Bekali Calon Pensiunan dengan Wawasan Wirausaha UNAIR News – Tidak semua pensiunan merasa siap untuk menghadapi masa purna bakti. Namun ada juga yang dengan tangan terbuka menyambut masa pensiun dengan berbagai perencanaan. Tentu, ketidaksiapan itu terjadi karena berbagai faktor. Diantaranya karena menjadi berkurangnya pemasukan uang, dan juga belum adanya pilihan rutinitas yang akan digunakan untuk menghabiskan masa pensiun. Sebagai bekal untuk memberikan fasilitas bagi calon purna bakti, Direktorat Sumberdaya Manusia Universitas Airlangga mengadakan pembekalan purna bakti UNAIR, yang diperuntukkan kepada pegawai untuk masa purna bakti tahun 2017. Sebanyak 42 peserta yang akan purna tugas tahun depan, diberikan pembekalan selama dua hari, yakni pada 15-16 Maret bertempat di MIC Transformer, Batu, Malang. “Seringkali orang-orang yang masuk masa pensiun merasakan beban, karena merasa tenaga dan pikiran sudah tidak dipakai. Oleh karena itu harus persiapkan dari aspek mentalnya. Supaya mereka cukup siap,” papar Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum., selaku direktur pada Direktorat Sumberdaya Manusia UNAIR. Pada pembekalan ini, para peserta diberi motivasi sekaligus materi mengenai kewirausahaan. Selama dua hari mereka diberikan wawasan mengenai peluang wirausaha, sekaligus contoh-contoh praktis untuk memulai sebuah usaha. Mereka diajak untuk mempraktikkan dan melihat proses produksi hingga distribusi, pada barang-barang hasil wirausaha yang dimiliki oleh MIC Transformer. “Materi kewirausahaan kita pilih supaya mereka juga dapat penghasilan kalau ilmu kewirausahaan ini nanti dipraktikkan.
Paling tidak jika dipraktikkan dan berhasil, mereka bisa menggantikan uang yang berkurang pada saat pensiun. Saya berharap, setelah dari sini mereka bisa jadi lebih produktif dan penghasilannya jauh lebih besar dari pada ketika mereka masih di UNAIR,” tutur dosen pada departemen Ilmu Sejarah ini. Sebagai acara yang juga mempersiapkan mental untuk menghadapi masa pensiun, acara ini didesain interaktif, sehingga peserta bebas bertanya dan mengajukan pemikiran mereka. “Saya punya cita-cita bisa punya rumah makan atau depot. Karena senang masak dan sedikit banyak masakan saya terkenal enak dikalangan mahasiswa. Saya ingin buka warung makanan di daerah tempat tinggal saya di Jl. Tidar, Surabaya,” tutur Margiastuti, karyawan yang yang telah 29 tahun mengabdi di klinik Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) UNAIR. Selain Margiastuti, Tarwi, salah satu peserta purna bakti yang mengabdikan dirinya di klinik Rumah Sakit Hewan Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UNAIR mengatakan dukungan istri sangat dibutuhkan untuk menjalankan usaha mandiri. “Istri terutama, harus mendukung agar usaha yang diinginkan bisa jalan. Setelah purna tugas nanti, saya ingin pulang ke Jombang. Rencana saya buka usaha pembuatan tempe, karena dulu saya pernah mengembangkannya bersama Mbak saya,” tutur Tarwi. Dengan diadakan acara ini, Purnawan berharap para peserta bisa menghadapi masa pensiun dengan rencana-rencana yang bisa diterapkan saat pensiun nanti. Utamanya, mereka bisa merintis usaha sejak sekarang. Ia ingin agar pensiunan UNAIR tetap hidup sejahtera. Selain pembekalan untuk para purna bakti, Purnawan juga berencana untuk mengundang para pensiunan UNAIR. “Saya berharap ketika pensiun tidak begitu saja seolah-olah tidak ada hubungan lagi dengan UNAIR. Ke depan kami akan mengggas pertemuan para pensiunan. Supaya masih ada ikatan
dengan kita, dan mereka merasa dihargai, tidak hilang begitu saja. Karena bagaimanapun pengalaman mereka masih kita perlukan,” tutur Purnawan. Purnawan juga mengungkapkan rencananya untuk membentuk Paguyupan Purnabakti Universitas Airlangga. Paguyupan ini dibentuk agar para pensiunan masih memiliki interaksi dan ikatan dengan UNAIR. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh
Dokter Bedah Plastik UNAIR Lakukan Operasi Le Fort III Advancement Pertama di Indonesia UNAIR NEWS – Langkah UNAIR untuk menuju kampus 500 dunia semakin nyata, salah satunya dengan adanya kerjasama internasional yang dilakukan dalam segala bidang. Pada kesempatan ini, Fakultas Kedokteran UNAIR melalui dr. Indri Lakhsmi Putri Sp.BP-RE (KKF) akan mengadakan kerjasama dengan dua guru besar Erasmus Medical Center Belanda, Prof. Dr. Irene Margareet Jacqueline Mathijssen, Ph.D., M.D., dan Prof. Dr. Eppo Bonne Woluius, DDS., Ph.D., M.D., untuk melakukan operasi Le fort III Advancement pertama di Indonesia. “Jadi beliau semua itu adalah guru saya waktu kuliah di Belanda, pada kesempatan ini saya undang untuk menangani kasus-kasus seputar bedah plastik yang belum pernah ditangani di Indonesia,” jelasnya.
Selain itu, dokter spesialis bedah plastik alumnus Erasmus Medical Center Belanda tersebut juga ditemani beberapa rekannya seperti Magda Rosaliana Hutagalung, dr., Sp.BP-RE (KKF) dan Lobredia Zarazade, dr., Sp.BP-RE (KKF). Operasi tersebut rencananya akan dibagi menjadi dua tim dalam dua hari. Hari pertama, Kamis (17/3) akan ditangani oleh Prof. Dr. Irene Margareet Jacqueline Mathijssen, Ph.D., M.D dan Prof. Dr. Eppo Bonne Woluius, DDS., Ph.D., M.D., dr. Indri Lakhsmi Putri Sp.BP-RE (KKF)., Magda Rosaliana Hutagalung, dr., Sp.BP-RE (KKF) dan Lobredia Zarazade, dr., Sp.BP-RE (KKF)., dan tim ortodensi untuk menangani pasien yang bernama Nur Alfia (8). Selanjutnya hari kedua, Jumat (18/3) akan ditangani oleh Prof. Dr. Irene Margareet Jacqueline Mathijssen, Ph.D., M.D., dr. Indri Lakhsmi Putri Sp.BP-RE (KKF) dan Magda Rosaliana Hutagalung, dr., Sp.BP-RE (KKF) dan Lobredia Zarazade, dr., Sp.BP-RE (KKF)., dan tim bedah saraf. “Masing-masing operasi tersebut direncanakan akan dimulai dari jam delapan pagi, kemungkinan akan berjalan selama empat jam, ya semoga lancar,” imbuhnya. Operasi yang akan mencetak sejarah baru bagi dunia kesehatan di Indonesia tersebut, akan dilakukan di Gedung Bedah Pusat Terpadu (GBPT) RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Selain itu, ditemui di Rumah Sakit UNAIR, dokter kelahiran Surabaya, 11 November 1983 tersebut juga menambahkan bahwa acara tersebut juga akan dibarengi dengan kuliah tamu. “Jadi selepas operasi berlangsung, kami akan adakan kuliah tamu untuk memperdalam kasus-kasus seperti ini,” pungkasnya. (*) Penulis: Nuri Hermawan
UNAIR Jadi Lokomotif Peningkatan Kualitas SDM Banyuwangi UNAIR NEWS – Rektor UNAIR, Prof. Dr. Moh. Nasih, SE., MT., Ak menerima kunjungan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas beserta jajaran pejabat Pemerintah Kabupaten Banyuwangi di Kantor Manajemen UNAIR, Selasa (16/3). Dalam pertemuan tersebut, kedua belah pihak sepakat untuk terus mengawal dan meningkatkan kualitas UNAIR Banyuwangi ke depannya. “UNAIR ingin berkontribusi dalam meningkatkan daya saing bangsa. Menjadi tanggung jawab UNAIR untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang memadai,” ujar Prof. Nasih. Menurut guru besar akuntansi FEB UNAIR tersebut, selain memang saat itu merupakan amanat dari Kementerian Pendidikan Nasional (saat ini Kemenristekdikti) pembentukan UNAIR Banyuwangi juga merupakan wujud komitmen UNAIR untuk terus memberikan kebermanfaatan yang lebih besar kepada masyarakat. Meskipun berstatus sebagai Program di Luar Domisili (PDD), Prof. Nasih menegaskan bahwa kualitas UNAIR Banyuwangi harus sama dengan UNAIR Surabaya. Oleh karena itu menurutnya standarisasi fasilitas seperti lab serta peningkatan kualitas dosen ke depan akan terus diupayakan. “Kita tidak ingin kualitas program studi yang ada di UNAIR Banyuwangi tidak baik. Kita akan terus penuhi standarisasi seperti rasio mahasiswa dosen, ruang belajar, lab, dan yang lainnya,” tambah pria yang sebelumnya merupakan Wakil Rektor II UNAIR tersebut. Ia juga memuji Pemkab Banyuwangi yang dianggapnya responsif dalam membantu menyiapkan berbagai hal
untuk mengembangkan UNAIR Banyuwangi. Bupati Azwar Anas mengaku siap untuk terus membantu meningkatkan kualitas UNAIR Banyuwangi. Menurutnya, keberadaan UNAIR Banyuwangi merupakan bagian dari upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia di Banyuwangi yang akan diteruskan oleh siapapun yang memimpin Banyuwangi. “Kehadiran UNAIR telah menjadi lokomotif peningkatan kualitas sumber daya manusia di Banyuwangi,” ujar Bupati yang baru saja dilantik untuk periode keduanya ini. Menurut Anas, bahkan beberapa waktu lalu ada pimpinan daerah yang juga memiliki PDD yang melakukan studi banding ke Banyuwangi atas rekomendasi Kemenristekdikti. Menurut Kemenristekdikti, kutip Anas, PDD UNAIR Banyuwangi merupakan contoh sukses kerjasama pemda dengan universitas terkait penyelenggaraan pendidikan tinggi. Ia pun mengaku senang atas komitmen rektor UNAIR yang menegaskan bahwa kualitas UNAIR Banyuwangi dan UNAIR Surabaya haruslah sama. “Kami senang bekerjasama dengan UNAIR karena untuk urusan kualitas UNAIR ini tidak bisa ditawar,” tambahnya. Dalam kesempatan tersebut, Bupati Anas juga meminta agar UNAIR mulai mempertimbangkan pembukaan program studi baru. Salah satu yang mendesak, menurut Anas adalah program studi pascasarjana untuk para birokrat di lingkungan Pemkab Banyuwangi seperti Magister PSDM dan Kebijakan Publik. “Kita ingin kehadiran UNAIR ini langsung berdampak pada kualitas para PNS kami,” ujarnya. Menempuh studi di luar Banyuwangi, menurut Anas, seringkali justru mengurangi produktivitas PNS-nya. Oleh sebab itu, ia meminta pimpinan UNAIR untuk mempertimbangkan hal tersebut. Menanggapi permintaan tersebut, Prof. Nasih menegaskan bahwa pada dasarnya UNAIR senang jika dapat membantu meningkatkan kualitas para birokrat di Banyuwangi. Ia akan berusaha untuk
mewujudkan hal tersebut setelah melakukan telaah-telaah yang matang. Menurutnya, pembukaan program studi baru nanti yang jelas tidak boleh menjadi beban bagi kedua belah pihak. (*) Penulis : Yeano Andhika
Pemerintah Diharap Komitmen Dorong PTN Menuju Kelas Dunia UNAIR NEWS – Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (ITS) sebagai anggota baru dari sebelas Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) di Indonesia, akan benar-benar memanfaatkan Pertemuan Forum Komunikasi Majelis Wali Amanat Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum yang akan diselenggarakan di Universitas Airlangga, 17-18 Maret 2016. Rektor ITS Prof. Ir. Joni Hermana, M.Sc. ES., Ph.D., ditemui seusai rapat dengar pendapat dengan Komisi X DPR-RI di UNAIR, hari Kamis (10/3) lalu mengatakan pihaknya berharap besar dari forum Majelis Wali Amanat (MWA) PTN-BH ini akan membawa manfaat dan pengalaman baru bagi ITS. Seperti diketahui, ITS bersama tiga PTN lain yaitu UNDIP, UNPAD dan UNHAS baru tahun lalu berubah statusnya dari PTN Satker menjadi PTN-Badan Hukum. Langkah keempat PTN itu menyusul tujuh PTN yang sudah terlebih dulu menjadi PTN-BH. Ketujuh PTN-BH yang tadinya berstatus PT-BHMN itu adalah UI, UGM, ITB, IPB, UPI, USU dan UNAIR. ”Harapan kami sebenarnya pemerintah bisa benar-benar memberi komitmen dalam mendorong kita para PTN-BH ini untuk mampu tampil di level internasional,” kata Prof. Joni Hermana.
Tetapi sekarang yang terjadi, lanjut Rektor ITS itu, kita diminta komitmen melakukan upaya menuju World Class University (WCU). Kemudian diminta menyusun anggaran dan sudah disetujui, tetapi ternyata anggaran itu diambilkan dari BOPTN (Bantuan Operasional PTN). Otomatis anggaran itu menjadi turun dari tahun lalu sebesar Rp 12 miliar lalu dikurangi Rp 5 miliar untuk WCU. ”Intinya, anggaran kita jadi sangat terganggu. Ini artinya apa, kita merasakan perlu ada keberpihakan dari pemerintah kalau memang kita diminta untuk meningkat menuju WCU,” kata Prof. Joni. Menjawab pertanyaan UNAIR NEWS, hal-hal itu pula yang diantaranya akan disampaikan oleh ITS ke forum MWA PTN-BH. Selain itu juga akan memetik banyak pengalaman yang bisa dipelajari dari yang sudah dilakukan oleh PTN-BH yang lebih dulu. Ia juga setuju bahwa kepada PTN-BH hendaknya pemerintah jangan hanya berharap saja, tetapi konsekuensinya juga dipenuhi, di sisi lain support-nya juga kurang terutama finansialnya. Tentang go internasional sendiri, bagi ITS saat ini sedang berusaha untuk menelusuri kembali hal-hal yang sudah dilakukan. Yang sudah merasa kuat disitu akan kita dorong, dan yang masih ada kelemahannya akan diminimalisir. ”Intinya ya kami ini sudah punya track record kesitu, sehingga kedepan akan kita optimalkan hal-hal yang sudah ada itu,” kata Prof. Joni Hermana mengakhiri percakapan. (*) Penulis : Bambang Bes
Roadshow ANU Indonesia Project Soroti Lemahnya Pembangunan Infrastruktur UNAIR NEWS – Australian National University (ANU) Indonesia Project mengadakan roadshow Forum Kajian Pembangunan di FEB UNAIR, Selasa (6/3). Bertempat di Aula ABC, empat orang pakar yakni Dr. Arianto Patunru (ANU Indonesia Project), Dr. Khoirunurrofik (LPEM FEB UI), Dr, Panky Febiansyah (LIPI), dan Dr. Bambang Eko Afiatno (FEB UNAIR) menjadi pembicara dalam acara tersebut. Arianto Patunru mengawali acara dengan pemaparan mengenai ekspor Indonesia, hal yang tentunya penting dalam upaya mendukung pembangunan nasional. Ia menjelaskan bahwa selama ini sebenarnya perbandingan jumlah ekspor dan impor Indonesia masih dapat dikatakan sejajar dengan negara-negara tetangga. Upaya peningkatan ekspor yang terus dilakukan tentunya juga harus didukung pembangunan infrastruktur. Sorotan pembangunan di sektor infrastruktur inilah yang menjadi perhatian tiga pembicara lainnya. “Pembangunan Infrastruktur di daerah merupakan tantangan bagi pemerintah. Ini perlu mendapat perhatian khusus,” ujar Panky Fabiansyah. Dalam kesempatan tersebut ia menjelaskan bahwa buruknya infrastruktur juga sangat merugikan masyarakat dari segi sosial maupun ekonomi. Ia mengambil contoh kondisi masyarakat di daerah Kapuas, Kalimantan Tengah yang harus mengeluarkan biaya hingga lima juta rupiah untuk sekadar biaya transportasi pulang-pergi menuju puskesmas terdekat. Hal ini disebabkan buruknya infrastruktur yang memaksa masyarakat untuk mengandalkan perahu sebagai alat transportasi satu-satunya.
Dalam kesempatan itu, pembangunan sektor maritim juga disoroti. Peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI, Khoirunurrofik memberi catatan mengenai pentingnya konektivitas maritim dalam pembangunan nasional. Masalah-masalah yang ada dalam upaya membangun sektor maritim seperti biaya perjalanan (logistik) yang masih mahal serta infrastruktur yang belum memadai harus sesegera mungkin diatasi. Ekonom UNAIR, Bambang Eko Afiatno menyampaikan potensi Jawa Timur, khususnya Surabaya yang memiliki pelabuhan besar dalam upaya membangun konektivitas transportasi laut. “Lebih dari 50 persen perdagangan domestik dilakukan di Indonesia bagian barat, 40 persenan di Indonesia bagian Timur,” ujarnya. Surabaya yang menurutnya lebih baik daripada Jakarta terkait sektor perdagangan melalui jalur laut, perlu melakukan pembenahan infrastruktur di pelabuhannya. Infrastruktur yang baik akan semakin membuat Surabaya dan Jawa Timur memiliki peran besar dalam pengembangan sektor maritim nasional. (*) Penulis: Akhmad Janni Editor: Yeano Andhika