BANK WAKAF SEBAGAI LEMBAGA INTERMEDIASI SOSIAL (Suatu Inovasi Pemberdayaan Wakaf Tunai Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Umat) Gustani dan Suhada Mahasiswa S1 Program Studi Akuntansi Syariah Sekolah STEI SEBI, Depok, Jawa Barat. Hp 082118488581 Email :
[email protected] dan
[email protected]
ABSTRACT Wakaf is an Islamic Economic instrument to give people the welfare. Nowadays, innovation in developing wakaf is continuously made; one of it is “cashed wakaf (on the spot paid wakaf)”. This paper discusses on a model of developing “cashed wakaf” through Bank of wakaf mechanism. This is a qualitative research method. The research is to explore a happening phenomenon by mixing the concept of operating wakaf institution as a social and religious institution. Bank of wakaf is an intermediate social institution without eliminating its function as a commercial institution. This bank of wakaf is willing to give some financings to the poor, then creating a well being condition for people. Key words: cashed wakaf, Bank of Wakaf, Social intermediary,
1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Kemiskinan dan pengengguran masih menjadi permasalahan mendasar bangsa ini. Walaupun angka kemiskinan mengalami penurunan, namun angka tersebut belumlah signifikan. Berdasarkan data resmi yang dirilis oleh BPS, angka kemiskinan di Indonesia dari tahun ke tahun masih menunjukan angka yang sangat besar. Tahun 2011 jumlah penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan berjumlah 30 juta jiwa atau 12,5 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Dari total penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan tersebut, sebanyak 15,72 persen merupakan penduduk yang berdomisili di pedesaan. Tabel 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin (2007-2011) Tahun 2011 2010 2009 2008 2007
Jumlah Penduduk Miskin (000) Kota Desa Kota+Desa 11 046.75 18.972.18 30.018.93 11 097.80 19.925.60 31.023.40 11 910.5 20 619.4 32.530.0 12 768.5 22 194.8 34.963.3 13 559.3 23 609.0 37.168.3
Persentase Penduduk Miskin (%) Kota Desa Kota+Desa 9.23 15.72 12.49 9.87 16.56 13.33 10.72 17.35 14.15 11.65 18.93 15.42 12.52 20.37 16.58
Sumber: BPS Prosentase penduduk miskin perkotaan dan pedesaan terbesar berada di wilayah pedesaan pulau Jawa, disusul Pulau Sumatra, baru kemudian pulau-pulau lain di Indonesia. Secara rinci, gambaran jumlah penduduk miskin di pedesaan dan perkotaan dapat dilihat di bawah ini. Tabel 2 Jumlah Penduduk Miskin Perdesaan dan Perkotaan 2011 (dalam ribuan)
2
Upaya pengentasan kemiskinan terus digulirkan oleh pemerintah, di antaranya dengan memperbesar anggaran negara untuk penanggulan kemiskinan. Anggaran negara untuk peanggulangan kemiskinan pada tahun 2009 sebesar Rp 66,2 Trilun kemudian meningkat menjadi Rp 94 Triliun pada tahun 2010 (Bapenas). Tabel 3 Anggaran Penanggulangan Kemiskinan dalam APBN (2002-2010)
Sumber : Bapenas Wakaf merupakan salah satu instrumen ekonomi Islam dalam upaya mensejahterakan umat. Potensi wakaf di indonesia sangat lah besar, mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Menurut data yang dihimpun Departemen Agama RI, jumlah tanah wakaf di Indonesia mencapai 2.686.536.656, 68 meter persegi (dua milyar enam ratus delapan puluh enam juta lima ratus tiga puluh enam ribu enam ratus lima puluh enam koma enam puluh delapan meter persegi) atau 268.653,67 hektar (dua ratus enam puluh delapan ribu enam ratus lima puluh tiga koma enam tujuh hektar) yang tersebar di 366.595 lokasi di seluruh Indonesia.1 Bila dilihat dari sumber daya alam atau tanahnya, jumlah harta wakaf di Indonesia merupakan yang terbesar di seluruh dunia. Potensi wakaf produktif atau wakaf tunai pun sangat besar di Indonesia. Menurut Mustafa Edwin Nasution, jika diasumsikan jumlah muslim kelas menengah diperkirakan sebesar 10 juta jiwa dengan rata-rata penghasilan per bulan Rp 500.000 hingga Rp 10.0000.000, maka potensi wakaf di Indonesia sebesar Rp 3 triliun pertahunnya2. Berikut ini tabel perhitungannya: 1
“Data Base dan Potensi Wakaf”, diakses dari http://www.bwi.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=80&Itemid=82&lang=in, pada tanggal 04 Mei 2012 pukul 11.28 2 Mustafa Edwin Nasution, dan Uswatun Hasanah (editor), Wakaf Tunai, Inovasi Finansial Islam, Peluang dan Tantangan dalam Mewujudkan Kesejahteraan Umat, PKTTI-UI, Jakarta, 2005, hlm. 43-44
3
Tabel 4 Potensi Wakaf Uang di Indonesia Tingkat Penghasilan/bulan Rp 500.000 Rp 1 juta-Rp 2 juta Rp 2 juta- Rp 5 Juta Rp 5juta-Rp 10 juta Total
Jumlah Muslim 4 juta 3 juta 2 juta
Tarif Wakaf/bulan Rp 5000 Rp 10.000 Rp 50.000
Petensi wakaf Uang/ bulan Rp 20 Miliyar Rp 30 Miliyar Rp 100 Miliyar
Potensi Wakaf Uang/ tahun Rp 240 Miliyar Rp 360 Miliyar Rp 1,2 Triliun
1 juta
Rp 100.000
Rp 100 Miliyar
Rp 1,2 Miliyar Rp 3 Triliun
Dengan potensi yang begitu besar seharusnya wakaf uang dapat dioptimalkan dalam upaya memecahkan persoalan sosial ekonomi bangsa ini. Sayangnya, perwakafan di Indonesia saat ini masih belum dimanfaatkan secara maksimal, karena berbagai faktor. Beberapa faktor yang menjadikan wakaf tidak optimal di Indonesia di antaranya karena3: 1. Kurangnya pemahaman dan kepedulian umat Islam terhadap wakaf, 2. SDM wakaf yang belum profesional, 3. Perangkat hukum yang belum integral, dan 4. Pengaruh ekonomi global Perwakafan di Indonesia masih jauh tertinggal dibanding dengan negaranegara yang mayoritas berpenduduk Islam lain. Di Mesir pengelolaan wakaf di lakukan oleh kementrian tersendiri, yaitu Kementerian Urusan Wakaf (Wizaratul Awqaf). Harta wakaf berbentuk gedung disewakan, tanah-tanah pertanian disewakan atau pengelolaanya di serahkan kepada orang yang bersedia mengelolanya. Universitas legendaris di Kairo, yaitu Iniversitas Al Azhar, sejak tahun 970 M sampai sekarang dibiayai dari hasil wakaf.4 Bahkan di Singapura pengembangan wakaf pun tak kalah produktif. Di Singapura pengelolaan wakaf dalam bentuk perusahaan yang bernama Wakaf Real Estate Singapura (WAREES). Perusahaan ini bergerak di bidang real estate yang meliputi pembangunan perumahan, kawasan perdagangan dan perkantoran. Aset wakaf yang dikelola lebih dari 250 US Dollar yang terdiri dari bangunan keagamaan, komersial, perumahan, dan pendidikan.5 Lantas mengapa wakaf di Indonesia belum produktif, seperti di negara-negara lain ? hal ini di pastikan karena Nazhir, selaku pengelola harta wakaf, belum mengelola harta wakaf secara profesional. 3
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia, Jakarta, 2003, hlm. 33-52 4 Wakaf di Singapura dan Mesir, Sharing, edisi 52 Thn V April 2011, hlm19 5 Ibid, hlm. 18
4
Dilihat dari cara pengelolaannya selama ini, ada tiga tipe nazhir di Indonesia6. Pertama, dikelola secara tradisional. Harta wakaf hanya dikelola untuk kepentingan pembangunan mesjid, madrasah, mushola, dan kuburan. Kedua, harta wakaf dikelola semi profesional. Cara pengelolaannya masih tradisional, namun nazhir sudah mulai melakukan pengembangan harta wakaf lebih produktif. Ketiga, harta wakaf dikelola secara profesional. Nazhir telah mampu memaksimalkan harta wakaf untuk kepentingan yang lebih produktif dan dikelola secara profesional dan mandiri. Dengan kondisi perwakafan di Indonesia seperti ini, menurut hemat penulis bahwa terdapat permasalahan yang perlu di analisa lebih dalam agar pengelolaan wakaf dapat optimal dalam upaya pengentasan kemiskinan. 1.2 Rumusan Masalah
Saat ini pengelolaan wakaf di Indonesia mulai berkembang, hal ini seiring dengan bermunculannya Lembaga-lembaga yang konsen mengelola wakaf dan kebijakan-kebijakan pendukung lainnya. Namun perkembangan wakaf masih tergolong lambat dibanding perkembangan dana sosial lainya, seperti Zakat. oleh karena itu, perlu terobosan baru dalam pengelolaan wakaf agar lebih produktif. Diantara pola pengelolaan wakaf adalah melalui mekanisme Bank Wakaf. Praktek ini juga pernah dikembangkan di Banglades, yang di sebut dengan Social Investmen Bank (SIB), dimana lembaga ini mengelola dana wakaf dan dana kebajikan lainnya menyerupai pola kerja bank. Maka dari itu, penulis berkesimpulan dalam membuat rumusan masalah penelitian ini adalah: Bagaimana pola kerja Bank Wakaf dalam upaya pemberdayaan umat untuk pengentasan kemiskinan ? 1.3 Tujuan Penulisan
Potensi wakaf di Indonesia yang sangat besar haruslah dikelola dengan optimal, inovasi dalam pengelolaannya menjadi suatu keharusan. Salah satu inovasi dalam pengelolaan dana wakaf adalah melalui mekanisme Bank Wakaf. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola kerja Bank Wakaf dalam mengelola dana wakaf untuk pengentasan kemiskinan.
6
Republika, Selasa, 8 Juli 2008
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Wakaf 2.1.1 Pengertian
Wakaf menurut bahasa adalah menahan untuk berbuat, membelanjakan. Kata wakaf berasal dari kata kerja Waqafa-Yaqifu-Waqfan, yang berarti berhenti atau berdiri. Wakaf menurut syara‟ ada tiga pengertian. Pertama, menurut Abu Hanifah, wakaf adalah menahan harta dari otoritas kepemilikan orang yang mewakafkan, dan menyedekahkan kemanfaatan barang wakaf tersebut untuk tujuan kebaikan. Kedua, menurut mayoritas ulama, wakaf adalah menahan harta yang bisa dimanfaatkan sementara barang tersebut masih utuh, dengan menghentikan sama sekali pengawasan terhadap barang tersebut dari orang yang mewakafkan dan lainnya, untuk pengelolaan yang diperbolehkan dan riil, atau pengelolaan revenue (penghasilan) barang tersebut untuk tujuan kebajikan dan kebaikan demi mendekatkan diri kepada Allah. Ketiga, Mazhab Maliki, wakaf adalah si pemilik harta menjadikan hasil dari harta yang dia miliki atau menjadikan penghasilan dari harta tersebut kepada orang yang berhak dengan suatu sighat untuk suatu tempo yang dipertimbangakan oleh orang yang mewakafkan.7 Manurut Abu Bakr Jabir Al-Jazairi dalam Minhajul Muslim, mendefinisikan wakaf sebagai penahanan harta sehingga tidak bisa diwarisi, atau dijual, atau dihibahkan, dan didermakan hasilnya kepada penerima wakaf.8 Komisi fatwa MUI mendefinisikan wakaf dengan menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan, atau mewariskan) untuk disalurkan hasilnya pada sesuatu yang mubah yang ada.9 2.1.2
Legalitas Hukum
Wakaf menurut mayoritas ulama adalah sunnah yang dianjurkan. Ini termasuk sedekah yang disunnahkan.10 Sebagimana firman Allah SWT. “kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya” (Q.S Ali Imran:92)
7
Wahbah az Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 10, Gema Insani Press, Jakarta, 2011, penerjemah: Abdul Hayyie al Kattani, dkk, hlm.l 269-272 8 Abu Bakr Jabir Al jazairi, Ensiklopedi Islam Minhajul Muslim, Darul Falah, Jakarta, 2000, Penerjemah: Fadli Bahri. Hal: 565 9 Direktorat pemberdayaan Wakaf, Direktorat jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, Jakarta, 2006, hlm.163 10 Wahbah az Zuhaili, op.cit. Hal: 273
6
Begitu juga firman-Nya, “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (Q.S Al Baqarah: 267) Adapun hadist yang lebih tegas menggambarkan dianjurkannya ibadah wakaf, yaitu perintah Nabi kepada Umar untuk mewakafkan tanahnya yang ada di Khaibar: “Dari Ibnu Umar ra. Berkata, bahwa sahabat Umar ra. Memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulullah untuk memohon petunjuk. Umar berkata : Ya Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku ? Rasulullah menjawab : Bila kamu suka, kamu tahan pokoknya tanah itu, dan kamu sedekahkan hasilnya. Kemudian umar melakukan shadaqah, tidak dijual, tidak juga dihibahkan dan juga tidak diwariskan. Berkata ibnu Umar: Umar menyedekahkanya kepada orang-orang fakir, kaum krabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara baik (sepantasnya) atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta” (HR. Muslim) 2.1.3
Rukun Wakaf
Mayoritas ulama mengatakan bahwa wakaf memiliki empat rukun, yaitu orang yang mewakafkan, barang yang diwakafkan, pihak yang diberi wakaf, dan sighat.11 Penjelasan masing-masing unsur wakaf tersebut adalah sebagai berikut: 1. Orang yang mewakafkan (Wakif). Orang yang mewakafkan hartanya dalam hukum Islam disebut dengan istilah Wakif. Seseorang wakif haruslah memenuhi syarat untuk mewakafkan hartanya, diantaranya adalah kecakapan bertindak, telah dapat mempertimbangkan baik buruknya perbuatan yang dilakukannya, dan benar-benar pemilik harta yang diwakafkan.12 2. Benda yang diwakafkan (mauquf). Benda wakaf dipandang sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut. Pertama, harus tetap zatnya dan dapat dimanfaatkan untuk jangka waktu yang lama, tidak habis sekali pakai. 11
Ibid., hlm. 275. Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, UI Press, Jakarta, 2006, hlm. 85. 12
7
Pemanfaatan ini haruslah untuk hal-hal yang berguna, halal, dan sah menurut hukum. Kedua, harta yang diwakafkan haruslah jelas wujudnya dan pasti batas-batasnya. Ketiga, harta yang diwakafkan haruslah benar-benar milik wakif dan bebas dari segala beban. Keempat, harta yang diwakafkan itu dapat berupa benda tetap atau benda bergerak.13 3. Penerima wakaf (mauquf „alaih). Dalam pasal 22 UU Wakaf no 41 Tahun 2004, disebutkan dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda wakaf hanya dapat diperuntukkan bagi a. Sarana dan kegiatan ibadah, b. Sarana dan kegiatan pendidikan serta ibadah c. Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa, d. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, dan/atau e. Kemajuan dan kesejahteraan lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan. 4. Sighat. Sighat merupakan pernyataan dari wakif sebagai tanda penyerahan barang atau benda yang diwakafkan, dapat dilakukan dengan lisan maupun tulisan. Dengan adanya pernyataan ini, maka lepaslah hak kepemilikan wakif terhadap harta benda yang telah diwakafkan. Kepemilikan harta akan kembali menjadi mutlak milik Allah yang dimanfaatkan untuk kepentingan umat. 2.1.4 Tujuan Wakaf
Tujuan utama wakaf adalah rai‟ atau hasil dari manfaat yang diusahakan. Pengertian rai‟ adalah semua faedah atau hasil dari yang diwakafkan seperti (sewa) susu, anak hewan yang dikandung induknya sesudah diwakafkan, buah yang baru timbul setelah diwakafkan, dan dahan yang biasa dipotong. Dari tujuan wakaf, disimpulkan dua hal, yaitu pertama, wakaf hendaknya berupa benda, karena tujuan wakaf ialah menjadi sumber dana yang berlangsung lama. Kedua, benda wakaf tidak boleh dijual, diwariskan dan dihibahkan. Hal ini untuk mencegah perubahan status harta dari milik umum menjadi milik pribadi.14 2.1.5 Nadzir
Nadzir adalah kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf15. Tugas nadzir adalah membangun, mempersewakan, mengembangkannya agar berhasil dan mendistribusikan hasilnya itu kepada pihak-pihak yang berhak, serta kewajiban memelihara modal wakaf dan hasilnya 2.2 Wakaf Tunai
Hukum mewakafkan uang tunai merupakan permasalah yang masih diperdebatkan oleh kalangan ulama fikih. Karena cara lazim yang dipakai dalam
13
Ibid., hlm. 86. Mustafa Edwin Nasution, dan Uswatun Hasanah, op.cit, hlm.94-95 15 Muhammad Daud Ali, op.cit, hlm 112 14
8
mengembangkan harta wakaf dengan menyewakan harta wakaf, sedang uang bukan merupakan komoditas yang dapat disewakan. Adapun alasan ulama yang tidak membolehkan wakaf uang antara lain16: a. Bahwa uang bisa habis zatnya sekali pakai. Sedangkan inti ajaran wakaf adalah pada kesinambungan hasil dari modal dasar yang tetap, tidak habis sekali pakai. b. Uang adalah alat tukar untuk memudahkan orang melakukan transaksi jual-beli, bukan untuk ditarik manfaatnya dengan mempersewakan zatnya. Berikut ini pendapat mazhab tentang wakaf tunai: a. Ulama Hanafiyah Ulama Mazhab Hanafi berpendapat bahwa harta yang sah diwakafkan adalah benda tidak bergerak dan benda bergerak. Benda yang tidak bergerak dipastikan a‟in-nya memiliki sifat yang kekal dan memungkinkan dapat dimanfaatkan secara terus menerus. Untuk wakaf benda bergerak dibolehkan berdasarkan atsar yang membolehkan mewakafkan senjata dan binatang-binatang yang dipergunakan untuk perang. Begitu juga dengan wakaf benda bergerak seperti buku atau kitabkitab, menurut ulama Hanafiyah, pengetahuan adalah sumber pemahaman dan tidak bertentangan dengan nash. Mereka menyatakan untuk mengganti benda wakaf yang dikhawatirkan tidak kekal adalah memungkinkan kekalnya manfaat. Menurut mereka mewakafkan buku-buku dan mushaf dimana yang diambil adalah pengetahuannya, kasusnya sama dengan mewakafkan dirham dan dinar (uang)17. Wahbah Az-Zuhaili juga mengungkapkan bahwa mazhab Hanafi membolehkan wakaf tunai sebagai pengecualian, atas dasar Istihsan Bi AlUrfi, karena sudah banyak dilakukan oleh masyarakat. Ulama Mazhab Hanafi berpendapat bahwa hukum yang ditetapkan berdasarkan „urf atau adat kebiasaan mempunyai kekuatan yang sama dengan hukum yang ditetapkan berdasarkan nash.18 b. Ulama Malikiyah Ulama pengikut mazhab maliki berpendapat boleh mewakafkan benda bergerak maupun tidak bergerak. Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan bahwa ulama mazhab Maliki membolehkan wakaf makanan, uang dan benda bergerak lainnya, lebih lanjut wahbah Az-Zuhaili juga menjelaskan bahwa wakaf uang dapat diqiyaskan atau dianalogikan dengan baju perang dan binatang, sebab terdapat persamaan illat antara keduanya. Sama-sama 16
Mustafa Edwin Nasution, dan Uswatun Hasanah, op.cit, hlm. 98 Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, fiqh Wakaf, Jakarta, 2006, hlm. 31-32 18 Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Pedoman Pengelolan Wakaf Tunai, Jakarta, 2006, hlm. 2 17
9
benda bergerak dan tidak kekal, yang mungkin rusak dalam jangka waktu tertentu. Hal ini juga menunjukkan bahwa Imam Maliki membolehkan wakaf untuk jangka waktu tertentu. Namun apabila wakaf uang jika dikelola secara profesional memungkin uang yang diwakafkan akan kekal selamanya.19 c. Ulama Syafi‟iyah Mazhab Syafi‟I berpendapat boleh mewakafkan benda apapun dengan syarat barang yang diwakafkan haruslah barang yang kekal manfaatnya , baik berupa benda bergerak maupun tidak bergerak.Namun Imam Syafi‟I mencegah adanya tukar menukar harta wakaf, menurut beliau tidak boleh menjual masjid secara mutlak, sekalipun mesjid itu roboh. Namun sebagian golongan syafi‟iah yang lain berpendapat boleh ditukar agar harta wakaf itu ada manfaatnya dan sebagaian lain tetap menolaknya. Menurut Al-Bakri, mazhab Syafi‟I tidak membolehkan wakaf tunai karena dirham dan dinar akan lenyap ketika dibayarkan sehingga tidak ada wujudnya.20 Bila melihat pendapat para ulama diatas, masih terdapat perdebatan terkait hukum wakaf tunai. Namun jika melihat keumuman dalil tentang wakaf, maka tidak ada nash Al-Quran dan Sunnah Rasulullah yang secara tegas melarang wakaf uang, maka atas dasar maslahah mursalah, wakaf uang dibolehkan, karena mendatangkan manfaat yang sangat besar bagi kemaslahatan ummat. Selain maslahah mursalah wakaf uang juga disandarkan pada hadis yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Mas‟ud bahwa rasulullah bersabda Apa yang dipandang kaum muslimin baik, dalam pandangan Allah juga baik. 2.3 Sertifikat Wakaf Tunai (SWT)
Studi yang dilakukan Manan, pendiri SIBL, menyebutkan bahwa wakaf tunai dapat digunakan sebagai instrumen keuangan dan merupakan produk baru dalam sektor perbankan. Beberapa pedoman operasional SWT yang dipraktikan oleh SIBL antara lain21: a. Wakaf tunai harus dipandang sebagai sumbangan yang sesuai dengan syariah. Bank akan mengelola wakaf tunai atas nama waqif. b. Wakaf dapat diberikan berulangkali dan rekening yang dibuka sesuai dengan nama yang dibberikan waqif. c. Waqif diberi kebebasan untuk memilih sasaran waqaf (al-muwaquf „alaih) baik sasaran yang sudah teridentifikasi oleh SIBL atau sasaran lainnya yang sesuai syari‟ah. Adapun sasaran wakaf yang sudah berhasil 19
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Pedoman Pengelolan dan Pengembangan Wakaf, Jakarta, 2006, hlm. 44-46 20 Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Fiqh Wakaf, Op.cit., hlm. 45 21 Mustafa Edwin Nasution dan Uswantun Hasanah, op.cit, hlm. 100-101
10
diidentifikasi oleh SIBL secara umum antara lain: Rehabilitas Keluarga ( family rehabilition ), Pendidikan dan Kebudayaan ( education and culture ), Kesehatan dan Sanitasi ( Health and Sanitation ), Pelayanan Sosial ( Social Utility Service ). d. Dana Wakaf Tunai akan mendapat keuntungan pada tingkat yang paling tinggi yang ditawarkan oleh bank dari waktu ke waktu. e. Dana Wakaf akan tetap dan hanya dana yang berasal dari keuntungan yang akan dibagikan kepada sasaran yang telah dipilih waqif. Keuntungan yang belum sempat dibagikan otomatis akan digabubngkan dengan dana wakaf yang sudah ada yang akan mendapatkan keuntungan yang lebih berkembang sepanjang waktu. f. Waqif juga dapat meminta bank untuk menyalurkan seluruh keuntungan yang diperoleh kepada sasaran yang telah ditentukan oleh waqif. g. Waqif dapat memberikan wakaf tunai sepanjang waktu. h. Waqif mempunyai hak untuk memberikan perintaj pada bank untuk mengambil dana wakaf dari rekening lainnya di SIBL secara rutin. i. Wakaf Tunai harus diterima dalam bentuk endowment receipt voucher tertentu dan satu sertifikat untuk seluruh nnilai harus diterbitkan ketika wakaf tersebut diberikan. j. Prinsip dan ketentuan mengenai rekening wakaf tunai berdasarkan amandemen dan akan dievaluasi dari waktu ke waktu. 2.4 Pengertian Intermediasi Sosial
Intermediasi atau intermediary makna secara harfiahnya adalah perantara atau penengah. Dalam pembangunan ekonomi biasanya intermediasi merupakan lembaga yang menjadi penghubung antara pemodal dengan pengusaha/industri. Dalam hal ini bank wakaf merupakan Lembaga Intermediasi (LI) yang berfungsi menghimpun dalam wakaf dari masyarakat, dan disalurkan kembali manfaatnya untuk kepentingan umat. Istilah ”Sosial” berasal dari akar kata bahasa Latin Socius, yang artinya berkawan atau masyarakat. Sosial memiliki arti umum yaitu kemasyarakatan dalam arti sempit mendahulukan kepentingan bersama atau masyarakat. Menurut Fahri, Sosial adalah sebuah inti dari bagaimana para individu berhubungan walaupun masih juga diperdebatkan tentang pola berhubungan para individu tersebut.22
22
“pengertian dan definisi sosial menurut para ahli” diakses dari http://carapedia.com/pengertian_definisi_sosial_menurut_para_ahli_info516.html pada tanggal 6 Mei 2012 pukul 20.15
11
Sedang pengertian Intermediasi Sosial menurut Elaine Edgcomb Laura Barton adalah23: Intermediasi sosial adalah intermediasi keuangan dengan pembangunan kapasitas-komponen, ditujukan bagi sektor masyarakat bahwa kurangnya akses ke fasilitas kredit dan tabungan. Intermediasi sosial melibatkan pembangunan modal sosial dalam bentuk kelompok yang dapat menghasilkan sebuah "informasi aset" untuk para anggotanya, yang memungkinkan organisasi keuangan untuk mengembangkan kepercayaan membangun hubungan pinjaman. Ini mengubah "penerima manfaat" menjadi "klien" melalui pengembangan dan penegakan kontrak antara pemberi pinjaman dan peminjam, dan melalui dukungan untuk kepemilikan dan kontrol atas sumber daya oleh yang termiskin. Hal ini menyebabkan pembentukan sistem dan struktur di mana satu atau lebih pemain kelembagaan membuat proses berkelanjutan yang berhasil menghubungkan peminjam miskin untuk sumber jasa modal dan keuangan, baik kredit dan tabungan.
23
Diakses dari http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/ PNACD060.pdf tanggal 6 Mei 2012 pukul 20.00
12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme24 digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi25. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif. Data yang dianalisis tidak untuk menerima atau menolak hipotesis (jika ada). Hasil analisis tersebut berupa deskripsi atas gejala-gejala yang diamati dan tidak harus berbentuk angka-angka atau koefisien antarvariabel. Namun, penelitian kualitatif bukan tidak mungkin memiliki data kuantitatif.26 3.2 Jenis Data
Jenis data yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis data, yaitu data primer dan sekunder. 1. Data Primer Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau perorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti.27 Penelitian ini mengambil data primer dari hasil wawancara atau diskusi dengan pengelola dana wakaf dan dari hasil observasi dari beberapa lembaga pengelola wakaf. 2. Data Sekunder Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain misalnya dalam bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram.28 Penelitian ini mengambil data sekunder berupa Literatur seperti buku, artikel, jurnal, majalah, internet, dll. 3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan beberapa metode yaitu : 24
Filsafat postpositivisme sering juga disebut sebagai paradigm interpretif dan konstruktif,yang memandang realitas social sebagai sesuatu yang holisttik/utuh, kompleks, dinamis, penuh makna, dan hubungan gejala bersifat interaktif (reciprocal). 25 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta, Bandung, 2008, hlm. 9 26 Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Pustaka Setia, Bandung, 2005. hlm. 17 27 Husein Umar, Riset Akuntansi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003. hlm. 69. 28 Ibid.
13
1. Interview (wawancara) Metode ini digunakan untuk pengumpulan data dan menggali informasi lebih mendalam yang langsung ditujukan kepada lembaga pengelola wakaf dan akademisi yang konsen dalam fiqih dan perkembangan wakaf. 2. Studi Kepustakaan Metode ini digunakan untuk menggali dasar-dasar teori yang terkait hukum wakaf dan perkembangan pengelolaan wakaf. 3.4 Batasan Penelitian
Batasan penelitian ini difokuskan pada pengembangan dan inovasi dari pengelolaan wakaf tunai sebagai sarana intermediasi sosial untuk membangun suatu kekuatan modal di tengah masyarakat,. Pengembangan dan inovasi tersebut dibatasi pada operasional lembaga wakaf baik dalam penghimpunan (funding) dan penyaluran dana wakaf (lending). 3.5 Analisis Data
Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan keadaan yang diamati.29 Penelitian ini menggunakan teknik analisis data yang mengandalkan pada peran yang saling melengkapi secara terus menerus antara pengumpulan dan analisis data melalui pengajuan pertanyaan dan pembandingan teoritis.30 Penelitian ini disusun untuk mengekplorasi fenomena yang terjadi dengan memadukan konsep dan operasional lembaga pengelola wakaf, sebagai lembaga atau badan yang bergerak di bidang sosial keagamaan.. Dalam menganalisis permasalahan, terlebih dahulu melakukan proses analisis terhadap permasalahan kemudian mengaitkan permasalahan yang terjadi di lapangan beserta solusinya dengan menggunakan skema dari pola kerja yang tepat. Agar memperoleh kebenaran yang ilmiah, penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan beberapa tahapan yaitu tahap penyajian bukti atau fakta (skeptik), memperhatikan permasalahan yang relevan (analitik), dan tahap menimbang secara obyektif untuk berpikir logis (kritik)31.
29
Menurut Bogdan dan Taylor, mengutip dalam bukunya Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosda Karya, bandung, 1997, hlm. 3. 30 Sujoko Efferin et. al., Metode Penelitian untuk Akuntansi: Sebuah Pendekatan Praktis, Bayumedia Publishing, Malang, 2004, hlm. 154. 31 op.cit. Narbuko. Hal 6
14
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan Banyak pendapat pakar tentang kemiskinan diantaranya adalah Anne Booth dan Firdaus 1996 dalam papernya Effect of Price and Market Reform on the Poverty Situation of Rural Communities and Firm Families menyatakan penyebab kemiskinan adalah keterbatasan penduduk (dalam hal ini adalah masyarakat miskin) mengakses fasilitas publik dan kredit. Dalam teori pertumbuhan Ekonomi Solow (Solow Growth Theory) menekankan penguasaan modal dan penguasaan teknologi dapat mengentaskan kemiskinan, khusus untuk penguasaan modal, dimana Jhingan (2002) menjelaskan juga bahwa tingkat investasi yang rendah akan menyebabkan modal kurang dan produktivitas rendah. Selain masalah permodalan masalah kualitas SDM juga sangat berpengaruh terhadap kemiskinan. Jika penduduknya terbelakang dan buta huruf, pengetahuan dan kemampuan kewiraswastaan juga minim, walaupun tersedia akses permodalan tetap saja mereka tidak akan bisa keluar dari kemiskinan karena kemungkinan modal yang ada akan habis dipakai untuk kebutuhan konsumsinya. Dengan adanya dua masalah penyebab utama kemiskinan yaitu adanya keterbatasan akses modal dan minimnya kualitas SDM, maka menjadi suatu kebutuhan yang urgen untuk dibentuk sebuah lembaga sosial keagamaan yang bisa mengatasi dua masalah tersebut. Berangkat dari masalah ini, penulis mencoba mengusulkan sebuah ide pembentukan bank wakaf di indonesia. Bank wakaf ini diharapkan menjadi lembaga intermediasi sosial untuk membangun suatu kekuatan modal di tengah masyarakat yang bersifat sosial dengan dipadukan dengan unsur komersial serta dapat melakukan pendampingan guna meningkatkan kualitas SDM yang ada. Bank wakaf ini adalah sebuah inovasi yang coba kami tawarkan dalam kelembagaan pengelola wakaf tunai ditanah air. Selama ini kita mengetahui pada umumnya dana wakaf yang terkumpul, digunakan untuk membeli aset produktif. Keuntungan dari kepemilikan aset produktif ini ( berupa uang sewa, bagi hasil, dan lainnya), selanjutnya akan didistribusikan untuk kepentingan masyarakat miskin. Hal ini sesuai dengan karakteristik yang melekat pada dana wakaf yaitu, menahan pokok dan menyalurkan manfaat. Berdasarkan karakteristik ini juga operasional bank wakaf akan dijalankan. Dana wakaf akan disalurkan langsung kepada masyarakat miskin yang mau belajar berwirausaha dan mau dibina dari segi kemampuan wirausaha maupun akhlak. Jadi dalam pengelolaan dana wakaf ini, bukan nadzir yang berusaha memproduktifkan wakaf tetapi masyarakatlah yang memproduktifkan wakaf tersebut dan hasilnya digunakan untuk kebutuhan hidupnya dan tetap ada porsi dari dana tersebut untuk membeli aset produktif atau usaha yang dapat mendatang keuntungan atau bahkan menggabungkan kedua mekanisme ini.
15
Struktur Organisasi Pengelolaan Bank Wakaf Sederhana
Manajer
Div. Funding
Div. Akuntansi
Div. Pemberdayaan
Dalam pengelolaannya bank wakaf minimal memiliki tiga divisi dibawah manajer yaitu, divisi funding, divisi akuntansi dan divisi pemberdayaan. Masing divisi ini sangat urgen keberadaannya dalam bank wakaf. Tugas utama divisi funding adalah mendapatkan dana sebanyaknya baik dana wakaf, dana CSR perusahaan dan dana sejenis yang halal. Dalam hal funding dana bank wakaf membidik bebrapa sumber keuangan yang bersifat sosial seperti dana CSR, dana wakaf itu sendiri dan dana lain yang sejenis. Dalam kegiatan mengumpulkan dana bank wakaf memiliki beberapa strategi diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Mengeluarkan sertifikat wakaf tunai. 2.
Kerjasama dengan CSR perusahaan.
3. Funding langsung kepada masyarakat dengan membuka konter wakaf. Selanjutnya divisi akuntansi bertugas mengatur keuangan perusahaan, pengaturan ini diimplementasikan melalui pembedaan rekening untuk masing – masing dana ( dana wakaf, CSR, dan dana lain yang sejenis ). Pemisahan ini dilakukan berdasarkan karakteristik yang berbeda – beda, maka berbeda pula dalam perlakuan akuntasinya. Divisi pemberdayaan memiliki fungsi yaitu, analisis usaha nasabah yang akan dibiaya oleh bank wakaf, fungsi pendampingan dan fungsi lain yang berkaitan dengan pemberdayaan agar dana di bank wakaf bisa produktif. Dalam penyaluran dana yang terkumpul bank wakaf mengunakan dua basis akad yaitu, qord dan akad tijarah ( mudharabah, musyarakah, ijarah dan lainnya). Konsekuensi dari akad qord ini, nasabah mendapat pinjaman murni dengan pengembalian sebesar pokoknya tanpa ada kelebihan ( sama dengan prinsip pinjaman pada grameen bank).
16
Pola Penyaluran Dana Wakaf Melalui Modal Kerja ( Akad Qord)
Nadzir
Masyarakat Keuangan 2pribadi
penyaluran modal 1
Laba usaha
Dana wakaf
Dana wakaf
4 wirausaha
Pengembalian modal
3
4
Hasil usaha
Dana wakaf yang ada akan disalurkan langsung kepada masyarakat miskin dalam bentuk modal kerja dengan mengunakan akad qord. Selanjutnya masyarakat akan mengunakan dana tersebut untuk modal usaha. Setelah usaha berjalan dan mendapatkan keuntungan keuntungan ini digunakan sepenuhnya untuk keperluan rumah tangganya. Setelah tiba masa pengembalian dana wakaf maka, nasabah wajib mengembalikan modal kerja yang digunakanya. Dengan mekanisme pengelolaan dana wakaf seperti ini, bukan nadzir yang berusaha memproduktifkan wakaf tetapi masyarakatlah yang memproduktifkan wakaf tersebut dan hasilnya digunakan untuk kebutuhan hidupnya. Pola Penyaluran Dana Wakaf berupa Hasil Investasi
Nadzir
Masyarakat
Dana wakaf 1 Investasi Aset atau sektor produktif
Keperluan individu: kesehatan, pendidikan, pangan dll
3
2
Hasil investasi (sewa, bagi hasil dll)
3
Dalam mekanisme pemberdayaan dana wakaf yang kedua, bank wakaf berinvestasi dengan membeli aset produktif atau pembelian saham perusahaan sama seperti pengelolan wakaf tunai yang ada sekarang ini. Berarti dalam hal ini nadzir ( pengelola bank wakaf) memproduktifkan sendiri dana wakaf yang
17
terkumpul, baru kemudian menyalurkan hasil kepada masyarakat yang membutuhkan. Kedua pola penyaluran dana wakaf ini harus diatur sebaik mungkin agar operasional bank wakaf bisa terus beroperasi, perberdayaan dengan penyaluran langsung dengan akad qord dan akad tijarah harus dalam proporsi yang ideal. Hal ini dimaksudkan agar beban operasional dapat ditutupi dari hasil investasi bukan dari dana wakaf sebab dana wakaf harus dijaga agar nilainya tidak berkurang. Adapun pola kerja dari bank wakaf secara keseluruhan dapat dilihat dari skema dibawah ini. Skema ini akan menjelaskan secara sederhana proses operasional dari masing – masing divisi dan hubungan antar divisi tersebut. Skema Kerja Bank Wakaf
Div. Funding Dana Wakaf dari masyarakat
Div. Akuntansi Rekening Dana 2 Wakaf
21
2 Penyaluran Dalam Bentuk Modal Kerja
Mengcover Dana wakaf Dana CSR Perusahaan
Div. Pemberdayaan
1 5
2 Rekening Dana CSR Perusahaan + Akad Qord
5
Akad Tijarah
Rekening Bagi hasil Mengcover Beban Operasional
3
4 Beban Operasional
Laba usaha dibagi hasilkan
Keterangan: 1. Divisi funding bank wakaf memperoleh dana dari dana CSR dan dana wakaf, selanjutnya setelah dana ini terkumpul, maka dana diserahkan ke bagian divisi akuntansi. Setelah dana diterima dari divisi funding, divisi akuntansi melakukan pencatatan dan akan dimasukan dalam rekening yang berbeda. Pembedaan ini dilakukan karena masing – masing dana memiliki karakteristik yang berbeda. 2. Selanjutnya dana diberdayakan dalam bentuk modal kerja dan pembelian aset / investasi pada sektor produktif. Pemberdayaan ini terdiri dari porsi dana wakaf dan CSR, dimana dana wakaf ini memiliki karakteristik khusus, yaitu tak boleh berkurang jumlahnya maka, dana wakaf akan mendapat perlakuan akuntansi khusus (perlakuan khusus akan dijelaskan pada point 5).
18
3. Dalam penyaluran permodalan ini, bank wakaf membedakan menjadi dua jenis transaksi yaitu, transaksi yang mengunakan akad qord dan transaksi berbasis akad tijarah. 4. Dari transaksi berbasis akad tijarah ini akan menghasilkan bagi hasil dari laba yang diperoleh unit usaha yang diberi permodalan. Selanjutnya uang dari bagi hasil dimasukan kedalam rekening bagi hasil. 5. Dana dari rekening bagi hasil ditambah dana yang berada dalam rekening dana CSR, dipergunakan untuk menutupi beban operasional dan mengcover dana wakaf yang tidak dikembalikan akibat gagal bayar. Skema Permodalan & Pendampingan Masyarakat Miskin & Kreatif Ide Usaha
Hasil
1
Pengarahan & Pembinaan
3
2
33 Pemahaman dana wakaf sebagai modal usaha
Divisi Pemberdayaan
3 Konsep matang sebuah usaha Pembinaan
Pemberian modal & akad yang digunakan
+ Pribadi terbina 4
5
Usaha Produktif
Keterangan: 1. Nasabah dari bank wakaf mengajukan ide usaha kepada bank wakaf, selanjutnya divisi pemberdayaan melakukan pengarahan dan pembinaan, serta ikut mengkonsep usaha yang diajukan. 2. Dari pengarahan dan pembinaan yang dilakukan divisi pemberdayaan akan menghasilkann konsep matang usaha dan pribadi yang terbina dari sisi kemampuan mengelola usaha dan akhlak yang islami.
19
3. Selanjutnya lembaga menyiapkan dana permodalan ( dana wakaf + CSR ) untuk diberikan kepada calon nasabah yang siap menjalankan usaha. Sebelum dana dicairkan divisi pemberdayaan memberi penjelasan dana yang digunakan adalah dana dengan komposisi dana wakaf dan dana CSR. Porsi dana wakaf mengunakan akad qord yang wajib dikembalikan tanpa kelebihan dalam kondisi apa pun sedangkan dana CSR mengunakan salah satu akad tijaroh dengan bagi hasil rendah. 4. Setelah nasabah paham dengan akad yang digunakan dan pemahaman karakteristik yang melekat pada dana wakaf, selanjutnya dana dicairkan dan siap digunakan untuk memulai usaha. 5. Setelah usaha berjalan selanjutnya dilakukan monitoring oleh divisi pemberdayaan secara kontinyu.
20
BAB V PENUTUP 5.1
Kesimpulan
1.
2.
3.
5.2
Desain bank wakaf sangat cocok untuk mengatasi masalah penyebab kemiskinan yaitu sulitnya akses permodalan dan kualitas SDM yang rendah, hal ini dikarenakan bank wakaf memadukan solusi untuk dua masalah tersebut dalam satu konten yaitu melalui permberian permodalan dan pendampingan. Modal kerja yang disalurkan merupakan modal kerja dengan hanya pengembalian pokoknya saja sehingga masyarakat miskin yang mengunakan modal ini tidak akan dibebankan dengan pengembalian kelebihan yang mencekik leher seperti yang dilakukan para rentenir. Keberadaan bank wakaf ini dapat dijadikan untuk sarana pengentasan kemiskinan dan sarana peningkatan minat masyakat untuk berwakaf. Saran atau Rekomendasi
1. Lembaga pengelolaan wakaf. Konsep Bank Wakaf yang coba kami kembangkan ini patut dicontoh oleh lembaga pengelolaan wakaf, karena konsep ini merupakan upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin dan meningkatkan perekonomian sehingga Usaha Mikro dan Kecil yang dimiliki masyarakat miskin bisa kuat dan berkembang. 2. Pemerintah.
Agar dapat membuat peraturan terhadap lembaga pengelolaan dalam hal ini peraturan tentang bank wakaf agar operasionalnya nanti tidak berbenturan dengan regulasi perbankan.
3. Akademisi. Agar dapat membuat kajian-kajian sejenis dalam rangka
menambah koleksi khazanah ilmiah secara khusus pada keilmuan pengelolaan wakaf dan secara umum pada keilmuan ekonomi Islam.
21
DAFTAR PUSTAKA 1. Abu Bakr Jabir Al jazairi, Ensiklopedi Islam Minhajul Muslim, Darul Falah, Jakarta, 2000, Penerjemah: Fadli Bahri. 2. BWI, Aset Wakaf, Sangat Besar tapi Belum Produktif Republika, Selasa, 8 Juli 2008 3. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia, Jakarta, 2003 4. Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, fiqh Wakaf, Jakarta, 2006 5. Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Pedoman Pengelolan Wakaf Tunai, Jakarta, 2006 6. Direktorat pemberdayaan Wakaf, Direktorat jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, Jakarta, 2006 7. Husein Umar, Riset Akuntansi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003 8. Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, UI Press, Jakarta, 2006 9. Nasution, Mustafa Edwin, dan Uswatun Hasanah (editor), Wakaf Tunai, Inovasi Finansial Islam, Peluang dan Tantangan dalam Mewujudkan Kesejahteraan Umat, PKTTI-UI, Jakarta, 2005 10. Sharing, edisi 52 Thn V April 2011 11. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta, Bandung, 2008 12. Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Pustaka Setia, Bandung, 2005 13. Sujoko Efferin et. al., Metode Penelitian untuk Akuntansi: Sebuah Pendekatan Praktis, Bayumedia Publishing, Malang, 2004 14. Wahbah az Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, jilid 10, Gema Insani Press, Jakarta, 2011, penerjemah: Abdul Hayyie al Kattani, dkk REFERENSI INTERNET 15. “pengertian dan definisi sosial menurut para ahli” diakses dari http://carapedia.com 16. “Data Base dan Potensi Wakaf”, diakses dari http://www.bwi.or.id 17. Elaine Edg dan combLaura Barton, Intermediasi sosial Diakses dari http://translate.google.co.id/
22