BAHAN AJAR GEOMORFOLOGI UMUM
Disusun Oleh: Dr. Yushardi, S.Si., M.Si. Fahmi Arif Kurnianto, S.Pd., M.Pd. Bejo Apriyanto, S.Pd., M.Pd.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER 2017
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Pengertian 1. Definisi Berdasarkan suku katanya, Geomorfologi dapat diartikan: Geo
: bumi
Morfo
: bentuk
Logos
: ilmu/uraian
Jadi Geomorfologi artinya uraian tentang bentuk bumi. Dalam pengertian umum Geomorfologi adalah studi bentuk lahan (landform) (Lobeck, 1939). Menurut Thornbury (1958) Geomorfologi adalah ilmu pengetahuan tentang bentuk lahan. Cooke(1974) mengatakan bahwa Geomorfologi adalah studi bentuk lahan dan pemekarannya pada sifat alamiah asal mula, proses pengembangan dan komposisi materialnya. Van Zuidam (1979) menyebutkan: Geomorfologi adalah studi bentuk lahan dan proses-proses yang mempengaruhi pembentukannya dan menyelidiki hubungan antara bentuk dan proses dalam tatanan keruangannya. Menurut Verstappen (1983) Geomorfologi merupakan ilmu pengetahuan tentang bentuk lahan pembentuk muka bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan air laut, dan menekankan pada asal mula dan perkembangan di masa mendatang serta konteksnya dengan lingkungan. Berdasarkan definisi-definisi/pengertian di atas menjadi semakin jelas bahwa obyek
kajian
utama
dari
Geomorfologi
adalah
bentuk
lahan.
Dalam
2
perkembangannya Geomorfologi diaplikasikan dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga melahirkan berbagai spesialisasi Geomorfologi, seperti: Geomorfologi Teknik; Geomorfologi Sumberdaya; Geomorfologi Lingkungan; Geomorfologi Dinamik dan sebagainya. 2. Geomorfologi dan Hubungannya dengan ilmu yang lain Menurut Lobeck (1939) Geomorfologi merupakan bagian Fisiografi yang mengkaji
sebagian
dari
kulit
bumi
kita.
Kedudukannya
sama
dengan
Meteorologi/Klimatologi yang membahas atmosfer dan Oceanografi yang membahas hidrosfer. Sehingga apabila digambarkan dalarn bentuk skema menjadi :
Geomorfologi : lithosfer
Fisiografis
Meteorologi/klimatolgi: atmosfer
Oceanografi: hidrosfer
Pada perkembangan awal Geomorfologi merupakan bagian Geologi yang membahas lithosfer (kulit bumi) bagian terluar, akan tetapi sekarang kedudukan Geomorfologi sejajar dengan Geologi, yang sama-sama mengkaji lithosfer dengan tinjauan yang berbeda. Secara skematik kedudukan Geomorfologi diantara Fisiografi dan Geologi terlihat pada gambar 1.
3
Gambar 1. Kedudukan Geomorfologi diantara Fisografi dan Geologi. Hubungan Geomorfologi dengan Geografi: Geomorfologi merupakan ilmu bantu Geografi yang mengkaji lingkungan fisik, kedudukannya sama dengan Hidrologi, Meteorologi/Klimatologi, Oseanografi dan Biogeografi. Secara jelas hubungan Geomorfologi dengan Geografi dapat dilihat pada skema seperti pada gambar 2: Geologi Lingk. Fisik
Bumi
Geografi
Manusia
Lingk. Manusia
Geodesi
Ukuran-ukuran
1. Geomorfologi 2. Hidrologi 3. Meteorologi/klimatologi 4. Oceanografi 5. Biogeografi
Kartografi dan Penginderaan Jauh
SIG
1. Geografi Manusia 2. Geografi Penduduk 3. Geografi Ekonomi 4. Geografi Politik 5. Geografi Regional
Gambar 2. Kedudukan Geomorfologi dalam Geografi
4
Kajian Geografi harus menyangkut: Ruang (spasial) data Waktu (tempora1)
history
Kartografi + Penginderaan Jauh + Sistem Informasi Geografis
3. Beberapa Istilah Pokok a. Bentuk: lahan (landform) adalah setiap unsur bentang lahan (landscape) yang dicirikan oleh ekspresi permukaan yang jelas, struktur internal atau kedua-duanya menjadi pembeda yang menyolok dalam mendiskripsi fisiografi suatu daerah (Howard dan Spok, 1940) adalah kenampakan medan (terrain) yang terbentuk oleh proses alami, memiliki komposisi tertentu, memiliki julat (range) karakteristik fisikal dan visual tertentu dimanapun medan tersebut terjadi(Verstappen, 1983). b.
Medan (Terrain) adalah sebidang lahan yang dicirikan oleh
kompleksitas atribut fisik dari permukaan lahan atau dekat permukaan (Van Zuidam, 1974). c. Lahan (land) adalah suatu daerah di permukaan bumi dengan semua atribut yang agak stabil atau diperkirakan siklik dan geosfer yang secara vertikal meliputi atmosfer, tanah, geologi, geomorfologi, Hidrologi,tumbuhan dan binatang, dan basil aktivitas manusia masa lalu dan sekarang (FAO, 1976). d. Bentang lahan/bentang alam (landscape)
adalah gabungan dari beberapa bentuk lahan, seperti: dataran rendah,
pegunungan tinggi, daerah karst, dsb (Verstappen, 1983) Catatan : Bentuk lahan kenampakan tunggal misal: mesa, tanggul alam,
5
volkan, dsb. adalah suatu wilayah yang mempunyai karakteristik tertentu dalam bentuk lahan, vegetasi, dan pengaruh manusia(Vink, 1983). Faktor-faktor yang mempengaruhi bentang lahan, merupakan interaksi dari: * batuan; * bentuk lahan; * tanah; * udara; *air; * laut; * flora-fauna; *mannsia Unit analisis bentang lahan adalah bentuk lahan
6
BAB II PROSES DAN GAYA
Permukaan bumi selalu mengalami perubahan sebagai akibat proses geomorfologi. Proses geomorfologi berasal dari dalam bumi dihasilkan oleh tenaga endogen atau sering disebut gaya endogen, sedangkan yang berasal dari luar kulit bumi dihasilkan oleh tenaga eksogen atau sering disebut proses eksogen. A. Tenaga Endogen Tenaga endogen merupakan tenaga dari dalam bumi yang membentuk konfigurasi permukaan bumi. Tenaga ini terdiri atas tektonisme (diastrofisme), vulkanisme atau gempa. Diastrofime terdiri atas tenaga epirogenesa dan orogenesa. Tenaga epirogenesa merupakan proses pengangkatan (negatif)
atau penurunan
(posistif) letak bumi dalam wilayah luas dengan kecepatan relatif lambat. Contoh epirogenesa positif adalah turunnya pulau-pulau di Indonesia Timur, dan akibat epirogenesa negatif adalah pengangkatan benua Asia. Tenaga Orogenesa merupakan pengangkatan pada daerah relatif sempit dalam waktu singkat. Contohnya yakni terbentuknya pegunungan lipatan di zona utara Jawa Timur (Pegunungan Kendeng). Tenaga ini sering disebut tenaga pembentuk pegunungan. Vulkanisme merupakan proses keluarnya magma ke permukaan bumi, baik melalui pipa kepundan maupun celah-celah batuan. Konfigurasi permukaan bumi yang dihasilkan oleh proses vulkanisme berupa bentuk lahan asal proses vulkanik. Gempa bumi adalah proses dislokasi permukaan bumi, baik disebabkan oleh tektonisme, vulkanisme maupun terban (tanah runtuh). Gempa bumi ini kurang berperan dalam membentuk permukaan bumi dibandingkan tenaga endogen lain. Tenaga endogen, terutama diastrofisme dan vulkanisme sangat berpengaruh terhadap pembentukan struktur geologi, antara lain: struktur horizontal, lipatan, patahan, sesar, volkan, kubah, pegunungan kompleks.
7
B. Tenaga Eksogen Proses eksogen berlangsung pada permukaan bumi dan tenaganya berasal dari luar kulit bumi (air, angin, iklim, sinar matahari). Tenaga yang bekerja meliputi semua proses alami yang mampu mengikis dan mengangkut material di permukaan bumi. Tenaga eksogen dapat berupa pelapukan, baik pelapukan mekanis (fisis), kimiawi, organik maupun campuran; gerakan massa batuan, dan erosi. Tenaga yang menggerakkan dapat berupa: air mengalir, air tanah, gelombang dan arus, tsunami, angin dan gletser. Berdasarkan proses yang bekerja pada permukaan bumi dikenal proses: fluvial, marin, eolian, glasial, pelapukan dan gerakan massa batuan. Akibat bekerjanya proses tersebut terjadilah proses gradasi yang terdiri atas degradasi dan agradasi. Proses degradasi menyebabkan penurunan permukaan bumi, sedangkan agradasi menyebabkan kenaikan permukaan bumi. Pada proses degradasi tercakup proses yang diawali oleh pelapukan, gerak massa batuan dan erosi. Berlangsungnya proses eksogen tersebut dipengaruhi oleh faktor geologi (jenis batuan, sikap perlapisan dan struktur geologi), iklim, topografi, vegetasi dan tanah. 1. Pelapukan (Weathering) Secara umum pelapukan diartikan sebagai proses hancurnya massa batuan oleh tenaga eksogen. Menurut Ollier (1963) pelapukan adalah proses penyesuaian kimia, mineral dan sifat fisik batuan terhadap kondisi Iingkungan di sekitamya sehingga batuan tersebut mengalami deformasi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pelapukan adalah: a. Jenis batuan terdiri atas kandungan mineral, retakan yang dimiliknya, bidang pelapisan, patahan dan rekahan menyebabkan adanya perbedaan tingkat resistensi terhadap pengaruh ekternal. Batuan yang resisten lebih lambat terkena proses eksternal sehingga tidak mudah lapuk. Sebaliknya batuan tidak resisten lebih cepat terkena proses resisten sehingga mudah lapuk. Contoh: - Limestone, resisten pada iklim kering, tetapi tidak resisten pada iklim basah.
8
- Granit, resisten pada iklim basah, tetapi tidak resisten pada iklim kering. b. Iklim, khususnya temperatur dan curah hujan akan mempengaruhi tingkat pelapukan pada jenis pelapukan. Contoh : - iklim kering, jenis pelapukannya = mekanik/fisis - iklim basah, jenis pelapukannya = kimia - iklim dingin, jenis pelapukannya = mekanik c. Vegetasi , berperan sebagai penutup sinar matahari, sehingga akan memperlambat pelapukan mekanis. Selain itu, vegetasi juga berperan sebagai pemasok asam organik dan CO2 ke dalam tanah, sehingga akan mempercepat pelapukan kimia. d. Topografi yang kemiringannya besar dan menghadap arah datangnya sinar matahari/arah hujan, maka akan mempercepat proses pelapukan. Pelapukan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut: a. Pelapukan Fisik/mekanis yaitu pelapukan yang disebabkan oleh perubahan volume batuan yang ditimbulkan oleh perubahan kondisi lingkungan atau karena intrusi kedalam rongga/patahan batuan. Pada pelapukan fisik ini terjadi disintergrasi batuan. 1. Perubahan kondisi lingkungan: a.) Berkurangnya tekanan Batuan beku yang penutupnya hilang menyebabkan volume berkurang sehingga lingkungannya berubah, akibat selanjutnya tekanan pada batuan itu berubah. Oleh karena tekanan berubah maka kemampuan memuai/menyusut berbeda-beda begitu pula pada permukaan batuan, sehingga terjadilah retakan-retakan sejajar yang menyebabkan pengelupasan batuan (ekfoliation). b). Insolasi Batuan yang terkena panas matahari akan memuai, tetapi tingkat pemuaian bagian luar dan bagian dalam dari batuan tidak sama. Ketidaksamaan tingkat pemuaian tersebut menyebabkan batuan pecah.
9
c). Hidrasi Oleh karena proses hidrasi menyebabkan air masuk ke dalam pori-pori mineral. Peristiwa ini didahului oleh pembentukan mineral baru. Masuknya air ke dalam pori-pori mineral menyebabkan batuan menjadi lapuk. d). Akar tanaman. Akar tanaman yang masuk ke dalam batuan menyebabkan batuan mengalami pelapukan fisik (pecah). Asam organik yang dikeluarkan akan menyebabkan pelapukan kimiawi. e). Binatang Binatang yang menggali batuan lunak menyebabkan batuan mengalami pelapukan fisik. f). Hujan dan Petir Percikan air hujan dan petir menyebabkan batuan mengalami pelapukan fisik. 2) Interupsi ke dalam pori-pori/celah batuan a). Frost Weathering (Frost Wedging) Terjadi di daerah iklim dingin, yanag mana air membeku menyebabkan volume bertambah ± 10% dan tekanan bertambah ± 1 ton/inci. Proses ini menyebabkan batuan pecah karena mengalami beku celah (kryoturbasi) b). Salt weathering Terjadi di daerah iklim kering, air menguap meyebabkan garam-garaman, misal NaCl, MgSO4 , KCL mengendap di dalam pori-pori batuan tersebut menekan batuan hingga pecah. b. Pelapukan Kimiawi yaitu pelapukan yang disebabkan oleh reaksi kimia terhadap massa batuan. Air, oksigen dan gas asam arang mudah bereaksi dengan mineral, sehingga membentuk mineral baru yang menyebabkan batuan cepat pecah. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas pelapukan kimiawi: 1). Komposisi batuan: ada mineral yang mampu bereaksi dengan air, oksigen dan gas asam arang, ada juga yang tidak dapat bereaksi. Bagi mineral yang mudah
10
bereaksi dengan air, oksigen dan gas asam arang akan lebih cepat lapuk daripada mineral yang sulit bereaksi dengan air, oksigen dan gas asam arang. 2). Iklim: daerah yang beriklim basah dan panas misalnya iklim hujan tropis akan mempercepat proses reaksi kimia, sehingga batuan menjadi cepat lapuk. 3) Ukuran batuan: makin kecil ukuran batuan, semakin intensif pula reaksi kimia pada batuan tersebut, berarti makin cepat pelapukannya. 4) Vegetasi dan binatang: dalam hidupnya vegetasi dan binatang menghasilkan asam asam tertentu, oksigen dan gas asam arang sehingga mudah bereaksi dengan batuan. Artinya vegetasi dan binatang ikut mempercepat proses pelapukan batuan. Jenis-jenis pelapukan kimiawi dapat dibedakan: 1) Pelarutan/penghancuran (Solution/dissolution) yaitu pelapukan kimia yang disebabkan oleh mineral yang mengalami dekomposisi karena pelarutan oleh air. Contoh: kuarsa mengalami pelarutan
2) Hidrolisa Yaitu pelapukan kimia yang disebabkan oleh air yang kemudian bereaksi langsung dengan mineral penyusun batuan.
3) Karbonisasi Yaitu pelapukan yang disebabkan oleh CO2 dan air membentuk senyawa ion bikarbonat (HCO3) yang aktif bereaksi dengan mineral-mineral yang mengandung kation-kation Fe, Ca, Mg, Na, dan K. Proses ini menimbulkan dekomposisi pada batuan/perubahan fisik. Contoh : - dekomposisi batuan gamping - dekomposisi batuan granit - dekomposisi batuan gabro
11
4) Oksidasi Yaitu pelapukan kimia yang disebabkan oleh reaksi oksigen terhadap mineral besi pada batuan, jika batuan dalam keadaan basah maka pelapukan akan intensif.
5) Hidrasi Yaitu pelapukan kimia yang disebakan oleh penyerapan air oleh mineral ke dalam struktur kristal batuan.
6). Desilikasi Yaitu pelapukan kimia yang disebabkan oleh hilangnya silikat pada batuan,terutama jenis basaltis. Bentuk topografi hasil pelapukan pada umumnya berskala kecil, dibedakan menjadi: 1) Differensial Weathering: bentukan ini terjadi karena tingkat resistensi batuan sebuah daerah tidak sama, batuan resistensi lebih sulit lapuk, sedangkan yang tidak resistensi ditemui torehan - torehan. Contoh: Pinnacle (pilar-pilar batuan keras), Rock Padestal (batujamur). 2)
Exfoliation dome:yaitu kubah yang permukaannya terkelupas karena erosi intensif.
3) Tor adalah batu-batu bundar hasil pengelupasan yang masih terlihat pada batuan dasar. 4) Core stone: seperti tor yang pelapukannya terjadi di bawah permukaaan. 5) Spheriodally Wethered bouder yaitu batu-batu agak membulat karena pelapukan fisik dan kimiawi yang intensif pada sudut-sudut batuan. 6) Pit hole adalah lubang-lubang kecil pada batuan atau bekas mineral yang lapuk, misalnya: desilikasi. 7) Talus yaitu timbunan hasil pelapukan di kaki lereng terjal.
12
2. Gerakan Massa Batuan (Mass Wasting atau Mass Movement) Mass wasting merupakan gerakan massa batuan/tanah yang ada di lereng oleh pengaruh gaya berat (gravitasi) atau kejenuhan massa air.Terjadi pada lereng yang labil, yaitu lereng yang gaya menarik (shear strees)nya lebih besar daripada gaya menahan (shear strenght). Untuk lereng stabil (shear strenght) lebih besar shear (stress) tidak terjadi gerakan massa batuan. Faktor-Faktor Pengontrol Mass Wasting a.
Kemiringan lereng: makin besar sudut kemiringan lereng (curam-terjal) dari suatu bentuk lahan semakin besar peluang terjadinya mass wasting, karena gaya berat semakin besar pula.
b.
Relief lokal: terutama yang mempunyai kemiringan lereng cukup besar, misalnya kubah, maka mempunyai peluang yang besar untuk terjadi mass wasting.
c.
Ketebalan hancuran batuan (debris) di atas batuan dasar: makin tebal hancuran batuan
yang berada di atas batuan dasar, makin besar pula potensi untuk
terjadinya mass wasting,karena permukaan yang labil makin besar pula. d.
Orientasi bidang lemah dalam batuan: pada umumnya mass wasting akan mengikuti alur bidang lemah, karena orientasi bidang lemah tersebut akan lapuk lebih dahulu kemudian materi yang lapuk akan bergerak. Bidang lemah itu berupa kekar, retakan atau diabas.
e.
Iklim: kondisi iklim di suatu daerah akan menentukan cepat/lambatnya gerakan massa batuan. Bagi daerah yang beriklim basah cenderung mempunyai tingkat kejenuhan air pada massa batuan tinggi, sehingga peluang terjadinya mass wasting juga besar. Untuk daerah beriklim kering, pelapukan fisik cukup intensif sehingga permukaan bentuk lahan menjadi daerah yang labil karena timbunan hancuran batuan menjadi semakin tebal. Selain itu, terjadinya mass wasting. Seperti daerah beriklim kering, daerah beriklim dingin juga intensif mengalami pelapukan fisik sebagai akibat proses beku celah (kryoturbasi) sehingga peluang terjadinya mass wasting juga besar.
13
f.
Vegetasi: daerah yang tertutup oleh vegetasi/tumbuh-tumbuhan peluang untuk terjadi mass wasting kecil, karena vegetasi dapat menahan laju gerakan massa batuan di permukaan.
7.
Gempa bumi: daerah yang sering mengalami gempa bumi merupakan daerah labil, sehingga peluang terjadinya mass wasting besar.
8.
Tambahan material di bagian atas lereng: di daerah gunung api aktif sering terjadi penambahan material di bagian atas lereng akibat letusan, sehingga akan memperbesar peluang terjadinya mass wasting. Contoh: kubah lava Merapi makin lama makin besar pada saat erupsi sehingga menyebabkan guguran lava ke lereng di bawahnya. Secara ringkas Lobeck (1939) mengklasifikasi Mass Wasting seperti tabel
berikut
Tipe Gerak Flow
Slip
Kecepatan < cm/th Creep Debris
1 1 mm/hari km/jam
–
10 1 5 km/jam
> 4 km/jam
Earth Flow Without Mudflow slump debris Jenuh air
Rock avalanche Bed rock Debris avalanches Debris
Earth Flow Debris Earth Flow with slumping
Rock slide Bed Rock Debris slide Debris
Fall
Rock fall Bed rock Debris fall debris landslide Penjelasan lebih rinci dari klasifikasi Mass wasting adalah sebagai berikut:
a. Slow Flowage (gerakan lambat)
14
1) Rayapan tanah (soil creep) yaitu gerakan massa tanah/batuan secara lambat ( <1 cm/tahun) menuruni lereng, sebagai akibat gravitasi. Oleh karena gerakan ini sangat lambat maka tidak dapat dilihat prosesnya, melainkan hanya dapat diketahui gejalanya, yaitu tiang, pohon, bangunan miring di tempat terjadinya gerakan. 2). Talus Creep: adalah rayapan puing-puing hasil pelapukan yang tertimbun di suatu lereng. Terjadi karena pengaruh gravitasi, yang tertimbun disuatu lereng. Terjadi karena pengaruh gravitasi, yang dibantu oleh air atau salju sebagai pendorong. 3). Rock creep: yaitu gerakan massa batuan secara lambat menuruni lereng, disebabkan karena gravitasi. 4). Rock Glacier creep: yaitu gerakan massa batuan secara lambat menuruni lereng daerah bersalju. Solifluction: adalah gerakan massa batuan setengah mengalir di darah beriklim dingin. Terjadi pada peralihan musim dingin-semi, massa batuan menjadi jenuh air bergerak di atas batuan kedap. Materi yang bergerak berasal dari pelapukan beku celah (kryoturbassi). Lapisan kedap di bawah batuan jenuh air disebut permafrost (lapisan yang tetap beku). b. Rapid Flowage (gerakan cepat) Gerakan ini dikontrol oleh kejenuhan air pada massa batuan. 1) Earth Flow adalah aliran massa batuan yang jenuh air menuruni lereng. Gerakan/aliran ini dibedakan: 1) Earth Flow murni, alirannya sejajar permukaan. 2) Gabungan earth flow dan mendatar (slumping, kadang-kadang alirannya intermittent dan mengalami rotasi ke belakang (back ward rotation). 2) Mud Flow yaitu aliran hancuran batuan halus yang bereampur dengan air melalui lembah-lembah (saluran), terjadi di daerah beriklim kering. * Penyebabnya adalah:
15
- Material tidak kompak, melicin jika basah; - berada di lereng terjal; - ada air yang bergerak; dan - vegetasi jarang. *Perbedaan dengan earth flow: - Earth flow, alirannya lebih lambat; - Earth flow, tidak terjadi pada lembah/saluran; - Earth flow, kejenuhan air lebih rendah; - Earth flow, tidak ada karakteristik di daerah kering. 3). Debris Avalance: yaitu aliran (setengah longsor) pada batuan dasar menuruni lereng. Gerakan ini berada di daerah yang mempunyai batuan dasar kedap yaitu: bersalju atau vulkanik. Contoh: daerah batu gamping berada di atas batuan vulkanik; daerah clay (tanah liat) berada di atas batuan vulkanik. c. Very Rapid Flowage (gerakan sangat cepat) Gerakan ini didominasi pengaruh gravitasi. 1) Slumping (Nendatan), yaitu gerakan longsor berulang-ulang pada lereng curam (inttermitten), mengalami rotasi ke belakang (back ward rotation).Ciri khas gerakan ini ditandai oleh bentuk Terraceet. 2)
Debris Slide, yaitu luncuran puing-puing/pecahan batuan di atas bidang batas/bidang retakan yang miring.
3). Rock Slide, adalah gerakan batuan meluncur di atas bidang batas lapisanlbidang retakan yang miring. Proses dipercepat apabila bagian bawah digali/tererosi (under cutting). 4) Debris Fall, yaitu hancuranlpuing-puing batuan yang jatuh bebas pada tebing terjal. 5) Rock Fall, adalah bongkahan batuan yang jatuh bebas pada tebing terjal. Terjadi karena bagian bawah tebing terkikis oleh sungai, gelombang atau manusia. Cara Untuk Mencegah Gerakan Massa Batuan antara lain:
16
1) Menanami lereng dengan tumbuh-tumbuhan/dihutankan. 2) Membuat teras-teras pada lereng. 3) Bangunan di lereng dibuatkan beton penahan. 4) Apabila bagian bawah lereng dipotong/digali untuk keperluan tertentu, perlu dibuatkan saluran pembuangan air di bawah tanah. 5) Apabila membangunjalan di daerah pegunungan perhatikan arah kemiringan batuan. Bagian yang dibangun pada sisi yang stabil. 6) Menahan batuan agar tidak bergeser sepanjang bidang lemah batuan (bidang batas lapisan, bidang retakan). Cara yang dilakukan: di bor sampai batuan dasar; atau masukkan mor- disemen- beri baut- pasang lempeng baja di permukaan - disekrup.
3. EROSI Erosi adalah suatu proses geomorfologi berupa pelepasan dan terangkutnya material bumi oleh tenaga geomorfologis. Proses geomorfologi mempelajari bentuklahan (landform) secara genetik dan proses, mempengaruhi bentuklahan dan proses-proses itu dalam susunan keruangan (Zuidam and Zuidam Cancelado, 1979). Arsyad (1989), erosi adalah terangkutnya tanah atau bagian- bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Erosi dapat juga disebut pengikisan, sesungguhnya merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan air atau angin, baik yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat/tindakan perbuatan manusia (Kartasapoetra, 1991). Pengertian erosi tersebut mengandung suatu rangkaian proses. Berdasarkan hal itu Brady (1974), membedakan erosi menurut intensitasnya menjadi empat yaitu: erosi alami, erosi normal, erosi geologi dan erosi dipercepat (dalam Yunianto, 1994). Erosi secara alamiah, normal dan geologi tidak menimbulkan musibah yang berat, ini dikarenakan banyaknya partikel-partikel tanah yang dipindahkan seimbang dengan banyaknya tanah yang terbentuk di tempat-tempat yang lebih rendah. Akan
17
tetapi bahaya-bahaya dan kerugian yang ditimbulkan oleh erosi biasanya berasal dari proses erosi akibat tindakan dan perbuatan yang negatif atau kesalahan-kesalahan dalam pengelolaan tanah pertanian (Kartasapoetra, 1991). Begitu besar bahaya erosi yang pada akhirnya merugikan kehidupan manusia, maka banyak ahli yang membagi faktor-fahor yang menjadi penyebab erosi dan berupaya untuk menanggulanginya. Menurut Baver (1972), bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi tanah adalah: 1) sifat hujan, 2) kemiringan lereng dari Jaringan aliran air, 3) tanaman penutup tanah, dan 4) kemampuan tanah untuk menahan dispersi dan untuk menghisap kemudian merembeskan air ke lapisan yang lebih dalam (Kartasapoetra, 1991). Morgan (1979), menyatakan bahwa kemampuan mengerosi, agen erosi, kepekaan erosi dari tanah, kemiringan lereng, dan keadaan alami dari tanaman penutup tanah merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap erosi tanah. Baver (1972) dan Morgan (1980) dalam Sahuleka (1993), menyatakan bahwa erosi merupakan interaksi antara faktor iklim, topografi, tanah, vegetasi, dan aktivitas manusia yang dinyatakan dengan formula sebagai beriku:
E = f (c. t. v. s. h)
dalam hal ini : E = erosi
c = iklim
t = topografi
f = fungsi
s = tanah
h = manusia
v = vegetasi
18
a.lklim Iklim merupakan faktor terpenting dalam masalah erosi terutama fungsinya sebagai agen pemecahan dan transport. Faktor iklim yang berpengaruh adalah curah hujan, angin, temperatur, kelembadan, dan penyinaran matahari (Schwab et al., 1981; dalam Arsyad, 1989). Banyaknya curah hujan, intensitas dan distribusi hujan menentukan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan, serta besamya kerusakan erosi. Angin selain sebagai agen transport dalam erosi di beberapa kawasan, juga bersama-sama dengan temperatur, kelembadan dan penyinaran matahari berpengaruh terhadap evapotranspirasi, sehingga mengurangi kandungan air dalam tanah yang berarti memperbesar kembali kapasitas infiltrasi tanah. Selain itu, juga mempengaruhi kecepatan pelapukan baik bahan organik maupun anorganik yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap kepekaan erosi tanah (Arsyad, 1989). b. Topografi Kemiringan lereng, panjang lereng, konfigurasi, keseragaman, dan arah lereng adalah unsur topografi yang berpengaruh terhadap erosi (Arsyad, 1989). Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Kecuraman lereng memperbesar jumlah aliran permukaan, dan memperbesar kecepatan aliran permukaan, sehingga dengan demikian memperbesar daya angkut air. Semakin besar erosi terjadi dengan makin curamnya lereng. Panjang/lereng dihitung mulai dari titik pangkal aliran permukaan sampai suatu titik dimana air masuk ke dalam saluran atau sungai, atau dimana kemiringan lereng berkurang sedemikian rupa sehingga kecepatan aliran air berubah. Air yang mengalir di permukaan tanah akan terkumpul di ujung lereng bawah, dengan demikian berarti lebih banyak air yang mengalir dan makin besar kecepatannya di bagian bawah lereng dari pada di bagian atas. Hal tersebut menimbulkan tanah di bagian bawah lereng mengalami erosi lebih besar dari pada bagian atas. Konfigurasi lereng permukaan berbentuk cembung, planar dan cekung
19
mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap erosi. Berdasarkan konfigurasi lereng, erosi lembar cenderung pada permukaan yang cembung dan planar, sedangkan erosi alur dan parit cenderung terjadi pada permukaan yang cekung. Hal itu disebabkan karena pada lereng cekung aliran permukaan cenderung terkonsentrasi. Demikian juga arah lereng yang menghadap sinar matahari cenderung mengalami erosi lebih besar dibandingkan arah lereng yang kurang mendapat sinar matahari. Hal itu disebabkan karena sinar matahari secara langsung dapat mengakibatkan proses penguraian bahan organik tanah berjalan lebih intensif sehingga kandungan bahan organik lebih rendah dan tanah lebih mudah terdispersi. c. Vegetasi Peranan vegetasi terhadap erosi terutama pada kemampuannya mengurangi kecepatan jatuh dari butir hujan dan mempengaruhi aliran permukaan (Wischmeier dan Smith, 1978; dalam Arsyad, 1989). d. Tanah Baver et al. (1972), menerangkan bahwa kepekaan tanah terhadap erosi tergantung pada sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas, kapasitas menaban air, dan sifat-sifat tanah yang berhubungan dengan ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan pengikisan oleh media alami. Adapun sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah: 1) tekstur, 2) struktur, 3) bahan organik. 4) kedalaman, 5) sifat lapisan tanah, dan 6) tingkat kesuburan tanah (Arsyad, 1989).
e. Manusia
Manusia dapat mencegah dan mempercepat terjadinya erosi, tergantung bagaimana manusia mengelolanya. Manusialah yang menentukan apakah tanah yang "diusahakannya akan rusak dan tidak produktif secara lestari. Banyak faktor yang
20
akan menentukan apakah manusia akan memperlakukan dan merawat serta mengusahakan tanahnya secara bijaksana, sehingga menjadi lebih balk dan dapat memberikan pendapatan yang cukup untuk jangka panjang yang tidak terbatas (Arsyad, 1989). Berdasarkan hal tersebut mendorong Morgan (1979), untuk membuat klasifikasi bentuk erosi menjadi . 1) erosi percik (splash erosion), 2) eros, aliran permukaan (overland flow erosion), 3) erosi aliran bawah permukaan (subsurface flow erosion), 4) erosi alur (rill erosion), 5) erosi parit (gully enNlion), dan 6) gerakan massa tanah (mass movement erosion) (Ananto, 1991).
a. Erosi Percik Erosi percik ialah proses percikan partikel-partikel tanah halus yang disebabkan oleh pukulan tetes air hujan terhadap tanah dalam keadaan basah (Yunianto, 1994). Mc Intrye (1958; dalam Ananto, 1991) menyatakan bahwa ada empat fase dalam erosi percik, yakni: terjadinya pembasahan yang cepat pada permukaan tanah sehingga gaya kohesi antar partikel tanah menurun, akibatnya laju erosi percik akan meningkat, terjadinya pemadatan dan pembentukan lapisan kerak 'tipis (crust) tipis yang akan menurunkan besamya percikan dan meningkatnya akumulasi air, terbentuk a1iran turbulensi yang mampu menghilangkan sebagian lapisan kerak pada permukaan tanah. Erosi percikan maksimum terjadi setelah 2 – 3 menit setelah hujan turun. Pada daerah miring erosi percik ini akan terjadi hebat dibanding dengan daerah yang datar. Pada daerah datar butir-butir hujan dengan diameter 5,9 mm mampu memercikkan partikel hingga ketinggian 0,38 m, dan terlempar 1,5 m. Pada lahan yang diolah, butir hujan dengan diameter 6 mm mampu memereikkan hingga 0,3 m, dan terlempar sejauh 0,95 m (Mihara, 1952: dalam Ananto, 1991). b. Erosi Lembar Erosi lembar adalah erosi yang terjadi karena pengangkutan/pemindahan lapisan tanah yang hampir merata di tanah permukaan oleh tenaga aliran perluapan.
21
Kekuatan jatuh tetes-tetes hujan dan aliran perluapan merupakan penyebab utama erosi lembar (Arsyad, 1989). Oleh karena hilangnya lapisan tanah atas adalah merata, maka bentuk erosi lembar seringkali tidak segera tampak, dan apabila proses erosi berlangsung lebih lanjut maka baru dapat diketahui setelah tanaman tumbuh pada lapisan tanah bawah. Erosi lembar disebut juga sebagai erosi antar erosi alur (onterrill erosion). c. Erosi Alur Erosi alur terjadi karena adanya proses erosi dengan sejumlah saluran kecil (alur), yang kedalamannya < 30 cm, dan terbentuk terutama di lahan pertanian yang baru saja diolah. Erosi ini sebenarnya sebagai perkembangan lebih lanjut dari erosi lembar, hanya tenaga aliran perluapan sudah mulai terkonsentrasi pada alur. Alur-alur tersebut terbentuk karena daya tahan tanah terhadap pengaruh tenaga erosi oleh aliran perluapan tidak merata, sehingga pada bagian yang relatif lembek akan mengalami pengikisan awal (Yunianto, 1994). Alur-alur yang terjadi masih dangkal dan dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah. Erosi alur biasanya terjadi pada tanah-tanah yang ditanami dengan tanaman yang ditanam berbaris menurut lereng atau akibat pengolahan tanah menurut lereng atau bekas tempat menarik balok-balok kayu. Erosi lembar dan erosi alur merupakan kedua bentuk erosi yang lebih banyak dan luas terjadinya jika dibandingkan dengan bentuk erosi lainnya. d. Erosi Parit Proses terbentuknya erosi ini sama dengan erosi alur, akan tetapi tenaga erosinya berupa aliran limpasan, dan alur-alur yang terbentuk sudah sedemikian dalam sehingga sudah tidak dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah secara biasa. Di samping itu, ukuran lebar aim sudah lebih dari 50 cm, dan kedalaman alur lebih dari 30 cm (Bergsma, 1980; dalam Yunianto, 1994). Erosi parit dapat berbentuk V atau U, tergantung dari kepekaan erosi substratanya. Bentuk V adalah bentuk yang umum terdapat, tetapi daerah-daerah
22
yang substratanya rnudah lepas yang umumnya berasal dari batuan sedimen maka akan terjadi bentuk U. Tanah-tanah yang sudah mengalami erosi parit sangat sulit 'untuk dijadikan lahan pertanian: Diantara kedua bentuk tersebut, bentuk U lebih sulit diperbaiki dari pada bentuk V (Arsyad, 1989).
23
BAB III BENTUK LAHAN ASAL STRUKTURAL
Bentuk lahan asal struktural terjadi karena deformasi (perubahan) bentuk batuan. Terbentuk sebagai akibat proses endogen berupa tektonisme atau diatropisme. Proses ini meliputi pengangkatan, penurunan dan pelipatan kerak bumi sehingga terbentuk struktur lipatan dan patahan. Selain itu terdapat struktur batuan horisontal yang merupakan struktur asli sebelum mengalami perubahan. Dari struktur pokok tersebut kemudian dapat dirinci menjadi berbagai bentuk lahan berdasarkan sikap lapisan batuan dan kemiringan lerengnya. A. Ciri-ciri Bentuk Lahan Asal Struktural 1. Dip dan Strike batuan resisten - non resisten jelas. Dip adalah sudut yang dibentuk oleh bagian atas hanging wall dan bidang sesar. Strike adalah sudut yang dibentuk oleh bidang sesar dengan permukaan hanging wall. 2. Horizon kunci jelas, yakni tanda yang terdapat pada permukaan sesar.
.
3. Adanya sesar, kekar, dan gawir sesar.
B. Satuan Bentuk Lahan Asal Struktural 1.
Pegunungan blok sesar adalah pegunungan (>300 mdpl) yang tersusun dari batuan klastik, diindikasikan oleh berbagai bentuk patahan dan pelapisan batuan bukti pernah terjadi pengendapan, misalnya: graben, sembul, triangle facet, dan sebagainya.
2.
Perbukitan blok sesar adalah perbukitan (<300 mdpl) dari batuan klastik, diindikasikan oleh berbagai bentuk patahan serta pelapisan batuan bukti pernah terjadi pengendapan, misalnya: graben, sembul, triangle facet, dan sebagainya
2.
Gawir sesar yaitu tebing patahan/sesar, terjadi karena adanya dislokasi batuan .
24
3.
Pegunungan antiklinal adalah punggungan pegunungan lipatan yang memiliki ketinggian >300 mdpl.
4.
Pegunungan sinklinal, lembah yang terdapat di samping pegunungan antiklinal dengan ketinggian >300 mdpl.
5.
Pegunungan/perbukitan monoklinal adalah pegunungan lipatan yang terjadi karena adanya tekanan pada satu titik saja sehingga hanya berbentuk lereng punggungan antiklinal. Bentuk monoklinal/homoklinal yang tingginya > 500 mdpl disebut pegunungan, sedangkan monoklinal dengan elevasi < 500 mdpl disebut perbukitan monoklinal. Monoklinal (homoklinal) yang lerengnya 11o disebut cuesta.
6.
Pegunungan/perbukitan kubah (Dome) adalah pegunungan/perbukitan tunggal yang puncaknya melingkar. Kubah yang berstadia dewasa karen adanya tenaga eksogenik di puncaknya terdapat sistem lembah berbentuk segitiga (triangle facet) yang disebut flat Iron.
7.
Pegunungan/perbukitan Plato, merupakan tanah datar dengan struktur horisontal, dengan ketinggian > 500 mdpl untuk pegunungan dan < 500 mdpl untuk perbukitan. Pada umumnya dikelilingi oleh rangkaian pegunungan.
9.
Perbukitan mesa adalah perbukitan (<300 mdpl) yang puncaknya datar dengan struktur horisontal sebagai akibat proses erosi yang intensif.
10. Graben (slenk) adalah bagian patahan yang turun sehingga permukaannnya lebih rendah dari daerah sekitar. Terjadi karena daerah tersebut mengalami penurunan. 11. Sembul (Horst) adalah bagaian patahan yang lebih tinggi dari daerah sekitar, terjadi karena pengangkatan (up lift). * Kenampakan pada bentuk lahan asal struktural salah satunya ditandai dengan adanya sesar yang disebabkan oleh pergeseran posisi lapisan (dislokasi) batuan di suatu tempat. * Ciri-ciri sesar adalah :
.
1. Trapezoidal facet, yaitu bentuk daerah yang menyerupai trapesium.
25
2. Triangle facet. yaitu sistem lembah berbentuk segitiga. 3. Hanging falley, yaitu suatu lembah yang letaknya di atas lembah yang sekarang ada. 4. Breksi besar merupakan lapisan butiran batuan sedimen runcing-runcing pada dinding/permukaan sesar. 5. Milovit, adalah hancuran batuan-batuan seperti tepung sebagai akibat gesekan pada sesar. 6. Jalur mata air pada tebing sesar, yang terjadi sebagai akibat butiran permeable tersingkap. 7. Cermin sesar, yaitu permukaan mengkilap pada permukaan batuan karena gesekan. 9. Kelurusan, yaitu terdapat pola permukaan yang lurus karena patahan pada sesar sehingga membedakannya dengan wilayah sekitar. 11. Perbedaan topografi yang mencolok pada daerah yang patah dengan daerah sekitarnya. 12. Lapisan batuan tidak kontinu (omisi) disebabkan oleh pergerakan patahan.
26
Gambar 4. Berbagai Satuan Bentuk lahan Struktural
37
BAB IV BENTUK LAHAN ASAL VULKANIS
A. Pengertian Pergerakan magma yang naik ke permukaan bumi merupakan ciri utama awal terjadinya vulkanisme.
Bentukan yang disebut bentukan vulkanis ini lebih
didasarkana pada batuan penyusun berupa batuan vulkanis dengan berbagai jenisnya sebagai akibat proses vulkanisme. Volcano (gunung api) merupakan kerucut yang memiliki komposisi batuan beku lelehan atau bahan vulkanis lepas (plastis). Erupsi adalah proses keluarnya magma dari lapisan bawah kerak bumi ke permukaan bumi karena tekanan dari dalam, melalui retakaan atau lubang kepundan. Menurut sifatnya, keluarnya magma ada yang bersifat letusan (eksplosif) dan lelehan (efusif). Lava yaitu massa batuan dalam keadaan pijar dan kental yang keluar ke permukaan bumi melalui rekahan dengan temperatur sangat tinggi, sedangkan piroklastik merupakan flagmen hasil letusan gunung api dengan berbagai ukuran: abu, debu, pasir latili, dan bongkah. B. Indikasi Bentuk Lahan Volkanis 1. Terdapat pola aliran radial sentrifugal yang menyebar secara menjari. 2. Pada titik puncak terdapat depresi (crater) yang mana pada volkan stadia muda, pada stadia dewasa atau tua posisi crater tidak selalu di titik puncak. 3. Materi piroklastik akan berasosiasi dengan badan volkan yang runcing (cone), dengan ciri-ciri: a. Tidak ada terowongan lava (lava funnel); c. Tidak lembah lava (subsidence); d. Terdapat barranco (lembah-lembah); dan e. Terdapat jalur mata air (springbelt)
38
4. Apabila komposisi materi lava badan volkan berupa rounded cone, maka terdapat ciri-ciri: a. Membentuk struktur tali (roppy structure); b. Ujung endapan lava berhenti secara tiba-tiba(suddenstop); c. Tidak ditemukan adanya jalur mata air; dan d. Terdapat magma basah yang mendekati kental dan membentuk individuindividu gunung api yang rendah semacam bocca atau ash cone 5. Apabila lava intermedier maka akan membentuk struktur bantal atau pillow structure C. Tipe-tipe Gunung Api Berdasarkan morfologinya tipe gunung api terdiri atas perisai, bocca dan strato. 1. Bocca, memiliki komposisi material penyusun yang bersifat asam dan kental. Batuan ekstrusi yang dikeluarkan adalah riolith yang mana pada umumnya magma belum sampai ke permukaan 2. Perisai, memiliki komposisi penyusun bersifat basa dan cair, batuan ekstrusi yang keluar dari volkan itu adalah basalt. 3. Strato, material erupsinya bersifat intermediate (tidak asam atau tidak basa) dan berbentuk cair kental. Batuan ekstrusi berupa andesit. Ciri khas tipe volkan strato adalah badan volkan berlapis-lapis, kemudian berselang-seling antara material kasar dan halus. Ciri-ciri gunung api strato a. Strato muda: 1) Kerucut gunung api bercirikan lereng curam (30°), blok baru, material piroklastik kubah lava, crater (kawah). 2) Lereng atas gunung api bercirikan lereng curam, eflata kasar bercampur dengan aliran lava, sumber lahar bagi gunung api aktif, longsoran dan erosi rendah. 3) Lereng tengah gunung api mempunyai ciri: lereng landai/curam (5 - 15°) aliran lahar bercampur dengan aliran lava dan endapan lahar.
39
4) Lereng bawah gunung api (kaki) bercirikan lereng landai (< 5°), terdapat bentukan fluvio vulkanik, lapisan dengan blok besar terselang seling dengan endapan aliran lava dan endapan abu. 5) Dataran kaki gunung api bercirikan lereng datar - landai dan ada endapan fluvio vulkanik halus. b. Strato tua Pada stadia tua gunung api strato mengalami pengikisan lanjut, terkadang sulit diidentifikasi bentuk asli Badan vulkanonya. Ciri-ciri yang dapat diamati: 1) tingkat pengikisan lanjut karena proses eksogenik intensif sehingga terdapat lembah-lembah yang dalam dan tidak beraturan (irregularcrest) 2) Hasil pelapukan tebal tertimbun di lereng-lereng berupa kerucut talus, kipas aluvial atau piedmont. 3) Pola aliran rapat dan tidak seluruhnya radial. 4) Batuan induk sulit diidentifikasi di permukaan D. Jenis-jenis Erupsi Berdasarkan sifatnya erupsi dapat dibedakan: 1. Erupsi eksplosif (letusan), merupakan letusan yang terjadi apabila letak dapur magma dalam, volume gas besar, sifat magma asam. Material yang dikeluarkan adalah piroklastik dengan kandungan S1O2 tinggi, misalnya bongkah, bom, lapili, pasir, debu dan abu. Bentuk volkan adalah sharp cone 2. Erupsi Effusif (lelehan), merupakan letusan terjadi karena letak dapur magma dangkal, volume gas kecil, sifat magma basa. Material yang dikeluarkan berupa lava dengan kandungan S1O2 kecil. bentuk volkan yang dihasilkan adalah rounded cone. 3. Erupsi campuran, merupakan letusan yang terjadi karena adanya variasi letak dapur magma, volume gas dan sifat magma yang tidak asam dan tidak basa (intermidier). Sebagian besar erupsi volkan di Indonesia bertipe campuran dengan material intermidier yang cenderung basa. Bentuk volkan yang dihasilkan adalah strato (kerucut)
40
Berdasarkan bentuk dan letak kepundan tempat keluamya magma, maka erupsi dibedakan menjadi 3, yakni: 1. Erupsi celah/linier (Fissure eruption), terjadi melalui retakan batuan kerak bumi. Contoh: Plato Dekan di India tertutup lava dengan ketebalan rata-rata 667 meter, meliputi luas 5xl05 km2 sebagai akaibat erupsi celah. 2. Erupsi areal (Areal Eruption), terjadi karena dinding atas batholith runtuh sehingga magma keluar ke permukaan wilayah yang luas. Proses ini sering disebut de roofing karena prosesnya menimpa bagian atap batholith. Contoh: Gunung api lumpur di Sumatra Selatan. 3. Erupsi pusat/Puncak (Summit eruption), terjadi melalui pipa kepundan, pada umumnya berlangsung dalam waktu singkat. Jika magma kental maka pipa kepundan tersumbat oleh magma yang membeku, disebut sumbat lava (lava plug). sumbat lava tersebut akan menghalangi keluarnya magma. Gas-gas yang menyertai magma menyusun kekuatan di bawahnya, dan apabila jika cukup kuat sumbat lava didobrak ke atas sehingga terjadi erupsi berikutnya. Kadang-kadang sumbat lava itu sangat kuat sehingga magma mencari jalan lain, menerobos batuan yang lebih lemah dan terbentuk kepundan baru. Sebagian besar volkan di dunia mempunyai tipe erupsi ini. Berdasarkan penyebabnya erupsi dapat digolongkan menjadi 4 jenis, yakni: 1. Erupsi magma (Magmatic eruption) yaitu erupsi yang dihasilkan langsung dari magma. 2. Hidro erupsi (Hydro eruption) adalah erupsi yang disebabkan oleh uap yang berasal dari pemansan air di luar magma. 3. Erupsi phreatik (Phreatic eruption) yaitu erupsi yang dikarenakan oleh tekanan uap yang berasal dari air tanah. 4. Erupsi phreato-magmatic (Phreato magmatic eruption) adalah gabungan erupsi magma dan phreatik. *Secara geomorfologis material penyusun gunung api dibedakan menjadi: 1. Endapan vulkanik muda, dengan ciri: belum memadat (kompak), berupa endapan
41
fluviovulkanik. Bentuknya: a. Medan abu dan pasir, contoh: Segara wedi - Bromo. b.
Kerucut,
merupakan
hasil
gunung
api
fragmental,
materi
kasar.
Contoh : Galunggung. c. Lahar, membentuk dataran dan lereng kaki fluviovulkanik. 2. Batuan vulkanik muda, memadat. Bentuknya: a. Aliran lava dan medan lava yang meliputi daerah luas hanya berupa aliran lava saja. b. Kubah lava, berupa lava mengental pada crater/pipa kepundan. Jika volkan mati akan terbentuk sumbat lava (volcanic plug/neck). c. Lava pada kerucut gunung api strato, maka setelah erupsi akan membentuk puncak baru. 3. Formasi vulkanik tua. Bentuknya: a. Abu, tuff, lapilli, cinder, dan lahar yang tertumpuk kuat. b. Endapan breksi dan piroklastik terlapuk kuat. c. Endapan vulkanik bercampur dengan sedimen terlapuk.
42
Gambar 5. Bentuk lahan Vulkanik
43
BAB IV BENTUK LAHAN ASAL DENUDASIONAL
Adalah suatu bentuk lahan yang terjadi karena proses-proses pelapukan erosi, gerak masa batuan dan proses pengendapan. Dengan demikian dapat terjadi karena degradasi atau agradasi. A. Ciri-ciri Bentuk Lahan Asal Denudasional 1. Relief sangat jelas berupa lembah, lereng, pola aliran sungai 2. Tidak ditemukan gejala struktural, batuan massif, dep/stike tertutup. 4. Relief lokal, pola aliran dan kerapatan aliran menjadi dasar uatama untuk merinci satuan bentuk lahan. 5. Litologi menjadi juga menjadi dasar untuk merinci satuan bentuk lahan. Litologi terasosiasi dengan bukit, kerapat aliran dan tipe proses. B. Satuan Bentuk Lahan Asal Denudasional 1. Pegunungan Denudasional Karakteristik umum unit ini memiliki topografi bergunung dengan lereng sangat curam (55 > 140%), perbedaan tinggi antara tempat terendah dan tertinggi (relief) > 300m. Mempunyai lembah yang dalam, berdinding terjal berbentuk V karena proses yang dominan adalah proses pendalaman lembah (valley deepening) 2. Perbukitan Denudasional Mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dnegan lereng berkisar antara 15 > 55%, perbedaan tinggi (relief lokal) antara 50 - > 300m. Sedikit terkikis tergantung pada kondisi litologi, iklim, vegetasi penutup. 3. Dataran Nyaris (Peneplain) Akibat proses denudasional yang bekerja pada pegunungan/perbukitan secara terus menerus, maka permukaan lahan pada daerah tersebut menurun ketinggiannya dan membentuk permukaan yang hampir datar yang disebut dataran nyaris
44
(peneplain). Dataran nyaris dikontrol oleh batuan penyusun yang mempunyai struktur berlapis. Jika batuan penyusun tersebut masih berupa permukaan yang datar akibat erosi, maka disebut permukaan planasi. 4. Perbukitan sisa terpisah (inselberg) Apabila bagian depan (dinding) pegunungan/perbukitan menjadi mundur akibat proses denudasi dan lereng kaki bertambah lebar dan akan meninggalkan bentuk sisa dengan lereng dinding yang curam. Bukit sisa terpisah atau inselberg tersebut berbatu tanpa vegetasi dan banyak singkapan batuan (outcrops). Kenampakan ini dapat terjadi pada pegunungan/perbukitan terpisah maupun pada sekelompok pegunungan/perbukitan, dan mempunyai bentuk membulat. Jika bentuknya relatif memanjang dengan kemiringan lereng curam, maka disebut monadnock. 5. Kerucut Talus (Talus cones) atau kipas koluvial (coluvial fan). Berupa topografi berbentuk kerucut/kipas dengan lereng curam (35o). Secara individu fragmen batuan bervariasi mulai ukuran pasir hingga blok, tergantung pada besarnya cliff dan batuan yang hancur. Fragmen berukuran kecil terendapkan pada bagian atas kerucut (apex) sedangkan fragmen kasar meluncur ke bawah dan terendapkan di bagian bawah kerucut talus. (6. Lereng kaki (Foot slope) Bercirikan
daerah
memanjang
dan
relatif
sempit
terletak
di
suatu
pegunungan/perbukitan dengan topografi landai hingga curam dan mempunyai lereng landai dan sedikit terkikis. Lereng kaki terjadi pada kaki pegunungan dan lembah atau dasar cekungan (basin). Permukaan lereng kaki langsung berada pada batuan induk (bed rock). Permukaan lereng kaki terdapat fragmen batuan hasil pelapukan daerah di atasnya yang diangkut oleh air ke daerah yang lebih rendah. 7. Lahan rusak (Bad land). Merupakan daerah yang mempunyai topografi lereng curam hingga sangat curam dan terkikis sangat kuat sehingga berbentuk lembah-lembah yang dalam dan berdinding curam serta berigir tajam (knife-like) dan membulat. Proses erosi parit (gully erosion) sangat aktif sehingga banyak singkapan batuan muncul ke
45
permukaan (rock outcrops).
Gambar 6. Dataran Nyaris (B) Akibat Proses Denudasional yang Bekerja pada Pegunungan /Perbukitan (A)
Gambar 7. Kerucut Talus (Kipas Koluvial)
46
BAB VI BENTANG LAHAN DAERAH BASAH
Bentang lahan daerah basah dikontrol oleh aktivitas aliran (streams) dan terdiri dari bentuk lahan asal fluvial. A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Aliran. Worcester (1961) membedakan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas aliran menjadi lima: 1. Curah hujan (presipitasi), makin tinggi aliran makin intensif dan cenderung permanen, berada di daerah basah (humide). 2. Porositas dan permeabilitas batuan, makin besar aliran makin kecil karena air diserap ke bawah permukaan, sehingga aktivitas/proses fluvial menjadi lambat. Hal ini semakin lambat apabila vegetasi penutup banyak. 3. Daerah berbatuan kapur, aktivitas aliran terjadi di bawah permukaan sebagai under ground run off, sedangkan di permukaan mengalami persaingan aliran. Peristiwa ini berlangsung karena air masuk melewati diaklas. 4. Daerah kering (aride) dengan vegetasi kurang, di tempat ini aktivitas aliran besar, sehingga menyebabkan intensitas gradasi juga tinggi. 5. Daerah impermiabel, aktivitas aliran bertambah sebagai surface run off karena air tertahan oleh lapisan impermiabel di bawah permukaan. B. Air Tanah Air tanah adalah air yang bergerak dalam tanah, dapat berupa air lapisan, yang mengisi ruang-ruang pada agregat tanah, atau air celah, yang mengisi retakan-retakan batuan. Lapisan yang dapat dilalui dengan mudah oleh air tanah, misalnya pasir/kerikil disebut permiabel. Lapisan yang sulit dilalui air tanah, misalnya lapisan lempung atau geluh disebut lapisan kedap air (immpermeable).
47
Lapisan permiabel yang jenuh air tanah disebut akuifer. Akuifer dibedakan: 1. Akuifer tertekan/terkekang (confined aquifer), terdapat pada lapisan permiabel yang tertutup oleh lapisan impermiabel. 2. Akuifer bebas (unconfied aquifer), terdapat pada lapisan permiabel, tidak tertutup oleh lapisan impermiabel dan berhubungan langsung dengan zone aerosi (zone tak jenuh). Apabila di dalam zone aerosi terdapat lapisan impermiabel, maka air tanah yang terbentuk di atas lapisan tersebut disebut air tanah tumpang. C. Mata Air (Spring) Mata Air yaitu tempat keluarnya air tanah di permukaan batuan/tanah. Jenis mata air dapat dibedakan menjadi lima (Verstappen, 1962): 1. Mata air lapisan terdapat pada lapisan batuan perangkap air diantara lapisan impermiabel yang tersingkap. 2. Mata air celah, terdapat pada batuanjenuh air tersingkap karena ada celah/retakan. 3. Mata air sesar, berada pada lapisan tembus air menyesar sungkup terhadap batuan impermiabel. 4. Mata air bendung, terdapat pada lapisan tembus air yang terbendung oleh kisaran tektonik atau peristiwa vulkanik. 5. Mata air kompleks batuan jenuh air, terjadi karena membanjimya kompleks batuan jenuh air. D. Sungai Sungai adalah sistem aliran yang terdapat di permukaan bumi. 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan aliran sungai: a. Kemiringan lereng (gradient), makin besar semakin maka cepat alirannya. b. Volume air, makin banyak semakin cepat alirannya. c. Muatan, sungai yang membawa materi berat alirannya cenderung lambat.
48
Lobeck (1939) mengemukakan hubungan kecepatan dengan ukuran materi yang diangkat seperti berikut: Hubungan antara kecepatan aliran – ukuran materi Kecepatan aliran (mil/jam)
Ukuran materi yang dapat diangkat
1/3
butiran pasir
¾
Butiran kerikil
3
Batu kecil 2 – 3 inci
6
Batu besar 10 – 11 inci
20
Batuan besar 16 – 17 inci
2. Klasifikasi Sungai * Berdasarkan sifat khas yang dimiliki (Saleh, 1974) dibedakan: a. Sungai Permanen, yaitu sungai yang mengalir sepanjang tahun, karena pasokan air konstan atau terletak di bawah ground water. Sumber pemasok air dari curah hujan, curah salju, atau mata air. b. Sungai Intermittent, mengalir secara periodik. Berdasarkan sumber air dibedakan: 1). Spring Fed Intermittent river: alirannya berkaitan dengan permukaan air tanah. Apabila ketinggian permukaan air tanah berada di atas permukaan air sungai maka terjadi aliran, sebaliknya di bawah permukaan air sungai, tidak ada aliran. 2). Surface Fed Intermittent river: pasokan air dari curah hujan atau efisiensi yang mencair. Ada aliran apabila ada pasokan air, sebaliknya tidak ada aliran apabila tidak ada pasokan air. c. Sungai Epherical (Epheriral), mengalir karena respon dari air hujan. * Berdasarkan genetik (Lobeck, 1939) dibedakan atas bentuk asal DAS dan formasi geologis DAS: a. bentuk asal DAS: 1). Sungai konsekuen, mengalir sesuai posisi lereng asli (sebelum tererosi). Sungai semacam ini karakteristiknya terdapat pada daerah pengangkatan muda.
49
2). Sungai Subsekuen, mengalir searah formasi daerah (strike) atau tegak lurus dengan sungai konsekuen. 3). Sungai Obsekuen, arah alirannya berlawanan dengan formasi (dip), setelah permukaan DAS tererosi hebat. 4). Sungai Resekuen, arah alirannya sama dengan lereng formasi ( dip) setelah permukaan DAS tererosi hebat (searah dengan sungai konsekuen). 5). Sungai Insekuen, mempunyai cabang (tributary streams) yang banyak. b. Formasi Geologi DAS: 1). Sungai Antecedent, dapat mempertahankan aliran setelah daerah terangkat. Pada umumnya terdapat di daerah berbatuan lunak seperti gamping atau clay. 2). Sungai Superimposed (superimposed), terdapat di daerah dataran nyaris (peneplain) yang tertutup sedimen tebal kemudian tererosi, batuan resisten tersisa berbentuk dinding terjal yang tidak resisten hilang berupa dataran nyaris. Sungai di daerah ini menerobos dinding terjal di dataran nyaris. 3). Sungai Anaclinal, merupakan sungai antecendent yang terangkat miring dengan arah kebalikan dari arah aliran. 4). Sungai Reverse, tidak dapat mempertahankan aliran setelah terangkat miring. 5). Sungai Resureted (istilah dari Mc. Gee), untuk sementara tidak dapat mempertahankan aliran karena penenggelaman kemudian sungai tertutup sedimen, apabila pada tempat yang sama terangkat, dapat mengalir sesuai semula. 6). SungaiCompound, mengalir di DAS dengan umur/stadia geomorfologi yang berbeda-beda, misalnya pegunungan lipatan muda, dewasa, tua, pegunungan patahan tua, dataran dewasa. 7). Sungai Composite, mengahr di DAS dengan struktur geologi yang berbedabeda, misalnya volkan, pegunungan lipatan, pegunungan patahan. 3. Pola Aliran Sungai (Valley Pattern/Drainage Pattern) T ergantung pada: a. Letak batuan dasar (bed rock) terhadap sungai.
50
b. Bentuk lapisan batuan. c. Kekerasan permukaan tanah. d. Keberadaan retakan/kekar/patahan. e. Struktur geologi suatu daerah. * Klasifikasi Pola Aliran Sungai * Menurut Van Der Weg (dalam Sumardi, 1988) dibedakan: a. Erosional Pattern, dominan karena pengaruh erosi, termasuk dalam kelompok ini adalah pola-pola: dendritis, sub-dendritis, paralel, sub-paralel, radial, annular, trellis, rectanguler. b. Deposiotional Pattern, dominan karena pengaruh sedimentasi (agradasi), mempunyai karakteristik lurus. Tennasuk dalam kelompok ini: pola braideg, dan meander, Yazoo, reticular, dan dichotomic. c. Special Pattern, meliputi: 1). Pola internal, teridiri atas: pola inikhale, knob, kettle. 2). Local importance, terdiri atas: pola derangeg, barbed. * Menurut Lobeck (1939) dibedakan: a. Pola Dendritis, menyerupai bentuk pohon dengan cabang dan homogen, misal daerah aluvial. b. Pola Rectanguler, anak-anak sungai membentuk sudut 90° terhadap induk sungai: pada umunya terdapat di daerah patahan/retakan yang berbatuan kristalin c. Pola Annular, anak-anak sungai membentuk sudut diagonal terhadap induk sungai; terdapat di daerah pegunungan kubah (dome) stadia dewasa. d. Pola Radial bentuknya menjari. Dibedakan menjadi: 1). Sentrifugal, menjari menjauhi pusat, terdapat di daerah volkan muda dan kubah muda. 2). Sentripetal, menjari menuju pusat, terdapat di suatu basin, cekungan atau depressi bagian terendah).
51
e. Pola Trellis, menyerupai batang pohon anggur dengan cabang-cabangnya, terdapat pada pegunungan lipatan stadia dewasa.
52
Gambar 8. Berbagai Tipe Pola Aliran Sungai
53
4. Topografi sebagai hasil Deposisi aliran/Penimbunan Proses yang dominan adalah agradasi. a. Kipas alluvial (alluvial fan), merupakan endapan berbentuk kipas/kerucut rendah dengan komposisi akumulasi kerikil dan pasir, berada pada mulut lembah pegunungan yang berbatasan dengan dataran. Karakteristiknya: 1). Sistem distribusi alur radial; 2). Saluran silang siur (braided) dari apex berupa lembah sempit dan dalam, sampai dengan di bawah kipas meluas dan dangkal.
Gambar 9. Kipas Aluvial
b. Crevasse-Splays, adalah celah yang berisikan endapan pada lengkung luar alur sungai. c. Tanggul alam (natural Levee), akumulasi sedimen berupa igir memanjang dan membatasi alur sungai. Struktur igir alam berlapis, terbentuk oleh endapan pada saat banjir. Materi kasar diendapkan dekat aliran sungai, yang halus terangkat jauh
54
ke arah dataran banjir. d. Point bar, merupakan endapan pada lengkung dalam sungai yang mengalami proses meandering: di dalam point bar terdapat igir-igir (scroll) yang diselingi oleh alur (swales) dengan kedudukan hampir sejajar dengan yang lain; pada swales seeing terisi materi halus; kelerengan miring ke arah lengkung luar.
Gambar 10. Point Bar dan Tanggul Alam e. Dataran banjir (Fload plain), merupakan endapan di kanan-kiri sungai yang secara periodik digenangi oleh luapan sungai di dekatnya atau dari akumulasi aliran permukaan bebas/hujan lokal. Karakteristik dataran banjir. 1). Tersusun dari timbunan material lepas yang diangkut dari sungai di dekatnya, yang kasar di dekat aliran sungai; 2). Topografi datar dengan elevasi rendah; 3). Terletak di kanan-kiri sungai atau dekat pantai; 4). Belum terjadi perkembangan tanah karena sering secara mendadak mendapat tambahan material baru. f. Cekungan fluvial (Fluvial Flood Basin), yaitu cekungan di belakang tanggul sungai dengan elevasi sangat rendah. Karakteristiknya sebagai berikut:
55
1). Ukuran dan bentuknya memanjang sungai; 2). Di daerah tropis selalu tergenang air (permanentlv inundated); 3). Dicirikan oleh tumbuhan air, seperti welingi, enceng gondok, kangkungan, terate; 4). Merupakan bagian terendah dari dataran banjir. g. Teras Aluviall (alluvial terraces), adalah teras di tepi sungai yang dibatasi oleh dinding berlereng curam dan lereng landai di sisi lain. Karakteristik teras aluvial: 1). Terjadi pada endapan aluvium di dasar lembah; 2). Pada dasar lembah yang lebar terjadi pemotongan ke bawah (down cutting) oleh sungai (degradasi) 3). Pada saat yang sama terjadi pemotongan ke samping sehingga terjadi pemindahan (shifted) alur sungai ke arah lateral pada dataran banjir, akibatnya terjadi satu pasang teras; 4). Pendalaman lembah dan perpindahan ke samping berulang-ulang, kemudian terbentuk beberapa pasang teras sungai; 5). Kadang-kadang bentuk teras sungai disebabkan karena komposisi batuan (struktur batuan), disebut scabland dan scab rock.
Gambar 11. Teras Aluvial h. Delta, merupakan endapan di muara sungai, terjadi apabila material yang
56
dihanyutkan sungai tidak terganggu oleh pengaruh gelombang atau arus sehingga dapat mengendap di laut/danau. * Syarat-syarat untuk perkembangan delta: 1). Daerah aliran sungai luas; 2). Debit sungai tinggi; 3). Sedimen yang terangkat banyak; 4). Daerah tropik basah; 5). Dasar laut dangkal; 6). Arus dan gelombang lemah; 7). Topografi pantai landai. *. Bentuk-bentuk delta: 1). Delta berbentuk kipas (Arcuate delta), terjadi karena endapan sungai yang membawa berbagai jenis dan kualitas material (kasar, halus, koloid dan larutan). 2). Delta Estuari (Estuarine Filling Delta), terdapat di muara-muara sungai berbentuk corong (estuarium), terjadi sebagai akibat perbedaan pasang-surut yang besar. Pada saat pasang materi kasar-halus seluruhnya terangkut arus laut dan arus sungai, saat surut materi kasar diendapkan, materi halus dihanyutkan ke arah laut. Pada saat pasang berikutnya material yang sudah mengendap diikat oleh materi halus. Dengan demikian kanal yang terbentuk menjadi dalam dan tegas. 3). Delta berbentuk kaki burung (Bird's foot Delta), berasal dari endapan material homogen halus ditambahi dengan lautan kapur. Kanal yang berbentuk tunggal dan dalam bercabang apabila suatu titik tertentu aliran air dapat meluap, cabang tersebut membentuk kanal-kanal sekunder atau tersier. i. Sungai Mati dan danau tapal kuda (Oxbow Lake) 1). Sungai mati adalah sungai yang sudah tidak aktif lagi karena ditinggalkan alur sungai oleh aliran sungai dan pindah ke tempat lain (proses meandering). 2). Danau berebentuk tapal kuda (oxbow lake), terjadi karena ada pemotongan
57
aliran sehingga tersisa berupa genangan yang bentuknya melengkung seperti tapal kuda. Ada tiga cara pemotongan sungai: a). Chut cut off, yakni sungai memotong sisi terluar meander karena fluktuasi arus yang sangat kuat. b). Neck cut off, yakni sungai memotong meander stadia tua pada bagian leher karena arus terhalang oleh endapan pada meander tersebut, sehingga arus sungai cenderung mencari jalan pintas. c). Avulsi, yakni cabang sungai braided tidak memperoleh aliran karena terhalang endapan pada pertemuan antara cabang dengan sungai aktif
58
BAB VII TOPOGRAFI KARST Topografi karst berasal dari bentukan lahan asal solusional, dihasilkan oleh pelarutan batuan kapur/gamping dengan tenaga pelarut aliran air permukaan (surface run off), air perkolasi (percolation water), dan aliran bawah tanah (under ground run-off). A. Syarat Berkembangnya Topografi Karst: 1. Terdapat batuan mudah larut (limestone dan dolomit). 2. Kemurnian batu gamping tinggi. 3. Lapisan batuan tebal (> 100m). 4. Banyak diaklas (retakan/kekar). 5. Vegetasi penutup lebat. 6. Terdapat di daerah tropis basah. B. Bentuk Lahan Karst Dibedakan menjadi bentuk lahan negatif dan positif 1. Bentuk lahan negatif Terletak di bawah permukaan rata-rata setempat sebagai akibat proses pelarutan, runtuhan, atau terban. a. Doline (Sink, Sinkhole, Cockpit, Blue hole, Swallow hole, Cenote ), adalah ledokan/lubang yang berbentuk corong pada batu gamping dengan diameter dari beberapa meter sampai ratusan meter (Manroe, 1970). Berdasarkan genesisnya dibedakan: doline solusi, doline runtuhan, doline terban, doline aluvial. * Bentuk-bentuk doline (Svijic dalam Verstappen, 1946) 1). Bentuk piring, garis tengah = 10 x tinggi. Uvala, garis tengah = tinggi. 2). Bentuk corong, garis tengah = 2 - 3 x tengah. 3). Bentuk sumur (tipe jama/pipa karts), garis tengah = < tinggi, dibedakan: a). tipe light holes, pipa karet berhubungan dengan gua di bawah tanah yang
59
berfungsi sebagai jalan cahaya. b). tipe oven, pipa karts sebagai hasil pelarutan pada diaklas. c). tipe trebi, pipa karts berbentuk lahan. b. Uvala yaitu ledakan tertutup yang luas, terbentuk oleh gabungan dari beberapa doline. Bagian dasar tidak teratur, mencerminkan ketinggian sebelumnya dan karakteristik lereng doline yang telah mengalami degradasi. c. Polje yaitu ledakan tertutup yang luas dan memanjang di daerah topografi karts, mempunyai dasar mendatar dan dinding terjal. Terjadi dari gabungan sistem gua yang runtuh, lantai dasar tertutup aluvium. d. Lembah Buta (Blind Valley), suatu lembah yang mendadak berakhir/buntu dan sungai yang terdapat pada lembah tersebut lenyap di bawah tanah.
Gambar 12. Berbagai satuan Bentuk lahan Timbunan Fluvia
60
Gambar 13. Berbagai Macam Delta
2. Bentuk Lahan Positif Berada di atas permukaan rata-rata setempat sebagai akibat proses pelarutan. a. Kerucut karst (Kygel karts/butte), adalah bentuk lahan karts tropik yang dicirikan oleh sejumlah bukit berbentuk kerucut yang kadang-kadang dipisahkan oleh cockpit, saling berhubungan dan terjadi pada suatu garis yang mengikuti pola kekar. Lereng bukit-bukit terdiri atas Cliff dan endapan-endapan berupa Scree. b. Menara karst (Turn Karts, Pinacle karst, mogote wil,l pepinohill) adalah perbukitan berlereng curam/vertikal yang menjulang tersendiri di antara dataran aluvial.
61
Gambar 14. Kegel karst dengan Cockpit mengikuti Garis Sesar (P)
Gambar 15. Turm karst dan Kegel Karst * Disamping bentuk-bentuk yang telah diuraikan di atas terdapat juga: 1. Sungai bawah tanah, terjadi apabila cavern bagian dasarnya kedap terdapat aliran air. 2. Alur di permukaan daerah karst (karst), terjadi karena pelarutan di permukaan karts melalui sistem diaklas/kekar. * Stadia karst: a.
Stadia
muda,
berupa
cekungan/torehan
seperti
bekas
roda
pedati,
kedalamannya:± 10 cm dengan arah tidak teratur. b. Stadia dewasa, cekungan semakin melebar dan dangkal. c. Stadia tua, cekungan tidak jelas bentuknya digantikan oleh igir-igir rendah yang sempit di antara dataran luas. 3. Gua Kapur (Caves), awal terbentuknya tterjadi sink hole; kemudian karena
62
pelarutan meluas menjadi lubang tiga dimensi (Cavern), lubang terus meluas membentuk gua kapur (Caves). Gua kapur luas yang dasamya bertingkat disebut Galleri. 4. Stalaktit dan Stalagmit, terjadi dari tetesan air yang mengandung larutan kapur. Untuk membentuk Stalaktit (batu tetes yang menggantung di dinding gua) dan Stalagmit (batu tetes tegak di dasar gua) diperlukan penguapan, sehingga udara di dalam gua tidak lembab. C. Stadia Perkembangan Topografi Karst (Verstappen, 1946) 1. Stadia Dolina( Stadia muda awal/ Early Youth). Pada stadia ini mulai terbentuk doline-doline kecil karena pelarutan melalui diaklas. 2. Stadia Uvala (Stadia muda Akhir/ Late Youth) Beberapa doline bergabung karena gua-gua di bawah tanah yang sudah terbentuk runtuh. Doline makin meluas, bergabung satu sama lain membentuk Uvala.
Gambar 16. Macam-macam Doline Berdasarkan Genesisinya
63
Gambar 17. Doline, Uvala dan Polje 3. Stadia Cock pit (Stadia dewasa/Maturity). Pada stadia ini, kebanyakan sungai di bawah permukaan, gua bawah tanah banyak yang runtuh sehingga uvala semakin meluas diselingi Cockpit yang memisahkannya. 4. Stadia Hum (Stadia tua/old) Stadia hum merupakan stadia tua yang ditandai oleh semakin luasnya lembah-lembah, hanya tinggal bukit-bukit sisa (Hum/Conical Hillock) Menurut H. Rahman (dalam Verstappen, 1946) terbentuknya conical hillock disebabkan oleh batuan kapur yang larut oleh surface run off melalui diaklas. Sedangkan Van Bemmelens mengatakan bahwa terbentuknya Conical hill disebabkan oleh meluasnya doline, sehingga diantara doline yang meluas itu yang tersisa adalah kubah kapur (Conical hill).
64
BAB VIII BENTANG LAHAN DAERAH KERING (ARlDE)
Bentang lahan ini terbentuk oleh bentukan asal proses angin (aeolian) dan gabungan pelapukan dengan aliran air. Adapun ciri-ciri daerah aride: 1. Curah hujan rendah, aride 250 mm/tahun, semi aride = 250 - 500 mm/tahun. 2. Fluktuasi temperatur harian besar (10 - 40°C). 3. Langit cerah 4. Penguapan tinggi 5. Vegetasi jarang. * Lokasi daerah kering (daerah aride) di dunia: 1. Daerah sekitar 30° LU/LS. Di tempat ini udara turun di garis balik utara dan selatan menekan lapisan udara di bawahnya sehingga makin panas. 2. Daerah bayangan hujan, udara panas di balik pegunungan karena angin turun dari lereng depan sudah tidak mengandung uap air (proses diabatis kering) 3. Daerah pedalaman henua, angin sudah kering karena kehabisan uap air dari laut. 4. Daerah pantai yang berdekatan dengan arus laut dingin, angin bertiup ke darat sehingga udara menjadi semakin panas. A. Syarat Berkembangnya Bentuk Lahan Asal Aeolian 1. Tersedia material berukuran pasir halus-kasar dalam jumlah banyak. 2. Periode kering yang panjang. 3. Terdapat angin yang mampu mengangkat dan mengendapkan bahan pasir tersebut. 4. Gerakan angin tidak banyak terhalang oleh vegetasi lain. * Endapan oleh angin terbentuk karena pengikisan, pengangkutan dan pengendapan bahan-bahan tidak kompak. * Aktivitas erosi (pengikisan) oleh angin berupa deflasi dan korosi. 1. Deflasi adalah kemampuan angin mengangkut dan memindahkan partikel-partikel
65
halus (pasir dan debu). 2. Korosi adalah kemampuan angin mengikis batuan dan permukaan bumi karena mengandung partikel-partikel yang terdapat pada angin tersebut. B. Bentuk-bentuk Hasil Erosi Angin 1. Desert Pavement (Pebble Armor) yaitu permukaan yang memiliki komposisi batuan kerikil dan krakal di gurun akibat bahan-bahan halus mengalami deflasi. 2. Blow-Out, yaitu cekungan di daerah gurun akibat adanya deflasi pada materi hasil pelapukan di permukaan yang berukuran halus. 3. Ventifact adalah permukaan batuan yang menjadi rata karena korosi, terutama yang berukuran balus (debu dan liat) yang terbawa oleh angin. 4. Dreikanter, seperti ventifact tetapi bentuknya piramida karena arah angin berubahubah. 5. Groove adalah alur-alur memanjang pada permukaan batuan karena erosi angin. 6. Yardang yaitu punggungan memanjang dan paralel (tinggi < 10 m, panjang - 100 m) bekembang di daerah berbatuan lunak. 7. Pan, cekungan yang dalamnya bervariasi dari beberapa meter sampai dengan 100 m, panjangnya dari 100 m - > 100 km, disebabkan karena erosi angin. C. Bentuk-Bentuk Hasil Pengendapan Angin Aktivitas angin dalam mengendapkan material dipengaruhi oleh : * kecepatan angin; * rintangan (batu, vegetasi); dan * material yang dibawa oleh angin. 1. Loess yaitu endapan oleh angin berupa debu, pada umumnya berwama kekuningan, tersusun dari berbagai mineral yang tidak berlapis-lapis tetapi kuat terikat. 2. Endapan pasir, ada beberapa tipe yang ditentukan oleh jumlah pasir dan vegetasi: a. Sand sheet adalah hamparan pasir tipis yang menutup daerah datar b. Riplle (riak) yaitu endapan pasir yang permukaannya bergelombang, tinggi
66
bervariasi 1-500 mm, panjang 50-300 meter. Endapan pasir tebal yang permukaannya bergelombang jenis ripple tetapi lebih besar disebut undulasi; yang tingginya sampat 400 m dan panjang 4 km disebut draa (Megadune). c. Sand shadow adalah timbunan pasir di belakang suatu rintangan, seperti semak semak/batu. d. Sand fall adalah timbunan pasir di bawah cliff atau gawir. e. Sand drift yaitu timbunan pasir pada suatu gap/celah antara dua rintangan. 3. Gumuk pasir (dunes) adalah gundukan bukit/igir dari pasir yang terhembus angin. Gumuk pasir mempunyai penampang tidak simetri, kemiringan lereng pada arah datangnya angin 5° s.d. 10° dan arah membelakangi arah angin 30° s.d. 34°. Apabila tidak ada stabilisasi oleh vegetasi gumuk pasir cenderung bergeser ke arah datangnya angin. * Pada umumnya gumuk pasir terdapat di daerah: 1) Mempunyai pasir sebagai material utama. 2) Kecepatan angin tinggi, untuk mengikis dan mengangkut butir-butir berukuran pasir. 3) Permukaan tanah yang tersedia untuk pengendapan pasir. Selain itu gumuk pasir juga terdapat di: 1) gisik pasir dengan angin pantai; 2) dekat sungai yang dasarnya pasir; 3) daerah yang mempunyai musim kering; 4) daerah daerah gurun yang mengalami penghancuran batuan; dan 5) endapan glasial dan dasar danau glasial pasiran. * Gumuk pasir dapat dibedakan menjadi: a. Gumuk pasir sabit (Barchan), bercirikan sisi yang menghadap arah angin landai dan yang di belakang (slip face) terjal. Penampang gumuk tidak simetri pada puncaknya, tetapi berangsur-angsur menjadi hampir simetri pada tanduknya. Ketinggian 5-15 meter, maksimum 30 meter. Berkembang di daerah yang
67
vegetasinya terbatas. b. Gumuk pasir melintang (Transversal dunes), bercirikan posisi melintang arah angin/tegak lurus arah angin. Terbentuk pada daerah yang banyak cadangan pasirnya dan sedikit tumbuhan. Sering meliputi daerah luas dan berkembang berbentuk seperti ombak dengan punggung melengkung dan melintang tegak lurus arah angin. Penampang tidak simetri, lebar 7 x ketinggian. Ketinggian 5-15 meter, maksimum 100 meter. Dapat berubah menjadi sabit apabila sumber pasirnya berkurang. c. Gumuk pasir paraholik (Paraholic dunes), berbentuk sabit dengan tanduk yang panjang ke arah datangnya angin. Terbentuk dimana vegetasi menahan bagian tanduk. Memungkinkan bagian tengah gumuk berpindah dan menghasilkan gumuk berbentuk jepit rambut. Penampang tidak simetri pada puncak dan hampir simetri pada tanduk, sisi belakang gumuk lebih curam dari pada sisi depannya. Gumuk tidak mudah berpindah, dengan ketinggian 1- 15 meter. Gumuk pasir paraholik dapat terbentuk karena blowout. d. Gumuk pasir memanjang (1ongitudinal dunis/seif), bercirikan gundukan pasir yang hampir lurus sejajar arah angin. Terjadi karena pengarub angin yang kuat terkumpul dan berhembus dengan arah tetap. Penampang gumuk simetris, ukuran lebar beberapa kali ketinggian. Ketinggian < 15 meter, panjang beberapa kilo meter, pada gurun yang luas ketinggian mencapai 200 meter dan panjang 300 km. Gumuk pasir memanjang di gurun seperti di atas disebut seif. Ukuran partikel material pada gumuk pasir ini mempunyai kisaran 0,05 - 0,5 mm karena sortasi angin sangat baik. e. Whaleback Dunes, adalah gumuk pasir longitudinal yang sangat besar, puncaknya datar dan di atasnya dapat terbentuk barchans,dan seif kecil-kecil.
68
Gambar 18. Perkembangan Blow Out ke Bentuk Parabolik
69
Gambar 19. Gumuk Pasir Memanjang dan Intermediate
70
BAB IX BENTANG LAHAN PANTAI
Benang lahan ini tersusun dari bentuk lahan asal proses marin. Perkembangan bentang lahan pantai dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut: * Komposisi dan struktur batuan * Relief daerah pantai * Proses-proses dari daratan * Proses-proses endogen * Aktivitas gelombang, pasang dan arus sepanjang pantai * Organisme A. Mintakat Pantai 1. Pesisir (Coast) adalah daratan di belakang pantai (shore) yang tidak tergenang air laut tetapi mendapat pengaruh bahari, batasnya disebut coast line. 2. Pantai (Shore) yaitu daerah yang terletak antara air pasang dan surut, garis batas darat-laut disebut Shore line. Pantai dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut: a. Pantai belakang (Back Shore), bagian pantai yang letaknya di belakang pantai depan (foreshore) sampai garis pantai (coastline) yang hanya tergenang air pada saat pasang besar, berasosiasi dengan berm (gundukan yang dibentuk gelombang). b. Pantai depan (Fore shore), bagian yang tergenang pada waktu air pasang sampai dengan air surut. c. Beach, sedimen di daerah pantai dibedakan: * Lower fore shore beach * Upperr fore shore beach * Back shore beach 3. Lepas pantai (Off shore) yaitu daerah yang meluas dari garis pasang surut terendah
71
ke arah laut, dibedakan: a. Inshore, meluas dari garis pasang - surut sampai gosong pasir (bar) atau daerah empasan (breakers). b. Off shore, meluas di sebelah luar, arah ke laut. * Dalam Geomorfologi istilah pantai mencakup Shore dan Coast. Istilah Shoreline untuk menyatakan keseleruhan daerah pantai ( Shore dan Coast). B. Klasifikasi Pantai * Menumt Johnson, dibedakan menjadi: 1. Pantai Tenggelam (Submergence Shore Lines), daerah pantai mengalami penurunan atau tergenang oleh air pada akhir jaman Glasial sehingga lembahlembahnya tenggelam. Termasuk dalam golongan ini adalah pantai Fiord, Ria, dan Shren. 2. Pantai Timbul (Emergence Shrelines), pantai yang datar kemudian terangkat, daratan naik atau lautnya yang turun. 3. Pantai Netral (Neutral Shore Lines), tidak dijumpai tanda-tanda penurunan atau pengangkatan di daerah pantai, yang termasuk jenis pantai ini antara lain: pantai berdelta, pantai karang, pantai gunung api. 4. Pantai Campuran (Compound Shore Lines), semula merupakan pantai tenggelam yang terdiri dari beach kemudian air laut surut sehingga dasar laut muncul ke permukaan; atau pantai timbul kemudian tenggelam karena efisiensi daratan mencair. * . Menurut Shepard: 1. Kelompom Primer (Non Marine Agency), terjadi bukan karena proses marin, sering disebut Youth full Coast. Jenis ini dibedakan menjadi: a. terbentuknya karena erosi di daratan, misal pantai ria, fiord. b. terbentuk karena deposit dari daratan, misal: 1). river deposit coast: delta; 2). Glacial deposition coast: morain, drumlin;
72
3). wind deposition coast: beach; 4). Post extended by vegetation. c. terbentuk karena aktivitas vulkanik d. terbentuk karena diastropisme, misal patahan, lipatan. 2. Kelompok Sekunder (Marine agency), terbentuk karena proses marin (mature coast), dibedakan: a. Shorelines save by marine erosion b. Shorelines save by marine deposition c. Coral reef coast C. Perkembangan Garis Pantai 1. Perkembangan pantai tenggelam a. stadia awal (Early Youth), ditandai oleh garis pantai yang tidak teratur, banyak teluk yang dipisahkan oleh daratan yang menjorok ke laut (head land). b. stadia Muda (Youth), tanda-tandanya: 1). Ujung head land mulai terkikis membentuk cliff rendah (nip), dibawah hill mulai terbentuk gua; 2). erosi meningkat, menyebabkan gua runtuh membentuk stack dan arc, dasar laut dangkal terkikis membentuk wave cut plat forms, hasil erosi diendapkan membentuk beach; 3). arus sepanjang pantai (longshore current) mengendapkan materi yang tererosi membentuk spit dan hook; 4). terbentuk offshore bar; 5). terbentuk laguna. 2. Perkembangan pantai timbul a. Stadia awal, ditandai oleh garis-garis pantai tidak teratur, landai dengan laut dangkal, cliff rendah (nip) . b. Stadia muda, tanda-tandanya: 1). gelombang mengeruk dasar laut dangkal dan mengangkatnya ke zone surf
73
membangun off shore bar; 2) off shore bar muncul membentuk laguna; 3). Pengendapan di laguna membentuk lagunal plain, off shore bar mulai dirusak
gelombang.
c. Stadia dewasa, mulai terbentuk cliff rendah, gelombang langsung ke darat karena off shore dirusak dan laguna terendapi. d. Stadia tua, erosi lanjut sehingga head land terpotong, hasil kikisan gelombang diendapkan di teluk-teluk kecil menyebabkan garis pantai lurus.
Gambar 20. Evalosi Garis Pantai
74
D. Bentuk Topografi Pantai Topografi pantai dipengaruhi oleh aktivitas gelombang, arus, sungai, angin dan organisme. 1. Bentuk-bentuk hasil erosi Disebabkan oleh aktivitas gelombang, baik oleh kekuatan gelombang tersebut (hydraulic action) maupun karena membawa pasir (abrasi). a. Gua laut (sea Caves), terbentuk karena cliff mengalami erosi bawah (under cutting) oleh pukulan gelombang arus. b. Celah (Cleff), erosi oleh gelombang yang menimpa retakan/patahan menyebabkan terbentuknya celah di pantai. c. Teras-teras (Wave cut terraces), terjadi karena dasar laut dangkal tererosi, permukaan menjadi rata kemudian terangkat. 2. Bentuk-bentuk sisa erosi a. Cliff adalah dinding terjal di pantai dan sisa daratan yang terkikis gelombang. b. Stack yaitu tiang-tiang baru yang terpisah dari daratan. Tersusun dari batuan yang resisten sehingga masih bertahan dari pukulan gelombang. c. Arc adalah batuan berlubang tembus sebagai akibat kikisan gelombang, tersusun dari batuan yang lunak (tidak resisten). d. Head Land yaitu batuan daratan resisten yang menjorok ke laut sebagai akibat erosi gelombang, terdiri atas batuan lava dan breksi. 3. Bentuk -bentuk hasil pengendapan Sebagai tenaga pengendap adalah gelombang, arus, sungai dan angin. a. Gisik (beach) adalah endapan pantai yang terletak antara mintakat pasang dan surut. b. Gosong pasir (bar) yaitu endapan pasir atau kerikil di laut sejajar garis pantai. 1. Off shore bar (barrier bar), yakni bentukan yang terdapat di laut lepas, hasil pengendapan backswash; 2. Laguna (lagoon),terdapat di laut dangkal antara daratan dan off shore bar; 3. Spit, merupakan endapan arus sepanjang pantai, salah satu ujungnya
75
menjorok ke laut lepas; 4. Hooks (Recurved spit), merupkn ujung spit dibelokkan arahnya karena ada arus dari arah berlawanan, ujung spit kemudian melengkung ke arah laut lepas. 5. Loops merupakan ujung spit dibelokkan ke arah daratan dan bersambung dengan daratan; 6. Bay mouth bar (embankment), merupakan endapan pasir di mulut teluk yang terpisah dengan laut lepas karena arus sejajar pantai memotong mulut teluk tersebut; 7. Tombolo, merupakan endapan yang menghubungkan daratan dengan pulau, sebagai akibat reflaksi gelombang karena rintangan pulau tersebut. c. Gumuk pasir pantai (Coast dunes) merupakan timbunan pasir di pantai akibat hasil aktivitas angin dan vegetasi. 1). Free dunes, merupakan timbunan pasir di pantai oleh pengendapan angin tanpa dibantu vegetasi; 2). Impeded dunes, merupakan timbunan pasir di pantai oleh pengendapan angin dan topografi kasar.
76
Gambar 21. Perkembangan Cuspate dan Tombolo
4. Bentukan Organisme Dibentuk oleh aktivitas organisme di laut, meliputi pantai terumbu karang, pantai bakau dan pantai berumput payau. a. Terumbu karang (coral reef) yaitu pantai/pulau yang tersusun dari karang sebagai akibat aktivitas organisme polyps atau ganggang kapur. * Syarat yang baik untuk kehidupan karang: 1). Kedalam laut < 40 meter, optimum 20 meter; 2). Temperatur air laut > 18°C, optimum 25 - 29°C; 3). Kadar garam air laut 1: 33%; 4). Sirkulasi air cukup, tetapi arus tidak terlalu kuat; dan 5). Air laut jernih, sedikit lumpur, banyak mengandung kalsit.
77
*. Klasifikasi terumbu karang (Maxwell, 1968) 1). Terumbu samudra (oceanic reefs) yang dapat dibedakan menjadi: a). Koloni embrionik b). Terumbu pinggiran (fringing reef) c). Terumbu penghalang (barrier reef) d). atol 2). Terumbu paparan (shelf reef) dibedakan menjadi: a). koloni embrionik b). terumbu rataan gelombang (platform reef) c). terumbu laguna- rataan (lagoon platform reef) d). terumbu rataan gelombang memanjang (longate platform reef) e). terumbu dinding (wall reef) f). terumbu cuspate (cuspate reef) h). terumbu apron campuran (composite apron reef) i). terumbu cincin terbuka (open ring reef) j). terumbu jala terbuka (open mesh reef) k). terumbu cincin tertutup (closed ring reef) 1). terumbu jala tertutup (closed mesh reef) dan
78
m). terumbu sumbat (resorbed reef).
Gambar 22. Klasifikasi Terumbu Karang dari Maxwel (1968)
79
* Teori terjadinya terumbu karang dibedakan sebagai berikut: 1). Teori Darwin Menurut Darwin pertumbuhan atol dimulai dari adanya karang pantai, karena sesuatu proses pulau beserta karang pantainya tenggelam. Apabila proses penurunan ini berjalan lambat maka karang yang hidup di pantai tersebut masih sempat membangun rumahnya sehingga karang pantai itu dapat mencapai permukaan laut kembali, bentuknya melingkar seperti cincin. 2). Teori Glacial Control dari Daly Daly mendukung teori Darwin, menurut dia tenggelamnya pulau disebabkan karena mencairnya efisiensi daratan pada jaman inter glasial. 3). Teori Penggelombangan dari Keumen Keumen juga mendukung teori Darwin dan berpendapat bahwa tenggelam dari timbulnya pulau karena gerak pelipatan pada kulit bumi. Pada gerak ini permukaan bumi mengalami penggelombangan sehingga bagian yang semula punggung antiklinal yang muncul di atas permukaan laut suatu saat dapat tenggelam di bawah permukaan laut, proses ini terjadi berulangulang. 4). Teori Imbangan Isostasi dari Molengraaf Molengraff menyatakan bahwa tenggelamnya pulau terjadi karena adanya imbangan isostasi. Pulau-pulau volkan semakin bertambah berat karena erupsi sebagai akibat bertambahnya materi dari volkan itu. Untuk mencapai keseimbangan isostasi pulau tersebut mengalami penenggelaman secara lambat dan berlangsung lama sesudah erupsi itu berhenti. Sehingga dapat tumbuh karang pantai yang selanjutnya berkembang menjadi karang penghalang atau atol. 5). Teori Murrey Ekspedisi Murrey menemukan puncak volkan yang sudah mati, letak puncaknya di bawah permukaan laut. Menurut dia puncak-puncak volkan yang sudah mati yang letaknya tidak begitu dalam akan mengalami pengendapan terutama jenis benthos. Oleh karena itu lama kelamaan menjadi tinggi sehingga mencapai ketinggian yang memenuhi syarat bagi hidupnya binatang karang. Dengan tumbuhnya karang di
80
tempat itu maka dapat terbentuk atol. 6). Teori Gardinner Prinsip teori ini hampir sama dengan Murrey, menurut Gardinner pembentuk atol bukan binatang karang tetapi ganggang karang dari jenis Lithothamnium. Faktor yang menyebabkan bentuk gelang adalah perbedaan kesuburan antara bagian tengah dan tepi pulau tersebut. b. Pantai bakau Di daerah tropis bakau (mangrove ) beradaptasi dengan air asin sehingga banyak dijumpai pada mintakat pasang - surut. Fungsi terpenting tanaman bakau di pantai adalah melindungi erosi gelombang dan menjadi perangkap sedimen yang terbawa dari daratan maupun dari laut pada saat pasang sehingga proses deposisi berlangsung cepat.
81
BAB X BENTUK LAHAN ANTROPOGENIK
Antropogenik merupakan proses atau akibat yang berkaitan dengan dengan aktivitas manusia. Sehingga bentuk lahan antropogenik dapat disebut sebagai bentuk lahan yang terjadi akibat aktivitas manusia. Aktivitas tersebut dapat berupa aktivitas yang telah disengaja dan direncanakan untuk membuat bentuk lahan yang baru dari bentuk lahan yang telah ada maupun aktivitas oleh manusia yang secara tidak sengaja telah merubah bentuk lahan yang telah ada. Bentuk lahan antropogenik dapat dibentuk dari bentuk-bentuk lahan yang telah ada. Misalnya bentuk lahan marin yang dapat berubah menjadi pelabuhan dan pantai reklamasi seperti yang terdapat pada pantai Marina Semaran. Reklamasi pantai adalah salah satu contoh bentuk lahan antropogenik yang dihasilkan oleh aktivitas manusia. Secara bahasa, reklamasi berasal dari kosa kata dalam Bahasa Inggris,to reclaim yang artinya memperbaiki sesuatu yang rusak. Secaraspesifik dalam Kamus Bahasa Inggris-Indonesia disebutkan arti reclaim sebagai menjadikan tanah ( from the sea). Menurut UU no 27 tahun 2007 Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh Orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase. Reklamasi kawasan perairan merupakan upaya pembentukan suatu kawasandaratan baru baik di wilayah pesisir pantai ataupun di tengah lautan. Tujuan utama reklamasi ini
adalah
untuk
menjadikan
kawasan
berair
yang
rusak
atau
belum
termanfaatkan menjadi suatu kawasan baru yang lebih baik dan bermanfaat untuk ekonomi maupun tujuan strategis lain. Kawasan daratan baru tersebut dapat dimanfaatkan untuk kawasan permukiman, peri ndustrian, bisnis dan pertokoan, pelabuhan udara, perkotaan, pertanian, jalur transportasi alternatif, reservoir air tawar di pinggir pantai, kawasan pengelolaan
82
limbah dan lingkunganterpadu, dan sebagai tanggul perlindungan daratan lama dari ancaman abrasi serta untuk menjadi suatu kawasan wisata terpadu.
Gambar 10.1
83
DAFTAR PUSTAKA ` Arsyad,s. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor Hinds. 1946, Geomorphology, Mc. Graw Hill Book Company, New York. Kartosapoetro dan Sutedjo. 1991. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Rineka Cipta. Jakarta Lobeck, AK. 1993, Introduction to the studv of Landscape, Mc. Graw Hill Book Company, New York. Ollier, CD. 1969. Weathering, American Elsevier Publishing Company Inc. New York. Thomburry, William D. 1976. Principles of Geomorphology, John Wiley and Sons Inc. New York - London. Verstappen, H. Th. 1983. Applied Geomorpholo. Geomorphological Survey for Environment, Elsivier, Amsterdam. Worcester, Phillips G. 1961. A Text Book of Geomorphology. D. Van Nortrand Company Inc, New York - Londom Zuidam, Ra Van Cancelado. 1979. Terrain Analysis and Clasification Using Aerial Photograph Geomorphological Approach. ITC Textbook of Photo Interpretation Vol VII –6 Enchede. The Netherland
85