalah merupakan jawaban dari Bodhisattva Raja-Obat (Yaku-0 Bosatsu) dan duapuluh ribu Bodhisattva lainnya yang berprasetya kepada Sang Buddha bahwa mereka akan mempertahankan, membaca, mengulang kembali, dan membabarkan sutra ini. Namun mereka berkata bahwa mereka akan melakukan semua hal tersebut di dunia lain selain dunia ini karena orang-orang di dunia ini memiliki banyak keburukan dan kejahatan. Sementara itu, Sang Buddha memberikan kepastian pencapaian Kebuddhaan kepada ibu-tiri dan istriNya. Pada saat ini, terdapat delapan puluh milyar nayuta bodhisattva yang memutuskan untuk membabarkan
sutra ini dan berprasetya untuk menahan semua kesulitan dan penganiayaan di atas dunia ini. PENJELASAN “Gautami! Aku telah memastikan semua Sravaka atas masa depan pencapaian Kebuddhaan mereka.” (P.204, L.13.):
G
autami (Kyodonmi) adalah ibu-tiri Buddha Sakyamuni. Ibu kandungNya, Ratu Maya, meninggal dunia, tujuh hari setelah kelahiranNya. Gautami adalah adik dari Ratu Maya yang membesarkan Sidharta Gautma seperti ibu kandungNya sendiri. Nama Buddhis nya adalah Maha-Prajapati Bhiksuni (sanskrit) yang berarti Jalan Cinta Agung. “Sang Buddha berkata kepada Yasodhara: Engkau akan menjadi seorang Buddha di sebuah dunia yang baik. Nama dari Buddha tersebut adalah Pemancar SepuluhJuta Berkas Cahaya.” (P.205, L.6): Yasodhara adalah istri dari Buddha Sakyamuni sebelum ia melepaskan keduniawianNya. Ia
14
adalah ibunda dari Rahula.Yasodhara dan Gautami ditahbiskan oleh Ordo Bhikkuni setelah ayahanda Sang Buddha wafat dalam usia tuanya. Mereka adalah orang terakhir yang mendapat jaminan pencapaian Annuttara-samyak-sambodhi langsung dari Sang Buddha. “Engkau akan menjalani Jalan Kebuddhaan selangkah demi selangkah, dan akhirnya menjadi seorang Buddha” (P.205, L.5.): Sang Buddha berkata Yasodhara akan menjalani Jalan Kebuddhaan dan bahwa Gautami akan menyelesaikan Jalan Bodhisattva pada saat nya nanti. Jalan Bodhisattva berarti bertindak untuk dan demi orang lain, dan demi masyarakat. Adalah penting bagi kita untuk berkelakuan yang menguntungkan orang lain dan masyarakat. “Sang Bhagava! Setelah kemokshaan-Mu, kami akan pergi ke semua tempat dan menyebabkan semua mahkluk hidup untuk menyalin, menyimpan, membaca, dan menyalin, membabarkan makna dari sutra ini, bertindak sesuai dengan Dharma.’ (P.206, L.6.):
No.18 / Maret 2006
Menjawab permintaan Sang Buddha untuk membabarkan Saddharma Pundarika Sutra setelah NirvanaNya, kedelapan puluh milyar nayuta Bodhisattva berkata akan membabarkan sutra ini. Mereka mencapai suatu tingkat pencapaian yang tinggi, tahap keteguhan yang tak tergoyahkan lagi. Mereka siap untuk menahan segala kesukaran dan penganiayaan yang disebut sebagai Tiga Kelompok Musuh Kuat.
Buku "Penjelasan Shutei Gohonzon Nichiren Shonin" (Gohonzon ini ditulis Bulan Ketiga Tahun Koan Ketiga, 1280). Penyusun Oleh: Josho S.Ekaputra
Yaku-o Bosatsu Bodhisattva Baishajyaraja ~ Raja Obat ~
Tiga Kelompok Musuh Kuat : 1. S e m u a j e n i s o r a n g - o r a n g bodoh yang akan menjelekjelekkan para pembabar sutra ini. Mereka bahkan mungkin akan menyerang sang pembabar d en g an p ed an g d an g ad a. 2. A k a n a d a p a r a b h i k s u / bhiksuni licik yang mengira mereka telah memperoleh apa yang sesungguhnya belum. Pikiran mereka akan dipenuhi oleh kesombongan. Mereka akan menjelek-jelekkan para pembabar sutra ini. 3. Beberapa bhiksu / bhiksuni akan tinggal di tempat-tempat yang sunyi dan terpencil, berpurapura melaksanakan Jalan, namun sesungguhnya selalu merendahkan orang awam. Mereka akan serakah demi uang, dan membabarkan Dharma demi bayaran. Orang-orang akan menghormati mereka bagai Arahat yang telah memiliki kemampuankemampuan gaib. Para pemimpin ini akan mendorong orangorang berkuasa seperti para raja, menteri, dan kaum bangsawan untuk menganiaya para pembabar Saddharma Pundarika Sutra. ~ Namu Myoho Renge Kyo ~
B
Odhisattva ini melambangkan k e k u a t a n penyembuhan dari Sang Buddha. Ia dan adiknya, Yakujo Bosatsu (Bodhisattva Bhaisajyasamudgata–Obat Superior) hadir secara jelas di dalam Saddharma Pundarika Sutra. Kamus Istilah dan Konsep Buddhis menjelaskan hal berikut tentang diri mereka: “Menurut Sutra Yakuo Yakujo (Sutra tentang B o d h i s a t t v a Ya k u o d a n Yakujo), di masa lampau dalam masa Pertengahan Dharma terdapat seorang Buddha bergelar Rurikosho (Kecemerlangan Lapis Lazuli), Bodhisattva Yakuo adalah seorang kaya raya bernama Seishukuko (Rasi Cahaya). Ia mendengar ajaran Mahayana dari seorang Bhiksu bernama Nichizo (Gudang Matahari). Dengan penuh kegembiraan ia memberikan obat-obatan bermanfaat sebagai persembahan kepada Nichizo dan orang lain, dan berprasetya bahwa semua orang yang mendengar namanya akan sembuh dari penyakit. Seishukuko memiliki seorang adik laki-laki bernama Raikomyo (Cahaya Petir), yang juga memberikan persembahan obat-obatan kepada Nichizo dan orang lain. Orang-orang ini memuji kedua saudara tersebut dan
15
No.18 / Maret 2006
memanggil sang kakak Yakuo (Raja Obat) serta sang adik Yakujo (Obat Superior). Seshukuko dan Raikomyo, seperti yang dikatakan sutra tersebut, terlahir kembali sebagai Bodhisattva Yakuo (Bhaisajyaraja) dan Yakujo (Bhaisajyasamudgata), dan di masa yang akan datang akan mencapai penerangan sebagai Buddha dengan gelar Jogen (Vimalanetra) dan Jozo (Vimalagarbha)” Di dalam Saddharma Pundarika Sutra, Bodhisattva Raja Obat disebutkan namanya di antara para bodhisattva yang berkumpul di dalam Bab.I dan Bab.X, gelar “Guru Dharma”, diberikan kepada Bodhisattva Bhaisajyaraja (Raja Obat) oleh Buddha Sakyamuni. Dalam Bab.XIII, “Dorongan untuk Mempertahankan Sutra”, ia bersama-sama dengan Bodhisattva Mahapratibana serta ke-20.000 pengikutnya berprasetya kepada Sang Buddha akan membabarkan Saddharma Pundarika Sutra setelah kemokshaanNya. Bab.XXIII, “Kehidupan Lampau Bodhisattva Raja Obat”, menggambarkan kehidupan lampaunya sebagai Bodhisattva Sarvasattvapriyadarsana yang membakar dirinya sendiri selama 1.200 tahun sebagai persembahan kepada Buddha Kandravimalasury aprabasari yang telah mengajarinya Saddharma Pundarika Sutra. Dalam kehidupan selanjutnya setelah itu, ia sekali lagi menjadi murid dari Buddha Kandravimalasurya prabasari. Setelah Buddha tersebut wafat, ia membuat 84.000 stupa untuk menyemayamkan relik - relikNya dan kemudian membakar tangannya dalam api selama 72.000 tahun sebagai persembahan kepada seluruh stupa tersebut. Pada akhirnya, secara gaib tangannya pulih seperti semula, dikarenakan kekuatan dari perbuatanperbuatan baik, kebijaksanaan, dan
kebajikannya. Dalam cerita ini, persembahan tubuh dan tangan oleh bodhisattva tersebut adalah gambaran metofora untuk menunjukkan kerelaan bodhisattva mempersembahkan semua perbuatannya (tangannya) bahkan hidupnya sendiri (tubuhnya) kepada Sang Buddha. Dalam Bab.XXVI, “Dharanis”, Bodhisattva Bhaisajyraja mempersembahkan mantra-mantra dharani bagi perlindungan para guru pengajar Saddharma Pundarika Sutra. Cerita lain tentang kehidupan lampau dari Bodhisattva Bhaisajyaraja diberikan dalam Bab.XXVII, “Kisah Raja Cahaya Gemilang”. Pada masa Buddha Galadharagargitaghosha susvaranaks Hatraragasan kusumitabhigna, Bodhisattva Bhaisajyaraja dan Bodhisattva Bhaisajyasamudgata adalah putraputra dari raja Subavyuha, dengan nama masing-masing Vimalagarbha dan Vimalanetra. Sang Buddha sedang membabarkan Saddharma Pundarika Sutra, dan kedua putra tersebut meminta ibunya, Ratu Vimaladatta, ikut bersama mereka untuk memberikan persembahan kepada Sang Buddha. Akan tetapi ibunda mereka meminta mereka untuk terlebih dahulu meminta ijin dari Raja Subavyuha yang saat itu terikat oleh ajaran-ajaran Brahmana. Kedua putra tersebut kemudian mempertunjukkan berbagai keajaiban kepada sang ayah yang begitu terkesannya, hingga ia akhirnya percaya kepada Dharma. Tidak saja ia memberikan ijin kepada mereka, tapi ia juga ikut menemani mereka dan bersama-sama mereka semua menjadi pengikut Sang Buddha. Raja Subavyuha kemudian memuji kedua putranya, dengan menyatakan bahwa mereka adalah gurunya yang telah melaksanakan perbuatan Sang Buddha hingga mengakibatkan ia mampu berubah.
16
Bodhisattva Bhaisajyarraja dan Bodhisattva Bhaisajyasamudgata kadang digambarkan sebagai pengikut Tathagata Amoghasiddhi. Dalam hal ini Bodhisattva Bhaisajyaraja dianggap sebagai salah satu wujud dari Bodhisattva Avalokitesvara. Guru Agung Chih-I dianggap sebagai perwujudan dari Bodhisattva Bhaisajyaraja karena ia mencapai penerangan setelah membaca Bab Bhaisajyaraja dari Saddharma Pundarika Sutra. Lambang: Bodhisattva yang berdiri atau duduk di atas sebuah bunga teratai dan memegang sebatang ranting pohon willow di tangan kanannya sementara tangan kirinya tertutup. GASSHO.
No.18 / Maret 2006
SEKARANG ADALAH WAKTU
YANG TEPAT UNTUK MEMENUHI
"TUGAS KITA" Oleh: YM.Bhiksu Joshin Komatsu Kepala Administrasi Nichiren Shu
M
embaca tulisan dari Nichiren Shonin, kita diajarkan oleh pendiri kita, bahwa orang yang belajar dan melaksanakan Buddhisme haruslah mengetahui tentang “Waktu”. Disamping itu, Ia mengajak kita untuk melihat dan mengamati kenyataan dalam masyarakat dengan “Mata Buddha”, bukan dengan cara penghakiman atau pandangan orang biasa saja. Jika kita mengamati keadaan sosial masyarakat saat sekarang, telah
YM.Bhiksu Joshin Komatsu terjadi perubahan yang mendasar dalam keluarga dan lingkungan yang mempunyai kecenderungan terus berubah, kehidupan sosial dan fluktuasi ekonomi telah menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Khususnya dalam beberapa tahun belakangan ini, dimana penghargaan terhadap manusia semakin menurun, sebagai contoh, meningkatnya berbagai kejahatan, dan bunuh diri, peristiwa tragis yang melibatkan anak-anak, dan penghinaan terhadap kehidupan manusia. Te r l e b i h l a g i , kita tidak mampu menghentikan
17
perusakan dan polusi terhadap alam, ketakutan dalam menjalani kehidupan karena terjadinya kerusuhan yang didasarkan latar belakang ras yang berbeda atau kekerasan oleh kaumkaum agama, dan juga tersebarnya kegiatan terorisme. Fondasi martabat manusia telah tergoyahkan. Ini adalah sebuah kondisi dari Masa Akhir Dharma. Hidup dalam situasi yang seperti ini dan waktu yang sulit ini, kita harus menganalisa ulang akan tujuan hidup manusia. Tujuan utama kita adalah menjadi Buddha bagi diri kita sendiri, dan mewujudkan Tanah Buddha yang penuh kedamaian di dunia ini. Sekarang adalah “Waktu” yang tepat bagi kita, Nichiren Buddhis pada masa akhir dharma ini untuk memenuhi tugas kita. Seluruh bhiksu \ bhiksuni dan keluarga mereka, demikian juga para umat awam diseluruh dunia, diminta untuk meletakkan hati mereka semua bersama dengan hati Nichiren Shonin untuk mewujudkan perdamaian dunia. Kita semua juga diminta untuk memahami sepenuhnya, tujuan dari “Kampanye Rissho Ankoku. Odaimoku Kechien” dari Nichiren Shu. Bersama-sama para bhiksu
Bersambung ke Hal.19
No.18 / Maret 2006
Mari Kita Mewujudkan Tanah Buddha
Di Dunia Ini Oleh: YM.Bhiksu Shokai Kanai Los Angeles Minobusan Betsuin Selamat tahun baru semua!
D
engan sepenuh hati percaya dalam Odaimoku atau Judul Suci dari Saddharma Pundarika Sutra. Saya sungguhsungguh berdoa untuk kedamaian dan kebahagiaan kalian, sehingga nilai hidup kalian semakin penuh arti selama tahun 2006! “Surga: Dimanakah itu? Bagaimana cara kamu dapat kesana?” adalah topik sebuah acara dari ABC TV dalam rangka hari libur khusus pada tanggal 20 desember, tahun lalu, hari libur natal. Barbara Walters, pembawa acara tersebut, melakukan wawancara terhadap beberapa orang yang terkenal pada tahun 2005, termasuk Dalai Lama dan Richard Gere, seorang aktor Buddhis Hollywood. Dia juga melakukan wawancara terhadap agama lain seperti Yahudi, Islam, Kristen Evangelis, dan pengikut Atheis. Ia juga pergi mewawancara di penjara dengan level ‘maximum security’ untuk bertemu dengan anggota militan Palestina, Hamas yang melakukan serangkai bom bunuh diri. Ia bertanya, “Apakah kamu senang jika saya pergi ke neraka? Ya, jawabnya. Berdasarkan hasil dari beberapa orang yang diwawancara, dikatakan bahwa seorang Buddhis akan pergi ke neraka sebab mereka tidak percaya kepada Jesus Kristus
YM.Bhiksu Shokai Kanai atau Muhammad. Janganlah khawatir tentang apa yang mereka katakan. Bab V, Saddharma Pundarika Sutra dikatakan, “Setelah mendengarkan Saddharma Pundarika Sutra. Orang-orang akan menjadi penuh
18
kedamaian dalam hidup ini. Pada kehidupan akan datang, mereka akan terlahir kembali di tempat yang baik, bergembira dalam pelaksanaan Jalan Buddhis, dan kembali mendengarkan Saddharma Pundarika Sutra.” Ini adalah sebuah janji kepada kita bahwa kita akan pergi ke Tanah Buddha, dimana Buddha Sakyamuni dan Nichiren Shonin sedang membabarkan Saddharma Pundarika Sutra setelah kita meninggal. Kutipan lain yang sangat saya sukai dari Bab.XVI, adalah “Ga Shi Do An Non....” atau “DuniaKu ini mempunyai sebuah taman dan istana yang dihiasi dengan berbagai
No.18 / Maret 2006
macam permata dan perhiasan, dan pepohonan yang mengelilinginya dipenuhi dengan bunga dan buah. Ini semua adalah daratan kebahagiaan. Para dewa sedang memukul drum surgawi dan memainkan berbagai macam musik surgawi lainnya. Mereka juga menurunkan hujan bunga-bunga surgawi diatasKu dan diatas seluruh pesamuan agung..” Ini adalah penjelasan tentang apa itu Tanah Buddha. Altar dari Kuil Los Angeles Nichiren Buddhist. Kuil adalah model dari Tanah Buddha. Banyak sarjana dan pemimpin religius dari Saddharma Pundarika Sutra mengatakan bahwa Tanah Buddha dalam Bab.XVI adalah sebuah tempat spiritual jika pikiran kita menjadi murni seperti Sang Buddha; ketika hal itu terjadi, kemudian dunia ini akan menjadi seperti Tanah Buddha. Aku setuju dengan mereka; bagaimanapun, aku ingin melihat Tanah Buddha terwujud
secara nyata di dunia ini, ketika saya masih hidup. Ajaran Saddharma Pundarika Sutra dan Nichiren Shonin menekankan pentingnya mewujudkan Tanah Buddha di dunia ini. Nichiren Shonin berkata dalam “Kanjin Honzon Sho” bahwa, "Dunia Saha ini adalah Tanah Buddha Abadi Yang Suci, dimana terbebas dari tiga bencana; api, air dan angin, dan juga dari empat lingkaran; kelahiran, umur tua, sakit dan mati." Kita tidak ingin menjadi tua, sehingga kaum hawa berusaha membuat diri mereka lebih muda dengan kosmetik. Kita tidak ingin sakit, sehingga kita berolah raga, dan meminum vitamin, dan obat-obatan. Karena kita tidak ingin mati, banyak orang yang menerima pencangkokan organ. Berbagai hal yang kita lakukan sehari-hari, apakah mungkin membuat kita terbebas dari lingkaran kelahiran, umur tua, sakit dan mati ?
Karena kita ingin terbebas dari akibat bencana api, air dan angin, kita mendengarkan siaran berita cuaca dan membeli asuransi perlindungan yang mahal untuk rumah dan keluarga. Kehidupan kita sekarang ini harus lebih dari kehidupan orang tua kita. Anak-anakmu dan cucu harus lebih baik dari kehidupan kita. Cobalah berusaha untuk membuat dunia ini lebih baik untuk diri kita sendiri dan orang lain. Apapun juga yang kamu lakukan dipekerjaan atau dirumah, harap pastikan bahwa kamu telah berusaha melakukan yang terbaik agar dunia ini menjadi lebih baik. Tolong simpan pesan saya ini dalam pikiranmu sepanjang tahun ini. Kita tidak hanya berkeinginan untuk pergi Tanah Buddha setelah kita meninggal, tetapi kita juga berusaha menciptakan Tanah Buddha di dunia ini. GASSHO
Sambungan Dari Hal. 17 dan umat awam bersatu dalam satu pikiran, marilah kita mulai selangkah demi selangkah kegiatan misionari kita yang didasarkan pada kenyataan dalam masyarakat. Kita semua harus bergerak mengikuti gerakan “Tujuan Dasar” kita yakni “Odaimoku adalah Bibit KeBuddhaan.”. Marilah kita sekarang menaburkan Bibit Kebuddhaan untuk dapat melihatnya pada waktu pemanenan tiba. Dengan menyebarluaskan Odaimoku, marilah kita berusaha mewujudkan pencapaian keBuddhaan bagi diri sendiri, masyarakat, dan negara. Mendidik Orang-orang Karena Mereka Adalah Pembawa Dharma Para bhiksu \ bhiksuni
hendaknya memperdalam hati kepercayaannya, mempersembahkan dirinya dalam menyebut Odaimoku, menyebarluaskan Odaimoku, dan dengan segala upaya menaburkan Bibit KeBuddhaan kepada setiap orang agar mereka dapat mempunyai hubungan dengan Sang Buddha. Umat awam hendaknya hidup dalam hati kepercayaan, membantu para bhiksu untuk melaksanakan kegiatan misionari, menyebut Odaimoku dan menyebarluaskan Odaimoku kepada orang lain. Damai dalam pikiran, masyarakat dan dunia Marilah kita menciptakan pikiran yang sehat, membangun sebuah keluarga yang bahagia, menegakkan keamanan dan kegiatan masyarakat, dan mewujudkan dunia
19
yang damai dengan menyebut Odaimoku. Berusaha untuk menyelesaikan s eg a la p erm a s a la h a n d a la m masyarakat sekarang. Marilah kita menangani permasalahan dalam masyarakat dengan penuh perhatian, menghargai kehidupan, dan melaksanakan “bakkuyoraku (mengambil penderitaan dan memberikan kebahagiaan).” Bekerjasama dengan masyarakat Buddhis diseluruh dunia. Marilah kita membangun fondasi perdamaian dengan masyarakat Buddhis di negara asian dan diseluruh dunia dan berkomunikasi dengan kelompok keagamaan lainnya. GASSHO.
No.18 / Maret 2006
Pusaka Kuil
Nichiren Buddhist Portland Oleh: YM.Bhiksu Ryuoh Faulconer Kepala Bhiksu Kuil Nichiren Buddhist Portland, Amerika Serikat
K
uil Nichiren Buddhist Portland didirikan tujuh puluh dua tahun yang lalu, 1932. Sejarah kuil ini sangat bervariasi dan bergelora. Sejak berdiri sampai sekarang sudah generasi ke13 bhiksu menetap disini, semua dari Jepang, kecuali yang terakhir. Kuil ini mempunyai dua lokasi yang berbeda. Para anggota dari kuil ini ikut dalam wajib militer dan kuil ditutup selama Perang Dunia Kedua. Meskipun terdapat begitu banyak kesulitan yang mendera, tetapi kuil ini masih berdiri dengan kokoh sampai hari ini. Ikut serta dalam sejarah yang warna warni ini, aku menjadi bhiksu yang ke-tiga belas dikuil ini. Waktu memang telah berubah, tetapi kita perlu melihat kemasa lalu dan mengingat akar kita. Kita perlu menghargai, mereka yang telah datang dan berjuang sebelum kita. Ketika sedang membersihkan kuil, saya berjalan ketempat penyimpanan pusaka. Terlihat sebuah kotak kayu, yang berisi banyak gulungan lama. Mungkin ini bukan pusaka bagi orang lain, tetapi bagi kuil ini, semua ini mengingatkan tradisi dari kuil ini, mengambarkan perjuangan dan penghargaan yang diterima oleh kuil. Dalam tradisi Nichiren, kita mengunakan bentuk
kaligrafi sebagai dasar untuk membuat mandala, dan pertama kali ditulis oleh pendiri kita, Nichiren Shonin. Dalam kuil, mandala biasanya juga dibentuk dalam format rupang, tetapi bagi para penganut, bentuk kaligrafi dari mandala lebih leluasa dan tidak memerlukan tempat yang besar, sebagai Honjon atau Objek Pemujaan. Tulisan kaligrafi dalam mandala melambangkan Tanah Buddha Abadi yang Suci, yang diambil dari Bab.XVI, Saddharma Pundarika Sutra, dimana Buddha Sakyamuni duduk bersama Buddha Taho didalam Stupa Pusaka, membabarkan tentang keabadian hidupNya. Tertulis ditengah-tengah mandala adalah mantra kita, “Namu Myoho Renge Kyo”. Mantra ini adalah mewakili Buddha; sebuah gambaran dan cermin dari Saddharma Pundarika Sutra. Setelah melihat kedalam kotak penyimpanan tersebut, saya menemukan 10 gulungan dalam bentuk berbeda, semua mewakili setiap periode sejarah kuil ini. Gulungan mandala ini sudah tua dan beberapa perlu diperbaiki dengan serius. Saya dengan hati-hati membuka gulungan Gulungan kaligrafi ini ditulis oleh Bhiksu ke18, Nichijin Shonin, Kuil Shogyo Zan Seishin Ji. Kuil ini berlokasi di Osaka, Jepang. Tidak ada tanggal dalam gulungan ini.
20
No.18 / Maret 2006
Mandala Gohonzon ini ditanda tangani oleh Nichiren Shonin. Kemungkinan merupakan salinan dari salah satu Mandala Asli, Nichiren Shõnin’s
tersebut dan menyadari bahwa semua ini harus diperlihatkan kepada para anggota. Sekarang dalam kuil ini, satu dari gulungan itu digantung di tempat sebelah barat. Setiap bulan, salah satu dari gulungan itu diperlihatkan. Dengan hati-hati membersihkannya dan telah dilakukan usaha perbaikan agar mereka masih dapat dilihat oleh generasi mendatang. Banyak diantara gulungan tua tersebut adalah Maha Mandala Gohonzon. Beberapa merupakan gulungan peringatan untuk para leluhur kuil ini. Ini semua menunjukkan kepada kita, tentang para nenek moyang yang telah membawa Buddhisme ini bersama mereka ke negara ini. Salah satu dari sepasang gulungan itu adalah oleh almahum YM.Bhiksu Nisshu pada bulan nopember tahun Meiji (1889). Yang lain dipersembahkan kepada seorang suami istri pada bulan september tahun Ansei
(1857) oleh almahum YM.Bhiksu Nichimyo. Yang lain ditulis pada tahun 1857 dan 1906. Tulisan lain oleh almahum YM.Bhiksu Ryushin Okihara pada tahun 1927. YM.Bhiksu Okihara adalah kepala bhiksu ke3 dikuil Seattle pada waktu itu. Ia juga adalah bhiksu yang membantu mendirikan dan membangun Kuil Portland. Ia adalah bhiksu pertama di Kuil Portland. Satu gulungan adalah Maha Mandala yang ditanda tangani oleh Nichiren Shõnin sendiri. Kemungkinan ini adalah salinan dari Maha Mandala Asli yang ditulis oleh Nichiren Shonin sendiri. Terdapat dua lukisan dikanan kirinya yang mengambarkan wajah dari pendiri kita, Nichiren Shonin. Lukisan seperti ini terdapat diempat kuil yang berbeda di Jepang. Gulungan terakhir adalah Kishimojin (Hariti). Ia adalah salah satu dari dewa pelindung Saddharma
Mandala Gohonzon in ditulis oleh YM.Bhiksu Ryushin Okihara pada tahun 1927. Bhiksu ke-3 dari Kuil Nichiren Buddhist Seattle dan Bhiksu pendiri Kuil Nichiren Buddhist Portland.
21
Ket. Gohonzon dengan lukisan Nichiren Shonin
Pundarika Sutra. Kishimojin pada awalnya sangat jahat, suka memakan anak-anak di perkampungan India. Setelah Sang Buddha menunjukkan kepada dia tentang kesalahan dan hal yang membuat ia menderita, ia pun bertobat dan berjanji untuk melindungi ajaran Buddha. Ia berjanji melindungi anak-anak dan penganut Saddharma Pundarika Sutra. Ia muncul di Bab.XXVI, Saddharma Pundarika Sutra, dimana ia dan anak-anak perempuannya juga ditulis dalam Omandala dalam tulisan kaligrafi. Lukisan Nichiren Shonin dan gulungan Kishimojin tidak terdapat tanggal dibuat, sehingga sulit bagi kita untuk mengetahui berapa tua gulungan tersebut. Gulungan-gulungan tua ini melambangkan umur dari kuil ini dan para pendiri. Bersama-sama dengan foto para anggota sangha, semua ditempatkan di dinding tangga kuil. Kuil Nichiren Buddhist Portland sekarang tampil dengan wajah baru dan semakin kokoh. Kami selalu mengingat sejarah kuil ini dan orangorang yang membawa Buddhisme kepada kami. Silahkan berkunjung ke kuil kami. GASSHO.
No.18 / Maret 2006
Aneka Peristiwa Nichiren Shu
(Liputan Aneka Berita Nichiren Shu Indonesia dan Manca Negara) Sumber: Nichiren Shu News, The Bridge dan Website Penerjemah: Josho S.Ekaputra
Retret Tahun Baru 2006, Amerika Serikat
Kuil Nichiren Buddhis Portland Oleh: YM.Bhiksu Ryuoh Faulconer ada tanggal 31 desember 2005, Kuil Menara Pusaka, juga yang biasa dikenal sebagai Kuil Nichiren Buddhist Portland, Amerika Serikat melaksanakan sebuah retret Tahun Baru. Retret ini dimulai pada jam 19:00 Tahun Baru. Sebanyak 12 orang peserta yang mendaftar dan masing-masing menyiapkan tempat tidur mereka pada malam hari. Pada pukul 20:00, semua orang pergi ke Suigyo, dimana semua peserta mengikuti acara pensucian dengan air. Setelah Suigyo, kita menghabiskan waktu sekitar sejam setengah untuk membuat origami bangau untuk perdamaian dalam menyambut datangnya tahun baru. Dua jam sebelum tengah malam, kami mulai melakukan acara Malam Cahaya Lilin yang dilakukan di Hokke Sembo. Acara ini dilaksanakan dalam bahasa Inggris.Pada tengah malam, kami mulai membunyikan bel kuil sebanyak 108 kali. Para peserta secara bergiliran membunyikan bel tersebut yang baru selesai 54 menit kemudian. Setelah itu mereka semua pergi tidur. Pada pagi harinya, kami melakukan Shodaigyo selama 90 menit yang diikuti dengan Upacara Tahun Baru. Makanan tahun baru adalah Otoso dan Ozoni diberikan kepada para peserta retret Tahun
P
Baru ketika sarapan pagi. Sekitar siang hari, seluruh peserta membubarkan diri dan acara pun selesai, semua mengharapkan pada tahun baru ini, dipenuhi dengan kedamaian, kemakmuran dan hati kepercayaan yang semakin kuat. GASSHO.
Ket. Para peserta retret sedang menikmati makan paginya.
Acara Tahun Baru Di San Jose, Amerika Serikat uil Nichiren Buddhis San Jose melakukan sejumlah acara dalam menyambut Tahun Baru 2006. Kuil melaksanakan acara Mochitsuki kecil-kecilan, mengunakan mesin yang diberikan kepada kuil 15 tahun yang lalu oleh keluarga Nakanishi untuk membuat kue Mochi, yang digunakan untuk Osonae di altar kuil. Pada malam tahun baru dilakukan Upacara Joya-Hoyo pada jam 23.30. Sekitar 35 orang mengikuti upacara ini. Setelah itu diikuti dengan Upacara
K
22
Tahun Baru, kami melaksanakan dengan versi tradisional "toshikoshi soba". Pada acara ini juga pertemuan dengan teman-teman lama sungguh mengesankan. Pada tahun baru pertama, dokyo dimulai pada pukul 8:00 pagi. Sekolah Tachibana, juga dilaksanakan pada tanggal 7 januari 2006. Selama acara ini mochitsu-ki disajikan secara tradisional dan para pelajar ikut berpartisipasi dalam melakukan Kakizome atau menulis kaligrafi untuk hari pertama tahun baru. GASSHO. (Oleh: Sandra Seki, Nichiren Shu News)
No.18 / Maret 2006
Wawancara dengan Tuan Takashi Nishioka Oleh YM.Bhiksu Fukushima, Kuil Hokekyoji
`Ini Semua Adalah Kehendak Buddha’ S
aya ingin menjelaskan tentang Tuan Takashi Nishioka (65), Ia salah satu dari lima anggota yang membantu berdirinya Kuil Hokekyoji di Brazil. Baru-baru ini, para pencuri memasuki rumah Tuan Nishioka pada tengah malam, dan mengambil sejumlah uang tunai dan sebuah jam Rolex. Beberapa hari kemudian, ketika ia datang ke kuil, ia menceritakan hal tersebut kepada saya: “Sejumlah uang tunai dan sebuah jam Rolex telah dicuri, tetapi karena perlindungan dari Sang Buddha, tidak seorang pun anggota keluarga yang mengalami luka. Kamera mahal saya tersimpan di laci Butsudan tidak dicuri,” kata Nishioka. Ia tidak mengeluh atau marah atas kejadian tersebut, tetapi merasa berterima kasih kepada Sang Buddha atas sedikit kehilangan tersebut dan tidak terluka. Para pencuri membuat kunci duplikat rumahnya dan memasuki rumah dengan leluasa. “Buddha telah memberikan sebuah tanda kepada kita, oleh karena itu saya telah membuat kunci tambahan dibagian dalam pintu,” kata Tuan Nishioka. “Buddha dapat melihat segala kelakuan kita semasa hidup. Ketika aku meninggal dan bertemu dengan Sang Buddha dan Nichiren Shonin, Aku tidak ingin mempermalukan diri sendiri,” lanjut Tuan Nishioka. Berikut ini adalah wawancara
YM.Bhiksu Kenno Fukushima saya dengan Tuan Nishioka: Bhiksu. F.: Tuan, kamu mempunyai gelar Ph. D. dalam bidang obat-obatan, ilmu fisika dan ilmu kimia. Apakah kamu lakukan setelah memperoleh gelar tersebut? Tuan N.: Ya, tentu. Setelah lulus dari sekolah, saya bergabung dengan perusahaan listrik Amerika dan bekerja disana selama 11 tahun. Kemudian, saya menjadi kepala dari sebuah perusahaan kimia, dimana saya bertindak untuk riset tentang gas medis. Setelah 8 tahun, saya memutuskan untuk mendirikan perusahaan sendiri, yang melakukan riset tentang obat-obatan dari tumbuhtumbuhan. Saya memproduksi Ginseng Brazilia yang mempunyai khasiat yang hampir sama dengan ginseng Korea. Tanaman ini dapat meningkatkan kondisi fisik dan penjualannya sangat bagus. Bagi mereka yang tidak bisa membayar, saya tidak menerima pembayaran. Saya memberikan secara CumaCuma. Sampai hari ini, pasien-pasien
23
saya sangat berterima kasih karena hal tersebut. Produk lain yang saya buat adalah dari sumber alami, yang dapat melawan sejenis virus yang saat ini sedang menyerang daerah ini. Saya pernah menerima sertifikat penghargaan dari Yayasan Hideo Noguchi Japan. Dari kedua jenisjenis obat-obatan tersebut dibutuhkan sebuah penelitian yang sangat lama. Dari obat ini saya memperoleh uang yang cukup besar, tetapi saya juga mendapat serangan dari sejumlah orang yang bergerak dibidang yang sama. Saya sedang berjuang dipengadilan tentang khasiat dari obat-obatan tersebut. Banyak dokter dan pasien yang telah mengunakan obat-obatan tersebut telah bersaksi mengenai khasiatnya. Karenanya sekarang saya tidak bekerja dan punya waktu untuk berkunjung ke kuil lebih sering daripada sebelumnya. Saya pikir, Buddha telah mengatur semuanya. Bhiksu. F.: Bagaimana cerita
Tuan Takashi Nishioka
No.18 / Maret 2006
kamu bisa bergabung dengan Kuil Hokekyoji ? Dan apa sejarah pribadi anda ? Tuan N.: Ayah saya adalah seorang jemaah gereja suci Ise dan saya adalah generasi kedua orang Jepang di Brazil. Ketika saya masih muda, saya tidak memiliki hubungan apapun dengan Saddharma Pundarika Sutra. Saya diperkenalkan pertama kali tentang sutra ini ketika berumur 20 tahun melalui YM.Bhiksu Kojun Matsuda, yang merupakan bhiksu pertama di Brazil dan YM.Bhiksu Kimura dari Japan. Dengan pengaruh mereka, saya menjadi seorang pengikut Saddharma Pundarika Sutra. 25 tahun yang lalu, saya bersama dengan yang lainnya, membangun Kuil Myohozan Kemponji, tetapi pada waktu sempat terjadi perbedaan pendapat tentang cara penyebaran yang sesuai dengan masa itu. Sehingga, kami memutuskan untuk membentuk sebuah organisasi lain bersama-sama dengan YM.Bhiksu Matsuda, Bhiksu Kimura dan sejumlah umat lainnya. Kemudian, YM.Bhiksu Kimura kembali ke Jepang karena gurunya meninggal dunia dan ketika YM.Bhiksu Matsuda meninggal, kami menjadi sendiri. Melalui pertolongan dari YM.Bhiksu Kimura, kami meminta pertolongan dari Nichiren Shu dan kami berlima akhirnya menjadi pengikut Nichiren Shu. Bhiksu F.: Kamu mendapat begitu banyak kesukaran ? Tuan N.: Tidak, Ini semua adalah kehendak Buddha. Sekarang anggota Kuil Hokekyoji terus meningkat dan saya sangat senang. Saya ingin terus meningkatkan jumlah anggota kuil ini. Bhiksu F.: Apa impian anda pada tahun baru ini? Tuan N.: Kuil yang ada sekarang sudah terasa kecil karena semakin banyaknya anggota. Kami ingin pindah ketempat yang baru.
Jika memungkinkan saya ingin membangun kuil sendiri, meskipun saya harus mengangsur membayar tempat tersebut. Saya sedang melihat tempat yang sesuai. Bhiksu F.: Terima kasih banyak, Tuan Nishioka. Tuan Nishioka tinggal bersama istri, tiga orang putera dan seorang anak perempuan. Ia kehilangan anak pertamanya beberapa tahun yang lalu. Anak itu menderita sakit kelumpuhan cerebral, setelah menjalani tiga kali operasi, ia meninggal pada usia delapan belas tahun. Namun Tuan Nishioka tetap berterima kasih kepada Buddha, yang telah memberikan kehidupan kepada anaknya selama 18 tahun. Pada saat terakhir, Tuan Nishioka memegang tangannya dan ia pun meninggal dengan tenang. Sekali lagi, Tuan Nishioka sangat berterima kasih kepada Buddha, bahwa anaknya meninggal dengan cepat dan penuh kedamaian. Buddha selalu melindungi Tuan Nishioka karena segala kebajikan dan keperibadiannya. Ia hanya ingin menolong orang-orang, dan ia juga memperoleh banyak keberuntungan. Ia selalu memberikan sumbangan kepada kuil dan ia juga menerima tanggung jawab sebagai penjamin dari kuil ini. Tuan Nishioka datang kekuil dua kali dalam seminggu, dan kami sangat berharat ia selalu sehat dan terus mendukung Kuil Hokekyoji. (Diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Sandra Seki)
Sambungan dari Hal.11 TANGGAPAN DARI PENANYA Penanya: emua orang sangat menginginkan kedamaian tidak hanya dalam kehidupan sekarang tetapi juga pada kehidupan akan datang. Mendengar kata-kata Buddha yang kamu ambil dari berbagai sutra, saya mengerti bahwa pemfitnah Dharma Sejati adalah karma buruk terberat. Aku percaya akan Buddha tertentu dan membuang semua Buddha lainnya. Aku menghormati tiga susun sutra [dari sekte Jodo] dan meninggalkan sutra lainnya. Saya melakukan semua ini berdasarkan saran dari para pemimpin [dari sekte Jodo], tidak berdasarkan pendapatku sendiri. Aku pikir bahwa orang lain juga berpikir sama seperti diriku. Tidak diragukan lagi bahwa kami telah sia-sia dalam hidup sekarang dan akan jatuh kedalam Neraka Avici dalam kehidupan akan datang jika kami melakukan semua ini. Mendengar saranMu yang penuh welas asih, sekarang aku dapat memperbaiki ketidaktahuanku. Aku akan melakukan yang terbaik untuk melenyapkan [para pemfitnah Dharma Sejati] sehingga negara kita akan menjadi damai. Untuk diriku sendiri, Aku mengharapkan tidak hanya kedamaian dalam kehidupanku sekarang, tetapi juga dalam kehidupan akan datang. Aku tidak akan hanya memuaskan diriku sendiri dengan percaya pada [Dharma Sejati]. Aku akan membimbing orang lain untuk mengkoreksi segala kesalahan mereka.” GASSHO.
S
Catatan:
Dharma Sejati adalah Saddharma Pundarika Sutra.
24
No.18 / Maret 2006
Seri Pengenalan Kuil-Kuil Nichiren Shu
(Menjelajahi Kuil-Kuil Nichiren Shu, Tempat Bersejarah Lainnya di seluruh Jepang dan Dunia) Oleh: Josho S.Ekaputra
Kuil E-um Zan Jo-ei Ji • Nama Resmi: Kuil E-um-zan Joeiji • Sekte: Nichiren Shu, Buddhisme • Didirikan pada tahun: 1606 • Bhiksu Pendiri: Nissho • Objek Pemujaan Utama: Rupang Nichiren Shonin dan lain-lain • Alamat: 12-11 Omachi 1-chome, Kamakura, Kanagawa 248-0007 • Luas Area: 2,600 meter persegi • Lokasi: 1,000 meter selatan dari stasiun Kamakura • Waktu untuk tiba di kuil: 15 menit • Buka: 9:00 sampai 16:00 • Acara Rutin: Upacara Peringatan untuk Nichiren Shonin dan Bhiksuni Nichiei pada tanggal 12 September • No Telepon: 0467-22-4570 • Tempat Penginapan: Tidak tersedia Ringkasan Sejarah
K
uil ini dibangun pada tahun 1606 yang didasarkan pada peristiwa pada abad 13. terdapat sebuah tempat pengamatan yang dibangun oleh Yoritomo
Ket. (Atas) Kuil E-um Zan Jo-ei Ji, (Bawah) Kue Botamochi, (Belakang) Peta Kuil
Minamoto (1147-1199), pendiri dari KeShogunan Kamakura. Pada saat migrasi burung-burung yang singgah dikawasan tersebut, maka Yoritomo akan datang kesini untuk mengamatinya. Bhiksuni Nichiei (1187-1274 yang melayani dan menjamu beliau. Pada tahun 1271, adalah tahun
25
No.18 / Maret 2006
yang tak terlupakan bagi Nichiren Shu, pendirinya Nichiren Shonin (12221282), akan dihukum mati karena kritikan Beliau terhadap kebijakan pemerintah. Ia juga menegur semua sekte yang ada dan mengungkapkan segala kekeliruan mereka, yang dapat menyebabkan kemusnahan bagi negara. Ajaran Buddhisme yang benar adalah berdasarkan pada Saddharma Pundarika Sutra dan jika pemerintah menurutiNya, maka negara akan selamat dari segala kehancuran. Pada 12 September tahun yang sama, Nichiren Shonin dalam perjalanan ke tempat pemenggalan kepala untuk menjalani hukuman matinya di Tatsunokuchi yang berlokasi di sebelah barat dari Kamakura, Ia melewati tempat pengamatan ini. Ditempat ini, Beliau dijamu oleh Bhiksuni Nichiei sebagai jamuan terakhir kalinya dengan mempersembahkan kue Botamochi atau kue beras yang dilapisi wijen. Hal ini biasa dilakukan kepada seseorang yang akan menjalani hukuman mati. Bagaimanapun, Ia percaya bahwa seorang Bhiksu agung seperti Nichiren akan dapat bertahan dan selamat dari hukuman ini. Ya, sebuah keajaiban terjadi pada saat terakhir akan dijalankannya hukum pemenggalan kepala tersebut. Sebuah sinar terang yang jatuh dari atas langit melenyapkan kegelapan malam, dan ini menyebabkan ketakutan bagi para algojo yang akan menjalankan hukuman tersebut. Akhirnya hukuman itu dibatalkan, dan jiwa Nichiren Shonin terselamatkan. Kenyataannya, Bhiksuni Nichiei masuk sebagai seorang bhiksuni setelah suaminya meninggal dunia. Suaminya juga seorang yang sangat bersemangat dan percaya kepada Nichiren. Ia mempunyai seorang adik muda bernama Nissho (1221-1323), nama yang sama dengan pendiri kuil tetapi bhiksu yang berbeda. Ia adalah seorang dari Enam Murid Utama dari
Nichiren dan pendiri dari Kuil Jissoji, kuil Nichiren Shu lainnya. Kemudian, tempat pengamatan ini dimiliki dan dijaga oleh Kuil Myohonji, terletak 150 meter utara dari kuil ini. (adik perempuan dari Bhiksuni Nichiei adalah istri dari Yoshimoto Hiki, pendiri dari Kuil Myohonji). Sekitar 340 tahun setelah peristiwa Tatsunokuchi, Bhiksu Nissho (1569-1617), kepala bhiksu ke-14 dari Kuil Myohonji membangun kuil ini pada tahun 1606 bersamaan dengan sebuah sekolah kuil untuk menghormati jasa-jasa dari Bhiksuni Nichiei dan peristiwa penganiayaan diri, Nichiren Shonin disana. Nama dari Jo-ei berasal dari nama kebhiksuan dari Myojo Nichiei. Sekolah kuil akhirnya dipindahkan pada tahun 1689 ke Kuil Ikegami Hongan-ji, Kuil utama dari Nichiren Shu, lokasi di Ota Ward, Tokyo, dimana Nichiren Shonin meninggal dunia pada tahun 1282. Beberapa saat kemudian, seorang bhiksuni bernama Nichiyu, seorang anak perempuan dari keluarga samurai terkenal, membangun kembali kuil ini.
26
Pada tanggal 12 September setiap tahun, kuil ini menyelenggarakan upacara peringatan bagi Nichiren Shonin. Memasak makanan Botamochi dan diberikan kepada para pengunjung setelah dipersembahkan di altar Nichiren Shonin. Pada saat yang sama, kuil juga memberikan kue Botamochi kepada rupang Nichiren Shonin di Kuil Ryukoji, dimana upacara peringatan juga dilaksanakan. Bhiksuni Nichiei dan suaminya adalah seorang pelayan dari Shogun ke-6, Munetaka (1242-1274), yang setelah meninggal dimakamkan disini dan stupa makam Gorinto mereka diletakkan disamping aula utama. Objek utama dari Kuil ini adalah rupang Nichiren Shonin, Stupa dari Odaimoku “Namu Myoho Renge Kyo dan rupang Buddha lainnya dan juga rupang dari Bhiksuni Nichiei. Kuil ini juga mempunyai sebuah bel kuil yang dibuat pada tahun 1248 (kemungkinan dibawa dari tempat lain ketika kuil ini dibangun pada tahun 1606). Ini merupakan benda purbakala bagi musium Kamakura. GASSHO.
No.18 / Maret 2006
Kuil
Komatsubara Zan Kyonin Ji • Nama Kuil: Kamatsubara-Zan Kyonin-Ji • Sekte: Nichiren Shu, Buddhisme • Pendiri Kuil : Bhiksu Nichiryu, Pada tanggal 5 Maret 1281 • Alamat: 1413 Hiroba, Kamogawa, Chiba • Arah Menuju Kuil: Kereta Api JR Sotobo-line, berhenti di Stasiun Awa-Kamogawa, 20 menit jalan kaki atau 5 menit dengan taksi Ringkasan Sejarah
K
uil ini terletak di daerah tempat ternjadinya penganiayaan Komatsubara, yang merupakan salah satu penganiayaan yang dialami oleh Nichiren Shonin. Pada kejadian ini, dua orang pengikut yang melindunginya terbunuh. Sekarang tempat ini penuh kedamaian, dibangun dibekas tempat terjadi peristiwa Komatsubara. Pada tanggal 11 nopember 1264, ketika Nichiren Shonin tinggal di daerah Boso, Chiba, salah satu pengikutnya, Yoshitaka Kudo yang juga seorang bangsawan di Amatsu, mengundang Beliau untuk berkunjung ke rumahnya. Ketika Nichiren bersama sepuluh orang pengikutnya meninggalkan Kuil Renge-Ji, di Hanabusa dan berjalan kaki melewati jalan Komatsubara. Dilokasi ini rombongan Nichiren Shonin diserang oleh para pengikut Kagenobu Tojo. Kagenobu adalah seorang pengikut Nembutsu yang fanatik, yang tidak
menyukai dan ingin membunuh Nichiren. Nichiren Shonin berusaha melindungi dirinya dari pedang Kagenobu dengan mengunakan juzu atau tasbihnya, tetapi pedang itu melukai dahinya sebesar tiga inchi. Para pengikut Nichiren Shonin, Kyoninbo dan bangsawan Yoshitaka Kudo, yang mendengar tentang serangan itu datang untuk menyelamatkan Nichiren Shonin, namun mereka terbunuh dalam serangan itu dan dua orang lainnya mengalami luka yang serius. Dikemudian hari, anak dari Yoshitaka Kudo, Nichiryu, menjadi murid Nichiren Shonin. Sebagai b e n t u k p e n g h a rg a a n dan penghormatan atas meninggalnya Kyoninbo dan Yoshitaka Kudo, Nichiryu membangun Kuil Kyonin-Ji pada tanggal 5 maret 1281. Kuil Kyonin-Ji, Saat Sekarang
S
ebuah pohon tua berumur 800 tahun berdiri kokoh dihalaman kuil ini. Kuil ini mempunyai sebuah Shoshi-do (Aula Pendiri) yang mana dibangun pada pertengahan periode Edo, sebuah Hondo (aula utama), sebuah kantor kuil
27
dan sebuah pintu gerbang. Kuil ini juga menyimpan dengan baik, pusaka dari Nichiren Shonin berupa tulisan atau gosho yang berjudul “Tokidono Gosho,” dan juga Juzu atau tasbih yang melindungi Nichiren Shonin dari pedang, sebuah jubah berdarah dari Kyoninbo, dan buku sejarah dari Nichiren Shonin. Acara tahunan adalah seperti Upacara Kaishu-E setiap tanggal 28 april, Hari Penganiayaan Komatsubara setiap tanggal 11 nopember, dan Upacara Peringatan Kematian Nichiren Shonin (Oeshiki) pada tanggal 13 oktober. GASSHO.
No.18 / Maret 2006
JADUAL DAN BAHAN pelajaran JAKARTA, TANGERANG, BATAM, JAWA TENGAH DAN D.I.YOGYAKARTA
BAHAN PELAJARAN ::: MINGGU I, 5 MARET 2006 Bahan : "Ceramah dan Saddharma Pundarika Sutra" MINGGU II, 12 MARET 2006 Bahan: "Meditasi Shodaigyo dan Diskusi" MINGGU III, 19 MARET 2006 Bahan: "Goibun" MINGGU IV, 26 MARET 2006 Bahan : "Diskusi"
Topik Utama:
~Bunga Teratai, Simbol Dari Ajaran Buddha, Hal. 01
Ceramah :
JADUAL PERTEMUAN ::: JAKARTA (MINGGU KE 1 DAN 2): 10:00 - 10:40 Dokyo Shodai (Membaca Paritta dan Odaimoku) 10:40 - 12:00 Pelajaran / Diskusi TANGERANG (MINGGU KE 3 DAN 4) 14:00 - 14:30 Dokyo Shodai 14:30 - 16:00 Pelajaran / Diskusi SEMARANG / JAWA TENGAH (SETIAP RABU) 19:00 - 21:00 Dokyo Shodai / Pelajaran / Diskusi D.I.YOGYAKARTA (SETIAP JUMAT) 20:00 - 22:00 Dokyo Shodai / Pelajaran / Diskusi
PENGUMUMAN Mulai Pebruari 2005, bagi anda yang ingin memberikan Dana Paramita untuk Yayasan Buddhis Nichiren Shu Hokekyo Indonesia, atau Cetya Pundarika, Sunter dapat melakukannya melalui Transfer Bank dengan data sebagai berikut:
Bank Central Asia (BCA) KCP.Muara Karang No.Account : 637-012-8152 A/N: Nichiren Shu Hokekyo Indonesia Alamat Redaksi Buletin "LOTUS" : Apartemen Permata Surya I, Blok.A No.201, Perum Taman Surya V, Cengkareng - Jakarta Barat. Telp.081311088060, Email:
[email protected] Website: www.nshi.org
Dana Paramita Buletin "LOTUS" Rp.6.000,(Untuk Kalangan Sendiri)
28
~Belajar Makna Sejati dari Rissho Ankoku Ron, Hal.04 ~Waktu Untuk Memenuhi Tugas Kita, Hal.17 ~Mari Kita Mewujudkan Tanah Buddha Di Dunia Ini, Hal.18
Goibun:
~Rissho Ankoku Ron, Dialog VIII dan IX, Hal.09
Serba Serbi:
~Tahun Penuh Perubahan, Hal.05 ~Kabinet Baru Nichiren Shu, Hal.06 ~Seri Pelajaran Mahayana, Hal.07 A Collection of Nichiren Wisdom, Hal.08 ~Legenda Nichiren Shonin, Hal.12 ~Seri Penjelasan Saddharma Pundarika Sutra, Hal.14 ~Seri Penjelasan Shutei Gohonzon, Hal.15 ~Pusaka Kuil Nichiren Buddhist Portland, Hal.20 ~Seri Pengenalan Kuil-Kuil Nichiren Shu, Hal.25
Aneka Peristiwa: ~Retret Tahun Baru, Hal.22 ~Ini Semua Kehendak Buddha, Hal.24