Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
PEMBELAJARAN KETERAMPILAN FUNGSIONAL DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN WARGA BELAJAR KEJAR PAKET B DI PKBM HARAPAN DESA SUKAMULYA KECAMATAN CILAMAYA KULON KABUPATEN KARAWANG
Dayat Hidayat, SPd., MPd. Pendidikan Luar Sekolah, FKIP-UNSIKA
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah
Masyarakat menghadapi tantangan untuk mengembangkan diri untuk memajukan yang lebih baik. Untuk itu dibutuhkan tenaga-tenaga untuk mengadakan langkah-langkah usaha menggali serta menggunakan potensi masyarakat untuk keperluan memajukan kehidupan mereka. Identifikasi kebutuhan masyarakat dapat dilakukan oleh Lembaga sosial serta perorangan. Motivasi kehidupan berwirausaha dapat dilaksanakan oleh pihak-pihak yang telah menyusun rancangan pembelajaran keterampilan fungsional. Sedangkan pengembangan kehidupan berwirausaha depat dilaksanakan oleh pihak anggota masyarakat sendiri, baik secara perorangan maupun secara kelompok. PKBM Harapan di desa Sukamulya kecamatan Cilamaya Kulon telah menyiapkan dan merintis pelaksanaan pembelajaran keterampilan fungsional untuk meningkatkan keterampilan warga belajarnya. Pelayanan utamanya berupa pelaksanaan program pendidikan singkat yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan warga belajar Kejar Paket B itu nantinya dapat mengembangkan kewirausahaan pada semua sasaran secara efisien. Dalam perkembangannya, pembelajaran keterampilan fungsional warga belajar Kejar Paket B di PKBM Harapan Desa Sukamulya kecamatan Cilamaya Kulon dilaksanakan dalam upaya menumbuhkembangkan jiwa wirausaha. Melalui pembelajaran keterampilan fungsional ini diharapkan warga belajar Kejar Paket B di PKBM Harapan dapat memiliki kemampuan keterampilan untuk berwirausaha secara maksimal. Bertitik tolak dari uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dilakukan penelitian tentang “Pembelajaran Keterampilan Fungsional Dalam Meningkatkan Keterampilan Warga Belajar Program Kejar Paket B di PKBM Harapan desa Sukamulya Kecamatan Cilamaya Kulon Kabupaten Karawang”. C.
Perumusan dan Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah, yaitu : “bagaimanakah pembelajaran keterampilan fungsional program Kejar Paket B dalam meningkatkan keterampilan warga belajar program Kejar Paket B di PKBM Harapan desa Sukamulya kecamatan Cilamaya Kulon kabupaten Karawang”. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah proses pembelajaran keterampilan fungsional bagi warga belajar program Kejar Paket B di PKBM Harapan desa Sukamulya? 2. Bagaimanakah hasil pembelajaran keterampilan fungsional bagi warga belajar program Kejar Paket B di PKBM Harapan desa Sukamulya? 3. Bagaimanakah faktor-faktor pendukung pembelajaran keterampilan fungsional B di PKBM Harapan desa Sukamulya? D.
Kerangka Pemikiran
Salah satu orientasi pendidikan luar sekolah diarahkan kepada pembelajaran keterampilan fungsional. Melalui pembelajaran keterampilan fungsional ini diharapkan warga belajar program Kejar Paket B di PKBM Harapan memiliki perilaku kewirausahaan yang tercermin dalam kepribadian yang memiliki kreativitas, disiplin diri, kepercayaaan diri, keberanian dalam menghadapi resiko, dorongan dan kemauan yang kuat untuk mengembangkan usahanya. Melalui pembelajaran keterampilan fungsional warga belajar program Kejar Paket B di PKBM Harapan memiliki kemampuan hubungan dengan orang lain yang secara operasional dapat dilihat dari indikator komunikasi dan hubungan antar personal, kepemimpinan dan manajemen, dan memiliki kemampuan pemasaran yang meliputi kemampuan dalam menentukan produk dan
1
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
harga, periklanan dan promosi. Kemampuan kewirausahaan yang diperoleh diharapkan dapat memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan usahanya. Program pembelajaran keterampilan fungsional Kejar Paket B di PKBM Harapan diawali oleh perencanaan pembelajaran yang disesuaikan dengan program Kejar Paket B yang menekankan pada peningkatan keterampilan fungsional warga belajarnya. Proses pembelajaran keterampilan fungsional di PKBM Harapan mendapat respon atau tanggapan yang sangat baik dari warga belajar program Kejar Paket B, sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilannya di bidang wirausaha. Pelaksanaan pembelajaran keterampilan fungsional kepada warga belajar program Kejar Paket B di PKBM Harapan dapat dilaksanakan dengan lancar sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Proses pembelajaran keterampilan fungsional tersebut tercermin dalam kerangka pemikiran sebagai berikut :
Masukan sarana Warga Belajar Kejar Paket B Harapan
Proses pembelajaran keterampilan fungsional
Hasil : 1. Perubahan pengetahuan 2. Perubahan sikap 3. Perubahan Keterampilan
Dampak : Peningkatan Keterampialn Berusaha
Masukan Lingkungan Gambar 1 : Proses Pembelajaran Keterampilan Fungsional Warga Belajar Kejar Paket B
TINJAUAN PUSTAKA A. 1.
Teori Pembelajaran Pengertian Belajar Belajar dapat diartikan sebagai suatu perubahan disposisi atau kemampuan seseorang yang dicapai melalui usaha orang itu. Perubahan itu bukan diperoleh secara langsung melainkan dari proses pertumbuhan dirinya secara alamiah. Kegiatan belajar merupakan usaha yang disengaja oleh seseorang untuk mencapai tujuan belajarnya, tujuan belajar belajar tersebut meliputi perubahan tingkah laku. Oleh karena itu, belajar dapat dikatakan sebagai suatu perubahan yang dilakukan meningkatkan disposisi dan kemampuan. Disposisi yang dimaksudkan disini adalah perubahan sikap, pengetahuan, keterampilan dan nilai atau aspirasi. Adapun yang dimaksud dengan kemampuan adalah wujud penampilan seseorang dalam lingkungan tertentu, misal dalam lingkungan pekerjaan atau kehidupannya pada umumnya. “Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman” (Morgan dalam Ngalim Purwanto, 2008 : 84). Selanjutnya Whiterington dalam Ngalim Purwanto (2008 : 84) mengemukakan bahwa : “belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian. John Travers (1972 : 281) dalam Djudju Sudjana (2004 : 69) mengemukakan bahwa : “belajar adalah suatu proses yang menghasilkan penyesuaian tingkah laku”. Sebelum merumuskan pengertian tersebut Travers membedakan belajar itu ke dalam dua macam, yaitu pertama belajar sebagai proses dan kedua belajar sebagai hasil. Belajar sebagai hasil adalah akibat wajar dari proses, atau proses menyebabkan hasil. Sebagai hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang diperoleh dari kegiatan belajar (Gagne, 1972; Coombs, 1985) Perubahan tingkah laku itu mencakup ranah afeksi, kognisi dan psikomotor (Bloom, 1965); koginisi, konasi dan keterampilan (Dunlop, 1984) pengetahuan, keterampilan dan aspirasi (Kinsey, 1978) (Djudju Sudjana 2004 : 6).
2
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Belajar sebagai hasil menurut Djudju Sudjana (2004 : 72) berpendapat sebagai sebagai berikut: Belajar sebagai hasil bermakna sebagai suatu kemampuan yang dicapai seseorang setelah melalui kegiatan belajar atau sesudah mengalami belajar sebagai proses. Melalui kegiatan belajar sebagai proses, seseorang dapat berpikir, merasakan dan bertindak di dalam dan terhadap kehidupannya. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar sebagai hasil merupakan perubahan tingkat pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperoleh melalui proses pembelajaran. Belajar sebagai hasil menurut banyak para pakar pendidikan sebagai hasil yang dicapai dalam setiap kegiatan pembelajaran. Hasil kegiatan pembelajaran meliputi aspek pengetahuan (cognitive), keterampilan (psicomotor) dan sikap (affective). Hasil perubahan pengetahuan ialah pemilikan atau penambahan sesuatu yang dipelajari, misalnya tentang mata pelajaran dalam bidang studi tertentu. Perubahan pengetahuan (cognitive) tersebut meliputi enam aspek, yaitu pengetahuan (knowledge), pengertian (comprehension) penerapan (application), analisis, sintesis dan evaluasi. Dalam aspek afektif, yaitu perubahan yang berhubungan dengan minat, sikap, nilainilai, penghargaan dan penyesuaian diri. Perubahan keterampilan dapat diartikan sebagai peningkatan kemampuan di bidang keterampilan sebgai hasil dari proses belajar. 3. Interaksi Komponen-Komponan Dalam Pembelajaran Komponen-komponen pembelajaran dalam proses pendidikan luar sekolah menurut Djudju Sudjana (2004 : 33-34), adalah sebagai berikut : Masukan sarana (instrumental input) meliputi keseluruhan sumber dan fasilitas yang memungkinan bagi seseorang atau kelompok dapat melakukan kegiatan belajar. Ke dalam masukan ini termasuk tujuan program, kurikulum, pendidik (tutor, pelatih, fasilitator), tenaga kependidikan lainnya, tenaga pengelola program, sumber belajar, media, fasilitas, biaya, dan pengelolaan program. Masukan mentah (raw input) yaitu peserta didik (warga belajar) dengan berbagai karakteristiknya yang dimilikinya, termasuk ciri-ciri yang berhubungan dengan faktor internal yang meliputi struktur kognitif, pengalaman, sikap, minat, keterampilan, kebutuhan belajar, aspirasi, dan lain sebagainya serta ciri-ciri yang berhubungan dengan faktor internal seperti keadaan keluarga dalam segi ekonomi, pendidikan, status sosial, biaya dan sarana belajar, serta cara dan kebiasaan belajar. Masukan lingkungan (environmental input) yaitu faktor lingkungan yang menunjang atau mendorong berjalannya program pendidikan yang meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sosial seperti teman bergaul atau teman bekerja, lapangan kerja, kelompok sosial dan sebagainya, serta lingkungan alam seperti iklim, lokasi, tempat tinggal baik di desa maupun kota. Masukan ini meliputi pula lingkungan daerah (regional), lingkungan nasional, dan bahkan lingkungan internasional. Proses yang menyangkut interaksi antara masukan sarana, terutama pendidik dengan masukan mentah, yaitu peserta didik (warga belajar). Proses ini terdiri atas kegiatan belajar-membelajarkan, bimbingan dan penyuluhan serta evaluasi. Kegiatan belajarmembelajarkan lebih mengutamakan pendidik untuk membantu agar peserta didik melakukan kegiatan belajar, dan bukan menekankan pada peranan mengajar. Keluaran (out put) yaitu kuantitas lulusan yang disertai dengan kualitas perubahan tingkah laku yang didapat melalui kegiatan belajar-membelajarkan. Perubahan tingkah laku ini mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor yang sesuai dengan kebutuhan belajar yang mereka perlukan. Kinsey (1977) mengemukakan bahwa perubahan tingkah laku ini mencakup pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), keterampilan (skills), dan aspirasi (aspiration) Masukan lain adalah daya dukung lain yang memungkinkan para peserta didik dan lulusan dapat menggunakan kemampuan yang telah dimiliki untuk kemajuan kehidupannya. Masukan lain ini meliputi dana atau modal, lapangan kerja/usaha, informasi, alat dan fasilitas, pemasaran, lapangan kerja, paguyuban peserta didik (warga belajar), latihan lanjutan, bantuan eksternal, dan lain sebagaianya. Pengaruh (impact) yang menyangkut hasil yang telah dicapai oleh peserta didik dan lulusan. Pengaruh ini meliputi antara lain : perubahan taraf hidup yang ditandai dengan perolehan pekerjaan, atau berwirausaha, perolehan atau peningkatan pendapatan, kesehatan, dan penampilan diri, kegiatan membelajarkan orang lain atau mengikutsertakan orang lain dalam memanfaatkan hasil yang telah ia miliki, dan peningkatan partisipasinya dalam kegiatan sosial dan pembangunan masyarakat, baik partisipasi buah pikiran, tenaga, harta benda dan dana. B. 1.
Pembelajaran Keterampilan Tipe Pembelajaran Keterampilan Tipe kegiatan belajar keterampilan berfokus kepada pengalaman belajar di dalam dan melalui gerakan-gerakan yang dilakukan oleh warga belajar. Dalam psikologi belajar (Traver, 1970) dalam Djudju Sudjana (2004 : 87) dikemukakan bahwa : “gerak ini disebut dengan berbagai istilah di antaranya ialah motor learning, motor skills, psycomotor skills, skills dan skills ferformance”.
3
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Keterampilan merupakan dasar bagi sebagian besar tingkah laku warga belajar. Kesulitan yang akan dialami oleh seseorang dalam belajar keterampilan itu antara lain dapat disebabkan karena cacat tubuh atau cara warga belajar yang salah. Hal ini akan mengakibatkan adalanya usaha penyesuaian warga belajar terhadap lingkungannya. Keterampilan dipelajari dengan cara-cara yang sama sebagaimana mempelajari jenis-jenis belajar lainnya. Kegiatan belajar keterampilan gerak memiliki hubungan dengan keterampilan intelektual. Keterampilan intelektual berhubungan dengan kegiatan belajar untuk memecahkan masalah, melakukan penelitian, melakukan perencanaan, mengerjakan soal-soal statistik dan matematik, membuat proposal dan lain sebagainya. Ketermpilan gerak berhubungan dengan gerakan badan untuk menghasilkan sautu benda seperti kegiatan mengukir patung, membuat anyaman dan lain sebagainya. Kedua macam keterampilan yang dikemukakan di atas, yaitu keterampilan gerak dan keterampilan intelektual, memiliki persamaan dalam situasi belajar. Selain itu ada pula perbedaannya antara keterampilan gerak dengan keterampilan intelektual, yaitu pada keterampilan intelektual lebih menekankan pada unsur intelekm sedangkan belajar gerak lebih mengutamakan pada gerakan badan. 2.
Tujuan Pembelajaran Keterampilan Dalam tipe belajar keterampilan diperlukan kejelasan tujuan dan proses kegiatan belajar. Untuk mengetahui kejelasan kegiatan belajar dalam tipe belajar keterampilan, menurut Djudju Sudjana (2004 : 91) diperlukan kondisi belajar sebagai berikut : 1. Tujuan dan manfaat keterampilan yang dipelajari harus diketahui dengan jelas oleh warga belajar. 2. Tingkat keberhasilan atau prestasi belajar yang akan dicapai dan ukuran penilaian hasil belajar perlu dipahami oleh warga belajar. 3. Kegiatan belajar diawali dengan mendemontrasikan keterampilan yang dilakukan oleh sumber belajar yang memiliki keterampilan dalam keterampilan yang akan dipelajari. 4. Mulailah kegiatan belajar dengan latihan keterampilan dasar. 5. Tinjau kembali kegiatan belajar yang telah dilakukan. 6. Pada waktu kegiatan belajar berlangsung, sumber belajar mengatur waktu-waktu yang tepat untuk mempelajari pengertian, aturan, cara-cara, dan teknik yang berhubungan dengan keterampilan yang dipelajari. 7. Latihan perluasan diperlukan sebagai tambahan keterampilan yang dipelajari. 8. Kegiatan belajar keterampilan dilakukan dengan mendekatkan atau mengaitkan keterampilan dan penerapannnya dalam dunia kehidupan warga belajar. 9. Penilaian kegiatan dan hasil belajar pertlu dititik-beratkan pada penilaian oleh warga belajar yang dilakukan baik secara individual ataupun secara kelompok. Dengan demikian pada proses pembelajaran keterampilan dapat diketahui bahwa tujuan dan manfaat keterampilan yang dipelajari harus diketahui dengan jelas oleh warga belajar. Tujuan belajar dihubungkan dengan kebutuhan yang dirasakan oleh warga belajar. Sedangkan manfaat belajar keterampilan dihubungkan dengan kehidupan mereka masa sekarang dan masa yang akan datang. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN A. 1. 2. 3.
B. 1. 2.
Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut: Untuk mengungkapkan data tentang proses pembelajaran keterampilan fungsional bagi warga belajar program Kejar Paket B di PKBM Harapan desa Sukamulya. Untuk mengungkapkan data tentang hasil pembelajaran keterampilan fungsional bagi warga belajar program Kejar Paket B di PKBM Harapan desa Sukamulya. Untuk mengungkapkan data tentang faktor-faktor pendukung pembelajaran keterampilan fungsional B di PKBM Harapan desa Sukamulya. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam mengadakan penelitian ini adalah sebagai berikut : Sebagai masukan untuk mengembangkan teori yang memiliki relevansi dengan masalah kegiatan yang sejenis, terutama tentang pembelajaran keterampilan fungsional B di PKBM Harapan desa Sukamulya. Sebagai bahan masukan bagi pengurus program pembelajaran keterampilan fungsional, khususnya di PKBM “Harapan” agar pelaksanaan pembelajaran keterampilan fungsional B di PKBM Harapan desa Sukamulya berjalan dengan baik dan mencapai hasil yang lebih optimal.
4
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
3.
Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi penulis yang berkaitan dengan masalah penelitian untuk mengembangkan kemampuan bagi program-program Pendidikan Luar Sekolah yang lebih luas.
METODE PENELITIAN A.
Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian pembelajaran keterampilan fungsional bagi warga belajar program Kejar Paket B Harapan dalam meningkatkan keterampilannya adalah kualitatif dengan metode studi kasus. Pendekatan kualitatif ini digunakan untuk mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Dengan demikian peneliti yang menggunakan pendekatan kualitatif harus turun langsung ke lapangan untuk mengamati subyek penelitian. Berkaitan dengan penelitian tentang pembelajaran keterampilan fungsional bagi warga belajar program Kejar Paket B Harapan dalam meningkatkan keterampilannya peneliti memperhatikan fenomenafenomena yang terjadi di lapangan, kemudian ditafsirkan dan diberi makna sesuai apa adanya dan berdasarkan ciri-ciri tersebut di atas serta sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk menggambarkan variabel-variabel pelaksanaan, hasil, dan dampak pembelajaran keterampilan fungsional bagi warga belajar program Kejar Paket B Harapan dalam meningkatkan keterampilannya. Metode penelitian studi kasus yang digunakan dalam penelitian ini berupaya untuk mengungkapkan kenyataan yang ada atau terjadi di lapangan untuk dipahami secara mendalam tentang pembelajaran keterampilan fungsional bagi warga belajar program Kejar Paket B Harapan. Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengungkapkan pelaksanaan pembelajaran keterampilan fungsional bagi warga belajar program Kejar Paket B Harapan ini adalah sebagai berikut : 1) Mencari informasi tentang prosedur proses pembelajaran keterampilan fungsional bagi warga belajar program Kejar Paket B Harapan. 2) Mencari informasi tentang hasil yang telah diperoleh warga belajar program Kejar Paket B Harapan setelah mengikuti pembelajaran keterampilan fungsional. 3) Mencari informasi tentang faktor-faktor pendukung pembelajaran keterampilan fungsional, baik yang berkaitan kemampuan sumber belajar, motivasi warga belajar Kajar Paket B, keadaan sarana dan prasarana, serta lingkungan masyarakat. Informasi ini diperoleh dari penyelenggara, warga belajar dan dokumen-dokumen hasil pembelajaran. B. Subyek Penelitian Untuk memperoleh informasi tentang pembelajaran keterampilan fungsional terhadap warga belajar program Kejar Paket B Harapan, subyek penelitian dipilih secara purposif (sesuai dengan tujuan). Dalam penelitian kualitatif tidak membutuhkan populasi dan sampel yang banyak. Sampel atau subyek penelitian biasanya sedikit dan dipilih sesuai tujuan (purposive) penelitian. Jumlah subyek penelitian tidak ditentukan secara ketat, tetapi tergantung kepada tercapainya redudancy, ketuntasan atau kejenuhan data, jadi cenderung bersifat snowball sampling. Dalam penelitian tentang pembelajaran keterampilan fungsional terhadap warga belajar program Kejar Paket B Harapan, ditentukan bahwa subjek yang sesuai dengan tujuan penelitian adalah tiga orang warga belajar program Kejar Paket B Harapan. Agar mendapatkan data yang akurat dan tepat setelah mengumpulkan hasil observasi dan wawancara dengan ketiga sumber data primer, peneliti mengadakan triangulasi dengan salah seorang penyelenggara dan seorang sumber belajar yang memberikan materi pembelajaran keterampilan fungsional. Seluruh jumlah subyek dalam penelitian ini adalah lima orang. C. Instrumen Penelitian Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain observasi, wawancara mendalam (indepth interview), analisis dokumentasi sebagai sumber data triangulasi yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. 1. Teknik Observasi Peneliti mengamati segala sesuatu yang terjadi selama kegiatan belajar, respon-respon yang dapat dicatat selama pembelajaran keterampilan fungsional terhadap warga belajar program Kejar Paket B Harapan berlangsung, hasil yang diperoleh dan dampaknya terhadap peningkatan keteampilan warga belajar program Kejar Paket B Harapan. Alat yang digunakan dalam observasi ini adalah panduan observasi, alat rekam suara, kamera foto, catatan sebagai dokumentasi.
5
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
2. Teknik Wawancara Dalam penelitian ini wawancara dilakukan pada saat pelaksanaan pembelajaran keterampilan fungsional terhadap warga belajar program Kejar Paket B Harapan tentang : 1) Proses pembelajaran keterampilan fungsional terhadap warga belajar program Kejar Paket B Harapan. 2) Hasil pelaksanaan pembelajaran keterampilan fungsional terhadap warga belajar program Kejar Paket B Harapan. 3) Faktor-faktor pendukung pembelajaran keterampilan fungsional warga belajar program Kejar Paket B Harapan. 3. Studi Dokumentasi Studi dokumentasi ini diperlukan sebagai data sekunder untuk pengayaan data penelitian yang memiliki hubungan dengan tujuan penelitian, dan interpretasi sekunder terhadap kejadian-kejadian. D. Tahap-Tahap Penelitian Tahap-tahap penelitian kualitatif yang dilakukan meliputi tiga tahapan, yaitu sebagai berikut : 1. Tahap Orientasi Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah: a. Melakukan studi pendahuluan dan penjajagan lapangan ke PKBM Harapan untuk mengidentifikasi permasalahan atau fokus penelitian. b. Mempersiapkan berbagai referensi seperti ; buku, brosur dan referensi lainnya tentang program pembelajaran keterampilan fungsional.. c. Menyusun pra-desain penelitian. d. Menyusun kisi-kisi penelitian dan pedoman wawancara. e. Mengurus perizinan untuk mengadakan penelitian. 2.
Tahap Eksplorasi Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah: a. Menerima penjelasan dari pihak penyelenggara program pembelajaran keterampilan fungsional terhadap warga belajar program Kejar Paket B Harapan. b. Melakukan wawancara secara lisan kepada subyek penelitian untuk memperoleh inforinasi tentang pelaksanaan, hasil dan dampak pembelajaran keterampilan fungsional. c. Menggali dokumentasi hasil pembelajaran keterampilan fungsional terhadap warga belajar program Kejar Paket B Harapan. d. Menyusun catatan kasar hasil data yang terkumpul dari subyek penelitian. e. Memilih, menyusun, dan mengelompokkan data sesuai jenis aspek-aspek penelitian. f. Menyempurnakan fokus permasalahan penelitian sesuai dengan tujuan penelitian.
3.
Tahap Member Check Pengecekan informasi dan data dapat dilakukan dengan cara : a. Menyusun wawancara berdasarkan item-item pertanyaan, kemudian mengkonfirmasikan hasil wawancara tersebut kepada sumber belajar agar tidak ada kesalahan interpretasi dalam mendeskripsikan data. b. Meminta koreksi hasil yang telah dicatat dari observasi dan wawancara kepada nara sumber. c. Peningkatan validitas dan reliabilitas dilakukan dengan triangulasi akan kebenaran informasi dari nara sumber dengan informasi dari penyelenggara dan sumber belajar serta hasil pengamatan.
E.
Teknik Analisis Data Langkah-langkah tersebut meliputi : 1. Koleksi data. Dalam mengoleksi data, penulis melakukan observasi, wawancara yang mendalam dengan subyek penelitian dan sumber infomasi, serta mencari dokumentasi hasil pembelajaran. Hasil observasi, wawancara dan dokumentasi dengan segera dituangkan penulis dalam bentuk tulisan dan dianalisis.
2.
Reduksi data.
6
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Reduksi data dilakukan dengan cara menelaah kembali seluruh catatan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Pada tahap ini akan diperoleh hal-hal pokok yang berkaitan dengan fokus penelitian tentang pembelajaran keterampilan fungsional terhadap warga belajar program Kejar Paket B Harapan. 3. Display data. Display data merupakan penyusunan hal-hal pokok yang sudah dirangkum secara sistematis sehingga diperoleh tema dan pola secara jelas tentang permasalahan penelitian agar mudah diambil kesimpulannya. 4. Kesimpulan dan verifikasi. Tahap ini merupakan upaya untuk mencari makna dari data yang dikumpulkan dan memantapkan kesimpulan dengan cara member cheek atau triangulasi yang dilakukan selama dan sesudah data dikumpulkan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.
Proses Pembelajaran Keterampilan Fungsional Bagi Warga Belajar Program Kejar Paket B di PKBM Harapan Desa Sukamulya Pelaksanaan suatu pembelajaran keterampilan fungsional merupakan proses transformasi pengetahuan, sikap dan keterampilan dari sumber belajar kepada warga belajar Kejar Paket B. Pelaksanaan program pembelajaran keterampilan fungsional keripik jamur tidak terlepas dari kurikulum yang telah ditetapkan, yang meliputi tujuan pembelajaran keterampilan fungsional keripik jamur yaitu memberikan pengetahuan dan keterampilan budi daya jamur serta sikap kewirausahaan yang mendukung pengembangan usaha warga belajar Kejar Paket B di PKBM Harapan desa Sukamulya. Pembelajaran keterampilan fungsional keripik jamur dilakukan untuk membangkitkan dan meningkatkan budaya belajar sebagai bagian dari aktifitas belajar sendiri sehingga tercipta warga belajar Kejar Paket B yang memiliki pengetahuan dan keterampilan budi daya jamur serta sikap kewirausahaan pembuatan keripik jamur yang mendukung pengembangan usaha warga belajar Kejar Paket B yang berdampak pada peningkatan kesempatan kerja dan pendapatan kehidupannya. Materi pembelajaran keterampilan fungsional keripik jamur, adalah pengetahuan dan keterampilan tentang cara mengenal bahan dan alat yang digunakan dengan indikator mengenal jenis-jenis bahan dan jenisjenis alat yang digunakan. Adapun pengalaman belajar yang diharapkan adalah mengenal bahan baku dan alat untuk membuat keripik jamur dengan hasil belajar yang diharapkan warga belajar Kejar Paket B mampu memilih bahan baku dan menggunakan alat yang diperlukan untuk mengolah keripik jamur. Selanjutnya materi tentang pengetahuan dan keterampilan tentang cara mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi dengan indikator praktek keterampilan. Adapun pengalaman belajar praktek membuat keripik jamur dengan hasil belajar yang diharapkan adalah mampu membuat keripik jamur, serta bagaimana cara memasarkan hasil produksi dengan indikator mampu menghitung laba rugi hasil pemasaran produksi keripik jamur. Adapun pengalaman belajar yang diharapkan adalah mampu menghitung modal bahan dan alat, menghitung biaya, dan menghitung laba/rugi dengan hasil belajar yang diharapkan adalah mampu menghitung laba dan rugi hasil pemasaran produksi keripik jamur. Metode yang digunakan dalam pembelajaran keterampilan fungsional keripik jamur ini adalah kelompok. Teknik pembelajaran keterampilan fungsional keripik jamur yang digunakan antara lain : 1) ceramah, 2) tanya jawab, 3) demontrasi, 4) penugasan (drill), 5) kerja kelompok, dan 6) praktek lapangan. Media yang digunakan meliputi adalah buku-buku dan alat peraga. Untuk mengukur keberhasilan proses pembelajaran keterampilan, sumber belajar selalu melaksanakan penilaian, baik yang berkaitan dengan penguasaan teori dan kemampuan praktek budi daya jamur. 2.
Hasil Pembelajaran Keterampilan Fungsional Bagi Warga Belajar Program Kejar Paket B di PKBM Harapan Desa Sukamulya Belajar termasuk kegiatan pembelajaran keterampilan itu adalah perubahan disposisi atau kemampuan seseorang yang dapat dicapai melalui upaya orang itu, dan perubahan itu bukan diperoleh secara langsung dari proses pertumbuhan dirinya secara ilmiah (Gagne, 1970 dalam Djudju Sudjana (2004 : 97). Hasil pembelajaran keterampilan budi daya ikan merupakan produk penyesuaian tingkah yang diperoleh warga belajar. John Travers (1972 : 281) dalam Djudju Sudjana (2004 : 98) mengemukakan bahwa : “belajar adalah suatu proses yang menghasilkan penyesuaian tingkah laku”. Belajar sebagai hasil adalah akibat wajar dari proses, atau proses menyebabkan hasil. Bloom (1965) dalam Djudju Sudjana (2004 : 99-102) menyusun klasifikasi tujuan pendidikan (taxonomy of educational objectives) yang meliputi tiga ketegori, yaitu : 1) Ranah kognitif yang mencakup : pengetahuan (knowledge), pengertian (comprehension), penerapan (application), analisis, sintesis, dan evaluasi.
7
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
2) Ranah afektif yang mencakup perubahan yang berhubungan minat, sikap, nilai-nilai, penghargaan dan penyesuaian diri. 3) Ranah keterampilan yang mencakup : keterampilan produktif (productive skills), keterampilan teknik (technical skills), keterampilan fisik (physical skills), keterampilan sosial (social skills), keterampilan pengelolaan (managerial skills), dan keterampilan intelek (intellectual skills). Dari hasil analisis data menunjukkan hasil pembelajaran keterampilan fungsional keripik jamur yang telah diperoleh warga belajar Kejar Paket B selama mengikuti program pembelajaran keterampilan pembuatan keripik jamur berdasarkan ranah kognitif, afektif, dan keterampilannya, dalam mengenal bahan dan alat yang digunakan dengan indikator mengenal jenis-jenis bahan dan jenis-jenis alat yang digunakan. Adapun pengalaman belajar yang diharapkan adalah mengenal bahan baku dan alat untuk membuat keripik jamur dengan hasil belajar yang diharapkan warga belajar Kejar Paket B mampu memilih bahan baku dan menggunakan alat yang diperlukan untuk mengolah keripik jamur. Pengetahuan dan keterampilan tentang cara mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi dengan indikator praktek keterampilan. Adapun pengalaman belajar praktek membuat keripik jamur dengan hasil belajar yang diharapkan adalah mampu membuat keripik jamur, serta bagaimana cara memasarkan hasil produksi dengan indikator mampu menghitung laba rugi hasil pemasaran produksi keripik jamur. Adapun pengalaman belajar yang diharapkan adalah mampu menghitung modal bahan dan alat, menghitung biaya, dan menghitung laba/rugi dengan hasil belajar yang diharapkan adalah mampu menghitung laba dan rugi hasil pemasaran produksi keripik jamur. 3. Faktor-Faktor Pendukung Pembelajaran Keterampilan Fungsional B Di PKBM Harapan Desa Sukamulya Faktor sumber belajar yang mengelola pembelajaran keterampilan fungsional di desa Sukamulya sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran keterampilan. Sumber belajar sangat mempengaruhi dalam penetapan metode yang digunakan dalam pembelajaran keterampilan, terutama dalam hubungannya dengan pemanfaatan metode demonstrasi dalam pembelajaran keterampilan fungsional pembuatan keripik jamur di PKBM Harapan desa Sukamulya. Kondisi sumber belajar menyangkut kondisi diri yaitu pemahaman terhadap bahan kajian, pemahaman penggunaan metode demonstrasi, dan kemampuan mengelola pembelajaran keterampilan fungsional telah memadai. Demikian pula kondisi warga belajar Kejar Paket B serta pemahaman faktor-faktor lain yang berkaitan dengan pengelolaan pembelajaran keterampilan fungsional telah cukup mamadai. Untuk mencapai kemampuan yang diharapkan dalam pembelajaran keterampilan fungsional keripik jamur di PKBM Harapan desa Sukamulya, penggunaan metode demonstrasi sudah sangat tepat. Bahan belajar yang telah ditetapkan pada pembelajaran keterampilan fungsional keripik jamur di desa Sukamulya sangat tepat dengan penggunaan metode demonstrasi. Bahan belajar terdiri dari konsep, prinsip, prosedur, dan fakta atau kenyataan tentang materi sudah sesuai dengan penggunaan metode demonstrasi pada pembelajaran keterampilan fungsional keripik jamur di desa Sukamulya. Kegiatan pembelajaran keterampilan yang menggunakan metode demostrasi pada pembelajaran keterampilan fungsional keripik jamur di PKBM Harapan desa Sukamulya tersedia cukup memadai. Sarana dalam pengertian segala macam fasilitas yang dapat menunjang, dan melengkapi terselenggaranya pembelajaran keterampilan fungsional keripik jamur di PKBM Harapan desa Sukamulya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dapat dikatakan cukup memadai. Sarana yang berfungsi sebagai fasilitas atau alat belajar dan sumber belajar pada pembelajaran keterampilan fungsional keripik jamur di PKBM Harapan desa Sukamulya cukup lengkap dan memadai.
KESIMPULAN DAN SARAN A.
Kesimpulan
1.
Proses Pembelajaran Keterampilan Fungsional Bagi Warga Belajar Program Kejar Paket B di PKBM Harapan Desa Sukamulya Pembelajaran keterampilan fungsional keripik jamur di PKBM Harapan desa Sukamulya bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta sikap kewirausahaan pembuatan keripik jamur yang mendukung pengembangan usaha warga belajar Kejar Paket B yang berdampak pada peningkatan kesempatan kerja dan pendapatan kehidupannya. Materi pembelajaran keterampilan fungsional keripik jamur, adalah pengetahuan dan keterampilan tentang cara mengenal bahan dan alat yang digunakan, materi tentang pengetahuan dan keterampilan tentang cara mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi, dan cara memasarkan hasil produksi. Metode yang digunakan dalam pembelajaran keterampilan fungsional keripik jamur ini : 1) ceramah, 2) tanya jawab, 3) demontrasi, 4) penugasan (drill), 5) kerja kelompok, dan 6) praktek
8
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
lapangan. Sarana dan media yang digunakan meliputi adalah buku-buku dan alat peraga. Untuk mengukur keberhasilan proses pembelajaran keterampilan, sumber belajar selalu melaksanakan penilaian, baik teori dan kemampuan praktek budi daya dan pembuatan keripik jamur. 2.
Hasil Pembelajaran Keterampilan Fungsional Bagi Warga Belajar Program Kejar Paket B di PKBM Harapan Desa Sukamulya Hasil pembelajaran keterampilan fungsional keripik jamur yang telah diperoleh warga belajar Kejar Paket B selama mengikuti program pembelajaran keterampilan pembuatan keripik jamur berdasarkan ranah kognitif, afektif, dan keterampilannya, dalam mengenal bahan dan alat yang digunakan dengan indikator mengenal jenis-jenis bahan dan jenis-jenis alat yang digunakan. Pengetahuan dan keterampilan tentang cara mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi dengan indikator praktek keterampilan. Adapun pengalaman belajar praktek membuat keripik jamur dengan hasil belajar yang diharapkan adalah mampu membuat keripik jamur, serta bagaimana cara memasarkan hasil produksi dengan indikator mampu menghitung laba rugi hasil pemasaran produksi keripik jamur. Dampak yang diharapkan warga belajar Kejar Paket B setelah memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan budi daya jamur adalah terbukanya kesempatan untuk meningkatkan pendapatan kehidupannya. 3.
Faktor-Faktor Pendukung Pembelajaran Keterampilan Fungsional B Di PKBM Harapan Desa Sukamulya Kemampuan sumber belajar dalam memberikan materi pembelajaran keterampilan fungsional di PKBM Harapan desa Sukamulya cukup memadai Penetapan metode demonstrasi yang digunakan sumber belajar dalam pembelajaran keterampilan fungsional keripik jamur di desa Sukamulya telah dipertimbangkan dengan kondisi-kondisi warga belajar Kejar Paket B. Sumber belajar sudah sangat tepat menetapkan bahan pembelajaran keterampilan fungsional keripik jamur di PKBM Harapan desa Sukamulya. Bahan belajar yang telah ditetapkan pada pembelajaran keterampilan fungsional keripik jamur di desa Sukamulya sangat tepat dengan penggunaan metode demonstrasi. Waktu yang digunakan dalam pembelajaran keterampilan fungsional keripik jamur di PKBM Harapan desa Sukamulya tersedia cukup memadai. Sarana dalam pengertian segala macam fasilitas yang dapat menunjang, dan melengkapi terselenggaranya pembelajaran keterampilan fungsional keripik jamur di PKBM Harapan desa Sukamulya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dapat dikatakan cukup memadai. Sarana yang berfungsi sebagai fasilitas atau alat belajar dan sumber belajar pada pembelajaran keterampilan fungsional keripik jamur di PKBM Harapan desa Sukamulya cukup lengkap dan memadai. B.
Saran-Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka pemulis mencoba untuk memberikan saransaran sebagai berikut ini. 1. Kepada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Karawang melalui Bidang Pendidikan Nonformal dan Informal Seksi Pendidikan Masyarakat, dapat memberikan pelatihan kewirausahaan secara berkelanjutan untuk meningkatkan keterampilan warga belajar Kejar Paket B sehingga hasil produksi dan pemasaran pembuatan keripik jamur lebih meningkat. 2. Ketua PKBM Harapan dapat memberikan akses bantuan permodalan ke Bank bagi warga belajar Kejar Paket B dengan bunga pengembalian yang rendah untuk meningkatkan produksi keripik jamurnya. 3. Ketua PKBM Harapan dapat menyalurkan hasil produksi warga belajar Kejar Paket B sebagai pembuat keripik jamur ke pasaran sehingga dapat lebih meningkatkan pendapatan warga belajarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bogdan, R. dan Taylor, S. J. (1993). Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Surabaya: Usaha Nasional. Bungin, B. (2003). Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Djudju Sudjana, (2004), Pendidikan Nonformal (Sejarah Perkembangan, Falsafah, Teori Pendukung, Asas, Bandung, Fallah Production. ____________, (2004), Strategi Pembelajaran Partisipatif dalam Pendidikan Nonformal, Bandung, Fallah Production. ____________, (2004), Metode dan Teknik Pembelajaran Pendidikan Nonformal, Bandung, Fallah Production.
9
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Kartini Kartono, (1989), Pengantar Metodologi Research Sosial, Bandung, Alumni. Margono, S, (2006), Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta, Rineka Cipta. Nasution, (1992), Metode Research, Bandung, Jemmars. Suharsimi Arikunto, (2007), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta. Sutaryat Trisnamansyah, (1987), Pendidikan Kemasyarakatan (Pendidikan Luar Sekolah), Bandung, IKIP. Undang Undang Nomor 20 tahun 2003, (2003), Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta, Depdiknas. Organisasi Pelaksana 1. Ketua Peneliti 1) Nama Lengkap 2) Jenis Kelamin 3) NIS 4) Disiplin lmu 5) Pangkat/Golongan 6) Jabatan Fungsional 7) Fakultas /Prodi 8) Waktu Pengadian
: : : : : : : :
Dayat Hidayat, SPd., MPd. Laki-laki 411700005 PLS Penata/IIIc Lektor KIP/PLS 6 bulan
2. Pengalaman Peneliti : 1) Ketua Peneliti : Analisis kesulitan belajar mahasiswa dalam mengikuti kuliah Penelitian Pendidikan dan Pembuatan Tugas akhir Skripsi serta alternatif Penanggulangannya di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Singaperbangsa Karawang. Dipublikasikan pada Jurnal Ilmiah Solusi, Vol.2, No. 4 bulan April tahun 2005 2) Ketua Peneliti Analisis Minat Siswa-Siswi SMA-SMK se-Kabupaten Karawang dan Penilaian Terhadap Universitas Singaperbangsa Karawang. Tidak Dipublikasikan. 3) Anggota Peneliti : Minat Baca Mahasiswa Unsika di Perpustakaan Universitas Singaperbangsa Karawang. Dipublikasikan pada Jurnal Ilmiah Solusi, Vol.4, No.8 bulan September 2007- Fabruari 2008 4) Ketua Peneliti: Hubungan antara partisipasi masyarakat dan lintas sektoral dalam pengelolaan PKBM terhadap Peningkatan Kualitas program PLS di Kabupaten Karawang. Dipublikasikan pada Jurnal Solusi Vol. 6 No. 11 Maret - Agustus tahun 2009 5) Anggota : Dampak Pendidikan Keterampilan Hidup (life skills) Montir Otomotif terhadap Peningkatan Kesempatan Kerja dan Pendapatan Warga Belajar di PKBM Cepat Tepat Karawang. Dipublikasikan pada Jurnal Solusi Vol. 6 No. 11 Maret - Agustus tahun 2009 6) Ketua Peneliti : Model Pemberdayaan Kelompok Pemuda Produktif (KPP) Melalui Pelatihan Kewirausahaan di Pondok Pesantren Ihyahul Khoer desa Cintalanggeng kecamatan Tegalwaru kabupaten Karawang. Dipublikasikan pada Jurnal Solusi Vol. 9 No. 17 Desember 2010 – Pebruari tahun 2011 7) Ketua Peneliti : Model Pembelajaran Kelompok Pemuda Produktif (KPP) Melalui Pelatihan Kewirausahaan di Pondok Pesantren Ihyatul Khoer desa Cintawargi kecamatan tegalwaru kabupaten Karawang. Dipublikasikan pada Jurnal Solusi Vol. 9 No. 17 Desember 2010 – Pebruari 2011 8) Anggota : Analisis Kualitatif Dampak Pelatihan Kewirausahaan Terhadap Peningkatan Kinerja Usaha Ekonomi Kerakyatan Program Kelompok Belajar Usaha (KBU) di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) “Mintar Umat” desa Telukbuyung lecamatan Pakisjaya Kabupaten Karawang. Dipublikasikan pada Jurnal Solusi Vol. 9 No. 18 Maret – Mei tahun 2011 9) Ketua Peneliti : Model Pelatihan Kewirausahaan Program Kelompok Belajar Usaha (Kbu) Berbasis Potensi Lokal Bagi Pemberdayaan Warga Belajar Keaksaraan Fungsional (KF) Di Kabupaten Karawang Tidak Dipublikasikan.
10
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
PERBANDINGAN SISTEM HUKUM KETENAGAKERJAAN NEGARA MALAYSIA DAN NEGARA INDONESIA DALAM PERLINDUNGAN HUKUM DAN PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Dedi Pahroji & Holyness N Singadimedja A. Latar Belakang Walau terjadi peningkatan jumlah imigrasi pekerja dari Indonesia, kerangka kebijakan yang komprehensif dan lembaga yang efektif guna mengelola pekerja migran Indonesia belum tersedia. Pada 2004 Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan terhadap Pekerja Migran Indonesia di Luar Negeri (untuk selanjutnya akan disebut UU Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran) telah disahkan DPR. Kendati UU tersebut mengandung beberapa ketentuan yang mengagumkan, seperti jaminan bahwa penempatan tenaga kerja akan dilaksanakan berdasarkan “persamaan hak, demokrasi, keadilan sosial, persamaan gender dan keadilan gender, anti-diskriminasi, dan anti-perdagangan manusia” (Pasal 2 UU No.39 Tahun 2004) , UU tersebut memiliki kelemahan konsep dan substansi. Contohnya, secara konsep UU tersebut telah dikritik karena terfokus pada penempatan pekerja migran ketimbang perlindungan terhadap pekerja migran tersebut.1 Dinilai dari substansinya, UU tersebut kurang jelas dalam beberapa hal seperti penugasan tanggung jawab guna menegakkan hak-hak pekerja migran. Namun, aspek terlemah dari UU ini adalah bahwa penegakkannya selama ini sangatlah kurang dan bahkan tidak ada sama sekali. Sebagai hasil dari lemahnya hukum dan penegakannya dalam hal pekerja migran, kasus-kasus pelecehan dan eksploitasi terhadap pekerja migran
11
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Indonesia banyak terjadi di tangan agen penyalur jasa tenaga kerja, pelatih, pemberi kerja, para pelaku perdagangan manusia (trafficker) dan pejabat pemerintah yang tidak manusiawi. Kasus-kasus ini terjadi pada setiap tahapan dari proses migrasi tenaga kerja: pra-keberangkatan, selama bekerja di luar negeri dan setelah kembali. Dari berbagai jumlah kasus yang menimpa TKI serta fakta belum selesainya penanganan hukum atas kasus-kasus yang melibatkan banyak pihak, terutama kasus-kasus yang secara langsung bersinggungan dengan hukum, maka sudah selayaknya menimbulkan berbagai pertanyaan mendasar tentang sejauh mana peranan dan kepedulian pemerintah Indonesia terhadap warga negaranya, sehingga dapat dijadikan cerminan untuk melihat perlindungan yang dilakukan negara (dalam hal ini pemerintah) terhadap warganegara atas segala bentuk penyiksaan hak asasinya. Hal ini menarik dikaji mengingat pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan yang berhubungan dengan keberadaan TKI seperti Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kepmennakertrans) No. 104 A Tahun 2002, UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maupun UU No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UU PPTKILN), dan Memorandum Of Understansing (MOU) antara Malaysia dan Indonesia yang telah diperbaharui pasca dicabutnya moratorium bagi TKI informal Indonesia ke Malaysia, yang sampai sekarang dirasa masih kurang menampakkan kebijakan yang menyentuh perlindungan terhadap TKI. Sorotan dari banyak pihak telah melahirkan peraturan perundang-undangan tersebut berkaitan dengan substansi yang hanya didominasi dengan aturan mengenai mekanisme operasional pengiriman dan penempatan. Sementara substansi yang mengatur perlindungan hak-hak TKI ke luar negeri masih kurang diperhatikan.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat ditarik beberapa masalah sebagai berikut : 1. 2.
Bagaimanakah system hukum ketenagakerjaan yang berlaku di Negara Malaysia di bandingkan dengan system hukum ketenagakerjaan di Indonesia? Bagaimanakah perlindungan hukum yang diberikan Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysia bagi buruh migrant Indonesia di negara Malaysia dalam rangka penegakan hak asasi manusia menurut UUD 1945 ?
C. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan bersifat deskriftif analitis menggunakan pendekatan yuridis normatif , dilakukan untuk mengidentifikasi konsep dan asas-asas hukum yang digunakan untuk menghasilkan perlindungan hukum bagi TKI LN sebagai dasar dalam UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, yang didukung dengan pendekatan perbandingan (comparative approach) dengan Negara Malaysia yang memiliki Sistim Hukum yang berbeda dengan negara Indonesia. Kemudian melakukan analisis secara yuridis kualitatif, dengan menggunakan daya abstraksi dan penafsiran hukum (interpretasi) untuk selanjutnya dituangkan dalam bentuk uraian-uraian (deskripsi) dengan menggunakan logika deduktif maupun induktif
1
KOPBUMI, Legal Analysis of The Law on the Placement and Protection of Indonesia Migrant
12
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
D. Pembahasan 1. Sistem Hukum Ketenagakerjaan di Negara Malaysia dan Sistem Hukum Ketenagakerjaan Indonesia dalam Mewujudkan Penegakan Hak Asasi Buruh Migran a. Sistem Hukum Ketenagakerjaan Malaysia Sebagai bekas jajahan Inggris, Malaysia tetap mempertahankan tradisi hukum kebiasaan Inggris ( Common Law Sistem ) Tradisi ini berdiri ditengah-tengah sistem hukum Islam (yang dilaksanakan oleh pengadilan atau Mahkamah
Syari’ah) dan hukum adat berbagai kelompok
penduduk asli. Malaysia merupakan salah satu dari sekian banyak (+ 19 negara ) Commonwealth Country atau negara-negara persemakmuran Inggris. Semua negara-negara persemakmuran mengadopsi sistem hukum Inggris yang biasa disebut dengan sistem hukum Anglo-Saxon atau juga Common Law . Malaysia memiliki sistem federal yang membagi kekuasaan pemerintahan menjadi Pemerintahan Federal dan Pemerintahan Negara bagian Pembagian kekuasaan ini tercantum dalam Undang-Undang Dasar Federal. Walaupun undang-undang dasar menggunakan sistem federal namun sistem ini berjalan dengan kekuasaan yang besar dari pemerintahan pusat. Di Malaysia Konstitusi merupakan hukum yang berkedudukan paling tinggi. Meskipun hukum Malaysia sangat dipengaruhi hukum Inggris tetapi dalam banyak hal ternyata berbeda, misalnya Parlemen Malaysia berbeda dengan Parlemen Inggris, Parlemen Inggris memegang kekuasaan tertinggi dan tanpa batas sedangkan parlemen Malaysia tidak memiliki kekuasaan seperti itu. Malaysia merupakan negara Federal dengan kostitusi tertulis yang kaku. Parlemen memperoleh kekuasaan dari konstitusi dan dibagi diantara negara federal denga negara-negara bagian. Beberapa kewenangan dari Pemerintahan Federal adalah urusan luar negeri, pertahanan, keamanan nasional, polisi, hukum perdata dan pidana sekaligus prosedur dan administrasi keadilan, kewarganegaraan, keuangan, perdagangan, perniagaan dan industri, perkapalan, navigasi dan perikanan, komunikasi dan trasnsportasi, kinerja dan kekuasaan federal, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan keamanan social. Sistem pengadilan secara mendasar bersifat federal. Baik hukum federal maupun negara bagian dilaksanakan di pengadilan federal. Hanya pengadilan Syari’ah yang hanya terdapat pada negara bagian, yang menggunakan sistem Hukum Islam, bersama dengan pengadilan pribumi di Sabah dan Sarawak, yang berurusan dengan hukum adat. Selanjutnya juga terdapat Sessions Courts (pengadilan sessi) dan Magistrates’ Courts (Pengadilan Magistrat). Pengadilan tinggi dan tingkat pengadilan di bawahnya memiliki yurisdiksi dan kewenangan yang diatur oleh hukum federal. Mereka juga tidak memiliki yurisdiksi dalam segala hal yang berkaitan dengan yurisdiksi pengadilan Syari’ah. Beberapa kewenangan negara bagian diantaranya adalah hal-hal yang berkaitan dengan praktek agama Islam dalam negara, hak kepmilikan tanah, kewajiban pengambilan tanah, izin pertambangan, pertanian dan eksploitasi hutan, pemerintahan kota, dan kerja publik demi kepentingan negara. Terdapat juga beberapa kekuasaan yang berlaku secara bersamaan diantaranya sanitasi, pengaliran dan irigasi, keselamatan dari kebakaran, kependudukan
Workers overseas, Makalah Rancangan ILO, Jakarta, 2005, hal 2
13
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
dan kebudayaan serta olah raga. Ketika hukum federal dan hukum negara bagian saling bertentangan maka hukum federallah yang dianggap berlaku. Menteri yang bertanggung jawab atas undang-undang hubungan industrial dapat mengajukan perselisihan antara para penyedia lapangan kerja dengan serikat perdagangan pada pengadilan industri, dan direktur jenderal buruh dapat dipanggil untuk mengatasi perselisihan mengenai gaji karyawan. Banyak undang-undang yang menyediakan arbitrase, selanjutnya undangundang arbitrase tahun 1952 menyediakan peraturan untuk arbitrase domestik. Terdapat juga Pusat Regional untuk Arbitrase di Kuala Lumpur yang menyediakan fasilitas untuk dilaksanakan arbitrase atas transaksi komersial internasional. Prinsip-prinsip yang meliputi hubungan antara majikan dengan pekerja di Malaysia diperoleh dari 3 sumber utama : 1. 2. 3.
Common law Undang-Undang Tertulis di Malaysia Keputusan-Keputusan Mahkamah Perusahaan dan Mahkamah Civil
Statute (undang-undang tertulis) ketenagakerjaan Malaysia banyak meniru dari Statuta Inggris dan India, namun begitu statute ketenagakerjaan di Malaysia tidaklah benar-benar serupa (in pari material) dengan undang-undang ketenagakerjaan kedua negara tersebut. Dalam satuta Malaysia terdapat beberapa peruntukan yang khusus untuk Malaysia. Statute-statuta buruh di Malaysia (undang-undang tertulis berkenaan dengan Ketenagakerjaan) terdiri dari Akta Pekerjaan, Akta Perhubungan Perusahaan, Akta Kesatuan Sekerja, Akta Keselamatan Sosial Pekerja, dan sebagainya. Menurut ketentuan 3 dan 5 Akta Undang-Undang Sivil, jika terdapat undang-undang tertulis di Malaysia, Common Law tidak digunakan, namun jika terdapat kekosongan dalam undang-undang tertulis tersebut prinsip common law masih dipakai untuk mengisi kekosongan itu. Makamah di Malaysia banyak mengambil aturan-aturan common law bagi melaksanakan aspek undang-undang ketenagakerjaan di Malaysia, misalnya untuk menentukan ujian menentukan dibuat atau tidaknya “kontrak perkhidmatan” (perjanjian kesepakatan bersama), kewajiban antara majikan dan pekerja, dan sebagainya. Statute – satatuta ketenagakerjaan di Malaysia sebagai berikut : 1. Akta pekerjaan 1955, dirubah 1989 2. Akta Kesatuan Sekerja 1959, dirubah 1989 3. Akta Perhubungan Perusahaan 1957, dirubah 1980, 1989 4. Akta Keselamatan Sosial Pekerja 1969 5. Akta pekerjaan Anak-Anak dan Orang Muda 1966 Seperti halnya undang-undang ketenagakerjaan di negara-negara pada umumnya, undangundang ketenagakerjaan Malaysia mengatur ketentuan-ketentuan umum berkaitan perlindungan bagi pekerja dan majikan / perusahaan seperti perjanjian kerja, hak dan kewajiban buruh/pekerja dan majikan / pengusaha, jam kerja, upah, cuti / istirahat, cuti bersalin, ketentuan tentang lembur, jaminan social, hak beribadah, penghentian pekerjaan / PHK, serta pesangaon dan ketentuanketentuannya dan lain-lain. Ketenagakerjaan di Malaysia berada di bawah Kementerian Pengurusan Sumber Manusia di Bawah Perdana Meneteri, sejajar dengan Kementerian lain, seperti Keimigrasian. Sebagai negara penerima Tenaga Kerja Indonesia, Malaysia tidak mengatur secara khusus perundangundangan berkaitan tenaga Kerja Asing, di Malaysia semua pekerja baik domestic maupun dari luar negara yang bekerja di Malaysia melalui kontrak kerja yang sah antara pekerja dengan Malaysia terikat ketentuan dalam Akta Perkerjaan (undang-undang ketenagakerjaan), kecuali tenaga kerja informal, sama dengan Indonesia, malaysia tidak mempunyai perundangundangan khusus berkaitan dengan tenaga kerja informal, Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di Malaysia sebagai tenaga kerja informal (buruh kasar/Pembantu Rumah Tangga) tidak tercover dalam perundang-undangan Malaysia, Tenaga kerja informan Indonesia terikat pada ketentuan aturan keimigrasian Malaysia sebagai warga negara asing yang berada di Malaysia untuk batas waktu tertentu.
14
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Perjanjian antara pekerja dan majikan melalui agen berkaitan dengan masa kerja, upah, serta hak dan kewajiban pekerja dan majikan, negara Indonesia dalam membuat perjanjian dengan negara Malaysia berupa perjanjian G to G (government to government) dengan bentuk MoU. Yang selama ini ketentuannya lebih berpihak kepada Majikan. MoU antara pemerintah merupakan legalisasi TKI untuk dapat bekerja di Malaysia sebagai dasar bagi perlindungan hak-hak dan kewajiban TKI. b.
Sistem KelembagaanKetenagakerjaan Indonesia
Di Indonesia, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi adalah lembaga pemerintah utama untuk pengaturan pekerja migran di Indonesia. Rekrutmen dan penempatan tenaga kerja dilakukan oleh agen swasta, yang diberikan izin oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Departemen juga mengawasi pelatihan keterampilan, pembekalan wajib pra-keberangkatan dan menyediakan sejumlah kecil atase tenaga kerja di kedutaan besar Indonesia di luar negeri. Departemen-departemen pemerintah yang lain juga terlibat, sejalan dengan mandat mereka yang beragam. Misalnya, Departemen Luar Negeri menangani persoalan konsuler, Direktorat Jenderal Imigrasi (di dalam struktur Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia) mengeluarkan paspor, dan Departemen Kesehatan bertanggungjawab atas pemeriksaan kesehatan pra-keberangkatan. UU Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran mewajibkan pembentukan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja ke Luar Negeri (BNPP-TKLN). Badan ini belum dibentuk, kendati Menteri Tenaga Kerja baru-baru ini telah meyakinkan masyarakat bahwa badan ini akan mulai beroperasi pada Oktober 2006. BNPP-TKLN akan terdiri dari departemen-departemen pemerintah yang terkait, dan akan bertanggungjawab langsung pada presiden. Badan ini akan memiliki tanggung jawab untuk “menerapkan kebijakan-kebijakan dalam bidang penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri secara terkoordinir dan terpadu” (Pasal 95 UU No. 39 tahun 2004). Hal ini akan meliputi, interalia, rekrutmen, pemeriksaan kesehatan, pelatihan, keberangkatan dan perlindungan dalam negara. Pembagian wewenang antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota/Kabupaten dalam menerapkan UU Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran tidak dibuat dengan jelas. UU tersebut tidak menjelaskan hubungan antara BNPP-TKLN dan tingkat-tingkat pemerintahan yang berbeda-beda. Saat ini, kesepakatan penempatan kerja haruslah didaftarkan dengan wewenang Kota/Kabupaten, dan “Biro Pelayanan” akan dibentuk di ibukota-ibukota provinsi. Pengawasan perizinan terhadap para perekrut dan pelatihan tampaknya dibagi secara informal oleh tingkat pemerintahan yang berbeda; hubungan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kotapraja/Kabupaten tidaklah jelas. Persoalan penting lainnya juga tidak tercakup dalam UU ini. Kenyataan bahwa otonomi daerah sekarang berlaku di Indonesia, maka penting bagi UU tersebut untuk mendefinisikan secara jelas peran dan tanggung jawab tiap tingkat pemerintahan dalam mengelola proses migrasi. Pembagian wewenang terakhir haruslah berupaya untuk menyeimbangkan kebutuhan menyalurkan jasa untuk tingkat lokal di satu sisi dengan sumber daya manusia yang lebih banyak tersedia di pemerintah pusat di sisi lainnya. Di Indonesia, rekrutmen dan penempatan warga negara untuk bekerja di luar negeri dilakukan oleh perusahaan swasta yang disebut sebagai Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia, atau PJTKI. Peran pemerintah menurut kerangka peraturan yang ada sekarang adalah untuk mengawasi agen agen ini melalui skema perizinan yang disebut sebagai Surat Izin Pelaksana Penempatan TKI, atau SIPPTKI. Saat ini ada sekitar 400 PJTKI dengan izin beroperasi di Indonesia dan 90% di antaranya tergabung dalam APJATI. Selain dari PJTKI yang memiliki izin resmi, diperkirakan sekurangnya ada 800 perusahaan penyalur jasa tenaga kerja yang ilegal di Indonesia. Sebagian besar dari perusahaan ilegal ini sebenarnya dikontrak oleh PJTKI resmi untuk menyelenggarakan kampanye rekrutmen awal mereka.
c.
Persamaan dan Perbedaan Sistem Hukum Ketenagakerjaan pada Negara Malaysia dan Indonesia Indonesia dan Malaysia merupakan 2 negara dengan Sistim Hukum yang berbeda. Namun prinsip-prinsip umum mengenai ketenagakerjaan juga berlaku bagi negara Malaysia maupun Indonesia sebagai negara anggota International Labour Organitation. Negara Malaysia tidak termasuk negara yang mengirimkan warga negaranya secara formal untuk bekerja di negara lain, melalui perjanjian antar negara sebagai negara pengirim tenaga kerja seperti
15
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Indonesia. Warga negara Malaysia yang bekerja di negara lain bekerja sebagai Tenaga Kerja Asing yang mempunyai keahlian tertentu pada sektor formal, berbeda dengan negara Indonesia yang dengan jelas mengirimkan warganya sebagai tenaga kerja di luar negeri baik sektor formal maupun pada sektor informal, sehingga Malaysia tidak memiliki undang-undang khusus tentang penempatan tenaga kerja di luar negeri, termasuk badan / instansi pemerintah khusus yang menangani tenaga kerja yang bekerja di luar negeri. Peraturan mengenai ketenagakerjaan di Malaysia merupakan wewenang Kementerian Pengurusan Sumber Manusia di bawah Perdana Menteri, sama dengan Kementerian Tenaga kerja dan transmigrasi di Indonesia sebagai pembantu presiden dalam menjalankan fungsi pemerintahan. Sebagai negara dengan bentuk federal, ketenagakerjaan merupakan wewenang langsung federal bukan merupakan wewenang negara bagian, sehingga apabila terjadi perselisihan ketenagakerjaan diselesaikan pada peradilan federal yang khusus menangani perburuhan atau perselisihan industrial, perbedaannya dengan negara Indonesia, di Indonesia terdapat peradilan hubungan industrial pada daerah provinsi di bawah Mahkamah Agung yang untuk beberapa perselisihan sifatnya final dan binding. Terhadap kasus-kasus penyiksaan terhadap tenaga kerja Indonesia yang banyak terjadi di Malaysia, mereka terjerat hukum berdasarkan perbuatan mereka yaitu hukum pidana, baik kesalahan yang dilakukan oleh pekerja maupun majikan, sehingga pengadilan yang berwenang untuk meyelesaikan perkara tersebut tidak melalui peradilan hubungan industrial, kecuali berkenaan dengan hak-hak dan kewajiban pekerja dan majikan yang jelas tertera di dalam kontrak perjanjian yang telah dilanggar oleh salah satu pihak, di luar pelanggaran hukum pidana, diselesaikan melalui peradilan hubungan industrial (dalah hal ini hanya berlaku pada tenaga kerja formal yang bekerja di Malaysia) begitu juga pada peradilan Indonesia dibedakan dengan jelas setiap kompetensi masing-masing peradilan dalam menyelesaikan permasalahan hukum. Perwakilan negara Indonesia di Malaysia membentuk satuan khusus untuk membantu penyelesaian masalah TKI (terutama yang bekerja di sektor informal) yang merupakan gabungan dari berbagai perwakilan dari departemen tenaga kerja, departemen luar negeri, dan kepolisian RI. Sementara untuk TKI yang mengalami permasalahan hukum di pengadilan diberikan pendampingan / bantuan hukum. Untuk menangani penyelesaian sengketa tenaga kerja di Malaysia digunakan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam The Industrial Court Ordinance of 1948 dan Industrial Relations Act 1967. Dalam ketentuan tersebut seperti halnya negara-negara maju yang menggunakan arbitrase untuk menyelesaikan sengketa, maka Malaysia pun mempunyai sistim peradilan untuk ketenagakerjaan menggunakan lembaga arbitrase dengan tata cara yang hamper serua yang dikenal dengan istilah Industrial Court. b.
Perlindungan Hukum yang diberikan Pemerintah Malaysia dan Pemerintah Indonesia bagi Buruh Migrant Indonesia di Negara Malaysia dalam Rangka Penegakan Hak Hsasi Manusia menurut UUD 1945 Kerja merupakan bentuk kegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu penghidupan yang layak. Pekerjaan sangat berarti dalam upaya kelangsungan hidup dan mengaktualisasi diri sehingga dapat lebih bermakna dan dihargai dalam lingkungan sekitarnya2. Hak bagi setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan untuk memperoleh pekerjaan. Sehingga pekerjaan mempunyai makna yang sangat berarti dalam kehidupan manusia. Hal ini merupakan salah satu bentuk hak yang melekat didalam diri bangsa Indonesia, sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Perubahan IV UUD 1945 Pasal 27 ayat (1) menyatakan “setiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusian”. Ketentuan ini diperkuat dengan pasal 28 D ayat (2) menyatakan “setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan pelakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”. Oleh karena hal ini diatur dalam Undang-Undang Dasar, pemerintah sebagai penyelenggara pembangunan berkewajiban untuk memfasilitasi setiap warga negaranya agar dapat berkerja dalam rangka meningkatkan kesejahteraan diri dan keluarganya, dan harus dilakukan seoptimal mungkin oleh Negara. Dengan demikian, hak setiap warga Negara dalam memperoleh pekerjaan dapat terpenuhi. Artinya, Indonesia dituntut untuk melakukan perencanaan terhadap hal tersebut untuk menyediakan lapangan pekerjaan agar terciptanya kesadaran atas kewajiban suatu negara3. Akan tetapi faktanya, Sampai saat ini di Indonesia lapangan pekerjaan sangat terbatas. Karena Indonesia belum mampu menyediakan pekerjaan seperti yang diamanatkan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, sehingga secara
2 3
Muslan Abdurrahman.2006.Malang.Ketidakpatuhan TKI Sebuah Efek Diskriminasi Hukum.UMM Press. Adrian Sutedi.2009.Hukum Perburuhan.sinar grafika.hal.1
16
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
ekonomi masyarakat Indonesia banyak yang memprihatinkan. Disamping itu kesatuan dan kesatuan harus dijaga dan stabilitas syarat bagi usaha-usaha lain dalam pembangunan ekonomi4 dan mengunakan strategi-strategi dalam memecahkan persoalan bidang ekonomi yang terjadi di Indonesia.5 Dalam ketentuan Undang-Undang, penempatan tenaga kerja Indonesia dibagi atas 2 yaitu tenaga kerja dalam negeri dan tenaga kerja luar negeri. Tenaga kerja dalam Negeri telah mempunyai kekuatan dalam perlindungan ketenagakerjaan dapat dilihat dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Selanjutnya, Undang-Undang Republik ndonesia No. 39 tahun 2004 yang mengatur tentang penempatan dan perlindungan tenaga kerja di luar negeri. Tenaga kerja dalam Negeri di awasi secara langsung oleh Negara karena buruh berkerja dalam kedaulatan Negara Republik Indonesia, sedangkan Tenaga Kerja Indonesia yang berada di luar negeri perlindungan hukum mereka adalah MoU (Memorandum of Understanding) dan kedutaan besar. Perlindungan terhadap hak-hak dasar TKI di Malaysia telah dibentuk oleh pemerintah. Bentuk perlindungan yang sebelumnya telah disepakati Indonesia dan Malaysia adalah dengan membuat perjanjian berupa Memorandum of Understanding (MoU) TKI formal, yakni TKI yang berkerja disektor pertambangan, pertanian dan pabrik kemudian Memorandum of Understanding TKI informal, yakni TKI yang berkerja pada sektor rumah tangga. Memorandum of Understanding (MoU) perlindungan TKI formal ditandatangani pada 10 mei 2004 untuk menggantikan kedudukan nota penempatan TKI formal. Sebelum ditandatanganinya Memorandum of Understanding (MoU) penempatan TKI di Malaysia menggunakan “pertukaran nota mengenai prosedur penempatan TKI di Indonesia selain dari penata laksana rumah tangga”. Kemudian penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) tentang “The recruitment and placementof Indonesian domestic workers” dilakukan di Bali pada 13 mei 2006. Berdasarkan konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian tahun 1969 pasal 6 menyinggung kemampuan negara untuk membuat perjanjian dimana dinyatakan : “Setiap Negara berdaulat memiliki kemampuan untuk membuat perjanjian”.6 Harus diakui bahwa memang tidak mudah untuk membuat kebijakan yang tepat dan komprehensif bagi permasalahan TKI di luar-negeri. Disamping karena penanganan TKI melibatkan banyak institusi pemerintah maupun non-pemerintah, kerjasama yang baik harus dijalin antara kedua negara (Indonesia dan Malaysia) sedangkan sistem, prosedur serta situasi dalam negeri yang harus dihadapi juga berlain-lainan. Yang perlu diperhatikan ialah bahwa banyak masalah yang sebenarnya bisa dipecahkan dengan sendirinya apabila terdapat itikad baik dari semua pihak untuk membangun kerjasama yang adil dan saling menguntungkan. Sebaliknya, perlu juga diantisipasi bahwa semua pihak yang terlibat di dalam urusan menyangkut TKI mungkin juga memiliki kepentingan-kepentingan sempit dan terkadang tidak segan-segan mengorbankan kepentingan orang lain. Kemungkinan adanya penyalahgunaan, kecurangan, atau tindak kejahatan bisa terjadi di semua titik yang menyangkut jalur pengiriman maupun pemulangan buruh migran yang bekerja di luar-negeri. Prinsipnya ialah there always goods and bads in everyone. Pada setiap lembaga atau institusi, tentu terdapat banyak niat baik dan mungkin ada beberapa orang yang berniat buruk. Tetapi yang harus dihindari ialah supaya kerjasama semua pihak akan dapat menghasilkan aturan main yang adil dan mencegah munculnya maksud-maksud buruk oleh pihak tertentu. Mengingat panjangnya jalur yang harus ditempuh oleh seorang buruh migrant dalam mengurus segala hal yang menyangkut pekerjaannya di luar-negeri, hal yang paling krusial ialah informasi yang cukup dan objektif mengenai prosedur, jenis pekerjaan yang akan dilakukan, kontrak kerja yang
4
Juwon Sudarsono..Integritas,Demokrasi,dan Pembangunan.hal.147. Amir Santoso dan Riza Sahbudi. 1993. Jakarta. Perspektif pembangunan Politik Indonesia. Dian Lestari Grafika.hal 148 5
6
Soemaryo Suryokusumo.2003. Yogyakarta. Pembuatan dan Berlakunya Perjanjian.UGM. hal.2
17
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
disepakati, serta hak dan kewajiban bagi semua pihak. Kelemahan yang masih ada sejauh ini ialah bahwa lembaga atau instansi pemerintah yang bertugas menangani permasalahan di lapangan baru bergerak kalau sudah ada kasus yang disoroti oleh publik. Dari masalah yang timbul ketika amnesti dari pihak pemerintah Malaysia berakhir pada tahun 2005, misalnya, terdapat kesan bahwa pemerintah lebih sering bertindak sebagai pemadam kebakaran. Berbagai laporan dari Human Rights Watch (HRW) mengungkapkan bahwa buruh migran dari Indonesia adalah termasuk yang paling rendah dukungannya, baik dari pemerintah, LSM maupun dari public di tanah air. Ini sangat berbeda dengan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Filipina, misalnya, yang memberi perhatian lebih serius dan benar-benar memperlakukan buruh migran itu sebagai ”pahlawan devisa”. Alangkah baiknya apabila pola kebijakan pemerintah Indonesia diubah sehingga bersifat lebih melindungi dan mengambil langkah - langkah preventif sebelum gejolak dan masalah di lapangan muncul dengan lebih memberdayakan pemerintahan daerah dalam membuat regulasi sendiri berkaitan buruh migrant di daerahnya sebagaimana amanat undang-undang tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Upaya untuk memperbaiki proses rekrutmen dan pelatihan sebenarnya sudah diprogramkan oleh pemerintah sejak awal ketika seorang calon TKI berniat untuk bekerja di luar-negeri. Tetapi sejauh ini tampaknya masih banyak lubang-lubang yang menjadi titik lemah dalam proses rekrutmen tersebut. Karena banyak calon TKI yang tidak percaya dengan sejumlah PJTKI, yang sering dilakukan ialah justru mengambil jalur illegal sehingga menimbulkan masalah di kemudian hari. Maka tindakan tegas terhadap PJTKI liar yang sekadar ingin memperoleh keuntungan cepat dari calon TKI kiranya masih perlu terus ditingkatkan. Beberapa peraturan perundangan sebenarnya sudah menggariskan pentingnya koordinasi lintas departemen untuk menangani TKI yang lingkup persoalannya sangat luas, misalnya yang tertuang di dalam Inpres No.4 tahun 2004. Tetapi tampaknya kebijakan sektoral masih terjadi apabila sejumlah TKI menghadapi masalah di dalam maupun di luar negeri. Komitmen pemerintah sekarang ini untuk melengkapi pranata yang memadai bagi perlindungan TKI di luar negeri adalah sebuah langkah terobosan. Selanjutnya, kerjasama yang erat antara Depnakertrans dan Deplu untuk perlindungan TKI perlu terus dibangun dan semestinya menjadi program prioritas yang membutuhkan langkah-langkah harmonisasi. diperlukan komitmen lebih kuat untuk melindungi TKI yang sedang bekerja di luar-negeri. Intervensi memang tidak mungkin dilakukan secara langsung karena sebagai buruh migran mereka ada di wilayah hukum negara lain. Sebagai contoh, buruh migran di Malaysia tampaknya akan sulit untuk memperoleh hak yang sama dalam perlindungan bagi tenaga-kerja seperti yang tercantum dalam Section XII of the Employment Act of 1955 yang berlaku di negara ini. Intervensi juga tidak mungkin dilakukan menyangkut kebijakan pemerintah Malaysia yang sampai kini belum menandatangani Konvensi mengenai Pengungsi tahun 1951. Tetapi setidaknya pemerintah Indonesia melalui KJRI dan KBRI bisa terus memantau perlakuan majikan terhadap para TKI tersebut. Berbagai imbauan memang sudah dilakukan, termasuk yang disampaikan oleh LSM yang memiliki perhatian terhadap buruh migran di Malaysia seperti Tenaganita, Migran Care, dan sebagainya. Memang masih disayangkan bahwa persepsi pemerintah di Indonesia maupun di Malaysia terhadap LSM seringkali masih bersifat negatif. Sementara itu masalah-masalah yang diungkapkan oleh LSM itu sendiri terkadang kurang objektif atau kurang didukung dengan data yang lengkap.
18
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Seperti telah disinggung, dari berbagai laporan dan kecenderungan pelanggaran hak azasi manusia, yang perlu mendapat perhatian ialah banyaknya kasus yang menimpa TKI yang bekerja sebagai pembantu rumah-tangga. Karena kebanyakan paspor mereka diambil oleh majikan, sedangkan hampir sepanjang hari mereka bekerja untuk majikan, kecenderungan pelanggaran hak azasi manusia lebih sering terjadi. Pelanggaran itu mulai dari jam kerja yang melebihi takaran, penyekapan, gaji yang tidak dibayar penuh, pelecehan secara verbal atau secara fisik, hingga pelecehan seksual atau penyiksaan. Itulah sebabnya, seruan yang senantiasa disampaikan oleh lembaga-lembaga internasional seperti ILO, IOM, Komisi HAM-PBB, dan Amnesty Internasional ialah perlunya membuat ketentuan atau peraturan yang berbeda bagi para pembantu rumahtangga dibanding para buruh migran lainnya. Salah satunya yang sampai sekarang belum terwujud ialah hak para buruh migran itu untuk tetap memegang paspornya sehingga tidak rentan terhadap penyalahgunaan hak azasi manusia serta tidak mudah melarikan diri untuk terjerumus menjadi pendatang haram. Pemerintah Indonesia perlu mengupayakan agar pengiriman tenaga-kerja di luar negeri disertai dengan peningkatan keterampilan atau keahlian yang memadai. Berbagai persoalan yang timbul dari para TKI yang bekerja di luar-negeri pada dasarnya karena rendahnya daya tawar mereka dari segi keterampilan, keahlian atau pengetahuan. Harus diakui bahwa para TKI yang bekerja di Malaysia saat ini kebanyakan masih masuk ke jenis-jenis pekerjaan dalam kategori ”4D”, dirty, diminutive, difficult, dangerous. Pekerjaan yang dijalani terbatas sebagai buruh bangunan, pembantu rumah-tangga, pekerja kebun, atau jenis-jenis pekerjaan lain yang sudah tidak diminati oleh orang Malaysia. Dalam hal ini, kita mungkin sudah ketinggalan dibanding pemerintah Filipina yang lebih mengutamakan pengiriman tenaga-kerja dengan tingkat keahlian menengah seperti perawat, sopir, tenaga perkantoran, dan sebagainya. Maka masalah pelatihan dan peningkatan sumberdaya manusia, disamping pembukaan lapangan kerja seluas-luasnya di tanahair, adalah strategi jangka-panjang yang harus senantiasa dijadikan perhatian utama para perumus kebijakan di Indonesia.
E. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan a. Sistem Hukum Ketenagakerjaan Malaysia dan Indonesia banyak sekali perbedaan namun sebagai negara dengan bentuk negara hukum terdapat pula persama-persaman, dikarenakan system hukum kedua negara tersebut secara umum memamang berbeda, Indonesia sebagai penganut sistim cicil law dari negara-negara Barat (eropa continental) dengan bentuk negara Kesatuan, sedangkan Malaysia penganut sistim common law dengan bentuk negara Federal. Persamaan dari keduanya sama-sama mempunyai undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku bagi pekerja dan majikan / pengusaha setempat, perbedaannya adalah Malaysia sebagai negara Penerima tenaga kerja dari luar negeri, sementara Indonesia merupakan negara pengirim tenaga kerja di luar negeri, sehingga di Malaysia tidak terdapat peraturan undang-undang ketenagakerjaan yang khusus mengatur tenaga kerja luar negeri, bagi tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Malaysia terikat ketentuan hukum yang berlaku di Malaysia. b. Bentuk perlindungan hukum yang diberikan Indonesia dan Malaysia terhadap Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia yaitu dengan melakukan nota kesepahaman / Memorandum of Understanding (MoU) antara pemerintah Indonesia dan Malaysia
2.
Saran a. Agar dilakukan harmonisasi antara kementerian yang berkaitan dengan Tenaga Kerja Indonesia di Luar negeri seperti kementerian Tenaga kerja dan Tarnsmigrasi, Kementerian
19
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
b.
Luar negeri, Kementerian kesehatan dan Kementerian Hukum dan Ham sebagai bagian dari pengurusan keimigrasian tenaga kerja Indonesia ke luar negeri sehingga dapat lebih terkontrol dan dapat mengawasi tenaga kerja Indonesia di Malaysia Adanya pengawasan dan sanksi keras bagi PJTKIS sebagai agen yang memberangkatkan Tenaga Kerja Indonesia karena Indonesia sangat dekat dengan Malaysia sehingga memungkinkan pemberangkatan illegal dilakukan oleh para agen tersebut.
20
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF BANGUN RUANG 3D BERBASIS AUGMENTED REALITY Oleh : Aries Suharso Abstract— Media pembelajaran bangun ruang 3d saat ini masih konvensional, pihak sekolah maupun tenaga pengajar merasa kesulitan dalam pengadaan alat peraga sebagai sarana media pembelajaran bangun ruang 3d. Di pandang dari aspek kognitif, siswa juga merasa kesulitan dalam memahami objek bangun ruang 3d, karena tanpa alat peraga mereka hanya mampu membayangkan saja atau mengimajinasikan sendiri objek bangun ruang 3d tersebut. Dalam penelitian ini kami merancang dan membangun suatu aplikasi model pembelajaran interaktif pada objek geometri kubus, balok, prisma, tabung, kerucut, dan bola sebagai sarana pembelajaran matematika tingkat sekolah dasar. Diharapkan aplikasi ini dapat menjadi alat bantu bagi para guru matematika dalam menyampaikan materi bangun ruang 3d. Keywords— Model pembelajran interaktif, bangun ruang 3d, Augmented Reality. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Kita sadari bersama bahwa mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang kurang disukai anak. Kendala ini sangat disadari oleh guru, namun demikian masih banyak guru yang belum secara maksimal mencari upaya agar keadaan demikian dapat berkurang atau bahkan berubah menjadi pembelajaran yang menarik. Adapun dalam makalah ini yang akan dibahas salah satu materi pendidikan matematika tingkat dasar yaitu mengenai konsep Bangun Ruang Geometri 3 Dimensi. Bruner (Orton,1992) menyatakan bahwa anak dalam belajar konsep matematika melalui tiga tahap, yaitu enactive, iconic, dan symbolic. Tahap enactive yaitu tahap belajar dengan memanipulasi benda atau obyek konkret, tahap econic yaitu tahap belajar dengan menggunakan gambar, dan tahap symbolic yaitu tahap belajar matematika melalui manipulasi lambang atau simbol. Sementara Hudoyo (1998) menyatakan bahwa belajar matematika merupakan proses membangun ataupun mengkonstruksi konsep-konsep dan prinsipprinsip, tidak sekedar pengajaran yang terkesan pasif dan statis, namun belajar itu harus aktif dan dinamis. Hal ini sesuai dengan pandangan konstruktivis yaitu suatu pandangan dalam mengajar dan belajar, dimana peserta didik membangun sendiri arti dari pengalamannya dan interaksi dengan orang lain. Sedangkan menurut Piaget (dalam Hudoyo, 1998) taraf berpikir anak seusia SD adalah masih konkret operasional, artinya untuk memahami suatu konsep anak masih harus diberikan kegiatan yang berhubungan dengan benda nyata atau kejadian nyata yang dapat diterima akal mereka. Demikian pula Z.P. Dienes (dalam Hudoyo, 1998) berpendapat bahwa setiap konsep atau prinsip matematika dapat dimengerti secara sempurna hanya jika pertama-tama disajikan kepada peserta didik dalam bentuk konkret. Sehingga dapatlah dimengerti bahwa Dienes menekankan betapa pentingnya memanipulasi obyek-obyek dalam pembelajaran matematika. Untuk memenuhi tuntutan tersebut sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dalam bidang pendidikan, penggunaan media pembelajaran menjadi semakin beragam dan interaktif, salah satunya yang sedang marak saat ini adalah dengan memanfaatkan teknologi Augmented Reality (AR). Oleh karena itu penulis tertarik jika hal ini dapat menjadi suatu terobosan baru atau inovasi
21
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
dalam mengatasi kekurangan media pembelajaran yang interaktif khususnya untuk sub materi geometri bangun dan ruang. B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah diatas dapat diidentifikasi beberapa masalah yang menarik perhatian peneliti untuk mencari solusi : •
Bagaimanakah cara merancang suatu model pembelajaran yang interaktif menggunakan model peraga yang menarik, praktis dan lebih mutakhir sebagai media interaktif geometri bangun ruang 3 dimensi untuk guru dan siswa sekolah dasar dengan menggunakan pendekatan Augmented Reality ?
•
Apakah dengan menggunakan alat bantu teknologi AR ini akan membantu mempermudah tugas para guru dalam menyampaikan materi geometri bangun ruang 3 dimensi ?
•
Apakah dengan menggunakan alat bantu teknologi AR ini akan menciptakan suasana baru yang lebih interaktif dalam pembelajaran geometri bangun ruang 3 dimensi ?
C. Tujuan Penelitian Pada tujuan penelitian ini, kami harapkan dapat diperoleh atau tercapai solusi permasalahan seperti yang tertuang pada identifikasi masalah : •
Membuat perancangan dan mengimplementasikan beberapa bentuk objek-objek bangun ruang 3 dimensi, yaitu seperti : Kubus, Balok, Tabung, Prisma, Limas, Bola, Kerucut, dan lain sebagainya yang secara saintifik divisualisasikan dan dianimasikan. Hal demikian dapat lebih melahirkan wawasan dan kesadaran yang komprehensif bagi siswa karena melalui proses simulasi dan informasi visual yang interaktif dapat membantu proses internalisasi pengalaman, mental, kesadaran, serta keterlibatan emosi pengguna dalam memahami objek-objek bangun ruang 3 dimensi tersebut.
•
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mempermudah para guru yang biasanya menyampaikan materi geometri bangun ruang 3 dimensi menggunakan media berupa alat bantu peraga berupa bendabenda konkrit yang bentuknya menyerupai objek-objek pada ruang 3 dimensi tersebut. Karena pada saat ini alat bantu peraga sudah sangat jarang sekali dipergunakan.
•
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menciptakan suasana baru yang lebih interaktif dalam pembelajaran geometri bangun ruang 3 dimensi.
D. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan Terhadap beberapa Guru Matematika Sekolah Dasar dan Siswa kelas V dan Kelas VI Sekolah Dasar di Lingkungan Kabupaten Karawang Jawa Barat. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara kuisoner hasil simulasi model peraga yang telah dibuat sebelumnya. Visualisasi yang dihasilkan berupa objek 3 dimensi dan animasinya. E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah : •
Manfaat Praktis, hasil penelitian ini diharapkan agar dapat digunakan oleh para guru pelajaran matematika sebagai aplikasi peraga pada sub materi Geometri Bangun Ruang 3 dimensi.
•
Manfaat teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi penelitian yang berkaitan dengan Augmented Reality.
22
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
•
Manfaat kebijakan,dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih akurat sehingga memberikan pengalaman menarik pada siswa.
II. KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Studi Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan tema Augmented Reality : •
Hannah Slay, Bruce Thomas, *Rudi Vernik Wearable Computer Lab School of Computer and Information Science University of South Australia Mawson Lakes 5095, South Australia *Defence Science and Technology Organisation Salisbury 5108, South Australia. “Tangible User Interaction Using Augmented Reality”. Makalah ini membahas tentang penggunaan augmented reality untuk visualisasi obyek virtual sebagai bagian dari komputasi purposive yang Menggunakan metoda penanda fiducial sebagai triger
yang menghasilkan objek virtual, dan menggunakan metoda tabrakan
(occulasion), fiducial juga digunakan sebagai acuan untuk melacak dan memilih node dalam obyek virtual. Penelitian ini menggunakan ARToolKit Versi 2,33 dan bertindak sebagai komponen dalam kerangka Invision DSTO. •
Jinseok Seo, Namgyu Kim dan Gerard J. Kim (Lecture Notes in Computer Science, 2006, Volume 3942/2006, 1188-1197, DOI: 10.1007/11736639_149) “Designing Interactions for Augmented Reality based
Educational Contents”. Pada Penelitian ini dibahas mengenai panduan untuk merancang
interaksi augmented reality (AR) dengan konsep pendidikan berupa object 3D real-time tentang “sirkulasi air” yang diharapkan mampu memberikan pengalaman nyata yang berguna bagi siswa. Hasil penelitian diperoleh data bahwa penggunaan teknologi AR pada kelompok kelas pembelajaran lebih memudahkan penjelasan materi tentang “sirkulasi air”. B. Tinjauan Pustaka Media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari kata “medium” yang secara harfiah berarti “perantara” atau “pengantar” yang menghubungkan antara sumber pesan dengan penerima pesan. Beberapa ahli memberikan defenisi tentang media pembelajaran. Schramm (1977) mengemukakan bahawa media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Sementara itu Briggs (1977) di tahun yang sama berpendapat bahwa media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi atau pesan yang berupa materi pembelajaran, contohnya seperti : buku, film, video dan lain sebagainya. Sedangkan National Education Association (1969) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun audio-visual, termasuk teknologi perangkat keras. Menurut Ronald Azuma (1997) Augmented Reality (AR) adalah proses menggabungkan objek virtual ke dunia nyata yang bersifat interaktif secara real time dengan bentuk animasi 3D. Augmented Reality (AR) semakin berkembang sehingga membuat teknologi ini banyak dicari. Dalam kurun waktu 2005 hingga 2009 minat orang akan AR sangat tinggi. Ini terlihat dari frekuensi google search di internet yang banyak mengakses informasi mengenai AR. Survey oleh Gartner bahkan menempatkan AR sebagai satu dari 10 teknologi yang “mengusik” sepanjang tahun 2000 hingga 2012.
23
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Pengembangan teknologi AR secara kontinu oleh kalangan peneliti. Berbagai bidang aplikasi dirambah oleh AR. Salah satu yang paling populer dalam pengembangan AR adalah ARToolKit. Suatu software library untuk membangun augmented reality yang dikembangkan oleh Dr Hirozaku Kato dari Universitas Osaka Jepang dan didukung oleh Human Interface Technology (HIT) Laboratory University of Washington dan HIT LAB. NZ University of Cantertbury New Zealand. Agar AR benar-benar mampu menerima suatu lingkungan real dan virtual objects, AR haruslah terlihat seolah-olah menyatu bersama dengan lingkungan penggunanya. Agar lebih terlihat meyakinkan, AR harus mampu berinteraksi secara realistis. Objek dalam AR mampu berinteraksi dengan objek lain dalam banyak cara. Ini dapat dikategorikan menjadi dua, yakni secara visual dan physical. Teknologi Augmented Reality (AR) merupakan sebuah inovasi dan sub bagian dari computer graphics yang dapat menyajikan pendekatan visualisasi dan animasi bagi sebuah pemodelan.
C. Tinjauan Objek Penelitian Objek penelitian ditujukan kepada beberapa sekolah dasar kelas V dan VI di Kabupaten Karawang Jawa Barat dengan fokus objek studi Para Guru Matematika dan siswa. Adapun Objek - objek pada ruang 3 dimensi (tiga dimensi) seperti : Kubus, Balok, Tabung, Prisma, Limas, Kerucut, Bola dan lain sebagainya yang memiliki panjang, lebar dan tinggi seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.1 Jenis alat peraga edukasi manual
24
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Gambar 2.2 Skesta Bangun Ruang Geometri dalam bentuk 2D
D. Kerangka Pemikiran Diawali rasa keingintahuan penulis mengenai rendahnya pemahaman siswa pada mata pelajaran matematika khususnya pada sub materi bangun ruang 3 dimensi dan minimnya ketersediaan alat peraga bangun ruang 3 dimensi sehingga mempersulit pemahaman siswa, karena siswa dipaksa untuk berimaginasi sendiri tanpa ada visualisasi bantuan dari guru pendidik. Suatu fakta yang patut direnungkan dan disadari sepenuhnya untuk dilakukan tindak lanjut secara nyata bagi semuanya yang terlibat di dunia pendidikan bahwa : pengajaran matematika SD menggunakan alat peraga dan media lainnya secara tepat dibandingkan dengan yang tanpa menggunakan alat peraga adalah enam berbanding satu atau 6 : 1. Jadi penggunaan alat peraga dan media lainnya dalam pembelajaran matematika (khususnya dalam memberikan penanaman konsep) akan membawa hasil enam kali lebih baik dan lebih cepat dibandingkan dengan pengajaran drill tanpa konsep . Kriteria yang paling utama dalam pemilihan media pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan atau kompetensi yang ingin dicapai. Menurut Allen (1975) terdapat hubungan antara media pembelajaran dengan tujuan pembelajaran sebagaimana ditunjukkan dalam table berikut :
Table 2.1 Hubungan media pembelajaran dengan Tujuan pembelajaran Jenis Media
1
2
3
4
5
6
Gambar Diam
S
T
S
S
R
R
Gambar Bergerak
S
T
T
T
S
S
Televisi
S
S
T
S
R
S
Obyek 3 Dimensi
R
T
R
R
R
R
Rekaman Audio
S
R
R
S
R
S
Programmed Instruction
S
S
S
T
R
S
Demonstrasi
R
S
R
T
S
S
Buku Tesk Tercetak
S
R
S
S
R
S
Keterangan : R = Rendah, S = Sedang, T = Tinggi 1 = Belajar informasi faktual 2 = Belajar pengenalan visual 3 = Belajar prinsip, konsep dan aturan 4 = Prosedur belajar
25
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
5 = Penyampaian keterampilan presepsi motorik 6 = Pengembangan sikap, opini dan motivasi
III. METODE PENELITIAN A. Metodologi Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini yaitu mengembangkan media berbasis augmented reality untuk menunjang pembelajaran siswa. Melihat pada tujuan tersebut maka penelitian ini menggunakan metode Penelitian dan Pengembangan atau dikenal juga dengan metode R&D (Research and Development), yaitu metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut. (Sugiyono, 2009:297). Menurut Borg and Gall (1989:782), yang dimaksud dengan metode penelitian dan pengembangan adalah “a process used to develop and validate educational product. The steps of this process are usually referred to as the R & D cycle, which consist of studying research finding pertinent to the product to be developed, developing the product based on the finding, field testing it in the setting where it will be used eventually, and revising it to correct the deficiencies found in the field-test data indicate that the product meet is behaviorally defined objectives”. B. Prosedur Penelitian Metode Research and Development yang dikembangkan Borg dan Gall (1989:784) di atas, secara lebih jelas lagi tahapannya dikemukakan sebagai berikut: •
Penelitian dan pengumpulan data (research and information collecting)
•
Perencanaan (planning)
•
Pengembangan draf produk (develop preliminary form of product)
•
Uji coba lapangan awal (preliminary field testing)
•
Merevisi hasil uji coba (main product revision)
•
Uji coba lapangan (main field testing)
•
Penyempurnaan produk hasil uji lapangan (operasional product revision)
•
Uji Pelaksanaan lapangan (operasional field testing)
•
Penyempurnaan akhir produk (final product revision)
•
Diseminasi dan implementasi (dissemination and implementation).
Sejalan dengan Borg, langkah-langkah penelitian dan pengembangan secara umum menurut Sugiyono (2009:409)
dapat
dilihat
dalam
gambar
berikut: C. Populasi dan Sampel Penelitian
26
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Populasi dalam penelitian ini adalah Para guru dan murid kelas V, VI Sekolah Dasar di Sekitar Kabupaten Karawang Jawa Barat. Dari populasi murid dan guru tersebut, kemudian diambil beberapa sampel sesuai dengan ketentuan sebagai subjek penelitian. D. Instrumen Penelitian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), instrumen didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melakukan sesuatu. Sedangkan penelitian memiliki arti pemeriksaan, penyelidikan, kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis. Dengan masing-masing pengertian kata tersebut di atas maka instrumen penelitian adalah semua alat yang digunakan untuk mengumpulkan, memeriksa, menyelidiki suatu masalah, atau mengumpulkan, mengolah, menganalisa dan menyajikan data-data secara sistematis serta objektif dengan tujuan memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis. Sesuai dengan prosedurnya penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, dan setiap tahapnya menggunakan instrumen tersendiri. Lebih jelasnya di gambar berikut:
Gambar 3.2 Instrumen Penelitian
Adapun instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu instrumen studi lapangan, instrumen validasi ahli, dan yang terakhir instrumen penilaian siswa. E. Teknik Analisis Data Secara keseluruhan data hasil penelitian dibagi menjadi dua, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Terhadap data kualitatif, yakni yang digambarkan dengan kata-kata atau kalimat yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara, dipisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan. Sedangkan data yang bersifat kuantitatif yang diperoleh dari hasil kuisioner validasi serta angket uji coba terbatas, diproses dengan menggunakan statistika deskriptif, meliputi teknik-teknik perhitungan statistika deskriptif serta visualisasi data seperti tabel. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada Bab ini disajikan hasil penelitian berupa aplikasi visual bangun ruang 3d berbasis Augmented Reality menggunakan perbandingan algoritma library ARToolkit dengan FLARToolkit, kemudian tahap selanjutnya pembahasan evaluasi disajikan dalam bentuk pengolahan data hasil kuosioner terhadap sampel beberapa guru dan murid kelas V, VI Sekolah Dasar di Sekitar Kabupaten Karawang Jawa Barat. A. Pembuatan Sistem Dalam membuat sebuah aplikasi augmented reality .maka terlebih dahulu harus mendownload semua library dan juga software yang digunakan untuk dapat membuat programnya, karena program tidak akan bisa di jalankan bila librarynya tidak ada, dan akan muncul banyak error dalam setiap baris program.
27
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
B. Pembuatan Program Aplikasi Bila menggunakan tool ARToolkit maka pertama-pertama adalah membuat animasi menggunakan pemrograman VRML, atau dapat menggunakan 3D max lalu di convert ke VRML, setelah animasi telah di buat maka selanjutnya di teruskan dengan pembuatan script object_data_VRML. Pada tool ARToolkit ini dapat dengan mudah membuat animasi dengan multi marker karena tool ini sudah sangat lengkap sehingga hanya dengan menambahkan program inisialisasi pattern dan animasi yang akan di jalankan saja. Seperti pada program object_data_vrml diatas maka dapat di mengerti bahwa pada setiap pattern di inisialisasikan animasi beserta marker yang akan di gunakan agar saat marker ditampilkan di depan camera maka animasi yang telah di deklarasikan akan di tampilkan di layar monitor. Berikut beberapa contoh model bangun ruang 3D menggunakan pendekatan Augmented Rality.
Gambar 4.1 Model bangun ruang Kubus 3D
Gambar 4.2 Model bangun ruang Balok 3D
28
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Gambar 4.3 Model bangun ruang Prisma Segitiga 3D
C. Hasil Pengujian Program Aplikasi ARToolkit VS Flartoolkit Pada bagian pengujian ini di jelaskan tentang pengujian program, analisa serta visualisasi objek 3D yang ditampilkan. Pengujian dilakukan dengan parameter pengujian berupa : •
Tingkat kecerahan cahaya (intensitas cahaya). Dan
•
Jarak Marker terhadap camera.
D. Evaluasi Instrument Penilaian Setelah dilakukan Implementasi dengan cara demontrasi aplikasi alat peraga geometri bangun ruang 3D dihadapan responden yang terdiri dari unsur para guru Sekolah Dasar, beberapa Mahasiswa Fasilkom Unsika yang mengambil mata kuliah Komputer Grafik dan Beberapa Siswa Sekolah Dasar Kelas V, VI di sekitar Kabupaten Karawang Jawa Barat. Selanjutnya dilakukan pembahasan evaluasi disajikan dalam bentuk umpan Balik pengolahan data hasil kuosioner terhadap sampel 20 orang guru Sekolah Dasar yang diberikan 9 pertanyaan yang menjadi parameter Aspek dan Indikator Penilaian Media, seperti dalam Tabel 3.1 dengan Kriteria Penilaian sesuai Tabel 3.2. Untuk mempermudah pembacaan hasil pengolahan data kuosioner ini, kami lengkapi dengan grafik presentasi. Pembuatan Aplikasi Alat Peraga Bangun Ruang 3D dan Pengolahan data hasil Kuosioner ini dilakukan di Laboratorium Komputer Fakultas Ilmu Komputer Universitas Singaperbangsa Karawang. E. Grafik Hasil dan Penjelasan Berikut ini deskripsi hasil kuisioner berdasarkan Grafik dilengkapi Penjelasan Hambatan yang menjadi faktor Kendala. Grafik Indikator Penilaian P1
29
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Gambar 4.4 Diagram Hasil Kuisioner Pertanyaan 1 (P1) Penjelasan Grafik Indikator Penilaian P1 : Aplikasi alat peraga telah secara keseluruhan mengarah pada tujuan pembelajaran materi geometri bangun ruang 3D bagi Sekolah Dasar, tanpa kendala yang berarti. Grafik Indikator Penilaian P2 :
Gambar 4.5 Diagram Hasil Kuisioner Pertanyaan 2 (P2) Penjelasan Grafik Indikator Penilaian P2 : Terjadi Kendala pada perbandingan durasi waktu pembelajaran materi yang sama antara yang menggunakan aplikasi alat peraga dengan yang tanpa menggunakan alat peraga selisih waktu sebesar 10 menit, hal ini juga didukung oleh hasil riset Jinseok Seo (2006), Namgyu Kim and Gerard J. Kim, dalam “Designing Interactions for Augmented Reality Based Educational Contents” yang menunjukkan bahwa penyajian materi pada kelas yang menggunakan alat peraga berbasis AR hanya diperlukan waktu 10 menit, dan penyajian
materi menggunakan alat peraga manual 15 menit, sedangkan kelas tanpa alat peraga
diperlukan waktu sekitar 20 menit.
30
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Gambar 4.6 Perbandingan durasi waktu penyajian materi V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Sebagai jawaban identifikasi masalah dan hipotesis penelitian maka dari hasil pengujian implementasi ini dapat diambil kesimpulan, bahwa : •
Dalam penelitian ini telah diberikan pedoman pembuatan aplikasi alat peraga bangun ruang 3D berbasis augmented reality, baik metode ARToolkit maupun Flartoolkit.
•
Tercatat hasil evaluasi instrument penilaian menunjukkan 85% atau sebagian besar guru berpendapat bahwa dengan adanya aplikasi alat bantu peraga bangun ruang 3D ini dinilai dapat meningkatkan pemahaman siswa Sekolah Dasar mengenai mata pelajaran matematika sub materi bangun ruang 3D. Begitu pula dengan menggunakan aplikasi ini ternyata 85% mempermudah tugas para guru dalam menyajikan materi, dan mempersingkat durasi waktu yang dibutuhkan dalam penyampaian materi. Tercatat selisih 10 menit antara pembelajaran yang menggunakan aplikasi dengan kelas pembelajaran yang tidak menggunakan aplikasi tersebut.
•
Model peraga bangun ruang 3D berbasis Augmented Reality ini ternyata 90% mampu menciptakan suasana baru yang lebih interaktif dalam pembelajaran matematika yang biasa terkesan membosankan bagi para siswa.
B. Saran Dari hasil pembahasan penelitian kuisioner dan wawancara dari para responden diperoleh saran dan masukan bahwa Aplikasi ini dapat di implementasikan dan kembangkan lebih baik lagi sehingga pembelajaran akan terlihat lebih menarik dan interaktif. DAFTAR PUSTAKA Abdullah S (2000), Wakiman T, Anggraini G “Materi Pembinaan Guru SD di Daerah” Yogyakarta : PPPG Matematika. Agus Suharjana (2008). “Pengenalan Bangun Ruang dan Sifat-sifatnya di SD” Paket Fasilitasi Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
31
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Kependidikan Matematika Yogyakarta. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan. Allen, W. H. (1974). “ Media stimulus and types of learning. In H. Hitchens (Ed.)”, Audiovisual instruction (pp. 7-12). Washington, DC: Association for Educational Communications and Technology. Alvaro José Rodrigues de Lima (2007), Gerson Gomes Cunha, Cristina Jasbinschek Haguenauer, Luciana Guimarães Rodrigues de Lima, “Torus Surfaces of Descriptive Geometry in Augmented Reality” Universidade Federal do Rio de Janeiro. Arikunto, Suharsimi. 2002. “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek”, Jakarta : Rineka Cipta. 2006. Azuma Ronald (2001), “Recent Advance in Augmented Reality”, Computer & Graphic, November, HRL Laboratories, LLC Borg dan Gall, M. Damien and R. Walter (1989) “Educational Research”. New York: Longman. Bruner, J. (1966). “Towards a theory of instruction”. Cambridge, MA: Harvard University Press. Chafied Muhammad (2010), “Brosur Interaktif Berbasis Augmented Reality”, Institut Teknologi Sepuluh November. Christian Kulas (2004), “Toward a development Methodology for Augmented Reality User Interface”, Technische Universitat Munchen. Darussalam Muhammad (2010), “Deteksi Berbasis Marker untuk Mengambil (Capture) Gambar" Copyright @2010 by ITS Library. Emir M. Husni (2011), “Perancangan Augmented Reality Volcano untuk Alat Peraga Museum”, Institut Teknologi Bandung.
32
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
EFEKTIVITAS KEGIATAN KULIAH NYATA MAHASISWA UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG TAHUN 2011 DAN 2012 Oleh : Budi Rismayadi Fakultas Ekonomi Manajemen Unsika PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang
Pada dasarnya bahwa kelembagaan pendidikan tinggi mengembangkan tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni Pendidikan-pengajaran, Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Ketiga dharma inilah yang kemudian diderivasikan ke dalam berbagai struktur kegiatan Perguruan Tinggi secara integrative dan holistic. Antara aspek yang satu dengan aspek yang lainnya dari Tri Dharma Perguruan Tinggi ini bersifat interdependensif. Karenanya, kegiatan yang dilaksanakan oleh Perguruan Tinggi sebagai masyarakat ilmiah, sudah tentu mesti merefleksikan semangat pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat yang mengacu pada peningkatan kualitas yang berkelanjutan dengan daya dukung kolektif dari seluruh Sivitas Akademika. Kuliah Nyata Mahasiswa (KNM) merupakan artikulasi dari semangat pengabdian pada masyarakat yang tidak lepas dari esensi pendidikan dan penelitian. Pengabdian pada masyarakat sebagai dasar utama adanya KNM tidak serta merta terlepas dari esensi pendidikan dan penelitian. Karenanya, struktur-struktur kegiatan KNM dengan focus utama pengabdian pada masyarakat tetap berada pada koridor kedua esensi tersebut. Secara histories, KNM sebagai pengganti Kuliah Kerja Nyata (KKN) dengan cikal bakalnya Pengabdian Mahasiswa Kepada Masyarakat (PMKM) yang digagas pada Tahun 1971, adalah wahana bagi mahasiswa untuk memberikan bantuan kepada masyarakat perdesaan dalam memecahkan persoalan pembangunan yang kemudian dijadikan sebagai kegiatan intrakurikuler yang wajib diikuti oleh mahasiswa (menjadi bagian dari kurikulum). Dalam perkembangannya KKN mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan dan pengembangan. 1971 – 1976 ketika pertama kali KKN dirintis disebut periode perintisan, tahun 1997-1979 disebut periode peralihan, tahun 1979-1990 disebut priode pemantapan, tahun 1990-1997 disebut periode pengembangan, tahun 1998-2005 disebut periode transpormasi, tahun 2004-2006 disebut periode KKN tematik konstekstual dan terakhir tahun 2006 – 2009 masuk ke periode KKN-PPM (Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran dan Pemberdayaan Masyarakat) yaitu KKN sebagai proses pembelajaran bagi mahasiswa sekaligus wahana pemberdayaan masyarakat. Sedangkan pada periode 2010 sampai dengan sekarang KNM Unsika kembali mengambil konteks Tematik. Pola ini direncanakan dan dilaksanakan secara sistematis berdasarkan tema yang digali dari potensi masyarakat, dirumuskan, dan dilaksanakan bersama masyarakat. Hal ini diharapkan dapat memacu kemampuan masyarakat dalam pengembangan diri dan wilayah sehingga kesejahteraannya meningkat. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka Universitas Singaperbangsa Karawang (UNSIKA) telah menetapkan KNM sebagai salah satu mata kuliah yang wajib ditempuh oleh mahasiswa didalam menyelesaikan beban Satuan Kredit Semester (sks) untuk jenjang pendidikan Strata Satu (S.1). Dalam konteks pelaksanaan KNM, sesuai dengan semangat kegiatan tersebut, maka sudah tentu perlu dibarengi dengan kajian terhadap aspek strategis eksternal, yakni aspek sosial kemasyarakatan dan pembangunan daerah kontemporer secara komprehensif. Harmonisasi antara kegiatan KNM dengan realitas sosial dan pembangunan daerah adalah didalam kerangka menempatkan kegiatan KNM secara tepat di tengah-tengah masyarakat terutama Kabupaten Karawang. Pada akhirnya UNSIKA dalam istilah sunda“kadenge, katempo jeung karasa gawena” bagi kepentingan masyarakat Kabupaten Karawang Sementara itu, Tri Dharma Perguruan Tinggi sesungguhnya harus dilaksanakan secara sinergis oleh seluruh Sitivitas Akademika, khususnya dosen dan mahasiswa dengan masyarakat luar kampus (Pemerintahan dan Swasta). Terlebih, kegiatan pendidikan yang dilaksanakan oleh setiap Fakultas bertujuan untuk membina dan mempersiapkan kemampuan professional mahasiswa sesuai dengan bidang keilmuan yang dipelajarinya. Kegiatan tersebut idealnya diperkaya dengan kegiatan penelitian baik penelitian untuk pengembangan keilmuan maupun yang berkaitan dengan pemecahan masalah praktis. Hasil penelitian ini bisa menjadi dasar bagi penyempurnaan kegiatan pendidikan di Perguruan Tinggi dan dapat diabdikan bagi kepentingan masyarakat. Oleh sebaba itu, kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat,
33
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
harus saling melengkapi dalam rangka meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan di Perguruan Tinggi. Melalui keterpaduan ketiga dharma tersebut, maka lulusan dari Perguruan Tinggi bukan hanya lulusan yang bermutu, tetapi juga berhasil dalam melakukan penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Dalam nafas dan semangat itulah, maka Tahun Akademik 2012/2013, UNSIKA mencoba mensinergikan ketiga dharma Perguruan Tinggi melalui kegiatan KNM dalam konteks Pengabdian pada Masyarakat. Melalui kegiatan ini, mahasiswa diberi kesempatan mengembangkan keahliannya (pendidikan keilmuan yang dipelajarinya di Fakultas masing-masing) sekaligus menerapkannya melalui kegiatan penelitian dalam kerangka Pengabdian pada Masyarakat sebagai bentuk karya nyata sesuai dengan bidang keilmuan yang dipelajarinya. Dengan spectrum ini, maka pada akhirnya keilmuan tidak bersifat “melangit”, tetapi “membumi”, karena mampu mengaplikasikan keilmuannya itu ke dalam dataran praktis sosiologiskemasyarakatan. Itulah sebabnya, paradigma baru KNM UNSIKA dalam konteks pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat ini adalah mengaplikasikan kemampuan professional mahasiswa sesuai dengan bidang keilmuan yang dipelajarinya didalam focus utama karya nyata terhadap kepentingan masyarakat. Hal ini membawa implikasi pada : 1. Thema kegiatan KNM UNSIKA disesuaikan dengan bidang keilmuan yang dipelajari mahasiswa, yang penerapannya mengacu pada masalah utama yang dihadapi oleh masyarakat; 2. Penetapan sasaran pelaksanaan kegiatan-kegiatan KNM UNSIKA agar disesuaikan, sehingga thema kegiatan relevan dengan bidang keilmuannya; 3. Adanya keberlanjutan kegiatan, artinya tidak berakhir pada saat KNM UNSIKA selesai dilaksanakan, sehingga Fakultas/Program Studi dapat memiliki Desa Binaan-nya masing-masing; 4. Adanya tindak lanjut dari kegiatan KNM UNSIKA dalam bentuk kegiatan intervensi dari Fakultas/Program Studi didalam partisipasi pembangunan daerah melalui kegiatan pengabdian pada masyarakat; 5. Adanya hasil atau manfaat yang dirasakan secara langsung oleh masyarakat secara berkelanjutan 6. Memungkinkan adanya program kerjasama antara UNSIKA dengan Pemerintah didalam pelaksanaan pembangunan daerah. Sejalan dengan perubahan paradigma tersebut, maka KNM Tematik dilaksanakan dengan berpijak pada prinsip-prinsip : 1. Keterpaduan aspek Tri Dharma Perguruan Tinggi; aspek pendidikan dan pengajaran, dan pengabdian kepada masyarakat yang berbasis penelitian menjadi landasan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan tolok ukur evaluasi KNM Tematik. 2. Pelestarian Tri Gatra KNM Tematik ; KNM Tematik dilaksanakan untuk mencapai pengembangan kepribadian mahasiswa (personality development), pemberdayaan masyarakat (community empowerment) dan pengembangan institusi (institutional development). 3. Empati-Partisipatif; KNM Tematik dilaksanakan untuk menggerakkan masyarakat dalam pembangunan melalui berbagai kegiatan yang dapat melibatkan, mengikutsertakan, dan menumbuhkan rasa memiliki masyarakat terhadap pembangunan. KNM Tematik dilaksanakan secara interaktif dan sinergis antara mahasiswa dan masyarakat. Konsekuensinya, keterlibatan kedua belah pihak dalam setiap kegiatan mutlak diperlukan. Keterlibatan itu dimulai sejak perencanaan program kegiatan lapangan, pelaksanaan, dan pengusahaan pendanaan. Untuk itu para mahasiswa dan pengelola KNM Tematik harus mampu mengadakan pendekatan sosio-kultural terhadap masyarakat sehingga lebih kooperatif dan partisipatif. 4. Interdisipliner; KNM Tematik dilaksanakan oleh mahasiswa yang berasal dari berbagai disiplin ilmu di lingkungan universitas dan pelaksanaannya dikoordinasikan oleh LPPM. Dalam operasionalnya mahasiswa mengembangkan mekanisme pola pikir dan pola kerja interdisipliner serta tema yang akan diambil untuk memecahkan permasalahan yang ada di lokasi KNM Tematik. 5. Komprehensif-Komplementatif dan berdimensi luas; KNM Tematik berfungsi sebagai pengikat, perangkum, penambah dan pelengkap kurikulum yang ada. Dengan demikan diharapkan mahasiswa peserta KNM Tematik mampu mengaktualisasikan diri secara profesional dan proporsional. 6. Realistis-Pragmatis; program-program kegiatan yang direncanakan pada dasarnya bertumpu pada permasalahan dan kebutuhan nyata di lapangan, dapat dilaksanakan sesuai dengan daya dukung sumber daya yang tersedia di lapangan, dan memberikan manfaat bagi masyarakat, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. 7. Environmental development; KNM Tematik dilaksanakan untuk melestarikan dan mengembangkan lingkungan fisik dan sosial untuk kepentingan bersama. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut diharapkan mahasiwa KNM Tematik mampu mengidentifikasi permasalahan yang ada di masyarakat dan mencari penyelesaiannya sesuai dengan sumber daya yang
34
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
dimiliki. Dengan harapan, masyarakat mampu berswadaya, berswakelola, dan berswadana dalam pembangunan. Perumusan Masalah Berdasarkan kepada latar belakang yang diungkapkan di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana efektivitas pelaksanaan kegiatan Kuliah Nyata Mahasiswa Universitas Singaperbangsa Karawang ?
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Efektivitas Mathis & Jackson (2001;104) mengemukakan, Efektivitas adalah ketepatan tujuan yang dapat dicapai atas pengelompokkan tugas dan tanggungjawab dari seorang karyawan, sedangkan menurut Malayu (2003;165) Efektivitas kerja adalah tercapainya sasaran yang ditetapkan baik secara eksplisit maupun implisit atas pengorbanan jasa jasmani dan pikiran seseorang dalam menghasilkan sesuatu (barang atau jasa) dengan tujuan untuk memperoleh prestasi tertentu. Jusuf Almasdi (1996;90) mengemukakan bahwa efektivitas adalah salah satu faktor dari ketiga faktor penting dalam suatu organisasi yang baik, yaitu efisiensi, efektivitas dan produktivitas, yang menitikberatkan pada peninjauan dari sudut kualitas sumber daya manusia, lebih lanjut beliau mendefinisikan bahwa efektivitas kerja adalah ketepatan suatu tindakan atau kesempurnaan (jaminan) yang dilakukan oleh seorang pekerja atas hasil pekerjaannya, sedangkan Malayu S.P Siagian (1997;151) mengungkapkan bahwa efektivitas kerja adalah penyelesaian pekerjaan tepat pada waktu yang telah ditetapkan, artinya apakah pelaksanaan tugas dinilai baik atau tidak sangat bergantung kepada bilamana tugas tersebut diselesaikan, dan tidak terutama menjawab pertanyaan bagaimana cara menyelesaikan dan berapa biaya yang dikeluarkan untuk itu. Adapun Mauled Mulyono (1993;4) mengemukakan dalam pengertian produktivitas, efektivitas kerja adalah hasil luaran atau hasil pelaksanaan kerja. Dalam kamus Inggris-Indonesia karangan Echols dan Shadily (1977 : 207), Efektivitas berasal dari kata “Effective”, yang artinya “Berhasil” atau “Ditaati”. Sedangkan menurut Emerson (dalam Handayaningrat, 1996 : 16), berpendapat bahwa efektivitas (effectiveness) adalah : “is masuring in term of attaining prescibed goals or objectives”. Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Selanjutnya Dunn, terjemahan Tim Universitas Gajah Mada, dalam konteks evaluasi analisis kebijakan (2000:640), memberikan kriteria tentang hasil-hasil pelaksanaan kebijakan, yaitu : • Efektivitas, sejauh mana hasil yang diinginkan dapat dicapai • Efisiensi, seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan masalah • Kecukupan, seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan masalah • Perataan, apakah biaya dan manfaat didistribusikan dengan merata kepada kelompok-kelompok yang berbeda. • Responsivitas, apakah hasil kebijakan memuasakan kebutuhan preferensi atau nilai kelompok tertentu • Ketepatan, apakah hasil (Tujuan) yang diinginkan, benar-benar berguna atau bernilai.
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi bagaimana efektivitas kegiatan Kuliah Nyata Mahasiswa yang dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Singaperbangsa Karawang (LPPM Unsika)
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi terhadap :
35
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
1.
Pengembangan Ilmu Pengetahuan Pengetahuan ini diharapkan dapat berguna bagi peningkatan pengetahuan keilmuan khususnya yang berkaitan dengan manajemen untuk pengambilan keputusan
2.
Perbaikan kelembagaan Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan informasi mengenai hasil dari evaluasi kegiatan Kuliah Nyata Mahasiswa sehingga dapat dijadikan sebagai alat untuk pengambilan keputusan dalam organisasi serta untuk memperbaiki kinerja lembaga pada kegiatan yang akan datang
3.
Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat Penelitian ini bisa juga dijadikan sebagai landasan informasi pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang dilaksanakan oleh dosen dilingkungan Unsika dan sebagai bahan rujukan bagi penelitian yang akan datang.
METODE PENELITIAN Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang menunjang penelitian ini, maka penulis melakukan pengumpulan data dengan cara sebagai berikut : Observasi langsung Yaitu pengamatan secara langsung terhadap aktivitas, menelaah catatan dan dokumen yang berhubungan dengan penelitian, sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas mengenai objek penelitian Wawancara Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya jawab langsung dengan pihak yang berkepentingan untuk dapat memperoleh penjelasan mengenai masalah yang akan diteliti, hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi yang relevan dengan masalah penelitian. Teknik Komunikasi Tidak Langsung Bentuk teknik komunikasi tidak langsung yang digunakan adalah kuisioner yaitu memberikan angket yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti kepada pihak-pihak yang terkait. Daftar pertanyaan/kuisioner dibagikan kepada responden, pertanyaan kuisioner disusun dengan jawaban tertutup dan terbuka sehingga responden bisa memilih jawaban yang disediakan dan mengisi jawaban untuk pertanyaan yang sifatnya terbuka. Metode Pengumpulan Data Rencana Populasi Unit analisis (populasi) dalam penelitian ini adalah kelompok mahasiswa peserta Kuliah Nyata Mahasiswa di setiap desa tempat dilaksanakannya kegiatan KNM pada tahun 2011 sebanyak 34 (tiga puluh empat) Desa di 4 (empat) Kecamatan dan pada tahun 2012 sebanyak 75 (Tujuh Puluh Lima) desa di 7 (Tujuh) Kecamatan, sehingga jumlah keseluruhan unit populasi sebanyak 109 (seratus sembilan) desa di 11 (sebelas) Kecamatan di Kabupaten Karawang.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil kuisioner yang telah disebarkan kepada responden pada kegiatan Kuliah Nyata Mahasiswa tahun akademik 2010/2011 dan 2011/2012 diperoleh data sebagai berikut :
36
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Dari tabel tersebut di atas apabila disusun data frekuensi untuk setiap pertanyaan pada peserta KNM tahun 2011 untuk responden sebanyak 34 (tiga puluh empat) dan pada tahun 2012 responden sebanyak 75 (tujuh puluh lima) Mahasiswa Ketua Kelompok Desa, maka hasil yang diperoleh disusun sebagai berikut : Pertanyaan mengenai kegiatan pembekalan KNM yang dilaksanakan oleh LPPM Unsika disusun dalam tabel sebagai berikut : Tabel 1 Hasil Rekapitulasi olah data lembar kuisioner 1 kepada responden peserta KNM Tahun 2011 dan 2012 2011 NO 1
PERTANYAAN
Kegiatan pembekalan KNM yang dilaksanakan oleh LPPM 2 Nara sumber pada kegiatan pembekalan 3 Perlengkapan yang diberikan kepada peserta KNM 4 Pembagian kelompok desa di fakultas 5 Pembagian Dosen pembimbing Lapangan 6 Aktivitas, hubungan dan kerjasama peserta dalam kelompok 7 Aktivitas dan peran Mahasiswa Koordinator Kecamatan 8 Aktivitas dan peran Mahasiswa Koordinator Kabupaten 9 Aktivitas pembimbingan dari dosen pembimbing lapangan 10 Aktivitas dan peran Dosen Koordinator Kecamatan 11 Dukungan lingkungan masyarakat terhadap kegiatan dilokasi KNM saudara 12 Kondisi infrastruktur dan pendukung lainnya di lokasi KNM saudara 13 Pembentukan Posdaya dilokasi KNM saudara Rata-rata
2012
skor 143
ket Sangat Baik
skor 285
ket Baik
130 112 123 127 129
Baik Cukup Baik Baik Baik Baik
286 246 263 290 300
Baik Cukup Baik Baik Baik Baik
128 117 145
Baik Baik Sangat Baik
254 236 298
Cukup Baik Cukup Baik Baik
144 143
Sangat Baik Sangat Baik
275 312
Baik Baik
115
Cukup Baik
278
Baik
143 130,7
Sangat Baik Baik
309 279, 3
Baik Baik
Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa rata-rata skor yang diberikan oleh Mahasiswa peserta KNM baik tahun 2011 dan 2012 berada pada rentang jawaban yang Baik namun demikian kita bisa menyimak beberapa data yang menunjukkan telah terjadi perubahan dari beberapa butir pertanyaan yang terjadi antara tahun 2011 dengan tahun 2012 berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh mahasiswa antara lain dijelaskan sebagai berikut : a. Butir pertanyaan Kegiatan Pembekalan yang dilaksanakan oleh LPPM, mahasiswa KNM tahun 2011 menyatakan bahwa pelaksanaannya Sangat Baik, sedangkan mahasiswa KNM tahun 2012 menyatakan kegiatannya Baik, hal ini disebabkan karena secara kuantitas jumlah peserta kegiatan KNM yang mengikuti kegiatan Pelatihan untuk tahun 2012 lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2011 sehingga pengaturan kegiatannyapun berbeda. b. Butir Pertanyaan Aktivitas dan peran Mahasiswa Koordinator Kecamatan, mahasiswa KNM tahun 2011 memberikan pernyataan Baik, sedangkan mahasiswa peserta KNM tahun 2012 memberikan pernyataan Cukup Baik, c. Butir Pertanyaan Aktivitas dan peran Mahasiswa Koordinator Kabupaten, mahasiswa KNM Tahun 2011 menyatakan Baik, sedangkan mahasiswa KNM tahun 2012 menyatakan Cukup Baik. d. Butir Pertanyaan Aktivitas Pembimbingan dari Dosen Pembimbing Lapangan, mahasiswa KNM Tahun 2011 menyatakan Sangat Baik, sedangkan mahasiswa KNM tahun 2012 menyatakan Baik. e. Butir Pertanyaan Aktivitas dan Peran Dosen Koordinator Kecamatan, mahasiswa KNM tahun 2011 menyatakan Sangat Baik, sedangkan mahasiswa KNM tahun 2012 menyatakan Baik.
37
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
f.
g. h.
Butir Pertanyaan Dukungan Lingkungan Masyarakat terhadap Kegiatan KNM dilokasi, mahasiswa KNM tahun 2011 menyatakan Sangat Baik, sedangkan mahasiswa KNM tahun 2012 menyatakan Baik. Butir Pertanyaan Kondisi infrastruktur dan pendukung lainnya di lokasi KNM saudara, mahasiswa KNM tahun 2011 menyatakan Cukup Baik sedangkan mahasiswa KNM tahun 2012 menyatakan Baik. Butir Pertanyaan Pembentukan Posdaya dilokasi KNM saudara, mahasiswa KNM tahun 2011 menyatakan Sangat Baik, sedangkan mahasiswa KNM tahun 2012 menyatakan Baik. Tabel 2
Hasil Rekapitulasi olah data lembar kuisioner 2 kepada responden peserta KNM Tahun 2011 dan 2012 NO
PERTANYAAN
2011 Skor
Keterangan
2012 Skor
Keterangan
1
Kegiatan KNM sangat berguna bagi mahasiswa
155
Sangat Setuju
335
Sangat Setuju
2
Kegiatan KNM memberikan manfaat besar bagi masyarakat desa Mahasiswa Koordinator Kecamatan dapat membantu kegiatan dilokasi KNM saudara Dosen pembimbing lapangan dapat membantu kegiatan KNM saudara Dosen Koordinator Kecamatan dapat membantu kegiatan dilokasi KNM saudara Aparat pemerintahan desa mendukung program saudara Lingkungan masyarakat mendukung kegiatan di lokasi KNM saudara LPPM Unsika perlu menindaklanjuti program yang dilaksanakan peserta KNM di tiap lokasi Posdaya perlu dibentuk disetiap dusun Posdaya perlu lebih dikembangkan
143
Sangat Setuju
322
Sangat Setuju
130
Setuju
270
Setuju
152
Sangat Setuju
325
Sangat Setuju
133
Setuju
265
Setuju
136
Setuju
317
Sangat Setuju
138
Setuju
314
Setuju
157
Sangat Setuju
298
Setuju
132
Setuju
262
Setuju
155
Sangat Setuju
320
Sangat Setuju
156
Sangat Setuju
317
Sangat Setuju
144,27
Sangat Setuju
304
Setuju
3 4 5 6 7 8 9 10 11
Posdaya harus menjadi program bersama dengan pemerintah daerah Rata-rata
Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa rata-rata skor yang diberikan oleh Mahasiswa peserta KNM baik tahun 2011 dan 2012 berada pada rentang jawaban yang mengalami perubahan dari sangat setuju menjadi Setuju, kita bisa menyimak beberapa data yang menunjukkan telah terjadi perubahan tersebut dari beberapa butir pertanyaan yang terjadi antara tahun 2011 dengan tahun 2012 berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh mahasiswa antara lain dijelaskan sebagai berikut : a. Butir pertanyaan Aparat Desa Mendukung Program KNM, mahasiswa KNM tahun 2011 menyatakan Setuju, sedangkan mahasiswa KNM tahun 2012 menyatakan Sangat Setuju. b. Butir Pertanyaan LPPM Unsika perlu menindaklanjuti program yang dilaksanakan peserta KNM di tiap lokasi, mahasiswa KNM tahun 2011 memberikan pernyataan Sangat Setuju, sedangkan mahasiswa peserta KNM tahun 2012 memberikan pernyataan Setuju,
KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis pada Bab sebelumnya, maka dihasilkan beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan efektivitas kegiatan KNM Universitas Singaperbangsa Karawang tahun 2011 dan tahun 2012 antara lain sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil olah kuisioner 1, dari mahasiswa yang diberikan kepada peserta KNM tahun 2011 sebanyak 34 kelompok desa, diperoleh data bahwa rata-rata jawaban kuisioner kesatu menyatakan bahwa aktivitas kegiatan KNM tahun tersebut dari mulai tahap perencanaan, pembekalan hingga pembentukan Posdaya dinyatakan dengan rata-rata skor sebesar 130,7 berada pada rentang skala
38
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Baik. Sedangkan tahun 2012 sebanyak 75 kelompok desa berada pada rata-rata skor sebesar 279,3 dengan rentang skala Baik. 2. Berdasarkan hasil analisis terkait dengan hasil olah kuisioner 1, terdapat beberapa butir kuisioner yang mengalami penurunan tingkat skor antara tahun 2011 dan 2012 yaitu Kegiatan Pembekalan, dari sangat baik menjadi baik, Peran Mahasiswa Koordinator Kecamatan dan Kabupaten (butir pertanyaan 7 dan 8) dari baik menjadi cukup baik, Pembimbingan DPL, peran dosen Koordinator Kecamatan, daya dukung masyarakat, pembentukan posdaya, dari sangat baik menjadi baik, sedangkan yang mengalami peningkatan hanya satu yaitu Kondisi infrastruktur pendukung dari cukup baik menjadi baik. 3. Berdasarkan hasil olah kuisioner 2, dari mahasiswa yang diberikan kepada peserta KNM tahun 2011 sebanyak 34 kelompok desa, diperoleh data bahwa rata-rata jawaban kuisioner kedua menyatakan bahwa aktivitas kegiatan KNM tahun tersebut dari mulai Kegunaan, Manfaat hingga keberlanjutan program dinyatakan dengan rata-rata skor sebesar 144,27 berada pada rentang skala Sangat Setuju. Sedangkan tahun 2012 sebanyak 75 kelompok desa berada pada rata-rata skor sebesar 304 dengan rentang skala Setuju. 4. Berdasarkan hasil analisis terkait dengan hasil olah kuisioner 1, terdapat beberapa butir kuisioner yang mengalami penurunan tingkat skor antara tahun 2011 dan 2012 yaitu Dukungan aparat desa terhadap program KNM dari setuju menjadi sangat setuju, kemudian butir pertanyaan mengenai LPPM perlu menindaklanjuti program yang telah dilaksanakan oleh peserta KNM di desa dari sangat setuju menjadi setuju
B. SARAN 1. Diharapkan agar kegiatan KNM dapat dipertahankan khususnya berkaitan dengan proses perencanaan dan pembekalan kepada mahasiswa yang perlu lebih ditingkatkan mengingat tahun yang akan datang jumlah peserta KNM semakin banyak 2. Keberhasilan kegiatan merupakan hasil dari kerja team pelaksana kegiatan KNM sehingga disarankan agar koordinasi dilakukan lebih baik khususnya dari kepanitiaan dan para koordinator kecamatan dan kabupaten baik dari mahasiswa maupun dari dosen 3. Program yang dihasilkan oleh para mahasiswa pada pelaksanaan kegiatan KNM hendaknya dapat ditindaklanjuti dan berkesinambungan oleh LPPM sehingga hasil akhir kegiatan dapat terukur
Daftar Pustaka Ahmadi, Abu. 1982. Psikologi Sosial, Surabaya PT. Bina Ilmu Bilton, Tony, Kevin Bonnet, Philip Jones, Michelle Stanworth, Ken Sheard, dan Andrew Webster, 1981. Introductory Sociology. Hongkong ; The Macmillan Press. Ltd. Henry Simamora, 2003. Manajemen Sumberdaya Manusia, Edisi 3 Yogyakarta; BP STIE YKPN Jusuf, Almasdi, 1996. Aspek Mental dalam Manajemen Sumberdaya Manusia, Jakarta Ghalia Indonesia Malayu Hasibuan, 1996. Manajemen Dasar Pengertian dan Masalah, Edisi 2 Jakarta Toko Gunung Agung Malayu Hasibuan, 2003. Manajemen Sumberdaya Manusia Edisi Revisi Jakarta. PT Bumi Aksara Mathis L. Robert and Jackson Jhon. H, 2001. Manajemen Sumberdaya Manusia Terjemahan Jimmy Sadeli, Jakarta Salemba Empat Robin Stephen P, 1991, Organizational Behavior, 5th Edition new Jersey; Prantice Hall int. Robin Stephen P, Mary Coulter, 1999, Manajemen Edisi 6 Terjemahan T. Hermaya Jakarta; Prenhallindo Hani Handoko.t, 2003. Manajemen Edisi 2 Yogyakarta; BPFE-Yogyakarta
39
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
ANALISIS KUALITAS TUAS REM BELAKANG SEPEDA MOTOR DI INDUSTRI KECIL PT.X DENGAN METODE TAGUCHI Oleh : Iwan Nugraha Gusniar ABSTRAK Produk yamg dihasilkan yaitu tuas rem belakang yaitu Suku Cadang atau komponen untuk kendaraan roda dua/ sepeda motor. Dalam proses pembuatan ini masih banyak di temukan produk yang tidak sesuai dengan standar mutu diantaranya lubang bergerigi tumpul, dimana produk yang tidak sesuai dapat mengakibatkan produk tidak dapat di jual, bahkan kepercayaan konsumen berkurang. Oleh karena itu pengendalian mutu harus dilakukan dengan cara mengidentifikasi permasalahan yang menyebabkan timbulnya cacat produk tersebut. Dalam kaitannya dengan permasalahan tersebut, maka peneliti memberikan usulan tentang peningkatan mutu dengan mengendalikan penyimpangan yang terjadi selama proses penggigian tuas rem belakang, kemudian di analisa dengan menggunakan Metode Taguchi. Penganalisaan data dilakukan dengan menggunakan desain eksperimen Taguchi, sehingga mendapatkan hasil yang optimal, berupa tabel dari faktor-faktor kontrol yang mempengaruhi kualitas tuas rem belakang, seperti: pahat yang di gunakan, ketebalan material, cairan gromus dan bahan baku yang di pilih.
Kata kunci: Jenis cacat, Proses, Metode Taguchi, Kualitas
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Semakin ketatnya persaingan di bidang usaha, menuntut pengusaha baik di industri kecil, sampai industri yang berskala besar dapat mengetahui keinginan konsumen. Ketatnya persaingan ini mengakibatkan perusahaan dituntut untuk meningkatkan kulitas produk yang di hasilkannya. Demikian pula dalam bidang komponen kendaraan bermotor. Untuk mencapai itu, sebuah industri kecil yang berada di kabupaten Karawang-Jawa Barat yang memproduksi suku cadang kendaraan bermotor terutama komponen kendaraan bermotor roda dua yaitu ”tuas rem belakang” yang bermasalah dengan lubang bergerigi mempunyai komitmen untuk berusaha meningkatkan kualitas tuas rem belakang tersebut, dengan menerapkan sistem pengendalian mutu, tujuan dari penerapan pengendalian ini adalah menghasilkan produk yang sesuai dengan standar. Dalam kaitannya, maka peneliti memberikan usulan tentang usaha peningkatan mutu, dengan mengendalikan penyimpangan yang terjadi selama proses produksi dan mengontrol semua tahapan proses dari mulai pemilihan bahan baku sampai tahap proses akhir/ pengecekan, memeriksa kondisi mesin dan semua peralatan yang digunakan agar proses produksi berjalan secara optimal dan juga di analisa dengan menggunakan Metode Taguchi. Dimana tujuan dari Metode Taguchi adalah perbaikan proses dan desain produk melalui identifikasi faktor-faktor kontrol dan settingnya. Dengan demikian, produk yang lebih stabil dan bermutu tinggi dapat diperoleh [6]. TINJAUAN PUSTAKA Dalam melakukan kegiatan kerja agar pekerjaan bisa efektif dan efisien serta menghasilkan produk sesuai standar yang di harapkan, sebuah industri dalam proses produksi atau pembuatan produk perlu melakukan kegiatan sesuai dengan tahapan prosesnya, dari mulai pemilihan bahan baku sampai dengan proses kontrol produk yang sudah jadi. Kualitas memiliki definisi yang berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan oleh bervariasinya penerapan kata kualitas diberbagai bidang kehidupan. Oleh karena itu persepsi orang mengenai kualitas bervariasi. Vincent Garperz mendefinisikan kualitas dalam konteks peningkatan proses adalah bagaimana baiknya kualitas suatu produk itu memenuhi spesifikasi dan toleransi yang ditetapkan oleh bagian desain dan pengembangan dari suatu perusahaan [5]. Spesifikasi dan toleransi yang ditetapkan oleh bagian desain dan pengembangan produk yang disebut sebagai kualitas desain harus berorientasi kepada kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.
40
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Taguchi mendefinisikan kualitas dalam cara yang negatif, yaitu kerugian pada masyarakat sejak produk dikirimkan [1]. Kerugian ini termasuk biaya ketidakpuasan konsumen, yang akan mengakibatkan kerugian reputasi dan niat baik perusahaan. Pengendalian Kualitas Secara umum pengendalian kualitas dapat diartikan sebagai suatu sistem yang tepat untuk memadukan usaha pengembangan, pelestarian, dan upaya peningkatan kualitas di dalam perusahaan, guna mencapai kesesuaian untuk dipakai dan kepuasan pemakai. Metode Taguchi Metode Taguchi dicetuskan oleh Genichi Taguchi pada tahun 1959 saat mendapat tugas untuk memperbaiki sistem komunikasi di Jepang. Tujuan Metode Taguchi adalah perbaikan proses dan desain produk melalui identifikasi faktor-faktor kontrol dan settingnya [1]. Dengan demikian, produk yang lebih stabil dan bermutu tinggi dapat dipeoleh. Tujuh Poin Taguchi Terdapat tujuh poin dari Taguchi yang membedakan pendekatan Taguchi dari pendekatan tradisional dalam menjamin kualitas [8], yaitu : 1. Dimensi penting dari kualitas produk yang diproduksi adalah total kerugian yang diteruskan oleh produk tersebut ke konsumen. 2. Dalam era ekonomi yang penuh persaingan, perbaikan kualitas secara terus menerus dan pengurangan biaya adalah penting untuk dapat bertahan dalam bisnis. 3. Perbaikan yang terus menerus meliputi pengurangan variasi dari karakteristik produk dari nilai target mereka. 4. Kerugian yang diderita konsumen akibat produk yang bervariasi seringkali mendekati proporsi deviasi kuadrat dari karakteristik dari nilai targetnya. 5. kualitas akhir dan biaya proses produksi ditentukan oleh perluasan yang besar dari desain engineering dari produk dan proses produksinya. 6. Variasi dari produk atau proses dapat dikurangi dengan mengeksplotasi dampak tidak linier dari parameter produk dan proses pada karakteristiknya. 7. Desain eksperimen statistik dapat digunakan untuk mengidentifikasi parameter dari produk atau proses yang akhirnya dapat mengurangi variasi. Kelebihan dan Kekurangan Metode Taguchi Kelebihan dari penggunaan Metode Taguchi adalah : 1. Dapat mengurangi jumlah pelaksanaan percobaan dibandingkan jika menggunakan percobaan lain, sehingga dapat menghemat waktu dan biaya. 2. Dapat melakukan pengamatan terhadap rata-rata variasi karakteristik kualitas sekaligus, sehingga ruang lingkup pemecahan masalah lebih luas. 3. Dapat mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap karakteristik kualitas melalui perhitungan dan Metode Average dan Rasio S/N sehingga faktor-faktor yang berpengaruh tersebut dapat diberikan perhatian khusus. Kekurangan dari penggunaan Metode Taguchi ini adalah akan terjadi pembaruan beberapa interaksi oleh faktor utama jika percobaan dilakukan dengan banyak faktor dan interaksi atau pemilihan rancangan percobaan tidak sesuai. Akibatnya keakuratan hasil percobaan akan berkurang, jika interaksi yang diabaikan tersebut benar-benar berpengaruh terhadap karakteristik yang diamati. Langkah-langkah Percobaan Taguchi Pada Metode Taguchi ini dapat dilanjutkan perhitungan dan pengujian data untuk mendapatkan suatu kondisi dimana hasil dari proses mencapai kondisi optimum. Dalam perhitungan tersebut, dapat terlihat seberapa besar kontribusi masing-masing faktor terhadap karakteristik produk. 1. Perhitungan Main Effect Yang dimaksud dengan Main Effect adalah pengaruh dari masing-masing faktor dan interaksi terhadap hasil. Perhitungan Main Effect terbagi menjadi dua Metode yaitu Metode Averrge/Metode standar (Metode rata-rata) dan Metode Rasio S/N (Signal to noise). 2. Metode Average Perhitungan dengan Metode ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh dari masingmasing faktor dan interaksi terhadap nilai tengah dari hasil yang diharapkan. 3. Metode Rasio S/N (Signal to Noise)
41
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Perhitungan dengan Metode ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh dari masingmasing faktor dan interaksi terhadap sebaran atau varians dari hasil yang diharapkan. Persamaan yang digunakan pada rasio S/N untuk tipe smaller is the best [8] :
1 r 2 S / N = − 10 Log ∑ Yi Dimana :Yi= nilai kekuatan tarik hasil pengamatan. n i =1 n = jumlah pengulangan. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Ingin mengetahui sampai sejauh mana kualitas produksi yang dihasilkan antara industri kecil dengan industri besar. 2. Sebagai masukan untuk melakukan perbaikan pada proses produksi. 3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas tuas rem belakang dan faktorfaktor yang diperkirakan sebagai penyebab cacat. Manfaat untuk peneliti yaitu menambah wawasan tentang teori dan praktek penerapan metode yang di gunakan yang juga manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat kampus sebagai bukti aplikasi dari metode yang di gunakan, sedangkan untuk perusahaan dapat memberikan sesuatu yang berguna. METODE PENELITIAN Diagram Alir Pemecahan Masalah Studi
luan Identifikasi Studi Tujuan Pengumpulan Data Data kondisi proses Penggigian Metode Taguchi
Analisis Data Hasil Percobaan : a. Metode Average b. Metode Rasio S/N
Percobaan Konfirmasi
Kesimpulan Pengumpulan Data Data Produk Cacat Tabel Jenis dan Jumlah Produk Cacat tahun 2012.
42
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Data Produk Cacat tahun 2011 sesuai Peringkat.
Data Produk Cacat tahun 2012 sesuai Peringkat.
43
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Grafik Produk Cacat untuk semua Jenis Produk.
Dari data diatas, penulis memutuskan bahwa produk tuas rem belakang type ANF EXP untuk dijadikan topik penelitian, mengingat presentasi cacatnya paling besar. Peta Kontrol Data Persentase Cacat Tuas Rem Belakang.
Data Proses Produksi Proses produksi tuas rem belakang berlangsung sesuai tahapan-tahapan berikut No Process Gambar Nama Mesin Keterangan 1
Pemilihan Material
Tidak ada
Dilakukan manual
2
Blanking
Blanking 80
Buatan sendiri
3
Bending satu
Bending 1.60
Buatan sendiri
4
Pierching
Pierching 60
Buatan sendiri
5
Bending dua
Bending 2.30
Butan sendiri
44
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
6
Proses las titik
Spot Welding
Hidrolik
7
Broaching
Broaching Set
Banyak reject/cacat
8
Chempering
Tidak Ada
Sikat kawat
9
Plating
Tidak Ada
Cairan logam
10
Pengecekan
Tidak ada
Cek visual
Berdasarkan Gambar diketahui bahwa tingkat kecacatan produk untuk tuas rem belakang type ANF EXP banyak terjadi pada proses Broaching, yaitu saat proses penggigian, pada proses tersebut banyak ditemukan produk cacat.
Proses Perbaikan dengan Metode Taguchi Perbaikan dengan Metode Taguchi dilakukan untuk mendapatkan kondisi optimal dengan kondisi yang ada pada industri kecil. Percobaan ini digunakan atas dasar pertimbangan bahwa faktor bahan baku (raw material) dan proses dinyatakan sebagai faktor dominan yang berpotensi sebagai penyebab terjadinya cacat. Diketahui bahwa faktor yang berpengaruh terhadap rendahnya kapabilitas proses pada proses produksi tuas rem belakang adalah penanganan Material, Mesin dan lain sebagainya. Untuk lebih jelasnya seperti ditunjukkan pada Gambar berikut: Mesin
Manusia Tidak dsiplin
Kurang pelatihan
Metode kerja Kurang kontrol
Setting Mesin
Kurang peralatan Tidak aman Lubang bergerigi Tercampur Tidak teratur Tidak standar Kotor
Gambar Diagram Sebab Akibat. Material
Lingkungan Kerja
Dari diagram Sebab Akibat yang ada, faktor-faktor penyebab timbulnya cacat adalah : 1. Faktor Manusia a. Operator kurang disiplin dan teliti dalam melakukan pekerjaannya sehingga selalu ada produk cacat yang di produksi. b. Kurangnya tenaga terampil dalam pengawasan sehingga banyak produk cacat terlewatkan. 2. Faktor Material a. Ada kalanya material yang di gunakan kualitasnya kurang dari standar yang telah di tentukan oleh perusahaan. b. Perlakuan material yang kurang baik dan teliti sehingga material tercampur antara yang masuk standar dengan yang tidak masuk standar. 3. Faktor Mesin a. Adanya mesin yang mengalami kerusakan tetapi di paksakan, sehingga produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang di harapkan.
45
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
b.
4.
5.
Kurang tersedianya peralatan untuk perbaikan sehingga timbulnya masalah-masalah kecil pada mesin mengakibatkan mesin tidak dapat di operasikan. Faktor Lingkungan Kerja a. Kurangnya operator menjaga kebersihan lingkungan kerja, membuat lingkungan kerja menjadi kotor dan tidak nyaman. b. Area operator dan mesin terlalu dekat membuat tidak leluasa bergerak. Faktor Metode Kerja a. Standar kerja diabaikan akibatkannya sering terjadi kecelakaan kerja. b. Settingan mesin Kurang baik dan tidak dilakukan pemeriksaan secara berkala mengakibatkan selalu timbulnya produk yang cacat.
Jumlah Faktor dan Level pada Percobaan Taguchi. Faktor Parameter Level 1 A B C D
Material yang dipilih Ketebalan material Pahat yang digunakan Cairan Gromus(Air&Oli)
SPHC 3.0 mm Jepang 70% Air+30%Oli
Level 2 SPCC 3.2 mm Taiwan 75% Air+25%Oli
Pengolahan Data Metode Average Perhitungan kontribusi rata-rata tiap level faktor adalah: A1 = ¼ (10% + 8% + 2% + 6%) = 6,5% A2 = ¼ (5% + 10% + 2% + 12%) = 7,0% B1 = ¼ (10% + 8% + 5% + 10%) = 8,0% B2 = ¼ (2% + 6% + 2% + 12%) = 5,5% C1 = ¼ (10% + 2% + 5% + 2%) = 5,5% C2 = ¼ (8% + 6% + 10% + 12%) = 9,0% D1 = ¼ (10% + 6% + 10% + 2%) = 7,0% D2 = ¼ (8% + 2% + 5% + 12%) = 6,5% Hasil ini menunjukan bila faktor A diganti dari A2 ke A1, persentase cacatnya akan turun dari 7% menjadi 6,5% dibawah kondisi eksperimen. Dengan cara yang sama B1 dan B2 dapat dibandingkan dengan membandingkan rata-rata untuk eksperimen dengan level B1 (eksperimen 1,2,5 dan 6) dengan rata-rata untuk eksperimen dengan level B2 (eksperimen 3,5,7 dan 8) Perhitungan Rasio S/N untuk setiap Percobaan.
Tabel respon dari pengaruh faktor.
46
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Metode Rasio S/N Metode Taguchi telah mengembangkan konsep rasio S/N (rasio Signal to Noise) untuk eksperimen yang melibatkan banyak faktor. Eksperimen yang demikian sering disebut eksperimen faktor ganda. Tujuan eksperimen faktor ganda dalam bentuk perancangan kokoh adalah untuk meminimalkan sensitivitas karakteristik kualitas terhadap faktor gangguan. Persamaan yang digunakan pada rasio S/N untuk tipe smaller the better
1 r S / N = − 10 Log ∑ Yi 2 n i =1 Dimana : Yi = nilai kekuatan tarik hasil pengamatan n = jumlah pengulangan Untuk matrik ortogonal L8(27), rasio S/N untuk setiap percobaan bisa dihitung dengan memasukkan nilai %NG kedalam rumus diatas. Contoh perhitungan untuk percobaan 1, adalah:
1 r 2 S / N = − 10 Log ∑ Yi n i =1 S / N = − 10 Log 10% 2 = 20
[
]
Perhitungan Rasio S/N untuk setiap Percobaan.
Perhitungan kontribusi rata-rata tiap level faktor adalah: A1 = ¼ (20 + 21.95% + 33.98% +25.55%) = 25.1% A2 = ¼ (27.96 + 20% + 33.98% + 18.52%) = 25.1% B1 = ¼ (20% + 21.95% + 27.96% + 20%) = 22.5% B2 = ¼ (33.98% + 25.55% + 33.98% + 18.52%) = 27.7% C1 = ¼ (20% + 33.98% + 27.96% + 33.98%) = 29% C2 = ¼ (21.95% + 25.55% + 20% + 18.52%) = 21.2% D1 = ¼ (20% + 25.55% + 20% + 33.98%) = 25.6% D2 = ¼ (21.95% + 33.98% + 27.96% + 18.52%) = 25.6% Grafik Respon dari Pengaruh Faktor.
47
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Perhitungan Rasio S/N untuk setiap Percobaan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari penelitian mengenai persentase produk cacat kualitas tuas rem belakang pada proses Broaching pada industri kecil dengan Metode Taguchi, dapat disimpulkan beberapa hal berikut: 1. Berdasarkan analisis Metode Taguchi di dapatkan faktor-faktor yang berpengaruh secara nyata terhadap rata-rata maupun persentase cacat yaitu: a. Pahat yang di gunakan,dari jepang (faktor C level 1). b. Ketebalan material, 3.2 mm (faktor B level 2). c. Cairan Gromus (air+oli), 75% air+25% oli (faktor D level 2). d. Bahan baku yang di pilih, SPHC (faktor A level 1). 2.
Dari faktor-faktor yang telah diketahui pengaruhnya, maka didapat kondisi optimum berdasarkan kombinasi dan level yang berbeda. Faktor-faktor berpengaruh tersebut di set pada kondisi kombinasi dan level optimum yang di harapkan dapat menurunkan variasi. Kondisi optimum tersebut adalah:
Hasil dari Kesimpulan Penelitian. Faktor Parameter A B C D
Material yang dipilih Ketebalan material Pahat yang digunakan Cairan Gromus (Air&Oli)
Level
Setting
1 2 1 2
SPHC 3.2 mm Jepang 75% Air + 25% Oli
Saran Selain itu penulis kiranya dapat memberikan saran-saran yang dapat diterima dan dijadikan sebagai masukan oleh pihak industri kecil,yaitu : 1. Metode Taguchi telah terbukti dapat menciptakan peningkatan mutu produk melalui pengurangan variabilitas proses. Sekiranya Metode ini dapat digunakan pada karakteristik mutu lainntya pada proses broaching. 2. Industri kecil dapat meningkatkan kemampuan karyawan dengan mengikuti pelatihan-pelatihan, karena kemampuan karyawan berpengaruh terhadap output yang di hasilkan. 3. Peningkatan Preventive maintenance juga di perlukan dalam upaya meningkatkan kemampuan proses. Hal ini di perlukan guna menjaga kondisi mesin agar tetap dalam kondisi baik dan memastikan tidak ada komponen-komponen yang rusak maupun tidak berfungsi sebagaimana mestinya, yang biasa berakibat buruk pada output yang dihasilkan. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4.
Bagci, Tapan P.,1993 “Taguchi Method Explained : Practical Step to Robust Design”. Prentice Hall of India Private Limited, New Delhi. Belavendram, Nicolo, 1995, Quality By Design : “Taguchi Technique for Industrial Experimentation”, United kingdom Prentice Hall. Buku Panduan, 2000. PT. Cipta Unggul Karya Abadi, “Proses Pembuatan Arm Rear Brake”. Daryanto,Drs., 1987 “Mesin Pengerjaan Logam”, PT. Tarsito Bandung.
48
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
5. 6. 7. 8. 9. 10.
Gaspersz, Vincent, 2003, “Metode Analisis Untuk Peningkatan Kulitas”, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Irwan Soejanto, 2009, “Desain Eksperimen dengan Metode Taguchi”, GRAHA ILMU, Yogyakarta. Rochim, Taufiq, 1993“Teori dan Teknologi Proses Permesinan”, ITB, Bandung. Ross, Phillip J., 1996, “Taguchi Techniques for Quality Engineering”: Loss Funtion, Ortogonal Eksperimen, Parameter and tolerance Design”, McGraw Hill International Editions, New York. Sutalaksana, Iftikar Z., dkk, 1979, “Teknik Tata Cara Kerja”, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Wiryosumarto, Harsono Prof.Dr.Ir.,1985. “Teknologi Pengelasan Logam”, Cetakan ketiga, PT.Pradnya Paramita, Jakarta.
49
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
PENDEKATAN ASPEK SPIRITUAL DALAM MENYIAPKAN MENTAL SISWA MENGHADAPI UJIAN NASIONAL DI MADRASAH ALIYAH NEGERI SE-KABUPATEN KARAWANG Oleh : Iwan Hermawan, Oyoh Bariah & H. Ibrahim Abstrak Ujian Nasional (UN) kerap menjadi momok yang menakutkan bagi banyak siswa. Banyak sekali upaya-upaya yang dilakukan untuk sukses menghadapi UN. Baik itu upaya jelek atau upaya yang baik. Para siswa itu rela mengikuti les-les seharian penuh bahkan ada yang sampai malam. Mereka rela mengikuti hal tersebut untuk mendapatkan selembar kertas yang berisi angka-angka yang melebihi standar kelulusan. Bahkan untuk mensukseskan UN, tak jarang para siswa maupun guru melakukan kecurangan-kecurangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya madrasah aliyah negeri se-kabupaten Karawang menyiapkan mental siswa melalui pendekatan aspek spiritual dan pengaruh pendekatan aspek spiritual dalam menyiapkan mental siswa menghadapi ujian nasional di madrasah aliyah se-kabupaten karawang. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, penyebaran angket, wawancara dan kepustakaan. Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya diadakan pengolahan dan analisa data.Untuk data hasil observasi digunakan penafsiran logika, data hasil angket digunakan skala prosentasi, data hasil wawancara dijadikan sebagai pembanding dari hasil data angket, sedangkan data kepustakaan dijadikan sebagai referensi kegiatan. Hasil penemuan dari penelitian tentang upaya madrasah aliyah negeri se-kabupaten Karawang menyiapkan mental siswa melalui pendekatan aspek spiritual ini membuktikan bahwa keberadaannya mampu memberikan tambahan bagi kesiapan mental siswa dalam menghadapi Ujian Nasional. Pendahuluan Ujian Nasional (UN) kerap menjadi momok yang menakutkan bagi banyak siswa. Banyak sekali upaya-upaya yang dilakukan untuk sukses menghadapi UN. Baik itu upaya jelek atau upaya yang baik. Para siswa itu rela mengikuti les-les seharian penuh bahkan ada yang sampai malam. Mereka rela mengikuti hal tersebut untuk mendapatkan selembar kertas yang berisi angka-angka yang melebihi standar kelulusan. Bahkan untuk mensukseskan UN, tak jarang para siswa maupun guru melakukan kecurangan-kecurangan. Ujian kelulusan bagi para siswa sekolah sampai saat ini masih menjadi masalah tersendiri. Mulai dari penetapan mata pelajaran yang diujikan, standar kelulusan, sampai resiko yang harus ditanggung apabila tidak lulus. Kebijakan pemberlakuan UN hingga saat ini masih memunculkan beragam tanggapan dari berbagai pihak, sebagian pihak beranggapan bahwa kebijakan pemberlakuan UN lebih berorientasi proyek (project oriented), anggapan ini kurang lebih didasarkan pada masalah biaya yang harus dikeluarkan untuk membiayai proyek yang bernama UN tersebut, selain menelan biaya miliaran, di tingkat sekolah-madrasah juga tidak pernah sepi dari aktifitas pungutan dalam setiap pelaksanaan UN, banyak sekolah-madrasah tetap gemar menggelar pungutan biaya terhadap siswa-siswi peserta ujian dengan jumlah yang bervariasi disertai dengan berbagai alasan, misalnya untuk biaya konsumsi panitia, honor pengawas, biaya antar jemput bahan UN dan lain-lain. Hingga kini terdapat banyak sekolah-madrasah terutama siswa dan orang tua siswa mengalami stres luar biasa gara-gara UN. Kondisi tersebut semakin memunculkan kontroversi soal pemberlakuan UN, akan tetapi, sekali lagi semua itu tidak mengurangi kemauan pemerintah untuk tetap memberlakukan UN hingga saat ini, sehingga setuju atau tidak, UN tetap harus dijalani, dan bagi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementrian Agama serta sekolah/ madrasah, mengantisipasi pelaksanaan Ujian Nasional adalah penting untuk dilakukan, karena hasil Ujian Nasional akan memberikan informasi nyata terhadap publik tentang mutu pendidikan sekolah/ madrasah. Reputasi sekolah/ madrasah, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementrian Agama akan nampak disini bukan lagi pada proses belajar-mengajar yang kaya metode, sarana prasarana sekolah/ madrasah yang memadai atau kesejahteraan guru yang mengalami peningkatan signifikan. Sebagai langkah antisipasi pelaksanaan UN, program kegiatan yang sering dilakukan sekolah/ madrasah adalah penambahan jam belajar untuk mata pelajaran yang masuk dalam daftar UN, les, bimbingan belajar, latihan menjawab soal UN, hingga pendekatan aspek spiritual dalam menyiapkan mental siswa menghadapi ujian nasional. Berdasarkan paparan di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian untuk menggambarkan langkah-langkah sekolah/ madrasah dalam menyiapkan mental siswa dalam menghadapi Ujian Nasional. Oleh karena itu penulis memberikan judul penelitian “PENDEKATAN ASPEK SPIRITUAL DALAM
50
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
MENYIAPKAN MENTAL SISWA MENGHADAPI UJIAN NASIONAL DI MADRASAH ALIYAH NEGERI SE-KABUPATEN KARAWANG”. PerumusanMasalah 1. Bagaimanakah mental siswa madrasah aliyah negeri se-kabupaten Karawang dalam menghadapi Ujian Nasional? 2. Bagaimanakah upaya madrasah aliyah negeri se-kabupaten Karawang menyiapkan mental siswa melalui pendekatan aspek spiritual? 3. Bagaimanakah pengaruh pendekatan aspek spiritual dalam menyiapkan mental siswa menghadapi ujian nasional di madrasah aliyah se-kabupaten karawang? TujuanPenelitian 1. Untuk mengetahui mental siswa madrasah aliyah negeri se-kabupaten Karawang dalam menghadapi Ujian Nasional? 2. Untuk mengetahui upaya madrasah aliyah negeri se-kabupaten Karawang menyiapkan mental siswa melalui pendekatan aspek spiritual? 3. Untuk mengetahui pengaruh pendekatan aspek spiritual dalam menyiapkan mental siswa menghadapi ujian nasional di madrasah aliyah se-kabupaten karawang? Signifikansi Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi : 1. Pengelola lembaga pendidikan dalam menerapkan pendidikan berkarakter baik sebagai ekstrakurikuler maupun muatan lokal. 2. Peneliti-peneliti lain dalam mengembangkan kajian-kajian ilmiah 3. Penentu kebijakan pendidikan dalam proses perumusan kebijakan dan pendekatan pendidikan di masa yang akan datang. Kajian Pustaka A. Pengertian Pendekatan Berbagai pendekatan pembelajaran telah kita kenal, antara lain Pendekatan Keterampilan Proses (PKP), Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), Pendekatan Pendidikan Nilai, dan Diskoveri-inkuiri. Berikutnya muncul pendekatan dalam pembelajaran, misalnya Pendekatan STSE (Science Technology Society and Environment), Pendekatan Konstruktivisme (Constructivist Learning Approach), dan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL). Sedangkan saat ini pendekatan yang sering ddigunakan dalam pendidikan adalah pendekatan pembelajaran berbasis karakter. Banyak pertanyaan dari para guru utamanya mengenai bagaimana implementasi pendekatan tersebut dalam kegiatan pembelajaran riil di kelas? Peran pendekatan amat penting dalam kegiatan pembelajaran; apalagi dalam konteks kurikulum berbasis kompetensi. Jika kurikulum, guru, siswa, dan sarana merupakan komponen pembelajaran, maka pendekatan merupakan cara agar setiap komponen tersebut berperan secara optimal dalam pembelajaran sehingga tercapai tujuan kurikuler. Dengan pendekatan pembelajaran yang sesuai, hasil belajar siswa diharapkan meningkat.Kurikulum berbasis kompetensi menuntut kegiatan pembelajaran tidak hanya membekali siswa dengan pengetahuan, tetapi juga dengan kemampuan atau kecakapan hidup.Pola pembelajaran tekstual perlu diganti dengan pola pembelajaran yang kontekstual.Tujuannya agar hasil belajar tidak hanya berupa hafalan yang tidak banyak bermanfaat di masyarakat, tetapi hasil belajar diharapkan menjadi bekal siswa untuk hidup, bekerja, dan bermasyarakat. Berbagai pendekatan yang pernah dikembangkan banyak yang berhasil dan banyak pula yang gagal.Pendekatan CBSA yang dikembangkan secara luas tahun delapan puluhan di Indonesia dianggap gagal. Padahal di negara-negara lain pendekatan CBSA (Active Learning) sangat berhasil. Demikian pula PKP (Scientific Process Skill Approach) dirasa hanya menyulitkan guru. Dengan kata lain, keberhasilan dari suatu pendekatan sangat tergantung bagaimana kinerja komponen-komponen yang terkait dalam implementasinya. Selain diperlukan pemahaman dan keterampilan guru tentang pendekatan tersebut dan penggunaannya, diperlukan komitmen yang tinggi untuk menggunakan prosedur pendekatan itu secara standar. Jika prosedur operasional tidak dilakukan secara standar maka hasilnya tidak akan pernah optimal. Sebagai contoh pendekatan pemecahan masalah (Problem Solving) memiliki paling tidak tujuh tahapan siklik. Jika guru hanya menjalankan dua tahapan, seperti memberi persoalan dan menyuruh siswa memechkan persoalan begitu saja, maka hasilnya tidak akan se-optimal jika dilakukan melalui tujuh tahapan Problem Solving. Untuk itu, selain berlatih memahami dan menggunakan pendekatan, guru harus memiliki komitmen untuk menjalankan prosedur implementasinya sesuai standar yang ditetapkan.
51
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
B.
Pengertian Spiritual Spiritualitas adalah hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha pencipta, tergantung dengan kepercayaan yang dianut oleh individu. Menurut Burkhardt (1993) spiritualitas meliputi aspek-aspek : a) Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan, b) Menemukan arti dan tujuan hidup, c) Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri, d) Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan yang maha tinggi.
Mempunyai kepercayaan atau keyakinan berarti mempercayai atau mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau seseorang.Konsep kepercayaan mempunyai dua pengertian. Pertama kepercayaan didefinisikan sebagai kultur atau budaya dan lembaga keagamaan seperti Islam, Kristen, Budha, dan lain-lain. Kedua, kepercayaan didefinisikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan Ketuhanan, Kekuatan tertinggi, orang yang mempunyai wewenang atau kuasa, sesuatu perasaan yang memberikan alasan tentang keyakinan (belief) dan keyakinan sepenuhnya (action), harapan (hope), harapan merupakan suatu konsep multidimensi, suatu kelanjutan yang sifatnya berupa kebaikan, dan perkembangan, dan bisa mengurangi sesuatu yang kurang menyenangkan. Harapan juga merupakan energi yang bisa memberikan motivasi kepada individu untuk mencapai suatu prestasi dan berorientasi kedepan.Agama adalah sebagai sistem organisasi kepercayaan dan peribadatan dimana seseorang bisa mengungkapkan dengan jelas secara lahiriah mengenai spiritualitasnya.Agama adalah suatu sistem ibadah yang terorganisir atau teratur. C.
Pengertian Mental Pengertian mental sangat sulit untuk dapat dipahami dibandingkan pengertian fisik karena mental adalah hal yang sifatnya abstrak. Definisi Mental menurut Kamus Psikologi adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Menyinggung masalah pikiran, akal, ingatan, atau proses-proses yang Berasosiasi dengan pikiran, akal, ingatan. (Strukturalisme) menyinggung isi kesadaran. (Fungsionalisme) menyinggung perbuatan atau proses. (Psikoanalisis) menyinggung ketidaksadaran, pra-kesadaran dan kesadaran. Menyinggung proses-proses khusus, misalnya kesiagaan, sikap, impuls, dan proses intelektual. Menyinggung proses tersembunyi, yang dipertentangkan dengan proses terbuka, sinonim dengan Psychic; Concious; Psychogenic.
Dari definisi di atas dapat dimengerti bahwa mental tidak lain adalah jiwa (psychic), yang mungkin bisa diambil garis besarnya bahwa mental adalah suatu kemampuan menyesuaikan diri yang serius sifatnya, yang mengakibatkan kemampuan tertentu dalam sugesti dan pencapaian sesuatu. Mental diartikan sebagai kepribadian yang merupakan kebulatan yang dinamik yang dimiliki seseorang yang tercermin dalam sikap dan perbuatan atau terlihat dari psikomotornya. Dalam ilmu psikiatri dan psikoterapi, kata mental sering digunakan sebagai ganti dari kata personality (kepribadian) yang berarti bahwa mental adalah semua unsur-unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap (attitude) dan perasaan yang dalam keseluruhan dan kebulatannya akan menentukan corak laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan, mengecewakan atau menggembirakan, menyenangkan dan sebagainya. Kartini Kartono mengemukakan bahwa orang yang memiliki mental yang sehat adalah yang memiliki sifat-sifat yang khas antara lain: mempunyai kemampuan untuk bertindak secara efesien, memiliki tujuan hidup yang jelas, memiliki konsep diri yang sehat, memiliki koordinasi antara segenap potensi dengan usahausahanya, memiliki regulasi diri dan integrasi kepribadian dan memiliki batin yang tenang. Disamping itu, beliau juga mengatakan bahwa kesehatan mental tidak hanya terhindarnya diri dari gangguan batin saja, tetapi juga posisi pribadinya seimbang dan baik, selaras dengan dunia luar, dengan dirinya sendiri dan dengan lingkungannya. Menurut Dr. Jalaluddin dalam bukunya “Psikologi Agama” bahwa: “Kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan)”. Sedangkan menurut paham ilmu kedokteran, kesehatan mental merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain.
52
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Zakiah Daradjat mendefenisikan bahwa mental yang sehat adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara individu dengan dirinya sendiri dan lingkungannya berdasarkan keimanan dan ketakwaan serta bertujuan untuk mencapai hidup bermakna dan bahagia di dunia dan akhirat. Jika mental sehat dicapai, maka individu memiliki integrasi, penyesuaian dan identifikasi positif terhadap orang lain. Dalam hal ini, individu belajar menerima tanggung jawab, menjadi mandiri dan mencapai integrasi tingkah laku. Dari beberapa defenisi yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dipahami bahwa orang yang sehat mentalnya adalah terwujudnya keharmonisan dalam fungsi jiwa serta tercapainya kemampuan untuk menghadapi permasalahan sehari-hari, sehingga merasakan kebahagiaan dan kepuasan dalam dirinya. Seseorang dikatakan memiliki mental yang sehat, bila ia terhindar dari gejala penyakit jiwa dan memanfatkan potensi yang dimilikinya untuk menyelaraskan fungsi jiwa dalam dirinya. D.
Ujian Nasional Dalam menjalankan amanah Undang-undang Dasar 1945 yang berkaitan dengan pendidikan, Indonesia sudah berungkali mengadakan perubahan model/ sistem dalam menerapkan ujian akhir bagi siswa yang akan menyelesaikan pada jenjang pendidikannya.
•
Periode 1950-1960-an Pada periode ini ujian kelulusan disebut dengan ujian penghabisan dan diadakan secara nasional serta soal-soal dibuat oleh Departemen Pendidikan,Pengajaran dan Kebudayaan.Soal-soal yang diujikan berbentuk essai dan hasil ujian diperiksa di pusat rayon. •
Periode 1965-1971 Pada periode ini semua mata pelajaran diujikan dalam hajat yang disebut ujian negara.Bahan ujian dibuat oleh pemerintah pusat dan berlaku untuk seluruh wilayah di Indonesia.Waktu ujian juga ditentukan oleh pemerintah pusat. •
Periode 1972-1979 Pada periode ini pemerintah memberi kebebasan untuk setiap sekolah atau kelompok sekolah menyelenggarakan ujian sendiri.Pembuatan soal dan penilaian dilakukan masing-masing sekolah atau kelompok sekolah.Pemerintah hanya menyusun pedoman dan panduan yang bersifat umum.
•
Periode 1980-2001 Pada Periode ini mulai diselenggarakan ujian akhir nasional yang disebut Ebtanas (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional).Model ujian akhir ini menggunakan dua bentuk yaitu Ebtanas untuk mata pelajaran umum dan Ebta untuk mata pelajaran non-ebtanas.Ebtanas dikoordinir oleh pemerintah pusat dan Ebta dikoordinir oleh pemerintah provinsi.Kelulusan ditentukan oleh kombinasi dua evaluasi tadi ditambah nilai ujian harian yang tertera di buku rapor. Dalam Ebtanas siswa dinyatakan lulus jika nilai rata-rata seluruh mata pelajaran yang diujikan adalah enam, meskipun terdapat nilai di bawah tiga. •
Periode 2002-2004 Pada periode ini Ebtanas diganti dengan nama Ujian Akhir Nasional (UAN) dan standar kelulusan tiap tahun berbeda-beda. Pada UAN 2002 kelulusan ditentukan oleh nilai mata pelajaran secara individual.Pada UAN 2003 standar kelulusan adalah 3.01 pada setiap mata pelajaran dan nilai rata-rata minimal 6.00.Soal ujian dibuat oleh Depdiknas dan pihak sekolah tidak dapat mengatrol nilai UAN. Para siswa yang tidak/belum lulus masih diberi kesempatan mengulang selang satu minggu sesudahnya. Pada UAN 2004, kelulusan siswa didapat berdasarkan nilai minimal pada setiap mata pelajaran 4.01 dan tidak ada nilai ratarata minimal.Pada mulanya UAN 2004 ini tidak ada ujian ulang bagi yang tidak/belum lulus.Namun setelah mendapat masukan dari berbagai lapisan masyarakat, akhirnya diadakan ujian ulang. •
Periode 2005-2012 Pada periode ini UAN diganti namanya menjadi Ujian Nasional (UN) dan standar kelulusan setiap tahun pun juga berbeda-beda.Pada UN 2005 minimal nilai untuk setiap mata pelajaran adalah 4.25.Pada UN 2005 ini para siswa yang belum lulus pada tahap I boleh mengikuti UN tahap II hanya untuk mata pelajaran yang belum lulus.Pada UN 2006 standar kelulusan minimal adalah 4.25 untuk tiap mata pelajaran yang diujikan dan rata-rata nilai harus lebih dari 4.50 dan tidak ada ujian ulang. Pada UN 2007 terdapat dua kriteria kelulusan yaitu; 1. Nilai rata-rata minimal 5.00 untuk seluruh mata pelajaran dengan tidak ada nilai di bawah 4.25.
53
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
2.
Jika nilai minimal 4.00 pada salah satu mata pelajaran yang diujikan maka nilai pada dua mata pelajaran linnya adalah 6.00.
Pada UN 2007 ini tidak ada ujian ulang. Dan bagi yang tidak lulus disarankan untuk mengambil paket C untuk meneruskan pendidikan atau mengulang UN tahun depan. Pada UN 2008 mata pelajaran yang diujikan lebih banyak dari yang semula tiga, pada tahun ini menjadi enam. Standar kelulusan pada tahun ini terdapat dua kriteria yang hampir sama dengan tahun 2007 hanya saja terdapat penambahan nilai rata-rata minimal menjadi 5.25. Penambahan mata pelajaran pada UN 2008 ini karena Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mendapat masukan, bahwa ada ketidakseimbangan tingkat keseriusan antara mata pelajaran yang di-UN-kan dan yang tidak. Pada UN 2009 standar untuk mencapai kelulusan, nilai rata-rata minimal 5.50 untuk seluruh mata pelajaran yang di-UN-kan, dengan nilai minimal 4.00 untuk paling banyak dua mata pelajaran dan minimal 4.25 untuk mata pelajaran lainnya. Pada UN 2010 standar kelulusannya adalah; 1. Memiliki nilai rata-rata minimal 5.50 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan, dengan nilai minimal 4.0 untuk paling banyak dua mata pelajaran dan minimal 4.25 untuk mata pelajaran lainnya. 2. Khusus untuk SMK, nilai mata pelajaran praktek kejuruan minimal 7.00 dan digunakan untuk menghitung rata-rata UN.
1. 2.
3.
4.
5.
Pada UN 2011 dan UN 2012 standar kelulusannya adalah : Peserta didik dinyatakan lulus apabila peserta didik telah memenuhi kriteria kelulusan yang ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan perolehan Nilai Sekolah/ Madrasah. Untuk SMP/ MTs dan SMPLB nilai Sekolah/ Madrasah sebagaimana dimaksud pada nomor 1 diperoleh dari gabungan antara nilai Ujian Sekolah/ Madrasah dan nilai rata-rata rapor semester 1, 2, 3, 4, dengan pembobotan 60% untuk nilai Ujian Sekolah/ Madrasah dan 40% untuk nilai rata-rata rapor. untuk SMA/MA, SMALBdan SMK nilai sekolah/ madrasah sebagaimana dimaksud pada nomor 1 diperoleh dari gabungan antara nilai Ujian sekolah/ madrasah dan nilai rata-rata rapor semester 3, 4, dan 5 dengan pembobotan 60% untuk nilai Ujian Sekolah/ Madrasah dan 40% untuk nilai rata-rata rapor. Nilai Akhir adalah gabungan Nilai Sekolah/ Madarasah dari mata pelajaran yang diujinasionalkan dengan Nilai UN, dengan pembobotan 40% untuk Nilai Sekolah/ Madarasah dari mata pelajaran yang diujinasionalkan dan 60% untuk Nilai UN. Peserta didik dinyatakan lulus UN apabila nilai rata-rata dari semua Nilai Akhir mencapai paling rendah 5,5 (lima koma lima) dan nilai setiap mata pelajaran paling rendah 4,0 (empat koma nol).
Sebenarnya pada tahun 2011, sudah ada wacana bahwa UN akan ditiadakan, namun karena berbagai alasan, akhirnya pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional tetap melaksanakan UN sebagai alat untuk mendapatkan standar pendidikan nasional. Dari hal tersebut, akhirnya memunculkan berbagai macam pendapat, ada yang berpendapat, bahwa pelaksanaaan UN hanya merupakan wujud kekuasan negara melalui Departemen Pendidikan untuk mengontrol aktifitas sekolah-madrasah terutama guru dalam melakukan evaluasi belajar tahap akhir terhadap disetiap satuan pendidikan. Pelaku pendidikan dan pihak-pihak yang tidak setuju dengan pelaksanaan UN berpendapat bahwa pelaksanaan UN sangat tidak menghargai proses belajar mengajar yang terjadi dalam sekolah-madrasah, yang sebenarnya lebih penting dari evaluasi tahap akhir yang berlangsung dalam jangka waktu satu minggu tersebut. Beda pendapat soal pemberlakuan UN lalu berbuntut protes, bentuk protes terhadap pelaksanaan UN yang terjadi kemudian adalah, sekolah-madrasah acapkali memilih jalan pintas untuk bisa menyelamatkan peserta didik dan reputasi lembaga (sekolah/ madrasah), misalnya nilai pendukung mata pelajaran yang di UN-kan terpaksa harus dimanipulasi sedemikian rupa, lihat saja daftar nilai mata pelajaran Ujian Akhir Sekolah masing-masing sekolah-madrasah, mustahil kalau ada yang tidak lulus. Kalaupun ada yang tidak lulus antisipasinya cukup mudah dilakukan, yang pasti semua tergantung sekolah-madrasah, sehinga hampir disetiap sekolah-madrasah, lulus mata pelajaran UAS adalah wajib. Alasan pemerintah untuk tetap memberlakukan UN sederhana saja yakni, karena pendidikan kita secara nasional tidak bermutu, untuk hal ini, biasanya mutu pendidikan kita (Indonesia) sering dibandingkan dengan Malaysia yang katanya dulu pernah belajar ke Indonesia. Dan alasan inilah yang terkesan paling sering dikemukakan dalam setiap diskursus soal mutu pendidikan di Indonesia.Alasan ini pula yang seakan mendesak pemerintah untuk tetap memberlakukan/ mempertahankan UN sebagai jawaban yang paling benar.Sehingga, apapun komentar yang dikeluarkan oleh berbagai pihak yang tidak setuju dengan UN, tidak mengurangi keinginan pemerintah untuk merubah kebijakan pemberlakuan UN.
54
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Sebagaimana diketahui, bahwa kebijakan pemberlakuan UN sejak awal diwarnai perdebatan, sebagian setuju, sebagian lagi tidak, masing-masing memiliki alasan tersendiri, mulai dari yang rasional hingga alasan asal berbunyi.Yang pasti ada semacam ketakutan dari pihak-pihak tertentu, termasuk didalamnya adalah sekolah-madrasah. Namun demikian, dalam setiap pelaksanaan UN, sepertinya ada yang tidak beres, setiap kali naskah UN turun ke daerah-daerah, Dinas pendidikan dan Departemen Agama propinsi maupun kabupaten/ kota selalu menggunakan aparat kepolisian untuk mendampingi naskah UN, pada titik dan moment tertentu, pengamanan justru semakin diperketat. Pemandangan semacam ini terlihat sampai pada pelaksanaan UN di setiap sekolah-madrasah.Peran aparat keamanan (polisi) jelas, yakni mengamankan naskah UN serta praktik-praktik ketidak jujuran lainnya. Lembaga Penyelenggara Ujian Nasional (Dinas Pendidikan, Kementrian Agama dan sekolah/ madrasah) pada saat UN bukan lagi sebuah lembaga pendidikan yang nyaman dan tenteram, tetapi berubah suasana menjadi menegangkan. Padahal UN adalah program nasional, program yang ilmiah, program evaluasi pendidikan yang tidak anarkis.UN bukan penjara penjahat kelas kakap, tapi mengapa polisi selalu berjaga-jaga setiap jelang dan pelaksanaan UN. Peran aparat kepolisian ternyata tidak cukup kuat dalam pelaksanaan UN. Terbukti, pada tahun 2009 pihak universitas resmi menjadi tim pengawas UN di semua daerah, keterlibatan Universitas dalam pengawasan UN adalah dalam rangka menjamin pelaksanaan Ujian yang tidak sekedar bermutu dari aspek kemampuan akademik siswa tetapi juga harus jujur, karena mungkin saja pihak Universitas juga belum terlalu percaya praktik UN yang dilakukan selama ini. Dalam rangka perbaikan mutu, siapapun akan sepakat, namun perlu dikaji juga bahwa jika pelaksanaan Ujian Nasional disemua jenjang itu dievaluasi dengan jujur dan jujur maka ada beberapa akibat/ masalah yang bakal muncul; pertama; peserta didik yang tidak lulus ujian cenderung tidak ingin lagi meneruskan pendidikannya/ mengulang, kebanyakan mereka akan memilih berhenti sekolah apalagi kalau sudah tingkat SMA/ MA; kedua; karena mereka memilih berhenti sekolah, itu artinya kita menambah deretan angka putus sekolah. Ujian Nasional secara sederhana adalah Uji kompetensi dan atau kecerdasan siswa terhadap mata pelajaran tertentu yang telah ditetapkan secara nasional. Disamping itu, pelaksanaan UN juga secara tidak langsung dapat berfungsi sebagai alat untuk mengukur kompetensi tenaga guru serta kelebihan dan kekurangan sekolah-madrasah secara kelembagaan. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan Kualititatif. Model yang terbentuk selanjutnya diuji untuk menentukan kemampuan dalam menjelaskan peristiwa nyata. Metode ini untuk menggambarkan suatu peristiwa yang terjadi dalam situasi dan kondisi yang tidak sama, karena metode ini dilakukan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriftip. Menurut Winarno Surakhmad (1982:1390) metode dekriptif adalah : Menuturkan dan menafsirkan data yang ada, misalnya tentang situasi yang dialami, satu hubungan kegiatan, pandangan sikap yang nampak atau tentang suatu proses yang sedang berlangsung, pengaruh yang sedang bekerja, keinginan yang sedang muncul, kecenderungan yang nampak, pertentangan yang meruncing dan sebagainya. Selanjutnya Winarno Surahmad mengemukakan tentang ciri-ciri metode deskriptif sebagai berikut : (1) memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah yang aktual, dan (2) data yang dikumpulkan mula-mula di susun, dijelaskan dan kemudian dianalisa. Konsep tersebut kiranya telah memberikan jawaban terhadap penentuan metode penelitian yang dipergunakan. Karena kenyataannya masalah yang diteliti merupakan masalah yang berlaku sekarang dan sedang mengungkapkan gejala-gejala yang sedang diteliti untuk dijadikan bahan pertimbangan pada masa yang akan datang. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah Siswa/ siswi Madrasah Aliyah Negeri yang se-Kabupaten Karawang yang berjumlah 945 orang siswa/ siswi yang tersebar di 4 (empat) Madrasah Aliyah Negeri, yaitu : 1) MAN Karawang 2) MAN Cilamaya 3) MAN Rengasdengklok 4) MAN Batujaya
55
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Karena jumlah populasi yang banyak dan semua unsur memiliki kemungkinan yang sama untuk dipilih dan dijadikan sampel, maka penulis memutuskan teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah random sampling. Menurut Anto Dajan (2000:24) “sebuah sampel yang terdiri dari unsur-unsur yang dipilih dari populasi dianggap random bila tiap unsur yang terdapat dalam populasi tersebut memiliki probabilitas yang sama untuk terpilih.” Sampel adalah suatu kumpulan objek penelitian yang hanya mengamati sebagian populasi. Dalam menentukan sampel Arikunto (1997:107) menyatakan : “untuk sekedar ancer-ancer, maka apabila subjeknya kurang dari 100 maka lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika subjeknya besar dapat diambil antara 10-25%”. Oleh karena itu dari jumlah populasi 954 orang siswa penulis mengambil sampel 10% dari jumlah populasi yaitu 10% X 945 = 95 orang siswa. Pada teknik random sampling, pecahan sampling untuk setiap strata sama. Oleh karena itu, dari jumlah sampel 95 orang siswa dibagi 4 (empat) Madrasah Aliyah Negeri, yaitu : • • • •
MAN Karawang MAN Cilamaya MAN Rengasdengklok MAN Batujaya
: 25 Orang : 25 Orang : 20 Orang : 25 Orang
Selanjutnya untuk lebih memberikan akurasi data maka untuk mencari presentase digunakan rumus :
P=
f x100% n
Keterangan P = Prosentase Peserta F = Jumah Frekuensi Jawaban N = Jumlah seluruh Alternatif dalam Jawaban sebagai Sampel 100% = Bilangan tetap Prosentase Sebagai bahan interprestasi kesimpulan data atau jawaban, maka kategori satuan prosentase dirumuskan sebagai berikut : 0% 49% = Kurang Sekali 50% 64% = Kurang 65% 74% = Cukup 75% 89% = Baik 90% 100% = Baik Sekali Hasil Pembahasan Berdasarkan hasil dan analisis penelitian maka dihasilkan kesimpulan-kesimpulan bahwa pengaruh pendekatan aspek spiritual dalam menyiapkan mental siswa menghadapi Ujian Nasional di Madrasah Aliyah Negeri se-kabupaten Karawang termasuk kategori tinggi/ baik yaitu sebesar 86.13%. Secara rinci penulis membuat indikator penelitian yang terdiri dari : 1) 2)
Keadaan mental siswa menghadapi Ujian Nasional menghasilkan rata-rata sebesar 84.23% termasuk kategori tinggi/ baik; Upaya-upaya madrasah dalam menyiapkan mental siswa menghadapi Ujian Nasional menghasilkan rata-rata 88.03% termasuk kategori tinggi/ baik.
84.23 + 88.03 = 86.13% 2 Saran Pelaksanaan Ujian Nasional hingga saat ini masih menyimpan pro dan kontra pada komunitas pendidikan itu sendiri terutama dari para pelaku pendidikan dan para pembuat kebijakan pendidikan.
56
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Saran untuk para pelaku pendidikan terutama kepala sekolah dan guru di sekolah, antara lain : 1.
2.
3.
Memberikan motivasi agar para siswa memiliki mental yang kuat dalam menghadapi ujian nasional, bukan memperkeruh suasana dengan menakut-nakuti dan membuat kecurangan-kecurangan yang mengakibatkan para siswa merasa bahwa kecurangan tersebut diperbolehkan dan dianggap benar. Hal inilah yang akan membekas pada pribadi siswa pada masa yang akan datang ketika dia menjadi bagian dalam masyarakat. Mempersiapkan pengetahuan pada siswa, terutama pada mata pelajaran yang di Ujian Nasional kan, misalnya dengan cara bimbingan belajar di luar jam pelajaran, latihan mengisi soal, Uji coba (Try Out) atau memberikan materi tambahan dengan memberikan referensi yang variatif untuk mencapai standar kompetensi yang diharapkan atau mungkin bukan hanya mencapai standar tapi bisa melebihi standar yang di buat oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Menjadikan belajar suatu kebutuhan bukan karena di paksa atau karena penilaian, yang berarti suasana belajar harus nyaman dan menyenangkan.
Saran untuk para pembuat kebijakan pendidikan, antara lain : 1. 2.
3.
4.
Sebaiknya Ujian Nasional bukanlah hal yang menakutkan bagi siswa, tapi suatu kebutuhan akan kompetensi yang diharapkan. Sebaiknya Hasil Ujian Nasional adalah sebagai standar pemetaan pendidikan di Negara kita ini, bukan sebagai penentu keberhasilan siswa pada suatu jenjang pendidikan, karena penentu dari keberhasilan siswa tersebut adalah guru yang mengajar bukan soal yang dibuat oleh tim yang belum tentu diajarkan oleh guru yang bersangkutan. Sebaiknya para pembuat kebijakan pendidikan selalu memperhatikan kebutuhan anggaran yang memadai pada pra, proses dan paska pelaksaan Ujian Nasional, jika tidak ingin ada kastanisasi pendidikan. Sebaiknya para pembuat kebijakan pendidikan tidak membeda-bedakan antara sekolah negeri dan sekolah swasta, sebab keduanya mempunyai peran yang sama dalam mengemban amanat pendidikan bangsa ini.
REKAPITULASI JAWABAN RESPONDEN No Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Alternatif Jawaban A B 25% 66% 36% 59% 40% 57% 24% 73% 12% 64% 20% 37% 36% 52% 47% 41% 58% 41% 9% 51% 7% 45% 54% 37% 73% 24% 46% 51% 56% 44% 63% 33% 47% 48% 43% 56% 32% 56% 35% 58% 76% 24% 32% 38% 33% 59% 43% 53%
C 2% 3% 1% 3% 18% 14% 12% 9% 0 35% 39% 8% 3% 3% 0 3% 1% 1% 4% 4% 0 11% 3% 4%
D 6% 1% 2% 0 6% 28% 1% 2% 1% 5% 7% 1% 0 0 0 1% 0 0 6% 3% 0 20% 4% 0
E 0 1% 0 0 0 1% 0 0 0 0 1% 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1% 0
57
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
25 26 27 28 29 30
68% 65% 68% 43% 76% 40%
32% 35% 22% 42% 24% 57%
0 0 7% 14% 0 3%
0 0 2% 1% 0 0
0 0 0 0 0 0
GRAFIK REKAPITULASI JAWABAN RESPONDEN
Berdasarkan hasil rata-rata sebesar 86.13% termasuk katagori tinggi atau Baik, artinya hasil-hasil yang dicapai Sekolah melalui pendekatan aspek spiritual dalam upayanya menyiapkan mental siswa menghadapi Ujian Nasional di Madrasah Aliyah Negeri se-kabupaten Karawang termasuk kategori tinggi. Hal ini didasarkan pada kriteria Interpretasi skor yang berada diantara 75% - 89% = tergolong tinggi/ Baik.
58
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
ANALISIS SISTEM PAJAK BPHTB DARI PAJAK PUSAT MENJADI PAJAK DAERAH TERHADAP PAD KABUPATEN KARAWANG Oleh Kosasih, Eva Maria S, Abdul Yusuf ABSTRAKSI Delegasi kewenangan pemungutan atau (discretion) BPHTB dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Kabupaten/Kota adalah sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Dengan demikian per tanggal 1 Januari 2011 Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP Pratama) sudah tidak lagi melayani pengelolaan pelayanan BPHTB. Penulis melakukan sebuah penelitian dengan tujuan untuk melakukan analisis Sistem Pajak BPHTB dari Pajak Pusat menjadi Pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kab. Karawang terhitung efektif tanggal Januari 2012 dilaksanakan di Dinas PPKAD. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kualititatif dengan teknik pengumpulan data Triangulasi yang diperoleh dari wawancara dan studi dokumentasi. Tercatat selama periode pengamatan dalam Laporan Anggaran dan Realisasi Pendapatan Kabupaten Karawang Tahun 2012 sampai dengan bulan Agustus 2012 Untuk penerimaan Pajak BPHTB mencapai 362,30% Dari yang dianggarkan 45.000.000.000,00 dengan realisasi 163.036.150.027,00. Dengan keseluruhan PAD yang menjadi target Pemerintah Daerah 273.225.186.007,00 dengan nilai realisasi 331.785.375.181,00. Dengan demikian PAD dengan adanya kontribusi BPHTB mencapai 121,43%. BPHTB berhasil menyumbang hampir setengah dari total PAD yaitu 49,13%. Kata Kunci : BPHTB, PAD.
PENDAHULUAN Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang sangat penting dalam menopang pembiayaan pembangunan yang bersumber dari dalam negeri. Besar kecilnya pajak akan menentukan kapasitas anggaran negara dalam membiayai pengeluaran negara, baik untuk pembiayaan pembangunan maupun untuk pembiayaan anggaran rutin. Salah satu sumber pajak yang diterima oleh negara adalah Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Dasar hukum pemungutan BPHTB adalah Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Obyek dari Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang dapat berupa tanah (termasuk tanaman di atasnya), tanah dan bangunan, atau bangunan (Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, 2004). Delegasi kewenangan pemungutan atau (discretion) BPHTB dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Kabupaten/Kota adalah sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Dengan demikian per tanggal 1 Januari 2011 Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP Pratama) sudah tidak lagi melayani pengelolaan pelayanan BPHTB, sehingga wajib pajak yang akan melaporkan pembayaran BPHTB sehubungan dengan proses transaksi properti yang dilakukannya akan langsung ditangani oleh Pemerintah Kabupaten/Kota setempat. Hampir rata-rata per tahun Kabupaten Karawang memperoleh sekitar Rp 20 miliar. Angka ini diharapkannya kedepan terus bertambah. Pendapatan dari sektor BPHTB tergantung jumlah transaksi jual beli tanah dalam setahun. Artinya, kondisi demikian sulit diprediksi atau dibuatkan target perolehan. Kecuali hanya mengacu pada angka perolehan tahun sebelumnya (Yus Taufik, 2010). Dengan pengalihan ini diharapkan BPHTB akan menjadi salah satu sumber PAD yang cukup potensial bagi daerah tertentu khususnya Kabupaten Karawang, dibandingkan dari keseluruhan penerimaan pajak-pajak daerah yang selama ini ada. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis melakukan sebuah penelitian dengan judul ”Analisis Sistem Pajak BPHTB dari Pajak Pusat menjadi Pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kab. Karawang ”. 1.1 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka dalam penelitian ini penulis mencoba untuk merumuskan masalah, adalah sebagai berikut :
59
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
1.
1.2
Bagaimana pelaksanaan sistem pajak BPHTB dari pajak pusat menjadi pajak daerah Kabupaten Karawang? 2. Bagaimana dampak pelaksanaan sistem pajak BPHTB dari pajak pusat menjadi pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Karawang? Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut, tujuan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pelaksanaan sistem pajak BPHTB dari pajak pusat menjadi pajak daerah Kabupaten Karawang? 2. Untuk mengetahui dampak pelaksanaan sistem pajak BPHTB dari pajak pusat menjadi pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Karawang?
TINJAUAN PUSTAKA Definisi Pajak Menurut UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) No. 28 Tahun 2007, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang – undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat. (Abdul, 2010). Definisi dalam BPHTB Dalam pembahasan BPHTB akan dijumpai beberapa definisi yang sudah baku. Definisi tersebut antara lain 1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Dalam pembahansan ini BPHTB selanjutnya disebut pajak. 2. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. 3. Hak atas tanah dan atau bangunan, adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan diatasnya, sebagaimana dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok - pokok agraria, UU NO. 16 Tahun 1985 tentang rumah susun, dan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku lainnya. Adapun rumus dalam menghitung Pajak BPHTB yaitu :
BPHTB = (NPOP – NPOPTKP) X 5% Atau BPHTB = 5% X (NJOP – NPOPTKP) NPOPKP = NJOP – NPOPTKP Keterangan : BPHTB = Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan NPOPTKP = Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak NPOPKP = Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak NJOP = Nilai Jual Objek Pajak Bagan 1. Transaksi Property
60
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Desentralisasi Fiskal dan Otonomi Daerah Secara harfiah istilah ini memberikan pengertian adanya pemisahan yang semakin tegas dan jelas dalam urusan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Pemisahan dimaksud bisa tercermin pada kedua sisi anggaran; penerimaan dan pengeluaran. Di sisi penerimaan, daerah akan memiliki kewenangan yang lebih besar dalam Tax Policy. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 79 dan Pasal 82 UU No. 27 tahun 1999 dan juga tercermin dari upaya untuk merubah UU No. 18 Tahun 1997 agar tidak bertentangan dengan semangat yang termaktub dalam UU Pemerintahan Daerah dan juga UU Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yakni adanya keleluasaan yang lebih besar bagi daerah untuk menggali potensi penerimaan melalui pajak ataupun retribusi. Triangulasi Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian (Moloeng, 2008) Triangulasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik yang berbeda (Nasution, 2003) yaitu wawancara, observasi dan dokumen. Triangulasi ini selain digunakan untuk mengecek kebenaran data juga dilakukan untuk memperkaya data. Menurut Nasution, selain itu triangulasi juga dapat berguna untuk menyelidiki validitas tafsiran peneliti terhadap data, karena itu triangulasi bersifat reflektif. METODE PENELITIAN III.1.Ruang Lingkup Penelitian Yang menjadi ruang lingkup penelitian adalah menganalisis bagaimana sistem pajak BPHTB dari pajak pusat menjadi pajak daerah di Kabupaten Karawang melalui pendekatan kualitatif kemudian meneliti dampak pelaksanaan sistem pajak BPHTB dari pajak pusat menjadi pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Karawang terhitung efektif tanggal Januari 2012 melalui pendekatan kualititatif.
a.
III.2.Desain Penelitian Desain penelitian Berdasarkan Tujuan Desain penelitian difokuskan pada penelitian terapan yang ditujukan untuk memecahkan masalah praktis. Penelitian ini berfokus pada pengembangan sebuah ide, teori, atau gagasan, tentang Pajak BPHTB.
b.
Desain Penelitian Berdasarkan Pendekatan Berdasarkan pendekatan, penelitian ini menggunakan penelitian teori yaitu penelitian yang dilakukan dengan dasar-dasar hukum atau undang-undang yang berlaku.
61
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
c.
Desain Penelitian Berdasarkan Tingkat Explanasi Berdasarkan Tingkat Eksplanasi, penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan dan menguraikan secara lengkap, sistematis, aktual dan akurat mengenai perubahan sistem dan pelaporan Pajak BPHTB pada Kantor Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Karawang.
d.
Desain Penelitian Berdasarkan Jenis Data Berdasarkan Jenis Data, Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Karawang, notaris, kantor pajak, lembaga – lembaga terkait dan berbagai literatur yang relevan.
III.3. Data dan Sumber Data 1. Data Penelitian Menurut Suharsimi Arikunto (2002) mengungkapkan bahwa data adalah hasil pencatatan peneliti baik berupa fakta ataupun angka. Data juga merupakan segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun suatu informasi, sedangkan informasi adalah hasil pengolahan data yang dipakai untuk suatu keperluan. Data merupakan fakta – fakta yang telah dipilih untuk dijadikan bukti dalam rangka pembuktian atau penguat alasan dalam suatu pengambilan keputusan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data langsung yang diperoleh dari responden dengan cara observasi dan wawancara yang bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai perubahan sistem pajak BPHTB dari pajak pusat menjadi pajak daerah dan dampaknya terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Karawang.
2.
Sumber Data Menurut Lofland dan Loflan ( Moleong, 2008) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata – kata dan tindakan, selebihnya adalah data – data tambahan seperti dokumen dan lainnya. Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis memerlukan sumber data untuk subjek penelitian baik berupa benda, manusia dan sebagainya. Dalam penelitian ini sumber data diperoleh dari beberapa dinas terkait seperti DPPKAD yaitu data dari Kepala Bidang Pajak Daerah II dan Dana Perimbangan dan Kepala Seksi Pelayanan, Pendapatan, dan Penetapan, data dari kantor Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Dinas Perpajakan
62
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Grafik Pendapatan Asli Daerah per Januari – Agustus 2012
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Hasil Pajak Daerah
Hasil Retribusi Daerah
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg dipisahkan
Lain lain pendapatan Asli Daerah yg Sah
Sumber data : diolah 111.4 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah paling utama dari penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan melakukan wawancara dan dokumentasi data sekunder. Wawancara Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh suatu informasi langsung dari sumbernya. Wawancara digunakan apabila ingin mengetahui hal – hal dari responden secara lebih mendalam serta jumlah responden yang sedikit. Wawancara atau Interview menurut Nasution ( Sugiyono ( 2006 ) adalah suatu bentuk komunikasi verbal, semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi. Wawancara pertanyaan dan jawaban diberikan secara verbal. Pelaksanaan wawancara diperlukan kesediaan responden untuk menjawab pertanyaan yang selaras antara responden dan pewawancara. Adapun wawancara yang dilakukan terhadap responden dari Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah, Kantor Pelayanan Pajak Pratama dan Kantor Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
63
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 1. Sistem pelaksanaan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Skema validasi BPHTB untuk yang melakukan pembayaran :
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11.
12.
13.
Persyaratan Dokumen untuk Validasi SSPD BPHTB : Surat permohonan penelitian SSPD BPHTB yang telah ditandatangani oleh Wajib Pajak / Kuasa Wajib Pajak. SSPD BPHTB yang telah ditandatangani dan distempel Notaris / PPAT serta ditandatangani Wajib Pajak atau Penyetor. Melampirkan SPPT asli atau salinan serta fotocopy SPPT PBB tahun terakhir. Melampirkan STTS Asli dan atau fotocopy STTS PBB atau bukti pembayaran PBB, bukti pembayaran PBB lainnya 10 tahun terakhir. Fotocopy identitas Wajib Pajak ( KTP, KK dan sejenisnya ). Surat kuasa dari Wajib Pajak apabila dikuasakan. Fotocopy identitas Wajib Pajak apabila dikuasakan. Fotocopy sertifikat atau Akta tanah. Surat pernyataan jual beli yang ditandatangani penjual dan pembeli diatas materai dan diketahui ditandatangani Notaris / PPAT atau Akta jual beli yang belum ditandatangani atau diregister oleh Notaris / PPAT. Fotocopy SSP Pajak Penghasilan ( PPh ) final pasal 4 ayat ( 2 ). Khusus untuk property atau pengembang ditambah lampiran ; a. Fotocopy Site Plan b. Fotocopy IMB c. SPPT induk asli dan fotocopy d. Fotocopy keterangan NJOP bangunan. Khusus hibah waris atau wasiat ditambah lampiran ; a. Fotocopy surat kematian b. Fotocopy surat keterangan pernyataan ahli waris c. Fotocopy kartu keluarga ahli waris atau akta kelahiran Khusus untuk letter C ditambah lampiran ; a. Surat keterangan dari Kepala Desa atau Lurah b. Surat keterangan riwayat tanah c. Surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah ( sporadik ) d. Peta lokasi e. Salinan letter C
64
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
2.
Dampak pelaksanaan sistem pajak BPHTB dari pajak pusat menjadi pajak daerah URAIAN
TARGET
REALISASI
273.225.186.007
331.785.375.181,00
%
O Pendapatan Asli Daerah Hasil Pajak Daerah Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame Pajak Penerangan Jalan Pajak Parkir Pajak Air Tanah Pajak Sarang Burung Walet Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan Pajak Tanah dan Bangunan Hasil Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan Lain lain Pendapatan Asli Daerah yang sah
121 ,43
,00 145.580.592.000 ,00 2.056.500.000,00 15.422.000.000,00 702.000.000,00
238.645.924.740,00 3.241.706.417,00 11.221.959.754,00 653.633.537,00 3.483.312.259,00 55.433.762.626,00 206.025.200,00 877.471.686,00 11.980.920,00 459.627.489,00
300.000.000,00 1.200.000.000,00
157 ,63 72,77 96,00 67,64
5.150.000.000,00 75.387.092.000,00
163 ,93
163.036.150.027,00 20.533.990.706,00 3.944.197.621,00
73,53
68.661.262.114,00
73,12
68,68
50.000.000,00
23,96
313.000.000,00
,85
146
362 45.000.000.000,00
,30
34.243.665.139,00
59,96
3.984.974.406,00
98,98
89.415.954.462,00
76,79
IV.2 PEMBAHASAN 1. Sistem pelaksanaan Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan berdasarkan hasil wawancara dengan semua subjek penelitian, bahwa notaris yang menjadi mediator WP untuk membayar BPHTB sudah melakukan pembayaran ke kantor DPPKAD karena KPP Karawang selatan sudah mengalihkan teknis dan pembayaran pajak ke DPPKAD. Berdasarkan UU peralihan pajak yaitu No 28 tahun 2009. Berbagai kesiapan yang dilakukan antara lain: 1. Kesiapan yang teramat penting adalah mengenai legalitas dari pemungutan BPHTB yaitu dengan dibuatnya Peraturan Daerah ( Perda ). Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang sudah membuatkan Perda yaitu Perda No 4 Tahun 2011 yang sudah disyahkan pada bulan Maret 2011 Perda tentang BPHTB merupakan kebutuhan yang sangat mendesak mengingat pada tanggal 1 Januari 2011 pemerintah pusat sudah tidak lagi berwenang memungut BPHTB. Tidak ditetapkannya perda BPHTB pemerintah daerah akan kehilangan data dan informasi terkait dengan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, walaupun begitu tetap saja ada beberapa pihak yang mempermasalahkan tentang
65
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
2.
3.
4.
terbitnya Perda No 4 Tahun 2011 karena baru disyahkan di bulan Maret 2011 padahal pemungutan BPHTB sudah dilakukan dari awal Januari 2011, karena adanya self assesment system dimana PPAT / Notaris, dan Camat menyetorkan sendiri pajak BPHTB nya maka pajak BPHTB yang diterima bukanlah pajak yang ilegal karena Pemerintah Daerah yang tidak dapat melakukan pemungutan PBB dan BPHTB berakibat hilangnya potensi penerimaan pendapatan daerah (potensial loss) yang berarti itu juga akan merugikan negara. Yang kedua adalah kesiapan dari Sumber Daya Manusia ( SDM ) Adanya Perda tanpa didukung dengan adanya SDM yang memliki kemampuan memadai untuk melaksanakan Perda tersebut, maka hal tersebut tidak akan banyak membantu Pemerintah Daerah dalam meningkatkan pendapatnnya melalui pemungutan BPHTB. Masalah SDM harus mendapatkan perhatian karena selama ini kemampuan aparat daerah terutama dalam pemberian pelayanan di bidang perpajakan oleh masyarakat dinilai masih rendah. Seperti diketahui, selama ini semua data yang berkaitan dengan subyek dan obyek pajak BPHTB dikelola oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Ditjen Pajak Kementerian Keuangan. Pengalihan BPHTB ke daerah tidak disertai dengan pelimpahan SDM KPP ke pemerintah daerah. Dalam pemberlakuan BPHTB, proses pemindahannya akan berjalan lebih mudah karena tidak banyak memerlukan keterampilan SDM dan Teknologi Informasi (TI). Pelatihan Dasar dan Bimbingan Teknik dan konsultasi regional dengan terus adanya pemantauan, pembinaan dan pendampingan dari Direktorat Jenderal Pajak. Kesiapan Sarana dan Prasarana Pemerintah daerah berusaha menyiapkan sarana dan prasarana seperti apa yang telah disiapkan oleh Ditjen Pajak misalnya komputer termasuk sistem informasinya, hal ini dikarenakan pemungutan BPHTB tidak dapat dilepaskan dari peran TI. Dengan demikian maka pemerintah daerah akan menyiapkan sarana dan prasarana pendukung sebagaimana yang selama ini disiapkan oleh KPP. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pelimpahan BPHTB kepada pemerintah daerah dilakukan penataan kembali struktur organisasi dari satuan kerja yang melakukan pemungutan pajak daerah. Pemungutan pajak daerah ditangani oleh satuan kerja Dinas/Badan Pengelola Keuangan Daerah di Kabupaten Karawang DPPKAD sesuai dengan alur yang sudah dibuat.
Sekurang-kurangnya terdapat 6 (enam) peraturan pelaksanaan UU Nomor 28 Tahun 2009 yang berkaitan dengan BPHTB, yaitu: • Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 186/PMK.07/2010 dan Nomor 53 Tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan BPHTB sebagai pajak daerah. Peraturan ini mengatur tugas dan tanggungjawab Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan pemerintah daerah terkait dengan proses pengalihan BPHTB menjadi pajak daerah. • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.07/2010 tentang Badan atau Perwakilan Lembaga Internasional yang tidak dikenakan BPHTB. Dalam peraturan ini ditetapkan sejumlah badan dan perwakilan lembaga internasional yang tidak dikenakan BPHTB, seperti badan badan internasional dari PBB, kerjasama bilateral, Colombo Plan, kerjasama kebudayaan, organisasi swasta internasional, dan organisasi asing lainnya. • Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang tatacara pemberian dan pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Peraturan ini mengatur pihak pihak yang dapat menerima insentif pemungutan pajak daerah, termasuk pemungutan BPHTB, beserta persyaratan dan besarannya. • Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang jenis pajak daerah yang dipungut berdasarkan penetapan kepala daerah atau dibayar sendiri oleh wajib pajak. Dalam peraturan ini ditetapkan bahwa pemungutan BPHTB dilakukan berdasarkan prinsip self-assessment, yakni wajib pajak membayar sendiri pajak yang terutang. • Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2010 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang petunjuk teknis penataan organisasi perangkat daerah. Peraturan ini membuka peluang bagi daerah utuk menambah fungsi pada pada SKPD kabupaten/kota dan membentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dalam rangka memperlancar pemungutan BPHTB.
66
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
•
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.07/2010 tentang tatacara pengenaan sanksi terhadao pelanggaran ketentuan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah. Dalam peraturan ini ditetapkan sanksi bagi daerah yang melakukan pelanggaran ketentuan di bidang pajak daerah, termasuk BPHTB, dalam 2 (dua) bentuk, yaitu: - Atas pelanggaran administrasi dikenakan sanksi berupa penundaan DAU atau DBH Pajak Penghasilan, - Atas pelanggaraan substansi dikenakan sanksi berupa pemotongan DAU atau DBH Pajak Penghasilan.
2.
Dampak pelaksanaan sistem pajak BPHTB dari pajak pusat menjadi pajak daerah Dampak peningkatan PAD Kab Karawang atas peralihan tersebut dapat terlihat pengaruh yang signifikan meskipun masih dalam tahap awal Pelaksanaan sistem pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dari Pajak Pusat Menjadi Pajak Daerah. Tercatat selama periode pengamatan dalam Laporan Anggaran dan Realisasi Pendapatan Kabupaten Karawang Tahun 2012 sampai dengan bulan Agustus 2012 Untuk penerimaan Pajak BPHTB mencapai 362,30% Dari yang dianggarkan 45.000.000.000,00 dengan realisasi 163.036.150.027,00. Dengan keseluruhan PAD yang menjadi target Pemerintah Daerah 273.225.186.007,00 dengan nilai realisasi 331.785.375.181,00. Dengan demikian PAD dengan adanya kontribusi BPHTB mencapai 121,43%. BPHTB berhasil menyumbang hampir setengah dari total PAD yaitu 49,13%. KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat dikemukakan kesimpulan Pelaksanaan sistem pemungutan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dari Pajak Pusat Menjadi Pajak Daerah dan Dampaknya terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Karawang adalah : 1. Sudah terdapat beberapa persiapan yang dilakukan dalam pelaksanaan BPHTB yang beralih sistem, seperti legalitas melalui Perda no 4 tahun 2011, alur penerimaan dan pelayanan untuk pelaksanaan pembayaran BPHTB, syarat syarat yang harus dipersiapkan wajib pajak, juga beberapa persiapan lainnya yang dilakukan di DPPKAD. 2. Tercatat selama periode pengamatan dalam Laporan Anggaran dan Realisasi Pendapatan Kabupaten Karawang Tahun 2012 sampai dengan bulan Agustus mencapai peningkatan 362,30% Dari yang dianggarkan 45.000.000.000,00 dengan realisasi 163.036.150.027,00, Dengan keseluruhan PAD yang menjadi target Pemerintah Daerah 273.225.186.007,00 dengan nilai realisasi 331.785.375.181,00. Dengan demikian PAD dengan adanya kontribusi BPHTB mencapai 121,43%, . BPHTB berhasil menyumbang hampir setengah dari total PAD yaitu 49,13% karena kesiapan dari Dinas PPKAD yang terus menjadi fokus utama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat wajib pajak BPHTB. SARAN dengan beberapa tahapan yang dilakukan untuk mempersiapkan pengalihan pajak BPHTB ini maka ada beberapa saran yang dapat menjadi perhatian : 1. Legalitas dan transparansi dari proses pengalihan pajak BPHTB hendaknya harus disosialisasikan dengan lebih jelas dan terarah sehingga mudahkan pemahaman dari masyarakat pembayar pajak BPHTB. 2. Kebijakan mengenai pajak BPHTB yang dibuat oleh Pemerintah Daerah harus didasarkan tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan daerah tetapi juga bermanfaat untuk masyarakat secara luas. 3. Untuk penelitian selanjutnya variabel kinerja ekonomi dari pemerintah daerah terhadap beberapa PADnya selain dari BPHTB dapat menjadi bahan untuk dikaji secara lebih komprehensif.
67
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
DAFTAR PUSTAKA Buku Juanda, B. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi & Bisnis Edisi Kedua. IPB Press, Bogor. Mardiasmo, 2011. Perpajakan Edisi Revisi 2011. Andi, Yogyakarta Lubis,I.2009. Manajemen dan Analisis Memudahkan Urusan Pajak BagiPerorangan, Suami – Istri, Usaha dan Yayasan. PT Elex Media Komputindo, Jakarta. Suandy, E.2011. Hukum Pajak Edisi 5. Salemba Empat, Jakarta. Hamongan Simanjuntak, T dan Mukhlis, I. 2012. Dimensi Ekonomi Perpajakan Dalam Pembangunan Ekonomi. Raih Asa Sukses, Jakarta. Santoso, S. 2001. SPSS Versi 10 Mengolah Data Statistik Secara Profesional. PT Elex Media Komputindo, Jakarta. Purworini, D.2008. Penelitian Pelaksanaan Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Atas Hibah Wasiat di Jakarta Barat. Universitas Dipenogoro, Semarang. Ilyas, W dan Burton,R. 2004. Hukum Pajak Edisi Revisi. Salemba Empat, Jakarta. Rahman, A. 2010. Panduan Pelaksanaan Administrasi Perpajakan. Nuansa Cendikia, Bandung. Resmi, S. 2008. Perpajakan Teori dan Kasus Edisi 4. Salemba Empat, Jakarta. Arikunto, S. 2005 Manajemen Penelitian, PT Rineka Cipta, Jakarta Sugiyono,2009. Metode Penelitan Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Alfabetis, Bandung Abdul, 2001. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah, UPP AMP YKPN, Jogjakarta Gonadi, djoned, 2010, Administrasi Perpajakan, BKPAP, Jakarta Yus Taufik, 2012 ,Radar Karawang, karawang Moleong J L, 2004, Metode Penelitian Kualitatif, , PT Remaja Rosdakarya, Bandung Moleong J L, 2008, Metode Penelitian Kualitatif, ed. Revisi , PT Remaja Rosdakarya, Bandung Nasution, 2003, Komunikasi Pembangunan, PT Rajawali, Jakarta Mulyana, 2011, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, cet. 9 , PT Remaja Rosdakarya, Bandung Bugin, Burhan, 2007, Penelitian kualitatif : komunikasi, ekonomi,kebijakan publik dan ilmu sosial lainnya, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta. Undang Undang Peraturan Daerah No 4 Tahun 2011 UU No 28 Tahun 2009 Tentang BPHTB Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 186/PMK.07/2010 dan Nomor 53 Tahun 2010 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.07/2010 Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2010 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.07/2010
68
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP DISIPLIN KERJA DOSEN DI UNSIKA Oleh Rahmat Hasbullah PENDAHULUAN Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang: 1) Gaya kepemimpinan di setiap fakultas di Unsika, 2) Motivasi kerja dosen di setiap fakultas di Unsika, 3) Disiplin kerja dosen di setiap fakultas di Unsika, 4) korelasi. gaya kepemimpinan terhadap disiplin kerja dosen di setiap fakultas di Unsika, 5) Korelasi motivasi kerja terhadap disiplin kerja dosen di setiap fakultas di Unsika, 6) Korelasi Gaya kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap disiplin kerja dosen di setiap fakultas di Unsika Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar gaya kepemimpinan dan motivasi kerja berpengaruh terhadap disiplin kerja dosen di setiap fakultas yang ada di Unsika. Sedangkan manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini untuk meberikan gambaran bagi para pengambil keputusan di Unsika tentang apa yang menjadi faktor – faktor utama yang berpengaruh terhadap motivasi kerja dan disiplin kerja dosen di setiap fakultas yang ada di Unsika sehingga dapat diambil suatu kebijakan yang dapat mendorong dosen agar dapat bekerja secara lebih maksimal. STUDI PUSTAKA Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengtur. Manajemen dan organisasi bukan tujuan, tetapi hanya alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan, karena tujuan yang ingin dicapai itu adalah pelayanan dan atau laba (profit). Walaupun menajemen dan organisasi hanya perupakan ”alat dan wadah” saja tetapi harus diatur dengan sebaik-baiknya. Karena jika manajemen dan oerganisasi ini baik maka optimal dapat diwujudkan, pemborosan terhindari, dan semua potensi yang dimiliki akan lebih bermanfaat, sebagaimana yang diungkap G. R. Terry dalam buku Malayu S. P. Hasibuan (2006) mendefinisikan Management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating, and controlling performend to determine and accomplish stated objectives by the use of human being and resources. Manajemen terdiri dari 6 unsur (6 M) yaitu : man, Money, methode, material, machines, dan market. Unsur man (manusia) ini berkembang menjadi satu bidang ilmu pengetahuan manajemen yang disebut manajemen sumber daya manusia atau disingkat MSDM, dan penentu terwujudnya tujuan organisasi. manajemen kepegawaian dan sumber daya manusia sangat penting bagi organisasi dalam mengelola, mengatur, dan memanfaatkan pegawai sehingga dapat berfungsi secara produktif untuk tercapainya tujuan organisasi. Sumber daya manusia di organisasi perlu dikelola secara profesional agar terwujud keseimbangan antara kebutuhan pegawai dengan tuntutan dan kemampuan organisasi organisasi. Keseimbangan tersebut merupakan kunci utama organisasi agar dapat berkembang secara produktif dan wajar. Kepemimpinan (leadership) yang ditetapkan ole seorang manajer dalam organisasi dapat menciptakan intergrasi yang serráis dan mendorong gairah kerja karyawan untuk mencapai sasaran yang maksimal. Pelaksanaan kepemimpinannya cenderung menumbuhkan kepercayaa, partisipasi, loyalitas, dan internal motivasi para bawahan dengan cara persuasif. Hal ini semua akan diperoleh kerana kecakapan, kemampuan, dan perilakunya, seperti diungkap oleh Robert Tanembuan dalam buku Malayu S. P. Hasibuan (2006), pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk mengorganisasi, mengarahkan, dan mengontrol para bawahan yang bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan organisasi, sedangkan menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2003) adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya, menurut Malayu S.P.Hasibuan (2005) gaya kepemimpinan ada tiga yaitu :1)Kepemimpinan Otoriter: Kepemimpinan Otorite adalah jika kekuasaaan atau wewenang, mutlak tetap berada pada pimpinan atau kalau pimpinan itu menganut sistem sentralisasi wewenang, falsafah pimpinan ialah ”bawahan adalah untuk pemimpin/atasan”. Bawahan hanya bertugas sebagai pelaksana keputusan yang telah ditetapkan pimpinan. Pemimpin menganggap dirinya orang yang paling berkuasa, paling pintar, dan paling cakap. Pengarahan bawahan dilakukan dengan memberikan instruksi perintah, ancaman hukuman, serta pengawasan dilakukan secara ketat. Orientasi kepemimpinannya difokuskan hanya untukpeningkatan produktivitas kerja karyawan dengan memperhatikan perasaan dan kesejahteraan bawahan. Pimpinan menganut sistem menajemen tertutup (closed management) kurang menginformasikan keadaan organisasi pada bawahannya. Pengkaderan kurang mandapat perhatiannya, 2)Kepemimpinan Partisipatif; Kepemimpinan Partisipatif adalah apabila kepemimpiannya dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama serasi, menumbuhkan loyalitas, dan partisipasi para bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa ikut memiliki organisasi. Falsafah pemimpin ialah ”pemimin (dia) adalah untuk bawahan”. Bawahan harus berpartisipasi memberikan saran, ide, dan pertimbanganpertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan tetap dilukakan pimpinan dengan mempertimbangkan saran dan ide yang diberkan bawahannya. Pemimpin menganut sistem menajemen
69
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
terbuka (open management) dan desentralisasi wewenang. Pemimpin dengan gaya partisipatif akan mendorong kemampuan bawahan mengambil keputusan. Dengan demikian, pemimpin akan selalu membina bawahan untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar; 3)Kepemimpinan Delegatif: Kepemimpinan Delegatif apabila seorang pemimpin mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan agak lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil keputusan dan kebijakan dengan bebas atau leluasa dalam melaksanakan pekerjaannya. Pemimpin tidak peduli cara bawahan mengambil keputusan dan mengerjakan pekerjaannya, sepenuhnya diserahkan kepada bawahan. Pada prinsipnya pemimpin bersikap, menyerahkan, dan mengetakan kepada bawahan ”inilah perkerjaan yang harus Saudara kerjaan, saya tidak peduli, terserah Saudara bagaimana mengerjakannya asal pekerjaan tersebut bisa diselesaikan dengan baik”. Disini pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan kepada bawahan dalam arti pimpinan menginginkan agar para bawahan bisa mengendalikan diri mereka sendiri dalam menyelasaikan pekerjaan tersebut. Bawahan dituntut dituntut memiliki kematangan dalam pekerjaan (kemampuan) dan kematangan melakukan sesuatu yang berdasarkan pengetahuan dan keterampilan. METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian Penelitian ini didesain melalui pendekatan kuantitatif,menurut Brenen (2007) pendekatan kuantitatifialahpendekatan yang di dalamusulan penelitian, proses, hipotesis, turun ke lapangan, analisis data dan kesimpulandata sampai dengan penulisannya mempergunakan aspek pengukuran,perhitungan,rumus dan kepastian data numerik. 2. Metode Penelitian Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif asosiatif, dimana dalam penelitian ini, peneliti berusaha menghubungkan antara satu variabel dengan variabel yang lain. 3. Unit Analisis Untuk kepentingan entry penelitian, maka yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah seluruh Dosen di setiap Fakultas di Unsika yang berjumlah 140 orang 4. Proses Pengumpulan dan Analisis Data Sumber data disusun dalam bentuk kuesioner (angket)tentangpenilaian dosen terhadap Gaya Kepemimpinan (P) yang dilakukan selama ini, Motivasi Kerja (M) yang dirasakan selama ini, serta Disiplin Kerja (D) dalam bentuk instrumenbentuk rating scale 5 point. Untuk analisis data, yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan (P) adalah bagaimana para dosen mempersepsikan cara pimpinan dalam melakukan interaksi dengan mereka yang dibagi kedalam tiga (3) cara yang berbeda yaitu: 1) Otoriter yang ditandai dengan sentralisasi wewenang, Pemimpin menganggap dirinya orang yang paling berkuasa, paling pintar, dan paling cakap. Pengarahan bawahan dilakukan dengan memberikan instruksi perintah, ancaman hukuman, serta pengawasan dilakukan secara ketat, serta sistem menajemen tertutup (closed management) dan kurang menginformasikan keadaan organisasi pada bawahannya. 2) Partisipatif yang ditandai dengan apabila kepemimpinannya dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama serasi, menumbuhkan loyalitas, dan partisipasi para bawahan, pemimpin mempertimbangkan saran, ide, dari bawahan, sistem menajemen terbuka (open management) dan desentralisasi wewenang. 3) Delegatif yang ditandai dengan cara bawahan dapat mengambil keputusan dan kebijakan dengan bebas atau leluasa dalam melaksanakan pekerjaannya.Sedangkan yang dimaksud dengan Motivasi Kerja (M) adalah bagaimana kepuasan dosen terhadap terpenuhinya kebutuhan dan keinginan material maupun nonmaterial yang diperolehnya dari hasil pekerjaannya.Adapun definisi konsep dari Disipin Kerja (D) adalah bagaimana peresepsi para dosen dalam menilai rekannya dalam hal perilaku dosen yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, ketenteraman, keteraturan, dan ketertiban. Skor Gaya Kepemimpinan (P) diperoleh setelah responden mengisi kuesioner yang mengungkapkanpendapat dan/ atau anggapan responden bahwa hal-hal tersebut sebagaimana diungkapkan pernyataan dalam kuesionerSangat sering/ Tidak pernah dilakukan pimpinan. Sedangkan skor Motivasi Kerja (M) diperoleh setelah responden mengisi kuesioner yang mengungkapkan Sangat Puas/ Sangat Tidak Puas mereka terhadap pernyataan dalam kuesioner. Adapun skor Disiplin Kerja (D) diperoleh setelah responden mengisi kuesioner yang mengungkapkan penilaian yang diperoleh setelah responden mengisi setiap pernyataan dalam kuesioner yang mengungkapkan Sangat Baik/ Sangat Buruk disiplin kerja rekan sekerja mereka .
70
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Setiap jawaban a) tidak pernah / sangat tidak puas/ sangat buruk diberi skor 1, b) Jarang/ tidak puas/ Buruk diberi skor 2, c) Kadang-kadang/Puas/ Sedang diberi skor 3, d) Sering/Puas/ Baik diberi skor 4, e) Selalu/ Sangat Puas/ Sangat Baik diberi skor 5. Berdasarkan definisi konseptual dan operasional di atas kemudian dikembangkan rancangan instrumen gaya kepemimpinan, motivasi dan disiplin, sebagai berikut: Tabel 1 Rancangan Instrumen Penelitian Variabel
Sub Variabel
Indikator
Butir Pertanyaan
1. sentralisasi wewenang 2. produktivitas kerja 3. manajemen Gaya Otoriter 4. hubungan dengan karyawan 1 s/d 30 kepemimpinan Partisipatif 5. penghargaan karyawan (P) Delegatif 6. pendelegasian wewenang 7. tanggung jawab pekerjaan 8. kemampuan kerja 1. Gaji 2. Bonus 3. Tunjangan makan minum 1.Fisiologis 4. Istirahat 5. Ketetapan waktu kerja 6. Kebutuhan fisik 1. Keamanan kerja 2. Tempat kerja 3. Tunjangan kesehatan 2.Rasa aman 4. Jaminan tenaga kerja 5. Tunjangan perumahan 6. Tunjangan pensiun 1. Penerimaan oleh kelompok 2. Perlakuan yang wajar 3. Hubungan dengan rekan kerja Motivasi 31 s/d 60 3.Sosial 4. Hubungan dengan atasan (M) 5. Hubungan kerjasama kelompok 6. Pengakuan masyarakat 1. Penghargaan atas prestasi kerja 2. Pengakuan sebagai individu 3. Pemberian bonus atas absensi 4.Penghargaan 4. Pemberian penghargaan diri 5. Kenaikan gaji atas prestasi kerja 6. Promosi jabatan 1. Pendidikan dan pelatihan 2. Pencapaian prestasi 3. Karyawan yang berkualitas 5.Aktualisasi 4. Karyawan terbaik diri 5. Kebebasan ide 6. Sumbang saran 1. Taat 2. Patuh 3. Setia . Kesadaran 4. Tenteram Disiplin 61 s/d 90 . Kemauan 5. Teratur (D) . Kesediaan 6. Tertib 7. Rapih 8. Pengendalian diri Sumber: Malayu S.P.Hasibuan (2005), Soegeng Prijodarminto (1992), Jerry Wyckoff dan Barbara C. Unel, (1990), Wayne Mondy dan Robert M. Noe (1990),.
71
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
5. Penafsiran dan Penyimpulan Hasil Penelitian Data yang diperoleh tidak akan memberikan makna yang berarti apabila tidak dianalisis lebih lanjut, maka untuk keperluan menjawab pertanyaan no 1, 2 dan 3 tentang Gaya Kepemipinan (P), Motivasi Kerja (M) dan Disiplin Kerja (D) dosen di setiap fakultas di lingkungan Unsika data yang diperoleh dalam bentuk skor dari hasil jawaban responden, kemudian dilanjutkan dengan rekapitulasi, tabulasi dan display data dalam bentuk tabel dan grafik, maupun dalam bentuk nasrasi untuk kemudian diketahui keadaan umum mengenai variabel dimaksud. Untuk menjawab pertanyaan no 4), 5) tentang bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan terhadap disiplin kerja di setiap fakultas di lingkungan Unsika, dan bagaimana pengaruh motivasi kerja terhadap disiplin kerja, maupun bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan, data yang diperoleh dalam bentuk skor responden terhadap setiap butir pertanyaan untuk dengan alternatif jawaban menggunakan skala Likert 5 point, kemudian diolah dengan menggunakan teknis analisis Structural Equation Modeling (SEM) dengan menggunakan program AMOS 5 (Analysis of Moment Structure). Penggunaan SEM memungkinkan peneliti untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian, mengkonfirmasi ketepatan model sekaligus menguji pengaruh suatu variabel terhadap variabel lain (Bohlen, dalam Ghozali dan Fuad, 2005:3). Sedangkan untuk menjawab pertanyaan no 6) tentang bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap disiplin kerja dosen, dikarenakan keterbatasan program AMOS untuk dapat menganalisisnya secara bersama-sama kedua variabel tersebut, maka peneliti mengolahnya secara manual dengan menggunakan Analisis Korelasi Berganda(Multiple Regression) dengan menggunakan bantuan Program SPSS 20. Adapun tahapan akhir dari bagian ini kemudian diakhiri dengan pengujian hipotesis untuk ditarik kemudian kesimpulan baik dalam bentuk skor maupun narasi, yang kemudian dilanjutkan dengan rekapitulasi, tabulasi dan display data sehingga diketahui apakah gaya kepemimpinan dan motivasi kerja secara bersama maupun parsial berpengaruh secara signifikan terhadap disiplin kerja dosen di setiap fakultas yang ada di Unsika. HASIL DAN PEMBAHASAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil wawancara dan check list observasi terhadap 14 orang responden yang telah dilakukan, didapatkan hasil penelitian sebagai berikut: 1. Gambaran karakter yang didapatkan sebelum diadakannya pelatihan bahwa 100% peserta yang berjumlah 14 orang telah memiliki karakter yang berwatak luhur, jujur dan berpikir realistis, 12 orang atau 86% peserta atau memiliki karakter innovative dan risk taker, 11 orang peserta atau 79% peserta memiliki karakter ekstorvert, mandiri dan solutif, 9 orang peserta atau 64% memiliki karakter pekerja keras, 8 orang peserta atau 57% peserta memiliki karakter persuasif, berpikir positif dan motivative, serta 6 orang atau 43% peserta memiliki karakter yang bertanggung jawab. 2. Gambaran karakter setelah diadakannya pelatihan, didapatkan gambaran sebagai berikut: bahwa 100% peserta yang berjumlah 14 orang telah memiliki karakter yang berwatak luhur, jujur, mandiri dan realistis, 13 orang atau 93% peserta atau memiliki karakter inovative dan risk taker motivative dan solutif, 12 orang atau 86% peserta mau bekerja keras dan berpikir positif, 11 orang atau 79% bersifat ekstrovert, 9 orang atau 64% mampu bersikap disiplin, persuasif dan bertanggung jawab. 3. Terdapat perubahan karakter mahasiswa peserta pelatihan, kususnya pada buktir karakter no 3) inovative terjadi perubahan karakter terhadap 7% (1 orang), no 4) yaitu risk taker terjadi perubahan karakter terhadap 7% (1 orang), no 5) berdisiplin terjadi perubahan karakter terhadap 21% (3 orang), 6) pekerja keras terjadi perubahan karakter terhadap 21% (3 orang), 8) kemandirian terjadi perubahan karakter terhadap 21% (3 orang), 10) persuasif terjadi perubahan karakter terhadap 7% (1 orang), 11) berpikir positif terjadi perubahan karakter terhadap 29% (4 orang), 12) bertanggung jawab terjadi perubahan karakter terhadap 20% (3 orang), 13) motivative terjadi perubahan karakter terhadap 36% (5 orang) dan 14) solutif terjadi perubahan karakter terhadap 13% (2 orang). Dengan nilai rata-rata perubahan karakter 36% (5 orang) pada indikator motivative. Berdasarkan hasil yang didapatkan maka dari 14 indikator yang diteliti dari karakter wirausaha dengan menggunakan metode pelatihan softskills terjadi perubahan karakter sebanyak 10 indikator, yaitu: inovative, risk taker, disiplin, kerja keras, mandiri, persuasif, berpikir positif, bertanggung jawab, motivatif dan solutif, yang berdampak pada perubahan karakter 19% peserta untuk waktu pelatihan selama 1 minggu (18 s/d 25 Juli 2011).
72
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka ada beberapa hal yang dapat ditarik menjadi kesimpulan pada bab ini: 1. Pada dasarnya setiap peserta telah memiliki karakter dasar yang cukup kuat untuk menjadi wirausahawan, ini dapat diindikasikan dari 14 (empat berlas indikator) karakter yang diteliti pada saat dilakukan pre-test, ada 3 (tiga) indikator karakter yang mereka telah memilikinya, yaitu: berwatak luhur, jujur dan berpikir realistis. 2. Setelah dilakukan upaya pembinaan dengan metode pelatihan softskills, dari 14 (empat berlas indikator) karakter yang diteliti pada saat dilakukan progress check dan post test didapatkan hasil, terjadi perubahan karakter, khususnya pada karakter: inovative, risk taker motivative, solutif, pekerja keras, berpikir positif, disiplin, persuasif dan bertanggung jawab. 3. Terjadi perubahan 10 (sepuluh) indikator karakter wirausaha, yaitu: inovative, risk taker, disiplin, kerja keras, mandiri, persuasif, berpikir positif, bertanggung jawab, motivatif dan solutif, dengan perubahan karakter minimal (faktor penghambat) pada indikator inovative, risk taker, persuasif perubahan indikator maksimal (faktor pendukung) karakter pada indikator motivative dengan ratarata perubahan karakter pesxerta berdampak pada 19% jumlah peserta pelatihan.
SARAN Berdasarkan kesimpulan di atas, maka berikut ini adalah saran – saran yang mungkin berguna bagi penyelenggaran pelatihan softskills untuk membentuk karakter mahasiswa di masa mendatang. 1. Karakter yang sudah terbentuk dari awal sebelum dilakukan pelatihan, yaitu berwatak luhur, jujur dan berpikir realistis pada diri mahasiswa perlu dipertahankan sebagai modal awal mereka sebelum terjun di dunia usaha, begitupun solusi yang ditawarkan pada bab pembahasan ketika dilakukan wawancara dengan metode amnesna bagi setiap individu peserta pelatihan perlu diperhatikan agar responden bisa lebih sukses lagi dikemudian hari. 2. Diperlukannya anggaran yang lebih memadai untuk membiayai penyelenggaran pelatihan soft skills untuk membentuk karakter wirausaha dalam waktu yang lebih panjang dengan jumlah mahasiswa yang lebih banyak, agar materi yang disampaikan lebih dapat dipahami secara komprehensif dan perubahan karakter pada diri peserta bisa lebih signifikan, serta jumlah calon wirausahawan bisa lebih bertambah, dimana hal tersebut sesuai dengan program pemerintah, dan sejalan dengan visi misi fakultas untuk menciptakan lulusan yang berkarakter wirausaha, selain itu penelitian pun bisa dapat dilaksanakan secara lebih komprehensif, selain hal tersebut, diperlukan seleksi yang lebih ketat lagi dalam perekrutan peserta pelatihan, agar mereka lebih serius dalam melaksanakan pelatihan. Terintegrasikannya materi pelatihan, bahan ajar pelatihan softskills kedalam kurikulum perkuliahan, namun dengan model pembelajaran yang berbeda dengan proses belajar mengajar mata kuliah lainnya, dimana hal tersebut bisa saja dilakukan dengan cara pelatihan, yang mana waktu pelaksanaannya dapat dilakukan pada saat liburan perkuliahan, agar materi yang disampaikan pada saat pelatihan ini dapat terdiseminasi lebih luas. DAFTAR PUSTAKA As ad, M. 1987. Psikologi Industri. Edisi ketiga. Yogyakarta: Liberty. Campbell, J.P., & Pritchard, R.D. 1978. Motivation Theory Industrical and Organization Psychology: Handbook of Industrial and Organization. Chicago: College Publishing Company. Commings, Paul W. 1984. Manajemen Terbuka (Open Management). Seri Manajemen No. 49. Jakarta: P.T. Pustaka Binawan Pressindo. Gibson, James L., Ivancevich, John. M., & Donelly, James Jr. 1985. Organization. Jilid I (ahli bahasa oleh Drs Djakarsih, MPA). Jakarta: Erlangga. Handoko, T. Hani. 1988. Manajemen Personalia & Sumber Daya Manusia. Edisi ke- 2. Yogyakarta: BPFE Herzberg, F. Mausner, B. & Snyderman, B.B. 1959. The Motivation To Work. Willey Internasional.
73
Solusi, Vol. 11 No. 24 Edisi September-Nopember 2012
Jerry Wyckoff dan Barbara C. Unel, 1990, Discipline Without Shouting Or Spanking: Practical Solutions to the Most Common Preschool Behavior Problems, New York: MJF Books.
Jusuf, Almasdi, 1996, Aspek Sikap Mental Dalam Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Ghalia Indonesia,.
Malayu Hasibuan, 1996, Manajemen Dasar Pengertian, dan Masalah, Edisi 2, Jakarta: Toko Gunung Agung,
Malayu Hasibuan, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia, Ed. Revisi, Jakarta: PT. Bumi Aksara. Manullang, M. 1982. Managemen Personalia. Cetakan ke-8. Jakarta: Ghalia Indonesia. Mathis L. Robert and Jackson John H, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia, Terjemahan Jimmy Sadeli, Jakarta: Salemba Empat. Moukijad, 1987. Manajemen Kepegawaian/Personel Management. Jakarta: Alumni. Nitisemito, Alex. S. 1991. Manajemen Personalia. Cetakan ke-8. Jakarta: Ghalia Indonesia. R. Wayne Mondy, Robert M. Noe, 1990, Human resource management, London; Pearson. nd
Robins, Stepen P. 1982. Personal Management of Human Resources (2 ed.). Georgetown, Onfario: Irwin Dorset Limmited. Sarwoto, Drs. 1986. Dasar-Dasar Organization & Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia. Soegeng Prijodarminto, 1992, Disiplin kiat menuju sukses, Jakarta: Lemhanas. Wexley, K.N., and Yukl, L.A. 1988. Organizational Behavior and Personnel Psychology. Boston: Richad D. Irwin, Inc.
74