BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan PT. Angkasa Pura II (Persero) merupakan perusahaan milik negara yang bergerak dalam bidang pelayanan jasa kebandarudaraan di wilayah Indonesia bagian barat. Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT. AP II wajib melaksanakan tanggungjawab sosial dan lingkungan melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar perusahaan. PKBL tersebut diatur melalui Permen BUMN No.5/MBU/2007 tentang PKBL, dimana Direksi PT. AP II (Persero) menanggapinya dengan menerbitkan Kep.01.02.08/12/2008 tentang SOP PKBL. Bentuk kegiatan PKBL dibagi dalam dua bentuk, bentuk Program Kemitraan yaitu program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri, dan bentuk Program Bina Lingkungan sebuah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat. PKBL dilaksanakan oleh unit khusus yaitu SME-CD (Small and Medium Enterprise – Community Development), dimana pada Kantor Cabang Utama Bandara Soekarno-Hatta berkedudukan sebagai unit yang berdiri sendiri langsung dibawah Executive General Manager atau Kepala Cabang. SME-CD bertugas untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi jalannya PKBL. Salah satu kegiatan andalannya adalah PKBL Monumental. Pada tahun 2012, Kementerian BUMN menetapkan prioritas PKBL pada bidang kesehatan. Sehingga, dalam melaksanakan tugasnya SME-CD harus dapat memberikan
113
bentuk nyata upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat pada bidang kesehatan. Kegiatan tersebut adalah penyaluran ambulan untuk puskesmas di kecamatan yang berada di sekitar wilayah Bandara Soekarno-Hatta. Perencanaan penyaluran dana PKBL Monumental merupakan langkah awal untuk menentukan hasil yang akan dirasakan oleh masyarakat sekitar Bandara Soekarno-Hatta. Perencanaan yang baik, akan menghasilkan sebuah hasil kegiatan penyaluran dana PKBL Monumental yang baik, tepat sasaran, dan memberikan banyak dampak positif bagi masyarakat. SME-CD melaksanakan perencanaan PKBL Monumental dengan mengikuti SOP PKBL dan menghasilkan sebuah keputusan berupa kegiatan penyaluran ambulan untuk puskesmas di kecamatan yang berada di sekitar wilayah Bandara Soekarno-Hatta. Melihat dari proses perencanaan Herbert A. Simon yang tebagi dalam tahap Intelligence, Design, dan Choice, metode pengambilan keputusan SME-CD masih belum sesuai dengan prinsip Transparansi yang terdapat pada ISO 26000. Transparansi menjadi sangat penting, karena dapat menimbulkan sebuah Trust (Kepercayaan) dari masingmasing stakeholder. Adanya kepercayaan tersebut dapat membawa sebuah perencanaan kegiatan kearah tujuan bersama yang lebih tepat. Selain itu, Trust juga memberikan kenyamanan sehingga dapat menghindari timbulnya konflik salah paham atau bahkan perbedaan pandangan dari masyarakat. SME-CD masih menggunakan metode pengambilan keputusan kegiatan PKBL Monumental dengan model elit, sehingga masih belum transparan kepada masyarakat. Sedangkan, ISO 26000 menyatakan salah satu prinsip tanggungjawab sosial perusahaan adalah Transparansi. Dimana Sebuah organisasi seharusnya
114
menyatakan dengan transparan tentang seluruh keputusan dan aktivitasnya yang memiliki dampak atas masyarakat dan lingkungan. Prinsip tersebut menuntut keterbukaan yang “clear, accurate and complete” atas seluruh kebijakan, keputusan dan aktivitas perusahaan. Penerapan model elit hanya membuat satu prinsip-prinsip
tanggungjawab
sosial
menurut
ISO
26000
yang
dapat
dilaksanakan, yaitu Kepatuhan Terhadap Hukum (Obey The Law). Model elit dalam pengambilan keputusan menjadikan SME-CD terpaku pada peraturan dari Kementerian BUMN, SOP PKBL perusahaan, serta Pemerintah Kota Tangerang. Dimana PKBL Monumental dilaksanakan sebagai bentuk kewajiban terhadap hukum yang berlaku. SME-CD sudah mulai melihat pentingnya sebuah reputasi, dan memperhatikan standar kebutuhan yang ada. Namun, SME-CD sebagai pelaksana PKBL belum menyentuh nilai-nilai yang ada di masyarakat agar dapat memenuhi harapan atau tuntutan setiap stakeholder. Sehingga, penyaluran ambulans tersebut belum dapat menunjukkan bahwa PKBL telah berkontribusi sesuai dengan ISO 26000 sebagai CSR. Sedangkan, berdasarkan Piramida CSR yang digunakan Carroll, PKBL masih berkedudukan pada tingkat kedua Piramida CSR. PKBL masih berada pada posisi Legal Responsibility, dimana PKBL sebagai tanggungjawab perusahaan untuk mematuhi hukum yang berlaku. Salah satu faktor yang menyebabkan tidak berjalannya prinsip-prinsip tanggungjawab sosial dalam perencanaan kegiatan PKBL di SME-CD adalah tidak adanya Cross-Cutting Affiliation yang baik. Model elit dalam pengambilan keputusan yang digunakan oleh SME-CD tidak merekomendasikan untuk adanya
115
peran masyarakat dan Forum MSH (Forum Multi-Stakeholder). Di dalam tahap perencanaan
sebuah
kegiatan
program
monumental
perusahaan
hanya
berkoordinasi dengan pemerintah dan dinas terkait tanpa memberikan kesempatan partisipasi untuk masyarakat melalui Forum MSH. Metode perencanaan tersebut masih kurang tepat untuk diterapkan di Kota Tangerang yang penduduknya sangat beragam. Model elit yang menjadikan perusahaan dan pemerintah melakukan koordinasi yang tertutup dapat saja dengan mudah dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk mencari keuntungan, atau bahkan memicu munculnya provokasi masyarakat dengan isu-isu negatif tentang perencanaan kegiatan PKBL Monumental yang memungkinkan timbulnya konflik antar masyarakat, antara masyarakat dengan pemerintah, atau masyarakat dengan perusahaan. Padahal salah satu tujuan munculnya tanggungjawab sosial perusahaan atau PKBL adalah untuk menghindari konflik yang dapat merugikan banyak pihak. B. Saran Metode Pengambilan Keputusan dalam perencanaan penyaluran dana PKBL di SME-CD disarankan, sebagai berikut: 1. Aktor Aktor yang terkait tidak hanya dari pejabat pemerintah, karena pengadaan kegiatan dengan banyak biaya akan mengundang terlalu banyak intervensi politik. Hindari munculnya kelompok minoritas dalam pengambilan keputusan. Lebih melihat kelompok mayorita atau masyarakat sekitar perusahaan sebagai stakeholder yang penting untuk turut berpartisipasi dalam lingkup perencanaan PKBL yang sifatnya monumental. Selain
116
mempermudah pemetaan sosial, peran serta masyarakat akan memicu pembangunan berkelanjutan, sehingga masyarakat dapat sejahtera dan mandiri. Masyarakat akan merasa lebih menikmati hasilnya karena mereka ikut berperan menjadi aktor. 2. Proses Proses yang berjalan dalam koordinasi dengan berbagai pihak terlalu tertutup pada kelompok minoritas (Elit, baik di perusahaan maupun di pemerintahan). Model elit dalam pengambilan keputusan tidak dapat menjalankan proses perencanaan yang baik. Transparansi merupakan modal untuk terciptanya Trust dari masyarakat. Proses koordinasi dalam perencanaan harus mencari cara agar dapat merangkul masyarakat, salah satu caranya melalui Forum Multi Stakeholder. Melalui forum tersebut akan mengajak masyarakat, dan stakeholder lainnya untuk saling terbuka (Cross-Cutting Affiliations). Sehingga dapat menghasilkan sebuah kesetaraan derajat, integrasi sosial, dan keinginan bersama, serta pemahaman dan tujuan kegiatan PKBL monumental yang tepat sasaran pada titik lemah pembangunan masyarakat. 3. Konten Konten yang berkembang dalam perencanaan belum menyangkut nilainilai dalam masyarakat. Kontennya terlalu terikat pada prosedur penyaluran dana, dimana konten koordinasi terpaku pada ketentuan birokrasi
sedangkan
tuntutan
masyarakat
terabaikan.
Nilai-nilai
masyarakat terkait peningkatan pelayanan kesehatan yang seharusnya
117
dijadikan pertimbangan menjadi konten adalah nilai-nilai kebudayaan, dan pendidikan. Dimana budaya masyarakat dalam memperoleh kesehatan tentu berbeda-beda sesuai latar belakang sosial serta kebiasaan yang dilakukan. Kemudian, pendidikan yang diperoleh masyarakat pun berbedabeda sehingga mempengaruhi kesadaran mereka untuk pentingnya meningkatkan pelayanan kesehatan. Diharapkan dengan perbaikan Aktor, Proses, dan Konten pada tahap Intelligence, Design, dan Choice dalam perencanaan kegiatan PKBL Monumental dapat memberikan banyak manfaat bagi perusahaan, pemerintah, dan masyarakat. Khususnya untuk memilih model yang tepat dalam metode pengambilan keputusan PKBL Monumental, sehingga dapat menjamin keberhasilan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang, Banten.
118