ANALISIS KEBUTUHAN HUTAN KOTA SEBAGAI PENYERAP GAS CO2 ANTROPOGENIK DI PUSAT KOTA MEDAN
TESIS
Oleh
RD. GUTI GRATIMAH 077030012/BIO
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVESITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2009
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
ANALISIS KEBUTUHAN HUTAN KOTA SEBAGAI PENYERAP GAS CO2 ANTROPOGENIK DI PUSAT KOTA MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Biologi pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Oleh
RD. GUTI GRATIMAH 077030012/BIO
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVESITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2009
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
Judul Tesis
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: ANALISIS KEBUTUHAN HUTAN KOTA SEBAGAI PENYERAP GAS CO2 ANTROPOGENIK DI PUSAT KOTA MEDAN : Rd. Guti Gratimah : 077030012 : Biologi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Budi Utomo, SP, MP) Ketua
Ketua Program Studi
(Prof. Dr. Dwi Suryanto, MSc)
(Dr. Delvian, SP,MP) Anggota
Dekan
(Prof. Eddy Marlianto, M.Sc, Ph.D)
Tanggal lulus : 10 September 2009
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
Telah diuji pada Tanggal: 10 September 2009
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua
: Dr. Budi Utomo, SP, MP
Anggota
: 1. Dr. Delvian, SP, MP 2. Prof. Dr. Ing, Ternala Alexander Barus, M.Sc 3. Prof. Dr. Retno Whidiastuti, MS
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
PERNYATAAN
ANALISIS KEBUTUHAN HUTAN KOTA SEBAGAI PENYERAP GAS CO2 ANTROPOGENIK DI PUSAT KOTA MEDAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan,
September 2009
Rd. Guti Gratimah
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
ABSTRAK
Kota merupakan pusat aktivitas manusia. Pembangunan kota yang terus meningkat dan berkurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) akan menyebabkan karbondioksida meningkat. Oleh sebab itu konsentrasi gas CO2 di udara ambien harus diupayakan tidak terus bertambah naik, salah satu cara untuk mengatasinya dengan membangun hutan kota. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan luasan hutan kota sebagai penyerap gas CO2 antropogenik yang berasal dari bensin, solar, minyak tanah dan LPG. Penelitian ini terdiri dari (1) Analisis jumlah emisi gas CO2 dengan memprediksi jumlah kebutuhan Bahan Bakar Minyak dan Gas (BBM&G) berdasarkan jumlah penduduk, (2) Analisis daya serap gas CO2 tanaman, metode yang digunakan yaitu mengkonversi massa karbohidrat ke massa karbondioksida selama fotosintesis, (3) Mengukur konsentrasi udara ambien gas CO2 berdasarkan kepadatan lalu lintas harian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2009 sampai dengan bulan Juni 2009. Dari hasil penelitian pada tahun 2010 kecamatan yang ada di pusat Kota Medan yaitu kecamatan Medan Polonia, Medan Kota, Medan Maimun dan Medan Petisah membutuhkan hutan kota seluas 620,25 hektar untuk menyerap gas CO2 antropogenik sebanyak 907.426,19 ton, jika yang ditanam 16 jenis pohon yang ada pada saat ini. Sedangkan pada tahun 2050 kebutuhan luasan hutan kota meningkat menjadi 919,82 hektar untuk menyerap gas antropogenik sebanyak1.345.694,61 ton. Apabila pohon yang ditanam itu mempunyai daya serap yang tinggi seperti Antidesma bunius sebanyak 31,31 ton per tahun, maka luasan hutan kota yang dibutuhkan pada tahun 2010 seluas 72,45 hektar dan pada tahun 2050 seluas 107,45 hektar. Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada di pusat Kota Medan saat ini seluas 20,10 hektar. Disarankan untuk hutan kota yang efektif memilih jenis tanaman yang daya serapnya tinggi seperti Antidesma bunius yang mempunyai daya serap CO2 tinggi. Kata kunci : hutan kota, daya serap gas CO2
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
ABSTRACT
A city is the center of human activity. City development which decreases the Green Open Area/Space results the increasing number of CO2. Therefore, the increasing of CO2 concentration should be minimized, by developing urban forest as one of the alternatives The objective of the study is to determine the vast of urban forest as CO2 gas anthropogenic absorb which is formed from fuel, diesel fuel, liquid petroleum gas. The study consists of (1) Analyzing the number of CO2 gas emision by predicting the needs of petroleum and gas based on the number of population, (2) Analizing the power CO2 absorb gas plantation, the methode used to converse the mass of carbohydrate to the mass of carbondyokside during photosyntesis, (3) Measuring the air concentration of CO2 gas ambient based on daily traffic activities. The study was carried out from March to June 2009. The finding shows that in order to absorb 907.426,19 ton of CO2 anthrophogenic gas, several subdistricts in the center of Medan city; Medan Polonia, Medan Kota, Medan Maimun dan Medan Petisah subdistricts need the urban city 620,25 Hectare by planting 16 types of trees. While the needs of urban city will become 919,82 Hectare to be able to absorb 1.345.694,61 ton of CO2 anthrophogenic gas. For the high absorb capacity planted trees such as Antidesma bunius which produce 31,31 ton anually, the need of urban forest vastness in 2010 is 72,45 hectare and it will become 107,45 hectare in 2050. The open green area (Ruang Terbuka Hijau) in the center of Medan city recently is 20,10 hectare. It shows that the vast urban forest in the central of Medan city need to be added. It is suggested to plant Antidesma bunius which has high CO2 absorb capacity for developing an effective urban forest. Key words : Urban forest, CO2 absorb capacity
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
KATA PENGANTAR Syukur alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik di Pusat Kota Medan”. Dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. Penulis menyampaikan terimakasih kepada Dr. Budi Utomo, SP, MP sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Delvian, SP, MP sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan selama penulis melaksanakan penelitian sampai hasil penelitian ini. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ing Ternala Alexsander Barus, M.Sc dan Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.Si sebagai Dosen Penguji yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penyempurnaan penyusunan hasil penelitian ini. 2. Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc sebagai Ketua Program Studi Magister Biologi. 3. Dr. Endes Nurfilmarasa Dahlan yang telah memberikan saran dalam penelitian ini 4. Ir. Rd. Niwan Garniwan yang telah memberikan bantuan dalam penelitian ini.
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
5. Gubenur Provinsi Sumatera Utara dan Kepada Bapeda Sumatera Utara yang telah memberikan beasiswa S-2 kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi S-2 6. Kepala SMAN 1 Medan Dra. H. Rebekka Girsang, yang telah memberikan izin dinas dan dukungan bagi penulis untuk dapat melakukan penelitian ini. 7. Nurmaini, S.Si yang telah membantu dalam mengidentifikasi tanaman 8. Suami Ir. Raman Subekti MM, ibu Sunarti serta anak anak tercinta Gayatri Rejeki S dan Cahaya P Alam yang telah memberikan doa dan dukungannya. Akhir kata semoga Allah selalu memberikan rahmat-Nya dalam kita mengejar ilmu dan semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.
Medan, September 2009 Rd. Guti.Gratimah
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
RIWAYAT HIDUP Rd. Guti Gratimah dilahirkan pada tanggal 8 Maret 1960 di Bandung Provinsi Jawa Barat. Anak dari pasangan Ayahanda Rd. Gumawan Miwan dan Ibu Sunarti, sebagai anak pertama dari lima bersaudara. Tahun 1972 penulis lulus dari SD Pengadilan I Bogor, tahun 1975 lulus dari SMPN 1 Ciamis dan tahun 1979 lulus dari SMAN 1 Ciamis. Pada tahun 1979 memasuki Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung dan lulus pada tahun 1984. Pada tahun 1986 diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di SPG Tambun Bekasi. Pada tahun 1994 pindah tugas ke SMAN 2 Bekasi dan tahun 1997 pindah tugas lagi ke SMAN 1 Medan dan bertugas di sekolah tersebut hingga sekarang.
Tahun 2007, mendapat kesempatan
melanjutkan pendidikan Program Magister (S2) di Program Studi Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dengan beasiswa dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Menikah pada tanggal 15 September 1984 dengan Ir Raman Subekti, M.M anak dari Bapak Suwignyo (alm) dan Ibu Rubiah (alm). Telah dikaruniai 2 orang anak 1 putri dan 1 putra, yaitu:
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
1. Gayatri. Rejeki. S.Hum 2. Cahaya Pangripta Alam
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK ………………………….. ……………………………………… v ABSTRACT ……………………………………………………………….... vi KATA PENGANTAR ……………………………………………………… viii RIWAYAT HIDUP .……………………..…………………………………. vii DAFTAR ISI ……………………..…………………………………………. vii DAFTAR TABEL ………………………...………………………………… xi DAFTAR GAMBAR ….…………..……………………………………….. xii DAFTAR LAMPIRAN …………………..………………………………… xiii BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang …………………..………………………. 1.2 Kerangka Perpikir ………………………………………….. 1.3 Perumusan Masalah ……………………………………….. 1.4 Batasan Penelitian …………….……………………………. 1.5 Tujuan Penelitian ………………..……………………………. 1.6 Manfaat Penelitian ……………….………………………….
1 2 3 4 5 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Kota ………………………………………………. 2.2 Gas Karbondioksida…………………………………………. 2.3 Bahan Bakar Minyak dan Gas 2.4 Fotosintesis …………………………………………………. 2.5 Tumbuhan Sebagai Penyerap Gas CO2.....................................
6 8 11 13 16
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ......................................... 3.2 Alat dan Bahan ........................................................................ 3.3 Komponen Penelitian dan Parameter yang Diamati..................
18 18 19
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
3.4 Metoda Penelitian ................................................................ 3.4.1 Prediksi Jumlah Penduduk di Pusat Kota Medan ....... . 3.4.2 Perhitungan Kepadatan Lalu Lintas Harian ................ 3.4.3 Pengukuran Udara Ambien Gas CO2 ......................... 3.4.4 Perhitungan Kebutuhan Bahan Bakar Minyak dan Gas Serta Prediksi Kebutuhannya di Masa yang Akan Datang 3.4.5 Perhitungan Emisi Gas CO2 ………… 3.4.6 Pengukuran Daya Serap Gas CO2 3.4.6.1 Jumlah daun per pohon ……...…… 3.4.6.2 Massa karbohidrat daun …………. 3.4.6.2 Daya Serap Karbondioksida ……… 3.4.7 Pengukuran Luasan Hutan Kota Sebagai Penyerap Emisi Gas Karbondioksida .......................... BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penduduk .............................................................. 4.2 Kepadatan Lalu Lintas Harian ...................................... 4.3 Pengukuran Kadar CO2 Ambien ............................................ 4.4 Penggunaan BBM&G dan Emisi Gas CO2 Antropogenik 4.5 Massa Karbohidrat ................................................................. 4.6 Daya Serap Gas CO2 Per daun ……….…………………… 4.7 Daya Serap CO2 per Pohon …………...…………………… 4.8 Jumlah Pohon yang Dibutuhkan untuk Mengurangi Emisi Antropogenik 4.9 Jenis-Jenis Ruang Terbuka Hijau di Pusat Kota Medan ...... 4.10 Kebutuhan Luasan Hutan Kota ........... ........................
20 22 21 23 24 25 26 27 28 34 35 36 37 40 43 45 47 49 50 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ....................................................................... 5.2 Saran ......................................................................................
54 55
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
56
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman 1. Diagram alir kerangka pemikiran ……………………………………... 3 2.
Diagram Alir Tahapan Penelitian …………………………….................
21
3.
Lokasi Penelitian dan Pengkuran Udara Ambien CO2 di 7 Lokasi ........... 24
4.
Grafik Kepadatan Lalu Lintas Rata-Rata Harian ....................................
5.
Grafik Kondisi Udara Ambien Gas CO2 di 7 lokasi penelitian ............. 38
36
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman 1. Emisi Gas CO2 yang Dihasilkan Oleh Beberapa Macam Bahan Bakar ...……………………………………………………….. 9 2.
Jenis bahan bakar hasil destilasi minyak bumi .................................... 12
3.
Cadangan karbon dan daya serap gas CO2 berbagai tipe penutupan vegetasi .............................................................................
16
4.
Perhitungan jumlah emisi gas CO2 per jiwa …………………………
26
5.
Pertumbuhan penduduk di 4 kecamatan yang merupakan pusat Kota Medan ............................................................................
35
Emisi CO2 yang dihasilkan dari BBM&G dan respirasi manusia. ..............................................................................................
41
Prediksi kebutuhan BBM&G dan emisi gas CO2 yang dihasilkannya di 4 Kecamatan dari Tahun 2010 s/d 2050 .......................................
42
Massa karbohidrat daun dan massa CO2 selama rentang waktu pengamatan (4 jam) ..............................................................................
43
Daya Serap Gas CO2 Per Helai Daun ……………………………….
46
10. Daya Serap CO2 Per Pohon ………………………………………….
48
6. 7. 8. 9.
11. Jumlah pohon yang dibutuhkan untuk menyerap gas CO2 antropogenik …………………………………………………………. 49 12. Distribusi Ruang Terbuka Hijau di 4 kecamatan ………….................
51
13. Perkiraan Luasan Hutan Kota yang Dibutuhkan untuk Menyerap gas CO2 Antropogenik …………………………………...
52
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
DAFTAR LAMPIRAN
No
Judul Halaman 1 Jumlah daun ……………………………………………………. 59 2 Pengukuran Luas Daun …………………………………………
60
3 Berat Kering Daun .......................................................................
61
4 Pengukuran Massa Karbohidrat Kering .......................................
62
5 Bagan Penghitungan Masa Karbohidrat ......................................
64
6 Data hasil analisis karbohidrat daun sampel ................................
65
7 Daya Serap Karbondioksida Per Tahun .......................................
66
8 Jumlah Pohon yang Dibutuhkan ..................................................
67
9 Luas hutan kota yang dibutuhkan (hektar) ...................................
68
10 Jenis-Jenis Pohon yang ada di Ruang Terbuka Hijau ...................
69
11 Gambar Pengambilan Sampel daun .............................................
71
12 Gambar Penghitungan Persentase Karbohidrat Kering ..............
72
13 Gambar Menghitung Kepadatan Lalu Lintas .............................
73
14 Gambar Pohon yang di Teliti Daya Serap Gas CO2nya ...............
74
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kota merupakan tempat warga menyelenggarakan berbagai aktivitasnya. Kota Medan sebagai pusat pemerintahan daerah, pusat pelayanan kebutuhan sosial ekonomi masyarakat, pusat perdagangan dan pusat perindustrian mempunyai luas sekitar 265,10 km² dengan jumlah penduduk mencapai 2.067.288 jiwa. Jumlah penduduk yang relatif besar ini menyebabkan Kota Medan mempunyai kepadatan yang tinggi mencapai 7.798 jiwa/km2 (BPS. 2007). Peningkatan jumlah penduduk sebesar 0,92 % dan pertumbuhan ekonomi masyarakat menyebabkan pembangunan fisik kota terus melaju dengan pesat. Dampak yang paling nyata akibat pesatnya kegiatan pembangunan sarana dan prasarana fisik kota saat ini adalah berkurangnya ruang terbuka hijau dan meningkatnya konsumsi energi fosil. Ini memungkinkan lingkungan hidup kota menjadi tercemar. Pencemaran udara yang disertai dengan meningkatnya kadar CO2 di udara akan menjadikan lingkungan kota yang tidak sehat dan dapat menurunkan kesehatan manusia, oleh karena itu konsentrasi gas CO2 di udara ambien harus diupayakan tidak terus bertambah naik. Salah satu cara untuk mereduksi CO2 di daerah perkotaan adalah mengurangi emisi karbon dan membangun hutan kota (Dahlan. 1992).
1 RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
Hutan kota sebagai rosot karbon (carbon sink) yang paling efektif sehingga dapat mengurangi peningkatan emisi karbon di atmosfir. Fotosintesis merupakan proses penting dalam memerankan siklus karbon dan memelihara CO2 di atmosfer sekaligus dalam waktu bersamaan juga memerankan siklus oksigen. Perladangan, pembalakan dan kebakaran hutan mengakibatkan berkurangnya luasan hutan, sehingga kemampuan hutan dalam menyerap gas CO2 menurun. Untuk membantu mengatasi penurunan fungsi hutan maka perlu dibangun hutan kota.
Keseimbangan pertumbuhan penduduk dengan ketersediaan ruang terbuka hijau yang mencukupi akan menjaga kesehatan dan kenyamanan bagi masyarakat. Oleh karena itu gerakan penghijauan Kota Medan dalam menetralisir dampak pencemaran udara perlu lebih digalakkan lagi dengan lebih intensif. Dalam rangka pencapaian kualitas udara Kota Medan bersih masa kini dan masa mendatang, maka perlu dilakukan penelitian kebutuhan hutan kota sebagai penyerap gas CO2 antropogenik (kegiatan manusia) demi memelihara kualitas udara Kota Medan bersih. Hijaunya kota tidak hanya menjadikan kota itu indah dan sejuk namun aspek kelestarian, keserasian, keselarasan dan keseimbangan sumberdaya alam, yang pada
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
gilirannya akan membuktikan jasa-jasa berupa kenyamanan, kesegaran, terbebasnya kota dari polusi dan kebisingan serta sehat dan cerdasnya warga kota.
1.2 Kerangka Pemikiran Kota merupakan pusat berbagai kegiatan. Meningkatnya jumlah populasi penduduk kota dan pertumbuhan ekonomi masyarakat menyebabkan peningkatan kebutuhan akan kendaraan bermotor. menurunnya
Meningkatnya penggunaan BBM&G dan
luasan ruang terbuka hijau karena beralih fungsi menjadi area
terbangun akan menyebabkan meningkatnya gas CO2 udara ambien yang dapat menurunkan kualitas lingkungan kota. Oleh karena itu konsentrasi gas CO2 udara ambien perlu diturunkan atau sedapat mungkin peningkatan konsentrasinya di udara ambien dapat ditekan serendah mungkin yaitu dengan cara membangun hutan kota. Diagram alir kerangka pemikiran yang dilakukan untuk menentukan kebutuhan hutan kota sebagai penyerap karbondioksida yang berasal dari bahan bakar minyak dan gas disajikan pada Gambar 1.
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
Manusia +
+
BBM&G
Lahan Terbangun
-
Ruang Terbuka Hijau (RTH)
-
CO2
+
Kualitas Kota +
+
+ Kebutuhan Hutan Kota
Keterangan : + bertambah; -
+
Luasan Hutan Kota
berkurang
Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran 1.3 Perumusan Masalah Kota Medan dengan jumlah penduduk yang terus bertambah dibutuhkan perimbangan hutan kota untuk mengimbangi emisi CO2 akibat aktivitas manusia. Oleh karena itu dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Berapa besar CO2 yang dilepaskan oleh aktivitas masyarakat dalam menggunakan bahan bakar minyak dan gas di Kota Medan. 2. Berapa luasan hutan kota yang ada saat ini untuk menyerap CO2 di lingkungan Kota Medan.
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
3. Dengan melihat pertumbuhan penduduk dan besarnya emisi CO2, berapa luasan hutan kota untuk masa yang akan datang yang perlu disediakan untuk tetap menjaga kualitas udara.
1.4 Batasan Penelitian Adapun batasan dalam penelitian ini adalah : Penelitian hanya dilakukan di tempat terbatas di wilayah padat aktivitas, yang terbatas pada pusat Kota Medan saja yaitu di Kecamatan Polonia, Kecamatan Medan Kota, Kecamatan Medan Maimun dan Kecamatan Medan Petisah dimana terdapat Taman Beringin, Taman Ahmad Yani dan Lapangan Benteng sebagai hutan kota. 1. Penelitian hanya pada daya serap gas CO2 oleh tegakan 2. Proyeksi pertambahan jumlah penduduk berdasarkan pada rata-rata pertambahan jumlah penduduk dalam 6 tahun terakhir. 3. Peningkatan kebutuhan bahan bakar minyak dan gas
1.5 Tujuan Penelitan Tujuan penelitian ini adalah menentukan jumlah kebutuhan luasan hutan sebagai penyerap gas CO2 antropogenik dari bahan bakar minyak dan gas
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
berdasarkan analisis emisi dan serapan gas CO2. Tujuan ini dapat dicapai dengan melakukan beberapa sub-penelitian: 1. Menganalisis emisi gas CO2 bahan bakar minyak dan gas. 2. Menganalisis daya serap gas CO2 oleh pohon yang ada di Taman Beringin, Taman Ahmad Yani dan Lapangan Benteng. 3. Menentukan jumlah kebutuhan luasan hutan sebagai penyerap gas CO2 antropogenik dari bahan bakar minyak dan gas berdasarkan analisis emisi dan serapan gas CO2. 1.6 Manfaat Penelitian 1. Memberikan data tentang daya serap CO2 suatu jenis pohon. 2. Sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan jenis pohon yang paling tepat untuk membangun hutan kota yang bertujuan mengatasi peningkatan kadar CO2 antropogenik 3. Memberikan informasi kepada Pemerintah Daerah Kota Medan mengenai kebutuhan hutan kota.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
2.1 Hutan Kota Hutan kota merupakan suatu ekosistem dan tidak sama pengertiannya dengan hutan selama ini. Hutan kota adalah komunitas tumbuh-tumbuhan berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur, menyebar atau bergerombol dengan struktur meniru hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa dan menimbulkan lingkungan sehat, nyaman, dan estetis (Irwan, 2007). Hutan kota menurut Fakuara (1987) adalah tumbuhan vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberi manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya dalam kegunaan proteksi, rekreasi dan estetika lingkungan. Adapun di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002 tentang hutan kota, disebutkan bahwa hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah Perkotaan, baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Ada dua pendekatan yang dipakai dalam membangun hutan kota. 1. Pendekatan pertama, semua areal yang ada di suatu kota pada dasarnya adalah areal untuk hutan kota. Pada pendekatan ini komponen yang ada di kota seperti pemukiman, perkantoran dan industri dipandang sebagai suatu bagian yang ada dalam suatu hutan kota (Dahlan, 1992). 2. Pendekatan kedua, hutan kota dibangun pada lokasi-lokasi tertentu saja. Pada pendekatan ini hutan kota merupakan bagian dari suatu kota. Penentuan luasnya 6 berdasarkan:
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat 6 Kota Medan, 2009
(1) Presentase, yaitu luasan hutan kota ditentukan dengan menghitungnya dari luasan kota. Penentuan luasan hutan kota berdasarkan persentase, menurut Inmendagri No. 14 tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan yaitu 40 % dari wilayah perkotaan harus merupakan kawasan hijau dan sisanya merupakan kawasan terbangun. Berdasarkan PP No. 63 tahun 2002 pasal 9 ayat 1 yang menyatakan bahwa luasan hutan kota minimal 10 % dari luasan kota. Demikian juga dengan PP Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 pasal 9 ayat 1 menyatakan luas ideal ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan minimal 20 %.
Sementara Undang-undang
Republik Indonesia No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada pasal 29 ayat 2 yang menyatakan ruang terbuka hijau kota paling sedikit 30 % dari luas wilayah kota. Selanjutnya pada ayat 3 dinyatakan ruang terbuka hijau publik paling sedikit 20 % dari luas wilayah kota. (2) Perhitungan perkapita, yaitu luasan hutan kota ditentukan berdasarkan jumlah penduduk
Luasan perkapital yang digunakan adalah kebutuhan ruang
terbuka hijau masyarakat yaitu 40 meter persegi/jiwa, Jakarta 1,5 m2/penduduk. (3) Berdasarkan isu utama yang muncul.
Isu penting yang digunakan adalah
berdasarkan jumlah karbondioksida berdasarkan kemampuan tipe vegetasi untuk menyerap karbon dioksida Iverson et .al. (1993) dalam (Tinambunan, 1006)
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
Hutan kota dianggap memiliki kelebihan dalam menyerap CO2 dibandingkan dengan taman, karena menempati hamparan yang lebih luas dari pada taman, selain dari itu biomasa hutan jauh lebih banyak dari pada taman, karena terdiri dari beberapa strata ketinggian dari yang paling rendah sampai yang tinggi pohonnya dapat mencapai 40-60 meter juga pepohonan hutan memiliki diameter tajuk dan kerapatan daun yang jauh lebih besar dari pada taman. Sesuai dengan peruntukannya, hutan kota dapat dibangun dalam beberapa bentuk.
Bentuk hutan kota menurut Dahlan (2004) adalah: pekarangan, sekitar
gedung, tanaman kota, tanaman atap, taman burung, bawah jalan layang, tempat parkir, sisi jalan raya dan tol, kebun binatang dan kebun raya, kuburan dan taman makam pahlawan, sempadan pantai, kiri kanan sungai dan sekitar waduk, sekitar mata air dan daerah resapan dan lapangan golf. Fungsí hutan kota sangat tergantung kepada komposisi dan keanekaragaman jenis dari komunitas vegetasi dan tujuan perancangnya. Manfaat hutan kota menurut Direktorat Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Rehabilitas Departemen Kehutanan, 2001 adalah sebagai identitas kota dan estétika, pelestarian plasma nuftah, penahan dan penyaring partikel padat, penyerap CO, CO2 dan penghasil O2, peredam kebisingan dan penahan angin, ameliorasi iklim dan mendukung tersedianya bahan baku kayu.
2.2 Gas Karbondioksida
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
Udara yang normal mengandung gas yang terdiri dari 78% nitrogen; 20% oksigen; 0,93% argon; 0,03% (300 ppm) karbondioksida, dan sisanya terdiri dari neon, helium, metan dan hidrogen.
Komposisi ini dapat mendukung kehidupan
manusia. Karbondioksida (CO2), metana (CH4), nitrogen oksida (N2O) merupakan gas rumah kaca (GRK) yang menyebabkan terjadinya efek rumah kaca (ERK). Efek rumah kaca berguna bagi mahluk hidup di bumi. Jika tidak ada gas rumah kaca, suhu di bumi rata-rata hanya -18°C. Suhu ini terlalu rendah bagi sebagian besar mahluk hidup, termasuk manusia. Tetapi dengan adanya efek rumah kaca suhu ratarata di bumi menjadi 33°C lebih tinggi, yaitu 15°C. Suhu ini sesuai bagi kehidupan mahluk hidup (Soemarwoto, 1994). Karbondioksida merupakan gas rumah kaca yang paling dominan yang terjadi secara alamiah dan sangat berperan dalam sistem biologis dunia kita. Karbondioksida bersama dengan air merupakan bahan baku untuk fotosintesis. Aliran karbon dari atmosfir ke vegetasi merupakan aliran yang bersifat dua arah, yaitu pengikatan CO2 ke atmosfer melalui proses dekomposisi dan pembakaran dan penyerapan CO2 oleh tanaman. Secara alamiah berada diatmosfer Bumi, berasal dari emisi gunung berapi dan aktivitas mikroba di tanah (perombakan bahan organik) dan respirasi tumbuhan serta hasil pernapasan manusia. Selain dari itu gas ini juga dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar minyak dan gas yang banyak di pergunakan di kota. Setiap jenis bahan bakar yang dipergunakan menghasilkan jumlah emisi gas CO2 yang berbeda-beda.
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
Untuk mengetahui seberapa besar emisi karbondioksida yang dihasilkan dari aktivitas kota, maka dilakukan pendekatan penghitungan emisi karbondioksida. Faktor emisi adalah nilai yang digunakan untuk mendapatkan berat karbondioksida berdasarkan besaran-besaran yang dinilai, misalnya minyak tanah, bensin, solar, LPG dsb. Faktor emisi untuk perhitungan karbondioksida dalam penelitian
ini
diperoleh melalui studi literatur. Faktor emisi disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Emisi gas CO2 yang Dihasilkan oleh Beberapa Macam Bahan Bakar
No 1 2 3 4
Jenis Bahan Bakar Bensin Solar Minyak tanah LPG
Jumlah Emisi 2,31 2,68 2,52 1,51
Satuan Kg/lt Kg/lt Kg/lt Kg/kg
Sumber: DEFRA (2005) dan The Nasional Energy Foundation (2005) dalam (Dahlan, 2007)
Perhitungan Estimasi Emisi CO2 yang dihasilkan bahan bakar minyak dan gas adalah sebagai berikut: Solar mempunyai density 0,7329 kg/liter,
atom C
diasumsikan sama dengan 12 dan berat 1 liter solar sama dengan 0,7329 kg, maka kandungan CO2 dalam 1 liter solar sama dengan 44/12 kali 0,7329 kg sama dengan 2,687 kg. Jadi faktor emisi solar adalah sebesar 2,687 kg CO2/liter, yang artinya setiap liter solar akan menghasilkan emisi 2,687 kg CO2. Sedangkan Minyak tanah memiliki atom C sebanyak 10-12 per molekul. Diasumsikan, kandungan C dalam minyak tanah adalah 85 % (fraksi berat), massa jenis minyak tanah sebesar 0,8136 kg/liter, maka faktor emisi minyak tanah dapat dihitung sebagai berikut: Berat 1 liter
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
minyak tanah sama dengan 0,8136 kg, kandungan atom C dalam 1 liter minyak tanah 0,8136 kg x 85 % sama dengan 0,6916. Kandungan CO2 dalam 1 liter minyak tanah 44/12 kali 0,6916 kg sama dengan 2,5359 kg. Jadi faktor emisi minyak tanah adalah sebesar 2,5359 kg CO2/liter (BAPEDALDASU, 2008) Menurut Goth (2005) diacu dalam Dahlan (2007), Manusia sebagai makhluk hidup juga menghasilkan gas CO2. Rataan manusia bernapas dalam keadaan sehat dan tidak banyak bergerak sebanyak 12 - 18 kali permenit yang banyaknya sekitar 500 ml udara pada setiap tarikan napas. Jadi manusia membutuhkan sebanyak 6 – 9 liter udara dalam 1 menit atau 360 – 540 liter dalam 1 jam. Jumlah gas CO2 yang dihasilkan dari pernapasan manusia dalam 1 jam sebanyak 39,6 gr CO2.
2.3 Bahan Bakar Minyak dan Gas Manusia membutuhkan bahan bakar minyak yang diperoleh dari minyak bumi. Minyak bumi adalah suatu campuran kompleks yang sebagian besar terdiri atas hidrokarbon.
Hidrokarbon yang terkandung dalam minyak bumi terutama
alkana (CnH2n+2), kemudian sikloaltana (CnH2n). Minyak mentah (Crude oil) mengandung sekitar 500 jenis hidrokarbon dengan jumlah atom C-1 hingga 50. Dalam kimia organik, senyawa hidrokarbon terutama parafinik dan aromatik mempunyai titik didih masing-masing, dimana panjang rantai hidrokarbon berbanding lurus dengan titik didih dan densitasnya.
Semakin panjang rantai
hidrokarbon maka titik didih dan densitasnya semakin besar.
Oleh karena itu
pengolahan (pemurnian/refining) minyak bumi dilakukan melalui distilasi bertingkat,
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
dimana minyak mentah dipisahkan ke dalam kelompok-kelompok (fraksi). Fraksi minyak bumi setelah didestilasi berdasarkan titik didihnya dapat dibedakan menjadi bahan bakar minyak dan gas seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jenis Bahan Bakar Hasil Destilasi Minyak Bumi No Jenis Bahan Bakar 1
Gas
2
Gasolin (bensin) Kerosin (minyak tanah)
3
4
Solar
Rentang rantai karbon C1 - C5
Titik didih
C6 – C11
50° - 85° C
C12 – C20
85°-105° C
C21 – C30
105° 135°C
0° - 50° C
Peruntukan Gas tabung, BBG, umpan proses petrokimia Bahan bakar motor Bahan bakar rumah tangga Bahan bakar motor, bahan bakar industri, umpan proses petrokimia Bahan bakar motor, bahan bakar industri
Sumber: Zuhra, CF. (2009)
Bahan bakar yang banyak dipergunakan saat ini adalah bensin, solar, minyak diesel,minyak tanah dan LPG. Premium adalah bahan bakar minyak berwarna kekuningan yang jernih. Warna kuning tersebut akibat adanya zat pewarna tambahan. disebut juga gasoline atau petrol (PT Pertamina, 2009a).
Bahan bakar ini
Minyak tanah atau
kerosene merupakan bagian dari minyak mentah yang memiliki titik didih antara 150°C dan 300°C dan tidak berwarna (PT Pertamina, 2009b). Minyak diesel adalah hasil penyulingan minyak yang berwarna hitam yang berbentuk cair pada temperatur rendah. Biasanya memiliki kandungan sulfur (PT Pertamina, 2009c). Gas alam
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
terdiri dari alkana suhu rendah yaitu metana, etana, propana dan butana dengan metana sebagai komponen utamanya. Alkana adalah golongan senyawa yang kurang reaktif karena sukar bereaksi sehingga disebut parafin yang artinya afinitas kecil. Reaksi penting dari alkana adalah pembakaran, substitusi dan perengkahan (cracking), pembakaran sempurna menghasilkan CO2 dan H2O. Reaksi pembakaran propana adalah C3H8 + 5O2
3CO2 + 4H2O. Jika pembakaran tidak sempurna
menghasilkan CO dan H2O atau jelaga (partikel karbon).
Propana dan butana
dipisahkan kemudian dicairkan dikenal dengan LPG (liquid petrolium gas), di Indonesia dikenal dengan elpiji (Minyak Bumi Amy. 2008).
2.4 Fotosintesis Fotosintesis adalah proses metabolisma pada tanaman dengan bantuan klorofil dan cahaya, mengubah karbondioksida dan air menjadi karbohidrat dan molekul oksigen. Proses fotosintesa berlangsung pada jaringan mesofil, karena pada jaringan tersebut terdapat kloroplas di mana juga terdapat klorofil. Kloroplas terdiri dari dua bagian yaitu : (1). Tilakoid yang tersusun dari grana yang mungkinkan terjadinya pengubahan energi cahaya menjadi energi kimia. (2) Lamela bagian cair (kurang padat) yang merupakan tempat terjadinya reduksi CO2 pada reaksi gelap. Gas karbondioksida sebagai bahan utama fotosintesa masuk melalui stomata. Produktivitas tanaman dapat dengan tepat ditaksir dengan mengukur baik oksigen maupun karbondioksida yang digunakan dalam proses fotosintesis karena jumlah C dalam CO2 berbanding lurus dengan jumlah C terikat dalam gula selama fotosintesis,
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
produktivitas dapat diduga dengan menghilangnya CO2 di lingkungannya (Harjadi, 1979). Persentase karbohidrat yang dihasilkan selama proses fotosintesis dapat digunakan untuk menentukan massa karbondioksida yang diserap oleh tanaman, Persentase karbohidrat diketahui melalui metode analisis karbohidrat yang menggunakan alat spektrofotometer. Massa karbohidrat hasil fotosintesis dianalisis dengan metode Somogyi Nelson. Metode karbohidrat adalah metode mengukur kadar karbohidrat total pada daun.
Kramer dan Kozlowski (1979) menyatakan
bahwa setelah gas CO2 diserap oleh daun, maka akan diubah menjadi karbohidrat yang kemudian akan diikuti oleh beberapa proses. Kemampuan atau efisiensi tumbuhan dalam mensintesis karbohidrat menurut Lakitan (1993) dipengaruhi oleh beberapa faktor genetik.
Berdasarkan proses
fotosintesisnya ada tiga golongan besar tumbuhan yaitu tumbuhan C-4 yang mempunyai produk awal fotosintesisnya berupa senyawa dengan 4 atom C yang disebut asam malat atau asam asparat. Contohnya : tebu, jagung, sorgum dan beberapa spesies rumput asal tropis. Tumbuhan C-3 tumbuhan yang menghasilkan produk awal fotosintesis dengan 3 atom C (asam 3-fosfogliserat), contohnya seluruh gymnospermae, pteridophyta, bryophyte dan ganggang.
Tumbuhan CAM
(Crassulacean Acid Metabolism) tanaman karakteristik untuk daerah asam, panas, seperti gurun. Kebanyakan berupa tanaman sukulen dan mempunyai kutikula yang khas dengan vakuola yang besar dan lapisan sitoplasmanya tipis. Tumbuhan yang ditandai dengan metabolisme unik di mana melibatkan proses karboksilasi ganda berurutan, contohnya: sukulen dan tumbuhan di daerah kering.
Secara umum
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
tumbuhan C-4 mempunyai laju fotosintesis yang tertinggi sementara tumbuhan CAM mempunyai laju fotosintesis yang rendah. Berdasarkan umur daun kemampuan berfotosintesis akan meningkat pada awal perkembangan daun, tetapi kemudian menurun sebelum daun tersebut berkembang penuh. Perbedaan warna dapat digunakan untuk membandingkan warna antara daun yang masih muda dan daun dewasa. Daun yang muda berwarna hijau muda keputih-putihan, sedangkan yang sudah dewasa biasanya berwarna hijau tua. Daun yang mengalami scnesscene akan berwarna kuning dan hilang kemampuannya untuk berfotosintesis karena perombakan klorofil dan hilangnya kloroplas. Cahaya merupakan sumber energi untuk reaksi anabolik fotosintesis. Secara umum fiksasi CO2 maksimum terjadi di sekitar tengah hari, yakni pada saat intensitas cahaya mencapai puncaknya. Namun, efisiensi fotosintesis maksimum tercapai pada intensitas cahaya matahari penuh dan hari panjang yang hasil tertinggi tanaman dicapai.
Adanya penutupan cahaya matahari oleh awan akan
mempengaruhi laju fotosintesis. Peningkatan cahaya secara berangsur-angsur akan meningkatkan fotosintesis sampai tingkat kompensasi cahaya yaitu tingkat cahaya saat pengambilan CO2 sama dengan pengeluaran CO2. Karbondioksida merupakan komponen gas di udara. Walaupun
CO2 itu
rendah, 85-92 % berat kering tanaman berasal dari pengambilan CO2 dalam fotosintesis (Gardner et al. 1991). CO2 adalah bahan utama fotosintesis, kecepatan fotosintesis meningkat dengan meningkatkannya konsentrasi CO2 intraseluler (Mooney dan Ehrelinger, 1977).
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
Pengaruh utama kekurangan air pada fotosintesis adalah dalam hal aktivitas stomata yaitu membuka dan menutupnya stomata. Stomata memiliki fungsi sebagai pintu masuknya CO2 dan keluarnya uap air ke daun atau dari daun. Besar kecilnya pembukaan stomata merupakan regulasi terpenting yang dilakukan oleh tanaman, di mana tanaman berusaha memasukkan CO2 sebanyak mungkin tetapi dengan mengeluarkan air sedikit mungkin, untuk mencapai effisiensi pertumbuhan yang tinggi. Jika CO2 di atmosfir meningkat, tanaman tidak membutuhkan pembukaan stomata maksimum untuk mencapai kadar CO2 optimum di dalam daun, sehingga laju pengeluaran air dapat dikurangi (June, 2006). Apabila kekurangan air makin parah, tahanan mesofil juga akan meningkat karena adanya kerusakan permanen pada peralatan fotosintesis (Gardner et al. 1991). Menurut Etherington (1976) daun yang terserang penyakit menyebabkan tidak bisa melakukan fotosintesis sacara optimal.
2.5 Tumbuhan Sebagai Penyerap Gas CO2 Tumbuhan yang ada di dalam dan di sekitar kota dapat diarahkan untuk mengatasi efek rumah kaca. Efek rumah kaca adalah gejala lebih hangatnya suhu udara khususnya di pusat kota. Hutan dan taman kota dapat menyerap gas CO2. Hutan Kota dapat menciptakan iklim mikro yang sejuk dan nyaman. Oleh sebab itu, efek rumah kaca dapat diatasi dengan baik oleh hutan kota yang luas. Tumbuhan dapat menyerap gas CO2 melalui proses fotosintesa dengan rumus: 6 mol CO2 + 12 mol H2O
1mol C6H12O6 + 6 mol O2 + 6 mol H2O.
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
Kemampuan tanaman dalam menyerap gas CO2 bermacam-macam. Menurut Prasetyo et al, (2002) hutan yang mempunyai berbagai macam tipe vegetasi memiliki kemampuan atau daya serap terhadap CO2 yang berbeda. Daya serap berbagai macam tipe vegetasi terhadap CO2 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Cadangan Karbon Penutupan Vegetasi No 1 2 3 4
Tipe penutupan Pohon Semak Belukar Padang Rumput Sawah
Dan Daya Serap Gas CO2 Berbagai Tipe
Daya Serap gas CO2 (kg/ha/jam) 129,92 12,56 2,74 2,74
Daya serap CO2 (ton/ha/tahun) 569,07 55,00 12,00 12,00
Sumber: Prasetyo et al. (2002) dalam Tinambunan (2006)
Menurut Gordinho et al (2003), tanaman mahoni yang berumur 11 tahun dengan kepadatan 940 pohon/ha mempunyai daya serap sebesar 25,40 ton CO2/ha/tahun, sedangkan tanaman mangium dengan umur yang sama namun kepadatannya 912 pohon/ha mempunyai daya serap 23,64 ton CO2 /ha/tahun. Kemudian Hairiah et al (2001) dalam (Dahlan, 2007) menyatakan bahwa tanaman sengon dapat menyerap 33,03 ton CO2/ha/tahun, sedangkan perkebunan kopi mampu menyerap 8,07 ton CO2/ha/tahun.
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Maret 2009 sampai Juni 2009 di 4 kecamatan yang ada di pusat Kota Medan, yaitu Kecamatan Medan Kota, Kecamatan Polonia, Kecamatan Medan Maimun dan Kecamatan Petisah.
Penghitungan kepadatan
kendaraan bermotor dan pengukuran konsentrasi udara ambien gas CO2 di lakukan di jalan Stadion Teladan, jalan M.T. Haryono, Brigjen Katamso, jalan Padang Golf Polonia, Sudirman, Ir H. Juanda dan Kapten Maulana Lubis. Pengukuran daya serap gas CO2 oleh pohon dilakukan dengan metode massa karbohidrat pada daun. Pohon yang dihitung daya serap gas CO2nya berasal dari Taman Beringin, Tanaman Ahmad Yani dan Lapangan Benteng. Pengukuran massa karbohidrat daun dilakukan di laboratorium BB-BIOGEN
(Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan sumber daya Genetik Bogor).
3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : plastik, tabung reaksi, pipet kaca berskala, cawan porselen, kertas filter dengan kesarangan 0,05 mg/cm, spektrofotometer dengan panjang gelombang 500µm, timbangan elektrik (ketelitian 0,01 g), oven, water bath (penangas air), pengukuran luas daun menggunakan Autocad 2006, Direct Reading Analyzer untuk mengukur udara ambien gas CO2 ,
18
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
teropong dan Counter. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: alkohol 70%, HCl 0,7 N; NaOH 1 N; fenol merah; ZnSO4 5%; Ba(OH)2 0,3 N; pereaksi Cu, pereaksi Nelson, aquades, koran bekas dan sampel daun dari 16 jenis tanaman yang tumbuh di Taman Beringin, Taman Ahmad Yani dan Lapangan Benteng. Proses pembuatan pereaksi Cu yaitu dengan menimbang 12 g KNa Tartrat, 24 g Na2O3, 2 g CuSO4, 20 ml H2O (10% Cu), serta 16 g NaHCO3. Kemudian 180 g Na2SO4 dilarutkan dengan air panas dan didinginkan. mencampurkan larutan KNa Tartrat, Na2O3, CuSO4, H2O, NaHCO3, Na2SO4 Campuran tersebut disimpan selama 2 hari di tempat gelap atau botol
gelap. Proses pembuatan Pereaksi Nelson:
Melarutkan 25 g (NH4) 6 Mo7O24 ( Amonium molibdat) dalam 450 ml H2O dan ditambahkan dengan 21 ml H2SO4 pekat. Melarutkan
3 g Na2HASO4.7H2O (
Amonium hydrogen arsenat) dalam 25 ml H2O, kemudian Mencampurkan larutan a dan b kemudian dipanaskan pada suhu 37oC selama 1-2 hari dan disimpan pada botol gelap.
3.3 Komponen Penelitian dan Parameter yang Diamati Penelitian ini terdiri dari 7 sub-penelitian yaitu: 1. Jumlah penduduk dengan parameter jumlah penduduk dan sumber data berasal dari PBS Kota Medan. 2. Penghitungan kepadatan kendaraan, parameter yang diukur jumlah kendaraan dan sumber data berupa data primer.
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
3. Udara ambien CO2, parameter yang diukur CO2 dan sumber data berupa data primer. 4. Perhitungan kebutuhan BBM&G serta prediksi di masa yang akan datang, parameter yang diukur adalah jumlah BBMG dan sumber data berasal dari Pertamina unit pemasaran I. 5. Perhitungan emisi gas CO2 dengan parameter yang diukur adalah faktor emisi dari setiap jenis BBM&G dan sumber data berasal dari internet, Bapedalda Sumut dan Pertamina. 6. Penentuan daya serap gas CO2 oleh pohon, parameter yang diukur daya serap gas CO2 oleh pohon dan sumber data dari daya serap gas CO2 dengan metoda karbohidrat. 7. Penentuan kebutuhan luasan hutan kota, parameter yang diukur penggunaan BBM&G dengan sumber data berasal dari dari pertamina unit pemasan 1, konstanta emisi gas CO2 dari BBM&G
3.4 Metode Penelitian Untuk memperjelas langkah-langkah penelitian dapat dilihat pada diagram alir dibawah ini.
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
Analisis kebutuhan hutan kota sebagai penyerap gas CO2
A
B
Emisi CO2 BBMG
C Udara ambien CO2
Pengukuran daya serap CO2
Tegakan
1 Jlh pen du duk
10 tahun terakhir
6
2 Kebutuh an BBMG 2 tahun terakhir
kebu tuhan BBMG Perka pita
Lab Dilapangan
Kepa datan kenda raan
Me tode KH
Jlh daun per tegakan
Sampel daun
7 % Karbhidrat kering
Udara ambien CO2
Massa karbohidrat basah Prediksi Jlh penduduk s/d 2050
Predik si kebu tuhan BBMG s/d 2050
4 Pengukuran luas daun
Daya serap CO2 per 1ha
5 Emisi CO2 BBMG s/d 2050
3
Kebutuhan hutan kota
Gambar 2. Diagram Alir Langkah-langkah Penelitian RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
3.4.1 Prediksi Jumlah Penduduk di 4 Kecamatan yang Ada di Pusat Kota Jumlah penduduk di pusat Kota Medan, yaitu Kecamatan Medan Kota, Kecamatan Medan Polonia, Kecamatan Medan Maimun dan Kecamatan Medan Petisah diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dari tahun 2001 sampai dengan 2007. Prediksi jumlah penduduk sampai dengan 2050 menggunakan proyeksi penduduk. Proyeksi jumlah penduduk menggunakan metode Geometric rate of growth, yaitu pertumbuhan penduduk yang menggunakan dasar bunga berbunga (bunga majemuk). Jadi pertumbuhan penduduk dimana angka pertumbuhan (rate of growth = r) adalah sama untuk setiap tahun (Ritonga et al. 2003). Rumus yang digunakan untuk menganalisis data adalah sebagai berikut: Rumus: Pn = Po(1 + r ) n
Keterangan : Pn = jumlah penduduk pada tahun ke n (jiwa) Po = Jumlah penduduk pada tahun pertama pencatatan (jiwa) r = angka pertambahan penduduk (%) n = jumlah tahun perencanan
3.4.2 Penghitungan Kepadatan Lalu Lintas Harian Penghitungan kepadatan lalu lintas harian untuk menentukan waktu kepadatan kendaraan tertinggi dan terendah. Informasi ini untuk dijadikan sebagai penentuan waktu pengambilan contoh udara ambien gas CO2. Kepadatan kendaraan
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
di 7 lokasi yakni: di jalan Stadiun Teladan, jalan MT Haryono, Istana Maimun, jalan Padang Golf Polonia, jalan Sudirman dan jalan Kapten Maulana Lubis. Penghitungan dilakukan setiap setengah jam dari pukul 5.00 – 22.00
3.4.3 Pengukuran Udara Ambien Gas CO2 Alat yang dipergunakan untuk mengukur konsentrasi ambien gas CO2 adalah Direct Reading Analyzer, mererk ; QUEST, type/model ; i4Q 5000 pro. Cara penggunaannya pertama-tama hidupkan alat dengan menekan tombol ON/OFF, biarkan indikasi N muncul disisi atas display.
Tekan tombol “Record” hingga
muncul indikasi “R” untuk memulai proses rekam, biarkan selama ± 10 menit (proses sampling). Tekan tombol “ON/OFF” kembali untuk menghentikan proses sampling. Tekan tombol panah [▼] untuk melihat hasil konsentrasi min, max dan TWA (Time Weight Average). Hubungkan kabel RS 272 ke PC untuk melihat Soffwere yang lebih detail lagi. Pengukuran udara ambien dilakukan di 7 lokasi yaitu: Stadiun teladan, jalan MT Haryono, Istana Maimun, jalan Padang Golf Polonia, jalan Sudirman dan jalan Kapten Maulana Lubis. Lokasi pengukuran udara ambien dapat dilihat pada gambar 3 dibawah ini.
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
Keterangan:
Pengukuran udara ambien gas CO2
Gambar 3. Lokasi Pengukuran Gas CO2 Udara Ambien 3.4.4 Perhitungan Kebutuhan Bahan Bakar Minyak dan Gas serta Prediksi Kebutuhannya di Masa yang akan Datang (Dahlan, 2007) Prediksi kebutuhan bahan bakar minyak dan gas sampai dengan tahun 2050 dengan penggunaan data bahan bakar minyak dan gas (bensin, solar, minyak tanah dan LPG) 2 tahun terakhir yang diperoleh dari PT Pertamina Unit Pemasaran I Medan. Dengan memperhatikan jumlah populasi penduduk pada tahun yang sama
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
di 4 kecamatan yang ada di pusat Kota Medan, maka penggunaan bensin, solar, minyak tanah dan LPG per jiwa dapat dihitung. Perhitungan kebutuhan BBM&G per kapital (Dahlan, 2007)
Kebutuhan BBMG per kapita
=
Penggunaan BBM & G Jumlah Penduduk
Menghitung Kebutuhan BBM&G masa yang akan Datang = Prediksi jumlah penduduk X kebutuhan BBM&G per kapita.
3.4.5 Perhitungan Emisi Gas CO2
Adanya angka laju pertumbuhan penduduk, maka jumlah penduduk sampai dengan tahun 2050 dapat dihitung dan kebutuhan bahan bakar minyak dan gas pada tahun-tahun yang akan datang juga dapat dihitung.
Setelah diperoleh angka
kebutuhan bahan bakar minyak dan gas sampai dengan tahun 2050, maka jumlah emisi gas CO2 yang dihasilkan bahan bakar minyak dan gas dapat dihitung. Emisi gas CO2 antropogenik = jumlah penduduk x kebutuhan bahan bakar perjiwa x faktor emisi dari setiap jenis bahan bakar. ( Dahlan, 2007) Perhitungan emisi gas CO2 yang dihasilkan bahan bakar minyak dan gas dapat di lihat pada Tabel. 4 dibawah.
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
Tabel. 4 Perhitungan Jumlah Emisi Gas CO2 Per Jiwa Jenis bahan Penggunaan Faktor emisi Jumlah emisi (kg) bakar (l/jiwa) (kg/l) Bensin Ai 2,31 2,31 Ai Solar Bi 2,68 2,68 Bi Minyak Tanah Ci 2,52 2,52 Ci LPG*) Di 1,51 1,51 Di Jumlah Emisi Gas CO2 per jiwa 2,31 Ai + 2,68 Bi + 2,52 Ci + 1,51 Di Keterangan *) Khusus satuan penggunaan untuk LPG adalah kg/jiwa
Dalam pernapasannya manusia juga menghasilkan CO2. Menurut Goth (2005) dalam (Endes, 2007) jumlah gas CO2 yang dihasilkan dari pernapasan manusia dalam 1 jam sebanyak 39,6 g CO2. CO2 yang dikeluarkan manusia =
Jumlah penduduk X CO 2 yang dikeluarkan manusia dalam satu jam
3.4.6 Pengukuran Daya Serap Gas CO2
Penelitian ini diawali dengan menentukan lokasi penelitian, jenis pohon yang dipilih yang mempunyai diameter yang relatif sama (30-40 cm), berpenampilan sehat dan tidak terserang penyakit.
3.4.6.1 Jumlah daun perpohon Untuk menentukan daya serap CO2 per pohon, maka dihitung jumlah daun per pohon. Jumlah cabang yang ada dalam satu pohon dihitung dan dikelompokkan berdasarkan ukurannya. Satu cabang dari setiap kelompok dihitung jumlah daunnya, kemudian jumlah daun dari satu cabang pada setiap kelompok dikalikan jumlah
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
cabang yang terdapat pada tiap kelompoknya. Menggabungkan jumlah daun pada tiap kelompok sehingga diperoleh jumlah daun per pohon.
3.4.6.2 Massa karbohidrat daun Penentuan massa karbohidrat daun terdiri dari dua tahapan, yaitu: pengambilan daun sampel dan pengukuran massa karbohidrat 1. Pengambilan Daun Sampel Mula-mula menentukan jenis pohon yang akan dijadikan sampel, yaitu jenis tanaman hutan yang endemik, sehat, tidak terserang penyakit terdapat di Taman Beringin, Taman Ahmad Yani dan Lapangan Benteng. Kemudian memetik daun yang masih dapat dijangkau oleh galah, timbang sebanyak 30 gram dengan komposisi daun muda, dewasa dan tua tiap jenis tanaman. Pengambilan sampel daun tiap jenis tanaman dilakukan dalam 2 tahapan waktu, yaitu: pada pukul 05.00 WIB dan pukul 10.00 WIB pada hari yang sama. Pengambilan daun yang dimulai pada pukul 05.00 WIB dihentikan pada pukul 05.30 WIB. Hal itu karena pada pukul 05.30 WIB tanaman memulai proses fotosintesis karena pada jam tersebut matahari sudah terbit. Memasukkan sampel daun ke dalam plastik, rendam dengan alkohol 70% selama 15 menit, perendaman dalam alkohol dilakukan untuk mencegah terjadinya fotosintesis dan respirasi lanjutan setelah daun dipetik dari pohon. Sampel daun kemudian dikeringkan. Lakukan ulangan pada pukul 10.00 WIB pada hari yang sama.
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
2. Pengukuran Massa Karbohidrat Kadar kandungan karbohidrat pada daun setiap jenis tanaman diukur pada pukul 05.00 pagi dan pukul 10.00. Massa karbohidrat hasil fotosintesis dianalisis dengan metode Somogyi Nelson, sehingga didapat nilai absorpsi karbohidrat (A). Penghitungan karbohidrat kering (%KH kering) dengan menggunakan rumus: ⎧ A 100 20 ⎫ ⎪ S × 0,2 × 1 ×100%⎪ ⎨ ⎬ ⎪ ⎪ 1000000 ⎩ ⎭
Keterangan: S : rata-rata standar karbohidrat A : Absorpsi karbohidrat sampel
20 100 merupakan faktor pengenceran dan 0 ,2 1 3. 4.6.3 Daya serap Karbondioksida Persentase karbohidrat yang dihasilkan selama proses fotosintesis dapat digunakan untuk menentukan massa karbondioksida yang diserap oleh tanaman, karena menurut Harjadi (1979), penafsiran massa karbondioksida yang digunakan dalam proses fotosintesis berbanding lurus dengan jumlah karbon dalam karbohidrat (Dahlan, 2007).
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
1. Penentuan massa karbohidrat dalam daun segar atau daun basah. Massa karbohidrat merupakan persentase karbohidrat basah dari bobot basah daun sampel. Untuk itu perhitungan massa karbohidrat basah menggunakan rumus: Massa C6H12O6 = % KH basah x bobot basah daun (30 gram) % KH basah =
% KA
=
100% − KA x KH kering 100
bobot basah daun − bobot basah ker ing X 100% Bobot basah daun
KA : kadar air tiap jenis daun
2. Penentuan massa karbondioksida Menurut Harjadi ( 1979) karbon yang terdapat pada karbondioksida berbanding lurus dengan karbon yang terdapat pada gulanya. Oleh karena itu massa karbondioksida diperoleh dari konversi massa karbohidrat.
Massa karbohidrat
dihitung dengan rumus: Massa CO2 = massa C6H12O6 x 1,467 Rumus tersebut didapat dari persamaan reaksi fotosintesis: 6CO2 + 6H2O
C6H12O6 + 6O2
Dari persamaan reaksi tersebut dapat dilihat 1 mol C6H12O6 setara dengan 6 mol CO2 sehingga perhitungannya adalah: Mol C6H12O6 = massa C6H12O6 Massa CO2
: Mr C6H12O6
= 6 x mol C6H12O6 x Mr CO2
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
= 6x
= 6x
Massa C 6 H 12O6 x Mr CO 2 Mr C 6 H 12O6
Massa C 6 H 12O6 x 44 180
= Massa C 6 H 12O6 x 1,467 Keterangan : Mr: massa molekul relative Ar C = 12, Ar H = 1, Ar O = 16 Mr C6H12O6 = (6 x Ar C) + (12 x Ar H) + (6x Ar O) = (6 x 12) + (12 x 1 ) + (6 x 16 ) = Mr CO2
72
+
12
+
96
= 180
= (1 x Ar C) + (2 x Ar O ) = (1 x 12) + (2 x 16) = =
12
+
32
44
3. Penentuan daya serap karbondioksida per luas sampel daun (D) Menurut Sutrian (1992), daya serap daun dipengaruhi oleh luas daun. Perhitungan daya serap CO2 per luas sampel daun menggunakan rumus: D =
massa CO 2 Luas daun (dari 30 gr sampel daun)
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
4. Penentuan daya serap karbondioksida bersih per satuan luas per jam (Dt) Daya serap karbondioksida per satuan luas per jam merupakan banyaknya massa CO2 yang diserap per satuan luas daun per jam. perhitungan Daya serap karbondioksida per satuan luas per jam dengan rumus: Dt =
D Δt
Keterangan: Dt = daya serapan bersih CO2 per luas daun per jam D = daya serapan CO2 per luas sampel daun Δt = selisih waktu pengambilan sampel yang dimulai pukul 06.00 sampai pukul 10.00
dengan
5. Penentuan daya serap karbondioksida per luas helai daun per jam (Dl) Daya serap karbondioksida per luas helai daun per jam merupakan kemampuan 1 helai daun untuk menyerap gas CO2 selama satu jam. Perhitungan daya serap karbondioksida per luas helai daun per jam diperoleh dengan rumus: Dl = Dt x luas per helai daun Keterangan: Dl = daya serapan CO2 per helai daun per jam Dt = daya serapan bersih CO2 per luas daun per jam
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
6. Penentuan luas daun per pohon Luas daun per pohon diperlukan untuk menentukan kemampuan 1 pohon dalam menyerap gas CO2. Perhitungan luas daun dengan rumus: Luas rata − rata daun per 30 gram bobot basah daun x ∑ daun per pohon
∑ daun per 30 gram bobot basah daun
7. Penentuan daya serapan karbondioksida per pohon per jam (Dn) Daya serap karbondioksida per pohon per jam yaitu kemampuan 1 pohon untuk menyerap gas CO2 selama 1 jam. Perhitungan daya serap karbondioksida per pohon per jam dengan menggunakan rumus: Dn = Dt x Σd x luas per helai daun Keterangan: Dn = daya serapan bersih CO2 per pohon per jam Dt = daya serapan bersih CO2 per luas daun per jam Σd = jumlah daun tiap pohon
8. Penentuan daya serap karbondioksida per pohon per tahun ( Dy) Daya serap karbondioksida per pohon per tahun yaitu kemampuan 1 pohon untuk menyerap gas CO2 selama satu tahun. Perhitungan Daya serap karbondioksida per pohon per tahun dengan rumus: Dy = [{Dn x t} + { Dn x (A – t) x 0,46}] x 365
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
Keterangan: Dy
= daya serap CO2 per pohon per tahun
Dn
= daya serap per pohon per jam
A
= nilai rata-rata lama penyinaran maksimum per hari, satuan dalam jam/ hari
t
= nilai rata-rata lama penyinaran aktual per hari di Medan satuan dalam jam/hari
0,46
= perbandingan antara rata-rata per hari laju fotosintesis pada hari mendung dengan hari cerah (Sitompul & Guritno 1995)
365
= jumlah hari dalam satu tahun
9. Menentukan jumlah pohon sebagai penyerap emisi gas karbondioksida Jumlah pohon yang diperlukan untuk penyerap emisi gas CO2 dipengaruhi oleh banyaknya gas CO2 antropogenik yang harus diserap dan daya serap gas CO2 tiap pohon. Perhitungan jumlah pohon yang diperlukan menggunakan rumus: Pn =
E Dy
Keterangan: Pn
= jumlah pohon
Dy
= daya serap bersih CO2 per pohon per tahun
E
= emisi yang berasal dari bahan bakar minyak dan gas
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
3.4.7
Penentuan Luasan Hutan Karbondioksida (Lhk)
Kota
sebagai
Penyerap
Emisi
Gas
Hutan kota seharusnya tersedia dengan luasan yang cukup untuk menyerap gas-gas CO2 antropogenik, agar gas CO2 ambien tidak terus meningkat. Untuk itu luasan hutan kota dihitung berdasarkan pada banyaknya emisi gas CO2 antropogenik. Luasan optimal hutan kota diharapkan dapat mengimbangi dampak polusi CO2 antropogenik sehingga fungsinya sebagai penyerap gas CO2 dapat tercapai dengan tetap memperhatikan kenyamanan dan keamanan. Kebutuhan luasan hutan untuk menyerap gas CO2 antropogenik hasil pembakaran bahan bakar minyak dan gas adalah sebagai berikut: Lhk =
Pn x 1 ha 400
Keterangan : Lhk = Luas hutan kota yang dibutuhkan untuk menyerap karbondioksida dari bahan bakar minyak dan gas. Pn = jumlah pohon 400 = jumlah pohon dalam satu hektar jika jarak tanam antar tanaman 5 meter
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penduduk
Penduduk merupakan aspek yang penting dalam perencanaan dan pengelolaan kota, karena banyak permasalahan lingkungan berawal dari masalah kependudukan.
Perkembangan jumlah penduduk di Kecamatan Medan Kota,
Kecamatan Medan Petisah, Kecamatan Polonia dan Kecamatan Medan Maimun dari tahun 2001 sampai 2050 mengalami perkembangan yang berbeda-beda, seperti terlihat pada Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5. Pertumbuhan Penduduk di 4 Kecamatan yang Merupakan Pusat Kota Medan Ta hun 2001 2002 2003 Real 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Pre 2020 diksi 2030 2040 2050
Medan Kota 80.917 82.486 83.213 82.901 82.940 82.982 82.783 83.603 84.430 85.266 86.110 86.963 87.824 88.693
Kecamatan terkait Medan Medan Petisah Maimun 46.930 69.025 47.842 70.364 48.600 65.938 49.048 66.073 50.426 66.926 52.034 67.057 52.472 66.896 52.991 67.558 53.516 68.227 54.046 68.903 54.581 69.585 55.121 70.274 55.667 70.969 56.218 71.672
Medan Polonia 47.410 48.329 47.232 47.137 47.057 48.958 56.821 57.384 57.952 58.525 59.105 59.690 60.281 60.878
Jlh
LPP
Rataan
Penduduk 244.282 249.021 244.983 245.159 247.349 251.031 258.972 261.536 264.125 266.740 294.355 324.829 358.459 395.570
(%)
LPP
1,94 -1,62 0,07 0,89 1,49 3,16 0,99 0,99 0,99 0,99 0,99 0,99 0,99
0,99%
0,99%
Keterangan: prediksi jumlah penduduk berdasarkan rataan laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2002-2007 yakni sebesar 0.99 % dan tanpa adanya perubahan nilai laju pertumbuhan penduduk sampai tahun 2050. Sumber: BPS Kota Medan
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota 35 Medan, 2009
Berdasarkan data di atas terjadi penurunan jumlah penduduk di Kecamatan Medan Petisah dan Kecamatan Medan Maimun pada tahun 2003, menurut Camat setempat ini disebabkan
karena terjadi relokasi penduduk sebagai akibat
pembangunan mall, pertokoan dan perkantoran, sebagai contoh pertokoan Multatuli (Kecamatan Medan Maimun) dan Medan Bisnis center (Medan Petisah).
4.2 Kepadatan Lalulintas Harian
Kendaraan bermotor merupakan alat bantu transportasi untuk memperlancar aktivitas manusia. Oleh karena itu bertambahnya
jumlah penduduk akan
menyebabkan bertambahnya jumlah kendaraan bermotor, ditambah perilaku anggota masyarakat yang memiliki lebih dari satu atau dua kendaraan bermotor dalam satu keluarga. Banyaknya jumlah kendaraan bermotor ini menyebabkan menurunnya kualitas udara yaitu meningkatnya gas karbondioksida. Gambar 4 di bawah ini memperlihatkan kepadatan lalu lintas harian.
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
Keterangan: Penghitungan kepadatan lalulintas menggunakan Hand Couter
Gambar 4. Grafik Kepadatan Lalulintas Rataan Harian
Dari Gambar 4 di atas dapat diketahui bahwa kepadatan lalu lintas harian tertinggi terjadi pada pukul 17.00-18.00, karena berakhirnya sebagian besar kegiatan masyarakat. Sedangkan kepadatan lalu lintas harian terendah terjadi pada pukul 05.00 – 06.00. Jalan Kapten Maulana Lubis merupakan lokasi penelitian yang kepadatan lalu lintasnya tertinggi karena jalan tersebut dilalui oleh kendaraan yang menuju ke pusat pertokoan, hotel dan perkantoran disekitar lapangan Merdeka.
4.3 Pengukuran Kadar CO2 Ambien
Secara alami gas karbondioksida dihasilkan dari pernapasan makhluk hidup dan perombakan bahan organik juga dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
minyak dan gas yang banyak digunakan di kota.
Pembangunan kantor-kantor
pemerintah, apartemen, hotel, pusat perbelanjaan dan bisnis yang terkonsentrasi di pusat kota menyebabkan jarak tempat tinggal ke tempat kerja atau ke tempat aktivitas lainnya semakin jauh dan padatnya lalulintas menyebabkan lamanya waktu tempuh. Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor mengangkibatkan bertambahnya titik-titik kemacetan yang akan berdampak pada peningkatan konsentrasi gas CO2. Hasil pengukuran udara ambien dapat dilihat pada Gambar 5.
Keterangan: Pengukuran gas ambien CO2 menggunakan alat Direct Reading Analyzer, merk ; QUEST, type/model ; i4Q 5000 pro.
Gambar 5. Kondisi Udara Ambien Gas CO2 di 7 Lokasi Penelitian
Hasil pengukuran udara ambien gas CO2 di 7 lokasi penelitian menunjukkan bahwa pengukuran pada pukul 5.39 sampai dengan pukul 5.49
di jalan M.T.
Haryono mempunyai nilai udara ambien gas CO2 sebesar 4.164 ppm, sedangkan pengukuran pada pukul 7.28 sampai dengan pukul 7.38
di jalan Padang golf
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
sebesar 10.422 ppm, perbedaan ini disebabkan karena meningkatnya jumlah kendaraan yang menunjukkan mulainya aktivitas manusia.
Nilai udara ambien
gas CO2 yang diukur pada pukul 16.21 sampai dengan 16.32 di jalan padang golf sebesar 9.929 ppm, ini menunjukkan pada waktu itu terjadi penurunan aktivitas manusia, sedangkan pada pukul 17.45 sampai dengan pukul 17.55 di jalan Sudirman nilai udara ambien sebesar 20.575 ppm, ini disebabkan banyaknya jumlah kendaraan dan terakumulasinya emisi gas CO2. Berkurangnya Karbondioksida pada pagi hari karena terjadinya pembersihan udara secara alami yaitu CO2 di udara larut dengan air membentuk asam lemah yang bermanfaat untuk melarutkan mineral dalam tanah yang dibutuhkan oleh tumbuhan, dapat juga diserap tumbuhan atau terserap oleh lautan (Wikipedia, 2009b) Rataan udara ambien gas CO2 dari 7 lokasi penenilian pada pagi hari sebesar 7.598 ppm dan sore hari sebesar 17.230 ppm. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja tertanggal 16 Oktober 1997 nilai ambang batas (NAB) udara ambien gas CO2 sebesar 5,000 ppm dan kadar tertinggi yang diperkenankan (KTD) sebesar 30,000 ppm. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja tertanggal 16 Oktober 1997, maka udara ambien gas CO2 di 4 kecamatan yaitu Kecamatan Medan Polonia, Kecamatan Medan Maimun, Kecamatan Medan Kota dan Kecamatan Medan Petisah masih dalam koridor nilai ambang batas yang diizinkan. Namun nilai ini akan bertambah terus jika keadaan ini tidak diperhatikan. Jika udara ambien gas CO2 melebihi KTD akan mengganggu kesehatan, seperti peningkatan tekanan darah dan denyut nadi, penurunan daya dengar. Administrasi Kesehatan dan Keselamatan
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
Kerja Amerika Serikat menyatakan bahwa paparan rata-rata untuk orang dewasa yang sehat selama waktu kerja 8 jam sehari tidak boleh melebihi 5.000 ppm (0.5%). Untuk paparan dalam jangka waktu pendek (di bawah 10 menit), batasan dari Institut Nasional untuk Kesehatan dan Keamanan Kerja Amerika Serikat (NIOSH) adalah 30.000 ppm (3%) (wikipedia, 2009).
4.4 Penggunaan BBM&G dan Emisi Gas CO2 Antropogenik
Umumnya alat transportasi di Indonesia masih menggunakan bahan bakar fosil. Kebutuhan bahan bakar minyak dan gas sampai dengan tahun 2050 dapat diprediksi melalui bahan bakar minyak dan gas yang digunakan pada tahun 2007 dan tahun 2008. Pada tahun 2007 kebutuhan bensin sebanyak 131.023,18 Kl, solar sebanyak 96.460,78 Kl, minyak tanah sebanyak 81.180,96 Kl dan LPG sebanyak 4.862.299,76 Kg.
Sedangkan pada tahun 2008 kebutuhan bensin sebanyak
142.846,88 Kl, solar sebanyak 102.589,63 Kl, minyak tanah sebanyak 80.906,95 Kl dan LPG sebanyak 5.469.711,67 Kg. Dengan memperhatikan jumlah penduduk di tahun yang sama di 4 kecamatan, yaitu pada tahun 2007 sebanyak 258.972,00 orang dan tahun 2008 sebanyak 261.536,00 orang, maka diperkirakan kebutuhan bahan bakar minyak dan gas per orang, yaitu Bensin setiap orangnya membutuhkan 526,16 liter per tahun, solar 382,42 liter per tahun setiap orangnya, minyak tanah 311,40 liter per tahun setiap orangnya dan LPG setiap orangnya 19,85 kg per tahun. Jika konsumsi bahan
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
bakar minyak dan gas per orang sampai tahun 2050 dianggap sama dengan pada waktu penelitian, maka kebutuhan bahan bakar minyak dan gas dapat diprediksikan. Emisi gas CO2 antropogenik adalah emisi yang dihasil dari kegiatan manusia. Penggunaan bensin, solar, minyak tanah dan LPG akan menghasilkan gas CO2, maka dengan memperhatikan kebutuhan bahan bakar minyak dan gas sampai dengan tahun 2050 dapat diperkirakan jumlah emisi gas CO2 yang di hasilkan. Pada tahun 2010 bahan bakar minyak dan gas menghasilkan emisi gas CO2 sebesar 814.895,15 ton per tahun dan pada tahun 2050 menghasilkan emisi gas CO2 sebesar 1.208.472,96 ton per tahun. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan emisi gas CO2 yang dihasilkan dari bahan bakar minyak dan gas yang digunakan, seperti yang ditunjukkan Tabel 7. Respirasi merupakan salah satu ciri dari makhluk hidup yaitu menghirup O2 dan mengeluarkan CO2 . Menurut Goth (2005) dalam (Dahlan. 2007) jumlah gas CO2 yang dihasilkan dari pernapasan dalam satu jam sebanyak 39,6 gr CO2. Tabel 6 menunjukkan prediksi gas CO2 antropogenik yang dihasilkan dari BBM&G dan CO2 yang dikeluarkan oleh manusia melalui proses respirasi dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2050.
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
Tabel 6. Emisi CO2 Yang Dihasilkan Dari BBM&G Dan Respirasi Manusia Tahun 2007 2008 2009 2010 2020 2030 2040 2050
Jumlah Penduduk 258.972,00 261.536,00 264.125,00 266.740,00 294.355,00 324.829,00 358.459,00 395.570,00
BBM&G ton/tahun 773.096,53 817.061,28 806.906,29 814.895,15 899.259,44 992.358,02 1.095.098,23 1.208.472,96
Manusia ton/tahun 89.836,35 90.725,79 91.623,91 92.531,04 102.110,57 112.681,88 124.347,99 137.221,65
Jumlah CO2 ton/tahun 862.932,88 907.787,07 898.530,20 907.426,19 1.001.370,01 1.105.039,90 1.219.446,22 1.345.694,61
Keterangan: CO2 yang dikeluarkan manusia 39,6 gr/jam Goth (2005) dalam Dahlan (2007) Total Emisi gas CO2 Antropogenik berasal dari emisi BBM&G dan manusia
Gas CO2 antropogenik pada tahun 2009 sebesar 898.530,20 ton per tahun dan tahun 2050 meningkat menjadi 1.345.694,61 ton per tahun. Untuk mengurangi peningkatan gas CO2 antropogenik ini yaitu dengan cara memelihara dan menanam pohon yang lebih banyak lagi, karena pohon dapat menyerap karbondioksida untuk proses fotosintesis.
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
Tabel 7. Prediksi Kebutuhan Bahan Bakar Minyak dan Gas dari Tahun 2009 sampai dengan Tahun 2050 dan Emisi yang Dihasilkannya
Tah un
Jumlah Pendud uk
Bensin Kebutuhan
Solar Emisi CO2
Kebutuhan
Emisi CO2
Minyak tanah Emisi Kebutuhan CO2
jiwa
LPG Kebutuha Emisi n CO2
lt ton lt ton lt ton kg ton 131.023.180,0 302.663, 96.460.780,0 258.514, 81.180.960, 204.576, 4.862.299, 7.342,0 2007 258.972 0 55 0 89 00 02 76 7 142.846.880,0 329.976, 102.589.630, 274.940, 80.906.950, 203.885, 5.469.711, 8.259,2 2008 261.536 0 29 00 21 00 51 67 6 Pr 138.972.010,0 321.025, 101.006.682, 270.697, 82.248.525, 207.266, 5.242.881, 7.916,7 e 2009 264.125 0 34 50 91 00 28 25 5 di 140.347.918,4 324.203, 102.006.710, 273.377, 83.062.836, 209.318, 5.294.789, 7.995,1 k 2010 266.740 0 69 80 98 00 35 00 3 154.877.826,8 357.767, 112.567.239, 301.680, 91.662.147, 230.988, 5.842.946, 8.822,8 si 2020 294.355 0 78 10 20 00 61 75 5 170.912.026,6 394.806, 124.221.106, 332.912, 101.151.750 254.902, 6.447.855, 9.736,2 2030 324.829 4 78 18 56 ,60 41 65 6 188.606.787,4 435.681, 137.081.890, 367.379, 111.624.132 281.292, 7.115.411, 10.744, 4 68 78 47 ,60 81 15 27 2040 358.459 208.133.111,2 480.787, 151.273.879, 405.414, 123.180.498 310.414, 7.852.064, 11.856, 0 49 40 00 ,00 85 50 62 2050 395.570 Keterangan: Kebutuhan BBM&G per orang per tahun (bensin 526,16 lt; solar 382,42 lt; minyak tanah 311,40 lt; LPG 19,85 kg). Emisi yang dihasilkan BBM&G ( bensin 2,31 kg/lt; Solar 2,68 kg/lt; minyak tanah 2,52 kg/lt. LPG 1,51 kg/kg). rea l
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
Emisi CO2 BBM&G ton 773.096,53 817.061,28 806.906,29 814.895,15 899.259,44 992.358,02 1.095.098, 23 1.208.472, 96
4.5 Massa Karbohidrat
Karbohidrat mempunyai hubungan yang erat dengan karbondioksida karena karbohidrat merupakan hasil fotosintesis dari sintesis karbondioksida dan air yang membutuhkan cahaya matahari dalam prosesnya.
Persentase karbohidrat yang
dihasilkan selama proses fotosintesis dapat digunakan untuk menentukan massa karbondioksida yang diserap oleh tanaman. Tabel 8 menunjukkan hasil pengukuran massa karbohidrat hasil fotosintesis dan massa karbondioksida yang diserap oleh tanaman dalam proses fotosintesis selama rentang waktu pengambilan sampel (4 jam). Tabel 8. Massa Karbohidrat Daun dan Massa CO2 Selama Rentang Waktu Pengamatan (4 jam) Nama Tanaman Ilmiah Pterocarpus indicus Ficus benjamina Lagerstroemia speciosa Antidesma bunius Bauhimia purpurea Caesalpinia pulcherima Fillicium decipiens Delonix regia Flacourtia inermis Syzygium malaccense Swietenia macrophylla Alstonya scholaris Mimosops elengi Dimocarpus Confinis Sandorium nervosum Adenanthera pavonina
Massa KH (g) Daerah
Angsana Beringin Bungur Buni Daun kupu-kupu Kembang merak Krey payung Flamboyan Lobi-lobi Jambu bol Mahoni Pulai Tanjung Kecapi. Binuang
05.00
10.00
0,61 0,99 1,45 0,80 1,34 1,18 1,46 1,45 1,07 1,16 0,97 0,99 1,30 1,36 1,16 1,13
0,62 1,15 1,51 1,24 1,77 1,42 1,52 1,72 1,08 1,20 1,34 1,07 1,49 1,38 1,43 1,43
Massa KH Bersih /30gcth (g) 0,02 0,16 0,06 0,44 0,43 0,24 0,06 0,27 0,01 0,04 0,37 0,08 0,19 0,02 0,27 0,30
Massa CO2 Bersih /30gcth (g) 0,0294 0,2352 0,0882 0,6468 0,6321 0,3528 0,0882 0,3969 0,0147 0,0588 0,5439 0,1176 0,2793 0,0294 0,3969 0,4410
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
Keterangan:
Menurut Harjadi (1979) penafsiran massa karbondioksida yang digunakan dalam proses fotosintesis berbanding lurus dengan jumlah karbon dalam karbohidrat.
Massa karbohidrat pada pengambilan sampel pukul 10.00 lebih besar dibandingkan massa karbohidrat dari sampel yang diambil pukul 05.00. Perbedaan massa karbohidrat ini menunjukkan bahwa laju fotosintesis mengalami peningkatan dari pukul 05.00 sampai pukul 10.00. Hal ini disebabkan pada pukul 05.00 tanaman belum aktif melakukan proses fotosintesis sehingga massa karbohidratnya lebih rendah daripada massa karbohidrat pada pukul 10.00. Peningkatan laju fotosintesis ini disebabkan oleh meningkatnya intensitas cahaya pada rentang waktu pukul 05.00 sampai pukul 10.00. Seperti yang dinyatakan oleh Darmawan & Baharsyah (1983) bahwa pengaruh cahaya terhadap laju fotosintesis adalah semakin lama penyinaran maka semakin meningkatkan proses fotosintesis. Dari Tabel 8 dapat diketahui bahwa massa karbohidrat tertinggi dari pengambilan sampel pada pukul 05.00 adalah, Fillicium decipiens dengan massa 1,46 gram; Delonix regia dengan massa 1,45 gram dan Lagerstroemia speciosa dengan massa 1,45 gram , sedangkan massa karbohidrat yang terendah adalah Pterocarpus indicus dengan massa 0,61 gram ; Antidesma bunius dengan massa 0,80 gam dan Swietenia macrophylla dengan massa 0,97 gram.
Sampel daun yang
diambil pada pukul 10.00 menunjukkan massa karbohidrat yang tertinggi adalah Bauhimia purpurea dengan massa 1,77 gram ; Delonix regia dengan massa 1,72 gram dan Fillicium decipiens dengan massa 1,52 gram, sedangkan massa karbohidrat terendah adalah Pterocarpus indicus dengan massa 0,62 gram; Alstonya scholaris
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
dengan massa 1,07 gram dan Flacourtia inermis dengan massa1,08 gram. Dari hasil pengukuran massa karbohidrat dapat disimpulkan bahwa laju fotosintesis berbeda setiap jenis tanaman.
Perbedaan laju fotosintesis setiap jenis tanaman
disebabkan karena faktor genetik (perbedaan laju fotosintesis antar spesies, laju translokasi fotosintat) dan faktor lingkungan (intensitas cahaya, konsentrasi korbondioksida, suhu, kadar air, tahap pertumbuhan) Massa karbohidrat bersih menunjukkan banyaknya karbohidrat yang dihasilkan dari proses fotosintesis selama 4 jam. Sedangkan massa CO2 bersih merupakan banyaknya massa CO2 yang digunakan tanaman untuk aktif melakukan fotosintesis selama selang waktu 4 jam dari pukul 06.00 sampai pukul 10.00. Pohon yang paling banyak menyerap CO2 dan paling banyak menghasilkan karbohidrat adalah Antidesma bunius dengan massa 0,44 gram; Bauhimia purpurea dengan massa 0,43 gram dan Swietenia macrophylla dengan massa 0,37 gram sedang tanaman yang paling rendah menyerap CO2 dan menghasilkan karbohidrat terendah adalah Flacourtia inermis dengan massa 0,01 gram; Pterocarpus indicus dengan massa 0,02 gram dan Dimocarpus Confinis dengan massa 0,02 gram. Hal ini sesuai dengan pernyataan Haryadi (1992) bahwa massa CO2 yang digunakan dalam proses fotosintesis berbanding lurus dengan jumlah C dalam gula (karbohidrat). Sehingga semakin tinggi massa karbohidrat maka menunjukan semangkin tinggi pula massa CO2 yang digunakan oleh tanaman.
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
4.6 Daya Serap Gas CO2 Per Helai Daun
Karbohidrat merupakan bahan utama dalam proses fotosintesis, oleh karena itu massa karbondioksida yang dipergunakan dalam peristiwa fotosintesa menunjukan banyaknya massa karbondioksida yang diserap. Kemampuan pohon dalam menurunkan sejumlah massa CO2 disebut daya Sink CO2 tanaman. Massa karbohidrat yang diperoleh melalui analisis karbohidrat dapat digunakan untuk mengetahui daya serap suatu jenis pohon terhadap karbondioksida di lingkungan. Sutrian (1992) menyatakan bahwa laju fotositensis persatuan tanaman pada kebanyakan kasus ditentukan sebagian besar oleh luas daun.
Nilai massa
karbohidrat dan massa karbondioksida yang tinggi tidak selalu menghasilkan daya serap karbondioksida yang tinggi, karena faktor luas daun sebagai faktor pembagi tidak sama pada setiap jenis tanaman. Dari hasil analisis kandungan karbohidrat pada daun tanaman kemudian dihitung daya serap karbondioksidanya, maka diperoleh data seperti yang terlihat pada Tabel 9.
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
Tabel 9. Daya Serap gas CO2 Per Helai Daun Jenis tanaman No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Ilmiah Pterocarpus indicus Ficus benjamina Lagerstroemia speciosa Antidesma bunius Bauhimia purpurea Caesalpinia pulcherima Fillicium decipiens Delonix regia Flacourtia inermis Eugenia malaccensis Swietenia macrophylla Alstonya scholaris Mimosops elengi Dimocarpus cinfinis Sandorium nervosum Adenanthera pavonina
Daerah Angsana Beringin Bungur Buni Daun kupu-kupu Kembang merak Krey payung Flamboyan Lobi-lobi Jambu bol Mahoni Pulai Tanjung Kecapi Binuang
Luas Per helai daun (cm2) 38,69 17,16 88,88 93,43 261,05 0,85 15,66 0,72 269,36 107,76 48,02 64,14 50,14 65,33 199,51 2,45
Daya Serap Gas CO2 per cm2 Per helai daun per daun per jam jam (x10-4 g ) (x10-4 g ) 0,07 0,41 0,23 1,44 0,67 0,37 0,12 0,46 0,03 0,09 0,60 0,24 0,44 0,05 0,83 0,65
2,53 7,08 20,05 134,75 175,58 0,31 1,85 0,33 9,19 9,19 28,93 15,47 21,82 3,34 165,58 1,58
Keterangan: serap gas CO2 dipengaruhi massa CO2 dan luas daun
Daya serap karbondioksida tiap cm2 daun dipengaruhi oleh massa karbondioksida dan luas daun sampel (luas daun dari 30 g daun yang diteliti). Jenis yang memiliki daya serap karbondioksida tiap cm2 yang tinggi adalah Antidesma bunius massa karbondioksidanya 1,44 x 10-4 g cm-2 jam-1, sedangkan yang paling rendah Flacourtia inermis, massa karbondioksidanya 0,03 x10-4 g cm-2 jam-1. Daya serap tiap helai daun dipengaruhi oleh luas daun masing-masing jenis pohon.
Daun Bauhimia purpurea mempunyai daya serap karbondioksida yang
tinggi dari ke 16 tanaman yang diteliti yaitu sebesar 175,58 x10-4g cm-2jam-1, karena
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
Bauhimia purpurea mempunyai daya serap setiap cm2 tinggi sebesar 0,67 x10-4gcm2
jam-1 dengan luas daunnya 261,05 cm2. Sedangkan daun yang paling rendah daya
serapnya adalah Caesalpinia pulcherima sebesar 0,31x10-4 g cm-2jam-1, walaupun daya serap setiap cm2 tinggi sebesar 0,37 x10-4gcm-2jam-1 tetapi luas daunnya kecilnya 0,85 cm2.
4.7 Daya Serap CO2 Per Pohon
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi serap CO2 per pohon. Untuk mengetahui serap CO2 per pohon maka harus diketahui luas rata-rata per helai daun, jumlah helai daun per pohon, daya serap CO2 per cm2 luas daun.
Tabel 10
menunjukkan serap CO2 per jenis pohon yang diteliti. Tabel 10. Serap CO2 Per Pohon
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Nama tanaman
Pterocarpus indicus Ficus benjamina Lagerstroemia speciosa Antidesma bunius Bauhimia purpurea Caesalpinia pulcherima Fillicium decipiens Delonix regia Flacourtia inermis Eugenia malaccensis Swietenia macrophylla Alstonya scholaris Mimosops elengi Dimocarpus cinfinis Sandorium nervosum Adenanthera pavonina
Luas per helai daun (cm2) 38,69 17,16 88,88 93,43 261,05 0,85 15,66 0,72 269,36 107,76 48,02 64,14 50,14 65,33 199,51 2,45
Jumlah daun per pohon (helai) 1.225.138,00 1.618.368,00 122.478,00 974.846,00 75.826,00 182.676,00 1.765.118,00 1.822.475,00 28.462,00 48.532,00 1.075.816,00 852.638,00 968.712,00 1.928.654,00 32.196,00 1.232.366,00
per helai daun Per jam (g) 0,000253 0,000708 0,002005 0,013475 0,017558 0,000031 0,000185 0,000033 0,000919 0,000919 0,002893 0,001547 0,002182 0,000334 0,016538 0,000158
Serap CO2 Per Per pohon phn Per jam Perthn (g) (ton) 310,52 0,74 1146,51 2,73 245,51 0,49 13.136,05 31,31 1.331,38 3,17 5,67 0,01 327,07 0,78 59,96 0,14 26,15 0,03 44,59 0,25 3.112,43 7,42 1.319,35 3,14 2.113,76 5,04 644,35 1,54 532,44 1,27 194,93 0,46
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
Keterangan: Diameter pohon yang diamati 30-40 cm2, kecuali Lagerstroemia speciosa, Bauhimia purpurea, Flacourtia inermis dan Syzygium malaccense diameter 18 cm2 dan Caesalpinia pulcherima 8 cm2
Antidesma bunius mempunyai daya serap CO2 yang tinggi yaitu sebesar 31,31 ton per tahun, sedangkan daya serap terendah adalah Caesalpinia pulcherima sebesar 0,01 ton per tahun. Tingginya daya serap CO2 Antidesma bunius di sebabkan karena jumlah daunnya banyak, massa karbohidrat, daya serap CO2 per cm2 dan luas daunnya yang tinggi. Caesalpinia pulcherima mempunyai massa karbohidrat dan daya serap CO2 per cm2 tinggi, tetapi karena luas daunnya yang kecil dan jumlah daunnya sedikit maka daya serap CO2 nya menjadi rendah.
4.8 Jumlah Pohon yang Dibutuhkan untuk Mengurangi Emisi Antropogenik.
Pohon dapat menyerap karbondioksida melalui proses fotosintesis. Setiap pohon mempunyai daya serap gas CO2 yang berbeda-beda, untuk mengatasi gas CO2 antropogenik diperlukan sejumlah pohon. Tabel 11 menunjukkan berapa jumlah pohon yang diperlukan untuk menyerap gas CO2 antropogenik. Tabel 11.
Tahun 2007 2008 2009 2010 2020 2030 2040 2050
Jumlah Pohon Antropogenik
Yang Dibutuhkan Untuk Menyerap Gas CO2
Jumlah Pohon yang Dibutuhkan Antidesma bunius Caesalpinia pulcherima (Daya Serap Tinggi) (Daya Serap Rendah) 27.561 86.293.288 28.994 90.778.707 28.698 89.853.020 28.982 90.742.619 31.982 31.588.959 35.294 110.503.990 38.948 121.944.622 42.980 134.569.461
16 macam Tanaman 235.935 248.199 245.668 248.100 273.785 302.130 333.410 367.927
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
Keterangan: Serap Antidesma bunius 31,31 ton /thn, Serap Caesalpinia pulcherima 0,01 ton/thn, Serap 16 macam tanaman 58,52 ton/thn
Pada tahun 2010 dihasilkan gas CO2 antropogenik sebesar 907.426,19 ton per tahun,
untuk
mengatasinya
diperlukan
28.982
Antidesma
bunius
atau
90.742.619Caesalpinia pulcherima atau 248.100 pohon (terdiri dari 16 macam pohon yang ada saat ini). Sedikitnya Antidesma bunius
yang dibutuhkan
dibandingkan Caesalpinia pulcherima, karena Antidesma bunius mempunyai daya serap CO2 yang tinggi yaitu sebesar 31,31 ton per tahun, sedangkan Caesalpinia pulcherima mempunyai daya serap CO2 sebesar 0,01 ton per tahun. Jadi dari Tabel 11 dapat disimpulkan makin tinggi daya serap suatu pohon, makin sedikit jumlah pohon yang diperlukan untuk menyerap gas CO2 antropogenik.
4.9 Jenis-Jenis Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Pusat Kota Medan
Jenis-jenis RTH di pusat Kota Medan berupa kawasan yang ditumbuhi rumput, pohon hias dan pohon besar. Kawasan RTH dengan vegetasi rumput berupa lapangan, taman kota dan taman segitiga, vegetasi tanaman hias dapat dilihat pada Tabel 12.
4.10 Kebutuhan Luasan Hutan Kota
Penentuan kebutuhan luas hutan kota di pusat Kota Medan jika mengacu kepada Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menyebutkan bahwa Ruang Terbuka Hijau (RTH) minimal 30 persen. Seluas 20 persen disiapkan pemerintah dan sisanya disiapkan warga kota. Luas wilayah pusat
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
Kota Medan ( Kecamatan Medan Kota, Medan Polonia, Medan Petisah dan Medan Maimun) yaitu 3300,00 hektar (33,00 km2), maka luas kawasan hijau publik yang harus disediakan pemerintah seluas 659,00 hektar (6,59 km2) dan 330,00 hektar (3,3 km2) yang disiapkan warga. Dari Tabel 11. diketahui bahwa Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada di pusat kota Medan yaitu 20,10 hektar (0,20 km2). Ini artinya kawasan hijau di pusat Kota Medan masih kurang dari 20% yang berarti kebutuhan luas hutan kota belum terpenuhi menurut UU No. 26 Tahun 2007. Hutan kota seharusnya tersedia dengan luasan yang cukup untuk menyerap gas-gas CO2 antropogenik, agar gas CO2 ambien tidak terus meningkat.
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
Tabel 12. Distribusi Ruang Terbuka Hijau Di 4 Kecamatan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Jenis RTH Taman A.Yani Air Mancur Jalan Sudirman Istana Maimun Jalan H Misbah Jalan Uskup Agung Jalan Pandu/Mahkamah Kantor Perpustakaan Kota Medan Sudut Jalan Mangkubumi Dekranas Jalan listrik Air mancur teladan Teladan (Jogging Trak) Lapangan Merdeka Depan kantor Lonsum Guru Patimus Petisah Jalan Walikota Kantor dinas Walikota Medan Kantor DPRD Kota Medan Kantor Pramuka Jalan Kapt Maulana Lubis Majestik (air mancur petisah) Beringin Jalan Sudirman Bundaran Polonia Jalan Masdulhak Rumah dinas Walikota Depan Kampus UISU Jalan Diponegoro Jalan Imam Bonjol Jalan Raden Saleh Jalan turi simpang uisu Jalan Pemuda Jalan Sudirman Jalan Suprapto Jalan Tengku Daud depan kantor BPK Medan Jalan Urip simp Jalan Monginsidi Jalan Maulana Lubis seputaran lap benteng Stadion Teladan Merdeka Benteng Cik ditoro Monument Lily Suhery Depan Kantor pos besar Jalan S Parman Jalan Pengadilan Jalan Sudirman Taman depan rumah dinas GUBSU
Luas (m2) 15.200 2.650 6.100 2.675 980 650 451 485 60 11.350 15.500 9..500 300 278 945 2.545 650 2.978 562 12.219 490 1.680 2.500 180 5.417 3.848 350 463 920 9.833 3.848 634 275 390 4.912 25.300 26.250 24.252 976 12 86 393 460 920 495
Keterangan Taman (Park) Taman (Park) Taman (Park) Taman (Park) Taman (Park) Taman (Park) Taman (Park) Taman (Park) Taman (Park) Taman (Park) Taman (Park) Taman (Park) Taman (Park) Taman (Park) Taman (Park) Taman (Park) Taman (Park) Taman (Park) Taman (Park) Taman (Park) Taman (Park) Taman (Park) Taman (Park) Jalan Besar (Boulevard) Jalan Besar (Boulevard) Jalan Besar (Boulevard) Jalan Besar (Boulevard) Jalan Besar (Boulevard) Jalan Besar (Boulevard) Jalan Besar (Boulevard) Jalan Besar (Boulevard) Jalan Besar (Boulevard) Jalan Besar (Boulevard) Jalan Besar (Boulevard) Jalan Besar (Boulevard) Lapangan Olah Raga Lapangan Olah Raga Lapangan Olah Raga Bundaran Segi Tiga Bundaran Segi Tiga Bundaran Segi Tiga Bundaran Segi Tiga Bundaran Segi Tiga Bundaran Segi Tiga Bundaran Segi Tiga
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
Jumlah
200.962
Sumber: Dinas Pertamanan Kota Medan (2007)
Untuk itu luasan hutan kota dihitung berdasarkan banyaknya emisi gas CO2 antropogenik. Luasan optimal hutan kota diharapkan dapat mengimbangi dampak polusi CO2 antropogenik sehingga fungsinya sebagai penyerap gas CO2 dapat tercapai dengan tetap memperhatikan kenyamanan dan keamanan.
Kebutuhan
luasan hutan kota untuk menyerap gas CO2 antropogenik dipengaruhi oleh daya serap CO2 tanaman, jumlah tanaman dan jarak tanam tanaman.
Berdasarkan
Departemen Kehutanan, jarak tanam antar pohon pada hutan kota adalah 5 meter. Berdasarkan hasil perhitungan gas CO2 antropogenik dari tahun 2007 sampai dengan 2050 seperti yang terlihat pada Tabel 5 , maka kebutuhan luasan hutan kota di pusat Kota Medan dapat diperkirakan. Tabel 13 dibawah ini menunjukkan perkiraan kebutuhan luasan hutan kota di pusat Kota Medan untuk menyerap gas CO2 antropogenik. Tabel 13. Perkiraan Luasan Hutan Kota yang Dibutuhkan Untuk Menyerap Gas CO2 Antropogenik
Tahun 2007 2008 2009 2010 2020 2030 2040 2050
Luasan Hutan Kota yang Dibutuhkan (hektar) Antidesma bunius Caesalpinia pulcherima 16 macam Pohon (Serap Tinggi) (Serap Rendah) 68,90 215.733,22 589,84 72,48 226.946,77 620,50 71,74 224.632,55 614,17 72,45 226.856,55 620,25 79,96 250.342,50 684,46 88,23 276.259,98 755,32 97,37 304.861,56 833,52 107,45 336.432,65 919,82
Keterangan: daya Serap CO2 Antidesma bunius 31, 31 ton /thn, daya Serap CO2 Caesalpinia pulcherima 0.01ton/thn, daya Serap CO2 16 macam tanaman 148,69 ton/thn. Jarak tanam antar pohon 5 meter.
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
Pada Tabel 13 dapat diketahui bahwa dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2050 kebutuhan luasan hutan kota semakin meningkat.
Jika dilihat dari jenis
tanaman yang ditanam, maka tanaman yang mempunyai daya serap tinggi seperti tanaman Buni (Antidesma bunius) memerlukan luasan hutan kota yang lebih kecil jika dibandingkan dengan hutan kota yang ditanam dengan 16 jenis tanaman yang ada saat ini. Dilihat dari luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada di pusat Kota Medan seluas 20,10 hektar dan kebutuhan luasan hutan kota berdasarkan emisi gas CO2 antropogenik, maka RTH yang ada sangat kurang sehingga perlu penambahan luasan hutan kota. Agar kebutuhan luasan hutan kota untuk menyerap gas CO2 antropogenik tidak terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun sedangkan luas lahan tetap, maka emisi gas CO2 antropogenik perlu diminimalisasikan dengan jalan: mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, mengganti bahan bakar fosil dengan biofuel, berjalan kaki untuk berpergian sampai 1 km dan naik sepeda untuk 5 km sampai 10 km, menanam pohon yang mempunyai daya serap CO2 yang tinggi. Bertambahnya jumlah penduduk akan menyebabkan berkurangnya Ruang Terbuka Hijau, maka pembangunan permukiman disarankan dibangun secara vertikal dan konsep penghijauan secara vertikal juga yaitu dengan menempatkan tanaman secara bertingkat tingkat seperti konsep bangunan tinggi. Konsep penghijauan pada bangunan tinggi yaitu penghijauan pada dinding luar,
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
penghijauan pada lantai tingkat-tingkat tertentu di atas bangunan dan penghijauan dalam bangunan (atrium). BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Emisi gas CO2 antropogenik pada tahun 2010 sebanyak 907.426,19 ton per tahun dan tahun 2050 meningkat menjadi 1.345.694,61 ton per tahun. Hal ini disebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan bahan bakar minyak dan gas, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. 2. Setiap pohon mempunyai daya serap gas karbondioksida yang berbeda-beda, tergantung kepada luas daun, jumlah daun per pohon dan daya serap gas CO2 per cm2. Pohon yang mempunyai daya serap gas CO2 tinggi adalah Antidesma bunius (buni) sebesar 31,31 ton/tahun, sedangkan yang terendah daya serap CO2 nya adalah Caesalpinia pulcherima (bunga merak) sebanyak 0,01 ton/tahun. 3. Kebutuhan hutan kota di empat kecamatan yang ada di pusat kota (Medan Kota, Medan Polonia, Medan Petisah dan Medan Maimun) pada tahun 2010 dengan 16 jenis pohon yang ada untuk dapat menyerap gas CO2 antropogenik seluas 620,25 hektar dan pada tahun 2050 hutan kota yang dibutuhkan seluas 919,82 hektar. Tetapi jika yang ditanam itu pohon yang mempunyai daya serap tinggi seperti Antidesma bunius, maka hutan kota yang dibutuhkan pada tahun 2010 seluas 72,45 hektar dan pada tahun 2050 seluas 107,45 hektar.
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
. 5.2 Saran
56
1. Untuk mengatasi gas CO2 antropogenik yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya populasi manusia, maka dalam membangun hutan kota sebaiknya memilih tanaman yang mempunyai daya serap CO2 tinggi, seperti Antidesma bunius 2. Perlunya penambahan luasan hutan kota untuk meminimalisasikan peningkatan gas CO2 antropogenik di 4 kecamatan yang berada di pusat Kota Medan.
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
DAFTAR PUSTAKA
Amy. 2008. Pembentukan minyak bumi. http://www.scribd.com [16 Agustus 2009] [BAPEDALDASU]. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah. 2008. Analisis dan Perhitungan Karbon Atas Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup di Sumatera Utara Dahlan, EN. 1992. Hutan Kota untuk Peningkatan Kualitas Lingkungan. Jakarta: APHI --------------, 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City). Bernuansa Hutan Kota. Bogor: IPB Press --------------, 2007. Analisis Kebutuhan Hutan Kota sebagai Sink Gas CO2 Antropogenik dari Bahan Bakar Minyak dan Gas di Kota Bogor dengan Pendekatan Sistem Dinamik. Disertasi. Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Darmawan J dan Baharsjah J. 1983. Dasar-Dasar Ilmu Fisiologi Tanaman. Semarang: Suyandaru Utama. Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. 2001. Informasi Singkat http://www.dephut.go.id/informasi/rrl/ifsp/Alstonia_scholaris.pdf Agustus 2009]
Benih. [18
Etherington, JR. 1976. Environment and Plant Ecology. New Dehli: Wiley Eastorn Limited Fakuara, Y. 1987. Konsepsi Pengembangan Hutan Kota. Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor Gardner FB, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta: U.I Press Gordinho, LE. Nacuray, MM. Cardinoza. Lasco. 2003. Climate Change Mitigation through Carbon Sequestration: The Forest Ecosystem of Timor Leste. Proceeding of National Workshop on Climate Change. Dili.
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
Harjadi MM S. 1979. Pengantar Angronomi. Jakarta: Gramedia Heriansyah I, Mindawati N. 2005. Potensi Hutan Tanaman Marga Shorea dalam Menyerap CO2 melalui Pendugaan Biomassa di Hutan Penelitian Haurbentes. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam: Vol.II No.2; Halaman 105111 58 Irwan ZD. 2007. Fungsi Taman Hutan Kota. Science. http: //re-searchengines. com /0707 zoeraini.html. [Agustus 2009] June T. 2006. kenaikan CO2 dan perubahan iklim:implikasinya terhadap pertumbuhan tanaman. http://www.members.tripod.com/~buletin/tania. [Agustus 2009] Kramer P.J dan T.T Kozlowski. 1979. Physiology of Woody Plants. Acad. Press, New York Lakita, B. 1994. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Rajawali Press Moenandir J. 1994. Agronomi. Malang: Fakultas Pertanian Unibraw. Mooney, H. and J.R. Ehleringer. 1977. Photosynthesis Plant Ecology. Edited by M.J. Crawley. London: Blackwell Science PT. Pertamina. 2009a. Premium. http://www.pertamina.com/index.php? Option =com_content &task=view&id=39&Itemid=378 [15 Agustus 2009] PT. Pertamina. 2009b. Minyak tanah.http://www.pertamina.com/index.php?option =com_ content&task=view&id=40&Itemid=380 solar [15 Agustus 2009] PT. Pertamina. 2009c. Solar http://www.pertamina.com/index.php?option= com_ content&task=view&id=41&Itemid=382 [15 Agustus 2009] Ritonga, A. Riwayati. Hasanah, U. Sudibyo, M. Sinaga, A. Lazuardi. Harahap, R. Rosni. Arif M. Sembiring, T. Restuati, M. Ritonga, B.T. Sinaga, T. Lubis, T. Tarigan, K. Nusyirwan. Mulyana, R. dan Brutu, N. 2003. Kependudukan dan Lingkungan Hidup. LP Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Rukmana, R. 1998. Budidaya Jambu Bol. Yogyakarta: Kanisius. Salisbury, F.B. dan C.W. Ross.1992. Fisiologi Tumbuhan jilid 2. Penerbit ITB Bandung
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
Sentra Informasi IPTEK. 2005. Tanaman Obat Indonesia. http://iptek.net.id /ind /pd_tanobat/view.php [18 Agustus 2009] Sitompul SM, Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Soemarwoto, O. 1991. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan. Soegiri, J dan Nawangsari. 2006. Tanaman Berkhasiat. Bogor: IPB Press Soeseno, S.1997. Tanaman Penyehat Hawa Halaman. http://www.indomedia.com/ intisari/tanaman.htm [Agustus 2009] Sutrian Y. 1992. Pengantar Anatomi Tumbuh-tumbuhan tentang Sel dan Jaringan. Jakarta: Rineke Cipta. Suryowinoto, S M. 2001. Flora Eksotika. Tanaman Peneduh. Yogyakarta : Kanisius Taman Royal. 2009. Flamboyan Taman Terindah http://forum.tamanroyal.com/index.php [16 Agustus 2009].
di
Dunia.
Tinambunan R S. 2006. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekan Baru. Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Wapedia. 2008. Kecapi (buah). http://wapedia.mobi/id/Kecapi_(buah) [18 Agustus 2009] Wikipedia. 2009a. Dimocarpus confinis. en.wikipedia.org/wiki/ Dimocarpus_ confinis [18 Agustus 2009] Wikipedia. 2009b. Hujan Asam. http://id.wikipedia.org/wiki/Hujan_asam & http:// anafio. multiply. com/reviews /item/5 [Agustus, 2009] Warniono. 2009. Flora kita-Keanekaragaman hayati tumbuhan Indonesia. http:// www.proseanet.org/florakita/browser.php [18 Agustus 2009] Wijayakusuma, H. 2005. Sehat Dengan Kembang Merak. http://www.suarakaryaonline.com/news.html [18 Agustus 2009] Zuhra, CF. Penyulingan, Pemrosesan dan Penggunaan Minyak Bumi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan. Universitas Sumatera Utara.
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009
RD. Guti Gratimah : Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan, 2009