Tinjauan Pustaka
BERBAGAI JENIS POLA ASUH ORANG TUA DAN PENGARUH POLA ASUH PADA ANAK DAN REMAJA TERHADAP TIMBULNYA GEJALA SKIZOFRENIA Dini Mirsanti * Endang Warsiki **
I.
PENDAHULUAN Kata "Skizofrenia" berasal dari bahasa Yunani, yaitu skizo (split) dan phrene (mind) yang
menunjukan terfragmentasinya proses berpikir seseorang yang mengalami gangguan tersebut. Sejak masa Bleuler, definisi Skizofrenia terus berubah, para ilmuwan mencoba untuk lebih akurat dalam menggambarkan berbagai jenis penyakit mental. Tanpa mengetahui penyebab pasti dari penyakit ini, para ilmuwan hanya mampu mengklasifikasikannya berdasarkan pengamatan pada gejala yang terjadi (Kyziridis TC,2010). Skizofrenia mempunyai prevalensi sebesar 1% dari populasi di dunia (rata-rata 0,85%) dengan angka insidensi Skizofrenia adalah 1 per 10.000 orang per tahun. Beberapa data menunjukkan sekitar 5362 anak memiliki ibu yang tidak mengetahui pola asuh yang baik saat anak berusia 4 tahun yang hal ini signifikan dengan terjadinya Skizofrenia di masa dewasa. Pasien Skizofrenia dewasa, 85% pernah mengalami kekerasan pada masa anak dan penolakan dari orang tuanya (73% mengalami penolakan secara emosional dari orang tuanya dan 50% mengalami sexual abuse) (Schuengel C et al, 2009) Lidz dkk (1965) dalam (Kyziridis TC 2005) menyatakan bahwa kondisi keluarga yang cenderung tidak sehat dapat memunculkan gejala Skizofrenia pada anggota keluarganya, terutama pada anak. Kondisi patologis ini disebabkan oleh beberapa keadaan, seperti jalinan hubungan antara ibu dengan anak yang tidak baik, pola komunikasi keluarga yang tidak tepat, serta pola pengasuhan orang tua yang tidak sesuai. Berbagai keadaan tersebut akan menyebabkan perkembangan kepribadian anak menjadi tidak sehat (Kyziridis TC 2005).
*Dokter umum, peserta PPDS-1 Ilmu Kedokteran Jiwa Departemen/SMF Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unair/RSUD Dr. Soetomo Surabaya **Guru Besar/Staf Pengajar pada Departemen/SMF Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unair RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
1
II.
POLA ASUH
2.1 Definisi Pola Asuh Pola asuh adalah proses memperkenalkan dan mendukung perkembangan fisik, emosi, sosial, dan intelektual seorang anak dari bayi sampai dewasa. Pola asuh mengacu pada aspek metode dalam merawat anak (Ma K 2007). 2.2 Unsur Pola Asuh 2.2.1 Kehangatan Kehangatan penting bagi proses sosialisasi anak, karena: 2.2.1.1 Anak sendiri yang berkeinginan untuk mempertahankan persetujuan atau restu orang tua dan akan merasa menderita bila kehilangan cinta orang tua. 2.2.1.2 Memungkinkan anak untuk menginternalisasikan aturan-aturan sosial serta mengenali dan membedakan respon yang tepat pada situasi tertentu. 2.2.1.3 Kehangatan dan pengasuhan orang tua di asosiasikan dengan kesediaan orang tua untuk mendengarkan kebutuhan anak (Ma K 2007). 2.2.2 Responsifitas Yaitu ukuran dimana orang tua secara intensional mempromosikan individualitas dan aturan-atruran dengan suportif dalam memenuhi kebutuhan khusus dan tuntutan anak (Ma K 2007). 2.2.3 Tuntutan Beberapa peneliti menyebutkan bahwa dimensi tuntutan menunjuk kepada klaim orang tua kepada anak agar menjadi bagian terintegrasi kepada keluarga secara penuh melalui tuntutan yang matur dan kedisiplinan serta kesediaan mengkonfrontasikan anak-anak yang tidak patuh (Schuengel, dkk 2009). 2.2.4 Kontrol Kontrol diri dari orang tua dibutuhkan untuk mengembangkan anak agar menjadi individu yang kompeten baik secara intelektual maupun sosial (Schuengel, dkk 2009). 2.3 Tipe Pola Asuh Pada awalnya Baumrind mengetengahkan adanya tiga tipe pola asuh : 2.3.1 Pengasuhan otoriter / Authoritarian Ciri pola asuh otoriter: 2.3.1.1 Kekuasaan orang tua dominan 2.3.1.2 Anak tidak diakui memiliki hak untuk mengeluarkan pendapat 2.3.1.3 Kontrol terhadap tingkah laku anak sangat ketat 2.3.1.4 Orangtua menghukum anak jika anak tidak patuh dan menurut (Shonkoff JP 2010).
2
2.3.2 Pengasuhan Authoritative Ciri pola asuh Autoritative : 2.3.2.1 Ada kerjasama 2.3.2.2 Anak diakui memiliki hak untuk mengeluarkan pendapat 2.3.2.3 Ada bimbingan dan pengarahan dari orangtua 2.3.2.4 Kontrol orang tua yang telah disepakati dengan anaknya (Shonkoff JP 2010). 2.3.3 Pengasuhan Permisif Ciri pola asuh permisif: 2.3.3.1
Kekuasaan orang tua sedikit
2.3.3.2
Anak diakui memiliki hak untuk mengeluarkan pendapat
2.3.3.3
Kontrol terhadap tingkah laku anak kurang
2.3.3.4
Anak tidak dapat mengontrol diri (Shonkoff JP 2010).
2.3.4 Uninvolved parenting Ciri pola asuh Uninvolved parenting : 2.3.4.1
Tidak melibatkan unsur perawatan serta kehangatan.
2.3.4.2
Orang tua dengan model pengasuhan seperti ini hanya memberi materi saja
2.3.4.3
Sedikit perhatian kepada anak
2.3.4.4
Cenderung merespon anak dengan sadis
Anak dengan pola asuh ini akan memiliki keterbatasan dalam akademis dan sosial (Shonkoff JP 2010).
2.4
Attachment Tolak ukur attachment bukan dengan memberi makanan tetapi perawatan dan respon yang
diberikan. Bowlby menyatakan bahwa seorang anak awalnya akan membentuk hanya dengan satu attachment dan figur attachment tersebut akan bertindak sebagai dasar yang aman untuk bisa menjelajahi dunia di luarnya (Berry K, Drake R 2010) 2.4.1 Poin utama dari Teori Attacment Bowlby : 2.4.1.2 Seorang anak memiliki innate (sejak awal kelahiran) dan perlu attach satu figur utama 2.4.1.3 Seorang anak harus mendapatkan figur attachment pada dua tahun pertama 2.4.1.4 Attachment anak dengan care giver utama akan membentuk internal working model. 2.4.1.5 Maternal deprivation Maternal deprivation dapat mengakibatkan : 2.4.1.5.1 Kenakalan 2.4.1.5.2 Berkurangnya kecerdasan 2.4.1.5.3 Peningkatan agresifitas 3
2.4.1.5.4 Depresi 2.4.1.5.5 Affectionless psikopati (Berry K, Drake R 2010)
2.5
Peran Keluarga Dalam Pembentukan Kepribadiaan Relasi antar anggota keluarga atau yang kita sebut external object relations, merupakan relasi
yang intim. Prototip dari relasi ini adalah relasi antara ibu dan anak. Yang dimaksud dengan figur ibu tidak harus berarti ibu kandung individu, melainkan figur yang menjalankan fungsi sebagai ibu pengganti bagi anak. Jadi bisa saja yang menjadi “ ibu” bagi anak adalah ayahnya, neneknya, tantenya atau gabungan beberapa orang yang signifikan tersebut (Ma K 2007) Tabel 1. Physical symbiosis, psychosomatic partnership and psychological partnership
Masa kehamilan Physical symbiosis (Dengan efek psikologis yang besar)
Pasca kelahiran dan seterusnya
Psychological partnership
Psychosomatic partnership (keseimbangan antara komponen fisik dan psikis)
(dengan komponen fisik yang besar)
Sumber : Scharff, J &Scharff, D. (1995). The primer of object relations therapy. New Jersey : Jason Aronson, Inc.
Dukungan psikologis terjadi pada berbagai tingkatan. Pada lingkaran terluar, ada tetangga, dilingkaran yang lebih dekat ada kakek-nenek dan kemudian keluarga. Lebih dalam lagi ada dukungan yang diberikan ayah untuk ibu dan bayi. Yang terdalam adalah dukungan yang diberikan atau disediakan ibu untuk dirinya sendiri dan bayinya. Pada pusat lingkaran adalah relasi ibu dengan bayi, saat ibu dan bayi berkomunikasi dan berinteraksi, saling berbagi, membangun dan mengubah dunia internal mereka melalui centered relationship (Scharff, &Scharff,1995). Tabel 2 : Centered relating, centered holding & contextual holding di dalam keluarga
4
Dst
Centered holding ayah kepada ibu dan bayi
Contextual holding ayah kepada ibu dan bayi
Contextual holding aibu kepada bayi
Centered holding ibu kepada bayi Centered relating ibu-bayi
Sumber : Scharff, J &Scharff, D. (1995). The primer of object relations therapy. New Jersey : Jason Aronson, Inc.
III
BERBAGAI JENIS POLA ASUH ORANG TUA DAN PENGARUH POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK DAN REMAJA TERHADAP TIMBULNYA GEJALA SKIZOFRENIA Kepribadian individu terbentuk di dalam matriks keluraga. Keluarga adalah “rahim” tempat
hidup dan berkembangnya kepribadian para anggotanya. Proses mikroskopis yang terjadi dalam dunia intrapsikis (internal) individu terjadi dalam suatu konteks makro, yaitu dunia interpersonal (eksternal) yang berlangsung dalam keluarga Beberapa teori model pola asuh yang mengakibatkan timbulnya gejala Skizofrenia adalah : 3.1 Double bind Theory 3.1.1 Komponen terpenting Double bind Theory menurut Bateson adalah sebagai berikut: 3.1.1.1 Dua orang atau lebih, salah satunya dapat ditunjuk sebagai “korban”. 3.1.1.2 Pengalaman yang berulang. 3.1.1.3 Perintah utamanya adalah perintah negatif. 3.1.2
Perintah negatif yang terdapat pada Double bind theory adalah:
3.1.2.1 Perintah negatif primer (Primary Negative Injunction) 3.1.2.2 Perintah negatif sekunder (Secondary Negative Injunction) 3.1.2.3 Perintah negatif tersier (Tertiary Negative Injunction) Pada Double bind theory menunjukkan bahwa anak yang sering menerima pesan yang kontradiktif dari orang tuanya, sehingga beresiko untuk mengalami Skizofrenia. Hal ini akan menyebabkan anak menerima pesan yang membingungkan dan bertentangan tentang hubungan mereka,
5
konflik antara verbal dan non-verbal. Sebuah kontinum dari kontradiksi-kontradiksi ini dapat berkembang menjadi sebuah konstruksi internal yang abnormal. Pada keadaan yang kronis ini dapat berkembang menjadi gejala Skizofrenia seperti delusi dan halusinasi (Polesi et al 2007) 3.2 British Object Relation Theory 3.2.1 Pendapat Melanie Klein Klein fokus pada aspek biologis dan juga aspek bawaan (konstitusional). Peristiwa dilahirkan (being born), menimbulkan kekecewaan, yang merupakan hal yang berpotensi tidak baik, yaitu mendorong bayi untuk mempertahankan dirinya (Schuengel C et al 2009). 3.2.2 Pendapat Ronald Fairbrain Menurut Fairbrain, setiap individu dilahirkan dengan suatu potensial self, yang merupakan cikal bakal kepribadiannya kelak. Bagian potensial self yang fungsi utamanya adalah untuk berintaraksi dengan lingkungan disebut ego. Perkembangan kepribadian selanjutnya tergantung pada perubahanperubahan yang terjadi pada ego (Schuengel C et al 2009). Tabel 4 : Internal object relation yang terbentuk dalam diri, setelah menginternalisasikan external object relations dengan orang lain
Hubungan interpersonal antara ego dengan individu lain di lingkungan
Introyeksi kemudian splitting
Libidinal / Exciting object relations (alam tidak sadar) Represi Hubungan intrapersonal Represi
Ideal object relationship (alam sadar) Antilibidinal/ rejecting object relations (tidak sadar)
(Arif,2006) Sumber : Scharff, J &Scharff, D. (1995). The primer of object relations therapy. New Jersey : Jason Aronson, Inc.
3.2.3 Pendapat D.W. Winnicott Pertumbuhan dan perkembangan kepribadian D.W. Winnicott terdiri atas tiga periode. 4.2.3.1 Periode Subjective Object (atau disebut fase psychosomatic partnership. 3.2.3.2 Periode Transitional Phenomena.
6
3.2.3.3 Periode Whole Object Relatedness. 3.2.3.1 Periode Subjective Object (Psychosomatic Partnership) 3.2.3.2 Periode Transitional Phenomena Berlangsung di usia 4/6 bulan sampai 8/12 bulan, dimana fase ini dapat dipandang sebagai fase penyapihan (weaning process) secara psikologis, yaitu anak mulai terpisah dari ibu. Yang paling penting dari fase ini adalah : anak mulai menginternalisasikan dukungan psikologis ke dalam dirinya. Hal ini sangat penting, karena dukungan psikologis tidak dapat diandalkan terus menerus dari luar, dari orang lain, melainkan harus menjadi bagian dari diri sendiri (Schuengel C et al 2009). 4.2.3.3 Periode Whole Object Relatedness Periode ini berlangsung antara 8/12 bulan sampai usia 3 tahun. Bila dua fase sebelumnya dilewati dengan baik, maka memasuki fase ketiga ini anak telah menginternalisasikan dukungan psikologis ke dalam dirinya. Ia telah menjadi individu yang terpisah dari ibu. Anak mulai mampu berelasi dengan ibu sebagai objek yang utuh. Kemampuan ini menjadi dasar bagi pribadi anak setelah dewasa, agar mampu membina relasi yang utuh dengan orang lain (Schuengel C et al 2009 Tabel 5 : Perjalanan terbentuknya skizofrenia menurut object relation theory
a. Envy True Self (W)
(K)
Lack of Contextual holding
Lack of Cetered holding (W)
Lack of Centered relating (W)
Inadequate Object Internalization (F)
True Self (W)
Spli t
Skizofrenia
(W) Konflik keluarga False Self (W) Gangguan pada dukungan psikologis keluarga (W)
Kambuh
Sumber : Scharff, J &Scharff, D. (1995). The primer of object relations therapy. New Jersey : Jason Aronson, Inc. Konsep-konsep yang ada di skema ini beraal dari Winnicott (W), Melanie Klein (K) dan Fairbrain (F). Keterangan tentang skema tersebut adalah sebagai berikut : Pada masa awal kehidupan, bayi yang kelak menjadi pasien Skizofrenia (sejak dikandungan/dilahirkan sampai sekitar 3 tahun), yaitu 7
di masa pembentukan kepribadiannya, terdapat dinamika keluarga yang kurang kondusif. Kekurang kondusif-an yang dimaksud tidak lain adalah kurangnya dukungan psikologis dan kurang baiknya relasi antara bayi dengan keluarganya, mulai dengan ibu sebagai objek yang paling dekat dengan bayi dan para anggota keluarga lain sebagai objek-objek yang penting dalam kehidupannya (Polesi 2007). 3.3 Teori Erikson Erikson membagi lima stadium perkembangan yang dimulai sejak bayi sampai usia 18 tahun (Warsiki,1997) Lima stadium ini adalah : 3.3.1 Dasar percaya (Basic trust versus Mistrust), usia 0-1,5 tahun. 3.3.2 Otonomi (Autonomy versus Doubt, Shame), usia 1,5-3 tahun. 3.3.3 Inisiatif (Initiative versus Guilt), usia 3-6 tahun. 3.3.4 Industri (Industry versus Inferiority), usia 6-11 tahun. 3.3.5 Identitas (Identity versus Role Confusion), usia 11-18 tahun (Boeing L 2010) Dalam pandangan Erikson, dimensi baru dari interaksi sosial yang timbul selama periode ini adalah dasar kepercayaan pada satu sudut dan dasar tak percaya pada sudut lain, dimana terjadi keseimbangan antara rasa percaya dan rasa tidak percaya (Boeing L 2010) Pada stadium ini dikatakan bahwa persoalan percaya dan tidak percaya ini tidak diselesaikan semua pada tahun-tahun pertama dari kehidupan, tetapi timbul lagi pada masing-masing stadium perkembangan yang telah berhasil dicapainya (Boeing L et al 2010) Teori psikoanalisis juga mendalilkan bahwa bergagai gejala skizofrenia memiliki arti simbolik bagi pasien tersebut. Sebagai contoh, fantasi tentang dunia yang akan berakhir menyatakan adanya suatu perasaan bahwa dunia internal seseorang telah mengalami kerusakan. Perasaan kebesaran dapat mencerminkan narsisme yang direaktivasi, dimana orang lain percaya bahwa mereka sangat hebat. Halusinasi menggambarkan ketidakmampuan pasien untuk mengahadapi kenyataan objektif dan mencerminkan harapan atau ketakutan dari dalam diri mereka. Waham, serupa dengan halusinasi, merupakan regresi dan pengganti untuk menciptakan suatu kenyataan baru atau untuk mengekspresikan rasa takut atau dorongan yang tersembunyi (Saddock & Saddock , 2007). Pandangan psikodinamika tentang skizofrenia cenderung menganggap hipersensitifitas terhadap stimuli persepsi yang didasarkan secara konstitusional sebagai suatu defisit. Bahkan, suatu penelitian menyatakan bahwa pasien Skizofrenia sulit untuk menyaring berbagai stimulus dan untuk memusatkan pada satu data pada suatu waktu. Defek pada barrier stimulus tersebut menciptakan kesulitan pada setiap fase perkembangan selama masa kanak dan menempatkan stres tertentu pada hubungan interpersonal. Pandangan psikodinamika tentang Skizorenia sering disalah artikan sebagai menyalahkan orang tua, walaupun sesungguhnya memusatkan pada kesulitan psikologis dan neurofisiologis yang menciptakan 8
masalah bagi kebanyakan orang di dalam hubungan yang erat dengan pasien Skizofrenia (Saddock & Saddock , 2007) VI. PENATALAKSANAAN PADA SIKAP DAN RELASI KELUARGA YANG TIDAK BAIK TERHADAP PASIEN SKIZOFRENIA 4.1 Psikoedukasi Informasi-informasi yang akurat tentang Skizofrenia, gejala-gejalanya, kemungkinan perjalanan penyakitnya, berbagai bantuan medis dan psikologis yang dapat meringankan gejala Skizofrenia, merupakan sebagian informasi vital yang sangat dibutuhkan keluarga. Informasi yang tepat akan menghilangkan saling menyalahkan satu sama lain. Memberikan pegangan untuk dapat berharap secara realistis dan membantu keluarga mengarahkan sumber daya yang mereka miliki pada usaha-usaha yang produktif (Boeing L et al 2010 4.2 Sikap yang tepat Menurut Torrey (1988) dalam Bourke&Castle,2008), keluarga perlu memiliki sikap yang tepat tentang Skizofrenia, yang disingkat menjadi SAFE, yaitu Sense of Humor, Accepring the Illness, Family balance, Expectations which are realistic. Psikoedukasi bagi keluarga dapat turut menyertakan upaya menumbuhkan sikap yang tepat ini (Shonkoff JP 2010). 4.3 Support Group Para anggota keluarga, yang salah satu anggota keluarganya mengalami Skizofrenia, mereka dapat saling menguatkan, berbagi informasi, bahkan dapat menggalang dana bersama bagi keluarga yang tidak mampu. Upaya peredaan ketegangan emosional secara kelompok juga akan lebih efektif dan lebih murah (Shonkoff JP 2010). 4.4 Object Relation Family Therapy Object Realtion Therapy adalah suatu cara untuk mengolah dan memahami. Bertujuan untuk memperluas kemampuan keluarga dalam menjalankan fungsi psikologis bagi para anggotanya dan kapasitas mereka untuk saling mendukung secara psikologis satu sama lain. (Kerig dkk, 2012). Teknik-teknik Object Relation Family Therapy: 4.4.1 Menetapkan Frame untuk terapi 4.4.2 Mempertahankan suatu posisi netral dan tidak berpihak 9
4.4.3 Menciptakan ruang kerja Psikiatri 4.4.4 Mengolah mimpi dan fantasi 5.4.5 Menginterpratasikan defense mechanism, anxiety dan intrapersonal 4.4.5 Work Through 4.4.6 Terminasi (Kerig dkk, 2012).
V. RINGKASAN Hubungan orang tua-anak melalui pengasuhan merupakan bagian yang teramat penting dari pengalaman awal anak yang secara langsung membentuk ciri kepribadiannya dan pola pikirnya. Perilaku pengasuhan (parental) dapat didefenisikan sebagai beberapa perilaku terhadap penerima asuhan mulai fase reproduktif yang sifatnya imatur menjadi kondisi yang memungkinkan si penerima pengasuhan tersebut berhasil mencapai kedewasaan/matur (Shonkoff, 2010). Gangguan yang serius dalam relasi dengan caretaker dan dalam dukungan psikologis di masa paling awal dalam kehidupan akan membuat kepribadian individu menjadi rentan dan dan perkembangannya tidak berjalan normal. Kondisi ini dapat memperberat terjadinya Skizofrenia dibandingkan pada individu yang mendapatkan dukungan psikologis dan pola asuh yang baik ketika masa kanak dan remajanya. Beberapa model pola asuh yang dapat mengakibatkan gejala Skizofrenia adalah Double bind Theory, Britis Object Relation Theory yaitu pendapat a. Melanie Klein b. Ronald Fairbrain c. D.W. Winnicott. Ericson Theory dan Pola keluarga yang Petagonik. Penatalaksanannya dapat dilakukan dengan cara psikoedukasi keluarga, sikap yang tepat, support group dan object relation family therapy.
VI. DAFTAR PUSTAKA Boeing L, Murray Val Berry K, Drake R 2010,” Attachment theory in psychiatric rehabilitation: informing clinical practice”, APT no.4 vol. 16, 308–315, viewied 21 April 2012, http://apt.rcpsych.org Kyziridis TC 2005,” Notes on the History of Schizophrenia”,The German Journal of Psychiatry, no.2 vol.2 pp. 42-49, viewied 2 Mei 2011, http://www.gjpsy.uni-goettingen.de/gjp-articlekyzirisis.pdf Ma K 2007,” Attachment theory in adult psychiatry. Part 2: Importance to the therapeutic relationship”, APT, no.1, vol.13, pp.10-16, viewied 21 April 2012, http://apt.rcpsych.org
10
Polesi A, McCabe R, Blacwood D, Wrate R 2007, “Adolescent-onset psychosis: prevalence, needs and service provision”, BJP, no.18, vol.1, pp.18-26, viewied 21 April 2012, http://bjp.rcpsych.org Shonkoff JP 2010,”Building a New Biodevelopmental Framework to Guide the Future of Early Childhood Policy “,Child Development, no.1 vol. 81, pp. 357–367, viewied 8 Mei 2011, http://www.google.com Saddock BJ, Saddock VA 2007,”Schizofrenia.In : Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry : Behavioral Science/Clinical Psychiatry.10 th Edition, Lippincot William & Wilkins, Philadelphia USA : 467-483. Schuengel C, Oosterman M , Sterkenburg PS 2009,” Children with disrupted attachment histories: Interventions and psychophysiological indices of effects”, Child and Adolescent Psychiatry and Mental Health 2009, no.3, vol. 26, pp.2-10, viewied 4 Februari 2011, http://www.capmh.com/content/3/1/26 Scharff J, Scharff D, 1995, “The primer of Object Relations Therapy”, New Jersey : Jason Aronson, Inc. viewied 5 April 2011, http://www.goodreads.com
11