Pengaruh Konformitas dan Persepsi Mengenai Pola Asuh Otoriter Orang Tua Terhadap Kenakalan Remaja (Juvenile Deliquency)
Gabriella Prillycia Mantiri Fitri Andriani Fakultas Psikologi Universitas Airlangga
Abstract This research is purposed to know if there is an influence of conformity and perception about authoritarian parenting style to juvenile delinquency. There are three questions research formulated: 1) Is there any influence between conformity and perception about authoritarian parenting style to juvenile delinquency? 2) How far those two predictors (conformity and perception about authoritarian parenting style) influence juvenile delinquency? 3) Which predictor could influence juvenile delinquency better: conformity or perception of authoritarian parenting style? This research is included in explanatory research. It was conducted on junior high school students with amount of research's subjects 290 people. The instrument to collect the data were questioner for all variables. The method applied in analyzing the data was doubled regression statistic technique, aided with SPSS statistic version 16 program. From the analysis, it can be concluded that regression model Y = 15,14 + 0,727X1 - 0,016 X2. Conformity being the best variable to influence juvenile delinquency. It could be seen from coefficient X1, the result was 0,727. Besides, it was also obtained that percentage of quantity X1 and X2 in influencing Y was 19,3%, with significance of 0,00. This shows that there is a significant influence of conformity and perception about authoritarian parenting style to juvenile delinquency. Keywords: conformity, perception about authoritarian parenting style, juvenile delinquency.
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh konformitas dan persepsi mengenai pola asuh otoriter terhadap kenakalan remaja. Terdapat 3 pertanyaan penelitian yang dirumuskan yaitu: 1) Apakah terdapat pengaruh antara konformitas dan persepsi mengenai pola asuh otoriter orang tua terhadap kenakalan remaja (juvenile delinquency)? 2) Seberapa besar kedua prediktor (konformitas dan persepsi pola asuh otoriter) ini berpengaruh terhadap kenakalan remaja? 3) Prediktor manakah yang paling besar mempengaruhi kenakalan remaja : Konformitas atau persepsi pola asuh otoriter orang tua? Penelitian ini termasuk dalam explanatory research. Penelitian dilakukan pada siswa SMP dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 209 orang. Alat pengumpul data berupa kuisioner untuk mengukur ketiga variabel. Analisis data dilakukan dengan tehnik statistik regresi berganda, dengan bantuan program statistic SPSS versi 16. Dari hasil analisis data, diperoleh model regresi Y= 15,14+ 0,727 X1 – 0,016 X2, dimana X1 (konformitas) menjadi variabel terbaik dalam mempengaruhi kenakalan remaja. Hal ini dilihat dari koefisien X1 sebesar 0,727. Selain itu didaptkan juga bahwa persentase X1 dan X2 dalam mempengaruhi Y adalah sebesar 19,3 % dengan signifikansi 0,00. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara konformitas dan persepsi mengenai pola asuh otoriter orang tua terhadap kenakalan remaja. Kata Kunci: konformitas, persepsi mengenai pola asuh otoriter orang tua, kenakalan remaja Korespondensi: Gabriella P. Mantiri. Departemen Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286, Telp. (031) 5032770, 5014460, Faks (031) 5025910, email :
[email protected] atau
[email protected]
01
JURNAL Psikologi Perkembangan dan Pendidikan Vol.1.No02.,Juni 2012
Gabriella P.M. , Fitri Andriani
Jumlah remaja di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Besarnya jumlah remaja ini dapat menjadi sebuah potensi sekaligus juga menjadi suatu masalah yang besar bagi pembangunan negara. Salah satu masalah yang saat ini kerap kali mewarnai kehidupan masa remaja adalah kenakalan remaja. Kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang perilaku yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima oleh lingkungan sosial, perilaku yang melanggar, hingga tindakan-tindakan kriminalitas (Santrock, 2002). Ada banyak sekali data-data baik itu dari media cetak maupun elektronik yang menggambarkan banyaknya remaja yang terlibat dalam kenakalan seperti terlibatnya remaja dalam seks bebas, narkoba, tawuran antar pelajar, sikap anarkis remaja yang tergabung dalam geng motor, pornografi, dan masih banyak lagi. Kondisi seperti inilah yang menimbulkan keprihatinan dan memunculkan suatu gagasan untuk meneliti lebih jauh tentang kenakalan remaja ini. Menurut Santrock (2002), beberapa prediktor kenakalan remaja meliputi identitas negatif, pengendalian diri, usia, jenis kelamin, harapan bagi pendidikan, pengaruh teman sebaya, status sosioekonomi, peran orang tua, dan kualitas lingkungan. Dari beberapa prediktor yang dapat menimbulkan kenakalan remaja, dalam penelitian ini lebih difokuskan untuk meneliti pengaruh teman sebaya dan peran orang tua atau secara lebih spesifik konformitas dan persepsi pola asuh otoriter orang tua. Faktor teman sebaya menjadi salah satu faktor keterlibatan remaja dalam kenakalan. Patterson (Bowman, dkk., 2007) menjelaskan bahwa teman sebaya merupakan salah satu faktor munculnya kenakalan. Dalam masa perkembangannya, remaja secara perlahan mulai menjauhkan diri dari keluarga dan mulai banyak menghabiskan waktunya untuk berinteraksi dengan teman sebayanya. Menurut Gottman dan Parker (dalam Dariyo, 2004), salah satu fungsi teman dalam perkembangan sosial remaja adalah sebagai motivator untuk merangsang ke arah yang positif. Artinya bahwa dalam relasinya, seharusnya remaja saling mendukung untuk melakukan hal-hal yang positif sehingga mempengaruhi perilaku mereka ke arah yang positif juga. JURNAL Psikologi Perkembangan dan Pendidikan Vol. 1 No. 02., Juni 2012
Namun kenyataannya saat ini banyak remaja yang terlibat dalam relasi yang tidak sehat. Banyak dari remaja ini yang justru memanfaatkan relasi dengan teman sebayanya untuk melakukan hal-hal yang negatif termasuk terlibat dalam kenakalan. Dalam menjelaskan masalah ini, Santrock (2002) menjelaskan bahwa konformitas menjadi salah satu faktor yang m e nye b a b k a n b a nya k nya re m a j a ya n g melakukan hal-hal negatif bersama dengan teman sebayanya. Menurut Camarena (1991) dan Wall (1993, dalam Santrock, 2002), konformitas terhadap tekanan teman-teman sebaya dalam masa remaja dapat bersifat positif ataupun negatif. Selain pengaruh teman-teman sebaya, peran orang tua juga penting dalam munculnya kenakalan pada remaja. Beberapa penelitian yang meneliti tentang pola asuh menjelaskan bahwa tipe pola asuh yang diterapkan oleh orangtua akan berhubungan dengan perkembangan anak remajanya, termasuk keterlibatan remaja dalam delikuensi atau kenakalan. Salah satu pola asuh yang berhubungan dengan keterlibatan remaja dalam kenakalan adalah pola asuh otoriter (Hoeve, dkk, 2007). Menurut Hoeve, pola asuh ini menyebabkan kenakalan yang persisten pada diri remaja. Setiap orangtua pasti menginginkan segala sesuatu yang terbaik bagi anak-anaknya. Mereka memiliki harapan besar pada anakanaknya dan seringkali membuat orangtua menerapkan disiplin yang menurut mereka dapat menjadikan anak-anaknya seperti apa yang mereka harapkan. Namun sayangnya, apa yang dianggap terbaik oleh orang tua belum tentu dianggap terbaik bagi anak-anaknya. Remaja justru terkadang berpikir bahwa setiap hukuman ataupun disiplin orangtuanya dianggap sebagai suatu hal yang buruk bagi mereka. Oleh sebab itu, Hamidah (2002) menjelaskan bahwa akan lebih tepat jika menilai pola asuh orangtua dengan menggunakan persepsi anak tentang pola asuh yang mereka terima dari orangtuanya. Pola asuh yang dinilai dari persepsi anak akan dipandang sebagai suatu penilaian, kesan, pendapat, ataupun perasaan anak terhadap pola asuh yang mereka terima dari orangtua mereka.
02
Pengaruh Konformitas dan Persepsi Mengenai Pola Asuh Otoriter Orang Tua Terhadap Kenakalan Remaja (Juvenile Deliquency)
Dengan menggunakan persepsi anak, akan dapat dilihat sejauh mana pengaruh persepsi terhadap pola asuh otoriter orangtua terhadap kenakalan yang mereka lakukan. Dua hal ini, yaitu konformitas dan persepsi remaja terhadap pola asuh otoriter orang tua memiliki peran yang besar dalam menjelaskan munculnya kenakalan remaja. Namun penting sekali untuk diteliti lebih lanjut mengenai bagaimanakah pengaruh konformitas dan persepsi mengenai pola asuh otoriter orang tua terhadap kenakalan remaja? Apakah konformitas memberi kontribusi lebih besar dalam mempengaruhi kenakalan remaja, ataukah justru persepsi mengenai pola asuh otoriter orang tua? Konformitas Konformitas berarti tunduk pada tekanan kelompok meskipun tidak ada permintaan langsung untuk mengikuti apa yang dilakukan oleh kelompok. Konformitas akan mengakibatkan suatu perubahan sikap dan perilaku individu yang dilakukan agar sesuai dengan norma sosial yang ada (Baron & Byrne, 2005). Menurut Baron dan Byrne (2005), dasardasar yang membuat seseorang konform terhadap kelompoknya adalah karena adanya pengaruh sosial normatif (social normatif influence) dan pengaruh sosial informatif (social informative influence). 1. Pengaruh sosial normatif (social normatif influence) Pengaruh sosial normatif adalah pengaruh sosial yang didasarkan pada keinginan individu agar disukai atau diterima secara sosial. Pengaruh sosial normatif ini akan menyebabkan berubahnya perilaku seseorang karena adanya keinginan dari individu untuk dapat memenuhi harapan kelompok agar dirinya tidak ditolak oleh kelompoknya. Rasa takut akan penolakan dari kelompok membuat individu akan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh kelompok.
03
2. Pengaruh sosial informatif (social informative influence) Pengaruh sosial informatif adalah pengaruh sosial yang didasarkan pada keinginan individu untuk merasa benar. Individu akan bergantung pada kelompok sebagai sumber informasi. Tendensi untuk menyesuaikan diri berdasarkan pengaruh informasi ini bergantung pada dua aspek situasi yaitu seberapa besar keyakinan kita pada kelompok dan seberapa yakinkah kita pada penilaian diri kita sendiri. Semakin besar kepercayaan kita kepada informasi dan opini kelompok, semakin mungkin kita menyesuaikan diri kita dengan ke l o m p o k i t u . S e g a l a s e s u a t u ya n g meningkatkan kepercayaan kita pada kebenaran kelompok kemungkinan juga akan menaikkan tingkat konformitas kita. Persepsi Mengenai Pola Asuh Otoriter Orang Tua Hardy dan Hayes (dalam Mussen, 1994) mendefinisikan pola asuh sebagai cara yang digunakan orangtua untuk memperlakukan, membesarkan, dan memelihara anak guna membantu proses pertumbuhan selanjutnya. Pola asuh merupakan segala perilaku orangtua kepada anak melalui sistem aturan, reward, dan komunikasi yang diterapkan di rumah. Beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh (Gunarsa, 2010): 1. Pengalaman masa lalu orangtua terkait pola asuh ataupun sikap orang tua mereka. Biasanya orang tua akan menggunankan pola asuh orang tua mereka yang terdahulu apabila hal tersebut dirasa bermanfaat. 2. Nilai-nilai yang dianut oleh orangtua Tiap orang memiliki nilai yang berbeda-beda dalam mengasuh anak-anaknya. Ada orangtua yang mengutamakan segi intelektual dalam kehidupan mereka, atau ada juga yang mengutamakan segi rohani, dan lain sebagainya. 3. Tipe kepribadian orang tua 4. Kehidupan perkawinan orang tua 5. Alasan orang tua memiliki anak
JURNAL Psikologi Perkembangan dan Pendidikan Vol. 1 No. 02., Juni 2012
Gabriella P.M. , Fitri Andriani
Baumrind (1991, dalam Santrock, 2007), membedakan pola asuh menjadi beberapa macam, dimana salah satunya adalah pola asuh otoriter. Pola asuh otoriter adalah gaya pola asuh yang bersifat menghukum dan membatasi, dimana orangtua berusaha agar remaja mengikuti pengarahan yang diberikan oleh orang tua serta menghormati pekerjaan dan usahausaha yang telah dilakukan oleh orangtuanya. Orangtua yang menerapkan gaya pengasuhan seperti ini akan cenderung membatasi ruang gerak remaja serta memberikan batasan-batasan yang tegas kepada remaja sehingga mereka kurang memiliki kesempatan untuk berdialog secara verbal kepada orangtua mereka dan juga kurang memiliki peluang untuk mengemukakan pendapat. Berdasarkan penjelasan di atas maka pengertian dari persepsi mengenai pola asuh otoriter orangtua adalah pandangan remaja yang melihat bahwa orangtuanya terlalu mengatur, dan mengontrol dengan ketat, serta mendesak mereka untuk melakukan aturan-aturan yang telah diatur oleh orangtua tanpa adanya komunikasi yang baik dengan remaja tersebut. Kenakalan Remaja (Juvenile Deliquency) Santrock (2007) mendef inisikan kenakalan remaja adalah suatu rentang perilaku yang luas, mulai dari segala jenis perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (seperti bertindak berlebihan di sekolah), status pelanggaran (seperti melarikan diri dari rumah), hingga melakukan tindakan kriminal (seperti mencuri). Perilaku-perilaku kenakalan tersebut dapat muncul karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti yang dikemukakan oleh Santrock (2007) yaitu identitas negatif, pengendalian diri rendah, usia, jenis kelamin, rendahnya harapan bagi pendidikan, pengaruh teman sebaya, status ekonomi rendah, peran orang tua, dan kualitas lingkungan rumah.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain:
JURNAL Psikologi Perkembangan dan Pendidikan Vol. 1 No. 02., Juni 2012
1) Apakah terdapat pengaruh antara konformitas dan persepsi mengenai pola asuh otoriter orang tua terhadap kenakalan remaja (juvenile delinquency)? 2) Seberapa besar kedua prediktor (konformitas dan persepsi pola asuh otoriter) ini berpengaruh terhadap kenakalan remaja? 3) Prediktor manakah yang paling besar mempengaruhi kenakalan remaja: Konformitas atau persepsi pola asuh otoriter orang tua?
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yaitu penelitian dimana data yang digunakan adalah data yang berupa bilangan (skor, nilai, peringkat, atau frekuensi). Jika dilihat dari tujuannya, maka penelitian ini termasuk dalam penelitian explanatory research, dimana penelitian ini menyorot pada hubungan antar variabel-variabel penelitian dan menguji hipotesa yang telah dirumuskan sebelumnya. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah konformitas, persepsi mengenai pola asuh otoriter orang tua, dan kenakalan remaja. Variabel tersebut akan lebih lanjut dijelaskan di bawah ini. a. Variabel X pada penelitian ini adalah konformitas dan persepsi mengenai pola asuh otoriter orang tua. Variabel konformitas diukur dengan menggunakan kuisioner yang telah diuji coba oleh peneliti. Uji validitas alat ukur dilakukan dengan menggunakan validitas isi (content validity). Peneliti meminta bantuan beberapa orang professional judgement untuk membantu menyempurnakan alat ukur ini. Sedangkan koefisien reliabilitas alpha cronbach alat ukur ini adalah 0,857. Kuisioner ini terdiri dari 25 aitem dengan 4 pilihan jawaban. Variabel persepsi pola asuh otoriter orang tua diukur dengan menggunakan kuisioner juga. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur yang telah diuji coba dan digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Henny Nur Rahmania (2005) dengan koefisien reliabilitas alpha cronbachr 0,8511 dan menghasilkan 26 aitem yang bagus.
04
Pengaruh Konformitas dan Persepsi Mengenai Pola Asuh Otoriter Orang Tua Terhadap Kenakalan Remaja (Juvenile Deliquency)
b. Variabel Y pada penelitian ini adalah kenakalan remaja. Variabel kenakalan remaja ini diukur dengan kuisioner yang juga dibuat sendiri oleh peneliti. Alat ukur ini juga telah diuji coba dan menghasilkan koefisien reliabilitas alpha cronbach sebesar 0,916. Kuisioner ini terdiri dari 29 aitem dengan menggunakan empat pilihan jawaban, dengan meniadakan alternatif jawaban tengah . Penelitian ini menggunakan remaja usia 12-15 tahun yang bersekolah di SMP Sarawati 1 Denpasar. Penentuan karakteristik sampel ini dilkukan karena pada usia remaja awal (12-15 tahun), merupakan masa remaja dimana mereka berada dalam masa transisi awal dari masa anakanak dan juga pada masa remaja awal ini keterikatan remaja dengan teman sebayanya berada pada posisi yang signifikan dibandingkan dengan fase perkembangan sebelumnya. Selain itu, tingkat konformitas remaja terhadap standar antisosial yang ditetapkan oleh teman sebayanya cenderung tinggi di masa remaja awal ini (Berndt, 1979, dalam Santrock, 2007 ). Untuk menentukan sampel yang digunakan dalam penelitian, peneliti menggunakan probability sampling yaitu cluster sampling sebagai teknik samplingnya. Cluster sampling adalah teknik penentuan sampel yang tidak menggunakan satuan sampel individuindividu, melainkan menggunakan satuan sampel kelompok-kelompok atau klaster. Penentuan klaster ini diambil secara acak dari 19 kelas yang ada yaitu hanya dipilih 6 kelas sebagai sampel penelitian. Dari 6 kelas tersebut, jumlah sampel keseluruhan adalah 209 orang. Teknik analisis data untuk melihat pengaruh konformitas dan persepsi mengenai pola asuh otoriter orangtua terhadap kenakalan remaja adalah dengan menggunakan analisis regresi berganda. Teknik ini dilakukan untuk menganalisa pengaruh dua variabel X terhadap satu variabel Y. Sebelum dilakukan analisa terhadap data hasil penelitian, maka dilakukan uji asumsi terlebih dahulu. Uji asumsi yang digunakan adalah uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinearitas, serta uji homoskedastisitas.
05
Hasil Penelitian Setelah data kasar terkumpul, maka dilakukan uji asumsi. Uji asumsi yang pertama adalah uji normalitas dengan mengamati Normal Probability Plot (P-P) of the Regression Standardized Residual dalam hasil analisis. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa data terletak pada satu garis lurus dari kiri bawah ke kanan atas sehingga dapat dikatakan memenuhi uji asumsi normalitas. Uji asumsi yang kedua adalah uji autokorelasi dengan memperhatikan koefisien Durbin-Watson. Koefisien Durbin-Watson yang diperoleh dari hasil analisis ini adalah 1,635 sehingga dapat diasumsikan tidak terjadi autokorelasi. Uji asumsi yang ketiga adalah uji multikolinearitas dengan menggunakan koefisien VIF dan tolerance. Nilai VIF menunjukkan angka 1,019 dan tolerance menunjukkan angka 0,981 sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terjadi korelasi antar variabel independen (konformitas dan persepsi pola asuh otoriter), dan multikolinearitas tidak terjadi. Uji asumsi yang terakhir adalah uji homoskedastisitas. Untuk mengetahui apakah uji ini terpenuhi atau tidak, maka digunakan grafik Plots antara nilai prediksi variabel terikat (dependen), dengan residualnya. Dari grafik itu dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y dan tidak ada pola yang jelas sehingga uji homoskedastisitas dapat terpenuhi. Setelah uji asumsi dilakukan, maka selanjutnya dilakukan analisis data dengan teknik regresi. Dari tabel ANOVA, didapat koefisien F= 24,704 dengan sig= 0,00 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi ini signifikan, yang berarti bahwa konformitas dan persepsi pola asuh otoriter orangtua berpengaruh signifikan terhadap kenakalan remaja. Besarnya pengaruh variabel prediktor ini dijelaskan melalui angka R square sebesar 0,193 yang berarti bahwa konformitas dan pola asuh otoriter orang tua mempengaruhi kenakalan remaja sebesar 19,3 %, sedangkan sisanya (100%-19,3%= 80,7) dipengaruhi oleh sebab-sebab yang lain.
JURNAL Psikologi Perkembangan dan Pendidikan Vol. 1 No. 02., Juni 2012
Gabriella P.M. , Fitri Andriani
Untuk mengetahui berapa besar persentase masing-masing prediktor ini berpengaruh terhadap kenakalan remaja, maka dilihat dari nilai t. Berdasarkan tabel hasil analisis, konformitas memiliki nilai t= 6,986 dengan sig= 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa variabel X1 yaitu konfomitas berpengaruh signifikan terhadap kenakalan remaja karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Sedangkan Persepsi pola asuh otoriter orang tua menunjukkan nilai t= -0,188 dengan sig= 0,851. Hal ini menunjukkan bahwa variabel X2 yaitu persepsi pola asuh otoriter orangtua tidak berpengaruh signifikan terhadap kenakalan remaja karena nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. Dari uji F test seperti yang telah dijelaskan di atas dimana nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka model regresi dapat dipakai dalam memprediksi kenakalan remaja. Adapun persamaan regresinya adalah: Y= 15,14 + 0,727 X1 – 0,016 X2 Dimana: Y= Kenakalan Remaja X1= Konformitas X2= Persepsi mengenai Pola asuh Otoriter Orang Tua Konstanta sebesar 15,14 menyatakan bahwa jika tidak ada konformitas dan persepsi mengenai pola asuh otoriter orang tua, maka kenakalan remaja adalah 15,14. Koefisien regresi X1 sebesar 0,727 menyatakan bahwa setiap perubahan konformitas sebesar satu satuan akan menyebabkan perubahan kenakalan remaja sebesar 0,727. Sedangkan koefisien regresi X2 sebesar 0,016 menyatakan bahwa setiap perubahan persepsi pola asuh otoriter sebesar satu satuan akan menyebabkan perubahan Y sebesar 0,016. Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa konformitas merupakan prediktor yang lebih besar mempengaruhi kenakalan remaja dibandingkan dengan X2 persepsi pola asuh otoriter orang tua.
Pembahasan Menurut Konopka, usia remaja awal yaitu usia 12-15 tahun merupakan usia dimana remaja mulai mengembangkan dirinya menjadi individu yang unik dan mulai untuk tidak lagi bergantung pada orangtuanya. JURNAL Psikologi Perkembangan dan Pendidikan Vol. 1 No. 02., Juni 2012
Konopka juga menjelaskan bahwa fokus perkembangan usia ini adalah dimana konformitas pada remaja awal masih kuat dengan teman sebayanya. Berdasarkan pendapat Konopka ini, dapat menjelaskan mengapa konformitas berpengaruh lebih banyak dalam memprediksikan kenakalan remaja. Hal ini disebabkan karena memang pada usia remaja awal ini mereka mengembangkan konformitas sebagai suatu upaya agar diterima oleh kelompoknya. Seperti yang dikemukakan oleh Baron dan Byrne (2005) bahwa dasar seseorang konform terhadap kelompoknya adalah karena didasarkan pada pengaruh sosial normatif dimana individu memiliki keinginan untuk disukai atau diterima oleh kelompoknya. Menurut Camarena (1991) dan Wall (1993, dalam Santrock, 2002), konformitas dalam masa remaja dapat bersifat positif ataupun negatif. Menurut Berndt (1979), Bernd & Perry (1990), dan Laventhal (1994; dalam Santrock, 2002: 46), konformitas pada usia remaja awal akan memuncak terutama untuk mengikuti standarstandar antisosial. Artinya konformitas pun dapat menyebabkan remaja ikut terlibat dalam kenakalan supaya mereka diterima oleh kelompoknya. Lebih berpengaruhnya konformitas terhadap kenakalan remaja juga mungkin disebabkan karena faktor budaya subjek sendiri. Penelitian ini menggunakan subjek dengan latar belakang budaya Bali, dimana dalam kehidupan masyarakat Bali kental sekali dengan adanya perbedaan status sosial berdasarkan kasta. Menurut Sears, salah satu faktor munculnya konformitas adalah karena faktor status sosial. Status disini mencakup status dalam bidang apapun dimana status ini menunjukkan suatu simbol penghargaan bagi individu karena status dan kedudukan yang ia miliki lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang lain. Siswa yang menjadi subjek penelitian ini juga hidup di tengah kelompok dengan status sosial yang berbeda-beda. Nilai konformitas yang berpengaruh lebih tinggi dalam mempengaruhi kenakalan remaja mungkin disebabkan karena adanya nilai-nilai untuk lebih konform kepada teman-temannya yang memiliki status sosial yang lebih tinggi sebagai bentuk penghargaan karena kedudukan yang lebih tinggi itu.
06
Pengaruh Konformitas dan Persepsi Mengenai Pola Asuh Otoriter Orang Tua Terhadap Kenakalan Remaja (Juvenile Deliquency)
Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Sears seperti yang telah dijelaskan di atas. Selain karena faktor status sosial, faktor kolektivitas dapat juga menjadi alasan mengapa subjek lebih konform kepada teman-temannya. Dalam masyarakat Bali, sifat kolektif sangatlah melekat dalam kehidupan sehari-harinya. Seperti yang dikemukakan oleh Nyoman Naya Sujana (1994) yaitu bahwa masyarakat Bali memiliki sifat kolektif yang kuat karena mereka dilahirkan dan dikembangkan dalam sistem sosial yang menekankan pada kebersamaan, serta sistem adat. Sifat kolektif ini dapat terlihat dari sikap toleransi dan gotong royong antar sesama. Di tengah tingginya nilai pengaruh konformitas terhadap kenakalan remaja, ternyata tidak demikian dengan pengaruh persepsi mengenai pola asuh otoriter orangtua. Dalam penelitian ini, pengaruh mengenai pola asuh otoriter orangtua ternyata menunjukkan adanya pengaruh yang rendah terhadap kenakalan remaja. Saat memasuki masa remaja, individu akan cenderung untuk menjauh dari orangtua dan mulai mengalihkan perhatiannya kepada teman-teman sebayanya. Konopka pun juga mendukung hal ini dimana dikatakan bahwa remaja mulai tidak menggantungkan dirinya lagi kepada orangtua. Hal ini memungkinkan remaja kurang memberi perhatian terhadap apa yang terkait dengan orangtua mereka salah satunya adalah terkait dengan pola asuh. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Walgito, dimana proses persepsi akan terjadi jika individu memusatkan perhatian pada sekumpulan objek. Tanpa perhatian, individu tidak dapat memusatkan perhatiannya pada stimulus sehingga persepsi pun tidak dapat terjadi. Dalam menerapkan pola asuh kepada anak, orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungannya dan juga diwarnai oleh sikap-sikap tertentu dalam memelihara, membimbing, dan mengarahkan anak-anaknya (Ali, 2010). Adanya faktor budaya dalam menentukan pola asuh yang diterapkan oleh orangtua kepada anak, menyebabkan adanya kecenderungan pola asuh yang berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain.
07
Rendahnya pengaruh pola asuh otoriter terhadap kenakalan remaja mungkin terjadi akibat dari ciri khas yang dimiliki oleh etnis Bali itu sendiri. Rendahnya pengaruh persepsi pola asuh otoriter dalam memprediksi kenakalan remaja mungkin juga disebabkan karena pola asuh orang tua dari etnis Bali tidak menunjukkan pola asuh yang cenderung otoriter. Hal ini menjadi salah satu kelemahan dari penelitian ini, yaitu bahwa subjek yang dipilih peneliti mungkin saja berasal dari budaya yang tidak cenderung menerapkan pola asuh otoriter kepada anak.
Simpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Ada pengaruh yang signifikan antara konformitas dan persepsi mengenai pola asuh otoriter orangtua terhadap kenakalan remaja. 2. Konformitas merupakan prediktor yang lebih besar mempengaruhi kenakalan remaja dibandingkan dengan prediktor persepsi mengenai pola asuh otoriter orangtua.
JURNAL Psikologi Perkembangan dan Pendidikan Vol. 1 No. 02., Juni 2012
Gabriella P.M. , Fitri Andriani
Daftar Pustaka Ali, Mohammad & Asrori, Mohammad. (2010). Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara. Baron, R.A & Byrne, D. (2005). Psikologi Sosial Jilid 2 edisi kesepuluh. Jakarta: Penerbit Erlangga. Bowman, Marvella A., Prelow, Hazel M., &Weaver, Scott R.(2007). Parenting Behaviors, Association with Deviant Peers, and Delinquency in African American Adolescents:A Mediated-Moderation Model. Journal of Youth Adolescene, 36, 517–527. Dariyo, A. (2004). Psikologi Remaja. Bandung: PT Refika Aditama. Hamidah. (2002). Perbedaan Kepekaan Sosial Ditinjau Berdasarkan persepsi Remaja terhadap Pola Asuh orang Tua pada Remaja di Jawa Timur. INSAN, 4 (3), 131-160. Hoeve, M,, Blockland, A., Dubas, J.S., Loeber, R., Gerris, J.R., Laan, P.H. (2008). Trajectories of Deliquency and Parenting Styles. Journal Abnormal Child Psychology, 36, 223-235. Hoeve, M., Dubas, J.S., Eichelsheim, V.I., Laan, P.H., Smeenk, W., Gerris, J.R.M. (2009). The Relationship Between Parenting and Deliquency: A Meta-Analysis. Journal Abnormal Child Psychology, 37, 749775. Gunarsa, Singgih. (2010). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. Mussen, J.C. (1994). Child Development and Personality. New York: Harper & Row. Santrock, J.W. (2002). Life Span Development (Perkembangan Masa Hidup) Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. Santrock, J.W. (2007). Remaja Jilid 1 (edisi kesebelas). Jakarta: Penerbit Erlangga.
JURNAL Psikologi Perkembangan dan Pendidikan Vol. 1 No. 02., Juni 2012
08