PENGENDALIAN NYAM{IK DEMAM BERDARAH DENGUE-) Oleh : Dr. Bambang Heru Budianto, MS.**)
I.
PENDAHULUAN
Pada musim penghujan selain banjir, penyakit demam berdarah dengue (DBD) menjadi ancaman terjadinya kepanikan pada masyarakat. Kantor regional Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) di Asia Tenggara memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat sekitar 50-100 juta kasus demam dengue (DD) dan tidak kurang dari 500.000 kasus DBD memerlukan perawatan di rumah sakit. Dalam kurun waktu 10-25 tahun ini, DBD merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian anak di Asia Tenggara.
Pilihan yang populer adalah pengasapan insektisida dengan mesin yang dapat menyemburkan asap tebal insektisida dengan baunya yang khas dan mesin yang mengeluarkan bunyi yang keras. Bunyi mesin dan asap tebal yang disertai bau insektisida
yang khas dapat didengar, dilihat, dan dirasakan oleh masyarakat. Hal
itu
sekaligus
menunjukkan bahwa pemerintah telatr melaksanakan tugasnya dan hal ini dapat menimbulkan "rasa aman" pada masyarakat. Walaupun kasus masih bermrmculan, kepanikan masyarakat
untuk sementara dapat "diredakan", kalaupun petaka akhirnya juga menimpa keluarga mereka, suratan takdir yang dijadikan rujukan.
Sejalan dengan perjatanan waktu kasus pun berangsur turun dan masyarakat mulai melupakan KLB tersebut sampai bulan yang sama tatrun depannya, atau tahun-tahun depan berikutnya. Siklus ini berlangsung terus, dan menurut catatan, siklus seperti ini telah terjadi di Indonesia sejak tahun 1956, hanya intensitas siklus tahunannya yang berbeda di berbagai daerah.
Alhasil, angka kesakitan penyakit DBD dari tahun ke tahun bukannya menunjukkan gejala penurunan, melainkan malah menunjukkan kecendenrngan meningkat. Walaupun ada sebagian masyarakat (dengan ingatan masa lalu) yang memiliki pendapat skeptis tentang kegunaan pengasapan tersebut, setiap tatrun cara-cara penanggulangan seperti ini berlangsung
bio.unsoed.ac.id ini menarik menyimak pendapat Gubler yang menyatakan batrwa
terus. Dalam kondisi seperti
*) Disampaikan pada penyuluhan di desa Petahunan, kecamatan puton.en, X*Uup"t"n Banyumas, pada tanggal 29 Agustus 2014
**) Staf Pengajar tetap Fakultas Biologi, Unsoed, punrokerto
PENGENDALIAN MENGGUNAKAN MESIN FOG Pengasapan dengan inseictisida untuk mernbasmi nyamuk dewasa Aedes aegtpti, sebagai pembawa virus dengue penyebab penyakit DBD, dilakukan dengan menggunakan
mesin fog (mesin pembuat kabut asap) yang dapat dipasang pada pesawat terbang, kapal ataupun kendaraan bermotor lainnya, dan terdapat pula jenis mesin fog yang dapat dijinjing
(thermal fog). Di Indonesia yang digunakan adalah mesin fog yang diangkut dengan mobil (dikenal dengan mesin ULV) dan mesin fog yang dijinjing.
ULV dilaksanakan dengan cara menyemprotkan insektisida ke lahan atau bangunan yang dilewati di sepanjang jalan yang dapat dilalui Pengasapan insektisida dengan mesin
kendaraan roda empat. Dengan daya semprotnya yang kuat, diharapkan nyamuk yang berada
di halaman maupun di dalam rumah terpapar dengan insektisida dan dapat dibasmi ("knock down effect"). Untuk mencapai hasil yang optimal, maka sepanjang jalan yang dilatui harus dipastikan tidak ada penghalang antaramesin dan lahan atau bangunan yang akan dilakukan pengasapan tersebut.
Studi mengenai keberhasilan pembasmian nyamuk dewasaAedes aegtpti dengan mesin
ULV hanya didapat pada awal pelaksanaannya di era tahun 1970-an. Penelitian yang dilaksanakan di Thailand oleh Kilpatrick dan kawan-kawan itu menunjukkano dengan ULV 2 kali dengan tenggang waktu 4 hari dapat menurunkan tingkat gtglkn nyamuk sampai 90 persen dan penurunan jumlah tehn nyamuk yang terperangkap (ovitap)
pengasapan
dari 50 persen menjadi 0 persen. Walaupun hioggu kini uji keampuhan insektisida terhadap nyamuk yang dimasukkan kurungan masih menunjukkan angka kematian nyarnuk yang sempuma, keberhasilan pembasmian nyarnuk Aedes aegtpti seperti penelitian tersebut tidak pernah dicapai lagi.
Para peneliti menyimpulkan bahwa kegagalan progftm pengasapan tersebut karena
teknik pelaksanaan dan kondisi lapangan yang tidak menunjang, seperti arah angin yang menghalangi penyebaran asap, struktur pintu atau jendela yang menghalangi masuknya asap
insektisida" stnrlchr bangunan yang terdiri dari banyak sekat sehingga menghalangi
bio.unsoed.ac.id
menyebarnya aliran asap, mesin ULV yang tidak prima" operator yang tidak terampil, batrkan sampai adanya anggapan bahwa nyamuk telah menjadi kebal terhadap insektisida. Pengasapan dengan mesin fog
jiaiing dilaksanakan oleh petugas dari rumah ke rumah
dalam radius 100 meter mengelilingi rumah penderita ("fogging focus") karena diperkirakan selama hidupnya nyamuk betina tersebut hanya terbang dalam jarak 50-100 meter. Tidak
3
seperti pengasapan dengan mesin ULV, pada pengasapan dengan mesin fog
jinjing seluruh
pintu atau jendela rumah malah harus ditutup. Pengasapan dilaksanakan oleh petugas dari dalam rumah untuk membunuh nyamuk dewasa yang berada di dalam rumatu seperti halnya
kita menyemprot menggunakan obat nyamuk. Metode ini diduga dapat lebih efektif membunuh nyamuk betina yang memiliki sifat suka berdiam
di dalam rumah di
daerah yang gelap. Namun dalam kenyataannya, sifat
nyamuk ini yang pandai bersembunyi di kegelapan disertai
dengan
terbang
horizontal dan vertikal serta kemungkinan nyamuk tersebut terbawa oleh alat tansportasi ke tempat
hin tehh
membuat metode pengasapan di dalam rumah tersebut juga kurang dapat
berperan dalam membasmi penyakit DBD.
Hal ini didukung pula oleh adanya tenggang waktu antara seseorang mulai sakit sampai dilakukan pengasapan sshingga nyarnuk pembawa virus tersebut telatr sempat berpindah ke rumatr lain dan menularkan ke orang lain, jauh sebelum dilalcukan pengasapan. Selain itu,
dapatjuga terjadi bahwa seseorang tertular, tetapi hanya menunjukkan gejala sakit demam biasa (demam dengue) sehingga tidak terdeteksi dan tidak dilalnrkan pengasapan. Hal lain
yang dapat mempengaruhi adalah tingginya mobilitas masyarakat perkotaan sehingga sulit melacak sumber (tempat) terjadinya penularan. Agaknya fbktor inilah yang berperan dalam kegagalan penanganan epidemi DBD dengan metode pengasapan insektisida
di
banyak
negara.
IL
PENGENDALIAN SARANGNYAMUK
Pada tatrun 1901 Kuba dengan bantuan angkatan bersenjata Amerika Serikat berhasil
membasmi penyakit demam kuning (yang juga ditularkan melalui nyamuk Aedes aegpti) tanpa menggunakan insektisid4 hanya dengan cara membasmi sarang
nyamukl
edes aegtpti.
Keberhasilan tersebut diturdang dengan program karantina dan ketersediaan vaksinnya.
Upaya
ini
tercatat merupakan keberhasilan pertama
di dunia melawan penyakit yang
ditularkan melalui nyamuk. Selain Kubq Singapura tercatat pula sebagai negara yang berhasil memerangi uyarnuk
Aedes aegtpti dengan program pemberantasan sarang nyamuk (PSI.D melalui penyuluhan
bio.unsoed.ac.id
yang intensif dan informasi yang benar tentang pernyamukan (entomologi) serta penegakan hukum.
Tidak seperti halnya penyakit demam kuning, penyakit demarn berdarah dengue hingga
kini belum ditemukan vaksinnya. Sambil menunggu perkembangan vaksin dengue, saat ini progam penanggulangannya lebih banyak bertumpu pada pemberantasan nyamuk (dewasa)
4
dewasanya dengan cara pengasapan insektisida Aedes aeg/pti. pemberantasan nyamuk pemberantasan sarang nyamuk itrr untuk menimbulkan banyak kontroversi, sedangkan dianggap mendapat perhatian dari masyarakat karena menghilangkan jentik (larva), kurang jelas hasilnya dibanding program p€ngasapan' merupakan upaya yang tidak ditularkan oleh nyamuk dan setelah pengasapan Masyarakat tahu bahwa penyakit DBD jumlah nyamuk berkurang' Dengan demikian' masyarakat secara nyata merasakan bahwa Logika tersebut tidak sepenuhnya benar karena terbasmi. ikut DBD penyakit seharusnya Yang dengue ikut terbasmi pada saat tersebut' belum tentu nyamuk yang membawa virus penyakit DBD tidak hanya adalah bahwa program pemberantasan
sering dilupakan
yang dibawa tetapi juga memberantas virus dengue memberantas nyamuk Aedes aegtptisaja'
tersebut oleh nyamuk tersebut. Nfsngingat hal-hal
di
juga atas, seyogianya penekanan
diberikankepadaupayapenguranganjumlahnyamukyangdapatmembawavirusdengan cara membunuh jentiknYa'
Selaindarifaktornyamuk,ulahmanusiaikutmenambahsuburpopulasinyamukini. Kebanyakankota-kotabesmdilndonesiasepertihalnyakota.kotadinegaraberkernbang lainnyatelahberkembangpesatdengansegalaimplikasinya'sepertitumbuhnyadaeralr yang pasokan air bersitU manajemen pengelolaan kota kumuh karena urbanisasi, terbatasnya tidaksempurna'manajemenlingkunganyangtidakprofesional.Semuaitumenimbulkan
bersarang dan berkernbang biaknya nyamuk bertambahnya tempat-tempat yang dapat dipakai Aedes aegtPti.
bertingkat yang tinggi dan Hal ini didukung pula oleh tumbuhnya gedung-gedung dengan pagar yang tinggi-tinggi' tertutup rapat serta tumbuhnya perumahan gedongan pesat sejalan dengan pertgmbuhan Akibatny4 nyarnuk Aedes aegtpti semakin berkembang permasalahan tersebut. Kurangnya informasi manusia di perkotaan yang memiliki segudang masyarakat dan disertai yang benar tentang penanggulangan penyakit DBD kepada individuaristis menyebabkan semakin kehidupan sosial masyarakat kota yang semakin sanra membasmi nyamtrk Aedes sulitrya komunitas yang ada untuk dapat saling bekerja
aegtPti.
bio.unsoed.ac.id
maltrluk hidup seperti Aedes aegtpti Disadari oleh para ahli bahwa pemusnahan ekologi populasi serta dinamika populasinya. memerrukan pengetahuan tentang ilmu evorusi, hidup hanya dapat dilalcukan melalui Menurut Tilman, pemusnahan suatu spesies makhluk persatuan jenis spesies tersebut' Dengan pemusnahan habitatnya" bukan pemusnahan yang lama bagi manusia untuk hidup bersama demikian, masih akan dibutuhkan waktu dengan nYamuk
r4e
des aegtPti
im'
III. PENUTUP Diperlukan manipulasi lingkungan yang terstruktur dan berkesinambungan, yang tidak merusak habitat manusia sendiri untuk membasmi nyamuk
ini. Kondisi lingkungan yang
tertala rapi, halaman yang bersih dan asri, bak mandi yang hanya dilengkapi shower seperti
laiknya tinggal di cottage-cottage hotel berbintang jelas akan dapat membantu mengurangi berkembangnya spesies ini. Untuk itu, harapan satu-satunya memang harus ditumpukan pada
PSN dengan gerakan 3 M, yang harus dilaksanakan serentak oleh seluruh masyarakat kota secara berkesinambungan dan terus menerus sepanjang tatrun.
Daftar Referensi 1970. The intrinsic rate of natural increase of an insect population, p 79-90. In: Hazen WE (ed). Reading in population and community ecology. Secon ed. WB Saunders Co. Philadelphia.
Birch
LC.
Poole
RW. 1974. An intoduction to quantitative ecology. McGraw-Hill, Inc. New York. 574 p.
Price PW. 1999. Insect ecology. Thfud ed. John Wiley and Sons, Inc. New
Smith
York.
647 p.
RL.
1990. Ecology and field biology. Fourth ed. Harper Collins Publisher. New York. 922p.
Tarumingkeng RC. 1994. Dinamika populasi: kajian ekologi kuantitatif. Pustaka Sinar Harapan dan Universitas Kristen Krida Wacan4 Jakarta.
Wilson EO & Bossert. 1971. A primer of population biology. Sinaver Associates, lnc. Publishers. Stamford Connecticut. 192 p. ZengF, Pederson G, Ellbury M & Davis F. 1993. Demographic statistic for the pea aphid (Homoptera: Aphididae) on resistant and susceptible red clovers. J Econ Entomol. 86(6):1 825-1 8s6.
bio.unsoed.ac.id