BUDAYA LAOTONG DAN NǙSHŪ DALAM NOVEL SNOW FLOWER AND THE SECRET FAN Tjwa Noviany, Yessi Herawaty, Mariana, S.S Jln Kemanggisan Ilir III No. 45, Kemanggisan/Palmerah, Jakarta Barat 11480,
[email protected],
[email protected],
[email protected]
ABSTRACT The thesis tell us about Laotong and Nǚshū culture, this thesis especialy to compare the culture in the Snow Flower and The Secret Fan novel with existing history. First writer know wells the culture that write in the novel, and then the writer compare Laotong and Nǚshū culture in the novel with data’s that writer collect. The result that writer get is the requirement, the step, things to do, and the purpose for establishing a Laotong relationship in the novel match with the existing history. Because of that the Snow Flower and The Secret Fan novel can be a reference to know the Laotong and Nǚshū culture. (TY) Keywords: Laotong culture , Nǚshū culture, Snow Flower and The Secret Fan
ABSTRAK
Penulisan ini menceritakan tentang budaya Laotong dan Nǚshū. Penulisan ini dikhususkan untuk membandingkan budaya di dalam novel Snow Flower and The Secret Fan dengan teori yang ada. Pertama-tama, penulis mendalami budaya yang diceritakan di dalam novel. Lalu, penulis membandingkan budaya Laotong dan Nǚshū di dalam novel dengan data-data yang sudah penulis kumpulkan. Hasil yang penulis dapatkan adalah syarat-syarat, tata cara, kegiatan yang dilakukan, dan tujuan menjalin hubungan Laotong di dalam novel sebagian besar sesuai dengan sejarah yang ada. Asalusul Nǚshū, makna, dan hasil karya Nǚshū juga sesuai dengan teori yang ada. Oleh karena itu novel Snow Flower and The Secret Fan dapat dijadikan sebagai salah satu acuan untuk mengetahui budaya Laotong dan Nǚshū. (TY)
Kata Kunci: Budaya Laotong, Budaya Nǚshū, Snow Flower and The Secret Fan
1
2
PENDAHULUAN Novel Snow Flower and The Secret Fan menceritakan tentang kehidupan masyarakat China pada abad ke 19, novel ini menceritakan tentang sepasang Laotong yang bernama Lili dan Bunga salju. Mereka berdua dihadapkan dengan kehidupan pengikatan kaki dan juga proses menjadi sepasang Laotong. Dalam cerita ini selain menceritakan tentang kehidupan dua gadis yang berliku-liku dan rasa sakit pengikatan kaki selain itu juga menceritakan tentang adat-istiadat budaya Laotong dan Nǚshū. budaya Laotong adalah sebuah hubungan pertemanan yang dilakukan para gadis dari kecil sampai dewasa, hubungan Laotong lebih dekat dibandingkan dengan saudara kandung, sama sakralnya dengan pernikahan, mereka disumpah sampai maut memisahkan mereka. Dalam menjalin hubungan Laotong harus memperhatikan beberapa syarat seperti harus lahir pada tahun yang sama, memiliki tinggi badan yang sama, bentuk tubuh yang sama dan mempunyai latar belakang yang sama. Oleh karena itu para gadis yang menjadi Laotong akan bersama-sama seumur hidup, bahkan menjadi lebih dekat dibandingkan dengan hubungan suami istri.Sedangkan Nǚshu adalah alat komunikasi berupa tulisan yang dipakai para Laotong untuk berkomunikasi. Bentuk Nǚshū seperti kaki nyamuk bahkan menyerupai jejak kaki burung, sangat halus, ramping, miring bahkan tulisan Nǚshū ini mengambarkan perasaan seorang wanita. Pertama-tama penulis membaca Koran Chang Jiang Times. Di dalam artikel ini membahas tentang budaya Nushu dan Laotong, metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi pustaka. Artikel ini pertama-tama membahas tentang adat istiadat setempat di mana pada saat itu wanita China hampir semuanya mengalami pengikatan kaki. Pada masa-masa pengikatan kaki mereka suka melewati hidup mereka dengan cara bersama-sama menenun, menjahit, sambil bekerja sambil bernyanyi lagu Nǚshū. Buku lagu biasanya ditulis menggunakan tulisan nushu, kebanyakan di tulis di atas kertas merah atau di dalam kipas. Dalam bernyanyi boleh bersama-sama menyanyi, boleh pula bernyanyi sendiri, yang lain mendengarkan atau dapat juga berduet. Kegiatan benyanyi ini sering dilakukan bila seorang perempuan berkunjung kerumah kerabatnya, pada saat kembali ke rumah orang tuanya atau pada saat menghadiri pesta pernikahan. Di dalam adat istiadat setempat terdapat hubungan yang dinamakan hubungan Laotong, hubungan ini dibatasi hanya pada dua orang saja, dan mengharuskan kedua anak perempuan tersebut memiliki tahun lahir yang sama. Dan yang paling ideal bila bukan saja hanya memiliki tahun lahir yang sama tetapi juga memiliki tinggi badan yang sama, bentuk tubuh yang sama, ukuran kaki yang sama, karakter yang sama, dan lain-lain. Penulis membaca artikel World of Nǚshū yang ditulis oleh professor dari Universitas Jepang Orie Endo, di dalam artikel ini Orie Endo menceritakan tentang penelitiannya seperti: apa itu Nǚshū, mengapa para wanita menciptakan tulisan ini dan bagaimana cara wanita mempelajari dan menggunakan tulisan ini. Dalam penelitiannya Orie Endo juga mewawancarai masyarakat di provinsi Hunan kota Jiangyong, karena dari kota inilah bahasa Nǚshū berasal. Dari hasil penelitiannya kita dapat mengetahui bahwa tulisan Nǚshū ini ditulis dari atas ke bawah, dari kanan ke kiri, banyak karakter dari Nǚshū yang mirip dengan hanzi. Tulisan ini diduga terdiri dari 1000 – 1500 karakter, dan belum ada yang mengetahui secara pasti dari mana tulisan ini berasal, bahkan jumlah wanita yang menguasai tulisan ini dari kecil semakin lama semakin sedikit. Tulisan ini digunakan sebagai alat komunikasi, alat untuk mengungkapkan kesedihan, kesusahan, ketidak-adilan yang dirasakan para wanita China zaman dahulu. Tidak ada sekolah formal yang mengajarkan Nǚshū pada saat itu, para wanita mempelajari Nǚshū kira-kira ketika mereka berumur 8 sampai 10 tahun, umumnya pengajaran dilakukan melalui ibu yang mengajarkan kepada anak perempuannya, nenek yang mengajarkan kepada cucu perempuannya. Pengajaran dilakukan dengan cara nenek atau ibunya menyanyikan sebait lagu, kemudian menuliskan karakter Nǚshū di atas telapak tangan anak perempuannya, kemudian menyuruh anak perempuan itu menulis ulang karakter Nǚshū itu sendiri menggunakan pencil yang ditulis di atas kertas, atau di tanah dengan sebuah ranting. Penulis juga membaca jurnal tentang Nǚshū yg berjudul Nǚshū dǎng'àn——shìjiè jìyì gōngchéng zhōng de qípā (
女书档案——世界记忆工程中的奇葩 )Oleh Hè Jūn, di dalam jurnalnya Hè
Jūn membahas tentang pengertian Nǚshū, peranan Nǚshū, dan upaya-upaya perlindungan yang dilakukan untuk melestarikan Nǚshū. Metode yang ia gunakan adalah metode keperpustakan Hè Jūn mengatakan Nǚshū telah di wariskan turun-temurun di kota Jiangyong, tulisan Nǚshū berbentuk seperti tulisan hanzi, tetapi terdapat perbedaan yaitu bentuknya miring sedikit berbentuk seperti berlian, halus, para wanita setempat menyebutnya “tulisan kaki panjang “, cara menulisnya sama dengan tulisan china yaitu dari atas ke bawah dan dari kanan ke kiri. Tulisan ini hanya wanita lokal yang mempelajarinya dan
3
menggunakannya, para pria tidak mengenal tulisan ini juga tidak ada yang mempelajarinya, maka dari itu tulisan ini disebut dengan tulisan wanita. Nǚshū biasanya ditulis menggunakan kertas, sulaman di atas sapu tangan atau dicetak di atas kertas kipas. Tulisan ini digunakan para wanita untuk berkomunikasi, berbagi pengalaman hidup, berbagi permasalahan. Melalui cara penurunan dari yang tua ke yang muda, dari ibu ke anak perempuan, ketika para wanita di dalam rumah menjahit, menyulam, memasak, dan bernyanyi, ketika itu juga Nǚshū turun dari generasi ke generasi. Nǚshū bukan hanya satu-satu nya tulisan di dunia ini, tetapi salah satu tulisan kuno warisan dunia sampai saat ini. Pada tahun 2002 Nǚshū dinobatkan sebagai “ China Arsip Heritage List “, yang menandakan bahwa tulisan ini sudah semakin punah. Pemerintahan kota Jiangyong mendirikan museum Nǚshū, pada tahun 2003 bulan Juni Nǚshū sebagai satu-satunya tulisan dunia yang termasuk rekor guinnes book, dan pada Januari 2005 Amerika Serikat mendirikan perlindungan Nǚshū, untuk melindungi budaya Nǚshū ini. Penulis juga membaca buku Engendering China: Women Culture and The State yang ditulis oleh Cathy Silber, di dalam buku nya dia meneliti tentang pengertian budaya Nǚshū dan Laotong, metode yang digunakan di dalam penelitiannya adalah dengan mewawancarai salah seorang wanita lokal. Cathy Silber mengatakan Nǚshū adalah sebuah tulisan yang di gunakan oleh wanita di dalam kelompok kecil dari pedesaan di daerah Hunan. Untuk wanita di provinsi Shang Jiang melakukan kegiatan dengan menggunakan Nǚshū seperti: bernyanyi dan menceritakan cerita-cerita itu menjadi tidak terlalu rahasia lagi dibandingkan membordir dengan menggunakan Nǚshū, karena walaupun pria tidak akan membaca tulisan Nǚshū, tetapi jika mereka mendengarnya dinyanyikan maka mereka akan mengerti. Proses untuk menjaga kelestariannya adalah dengan cara menurunkannya dari generasi ke generasi. Teks Nǚshū diproduksi oleh hubungan Laotong, diantara surat-surat yang ada itu terbuat dari hubungan Laotong. Hubungan Laotong adalah pengikatan 2 orang yang ingin menjadi Laotong, biasanya wanita dengan wanita, pria dengan pria, lahir pada tahun yang sama dan bila mungkin bulan dan hari juga sama. Laotong adalah perjodohan di antara dua orang perempuan dengan usia yang sama, dan hanya dibatasi dua orang saja, di mana mereka akan saling bertukar hadiah dan surat untuk mengajak dan membalas ajakan menggunakan Nǚshū di atas kipas yang di bordir dengan gambar bunga. Idealnya gadis yang akan menjalin hubungan Laotong memiliki umur yang sama, dan tidak dari desa yang sama, memiliki status sosial yang sama, memiliki jumlah saudara kandung yang sama, memiliki tinggi yang sama, ukuran kaki yang sama, dan memiliki kecantikan yang sama. Menjalin hubungan Laotong sama seperti hubungan pernikahan, mak comblang juga ikut berperan dalam perjodohan Laotong, perjodohan Laotong ini bisa dilakukan sejak masih bayi, ada juga ketika anak perempuan berumur 8 atau 9 tahun, mak comblang di desanya akan mengenalkan gadis dari desa kelahirannya, jika perempuan pertama menyukai ide ini, maka dia akan menulis surat menggunakan kipas menawarkan untuk menjalin hubungan Laotong, jika si penerima surat menyetujui maka si penerima surat akan membalas surat tersebut. Pertukaran kipas ini biasanya disertai dengan hadiah-hadiah, seperti permen, sepasang sepatu, dan tembakau. Ketika semuanya telah setuju, kedua perempuan ini akan bertemu pada saat hari raya, seperti hari raya perahu naga, dan lain-lain. Salah satu diantara mereka akan berkunjung kerumah pasangannya dan menginap di sana, pada kunjungan ini mereka tidur di ranjang yang sama dan mememakai pakaian Laotongnya. Selain itu penulis juga membaca jurnal Nǚshū: A curriculum of women’s identity yang ditulis oleh Julia T. Broussard, di dalam jurnalnya menjelaskan tentang pengertian Nǚshū, praktek Nǚshū, dan pengertian Laotong. Di dalam penulisan ini Julia T. Broussard menggunakan metode kepustakaan. Hasil dari penulisannya menginformasikan bahwa: gadis desa di kota Jiangyong, provinsi Hunan, mengembangkan tulisan mereka yang unik yang disebut dengan Nǚshū, bentuk fonetik penulisan Nǚshū berbeda dengan hanzi, tidak ada yang tahu pasti bagaimana dan kapan tulisan ini diciptakan, yang diketahui hanyalah tulisan ini diciptakan sebelum abad ke 20. Para wanita China saat itu dilarang mempelajari tulisan hanzi, jadi para wanita di kota Jiangyong saling mempelajari tulisan Nǚshū yang diturunkan dari generasi ke generasi. Praktek Nǚshū biasanya dimulai pada masa remaja, anak perempuan biasanya belajar untuk membaca, menulis, dan bernyanyi menggunakan Nǚshū, biasanya para gadis diajarkan oleh neneknya, ibunya, bibinya, teman sebayanya atau kakak iparnya. Para gadis belajar membaca Nǚshū dengan cara mengulangi sebaris kalimat yang dibacakan oleh orang yang mengajarkan, seorang wanita menceritakan bagaimana ia belajar menulis Nǚshū adalah dengan cara: neneknya akan menulis kata-kata di tangannya dan kemudian dia akan menyalinnya dengan menuliskan ulang di tanah
4
ketika dia sedang bermain di luar, tetapi gadis-gadis remaja dan perempuan dewasa akan melihat katakata diatas kertas dan menyalinnya, para wanita juga akan berpartisipasi dalam pertemuan informal, dimana para wanita akan bersama” membordir sambil bernyanyi Nǚshū. Tulisan itu tidak rahasia, pria mengetahui Nǚshū, tetapi tidak ikut berpartisipasi dalam pertemuan Nǚshū dan tidak menunjukkan minat untuk mempelajari Nǚshū. Para wanita pertama kali menggunakan Nǚshū secara formal adalah pada saat menulis surat pada Laotong mereka. Gadis yang memiliki hubungan Laotong harus berdasarkan pada latar belakang dan karakteristik yang sama seperti: keluarga yang kaya dengan keluarga yang kaya, keluarga yang miskin dengan keluarga yang miskin, memiliki usia yang sama, sama-sama cantik dan lainlain serta selalu dari desa yang berbeda, perjodohan ini selalu diatur oleh keluarga mereka, dengan harapan dapat menaikan derajat di mata masyarakat. Tanpa pernah saling bertemu salah seorang gadis menulis surat dalam Nǚshū untuk gadis lainnya yang belum dikenalnya menggunakan kipas, untuk menawarkan pertemanan. Setelah menerima surat tersebut si penerima surat akan membalas surat itu. Surat-surat ini biasanya berisikan tentang ungkapan-ungkapan pujian untuk pasangan Laotong nya, seberapa cocok mereka menjadi pasangan, bagaimana orang tua mereka menyetujui hubungan mereka, seberapa menyenangkan bila mereka saling mengunjungi, mengobrol, dan bersama-sama membordir,dan bagaimana hubungan mereka akan berlangsung selamanya. Penulis juga membaca jurnal Dǎ lǎo tóng xià yi yáozú xiāng jīngjì wénhuà tèlì yánjiū (
宜瑶族乡经济文化特例研究
打老同夏
), dalam jurnal ini menceritakan tentang arti Laotong, karakteristik,ciri khasnya seperti : dalam menjalin hubungan Laotong harus memiliki tahun kelahiran yang sama, bulan yang sama dan akan lebih baik lagi memiliki tanggal kelahiran yang sama, bagaimana budaya Laotong dapat mempengaruhi kehidupan ekonomi masyarakat lokal, menjelaskan dan mengenali tujuan-tujuan yang terdapat dalam budaya Laotong, beberapa diantara nya adalah untuk memenuhi kebutuhan lingkungan seperti saling membantu dalam kesulitan, untuk meneruskan budaya Laotong pada keturunannya, seperti : kedua keluarga menjadikan kedua anak mereka menjadi Laotong agar hubungan antara orang tua yang menjadi Laotong tidak putus, lalu dampak dari opini masyarakat, jika seseorang tidak memiliki Laotong maka posisi nya dalam kehidupan masyarakat akan terancam karena masyarakat disekitar nya akan merendahkan dirinya. Dalam penelitian ini, penulis jurnal Dǎ lǎo tóng——jīngjì
打老同夏宜瑶族乡经济文化特例研究
wénhuà yánjiū ( ) memakai metode wawancara dan investigasi kasus. Dimana dari hasil penelitian ini kita dapat mengetahui budaya Laotong ini adalah suatu peraturan non formal bagi suku minoritas, dan manfaat yang dibawa oleh budaya Laotong tidak boleh diabaikan karena budaya Laotong ini dapat memajukan kebersamaan dan kemakmuran antar suku.
老同文化,老同节
Selain itu penulis juga membaca artikel Lǎo tóng wénhuà, lǎo tóng jié ( ) menceritakan tentang arti Laotong, cara- cara menjalin hubungan Laotong, tujuan menjalin hubungan Laotong. Peneliti menggunakan metode keperpustakaan untuk meletili budaya Laotong ini. dari hasil penelitiannya didapatkan cara-cara menjalin hubungan Laotong terdiri dari beberapa cara, setelah berkenalan dengan calon pasangan Laotong nya, lalu mereka meminta pendapat orang tua, setelah orang tua mereka setuju, mereka memilih satu hari untuk melangsungkan upacara menjalin hubungan Laotong. Pada waktu hari upacara menjalin hubungan Laotong, orang tua membawa anak mereka ke rumah pasangan Laotongnya dan membawa beberapa hadiah yang disukai oleh pasangan Laotongnya, seperti: permen, kue dan sejenisnya. Sebagai tuan rumah, mereka juga menyiapkan makanan. Pada saat pulang, tuan rumah memberikan hadiah kepada anak tamu mereka, ada yang memberikan beberapa kilogram beras atau pula makanan lainnya, sebagai tanda anak-anak mereka sudah menjadi Laotong. Dan dari sini kita juga mengetahui tujuan menjalin hubungan Laotong adalah untuk saling mempedulikan dan saling membantu antara satu dengan yang lain. Diantara mereka ada suatu pepatah “kalau kaya kita harus saling berbagi, kalau dalam kesulitan kita harus saling membantu.” Jika di desa nya mengalami kesulitan, yang pertama kali mereka pikirkan adalah pasangan Laotongnya. Melihat pasangan Laotongnya dalam kesulitan, mereka akan langsung membantu Laotongnya. Kita juga dapat mengetahui hal-hal yang dilakukan oleh para Laotong yaitu mereka akan belajar dan bermain bersama-sama, jika salah satu pasangan Laotong menikah, pasangan laotong yang lainnya akan datang menghadiri dan merayakan sebagai tamu kehormatan. Tetapi pasangan laotong ini tidak hanya menghadiri dan merayakan pasangan laotong yang menikah, mereka juga mempunyai peranan yang lebih besar yaitu: bertanggung jawab unuk menjadi pendamping yang terbaik untuk Laotongnya. Penulis juga membaca data-data yang berhubungan dengan Laotong yang lain yang dapat memperkuat penelitian ini. penulis membaca sebuah jurnal yang berjudul Zhuàngzú shèhuì de nǐ qīnshǔ guānxì yánjiū (
壮族社会的拟亲属关系研究 ). Dalam jurnal ini menceritakan tentang apa itu Laotong,
5
cara-cara untuk menjalin hubungan Laotong, seperti: ada yang dikenalkan oleh orang tua, juga ada yang bertemu dan berkenalan sendiri dan mendapatkan persetujuan dari orang tua mereka lalu akhirnya menjalin hubungan laotong. Syarat-syarat untuk membentuk hubungan Laotong adalah memiliki usia yang sama, biasanya hubungan ini dibentuk dari jenis kelamin yang sama, laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan, dalam membentuk hubungan ini juga diharuskan tidak ada hubungan darah. Setelah semua syarat terpenuhi, mereka harus melewati semacam upacara untuk diresmikan sebagai laotong, biasanya pada waktu perayaan tahun baru, calon pasangan Laotong akan saling memberikan hadiah, biasanya memberikan hadiah seekor ayam, berkunjung ke rumah pasangan Laotong, setelah makan malam mereka diresmikan sebagai laotong. Setelah menjadi laotong mereka harus saling mengunjungi satu sama lain, harus saling membantu antara Laotong bila ada kesulitan, bahkan dalam pernikahan dan pemakaman. Hubungan Laotong sangat dekat, bahkan terdapat suatu pepatah bahwa:
(“同生死、共患难”).
meninggal pada hari yang sama, bersama-sama dalam kesulitan Dalam menjalin hubungan Laotong biasanya mereka bersumpah akan selalu bersama-sama sampai mereka meninggal. Dalam jurnal ini juga di ceritakan tentang tujuan menjalin hubungan Laotong yaitu saling membantu dalam kesusahan, seperti membantu dalam pemakaman dan pernikahan. Jurnal ini menggunakan metode keperpustakaan yang di ambil dari buku-buku dan jurnal-jurnal yang mendukung. Dari hasil peneliian nya kita dapat mengetahui segala sesuatu yang berhubungan dengan budaya Laotong, arti Laotong, cara untuk menjalin hubungan Laotong, syarat-syarat serta tujuan menjalin hubungan Laotong. Kelebihan dari penelitian ini dibanding penelitian-penelitian sebelumnya adalah penulis tidak hanya menggunakan satu teori saja, tetapi penulis mengambil beberapa teori untuk membandingkan budaya Nǚshū dan Laotong dengan novel Snow Flower and The Secret Fan, sehingga kebenaran informasinya lebih dapat dipercaya. Penulis juga tidak hanya melakukan penelitian hanya pada sejarah budaya Laotong dan Nǚshū, tetapi penulis juga melakukan penelitian pada budaya Laotong dan Nǚshū didalam novel Snow Flower and The Secret Fan. Berdasarkan data-data ini penulis ingin lebih mengetahui tentang adat-istiadat budaya Laotong dan Nǚshū khusus nya tata cara menjadi Laotong. makna Nǚshū dan cara melindungi Nǚshū. Penulis ingin membandingkan secara lebih rinci tentang budaya Laotong dan Nǚshū di dalam novel Snow Flower and The Secret Fan dengan sejarahnya dan melalui pengalaman kehidupan bunga salju dan lili kita dapat lebih memahami tentang adat istiadat budaya Laotong dan Nǚshū. Melalui tugas akhir ini, penulis berharap dapat mendapat pemahaman baru tentang budaya Laotong dan Nǚshū yang dilupakan, selain itu melalui penelitian ini penulis ingin membuktikan budaya Laotong dan Nǚshū yang terdapat di novel Snow Flower and The Secret Fan adalah novel yang berdasarkan pada sejarah yang ada.
METODOLOGI PENELITIAN Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif (Library Research), dimana penulis mencari dan mengumpulkan data untuk menganalisa, penulis membaca data-data yang berhubungan melalui buku, jurnal, artikel, e-book, dan informasi lainnya. Pertama-tama penulis memahami adat istiadat budaya Laotong dan Nǚshū di dalam novel Snow Flower and The Secret Fan, kedua penulis nencari data-data yang berhubungan dengan adat istiadat dan budaya Laotong dan Nǚshū. Pada akhirnya penulis menemukan e-book yang mengukhususkan tentang budaya Nǚshū, selain itu penulis juga mencari data-data di internet yang berhubungan dengan Laotong yang berisi informasi tentang adat istiadat budaya Laotong. Kemudian penulis merancang sistematika penulisan dan menganalisa kesesuaian budaya Laotong dan Nǚshū dalam sejarah dan di dalam novel.
HASIL DAN BAHASAN Menurut hasil penelitian yang penulis lakukan, di dalam novel Snow Flower and The Secret Fan penulis menemukan persamaan-persamaan budaya Laotong dan Nǚshū di dalam novel dengan sejarahnya seperti :
1. Laotong
6
Arti dan syarat-syarat menjadi Laotong di dalam novel sama dengan sejarah menurut Chang
长江商报 )dan artikel berjudul Dǎ lǎo tóng xià yi yáozú xiāng jīngjì wénhuà tèlì yánjiū (打 老同夏宜瑶族乡经济文化特例研究). Tata cara menjadi laotong di dalam novel sama seperti sejarah
Jiang times (
menurut Cathy Silber dalam bukunya yang berjudul Engendering china : women culture, and the state yang mengatakan menjalin hubungan Laotong biasanya dilakukan pada usia 8 sampai 9 tahun, anak perempuan ini akan menulis surat diatas kipas kepada anak perempuan lainnya yang di rekomendasikan kepadanya, tujuannya adalah untuk mengajak si penerima surat untuk menjalin hubungan Laotong dengannya, si penerima surat dapat membalas surat di atas kipas bila menyetujui untuk menjadi Laotong, pada saat menukarkan kipas biasanya keduanya saling memberikan hadiah-hadiah, seperti sepasang sepatu, permen, dan tembakau. Saat mereka berdua sudah merasa cocok satu sama lain, mereka akan bertemu di kuil, biasanya bertemu pada saat hari raya seperti festival perahu naga, setelah saling bertemu mereka akan sering saling mengunjungi. Pasangan Laotong tidur di ranjang yang sama pada kedatangan atau pertemuan seperti ini, mereka juga tidak membawa baju ganti, mereka memakai baju kepunyaan pasangannya. Terdapat perbedaan kecil antara novel dengan teori menurut Cathy Silber yaitu pada saat bertukar kipas saling mengirimkan hadiah seperti sepatu, permen, dan tembakau, sedangkan di dalam novel tidak mengirimkan hadiah seperti yang disebutkan di atas. Setelah menjadi Laotong hal-hal yang dilakukan di dalam novel dan sejarah menurut artikel berjudul Dǎ lǎo tóng xià yi yáozú xiāng jīngjì
打老同夏宜瑶族乡经济文化特例研究) dan artikel berjudul Lǎo tóng wénhuà, lǎo tóng jié (老同文化,老同节 ) sesuai yaitu sama-sama saling mengunjungi, saling memberikan hadiah, wénhuà tèlì yánjiū (
belajar bersama-sama, bermain bersama-sama, sampai pada saat menjelang pernikahan pasangan Laotongnya menemani Laotongnya yang akan menikah. Dari semua yang dilakukan di atas para masyarakat China pada saat itu memiliki tujuan untuk menjalin hubungan Laotong, tujuan masyarakat di dalam novel sama dengan tujuan masyarakat menurut artikel Lǎotóng wénhuà, lǎotóng jié (
老同文化,
老同节 ) yaitu saling membantu, saling memperhatikan satu sama lain, susah senang bersama-sama,
selain tujuan yang disebutkan di atas, ternyata masyarakat di dalam novel maupun di sejarah memiliki tujuan yang lebih spesifik lagi seperti menurut teori Cathy Silber dalam buku Engendering china : women culture, and the state yaitu untuk memperkuat status sosial di dalam masyarakat. Tetapi didalam novel ini juga digambarkan tentang sepasang laotong yang tidak terlalu mengikuti aturan-aturan yang berlaku di masyarakat saat itu seperti: pertama, bunga salju yang selalu berkunjung ke rumah lili, tapi tidak pernah mengajak lili untuk pergi berkunjung ke rumahnya, tetapi menurut teori Cathy Silber dalam buku Engendering china : women culture, and the state dan menurut
打老同夏宜瑶族乡经济文化特例研究
artikel Dǎ lǎo tóng xià yi yáozú xiāng jīngjì wénhuà tèlì yánjiū ( ) yang berkata untuk mengakrabkan diri sepasang Laotong seharusnya saling mengunjungi satu sama lain. kedua, Lili dan Bunga salju menginginkan anak perempuan mereka menjalin hubungan Laotong, walaupun kedua anak mereka tidak memenuhi syarat-syarat yang ada untuk menjadi Laotong tetapi Lili dan Bunga salju tetap menjodohkan kedua anak mereka dengan cara mengikatkan kaki anak perempuan mereka pada hari dan tanggal yang sama. Di dalam novel Snow Flower and The Secret Fan syarat yang paling penting adalah memiliki tanggal yang sama saat pengikatan kaki, tetapi tidak ada teori yang mengatakan bahwa hubungan Laotong dapat dibentuk hanya dengan memiliki waktu pengikatan kaki yang sama.
2. Nǚshū Berdasarkan pada novel Snow Flower and The Secret Fan, asal usul Nǚshū berasal dari dinasti Song, ketika kaisar Song Zhe Zong menjadi kaisar dinasti Song. Kaisar Song Zhe Zong mencari gundik diseluruh penjuru dunia, dia mendengar tentang anak perempuan seorang petani bermarga Hu di desa jingtian yang bernama Yuxiu, gadis ini mampu membaca syair-syair kuno dan mempelajari tulisan kaum pria, dia juga pandai menyanyi dan menari. Semua ini meyakinkan sang kaisar bahwa dia dapat dijadikan gundik kerajaan yang baik. Meski memiliki banyak bakat dia tidak mampu menyenangkan hati sang
7
kaisar untuk selamanya. Dia kesepian dan sedih tetapi tak ada cara untuk berkomunikasi dengan ibu, serta saudara-saudara permpuan tampa sepengetahuan orang lain. Diam-diam dia membordir atau menulis kaligrafi yang dikira orang lain dia menyontek tulisan kaum pria, tetapi sebenarnya dia tidak menyontek, dia mengubahnya membuatnya menjadi lebih miring, lebih feminim, dan akhirnya menghasilkan hurufhuruf yang sama sekali baru dan nyaris tidak ada kaitannya dengan tulisan kaum lelaki. Tulisan ini adalah kode-kode rahasia Yuxiu untuk berkomunikasi kepada ibu dan saudara-saudara perempuannya. Cerita ini sesuai dengan artikel xiaoxiang wenhua (
潇湘文化) yang menyatakan bahwa pada zaman dinasti Song
dikota Yongming (Jiangyong) terdapat wanita yang cantik dan pintar yang terpilih untuk menjadi selir raja. Kemudian karena kecantiakan dan kepintaran Yuxiu sudah tidak menarik lagi bagi kaisar, Yuxiu menjadi sangat tertekan hidup di dalam istana.Yuxiu yang merasa kesepian ingin menulis surat kepada keluarganya, tetapi takut melanggar aturan istana. Akhirnya Yuxiu menggunakan kode-kode yang dibuat seperti sebuah karya seni untuk menulis surat kepada keluarga nya, dan memberikan kepada utusannya cara untuk membaca kode tulisan iu, dan menyuruhnya untuk memberikan kepada keluarga nya. Akhirnya kode-kode ini menjadi tulisan rahasia wanita atau yang kita sebut dengan Nǚshū. Pengertian Nǚshū yang di ceritakan di dalam novel sesuai dengan He Jun di dalam jurnal Nǚshū
女书档案 世界记忆工程中的奇葩
—— ) mengatakan dǎng'àn——shìjiè jìyì gōngchéng zhōng de qípā ( Jiangyong Nǚshū atau yang kita sebut dengan Nǚshū telah ada selama ribuan tahun yang lalu di kota Jiangyong, meskipun sampai saat ini tidak ada yang mengetahui siapa yang mencipakan Nǚshū, tetapi satu hal yang pasti adalah bahwa Nǚshū diciptakan oleh perempuan lokal. Para wanita menggunakan Nǚshū untuk berkomunikasi, tulisan ini hanya dipelajari dan digunakan oleh wanita lokal, para pria tidak mengenal tulisan ini, juga tidak ada yang mempelajari tulisan ini, oleh sebab itu tulisan ini dinamakan “tulisan wanita”. Tetapi menurut Julia T. Broussard dalam jurnalnya Nǚshū: A curriculum of women’s identity mengatakan bahwa pria mengetahui keberadaan tulisan Nǚshū ini, tetapi tidak ingin mempelajari tentang Nǚshū. Cara para wanita menurunkan Nǚshū dari generasi ke generasi tanpa melalui sekolah formal adalah dengan cara ibu mengajarkan kepada anak perempuannya, nenek mengajarkan kepada cucu perempuannya, atau teman sebaya yang telah mahir menggunakan nǚshū dapat mengajari temannya yang belum mahir,hal ini sesuai dengan teori Julia T. Broussard dalam jurnalnya Nǚshū: A curriculum of women’s identity, banyak karya-karya yang di buat wanita china dengan menggunakan Nǚshū salah satunya adalah Sanchaoshu dan Jiejiaoshu, Sanchaoshu adalah buku dari kain yang terikat menjadi satu yang dibuat oleh ibunya, saudara-saudara kandung, dan laotong untuk anggota lainnya, anak wanitanya, saudara perempuannya yang akan menikah, dan diberikan pada hari ketiga setelah pernikahan. Sedangkan Jiejiaoshu adalah perjanjian tertulis diantara wanita yang akan menjadi Laotong. Pengertian Sanchaoshu sesuai dengan teori menurut Orie Endo dan Julia, dan pengertian Jiejiaoshu di dalam novel sesuai dengan teori professor Orie Endo.
SIMPULAN DAN SARAN Setelah menganalisa budaya Laotong dan Nǚshū di dalam novel Snow Flower and The Secret Fan dengan semua teori yang penulis gunakan pada penelitian ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa novel Snow Flower and The Secret Fan karya Lisa See adalah sebuah novel yang berdasarkan pada sejarah, jadi pembaca dapat lebih mengenal tentang budaya Laotong dan Nǚshū dengan cara yang lebih menyenangkan melalui novel Snow Flower and The Secret Fan ini. Melalui penelitian ini penulis berharap pembaca dapat lebih mengenal tentang budaya Laotong dan Nǚshū. Berdasarkan pada penelitian ini penulis memberikan saran untuk pembaca agar lebih memahami makna dari sebuah persahabatan. Pembaca dapat belajar dari para wanita China jaman dulu yang dapat bertahan ditengah-tengah permasalahan yang ada. Juga agar dapat lebih mengenal budaya-budaya yang sudah hampir punah. Penulis juga menyarankan agar nantinya akan ada yang meneliti tentang budaya Laotong dan Nǚshū lebih jauh lagi agar seluruh masyarakat dunia mengetahui tentang budaya Laotong dan Nǚshū, dan dapat menjadikan penulisan ini sebagai landasan dari penelitian-penelitian selanjutnya.
REFERENSI
8
Daftar Pustaka Mandarin
邝丽莎.(2011).雪花秘扇.北京: 人民文学出版社 赵丽明.(1995).女书与女书文化.北京: 新华出版社 贺军.(2005).女书档案——世界记忆工程中的奇葩.山西档案.(5):1-4 李新刚. (2007). 打老同夏宜瑶族乡经济文化特例研究. 广西民族大学. 李虎. (2009).以广西马山县伏台屯“结老同” 现象为例. 文山师范高等专科学校学.(22):1 何延. (2011).论《雪花和秘密的扇子》中的“女书”文化. 文学评析.(7) 李仲魁. 瑶寨人民的“ 老同”. 热心为兄弟民族服务的人们. 宫哲兵.6 mei,(2010).何谓老同.长江商报 (2011).新闻动态.老同文化,老同节.diakses 26 April 2013 dari http://zn2.iev8.com/home/szlaotong/newshow.asp?id=14&mnid=5217&classname=%D0%C2% CE%C5%B6%AF%CC%AC&uppage=news.asp (2012).潇湘文化.女书之謎.diakses 28 mei 2013 dari http://lib.huse.cn/lzy/news_view.asp?newsid=6767 Daftar Pustaka Inggris Broussard, Julia T. (2008). Nushu: A curriculum of women’s identity. Transnational Curriculum Inquiry, 2 , 45-47. Christie K. K. Leung. (2003). Creating a Women’s Language. Women Who Found A Way, 33, 40-43. Orie, E. (2002). Endangered System of Women's Writing from Hunan, China . World of nushu. Retrieved January 25, 2013 from http://homepage3.nifty.com/nushu/aas99.htm Silber, C. (1994). Engendering China: Women, Culture, and the State (10,57-58). Amerika: president and fellows of harvard college.
Daftar Pustaka Bahasa Indonesia See, L. (2011). Snow Flower and The Secret Fan. Edisibaru. Jakarta:Qanita.
RIWAYAT PENULIS
9
Tjwa Noviany lahir dikota Semarang pada 29 November 1991. Penulis menamatkan pendidikan SMA di Yayasan Sekolah Indonesia pada tahun 2009. Dan pada tahun 2009,penulis berkuliah di Binus University jurusan Sastra China. Penulis aktif di BNMC sebagai Staff Publikasi dan Dokumentasi. Yessi Herawaty lahir dikota Bogor pada 6 Januari 1992. Penulis menamatkan pendidikan SMA di Mardi Yuana 1 pada tahun 2009. Dan pada tahun 2009, penulis berkuliah di Binus University jurusan Sastra China. Mariana, S.S lahir dikota Jakarta pada 15 Februari 1984. Pada tahun 2007 menamatkan kuliah di Binus Universty jurusan Sastra China. Sejak 2008-sekarang, penulis aktif mengajar di Binus University.