BAB V PEMBAHASAN
Berdasarkan data penelitian dan analisa hasil penelitian maka dilakukan pembahasan secara mendalam mengenai hasil penelitian. Pembahasan difokuskan untuk menjawab permasalahan penelitian yaitu adakah pengaruh penyuluhan gizi terhadap pengetahuan ibu tentang pola makan balita di Desa Sambirejo, Kecamatan Mantingan, Kabupaten Ngawi. A. Karakteristik Responden Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 70 responden di Desa Sambirejo, Kecamatan Mantingan, Kabupaten Ngawi yang terbagi menjadi 2 kelompok, dapat diketahui bahwa 6 responden atau 8,57% berusia <20 tahun, yaitu pada kelompok perlakuan terdapat 4 responden dan kelompok kontrol 2 responden. 61 responden atau 87,14% berumur 20-35 tahun, yaitu 29 reponden kelompok perlakuan dan 32 responden kelompok kontrol. Responden yang berumur >35 tahun sebanyak 3 reponden atau 4,29% yaitu pada kelompok perlakuan 2 responden dan kelompok kontrol 1 responden. Umur dapat mempengaruhi pengetahuan karena semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kedewasaan seseorang lebih tinggi dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini berkaitan dengan pengalaman dan kematangan jiwa (Wawan dan Dewi, 2010).
1
2
Karakteristik berikutnya yaitu pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 6 responden atau 8,57% berpendidikan dasar, yaitu 3 responden kelompok perlakuan dan 3 responden kelompok kontrol. Sebanyak 54 responden atau 77,14% berpendidikan menengah, yaitu 25 responden kelompok perlakuan dan 29 kelompok kontrol. Sebanyak 10 responden atau 14,29 % dengan pendidikan terakhir pada jenjang perguruan tinggi, yaitu 7 responden kelompok perlakuan dan 3 responden kelompok kontrol. Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa salah satu faktor dari pengetahuan adalah pendidikan. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang secara formal maupun non-formal kepada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 33 responden atau 47,14% tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga yaitu 18 responden kelompok perlakuan dan 15 responden kelompok kontrol. Sebanyak 18 responden atau 25,71% sebagai pekerja swasta, yaitu 8 responden kelompok perlakuan dan 10 responden kelompok kontrol. 16 responden atau 22,86% bekerja sebagai petani, yaitu 8 responden kelompok perlakuan dan 8 responden kelompok kontrol. 3 responden atau 4,29 % bekerja sebagai PNS, yaitu 1 responden kelompok perlakuan dan 2 responden kelompok kontrol.
3
Menurut Soekamto (2002), ibu rumah tangga memiliki banyak waktu luang untuk bertukar pengalaman dengan masyarakat serta dapat mengakses informasi melalui media cetak maupun elektronik. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 66 responden atau 94,29% pernah informasi tentang pola makan balita yaitu 32 responden kelompok perlakuan dan 34 responden kelompok kontrol. 4 responden atau 5,71% tidak pernah mendapatkan informasi tentang pola makan balita yaitu 3 responden kelompok perlakuan dan 1 responden kelompok kontrol. Menurut Azwar (2003), pengetahuan dapat dipengaruhi oleh adanya informasi dari sumber media sebagai sarana komunikasi yang dibaca atau yang dilihat, baik dari media cetak maupun elektronik. Informasi yang diperoleh dapat memberikan pengaruh sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Adanya informasi baru dapat memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya pengetahuan mengenai pola makan balita (Notoatmodjo, 2010). B. Pengetahuan Ibu tentang Pola Makan Balita Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rerata skor pre-test pada kelompok perlakuan sebesar 47,9 dengan standar deviasi 15,7 dan skor terendah 26,7 tertinggi 96,7. Rerata skor post-test sebesar 83,9 dengan standar deviasi 4,6 dan skor terendah 70 tertinggi 93,3. Selisih rerata sebesar 36 dengan standar deviasi 16,2. Selisih terendah yaitu -10, artinya ada yang mengalami penurunan skor post-test hingga 10 poin dari skor pre-test. Selisih tertinggi sebesar 60 artinya ada yang mengalami kenaikan skor post-test hingga 60 poin dari skor pre-test. Rerata skor pre-test pada kelompok kontrol sebesar 56,3 dengan skor terendah 30 tertinggi 96,7 dan standar deviasi 16,1. Rerata skor post-test
4
sebesar 56,5 dengan standat deviasi 15,7 skor terendah 33,3 dan skor tertinggi 93,3. Selisih rerata 0,2 dengan standar deviasi 4. Selisih terendah yaitu -10, artinya ada yang mengalami penurunan skor post-test hingga 10 poin dibandingkan dengan skor pre-test. Selisih tertinggi sebesar 6,7 artinya ada yang mengalami kenaikan skor post-test hingga 6,7 poin dari skor pre-test. Pengukuran pengetahuan dalam penelitian ini menggunakan kuesioner pengetahuan ibu balita tentang pola makan. Berisi 30 butir soal terdiri dari 16 soal favorable dan 14 unfavorable. Dalam kuesioner tersebut terdapat 5 indikator, yaitu pengertian pola makan, gizi seimbang, kebutuhan nutrisi balita, frekuensi makan, dan teknik mengolah makanan. Nilai terendah yang diperoleh responden pada pre-test (sebelum diberikan penyuluhan) terletak pada indikator gizi seimbang dan kebutuhan gizi balita. Gizi seimbang pada balita mempunyai peranan penting dalam pola makan balita. Hal tersebut karena dalam prinsip gizi seimbang terdapat susunan pangan sehari-hari yang mengandung jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh dalam rangka mempertahankan berat badan normal untuk mencegah terjadinya masalah gizi (Depkes RI, 2014). Pemberian makanan secara seimbang pada usia dini akan berpengaruh pada selera makan anak selanjutnya. Kebutuhan gizi balita akan terus bertambah seiring bertambahnya usia anak. Asupan gizi pada balita digunakan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan. Namun, jika melebihi kebutuhan tubuh akan menyebabkan kelebihan berat badan dan penyakit lain yang disebabkan oleh kelebihan zat gizi. Sebaliknya, asupan gizi kurang dari yang dibutuhkan akan menyebabkan tubuh menjadi kurus dan rentan terhadap penyakit (Sulistyoningsih, 2011).
5
C. Pengaruh Penyuluhan Gizi terhadap Pengetahuan Ibu tentang Pola Makan Balita Penyuluhan dilakukan dengan metode pemberdayaan masyarakat dan teknik ceramah. Penyampaian materi menggunakan media power point dan leaflet yang dibagikan kepada responden. Saat penyuluhan berlangsung terdapat beberapa balita yang rewel, sehingga mengganggu proses penyampaian materi dan mempengaruhi konsentrasi para responden. Namun, kondisi tersebut tidak berlangsung lama dan penyuluhan dapat berjalan dengan lancar. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pada kelompok perlakuan terdapat 33 responden (94,2%) yang pengetahuannya meningkat dan 2 responden (5,8%) pengetahuannya menurun. Berdasarkan hasil uji statistik dengan Mann Whitney diketahui bahwa nilai p = 0,001 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya penyuluhan gizi berpengaruh terhadap pengetahuan ibu tentang pola makan balita secara signifikan karena nilai p < 0,05. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori Maulana (2009) bahwa penyuluhan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran, disamping sikap dan perilaku. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Cholishiyyana (2011) bahwa terdapat pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan ibu hamil tentang persalinan. Jurnal lain yang sesuai yaitu hasil penelitian yang dilakukan oleh Benita (2012) bahwa penyuluhan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wardani (2010) juga menyatakan bahwa terdapat pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan secara signifikan.
6
Peningkatan pengetahuan kelompok perlakuan lebih tinggi daripada kelompok kontrol terjadi karena adanya perlakuan yang diberikan pada responden berupa penyuluhan. Prinsip pokok penyuluhan adalah proses belajar. Seseorang dikatakan belajar apabila terjadi perubahan dari tidak tahu menjadi tahu (Fitriani, 2011). Agar proses belajar berjalan dengan efektif dan efisien diperlukan metode, teknik, dan media yang sesuai (Maulana, 2009). Metode dapat diartikan sebagai cara atau pendekatan tertentu. Pemilihan metode yang tepat sangat membantu tercapainya tujuan dari penyuluhan tersebut, yaitu peningkatan pengetahuan responden (Maulana, 2009). Hal ini sependapat dengan Notoatmodjo (2007) yang menyebutkan bahwa metode penyuluhan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tercapainya suatu hasil penyuluhan secara optimal. Penelitian ini menggunakan metode pemberdayaan masyarakat dengan teknik ceramah. Ceramah cocok digunakan untuk penyuluhan dalam kelompok dengan sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Teknik ceramah yang dimaksud disini adalah ceramah dengan kombinasi teknik yang bervariasi. Mengapa demikian, sebab ceramah dilakukan dengan tujuan sebagai pemicu terjadinya kegiatan yang partisipatif (curah pendapat, diskusi, studi kasus, dll). Selain itu, ceramah yang dimaksud disini adalah ceramah yang cenderung interaktif, yaitu melibatkan peserta melalui adanya tanggapan balik atau perbandingan dengan pendapat dan pengalaman peserta (Fitriani, 2011). Media penyuluhan adalah alat bantu yang digunakan dalam penyampaian materi. Adanya media atau alat bantu ini dapat mempermudah dalam penyampaian materi. Selain itu juga dapat mempermudah responden
7
dalam menerima informasi yang disampaikan, sehingga informasi yang diterima akan tersimpan dalam ingatan lebih lama (Maulana, 2009). Penelitian ini menggunakan media leaflet dan powerpoint saat penyuluhan. Media leaflet adalah media berbentuk selembar kertas yang berisi tulisan dan gambar. Leaflet dapat dilipat sehingga berukuran kecil dan praktis dibawa sehingga memudahkan peserta untuk belajar secara mandiri. Leaflet sangat efektif untuk menyampaikan materi karena berisi gagasan pokok materi yang dijelaskan secara ringkas dan lugas (Simamora, 2009). Powerpoint juga sangat efektif dalam penyampaian materi, karena slide dalam powerpoint dapat memperjelas materi. Dengan adanya slide powerpoint juga dapat menimbulkan semangat belajar dan interaksi antara peserta dan pemateri (Simamora, 2009). Notoatmodjo (2011) mengungkapkan bahwa setelah mendapatkan stimulus berupa penyuluhan, dalam diri seseorang terjadi proses penerimaan pengetahuan yang berurutan. Dimulai dari awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). Dalam hal ini responden menyadari dan mengetahui adanya penyuluhan gizi yang berisi materi mengenai pola makan balita. Setelah itu interest
(merasa tertarik), yaitu orang tersebut mulai tertarik terhadap
stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul. Responden merasa tertarik untuk mengikuti penyuluhan dan antusias dalam mendengarkan materi yang disampaikan dalam penyuluhan. Lalu evaluation (menimbang-nimbang), dimana orang tersebut menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. Responden mulai dapat membedakan pola
8
makan yang baik dan tidak baik untuk anak balitanya. Di tahap ini responden sudah mengetahui pola makan yang benar untuk balita. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat 2 responden (5,8%) dalam kelompok perlakuan yang mengalami penurunan pengetahuan. Penurunan pengetahuan pada kedua responden tersebut sama-sama 10 poin, artinya skor post-test responden tersebut lebih rendah 10 poin dibandingkan dengan skor pre-test. Hal itu terjadi karena pada saat penyuluhan atau penyampaian materi terdapat balita yang rewel, sehingga mengganggu konsentrasi responden dan peneliti dalam proses penyuluhan. Konsentrasi yang terganggu menyebabkan responden kesulitan dalam proses belajar dan penyerapan materi, sehingga mempengaruhi hasil belajar menjadi rendah dan tidak optimal (Surya, 2009). Berdasarkan hasil penelitian, pada kelompok kontrol terdapat 14 responden (40%) yang pengetahuannya meningkat, 13 responden (37,1%) pengetahuannya menurun, dan 8 responden (22,9%) pengetahuannya tetap. Peningkatan pengetahuan pada kelompok kontrol terjadi karena responden mendapatkan informasi sendiri dari berbagai media. Menurut Azwar (2003), pengetahuan dapat dipengaruhi oleh adanya informasi dari sumber media sebagai sarana komunikasi yang dibaca atau yang dilihat, baik dari media cetak maupun elektronik. Informasi yang diperoleh dapat memberikan pengaruh sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Berdasarkan hasil penelitian pada kelompok juga terdapat penurunan pengetahuan. Penurunan pengetahuan kelompok perlakuan dan kontrol paling besar sama-sama 10 poin. Namun, pada kelompok kontrol penurunannya lebih bervariasi. Hal ini dikarenakan responden pada kelompok kontrol tidak
9
mendapatkan perlakuan yang sama seperti pada kelompok perlakuan. Responden pada kelompok kontrol tidak ada diskusi untuk persamaan persepi dan mereka mendapatkan informasi sendiri melalui berbagai media yang berbeda, sehingga mereka memperoleh pengetahuan dan persepsi yang berbeda (Simamora, 2009).