Berbagi Opini Kasih dan Peduli Kasih Kepada Sesama
Berbagi Kasih dan Peduli Kasih Kepada Sesama Jeffry Kurniawan, Steffi Agatha, Ricky Kurniawan*)
Abstrak langkah indahnya jika dunia ini penuh dengan kasih, peduli dan berbagi dimana setiap orang mempunyai suatu keinginan untuk mencintai dan peduli satu dengan yang lainnya. Berbagi kasih adalah suatu usaha untuk menjalin hubungan sosial dan juga untuk mempererat tali persaudaraan di antara manusia. Berbagi kasih juga adalah wujud kepedulian kita terhadap sesama. Banyak sekali yang dapat kita lakukan untuk mewujudkan kepedulian. Bentuk kepedulian ini dapat kita lakukan secara langsung maupun tidak langsung. Di dalam berbagi kasih, kita juga tidak perlu memandang ras, suku, agama, golongan sosial, dan sebagainya. Berbagi kasih tidak boleh pandang bulu.
A
Kata kunci: Berbagi kasih, wujud kepedulian, tidak pandang bulu. Abstract How beautiful it is if this world filled with love, care, and share where every body has a willingness to love and care each other. Sharing affection is an effort to build and maintain good social relation and also to tighten solidarity among human beings. We can do many things to realize it. Sharing love can be done directly or indirectly without discrimination of races, religions, ethnics, culture, social status, etc.
Pendahuluan Dewasa ini, tampaknya manusia banyak yang sudah mulai lupa akan panggilan hidupnya. Hal ini dapat terlihat dari semakin sulitnya manusia untuk berbagi kasih dan peduli kepada sesamanya. Padahal, berbagi kasih kepada sesama bukanlah hal yang terlalu sulit dilakukan dan tidak akan mengurangi sesuatu *) Siswa SMA BPK PENABUR Tasikmalaya, Juara I Lomba Karya Tulis HUT ke-55 BPK PENABUR Kategori Siswa SLTA
100
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Berbagi Kasih dan Peduli Kasih Kepada Sesama
apapun dari diri kita sebagai manusia. Sebagai manusia kita seharusnya sadar bahwa kita hadir di dalam dunia bukan untuk diri kita sendiri, tapi untuk orang lain juga. Memang tidak salah apabila seseorang menyayangi dan memanjakan dirinya sendiri. Bahkan Tuhan Yesus dalam Matius 22:39 mengatakan, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Ini artinya bukannya kita tidak boleh mencintai diri sendiri, tetapi kita juga dipanggil untuk mengasihi Allah dan sesama. Sudah selayaknya berkat dan kasih yang kita terima dari Allah kita bagikan juga kepada sesama agar mereka juga turut merasakan kasih dari Allah yang sudah kita terima. Dengan begitu, kita juga sudah mewujudnyatakan rasa syukur kita sebagai makhluk yang telah diselamatkan oleh darah anak-Nya. Lantas, apa yang membuat kita begitu sulit mengasihi dan peduli kepada sesama? Ini semua tidak terlepas dari kepekaan manusia sebagai individu dan juga sudut pandang manusia di dalam memandang sesamanya. Melalui tulisan ini, kita semua diajak untuk mengintropeksi diri kita sendiri, juga untuk menyadari bahwa betapa pentingnya kehadiran manusia yang satu terhadap yang lainnya serta apa saja yang bisa kita lakukan untuk mereka dengan mengingat bahwa kita adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan bantuan dari orang lain. Uraian berikut ini tentang berbagi kasih dan peduli kepada sesama mudahmudahan dapat menjadi bahan refleksi untuk kita. Bagaimana kita dapat menunjukkan sikap peduli kita terhadap sesama. Kita dapat memulai dari diri kita sendiri dan saat ini juga.
Kasus I Gara-gara tidak mampu membayar SPP, Miftahul Jannah, yang akrab dipanggil Mita nekat mengakhiri hidupnya dengan gantung diri. Selepas magrib, bocah 13 tahun yang tinggal di Kelurahan Karang Semande, Kecamatan Karang Malang, Balong Panggang, Gresik, itu menggantungkan setagen panjang 395 cm warna putih di lehernya. …. Mengapa Mita bunuh diri? Atun, adik Sami (nenek korban), mengatakan, korban stres dan bingung karena tidak punya uang biaya tur yang akan dilaksanakan sekolahnya. “Kalau tidak bisa bayar, katanya tidak boleh ikut rekreasi dan ambil ijazah,” tuturnya. …. Mita juga sempat marah dan sakit hati ketika emak embahnya berkata bahwa dirinya makan dan tidur tidak membayar. …. Hal tersebut membuat bocah kelas 6 SDN Semande ini sakit hati. Penggalan berita di koran beberapa waktu yang lalu di atas merupakan cerminan dari kondisi sosial di negara kita. Dalam kondisi yang seperti itulah kepedulian kita terhadap sesama sangat dibutuhkan, terutama oleh orangJurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
101
Berbagi Kasih dan Peduli Kasih Kepada Sesama
orang kecil seperti Mita. Padahal, jika pada saat itu pihak sekolah memberikan keringanan dalam pembayaran SPP, mungkin peristiwa tersebut tidak akan terjadi. Memang kasus di atas tidak dapat ditimpakan kepada pihak sekolah saja, karena Mita pun sebenarnya tidak menyampaikan kesulitan yang dialaminya pada pihak sekolah. Tetapi, jika sejak dini sekolah lebih peka di dalam memantau keadaan keluarga para siswanya dan memberikan keringanan dalam pembayaran SPP atau pun melalui pemberian beasiswa bagi mereka yang kurang mampu secara ekonomi, Mita mungkin tidak akan berpikir untuk mengakhiri hidupnya dengan cara yang seperti itu. Kurangnya kepedulian dan perhatian membuat Mita nekat mengakhiri hidupnya dengan gantung diri. Kadangkala kita memang terlalu asyik dengan apa yang ada pada diri kita sendiri. Persoalan-persoalan pribadi, rutinitas kerja, harta, dan kesenangankesenangan membuat kita lupa bahwa masih banyak orang yang membutuhkan uluran tangan dari kita. Ironis memang jika kita mengingat bahwa sejak kecil kita sudah dikenalkan sebagai makhluk sosial, di mana manusia tidak dapat hidup sendiri dan saling bergantung kepada orang lain. Tapi itulah kenyataannya, bahwa kita sering kali tidak peka terhadap sesama kita. Sekarang ini semakin jarang orang yang mau mengulurkan tangannya untuk membantu sesamanya. Contoh kecil, sering kali kita bersikap acuh tak acuh terhadap pengemis-pengemis yang cacat fisik yang dapat kita jumpai di depan pusat-pusat perbelanjaan. Padahal, mereka jelas-jelas sudah cacat dan tidak dapat mencari uang dengan cara yang lain, sebenarnya mereka pun terpaksa melakukan hal tersebu. Jika mereka bisa tentu mereka ingin mencari pekerjaan yang lebih layak. Contoh lainnya, mungkin kita seringkali bercekcok dengan tukang reparasi payung untuk mendapatkan harga yang semurahmurahnya dalam memperbaiki payung. Padahal, harga yang kita ributkan itu tidaklah seberapa jika kita bandingkan dengan gaya hidup kita yang mewah di mana kita seringkali membeli barang-barang yang manfaatnya tidaklah seberapa dibandingkan dengan keahlian mereka dalam memperbaiki payung dan manfaat dari payung itu sendiri. Mungkin tidak pernah terpikirkan oleh kita jika pada hari itu, dia tidak menemukan pelanggan lain selain kita maka mungkin dia tidak akan membawa sepeser uang pun. Bisa kita bayangkan betapa berat bebannya untuk memberi nafkah kepada keluarganya dengan penghasilan yang pas-pasan dan tidak menentu dalam setiap harinya. Apakah kita sudah melupakan ajaran sosial yang telah kita terima sejak kecil itu atau apakah kita berpikir bahwa kita hidup semata-mata untuk mencari kepuasan diri dan memenuhi kepentingan diri sendiri?
102
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Berbagi Kasih dan Peduli Kasih Kepada Sesama
Kurangnya Empati Yang jelas salah satu penyebab kurangnya kepedulian dan perhatian manusia terhadap sesamanya adalah kurangnya atau bahkan tidak adanya rasa empati dalam dirinya. Empati lebih dalam dari rasa simpati karena dengan berempati seseorang benar-benar merasakan posisi dan kondisi yang sedang dialami orang lain. Seseorang yang tidak memiliki rasa empati dalam dirinya tidak akan mampu merasakan penderitaan atau kesusahan yang sedang dialami oleh orang lain. Akibatnya, dia tidak akan memiliki rasa belas kasihan bahkan terkesan cuek ketika menyaksikan sesamanya mengalami kesusahan. Dia tidak akan merasa terpanggil untuk memberikan bantuan kepada sesama mereka itu. Kita sebagai manusia dipanggil untuk mengasah rasa empati kita setiap saat dalam kehidupan yang kita jalani sehingga mampu merasakan penderitaan yang dialami oleh orang lain dan dapat berbelas kasihan kepada yang membutuhkan bantuan. Ilustrasi berikut dapat menunjukkan bagaimana sikap empati dapat diwujudkan. Mencoba mendapatkan kesempatan hidup yang lebih baik, itulah yang diinginkan Anif Lesmana (11) seorang siswa kelas enam SD di kota Bandung yang terpaksa harus merangkap sebagai anak jalanan. Ia bersama temantemannya biasa mengamen di perempatan jalan atau menjual koran sepulang sekolah. Anif terpaksa bekerja karena ia sangat ingin membantu orang tuanya. Ayahnya adalah seorang penjual es keliling yang penah menganggur karena sakit sedangkan ibunya belum juga mendapat pekerjaan. Awalnya, ada tetangga yang prihatin dan mengajak kakak Anif, Alvin(14) untuk menjual koran di perempatan jalan. Melihat kakaknya biasa mendapat uang Rp.1.000- Rp.5.000 sehari di jalanan, Anif pun mengikutinya. Waktu ayahnya mengetahui ia berjualan di jalanan, ia sempat dilarang. Tapi karena terpaksa akhirnya ia diperbolehkan. Bagi Anif dan juga anak-anak jalanan lain bekerja merupakan hal yang pasti bisa mengurangi beban orangtua. Jika tidak karena mimpi untuk memiliki masa depan yang cerah, mungkin mereka tidak mengamen. (Kompas, Jumat 30 September 2005). Sikap tetangga Anif dalam kisah di atas menunjukkan sikap empati. Dia merasa prihatin dan turut merasakan kesulitan yang dialami Anif dan keluarganya . Memang, dalam berbagi kasih kepada sesama, kita harus mau turut merasakan apa yang mereka derita. Karena dengan begitu, kita tergerak untuk membantu mereka.
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
103
Berbagi Kasih dan Peduli Kasih Kepada Sesama
Keegoisan “Paling enak itu jadi orang cueek, nggaaak peduli sama orang lain. Buat apa mikirin orang lain? Cape sendiri… elu jalanin hidup lu sendiri, gue jalanin hidup gue.” Itulah komentar yang belakangan ini sering kita dengar dari mulut manusia. Sikap manusia yang menganggap dirinya paling penting sedangkan kepentingan orang lain adalah nomor dua membuat orang kehilangan kepedulian. Manusia terlalu memikirkan dirinya sendiri dan tidak mau tahu tentang orang lain. Manusia lebih mengutamakan kepuasan dirinya sendiri dengan mencari uang atau menghamburkan uang untuk membeli televisi yang berharga 70 juta misalnya. Padahal, sejak manusia dilahirkan, Tuhan pun sudah mengingatkan bahwa manusia dilahirkan dengan memiliki keterikatan pada orang lain. Bayangkan apabila ketika ibu kita akan melahirkan kita, di sana tidak ada bidan ataupun dokter yang mendampinginya, apakah ibu kita akan melahirkan dengan lancar? Tentunya, diperlukan orang lain yang dapat membantu ibu kita sehingga dapat melahirkan secara lancar. Manusia dalam hidupnya selalu membutuhkan orang lain. Oleh karena itu, kita tidak seharusnya menyepelekan atau cuek terhadap orang lain. Kita harus sadar bahwa kita memerlukan orang lain dan orang lain juga memerlukan kita. Sudah seharusnya kita saling membantu sesama dan mengesampingkan ego-ego kita. Apakah kita akan memilih perbuatan baik atau memenangkan ego kita sendiri?.
Konsistensi Malam itu Ani berdoa. “Tuhan, … aku ingin supaya Engkau mencurahkan berkatMu atas diri ku. Ajarlah aku juga untuk melakukan segala yang Kau perintahkan, agar hidupku dapat berkenan di mataMu dan menjadi sumber sukacita serta berkat bagi sesama. Amin.” Pada hari minggu, Ani pergi ke restoran karena sudah memiliki janji dengan temannya. Di tengah jalan dia menyaksikan suatu peristiwa tabrak lari. Sang korban terluka dan tidak dapat bangun karena jatuh dan kakinya keseleo. Sang korban menjadi kebingungan karena di sana tidak ada orang lain. Melihat kenyataan itu, Ani berlari dengan cepat sambil sembunyi-sembunyi karena dia tidak mau direpotkan oleh sang korban. Dia tidak ingin terlambat menemui temannya di restoran. Selain egois, kadang-kadang manusia juga munafik. Sebenarnya, kita sudah tahu bahwa sejak kecil kita diajarkan untuk saling mengasihi sesama seperti kita mengasihi diri sendiri dan kita juga meyakini kebenaran ajaran tersebut. Namun, dalam kenyataannya kita tidak mau melakukan hal itu. Kita lebih tertarik untuk melakukan hal-hal yang memuaskan diri kita sendiri. Mungkin, sering kita mengucapkan perintah untuk saling mengasihi sesama
104
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Berbagi Kasih dan Peduli Kasih Kepada Sesama
ini, tapi hal itu diucapkan hanya oleh mulut saja tidak dengan hati dan perbuatan. Dalam hal ini, manusia dingatkan untuk konsisten bahwa apa yang telah kita yakini dan ucapkan haruslah nyata dalam tindakan. Berbicara tentang konsistensi, kita diingatkan pada cerita tentang orangorang Farisi dalam Alkitab. Mereka melakukan sesuatu bukan karena didorong oleh panggilan hati yang jernih, melainkan sekadar sebagai kewajiban keagamaan. Bahkan lebih lanjut mereka melakukan banyak hal supaya perbuatannya itu dilihat orang. Di sini terlihat ketidakkonsistenan antara yang diyakini dengan yang dilakukan. Minimal, terjadi pembelokan tujuan. Puasa yang seharusnya dilakukan sebagai bagian dari hubungan yang khusus dengan Allah, kini dijadikan sarana pameran kesalehan. Ini jelas suatu sikap tidak konsisten. Mereka mengajarkan Firman Allah tetapi tidak melakukannya. Mereka suka sekali menjadi guru namun tidak mau menjadi teladan. Seharusnya apa yang diyakini harus terlihat dalam semua tingkah laku, dan dilakukan dengan motivasi yang benar. Perintah Tuhan untuk mengasihi sesama seperti diri sendiri adalah imperatif kategoris dimana perintah ini mutlak dilakukan untuk menjamin suatu kondisi yang baik. Janganlah kita menjadi orang yang tidak konsisten karena jika demikian kita telah mengambil langkah menuju kemunafikan.
Kasus II Ada orang Yahudi yang dirampok penyamun sehingga mengalami luka-luka. Kemudian lewatlat seorang Imam, tetapi dia diam saja. Dia hanya lewat tanpa peduli apa yang terjadi. Lalu, beberapa saat kemudian lewat pula seorang Lewi (pembantu imam). Namun, ia juga tidak melakukan apa pun. Ia hanya lewat dan membiarkan orang Yahudi itu. Akhirnya lewatlah seorang Samaria. Berbeda dengan dua orang sebelumnya, hati orang Samaria ini tergerak oleh belas kasihan, ia bersihkan luka orang Yahudi itu dengan minyak dan anggur (suatu benda yang sangat berharga pada saat itu), memberi tumpangan di kudanya dan mengantarnya ke sebuah penginapan. Ia juga meninggalkan biaya perawatan bagi orang Yahudi yang tak dikenalnya itu, bahkan ia berjanji akan kembali untuk melunasi kekurangannya.
Siapakah Sesama Manusia itu? Itulah sepenggal kisah orang Samaria yang baik hati. Dalam kisah tersebut Imam dan orang Lewi tidak mau menolongnya. Mungkin mereka sedang terburu-buru atau mereka tidak mau dinajiskan oleh darah orang yang terluka itu, karena dapat mengganggu pelayanan dan tugas mereka di tempat ibadah. Namun yang jelas, kepekaan mereka terhadap penderitaan manusia dan kasih
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
105
Berbagi Kasih dan Peduli Kasih Kepada Sesama
pada sesama kalah oleh orang Samaria yang mau berkorban bagi orang yang memusuhi dan membencinya. Pada zaman itu, orang Samaria kerapkali dilecehkan, dijauhi dan dimusuhi oleh orang Yahudi. Dari ketiga orang yang lewat dalam cerita di atas, siapakah yang menjadi sesama bagi orang lain dan menganggap orang lain adalah sesamanya? Kisah tentang orang Samaria tersebut telah menjawab pertanyaan dari subjudul di atas. Sesama manusia adalah orang-orang yang ada di sekitar kita tanpa membedakan muka, suku, budaya, agama, ras,dan lain lain. Orang Samaria dalam cerita di atas telah menunjukan kasih yang luar biasa. Kasih yang mengatasi segala permusuhan, perbedaan dan kebencian. Begitu juga kita sebagai manusia, hendaklah kita meneladani orang Samaria tersebut. Kita harus peduli dan mengasihi orang-orang di sekitar kita tanpa harus melihat dulu latar belakang orang yang ditolong, mukanya, ataupun agamanya. Seringkali kita tidak mau peduli dengan orang lain karena kita menganggap mereka berbeda dengan kita atau karena mereka lebih rendah derajatnya daripada kita sehingga kita tidak layak bergaul dengan mereka. Tetapi sekali lagi kita telah diingatkan bahwa kita harus menjadi sesama bagi siapa pun dan harus menjadikan siapa pun sebagai sesama kita.
Kesimpulan dan Saran Kasus seperti Mita dapat dihindari jika kita semua lebih peduli dan lebih menaruh perhatian terhadap Mita. Hal ini menuntut kemurahan dari hati kita sebagai manusia. Murah hati adalah rela memberi sesuatu kepada orang lain dengan tulus tanpa mengharapkan imbalan. Namun, pemberian yang tulus tersebut harus mempertimbangkan ketepatan waktu, bentuk dan manfaat bagi orang yang menerima, serta ketetapan motivasi bagi sang pemberi. Jadi, dalam bermurah hati, kita harus ingat bahwa bantuan yang kita berikan harus : 1. Tepat waktu. Bantuan kita tidak diulur-ulur atau ditunda. 2. Tepat bentuk. Misalnya, bagi orang yang kelaparan, tentu tidak tepat apabila kita memberi bantuan berupa “membacakan Alkitab dan mendoakannya” tanpa berbuat sesuatu untuk mengurangi kelaparannya. 3. Tepat manfaat. Apakah yang kita berikan sesuai dengan kebutuhan atau tidak bagi si penerima. Penyakit terbesar di dunia Barat pada zaman ini bukanlah TBC atau Lepra, melainkan timbulnya perasaan tidak dibutuhkan oleh orang lain, tidak dicintai, atau tidak dipedulikan. Kita dapat menyembuhkan penyakit fisik dengan obatobatan tetapi satu-satunya penyembuhan bagi kesepian, keputusasaan, dan hilangnya harapan adalah cinta…. ada kelaparan akan cinta….(A Simple Parh; hal.49). Kira-kira itulah yang ingin Ibu Teresa katakan pada dunia. Dalam hidupnya, Ibu Teresa bersama dengan Tarekat yang ia dirikan sendiri,
106
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV / Desember 2005
Berbagi Kasih dan Peduli Kasih Kepada Sesama
Missionaris Cinta Kasih, telah melakukan pekerjaan besar. Ia tanpa banyak bicara dan dengan efektif telah membantu 123 negara yang dilanda penderitaan dan kekurangan yang begitu mengerikan. Hal itu bisa kita lihat dari rumah-rumah dan pusat-pusat yang beliau dirikan yang sekarang mencakup tempat bernaung bagi para tunawisma dan klinik-klinik AIDS. Hidupnya ia persembahkan untuk melayani orang-orang yang tersisih dan terbuang dari masyarakat. Dari pengalaman hidup Ibu Teresa itu, kita dapat mempelajari banyak hal. Namun, pada intinya kita dipanggil untuk berbagi cinta kasih dengan sesama. Mungkin, kita tidak dapat menjadi seperti Ibu Teresa yang berkeliling dunia untuk menjamah mereka yang membutuhkan perhatian, tetapi kita dapat memulainya dari perkara-perkara kecil, dimulai dari teman-teman sepergaulan kita, masyarakat di lingkungan kita tinggal, teman sekolah, dan sebagainya. Banyak sekali yang dapat kita lakukan untuk mereka. Misalnya saja, menjadi tempat curhat teman-teman kita, memberi perhatian terhadap teman-teman kita, ikut memberi subsidi teman kita yang tidak mampu membayar SPP, menyumbang korban bencana alam melalui kotak peduli kasih yang diedarkan di sekolah ataupun tempat-tempat lainnya atau bahkan menjadi relawan ke daerah bencana untuk memberi bantuan tenaga dalam melayani mereka yang terkena bencana. Jika sejak dini kita mampu memperhatikan mereka yang ada di sekitar kita dan berbagi kasih dengan mereka, maka akan tercipta suatu kondisi yang damai dan mudah-mudahan tidak akan terulang lagi peristiwa yang menimpa Mita. Inilah panggilan saat ini. Kita dipanggil untuk mengasah empati kita, membuang keegoisan kita, tidak munafik, dan murah hati. Satu pertanyaan yang patut dijawab dan memerlukan kekonsistenan adalah, “Maukah kita menjadi Ibu Teresa lain yang mau berbagi cinta kasih dan peduli pada sesama kita?”
Daftar Pustaka Purnama, Danny. (2003). Murah hati: Gimana caranya?. Dalam Teens for christ (edisi November-Desember). Jakarta. www.jawapos.com. www.kompas.com
Jurnal Pendidikan Penabur - No.05/ Th.IV/ Desember 2005
107