Budidaya Pisang Di Kecamatan Batang Anai Dan Lubuk Alung Kabupaten Padang Pariaman Winardi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat Jl. Raya Padang-Solok, Km. 40, Sukarami
ABSTRACT The study on agro-ecological zone (AEZ) in 2004 showed that Batang Anai and Lubuk Alung subdistricts in Padang Pariaman regency were appropriate for fruit crops development with the coverage area of 586 hectares in Batang Anai and 1964 hectares in Lubuk Alung. A Rapid Rural Appraisal (RRA) has been done in November 2007 in order to know the status of banana farming at both subdistricts. The results showed that banana was generally planted at Batang Anai and Lubuk Alung subdistricts as the farmyard crops. The farmers generally planted local banana varieties namely Pisang Ambon, Pisang Kepok, Pisang Tanduk, Pisang Raja, Pisang Jantan, and Pisang Manih. Pisang Jantan and Pisang Manih which were tolerant to Fusarium were the dominant banana varieties at the both subdistricts. Generally, the farmers have not implemented the introduced banana farming technology. Therefore, the yield of banana crops at the both subdistricts was still low, those were 7-21 t/ha and 23 t/ha for Pisang Jantan and Pisang Manih, repectively. The banana fruits produced at Batang Anai and Lubuk Alung were marketed inside ant outside subdistricts including Padang city. The yield and productivity of banana at Batang Anai and Lubuk Alung subdistricts were prospective to increase through implementation of introduced technologies such as prominent seedlings, appropriate cropping systems, better cultural practices, and better harvesting methods. It was suggested that the more detail survey should be done for identifying the distribution of planted area, the economic value, post harvest technologies, prospect of using tissue culture seedlings, and improving the farmers organization and financial supports. Key words : Padang Pariaman regency, farming systems, banana.
PENDAHULUAN
K
ota Padang dewasa ini sedang menuju menjadi sebuah kota metropolitan. Setidaknya hal tersebut ditinjau dari segi kependudukan. Pada tahun 2006 penduduk Kota Padang berjumlah 819.740 jiwa yang tersebar di sebelas kecamatan. Rata-rata pertumbuhan penduduk Kota Padang untuk lima tahun terakhir adalah 2,79% per tahun (Anonymous, 2007a). Dalam hal pengadaan bahan pangan, Kota Padang tidak akan bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Meskipun terdapat lahan pertanian yang cukup luas, yaitu 6.813,2 hektar lahan sawah yang sebahagian besar berpengairan teknis, namun hanya bisa untuk memenuhi sebagian kebutuhan beras penduduk terutama di luar pusat kota. Sedangkan kebutuhan penduduk di pusat kota, baik terhadap beras se124
Prosiding Seminar Nasional Hortikultura
bagai makanan pokok maupun hasil pertanian lainnya seperti sayur-sayuran dan buah-buahan, perlu didatangkan dari luar Kota Padang. Pisang merupakan buah-buahan terbanyak kedua dikonsumsi masyarakat perkotaan di Sumatera Barat setelah jeruk. Dari analisis terungkap bahwa Kota Padang pada tahun 2005 membutuhkan pasokan pisang dari luar sebanyak 5.938 ton setelah dikurangi dengan produksi pisang Kota Padang sendiri. Peranan budidaya pisang dalam Kota Padang semakin menyusut, baik ditinjau dari luas penanaman maupun produksinya (Tabel 1). Pada tahun 2005 luas pertanaman pisang di Kota Padang adalah 8,45 ha dengan produksi 76,25 ton. Analisis kebutuhan pisang di Kota Padang dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 1. Luas tanam dan produksi pisang di Kota Padang, 2003-2005. Tahun Luas tanam (ha) Produksi (ton) 2003 21,08 190,62 2004 18,74 169,45 2005 8,45 76,25 Sumber: Kota Padang dalam Angka, 2006b.
Wilayah di luar atau sekitar Kota Padang merupakan kawasan potensial untuk pengembangan buah-buahan tropis, seperti: pisang, pepaya, jeruk, nenas, mangga, manggis, durian, jambu dan lain-lain. Dari analisis Zona Agroekologi (ZAE) yang dilakukan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat pada tahun 2004 di sebagian wilayah Kabupaten Padang Pariaman terungkap bahwa Kecamatan Batang Anai dan Kecamatan Lubuk Alung berpotensi untuk budidaya pisang. Areal yang berpotensi untuk pengembangan pisang di Kecamatan Batang Anai 586 ha, sedangkan di Kecamatan Lubuk Alung 1.964 ha (Winardi et al., 2004). Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi budidaya pisang di Kecamatan Batang Anai dan Kecamatan Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman dalam rangka memenuhi pasokan buah-buahan untuk Kota Padang. METODOLOGI Penelitian dilakukan di beberapa lokasi di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Batang Anai dan Kecamatan Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman, Provinsi Sumatera Barat. Penelitian dilakukan selama bulan November 2007. Metode penelitian yang digunakan adalah Pemahaman Pedesaan dalam Waktu Singkat (PPWS) atau Rapid Rural Appraisal (RRA). Informasi dikumpulkan melalui berbagai cara, antara lain : (1) Data sekunder/studi pustaka; (b) Wawancara semi struktural; dan (c) Observasi lapangan. Data yang diperoleh dianalisis secara tabulasi dan deskriptif.
Data sekunder diperoleh dari Kabupaten Padang Pariaman Dalam Angka 2005, Kota Padang Dalam Angka 2005, berbagai publikasi tentang wilayah penelitian dan komoditas pisang. Wawancara dilakukan terhadap petani, pemuka masyarakat dan petugas/pejabat pertanian yang berkaitan dengan obyek penelitian. Obeservasi lapangan dilakukan untuk melihat teknologi budidaya, keragaan pertanaman, lingkungan yang mempengaruhi, dan produktivitas tanaman pisang. HASIL DAN PEMBAHASAN Wilayah Penelitian Kecamatan Batang Anai. Kecamatan ini terletak di bagian Tenggara Kabupaten Padang Pariaman yang terdiri atas tiga kenagarian yakni Ketaping, Kasang dan Sungai Buluh. Luas kecamatan ini 18.039 ha (Anonymous, 2006b). Kecamatan Batang Anai memiliki topografi datar hingga berbukit. Jenis tanah terdiri dari Aluvial (Inceptisols), Podzolik (Ultisols), dan Gambut (Histosols). Ketinggian tempat di wilayah datar/landai 0 – 25 m dari permukaan laut (DPL). Curah hujan rata-rata 4.255 mm/tahun dengan jumlah hari hujan 144 hari. Suhu berkisar 24-320C (Anonymous, 2007b). Penggunaan lahan di Kecamatan Batang Anai adalah sebagai berikut: (a) Sawah irigasi 1.541 ha; (b) Sawah irigasi sederhana 721 ha; (c) Sawah tadah hujan 201 ha; (d) Tegalan 891 ha; (e) Kolam 42 ha; (f) Pekarangan 587 ha; (g) Padang rumput 308 ha; (h) Kawasan industri 225 ha; (i) Perkebunan rakyat 1.102 ha; (j) Hutan negara 1.711 ha; (k) Perairan umum 129 ha; dan (l) Lain-lain 7.325 ha (Anonymous, 2007b). Kecamatan Lubuk Alung. Kecamatan yang hanya terdiri dari satu kenagarian ini terletak di bagian Tenggara Kabupaten Padang Pariaman. Kecamatan Lubuk Alung memiliki topografi datar, bergelombang hingga berbukit. Jenis tanah terdiri dari Aluvial (Inceptisiols) dan Latosol (Oxisols).
Budidaya Pisang di Kec. Batang Anai dan Lubuk Alung 125
Ketinggian tempat di wilayah datar hingga bergelombang berkisar 15-40 m DPL. Curah hujan rata-rata 3.390 mm/tahun dengan bulan basah 7-9 dan bulan kering kurang dari 3. Kisaran suhu berkisar 24-320C (Anonymous, 2007c). Kecamatan Lubuk Alung dengan luas wilayah 13.719 ha terdiri atas beberapa tipe penggunaan lahan, yaitu: (a) Sawah irigasi teknis 2.788 ha; (b) Sawah irigasi sederhana 482 ha; (c) Sawah tadah hujan 147 ha; (d) Tegalan 1.496 ha; (e) Kolam 43 ha; (f) Pekarangan 304 ha; (i) Perkebunan rakyat 2.850 ha; (k) Perairan umum 113 ha; dan (l) Lain-lain 5.496 ha (Anonymous, 2007c). Kesesuaian Lahan Tanaman Pisang Tanaman pisang tumbuh subur di seluruh kawasan Kecamatan Batang Anai dan Lubuk Alung. Di wilayah ini dijumpai beberapa kultivar pisang seperti Pisang Kepok, Pisang Ambon, Pisang Raja, Pisang Pulut, Pisang Rotan, Pisang Nangka, Pisang Jantan, Pisang Manih, Pisang Badak, dan Pisang Tanduk. Luas pertanaman pisang di Kecamatan Batang Anai dewasa ini 374,11 ha dan di Kecamatan Lubuk Alung 209,63 ha (Anonymous, 2006b).
Kesesuaian lahan untuk tanaman pisang di kedua kecamatan telah diungkapkan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat pada tahun 2004. Secara umum terdapat dua zona (wilayah) kesesuaian lahan untuk tanaman pisang, masing-masing zona dengan simbol III/Dehf (kelerengan 8-15%) dan zona dengan simbol IV/Dehf (kelerengan 0-8%). Pada zona yang disebut pertama pisang sangat sesuai (tanpa ada faktor penghambat), sedangkan pada zona yang disebut kemudian kesesuaian lahan bervariasi dari S1, S2 hingga S3. Kesesuaian lahan S2 dan S3 mempunyai faktor penghambat seperti ketersediaan oksigen (oa), media perakaran (rc), dan bahaya banjir (fh) (Winardi et al., 2004). Karakterisasi dan analisis tanah pada Satuan Lahan yang sesuai untuk tanaman pisang dapat dilihat pada Tabel 2,3, dan 4. Selain sesuai secara biofisik wilayah, pisang juga sesuai dari segi sosial ekonomi di Kecamatan Batang Anai dan Lubuk Alung, terutama Pisang Jantan di kedua kecamatan dan Pisang Manih di Kecamatan Batang Anai. Kedua jenis pisang tersebut mempunyai pasar yang cukup luas, terutama di Kota Padang. Sudah menjadi kebiasaan di Kota Padang bahwa Pisang Manih disuguhkan pada saat pesta perkawinan (Anonymous, 2007b; 2007c).
Tabel 2. Kesesuaian lahan untuk tanaman pisang di Kecamatan Batang Anai menurut analisis ZAE (Winardi et al., 2004). Kelas/sub kelas No. Zona yang sesuai untuk pisang Luas (ha) kesesuaian lahan A. Kecamatan Batang Anai 1. III/Dehf 71 S1 2. IV/Dehf 249 S1 & S3oa/rc 3. IV/Dehf 266 S2fh & S3rc Jumlah 586 B. Kecamatan Lubuk Alung 1. III/Dehf 1.355 S1 2. IV/Dehf 604 S1 & S3oa/rc 3. IV/Dehf 5 S2fh & S3rc Jumlah 1.964 Jumlah umum 2.550 -
dan Lubuk Alung Keterangan SL 15 SL 3, 12 dan 14 SL 4 SL 15 SL 3, 12 dan 14 SL 4 -
S1 = sangat sesuai, S2 = sesuai bersyarat, S3 = sesuai bersyarat, oa = faktor penghambat ketersediaan oksigen, rc = faktor penghambat media perakaran, dan fh = faktor penghambat bahaya banjir, SL = Satuan Lahan.
126
Prosiding Seminar Nasional Hortikultura
Tabel 3. Karakteristik Satuan Lahan (SL) yang sesuai untuk tanaman pisang di Kabupaten Padang Pariaman (Syafei et al., 2003). Lereng SL Landform Bahan induk Jenis tanah Penggunaan lahan (%) 3 Punggung dan cekungan Endapan liat dan 0-3 Typic Dystrudepts Sawah pasir pasir Sulfic Endoaquepts 4 Jalur aliran Endapan liat dan 1-3 Typic Dystrudepts Kebun campuran pasir Aeric Endoaquepts (kelapa) 12 Dataran flufio-marin Endapan liat dan 0-3 Typic Dystrudepts Kebun campuran pasir (kelapa) 14 Dataran volkan Tufa masam 3-8 Typic Dystrudepts Kebun campuran Typic epiaquepts (kelapa) 15 Dataran volkan Tufa masam 8-15 Typic Dystrudepts Typic epiaquepts - Lain-lain - Jumlah Tabel 4. Analisis tanah pada Satuan Lahan (SL) yang sesuai untuk tanaman pisang di Kabupaten Padang Pariaman (Syafei et al., 2003). Ekstrak NH4OAc1N pH 7 HCl 25% (ppm) C-org. N-total (me/100 g) SL Kelas tekstur pH (%) (%) KTK Ca-dd Mg-dd K-dd P2O5 K2O 3 Lempung berpasir 5,68 6,63 0,57 50,59 6,47 1,35 0,27 36,38 10,00 4 Lempung berdebu 6,03 1,70 0,16 23,53 4,93 1,00 0,14 31,06 11,50 12 Lempung berpasir 5,68 4,85 0,28 32,94 0,18 0,24 0,18 143,63 9,50 14 Lempung berliat 5,96 1,32 0,13 25,18 3,47 0,29 0,16 22,84 10,50 15 Lempung berdebu 6,05 0,56 0,13 16,18 3,39 0,62 1,24 52,90 52,50
Keragaan dan Produksi Pisang Untuk melihat keragaan dan tingkat produksinya telah diamati dua jenis pisang, yakni Pisang Jantan dan Pisang Manih sebagai pisang utama di wilayah ini. Pisang Jantan mempunyai penampilan batang ramping dengan tinggi sedang. Setiap tandan Pisang Jantan rata-rata memiliki 9 sisir dan setiap sisir memiliki 12 biji. Dengan demikian setiap tandan rata-rata terdiri dari 108 biji. Berat setiap sisir rata-rata adalah 1,35 kg. Wawancara dengan petani menunjukkan bahwa produksi Pisang Jantan bervariasi dari 7,01 hingga 21,04 t/ha/ tahun. Pisang Manih juga memiliki batang ramping, umurnya lebih genjah dari Pisang Jantan. Setiap tandan rata-rata terdiri dari 9 sisir dan setiap sisir mengandung 14 biji. Dengan demikian setiap tandan terdiri dari 135 biji. Berat setiap sisir sekitar 1 kg. Ha-
sil survai menunjukkan bahwa produktivitas Pisang Manih sekitar 23,38 t/ha/tahun. Dari pengamatan dua jenis pisang tersebut terlihat bahwa produktivitas pisang di kedua kecamatan masih tergolong rendah dibandingkan dengan rata-rata produktivitas pisang di Sumatera Barat tahun 2003 yakni 45,10 t/ha (Anonymous, 2004). Rendahnya produktivitas tersebut disebabkan antara lain karena kurang diterapkannya teknologi budidaya sebagaimana mestinya. Status Budidaya Pisang Pola tanam. Di Kecamatan Batang Anai dan Lubuk Alung pisang umumnya ditanam sebagai tanaman pekarangan yang bercampur dengan tanaman tua lainnya. Tanaman tua yang biasa ditanam bersamaan dengan pisang antara lain kelapa, durian, mangga, manggis, rambutan, duku, nangka dan melinjo. Selain itu pisang juga ditanam di tempat-tempat tertentu seperti di batas la-
Budidaya Pisang di Kec. Batang Anai dan Lubuk Alung 127
han/kebun, di pinggir sungai, di pinggir kolam, dan lain-lain. Sebagian kecil petani sudah menanam pisang secara monokultur. Luas pertanaman pisang, baik monokultur atau tumpangsari, rata-rata adalah 1 ha per keluarga. Bahan tanaman. Bibit pisang yang digunakan petani umumnya berupa anakan sedang ataupun dewasa dengan ukuran 11,5 m. Petani belum biasa menggunakan bibit dari bonggol apalagi kultur jaringan. Penyiapan lahan. Jarang petani yang melakukan penyiapan lahan secara khusus untuk bertanam pisang, kecuali kalau pisang ditumpangsarikan dengan tanaman semusim seperti jagung, kacang-kacangan, cabe atau sayuran lainnya. Penanaman. Cara penanaman pisang di Kecamatan Batang Anai dan Lubuk Alung masih belum sesuai anjuran. Ukuran lubang bervariasi dari 30 cm x 30 cm x 30 cm hingga 60 cm x 60 cm x 60 cm. Jarak tanam belum diatur sebagaimana mestinya, yaitu mulai dari 3 m x 3 m; 3,5 m x 3,5 m; 4 m x 4 m hingga 5 m x 5 m. Pemeliharaan tanaman. Petani tidak melakukan penyiangan secara khusus terhadap pertanaman pisang. Penyiangan biasanya dilakukan apabila keadaan gulma sudah mengganggu sedemikian rupa terhadap tanaman pisang. Penyiangan juga akan lebih intensif apabila pisang ditanam dalam bentuk tumpangsari dengan tanaman semusim. Sebagian petani sudah melakukan pembuangan daun-daun tanaman pisang yang sudah kering dan menumpuknya di kebun sebagai sumber bahan organik. Demikian juga sudah ada petani yang melakukan penjarangan terhadap anakan, namun anakan yang dipelihara masih tergolong banyak yaitu 3-8 batang. Petani merasa sayang untuk membuang anakan begitu saja karena sewaktu-waktu anakan bisa dijual kalau ada yang membutuhkannya.
Pemupukan pisang boleh dikatakan belum dibiasakan oleh petani di Kecamatan Batang Anai dan Lubuk Alung. Seandainya penanaman dilakukan secara tumpangsari maka tanaman pisang mendapat pupuk secara tidak langsung dari penggunaan pupuk pada tanaman sela. Ada juga petani yang menggunakan pupuk kandang sebagai pengganti pupuk buatan, misalnya diberikan 3 bulan sekali. Di Kecamatan Batang Anai dan Lubuk Alung ditemukan serangan penyakit layu Fusarium (Fusarium oxysporum f.sp cubense) dan layu bakteri (Pseudomonas celebensis). Jenis pisang yang relatif banyak diserang adalah Pisak Kepok dan Pisang Ambon. Pada Pisang Jantan tingkat serangan relatif sedikit, yaitu 2-5%. Sedangkan untuk Pisang Manih belum terlihat serangan berarti penyakit layu tersebut. Dalam hal ini, belum ada inisiatif petani untuk mengendalikan penyakit yang cukup membahayakan ini. Panen. Pisang dipanen biasanya kalau secara penampakan telah berisi penuh dan buah atau tandan pisang sudah berwarna hijau kekuningan atau buah pisang sudah masak 1-2 biji di pohon. Rekomendasi Perbaikan Budidaya Pisang Sesuai dengan potensi komoditas pisang di Kecamatan Batang Anai dan Lubuk Alung dan belum diterapkannya teknologi budidaya sebagaimana mestinya maka perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan produktivitas melalui penerapan inovasi teknologi. Inovasi teknologi yang diperkirakan mampu meningkatkan produktivitas pisang di Kecamatan Batang Anai dan Lubuk Alung adalah teknologi anjuran yang tersedia di berbagai instansi/lembaga, seperti Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat dan Dinas terkait di Kabupaten Padang Pariaman. Teknologi budidaya anjuran dijelaskan berikut ini. Penyiapan lahan. Tujuan penyiapan lahan adalah untuk: (a) Memperbaiki struktur
128
Prosiding Seminar Nasional Hortikultura
dan aerasi tanah; (b) Mencegah hama dan penyakit; (c) Menekan pertumbuhan gulma; dan (d) Mempermudah pekerjaan pembuatan lubang tanam, penanaman dan pemeliharaan lainnya (Winardi, 2007). Untuk pertanaman pisang dianjurkan pencangkulan tanah sedalam 30-40 cm, 1-3 bulan sebelum tanam. Ukuran lubang tanam dianjurkan 60 cm x 60 cm x 60 cm. Tanah bagian atas dipisahkan dari bagian bawah dan dicampur dengan 5-10 kg pupuk kandang. Dua minggu sebelum tanam lubang ditutup dengan tanah. Di Kecamatan Batang Anai dan Lubuk Alung penanaman pisang hanya dianjurkan pada wilayah yang datar atau landai makanya tidak perlu tindakan konservasi khusus. Yang penting dilakukan adalah membuat saluran drainase agar lahan tidak tergenang atau becek sewaktu curah hujan tinggi (Hadiyanti dan Bamualim, 2002; Sunardjono, 1987; Widjajanto, 1992). Penggunaan bibit unggul. Sesuai temuan bahwa Pisang Jantan dan Pisang Manih menjadi andalan di Kecamatan Batang Anai dan Lubuk Alung maka usaha yang penting dilakukan adalah memperoleh bibit unggul kedua jenis pisang tersebut. Berhubung masih sulitnya memperoleh bibit kultur jaringan maka yang menjadi pilihan adalah memperoleh bibit secara konvensional berupa belahan bonggol atau anakan. Bibit yang digunakan harus berasal dari tanaman yang sehat (kebun yang tidak terserang penyakit layu). Bonggol atau bibit direndam dalam air panas 600C selama 25 menit untuk mengendalikan nematoda. Sebaiknya bibit disemai dulu dalam media perkecambahan sebelum ditanam di lapangan (Subakti, 2004). Pola tanam. Pisang bisa ditanam secara monokultur atau tumpangsari dengan tanaman tua atau tanaman semusim untuk meningkatkan pendapatan petani. Tanaman semusim yang bisa ditanam di antara pisang antara lain padi gogo, jagung, cabe, kedele dan berbagai jenis sayuran (Anonymous, 1994). Tumpangsari dengan tanaman
semusim sifatnya sementara yakni sebelum lahan tertutup oleh pertanaman pisang (Hadiyanti dan Bamualim, 2002). Tanaman tua yang berpotensi di Kecamatan Batang Anai dan Lubuk Alung untuk ditumpangsarikan dengan tanaman pisang antara lain kelapa dan kakao. Di bawah kelapa tersedia ruangan dan cahaya yang relatif cukup untuk tanaman pisang. Tumpangsari dengan kakao, di samping sebagai komoditas yang bisa diharapkan hasilnya, pisang sekaligus berfungsi sebagai tanaman pelindung. Kakao merupakan komoditas yang sedang giat dikembangkan di Kecamatan Batang Anai dan Lubuk Alung. Penanaman. Penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan untuk menghindari pembusukan akar. Jarak tanam Pisang Jantan dan Pisang Manih yang mempunyai tajuk tidak terlalu lebar cukup 3 m x 3 m hingga 3,5 m x 3,5 m atau kombinasi ukuran tersebut (Subakti, 2004). Pemeliharaan tanaman. Pisang membutuhkan banyak air tetapi tidak tahan terhadap genangan. Oleh sebab itu harus diusahakan lahan tidak becek tetapi tidak pula kekeringan. Pisang membutuhkan air relatif banyak pada awal pertumbuhan dan saat berbunga. Pada musim kemarau pisang perlu diairi minimal satu bulan sekali (Suhardima, 1997; Hadiyanti dan Bamualim, 2002; Widjajanto, 1992). Pada umur 1 bulan pisang dipupuk dengan 150 g Urea, 50-100 g SP36 dan 150 g KCl per pohon. Pupuk susulan diberikan setiap 3 bulan dengan dosis 150 g Urea, 250 g SP36 dan 200 g KCl per pohon. Pupuk disebar merata dalam parit sejauh 50-60 cm di sekeliling pohon sedalam 10-25 cm dan segera ditutup dengan tanah (Hadiyanti dan Bamualim, 2002; Rismunandar, 2001). Penyiangan dan penggemburan tanah di sekitar pohon pisang dilakukan umur 2 bulan dengan interval 1 bulan atau tergantung kondisi pertumbuhan gulma (Sunardjono, 1987; Widjajanto, 1992). Kebun pi-
Budidaya Pisang di Kec. Batang Anai dan Lubuk Alung 129
sang sebaiknya diberi mulsa atau jerami kering untuk mengurangi pertumbuhan gulma sekaligus menjaga kelembaban tanah (Hadiyanti dan Bamualim, 2002; Widjajanto, 1992). Daun tanaman pisang yang kering perlu dibuang agar tidak menjadi sarang hama dan penyakit. Anakan pisang perlu pula diatur hingga tinggal 2-3 anakan/rumpun dengan berbagai tingkat umur. Apabila bunga tidak akan mengeluarkan buah lagi maka jantung tersebut segera dipotong (Hadiyanti dan Bamualim, 2002; Subakti, 2004). Untuk mengantisipasi serangan hama dan penyakit layu Fusarium, perlu dilakukan pengendalian hama terpadu (PHT) dengan komponen sebagai berikut: (a) Penggunaan bibit sehat dan bermutu; (b) Pengolahan tanah yang baik; (c) Pengaturan jarak tanam yang tepat; (d) Penjarangan anakan; (e) Pemotongan atau pemangkasan bagian tanaman yang sakit; (f) Menjaga kebersihan kebun dengan membuang pelepah daun yang mengering dan membersihkan gulma; serta (g) Penyemprotan pestisida secara selektif (Anonymous, 2006a dan 2006e; Hadiyanti dan Bamualim, 2002). Panen. Rata-rata umur pisang dari tanam hingga panen pertama adalah 12-15 bulan yang dipengaruhi oleh kultivarnya. Sedangkan rata-rata lama waktu dari berbunga sampai panen 4-6 bulan. Buah pisang sudah bisa dipanen bila mempunyai tandatanda sebagai berikut: (a) buah tampak bulat berisi, (b) ukuran buah maksimum, (c) warna kulit buah hijau kekuningan, dan (d) tandan hijau kekuningan (Hadiyanti dan Bamualim, 2002). KESIMPULAN DAN SARAN 1. Pisang merupakan komoditas potensial di Kecamatan Batang Anai dan Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman, oleh karenanya dapat digunakan seba-
130
Prosiding Seminar Nasional Hortikultura
2.
3.
4.
5.
gai komoditas penunjang dalam meningkatkan pendapatan petani. Pisang Jantan dan Pisang Manih merupakan jenis pisang yang umum dan mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi di kedua kecamatan tersebut. Produktivitas pisang di Kecamatan Batang Anai dan Lubuk Alung masih tergolong rendah sebagai akibat belum diterapkannya teknologi budidaya anjuran di wilayah tersebut. Penerapan inovasi teknologi budidaya diharapkan mampu meningkatkan produktivitas Pisang Jantan dan Pisang Manih di Kecamatan Batang Anai dan Lubuk Alung, seperti penyiapan lahan yang baik, penggunaan bibit bermutu, pola tanam yang tepat, penanaman dan pemeliharaan yang baik, dan penerapan teknologi panen yang tepat. Disarankan untuk melakukan survai lebih lengkap tentang komoditas pisang di Kecamatan Batang Anai dan Lubuk Alung guna mengetahui luas penyebarannya, nilai ekonomi, teknologi pascapanen, penggunaan bibit yang berasal dari kultur jaringan, serta melakukan pemberdayaan kelembagaan permodalan pertanian. DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 1994. Improving the productivity of smallholder rubber agroforestry systems: Sustainable alternative. GAPKINDO/CIRAD/ ICRAF SRAP Project, Palembang. _________. 2004. Produksi, luas panen dan produktivitas buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan tanaman obat tahun 2003 (angka tetap). Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, Jakarta. _________. 2006a. Eradikasi tanaman pisang terserang penyakit layu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Jakarta. _________. 2006b. Kabupaten Padang Pariaman Dalam Angka 2005. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Padang Pariaman.
_________. 2006c. Kota Padang Dalam Angka 2005. Badan Perencanaan pembangunan Daerah Kota Padang. _________. 2006d. Pengeluaran untuk konsumsi penduduk Sumatera Barat (Hasil Susenas 2005). BPS Propinsi Sumatera Barat. _________. 2006e. Pengendalian layu Fusarium pada tanaman pisang: Gliostar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Jakarta. _________. 2006f. Statistik harga produsen tanaman pangan dan perkebunan rakyat 2000-2005. BPS, Jakarta. _________. 2007a. Kota Padang Dalam Angka 2006. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Padang. _________. 2007b. Programa penyuluhan pertanian Kecamatan Batang Anai. Cabang Dinas Pertanian dan Perkebunan Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman. _________. 2007c. Programa penyuluhan pertanian Kecamatan Lubuk Alung dan Kecamatan Sintuk Toboh Gadang. Cabang Dinas Pertanian dan Perkebunan Kecamatan Lubuk Alung dan Sintuk Toboh Gadang, Kabupaten Padang Pariaman. Hadiyanti, D. dan A. Bamualim. 2002. Teknologi budidaya tanaman pisang. Dalam Teknologi Budidaya Komoditas Unggulan Sumatera Selatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan. Hlm. 171-184.
Syafei, Erdiman, Aguswarman, Marak Ali, Ismon L, Ropik, dan Hapid. 2003. Laporan akhir penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan zona agroekologi (AEZ) skala 1:50.000 untuk mendukung pengembangan pertanian di Sumatera Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat. Subakti, H. 2004. Agribisnis pisang. Balai Penelitian Tanaman Buah, Solok. Suhardima, P. 1997. Budidaya pisang cavendish. Penerbit Kanisius, Jakarta. Sunardjono, H. 1987. Ilmu produksi tanaman buah-buahan. Penerbit Sinar Baru, Bandung. Widjajanto, D.D. 1992. Budidaya pisang. Dalam Prosiding Ekspose Teknologi Spesifik Lokasi Propinsi Sulawesi Tengah. Hlm. 1520. Winardi. 2007. Prospek pengembangan padi gogo di bawah karet muda di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Akselerasi Teknologi Spesifik Lokasi Mendukung Pendapatan Petani, Jambi, 11-12 Desember 2007. 17 hlm. Winardi, H. Surya, Z. Irfan, Aguswarman, Imran, Erdiman, Ismon L, M. Ali, dan D. Rasul. 2004. Alternatif pengembangan pertanian berdasarkan zona agroekologi Kabupaten Padang Pariaman. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat.
Rismunandar. 2001. Bertanam pisang. Sinar Baru Algesindo, Jakarta.
Budidaya Pisang di Kec. Batang Anai dan Lubuk Alung 131
Lampiran 1. Pengeluaran per kapita penduduk perkotaan di Sumatera Barat untuk buahbuahan, 2005. Konsumsi per kapita No. Buah-buahan Per bulan Per tahun 1. Jeruk 3.214 38.568 2. Mangga 180 2.160 3. Apel 1.187 14.244 4. Alpukat 111 1.332 5. Rambutan 60 720 6. Duku 21 252 7. Durian 561 6.732 8. Salak 317 3.804 9. Nenas 60 720 10. Pisang 1.551 18.612 Konsumsi per kapita No. Buah-buahan Per bulan Per tahun 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Pepaya Jambu Sawo Belimbing Kedondong Semangka Melon Nangka Tomat buah Buah dalam kaleng Jumlah
771 17 26 4 0 249 4 34 176 343 8.886
9.252 204 312 48 0 2.988 48 408 2.112 4.116 106.632
Sumber : BPS Sumatera Barat, 2006c; Data yang dicetak tebal merupakan 5 jenis buah-buahan terbanyak yang dikonsumsi masyarakat.
Lampiran 2. Analisis kebutuhan pasokan pisang untuk Kota Padang, 2005. I. Data yang dibutuhkan: 1. Jumlah penduduk Kota Padang tahun 2005 (801.344 jiwa). Sumber: Kota Padang Dalam Angka, 2006c .... (A) 2. Pengeluaran per kapita penduduk perkotaan di Sumatera Barat untuk pisang tahun 2005 (Rp.18.612,-). Sumber data: BPS Sumatera Barat, 2006d .... (B) 3. Harga rata-rata komoditas pisang di Sumatera Barat tahun 2005 (Rp.3.719,78/sisir; dengan asumsi 1 sisir setara 1,5 kg; jadi harga per kg = Rp.2.479,85). Sumber data: BPS, 2006f .... (C) 4. Produksi pisang di Kota Padang tahun 2005 (76,25 ton). Sumber data: Kota Padang Dalam Angka, 2006c .... (D). II. Perhitungan pasokan pisang tahun 2005: (A x B) 801.344 x 18.612 ] – D ton = - 76,25 ton = 5938,07 ton [ (C x 1000) 2.479,85 x 1000
132
Prosiding Seminar Nasional Hortikultura