BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Dari analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1.
Faktor penyebab tidak efektifnya penanganan temuan berulang pemeriksaan Inspektorat Kabupaten Bojonegoro tahun 2010 – 2013 antara lain : a.
koordinasi antara auditor Inspektorat, dengan Obyek pemeriksaan dan SKPD lain tidak berjalan dengan baik dan berkelanjutan serta saling melemparkan tanggung jawab koordinasi, Hal ini tampak pada : -‐
Komunikasi dan koordinasi antara masing – masing Auditor dan masing – masing tim pemeriksa tidak berjalan dengan baik. Ditandai dengan tidak berjalannya kegiatan Gugus Kendali Mutu yang seharusnya sebagai forum koordinasi antar auditor. Kondisi ini menyebabkan perbedaan pola pandang terhadap permasalahan yang dihadapi dalam pemeriksaan, memunculkan temuan maupun saran yang berbeda terhadap permasalahan yang sama.
-‐
Inspektorat
dengan
obyek
pemeriksaan
saling
berusaha
melempar tanggung jawab, dalam artian Inspektorat telah melaksanakan
pembinaan
157
dan
mengharapkan
obyek
pemeriksaan dapat lebih aktif melakukan koordinasi lanjutan, sedangkan
obyek
pemeriksaan
pasif
koordinasi
karena
merasa
pembinaan
sepenuhnya
ada
ditangan
Inspektorat.
dalam
melakukan
dan
pengawasan
Koordinasi
yang
terlaksana pada saat pemeriksaan tidak ada tindak lanjut yang baik bahkan terhenti setelah pemeriksaan selesai dilaksanakan. Koordinasi
akan
dilaksanakan
kembali
ketika
muncul
permasalahan. Hal ini tidak sejalan dengan prinsip pembinaan sebagai tindakan preventif menghadapi permasalahan yang muncul. -‐
Tidak adanya koordinasi dan kerjasama kegiatan yang bersifat lintas sektoral antara SKPD perencanaan, pelaksana, dan pengawasan. Hasil temuan pemeriksaan tidak ditindaklanjuti dengan koordinasi dengan SKPD leading sector terkait. Seharusnya hasil pemeriksaan dapat digunakan sebagai dasar acuan perencanaan kegiatan selanjutnya bagi SKPD terkait tidak dapat berjalan.
b.
Tidak
ada
Standart
Operasional
model
pemeriksaan
yang
menjadikan pemeriksaan menjadi kurang fokus dan anggapan bahwa Inspektorat
Kabupaten
Bojonegoro
independen.
158
kurang
profesional
dan
c.
Pemahaman yang kurang tepat atas posisi Inspektorat dimata auditor serta adanya uang saku pemeriksaan dari Obyek pemeriksaan dapat menggeser obyektifitas auditor selama proses pembinaan.
d.
Tidak adanya sanksi yang tegas kepada obyek pemeriksaan yang memiliki temuan berulang.
2.
Peranan APIP dan pelaksanaan SPIP a.
APIP belum memberikan peranan yang menonjol dalam menangani temuan berulang dan mendukung susksesnya pengawasan internal. Karena
didalam
tubuh
APIP
sendiri
masih
perlu
banyak
pembenahan dari sistem pendampingan, kualitas SDM, hingga koordinasi internal didalamnya. b.
Seluruh unsur – unsur SPIP belum dapat diimplementasikan dalam pemeriksaan. Hal ini dikarenakan banyak unsur SPIP yang hampir sama dengan bidang pemeriksaan sebelum berjalannya SPIP, serta pemahaman implementasi SPIP terfokus pada pengendalian tata administrasi keuangan.
c.
Kurangnya pendampingan dan tindak lanjut pelaksanaan SPIP oleh Satuan Tugas SPIP Kabupaten, karena adanya perbedaan pendapat dan saling melempar tanggungjawab yang dipicu oleh kurangnya pemahaman atas petunjuk teknis pelaksanaan SPIP secara umum. Pemahaman SPIP terbatas pada tataran teori sedangkan untuk implementasi, baik APIP maupun satgas SPIP masing – masing Instansi masih perlu pendampingan lebih lanjut dari BPKP.
159
d.
Tidak adanya komitmen Kepala SKPD terhadap pelaksanaan SPIP.
B. SARAN Adapun saran yang dapat diberikan dalam meningkatkan kinerja pembinaan dan pengawasan internal serta upaya meminimalkan adanya temuan berulang dalam pemeriksaan Inspektorat Kabupaten Bojonegoro pada tahun – tahun mendatang antara lain : 1.
Memperbaiki komunikasi dan koordinasi antara auditor, obyek pemeriksaan dan SKPD terkait dengan cara : -‐
Mengaktifkan Gugus Kendali Mutu sebagai media komunikasi antar auditor untuk menyamakan pola pandang dan kepahaman sehingga outuput yang dihasilkan lebih baik.
-‐
Membuka ruang komunikasi dan koordinasi yang lebih baik dengan obyek pemeriksaan baik pada saat pemeriksaan maupun setelah pemeriksaan dan lebih proaktif melakukan pembinaan sebagai langkah tindakan preventif terhadap permasalahan yang mungkin akan timbul.
-‐
Menjalin koordinasi dengan SKPD leading sector perencanaan dan pelaksana ataupun lintas sektoral dengan lebih baik. Pelaksanaan kegiatan pemerintahan dimulai dari perencanaan hingga pengawasan merupakan sebuah lingkaran yang hendaknya tidak terputus sehingga lebih mudah untuk dibenahi dan dilakukan pembinaan.
160
-‐
Membentuk tim khusus beserta seluruh perangkat dan fasilitas peraturan perundang – undangan serta teknologi informasi yang dapat menerima segala bentuk koordinasi dan dalam kondisi apapun.
2.
Perlu dilakukan penyusunan standar operasional pemeriksaan yang didalamnya juga terdapat tentang kode etik pembinaan dan pengawasan sebagai acuan dasar pelaksanaan pembinaan dan pengawasan yang sama bagi
seluruh
auditor
sehingga
pembinaan
dapat
lebih
fokus,
membentengi auditor untuk lebih bersikap profesional. Standart operasional ini juga untuk mengemas pembinaan dan pengawasan lebih luas mencakup pendampingan SPIP pada masing – masing SKPD namun tidak melewati batasan waktu pemeriksaan yang diberikan. 3.
Merubah pola pandang auditor terhadap posisi Inspektorat sejajar dengan SKPD lainnya dengan tugas yang sesuai dengan tupoksi masing masing.
4.
Harus ada Peraturan yang legal dan formal tentang penghapusan uang saku pemeriksaan oleh obyek pemeriksaan, serta ada sanksi bagi yang memberi maupun yang menerima. Hal ini dilakukan untuk menempatkan posisi auditor agar lebih independen dan profesional, serta menghindari kemungkinan kasus suap atau gratifikasi.
5.
Perlu adanya sanksi yang tegas kepada SKPD obyek pemeriksaan yang melakukan temuan berulang. Sanksi juga mengikat kepada Kepala SKPD terkait dalam kaitan penilaian kinerja Kepala SKPD yang bersangkutan.
161
6.
Perlu adanya pembenahan atas model pendampingan oleh APIP dan juga memperbaiki pola pandang anggota terkait posisi APIP itu sendiri serta perbaikan kualitas dan kordinasi internal anggota APIP.
7.
Dilakukan pendampingan pelaksanaan SPIP secara practical dan lebih mendalam bukan sekedar pelaksanaan bimbingan teknis yang teoritis. Pendampingan ditujukan kepada APIP maupun satgas SPIP seluruh SKPD. Salah satu pendampingan dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada SKPD bahwa pelaksanaan SPIP bukan hanya pada bidang keuangan namun seluruh kegiatan pemerintahan.
8.
Lebih menekankan pemahaman dan komitmen kepala SKPD selaku ketua Satuan Tugas SPIP dalam mengkoordinir pelaksanaan SPIP pada intansi masing – masing.
162