1
PENGARUH KARAKTERISTIK ORANG TUA TERHADAP JENIS POLA ASUH DALAM MERAWAT ANAK PENYANDANG AUTISME Muliana1*, Yossie Susanti Eka Putri2, Ria Utami Panjaitan2 2.
1. Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia Departemen Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia *E-mail:
[email protected]
Abstrak Pola asuh merupakan serangkaian interaksi intensif yang melibatkan orang tua dan anak. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan karakteristik orang tua dengan jenis pola asuh dalam merawat anak penyandang autisme. Desain penelitian menggunakan deskriptif korelasi dengan melibatkan 49 orang tua yang mempunyai anak autisme (6-12 tahun) di wilayah Jakarta Selatan. Instrumen yang digunakan adalah Parenting Styles and Dimensions QuestionnaireShort Form (PSDQ). Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden (53,1%) menggunakan pola asuh permisif. Hasil uji Chi Square menyatakan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara karakteristik orang tua dengan jenis pola asuh (p>0.05, α=0.05). Namun, karakteristik orang tua mungkin dapat mempengaruhi jenis pola asuh yang digunakan oleh orang tua. Perbedaan nilai-nilai budaya dan karakteristik orang tua menjadikan pola asuh dimasingmasing daerah berbeda. Penelitian ini merekomendasikan untuk diadakannya kerjasama antara pihak sekolah, klinik, dan orang tua dalam memberikan informasi terkait jenis pola asuh yang digunakan oleh orang tua dan dampaknya bagi perkembangan anak autisme. Kata kunci: autisme, interaksi, pola asuh orang tua Abstract Influence of parental characteristics with type of parenting style in caring for children with autism. Parenting is series of intensive interaction that involves parents and children. This study purposed to examine the relationship between parental characteristics with type of parenting style in caring for children with autism. This study used a correlation descriptive design and involved 49 samples of parents who have children with autism (6-12 years old) in South Jakarta. This study using the instruments used the Parenting Styles and Dimensions Questionnaire-Short Form (PSDQ). The results of this study indicated that the majority of respondents (53.1%) using permissive parenting style. Based on Chi Square test, there was no significant relationship between parental characteristics with type of parenting style (p>0.05, α= 0.05). However, parental characteristics may influence the type of parenting style that used by parents. The difference of cultural and parental characteristics make parenting style in each of the different regions. This study recommends the holding of cooperation between the schools, clinics, and parents in providing information related to the type of parenting that used by parents and its impact on the development of children with autism. Keywords: autism, interaction, parenting style
Pendahuluan Kejadian autisme semakin bertambah dari waktu ke waktu baik di dunia maupun di Indonesia. Kejadian itu diiringi juga dengan kenaikan prevalensi terjadinya autisme diberbagai belahan dunia. Di Jepang terjadi kenaikan prevalensi anak autisme dari 21,1
per 10.000 pada tahun 1996 menjadi 181 per 10.000 pada tahun 2008 (Sun, et al. 2013). Kenaikan prevalensi anak autisme di Kanada sebesar 0,68% pada tahun 2003-2004. Di Amerika Serikat, kenaikan prevalensi Autism Spectrum Disorder (ASD) sebesar 78% antara
Hubungan karakteristik…, Muliana, FIK UI, 2014
2
tahun 2002 dan 2008 (Blumberg, Bramlett, Kogan, Schieve, Jones & Lu, 2013). Dalam laporan populasi statistik di Thailand, didapatkan 4-5 per 10.000 anak menderita autistik. Di Indonesia, Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan memperkirakan terdapat 112.000 anak di Indonesia menyandang autisme, pada rentang usia sekitar 5-19 tahun (Melisa, 2013, p.1). Jumlah anak penyandang autisme baik di dunia maupun di Indonesia mengalami peningkatan dalam 10 tahun terakhir. Hal itu mengindikasikan bahwa kejadian autisme sudah menjadi masalah besar bagi dunia sehingga perlu ditangani untuk meminimalisasi meningkatnya angka kejadian tersebut. Autisme merupakan gangguan perkembangan kompleks pada fungsi otak yang disertai defisit intelektual dan perilaku dalam rentang dan keparahan yang luas (Wong, Hockenberry-Eaton, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2009). Autisme memperlihatkan ketidakmampuan anak untuk berhubungan dengan orang lain. Ketidakmampuan itu menyebabkan anak autisme tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungannya. Frekuensi terjadinya autisme lebih mempengaruhi laki-laki daripada perempuan (Lai, Lambardo & Cohen, 2013). Kejadian autisme pada anak dapat mempengaruhi interaksi antara orang tua dan anak. Kuantitas interaksi orang tua dan anak akan mempengaruhi pola pengasuhan anak di dalam keluarga. Pola asuh merupakan segala bentuk dan proses interaksi yang terjadi antara orang tua dan anak yang bersifat fundamental dalam pembentukan karakter anak. Berdasarkan Wong, Hockenberry-Eaton, Wilson, Winkelstein dan Schwartz (2009) secara garis besar pola pengasuhan orang tua terhadap anak dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu otoriter, demokratis, dan permisif.
Pola asuh orang tua dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kebudayaan, kelas sosial ekonomi, jenis kelamin anak, nilai-nilai yang dianut oleh orang tua, pengalaman masa lalu yang berhubungan erat dengan pola asuh, dan tipe kepribadian orang tua (Darling, 1999; Gunarsa & Gunarsa, 2008). Penelitian tentang autisme sudah cukup banyak diteliti oleh civitas akademika baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gau, et al. (2010) di Taiwan, anak autisme mendapatkan kasih sayang lebih sedikit daripada saudara kandungnya yang normal serta orang tua cenderung lebih overprotektif dan otoriter terhadap anak autisme. Sementara itu, pada penelitian yang dilakukan oleh Jackman, Mandleco, Roper, Dyches, dan Freeborn (2012) di Amerika Serikat, ibu lebih banyak menampilan pola asuh demokratis daripada ayah pada anak dengan gangguan perkembangan, termasuk di dalamnya adalah autisme. Di Indonesia, hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmah dan Marini (2012) menunjukkan adanya variasi pola pengasuhan Ibu suku Batak kepada anak laki-laki yang mengalami autisme. Secara umum, hasil penelitiannya menunjukkan pola asuh permisif lebih banyak digunakan daripada pola pengasuhan lain. Namun, tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pasaribu dan Hersinta (2009) di sekolah Purba Adhika Karang Tengah, Jakarta yang menyatakan bahwa 68,4% orang tua menerapkan pola asuh demokratis pada anak autisme. Hal itu menandakan bahwa kebudayaan dan karakteristik orang tua turut andil dalam mempengaruhi pola pengasuhan anak dalam keluarga. Beban Orang tua yang memiliki anak penyandang autisme tentu tidaklah ringan, kondisi anak autisme membutuhkan penanganan tersendiri oleh orang tua dalam membantu tumbuh kembangnya. Pola pengasuhan merupakan salah satu aspek penting, dimana dengan pemberian
Hubungan karakteristik…, Muliana, FIK UI, 2014
3
pengasuhan yang tepat diharapkan dapat membantu tumbuh kembang anak autisme ke arah yang lebih baik. Perbedaan budaya, status ekonomi, nilai dan karakteristik orang tua menjadikan pola asuh dimasing-masing daerah berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik orang tua dengan jenis pola asuh dalam merawat anak penyandang autisme, berdasarkan pertanyaan penelitian sebagai berikut: bagaimana karakteristik orang tua (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan) pada orang tua yang memiliki anak penyandang autisme di wilayah Jakarta Selatan? Bagaimana gambaran jenis pola asuh orang tua dalam merawat anak penyandang autisme di wilayah Jakarta Selatan? Apakah terdapat hubungan antara karakteristik orang tua dengan jenis pola asuh dalam merawat anak penyandang autisme di wilayah Jakarta Selatan? Metode
mengidentifikasi pola asuh yang digunakan dalam merawat anak penyandang autisme. Secara keseluruhan diperoleh hasil probabilitas korelasi < taraf signifikan (∝) 0,05 pada 23 item pernyataan pola asuh orang tua dan dinyatakan valid. Reliabilitas dalam instrumen ini diuji menggunakan rumus cronbach’s alpha dan menghasilkan nilai cronbach alpha > 0,60 yang menunjukan bahwa instrumen bersifat reliabel.
Hasil Karakteristik responden paling banyak berusia 36-60 tahun (89,8%), berjenis kelamin perempuan (71,4%), berpendidikan perguruan tinggi (61,2%), berpenghasilan ≥2.450.000 (91,8%), dan bekerja sebagai karyawan swasta (40,8%). Tabel 1. Karakteristik responden Karakteristik
Frekuensi (n)
Presentase (%)
20-35
5
10.2
36-60
44
89.8
Usia
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelatif. Penelitian melibatkan 49 responden yang mempunyai anak autisme usia 6-12 tahun di wilayah Jakarta Selatan yang dipilih dengan teknik quota sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Parenting Styles and Dimensions Questionnaire-Short Form (PSDQ) yang dikembangkan oleh Robinson pada tahun 2001. Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari tiga bagian yang disusun berdasarkan jenis pola asuh orang tua dengan total 32 item pernyataan yang dapat diisi oleh orang tua. Tiap item dinilai menggunakan jenis skala Likert dengan 4 menunjukkan bahwa orang tua “selalu melakukan”, 3 “sering melakukan”, 2 jarang melakukan, dan 1 “tidak pernah melakukan”. Peneliti memodifikasi dan mengambil pernyataan yang sesuai dengan kondisi anak penyandang autisme. Setelah dipilih dan dimodifikasi, peneliti mendapatkan total 27 item pernyataan yang cocok untuk
Jenis Kelamin Laki-laki
14
28.6
Perempuan
35
71.4
Pendidikan SMP
1
2.0
SMA
18
36.7
Perguruan Tinggi
30
61.2
<2.450.000
4
8.2
≥2.450.000
45
91.8
Penghasilan
Pekerjaan PNS/BUMN
4
8.2
Wiraswasta
6
12.2
Swasta
20
40.8
Tidak bekerja
16
32.7
Lain-lain
3
6.1
Hubungan karakteristik…, Muliana, FIK UI, 2014
4
Anak penyandang autisme paling banyak berjenis kelamin laki-laki (93,9%). Tabel 2. Jenis kelamin anak penyandang autisme Karakteristik
Frekuensi (n)
Presentase (%)
Laki-laki
46
93.9
Perempuan
3
6.1
49
100
Jenis kelamin
Total
Pola asuh yang paling banyak digunakan yaitu pola asuh permisif (53,1%). Tabel 3. Pola asuh orang tua yang memiliki anak penyandang autisme Pola asuh
Frekuensi (n)
Presentase (%)
Otoriter
2
4.1
Demokratis
21
42.9
Permisif
26
53.1
49
100
Total
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4. 80% responden yang berusia 20-35 tahun memiliki pola asuh demokratis, 56,8% responden yang berusia 36-60 tahun memiliki pola asuh permisif. Jika dilihat dari karakteristik jenis kelamin responden, 50% responden berjenis kelamin laki-laki dan 54,3% responden perempuan memiliki pola asuh permisif. Berdasarkan karakteristik pendidikan responden, 100% responden yang berpendidikan SMP memiliki pola asuh permisif, 61,1% responden yang berpendidikan SMA memiliki pola asuh permisif, dan 50% responden yang berpendidikan perguruan tinggi memiliki pola asuh demokratis. Berdasarkan penghasilan perbulan, 100% responden yang berpenghasilan <2.450.000 dan 48,9% responden berpenghasilan ≥2.450.000 menggunakan pola asuh permisif. Sedangkan jika dilihat dari pekerjaan, 50% responden dengan pekerjaan PNS/BUMN memiliki pola
asuh demokratis dan permisif, 50% responden dengan pekerjaan wiraswasta memiliki pola asuh demokratis dan permisif, 50% responden yang bekerja di sektor swasta memiliki pola asuh demokratis, 62,5% responden yang tidak bekerja memiliki pola asuh permisif, 66,7% responden dengan pekerjaan lain-lain (tukang ojek dan buruh) memiliki pola asuh permisif. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value pada kelima karakteristik responden > α maka dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara karakteritik orang tua dengan jenis pola asuh orang tua.
Pembahasan Karakteristik Responden Hasil penelitian menunjukan mayoritas reponden yang terlibat berada dalam rentang usia dewasa menegah. Masa pernikahan dan pembentukan keluarga umumnya dimulai pada usia dewasa awal hingga pertengahan. Pada periode dewasa pertengahan, individu mulai membangun apa yang ada pada dirinya, mencapai kemandirian, mempunyai anak, dan membesarkan anak. Hasil penelitian ini didukung oleh Hersinta dan Soepomo (2011) yang 100% respondennya berada pada rentang dewasa pertengahan. Selama periode dewasa menengah, individu merasakan pengalaman dan penghargaan baik dalam karier maupun kehidupan personalnya. Banyak individu dewasa menengah menemukan kesenangan tersendiri saat membantu anak-anaknya untuk menjadi produktif dan bertanggung jawab (Potter & Perry, 2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas reponden yang terlibat adalah perempuan. Ibu lebih banyak menemani anak autisme untuk terapi serta mengantar dan menjemputnya ketika sekolah. Ibu berperan aktif dalam mengatur segala keperluan di dalam rumah tangga termasuk pengasuhan anak-anaknya. Hasil penelitian ini didukung oleh Jackman, Mandleco, Roper, Dyches dan
Hubungan karakteristik…, Muliana, FIK UI, 2014
5
Tabel 4. Hubungan karakteristik orang tua dengan jenis pola asuh Pola asuh orang tua Karakteristik
P Value
Total
Otoriter
Demokratis
Permisif
N
%
n
%
n
%
n
%
20-35
0
0
4
80
1
20
5
100
36-60
2
4.5
17
38.6
25
56.8
44
100
Laki-laki
1
7.1
6
42.9
7
50
14
100
Perempuan
1
2.9
15
42.9
19
54.3
35
100
SMP
0
0
0
0
1
100
1
100
SMA
1
5.6
6
33.3
11
61.1
18
100
Perguruan Tinggi
1
3.3
15
50
14
46.7
30
100
<2.450.000
0
0
0
0
4
100
4
100
≥2.450.000
2
4.4
21
46.7
22
48.9
45
100
PNS/BUMN
0
0
2
50
2
50
4
100
Wiraswasta
0
0
3
50
3
50
6
100
Swasta
1
5
10
50
9
45
20
100
Tidak bekerja
0
0
6
37.5
10
62.5
16
100
Lain-lain
1
33.3
0
0
2
66.7
3
100
Usia 0.205
Jenis kelamin 0.785
Pendidikan 0.697
Penghasilan 0.146
Pekerjaan
0.281
Freeborn (2012), ibu lebih banyak berinteraksi dengan anaknya yang mengalami gangguan perkembangan, termasuk di dalamnya adalah autisme. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gau, et al. (2010), ibu yang memiliki anak autisme cenderung lebih merawat, menyayangi, dan mendidik anak autisme.
diperoleh orang tua untuk memenuhi kebutuhannya. Semakin tinggi pendidikan orang tua maka akan semakin tinggi pula penghasilan yang didapatkan. Biaya terapi dan sekolah yang cukup mahal menjadikan mayoritas orang tua yang menyekolahkan serta memberikan terapi di klinik terhadap anak-anaknya hanya orang tua yang berpenghasilan dan berpendidikan tinggi.
Hasil penelitian menunjukan mayoritas reponden menempuh pendidikan perguruan tinggi. Orang tua dengan pendidikan yang semakin tinggi akan lebih memahami tumbuh kembang anak sesuai tahap perkembangannya. Pendidikan juga berkaitan dengan pekerjaan dan penghasilan yang
Pendidikan yang tinggi juga mempengaruhi pola pikir orang tua dalam menghadapi suatu masalah termasuk kejadian autisme pada anak. Selain itu, pendidikan dan pengalaman orang tua dalam merawat anak akan mempengaruhi persiapan orang tua dalam menjalankan pengasuhan. Hal ini sejalan
Hubungan karakteristik…, Muliana, FIK UI, 2014
6
dengan pendapat Brooks (2008) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan orang tua berperan penting dalam penerapan pola pengasuhan orang tua terhadap anak. Hasil penelitian menunjukan mayoritas reponden berpenghasilan ≥2.450.000 atau di atas UMP DKI Jakarta. Biaya terapi dan sekolah yang cukup mahal membuat orang tua membutuhkan penghasilan yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Biaya terapi dan sekolah yang mahal pun hanya dapat dijangkau oleh orang tua dengan penghasilan yang tinggi. Hasil penelitian ini didukung oleh Serrata (2012), keluarga yang banyak datang ke klinik bisanya mempunyai rentang penghasilan $45,000 sampai $49,000. Karena anak autisme membutuhkan tambahan biaya untuk terapi, maka tidak jarang orang tua yang mencari penghasilan tambahan. Hasil penelitian menunjukan hampir sebagian reponden bekerja sebagai karyawan swasta. Responden yang hampir sebagian besar bekerja di sektor swasta mendapatkan penghasilan yang cukup tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan anaknya. Orang tua yang bekerja di sektor swasta memiliki jam kerja yang lebih banyak daripada orang tua yang bekerja sebagai pegawai negeri. Hal itu secara tidak langsung dapat mempengaruhi kuantitas interaksi antara orang tua dan anak. Hasil penelitian ini didukung oleh Gau, et al. (2010) yang menyatakan bahwa 30,2% ibu dan 97,8% ayah yang memiliki anak autisme bekerja untuk memenuhi kebutuhan terapi anak. Serrata (2012) juga berpendapat bahwa anak autisme membutuhkan terapi dengan biaya yang cukup mahal sehingga banyak orang tua yang menambah jam kerja serta menambah pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan biaya terapi anak. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas anak autisme berjenis kelamin laki-laki. Hal ini diperkuat oleh Lai, Lambardo dan Cohen (2013) yang menyatakan bahwa frekuensi
terjadinya autisme lebih mempengaruhi lakilaki daripada perempuan. Sarachana, Xu, Wu, dan Hu (2011) dalam penelitiannya menunjukkan adanya perbedaan antara hormon laki-laki dan perempuan yang mengatur ekspresi kerentanan gen autisme. Anak laki-laki lebih banyak memproduksi hormon testosteron, sementara perempuan lebih banyak memproduksi hormon esterogen. Kedua hormon tersebut mempunyai efek bertolak belakang terhadap suatu gen yang mengatur fungsi otak yang disebut retinoic acid-related orphan receptor-alpha atau RORA. Hormon testosteron menghambat kinerja RORA, sementara esterogen justru meningkatkan kinerjanya. Terhambatnya kinerja RORA menyebabkan berbagai masalah koordinasi tubuh. Kerusakan saraf akibat stres dan inflamasi jaringan otak juga meningkat ketika aktivitas RORA terhambat. Meskipun bukan menjadi penyebab secara langsung, tetapi kadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan erat dengan risiko autisme. Jenis Pola Asuh Orang Tua Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden menggunakan pola asuh permisif. Pola asuh permisif dicirikan oleh perilaku orang tua yang senantiasa menyetujui keinginan anak. Wong, Hockenberry-Eaton, Wilson, Winkelstein dan Schwartz (2009) menyatakan bahwa pola asuh permisif dapat mengakibatkan anak agresif, tidak patuh pada orang tua, dan kurang mampu mengontrol diri. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rahmah dan Marini (2012) di Medan dengan metode kualitatif. Rahmah dan Marini (2012) menjelaskan adanya variasi pola pengasuhan Ibu suku Batak terhadap anak laki-laki yang mengalami autisme yang didominasi oleh pola asuh permisif. Pola asuh permisif yang
Hubungan karakteristik…, Muliana, FIK UI, 2014
7
dominan digunakan ibu dalam penelitian Rahmah dan Marini (2012) dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya yang ada pada suku Batak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir sebagian besar responden menggunakan pola asuh demokratis. Pola asuh demokratis yang digunakan responden erat kaitannya dengan pengetahuan serta pendidikan yang dimiliki oleh responden. Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Jackman, Mandleco, Roper, Dyches, dan Freeborn (2012) di Amerika. Hasil penelitiannya menujukkan gaya pengasuhan yang paling dominan ditampilkan pada anak disabilitas, termasuk anak autisme adalah demokratis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola asuh demokratis yang merupakan pola asuh positif berhubungan dengan hasil perkembangan positif yang didapatkan oleh anak. Pola asuh demokratis yang digunakan oleh orang tua dapat mempengaruhi perilaku dan perkembangan anak ke arah yang lebih baik. Penelitian ini juga didukung oleh Pasaribu dan Hersinta (2009) yang menjelaskan bahwa 68,4% orang tua di salah satu sekolah inklusi di Jakarta yang memiliki anak autisme usia 612 tahun menggunakan pola asuh demokratis. Pola asuh demokratis yang digunakan oleh orang tua menjadikan anak autime memiliki perkembangan keterampilan sosial yang lebih baik daripada orang tua yang menerapkan pola pengasuhan lain. Hal itu dikarenakan dalam pola asuh demokratis orang tua lebih mempertimbangkan kemampuan anak sehingga orang tua tidak memaksakan harapannya terhadap anak. Hubungan Karakteristik Orang Tua dengan Jenis Pola Asuh dalam Merawat Anak Penyandang Autisme Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara karakteristik orang tua (usia, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan) dengan jenis pola asuh dalam merawat anak penyandang autisme. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Rahmah dan Marini (2012) dengan metode kualitatif. Dalam hasil penelitiannya, Rahmah dan Marini (2012) menjelaskan bahwa faktor-faktor pendidikan orang tua, kelas sosial ekonomi, konsep tentang peran orang tua, kepribadian orang tua, kepribadian anak dan usia anak juga memberi pengaruh pada pola asuh ibu suku Batak dengan anak laki-laki autistik. Perbedaan metode penelitian dan karakteristik responden penelitian menjadikan hasil penelitian ini berbeda. Namun, pada hasil tabulasi silang antara karakteristik orang tua dengan jenis pola asuh yang digunakan oleh orang tua didapatkan bahwa usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan turut mempengaruhi pola asuh yang digunakan oleh orang tua. Pola asuh demokratis yang hampir sebagian besar digunakan oleh responden (42,9%) dipengaruhi oleh usia, pendidikan dan pekerjaan. Mayoritas responden (80%) yang berusia dewasa awal (20-35 tahun) menggunakan pola asuh demokratis. Hasil penelitian ini sejalan dengan Potter dan Perry (2005) yang menjelaskan bahwa pada periode dewasa awal pengambilan keputusan bersifat fleksibel. Pada pola asuh demokratis orang tua menetapkan aturan yang secara fleksibel harus ditaati oleh anak. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pasaribu dan Hersinta (2009), hampir sebagian besar responden yang berusia dewasa awal menampilkan pola asuh demokratis pada anak autisme berusia 6-12 tahun. Hasil penelitian ini juga didukung oleh data sebagian besar responden (50%) yang berpendidikan perguruan tinggi menggunakan pola asuh demokratis. Orang tua dengan pendidikan yang tinggi lebih mudah mengakses informasi baik dari media cetak,
Hubungan karakteristik…, Muliana, FIK UI, 2014
8
elektronik, internet maupun informasi langsung dari tenaga kesehatan mengenai jenis pola asuh yang tepat digunakan dalam mengasuh anak serta dampaknya bagi perkembangan anak. Hasil penelitian ini juga didukung oleh Pasaribu dan Hersinta (2009), mayoritas orang tua dari anak autisme di sekolah inklusi Purba Adika berpendidikan perguruan tinggi dan 68,4%nya menampilkan pola asuh demokratis. Berdasarkan Pasaribu dan Hersinta (2009) pola asuh demokratis yang ditampilkan oleh orang tua dapat mempengaruhi kemampuan interaksi sosial anak autisme ke arah yang lebih baik. Pola asuh permisif yang sebagian besar digunakan oleh responden (53,1%) dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan pekerjaan. Sebagian besar responden (56,8%) yang berusia dewasa menengah (36-60 tahun) menggunakan pola asuh permisif. Sebagian besar individu pada dewasa menengah mencapai kesuksesan dalam kariernya (Potter & Perry, 2005). Kesuksesan karier dan perubahan jabatan pada individu dewasa menengah akan mempengaruhi jam kerja orang tua yang nantinya akan mempengaruhi kuantitas interkasi antara orang tua dan anak. Perubahan jabatan dan kesuskesan dalam berkarier juga akan mempengaruhi penghasilan yang didapatkan orang tua. Orang tua akan mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi sesuai dengan perubahan jabatannya. Penghasilan yang tinggi akan mempengaruhi pola pengasuhan orang tua terhadap anak. Hampir sebagian orang tua (48,9%) yang berpenghasilan di atas UMP DKI Jakarta menggunakan pola asuh permisif. Hal itu menandakan bahwa pola asuh permisif yang digunakan oleh responden didukung oleh status ekonomi responden yang mayoritas menengah ke atas. Orang tua dengan status ekonomi yang menegah ke atas memiliki materi yang cukup untuk memenuhi segala kebutuhan anak. Orang tua juga cenderung serba membolehkan dan memberikan apapun yang anak minta. Sebagian besar orang tua
dengan status ekonomi menengah atas juga lebih memilih untuk tidak terlibat secara langsung dalam pengasuhan anaknya. Orang tua melimpahkan tugas pengasuhan anak kepada babby sitter sehingga mengakibatkan berkurangnya kuantitas interaksi orang tua dan anak. Responden yang berjenis kelamin perempuan (54,3%) dalam penelitian ini cenderung lebih menerapkan pola asuh permisif atau serba membolehkan untuk menjaga kestabilan emosional anak autisme. Ketika anak autisme emosionalnya sedang tidak stabil, orang tua cenderung lebih mendiamkan anak serta menjauhi anak daripada mencari tahu permasalahan yang terjadi pada anak. Tidak banyak orang tua yang menenangkan dan memberikan kenyamanan saat anaknya yang mengalami autisme emosinya sedang tinggi. Hasil penelitian ini didukung oleh Rahmah dan Marini (2012) yang menunjukkan bahwa pola pengasuhan Ibu suku Batak kepada anak laki-laki yang mengalami autisme didominasi oleh pola asuh permisif. Penelitian ini dapat memberikan implikasi bagi perkembangan pendidikan keperawatan. Perkembangan tersebut didapatkan dari pembelajaran asuhan keperawatan terkait jenis pola asuh yang dapat digunakan dalam mengasuh anak penyandang autisme. Materi pembelajaran mengenai pola asuh terkait anak autisme ini dapat dimasukkan ke mata ajar keperawatan jiwa dan anak. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan keterampilan praktisi keperawatan dalam menangani masalah gangguan perkembangan anak penyandang autisme terutama terkait pola asuh yang diterapkan orang tua dalam pengasuhan anak. Penelitian ini masih membutuhkan penyempurnaan yang dapat dilakukan pada penelitian-penelitian berikutnya. Peneliti dalam penelitian ini memiliki keterbatasan yang ditemukan selama penelitian ini berlangsung, antara lain: (1) pada uji coba
Hubungan karakteristik…, Muliana, FIK UI, 2014
9
instrumen penelitian terdapat beberapa item pernyataan yang tidak valid yang kemudian dibuang oleh peneliti. Pernyataan yang tidak valid seharusnya dilakukan uji keterbacaan ulang dan diubah struktur bahasa sehingga mudah dipahami oleh responden. Selanjutnya instrumen dapat diuji kembali oleh peneliti sampai semua item pernyataan valid. (2) Dalam mencari responden orang tua yang memiliki anak autisme usia 6-12 tahun di sekolah khusus dan klinik tumbuh kembang wilayah Jakarta Selatan peneliti banyak menemukan kesulitan. Kesibukan orang tua dan terbatasnya jumlah anak autisme usia 612 tahun di setiap sekolah dan klinik membuat peneliti kesulitan dalam mendapatkan responden. Selain itu banyaknya mahasiswa yang melakukan penelitian di tempat yang sama serta ada beberapa sekolah inklusi yang sedang melaksanakan Ujian Nasional membuat peneliti tidak diperbolehkan untuk meneliti di sana.
Kesimpulan Penelitian ini meneliti hubungan karakteristik orang tua dengan jenis pola asuh dalam merawat anak penyandang autisme. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh tidak ada hubungan yang signifikan antara karakteristik orang tua dengan jenis pola asuh (p value > α). Hasil penelitian ini juga menjelaskan bahwa jenis pola asuh yang paling banyak digunakan orang tua adalah pola asuh permisif. Pola asuh permisif yang digunakan oleh orang tua didukung oleh status ekonomi orang tua yang mayoritas menengah ke atas. Selain itu, orang tua yang mayoritas perempuan cenderung lebih menerapkan pola asuh permisif untuk menjaga kestabilan emosional anak autisme. Pola asuh orang tua dipengaruhi oleh nilainilai budaya, status ekonomi dan karakteristik orang tua. Perbedaan nilai-nilai budaya dan karakteristik orang tua menjadikan pola asuh dimasing-masing daerah berbeda.
Referensi Blumberg, S.J., Bramlett, M.D., Kogan, M.D., Schieve, L.A., Jones, J.R., & Lu, M.C. (2013). Changes in prevalence of parentreported autismem spectrum disorder in school-aged US Children: 2007 to 2011– 2012. National Health Statistic Report: Number 65. Brooks, J. (2008). The processing of parenting. (7th Ed). Boston: McGrawHill. Carbone, P.S., Murphy, N.A., Norlin, C., Azor, V., Sheng, X., & Young, P. (2013). Parent and pediatrician perspectives regarding the primary care of children with autism spectrum disorders. Journal Autism Developmental Disorder, 43:964– 972. Caronna, E.B., Milunsky, J.M., & TagerFlusberg, H. (2008). Autismem spectrum disorders: Clinical and research frontiers. Arch. Dis. Child, 93, 518-523. Darling, N. (1999). Parenting style and its correlates. Eric Digest Campaign: Clearinghouse on Elementary and Early Childhood Education. University of Illionis. Gau, S.S-F., Chou, M-C., Lee, J-C., Wong, C-C., Chou, W-J., Chen, M-F., et al. (2010). Behavioral problems and parenting style among Taiwanese children with autismem and their siblings. Psychiatry and Clinical Neurosciences, 64: 70–78. Gunarsa, S.D, & Gunarsa, Y.S.D. (2008). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Jakarta: Gunung Mulia. Hersinta & Soepomo, V. (2011). Aktualisasi diri dalam mengkomunikasikan meaning of suffering pada ibu dengan anak penyandang autis. Journal of Communication Vol. IV No. 5. Jackman, C., Mandleco, B., Roper, S., Dyches, T., & Freeborn, D. (2012). Is there a relationship between parenting styles and sibling relationships in families
Hubungan karakteristik…, Muliana, FIK UI, 2014
10
raising a child with a disability?. Brigham Young University, Provo, Utah USA. http://www.nursinglibrary.org/vhl/bitstrea m/10755/243527/1/Mandleco_Barbara_5 0448.pdf (diperoleh 9 november, 2013). Lai, M-Chuan., Lombardo, M.V., Cohen, B.S. (2013). Autism. Lancet; 383: 896– 910. Melisa, F (2013, http://www.republika.co.id/berita/nasiona l/umum/13/04/09/mkz2un-112000-anakindonesia-diperkirakan-menyandangautismeme, diperoleh 9 November, 2013). Pasaribu, G.J.L.T. & Hersinta. (2009). Hubungan pola asuh dengan kemampuan interaksi sosial pada anak autismeme usia sekolah (6-12 tahun) di sekolah purba adhika karang tengah Jakarta. Jakarta: Univeristas Pembangunan Nasional Veteran. Rahmah, A & Marini, L. (2012). Gambaran pola asuh ibu suku batak pada anak lakilaki dengan gangguan autismeme. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Sarachana, T., Xu, M., Wu, R-C., Hu, V.W. (2011). Sex hormones in autism: Androgens and estrogens differentially and reciprocally regulate rora, a novel candidate gene for autism. Plos one 6(2): e17116. doi:10.1371/journal.pone.0017116. Serrata, C.A. (2012). Psychosocial aspects of parenting a child with autism. Journal of Applied Rehabilitation Counseling, Volume 43, Number 4. Sun, X., Allison, C., Matthews, F.E., Sharp, S.J., Auyeung, B., Baron-Cohen, S., et al. (2013). Prevalence of autism in mainland China, Hong Kong and Taiwan: A systematic review and meta-analysis. Molecular Autism 2013 4:7. Tembong, G.P. (2006). Smart parenting. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Wong, D.L., Hockenberry-Eaton, M., Wilson, D., Winkelstein, M.L., & Schwartz, P. (2009). Buku ajar keperawatan pediatric (Agus Sunarta, Neti Juniarti & H.Y Kuncara, Penerjemah). Edisi ke-6. Jakarta EGC.
Hubungan karakteristik…, Muliana, FIK UI, 2014