BAB IV RITUAL HAJI BAGI UMAT ISLAM DAN LOKASI PENELITIAN
Bab empat ini menjelaskan secara umum perihal ritual haji bagi umat Islam yang mencakup prasyarat mental dan material calon jemaah, pengelolahan menejemen haji oleh pihak pemeritah, penerapan sistem daftar tunggu dan kontrol masyarakat. Pada bab ini juga dijelaskan lokasi penelitian secara umum dan representasi Islam di Bali.
4.1 Kewajiban Ibadah Haji Bagi Umat Islam Kewajiban ibadah haji dalam agama Islam merupakan sebuah ketaatan terhadap menjalankan ”Rukun Islam” yang terdiri dari (1) syahadat; (2) sholat; (3) puasa; (4) zakat; dan (5) haji. Menunaikan ibadah haji menjadi kewajiban bagi seluruh umat Islam dengan penekanan pelaksanaanya hanya bagi yang mampu dan sekali seumur hidup. "Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali Imran: 97) Sebagai syarat haji bagi seorang individu adalah dia beragama Islam, dewasa, waras atau berakal, merdeka bukan budak dan mampu melaksanakannya. Ayit Rachman, salah seorang informan yang sedang mengikuti bimbingan haji menuturkan niatan nya menunaikan haji: ”Sebagai salah satu kewajiban sebagai umat islam, kita harus menjalan rukun Islam apabila mampu, kebetulan pribadi saya, kelihatannya saya mampu, jadi itu salah satu rukun yang saya jalankan biar semua bisa dilaksanakan.” (Wawancara 30 Mei 2014)
35
36
Ibadah haji adalah sebuah perjalanan spiritual mengunjungi Kaabah di Kota Mekah jazirah Arab, yang dipercayai sebagai tempat di mana manusia pertama Nabi Adam dan Siti Hawa hadir di muka bumi (Gayo, 2004). Kata hajj berarti mengelilingi altar sebanyak tujuh kali dalam waktu tujuh hari pada sebuah festival jama’ah. Altar yang dimaksud adalah Kaabah sebagai simbol rumah Allah (Baitullah). Pada hakekatnya perjalanan haji merupakan serangkaian kegiatan yang masing-masing memiliki makna tersendiri. Dimulai dengan
ihram yaitu
kegiatan membersihkan diri dan mengenakan pakaian ihram. Esensinya adalah sebagai bentuk panghambaan kepada sang pencipta, dengan niat pengesaan tanpa elemen-elemen duniawi. Yang kedua thawaf adalah kegiatan mengelilingi Ka’bah. Ini merupakan simbol perjuangan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. dan menyatukan langkah dan memusatkan hati kepada eksistensi sang pencipta. Yang Ke tiga sa’i secara literal artinya berlari-lari di antara bukit Shafah dan Marwah selama tujuh kali putaran. Sa’i menggambarkan eksistensi perjuangan hidup manusia bahwa kehidupan selalu bergerak dan usaha merupakan bukti dari pada pergerakan hidup. Selanjutnya adalah wuquf Arafah, kegiatan berdiam diri di padang yang luas untuk mengingat Allah Swt. dengan berdoa dan berkontemplasi memaknai hakikat siapa diri dan kemana akan kembali. Yang ke lima adalah melempar jumroh yakni melempar tujuh kali batu di Mina pada tiga tempat yakni jumrah aqobah, wusto dan ula. Melempar jumroh merupakan simbol pengusir setan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim As. Maknanya adalah pembebasan hati manusia dari hawa nafsu dan menjauhi perintah setan, menuju kepada ketaatan yang hakiki. Kemudian diikuti dengan
37
berkurban yang berarti mendekatkan diri kepada Allah, melalui penyembelihan ternak yang merupakan simbol kepatuhan dan ketaatan sebagai salah satu bentuk ketaqwaan kepada Allah Swt. Yang terakhir adalah tahalul merupakan prosesi dalam ritual ibadah haji dengan mencukur sebagian rambut. sebagai simbol rasa syukur dan pembersihan jiwa dari hal-hal yang kotor, sehingga manusia kembali kepada fitrah asalnya. Salah satu yang unik dari masyarakat Indonesia adalah adanya anggapan bahwa ibadah haji mampu mengangkat citra atau gengsi dari individu yang menjalankannya. ”Ada dua motivasi orang mejalankan haji yakni kesadaran pribadi dan gengsi jadi ada juga area abu-abunya. Gengsi supaya bergelar haji dipanggil haji, ntar kalau udah haji pakai gelar ”M”. Saya tertawa dapat dari mana nama M-nya? Ini ga bisa dibendung keinginan mayarakat murni ibadah atau untuk mendapatkan gelar prestisius”. (Wawancara 12 Juni 2014) Seperti penuturan informan gelar ’haji’ atau ’haja’ bagi beberapa orang bermakna prestisus dan terhormat. Bila ditelusuri hal ini terjadi karena besarnya pengorbanan untuk menggapainya (Abdurrahman, 2009).
4.2 Pengelolahan Menejemen Haji Menejemen haji di Indonesia dikelola oleh pemerintah dan swasta. Menejemen haji reguler dikelola sepenuhnya oleh Kemenag, sedangkan haji plus diselenggarakan oleh biro-biro perjalananan. Pemerintah sebagai pelaksana menejemen haji reguler, mengelola pendaftaran, tiket, visa, fiskal, transportasi udara dan darat, akomodasi (asrama, pemondokan di Mekah, Madina, kemah Arafah dan Mina), serta kebutuhan makanan dan minuman. Pemerintah juga merancang besaran biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) berbeda-beda nilai
38
ongkosnya untuk setiap zona. Selain itu pemerintah juga menyelenggarakan haji regular plus dengan menawarkan kondisi fasilitas yang lebih baik. Perincian biaya dan fasilitas dapat dilihat pada lampiran 5. Berdasarkan undang-undang, Kemenag mendapatkan mandat sebagai satu satunya organisasi pengelolah haji. Undang-Undang No 13 mengamanatkan
pemerintah
memberikan
pelayanan,
tahun 2008
pembinaan,
dan
perlindungan kepada jemaah haji. Menejemen haji yang dilakukan oleh Kemenag disetiap provinsi umumnya sama yakni mencakup beberapa unsur kegiatan seperti bimbingan haji, pelayanan administrasi, transportasi, akomodasi, katering, pelayanan kesehatan, rekruitmen dan pelatihan petugas, penyuluhan dan sosialisasi, serta keamanan jemaah. Menurut Undang-Undang No.13 tahun 2008 dan Peraturan Presiden No.92 tahun 2011, koordinator dan tanggung jawab
penyelenggaraan haji nasional
dipegang oleh Menteri Agama dan Duta Besar RI untuk Kerajaan Arab Saudi menjadi koordinator dan pemegang tanggung jawab pelaksanaan haji di Arab Saudi. Di tingkat provinsi dan kabupaten, koordinasi dan tanggug jawab dipegang oleh Gubernur dan Bupati. Pelaksana tugas teknis sehari-hari menteri agama dibantu oleh Dirjen PHU, sedangkan ditingkat provinsi dan kabupaten dilaksanakan oleh kepala Kanwil Kemenag dan kepala Kantor Kemenag Kabupaten/Kota. Selama ini pelayanan haji Indonesia secara umum mendapat apresiasi publik. Dalam ajang konferensi dan pertemuan misi haji dan umrah sedunia yang berlangsung di London, Inggris, Mei 2012 Indonesia diganjar sebagai negara pengelolah haji terbaik di dunia (http://www.republika.co.id). Namun demikian
39
ada banyak catatan yang harus dikritisi karena menyangkut masalah ketidak adilan dan integritas dari lembaga pengelolah haji itu sendiri. Tabel 4.1 Problematik Umum Menejemen Haji Indonesia-Denpasar Sebelum Keberangkatan
Selama Pelaksanaan Haji di Tanah Suci *Administrasi: Pegurusan *Konsumsi: menu yang se dokumen yang tidak satu pintu. adaya, keterlambatan, makanan basi, dan antrian *Sosialisasi tentang situasi dan panjang. kondisi di tanah suci yang minim. *Akomodasi: kumuh, fasilitas seadanya. * Informasi haji yang tidak transparan. *Tranportasi: bus tanpa AC, sudah tua, dan *Daftar antrian yang panjang. berdesakan. *Keberangkatan dari Depasar ke Surabaya yang melelahkan bagi CJH manula Persoalan-persoalan
tersebut
Sesudah Pelaksanaan Pengorganisasian yang bersifat adhoc menyebabkan ketidakstabilan kualitas pelayanan pada musim haji selanjutnya.
*Jarak maktab dengan mesjidil haram yang jauh
terjadi
sepanjang
proses
mulai
sebelum
keberangkatan, selama pelaksanaan haji dan sesudah pelaksanaan. Sejak peristiwa Mua’isim 1991, menejemen haji Indonesia diperkuat dengan sistem informasi dan komputerisasi (Siskohat). Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu telah menjangkau 373 Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Dengan database jemaah dan petugas, sistem ini memantau berbagai hal peristiwa haji baik yang terjadi di dalam negeri maupun di Arab Saudi. Sayangnya siskohat yang dianggap canggih ini belum diimbangi dengan akurasi data dan transparansi yang memadai ( http://www.google.co.id). Selain Indonesia, negara Turki dan Malaysia adalah negara yang juga menerima penghargaan. Pengelolaan haji di kedua negara ini dianggap sudah cukup baik dan selalu menjadi pembanding bagi menejemen haji dalam negeri.
40
Tabel 4.2 Perbandingan Sistem Penyelenggaraan Haji Indonesia dan Turki No Aktivitas 1
Pendaftaran
2
Haji luar negeri
Indonesia Sepanjang tahun dengan biaya sama Tidak ditangani pemerintah
3
Petugas
Biaya pemerintah
Biaya jemaah
Pembimbing haji dalam kloter Kesempatan berhaji bagi yang pernah haji
Dipimpin oleh kepala regu yang dipilih dari jemaah
Setiap 45 orang dipimpin oleh petugas dari unsur pemerintah
Masih diberi kesempatan
Tidak diberi kesempatan
Penetapan BPIH
Persetujuan Parlemen
Tidak melibatkan parlemen
Angkutan
Konfigurasi seat sama untuk masing-masing embarkasi
Konfigurasi seat berbeda untuk setiap penerbagan
8
Dokumen perjalanan
Paspor dilegkapi DAPIH
9
Jemaah Haji Manula
Belum diatur prioritasya
10
Mazhab
4
5
6 7
Turki Setiap musim dengan biaya bervariasi Ditangani pemerintah
Paspor dilengkapi dengan barcode tentang biodata jemaah Ditetapkan sebagai prioritas
Syafii Hanafi Sumber: Haji Dari Masa ke Masa, 2012
4.2.1 Penerapan Sistem Daftar Tunggu di Kota Denpasar. Penerapan sistem daftar tunggu oleh sebagian pihak dianggap sebagai solusi dari kebuntuan menyelesaikan persoalan membludaknya CJH Indonesia. Setiap tahun ada sekitar 220.000 jemaah haji Indonesia yang berangkat ke tanah suci ditambah jumlah daftar tunggu dengan rata-rata tiga tahun jumlahnya mencapai 600.000 jemaah. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat seiring peningkatan tingkat ekonomi masyarakat dan dengan terbukanya masyarakat dan alim ulama terhadap konsep dana talangan dan praktek multy level marketing
41
(MLM) dalam perekrutan CJH. Selain itu adanya kecederungan berkurangnya jumlah BPIH yang harus dibayar jemaah. Besaran kuota di Indonesia dan juga berlaku di seluruh dunia sebesar 1/1000 yang artinya satu orang per mil. Keputusan ini dibuat pada Sidang Menteri Luar Negeri negara-negara OKI 1987 di Yordania. Kuota tiap negara ditetapkan oleh Pemerintah Arab Saudi melalui pembahasan Memorandum of Understanding (MoU) dengan masing-masing negara (Kemenag RI, 2012). Menurut informan kebijakan kuota melahirkan sistem daftar tunggu. ”Daftar tunggu kaitannya dengan demografi kependudukan yang terus
berkembang, akhirnya pemerintah Saudi membatasi 1 permil dari penduduk dunia, jadi 1 permil penduduk indonesia itu kita bisa hitung maka lahirlah kuota haji”. (Wawancara23 September 2014) Informan juga menjelaskan terlepas ada tidaknya unsur politis dalam kebijakan yang melahirkan sistem daftar tunggu, kebijakan ini harus dianggap sebagai sebuah kebijakan menejerial. Karena itu harus diatur dalam undang-undang. Kuota nasional, kuota khusus dan kuota provinsi diatur dalam UUNo.13/2008 dengan sistem proporsional. Dengan ditetapkannya undang-udang ini maka penerapan sistem daftar tunggu mulai kuat dalam posisi hukumnya walau sudah mulai terlaksana sejak tahun 2004. Dengan diberlakukannya sistem daftar tunggu di Bali, CJH Denpasar dan Bali secara keseluruhan harus menunggu selama sepuluh tahun. Saat ini jumlah CJH Bali yang sudah mengantre sebanyak 6.136 orang. Jadi CJH yang mendaftar haji per 14 Februari tahun ini, baru akan mendapat giliran berangkat ke tanah suci pada tahun 2023 mendatang (www.republika. co.id).
42
Untuk memastikan nomor porsi, Kemenag membuat formulasi matematis dengan berdasarkan kuota provinsi. Rumusan kuota haji Denpasar menurut Kemenag Kota Denpasar adalah sebagai berikut : Quota Haji Provinsi Bali tahun 2013 : 639 orang Nomor Porsi Terakhir : 140004407 Porsi Tahun Keberangkatan Calon Jemaah Haji per April 2013 : + 10 tahun Perhitungan Daftar Tunggu : Nomor Porsi (4 digit terakhir) – Nomor Porsi Terakhir (4 digit terakhir) Quota Contoh : Nomor Porsi A : 1400008600 Tahun Keberangkatan adalah (8600-4407)/639 = + 6,5 tahun Sumber http://bali.kemenag.go.id Karena pembatasan kuota pada tahun 2013 lalu, sedianya ada 639 jemaah yang berangkat, terjadi pembatalan terhadap 86 orang jemaah. Kuota haji Bali pertahunnya berkisar lima ratus sampai dengan enam ratus orang. Kota Denpasar sendiri mendapat prosentase terbesar (40 %). Semakin hari CJH Denpasar semakin mudah mendaftar. Hanya degan kartu identitas dan membayar tanda jadi (DP) sebesar Rp. 3,5 juta untuk haji reguler dan Rp. 5 juta untuk haji plus, selanjutnya bisa dicicil atau menabung sendiri. Hal ini membuka peluang bagi warga dari luar Bali untuk menyeberang menggunakan kuota haji Bali. Seorang informan dari kementrian agama membukakan fakta ini: ”Saya sebagai pegawai bidang pelayanan haji di Denpasar, permasalahan yang saya hadapi banyaknya jamaah luar Bali mendaftar di Denpasar. Peyelenggraan haji dari pusat sudah tersistem lancar-lacar aja. Persoalannya karena kemudahan mendapatkan KTP, dan kita ga bisa menolak. Mereka punya bukti sah identitas Denpasar. Kebanyakan mereka dari Jawa Timur. Proses pendaptaran mereka tidak ada masalah sudah memenuhi prosedur tetapi ketika mereka sudah dinyatakan boleh berangkat tetapi mereka berdomisili di Jawa itu yang menjadi masalah
43
kami. Di kala kami harus menghubungi proses pelunasan dan sebagainya. Terutama pada era 2011- 2012 ada 10 persen jumlahnya.” (Wawacara 7 Juni 2014) Selain fakta di atas meningkatnya antrian CJH Depasar diperkirakan karena adanya kebijakan dana talangan. Walau saat ini sudah dihapuskan, kebijakan ini sempat membuat antrian semakin memanjang secara signifikan. Akibatnya terjadi penundaan keberangkatan yang dialami CJH yang sudah mendaftar. Salah satu informan CJH menuturkan kegagalannya berangkat haji: ”Kalau saya lihat dari tahun kemarin dengan penundaan, saya nilai belum beres juga menejemennya. Harusnya calon jemaah sudah diumumkan dan punya kepastian.sampai sekarangpun mereka masih bertanya-tanya. Kapan mereka akan berangkat walaupun mereka tahu ada 512 calon yang akan diberangkatkan. Mereka butuh kepastian berangkat, kapan bayarnya, bagaimana mekanismenya dan seterusnya, katanya kemarin Mei mundur Juni sampai sekarang belum ada.” (Wawancara 12 Juni 2014) Pembatalan seorang CJH pada tahun keberangkatannya kini merupakan keniscayaan mengingat semakin memanjangya antrian CJH dalam daftar tunggu. Walaupu kebijakan kuota sangat bergantung kepada keputusan pemerintah Kerajaan Arab Saudi, pengelolaan sistem daftar tunggu yang tidak transparan banyak menciderai rsa keadilan masyarakat. 4.2.2 Kontrol Masyarakat Sebagai Penyeimbang Kontrol masyarakat adalah bagian dari partisipasi masyarakat dalam pembangunan melalui aspek pegawasan. Menurut Berger (1991) beberapa cara dilakukan
masyarakat
bertujuan
untuk
menertibkan
masyarakat
dari
penyimpangan atau pembangkangan. Demikian halnya dengan penyelenggaraan haji, mekanisme kontrol harus hadir mengawasi penyalahgunaan wewenang pejabat penyelenggara haji, pengelolaaan dana serta berjalannya seluruh
44
penyeleggaraan haji yang berkeadilan.
Menurut Saleh (2008) tidak ada
mekanisme monitoring dan evaluasi menyeluruh terhadap semua aspek pelaksanaan haji. Meskipun pemeritah sudah membentuk Komisi Pengawas Haji sesuai amanat undang-undang. Hal ini sejalan dengan penuturan informan yang juga menjabat sebagai ketua persaudaraan haji kabupaten Badung. ”Kontrol masyarakat masih bersifat individual, dari persaudaraan haji memang sudah melakukan saat-saat pertemuan tapi karena sifat peraturannya sudah kontrol hanya bersifat kelokalan saja.” (Wawacara, 3Juni 2014) Suara-suara yang vokal bersifat sporadis dan eksidental sifatnya, belum terlembagakan sebagai sebuah mekanisme penyeimbang yang ideal. Suara-saura tersebut sebagai kritik yang dengan sebuah kesadaran untuk memperbaiki penyelenggaraan haji. Lembaga swadaya masyarakat yang mengawasi haji belum eksis. Informan menyebutkan bahwa keluhan dan sikap kritis CJH Denpasar lebih terdengar dalam forum-forum KBIH: ”Dari sisi manasik ada KBIH yang menjadi mitra kerja Kemenag yang mau menampung suara-suara kritis. Yang berwenang sebenarnya Kanwilnya, tapi dalam posisi lemah di bawah kekuasaan kementrian. Suara kita dibawa ke kanwil, tapi kan kebijakan yang dari pusat sulit. Kami kan tidak bisa protes ke pusat, jadi dengan adanya tim pengawas haji, KPK, itu sebuah therapi yang baik untuk memperbaiki sistem menejemen haji. Secara (tingkat) lokal saya sering bersuara, mudahmudahan protes saya didengar”. (Wawancara tanggal 12 Juni 2014) Posisi KBIH Denpasar sangat dilematis, walaupun secara hukum undang-udang memberikan perlindungan keberadaan KBIH, namun demikian di lapangan sering fungsi dan tugasnya berbenturan dalam pelaksanaan tugas dengan Kemenag. Menurut informan keberadaan KBIH adalah wujud dari partisipasi masyarakat: ”Kemenag harus memberi kesempatan swadaya masyarakat untuk membantu contohnya KBIH, Kemenag sudah terlalu repot biarlah KBIH
45
membantu terutama masalah-masalah manasyik. Bagi jemaah yang sudah ikut KBIH mereka lebih mandiri. Mungkin barangkali KBIH di Jawa agak nakal, tapi saya lihat di Denpasar itu memang berniat membantu, bukan profit oriented”. (Wawancara 3 Juni 2014) Informan KBIH menjelaskan bahwa dalam pertemuan dan pelatihan manasik haji, selalu muncul pertanyaan-pertanyaan kritis CJH yang menjadikan forum ini menjadi tempat diskusi dan ’curhat’ sehingga forum bimbingan haji ini menjadi lebih berwarna. Dalam pertemuan tersebut, KBIH juga mengundang staf Kemenag untuk berceramah dan diakhiri dengan diskusi umat dan Kemenag yang berjalan secara dua arah. 4.3 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Denpasar sebagai ibukota provinsi Bali dan sekaligus sebagai kota administratif Kotamadya Denpasar. Sebagai daerah urban, Kota Denpasar memiliki heterogenitas penduduk dengan keberagaman latar belakang sosial budaya. Sebagian besar penduduk Kota Denpasar memeluk agama Hindu yakni 426.928 orang, sisanya agama Islam 135.854 orang (13 persen), Kristen Katolik 13.914 orang, Kristen Protestan 19.215 orang dan yang Budha 9.153 orang. Di Kota Denpasar terdapat tempat peribadatan yang terdiri dari 7 buah Pura Dang Kayangan, 105 Pura Kayangan Tiga, 39 Masjid, 38 Gereja Kristen Protestan, 3 buah Gerja Katolik dan 8 buah Vihara. (www. Denpasarkota.go.id). Sebagian besar masyarakat Bali yang beragama Islam adalah migrant yang berasal dari daerah di sekitar pulau Bali seperti Jawa Timur dan Lombok. Mereka datang mencari peruntungan melalui pertumbuhan ekonomi Bali yang terus membaik dalam sektor pariwisata. Para pendatang ini mengisi kekosongan
46
disektor pekerjaan informal seperti berdagang, menjadi buruh atau karyawan lepas. Mereka cukup sukses dalam pekerjaan dan melakukan kawin campur dengan masyarakat Hindu Bali. Akibatnya secara genealogis keturunan masyarakat Islam Bali terlihat lebih kompleks Gambar 4.1 Peta Kota Denpasar
Sumber: www. Denpasarkota.go.id . Pertumbuhan masyarakat Islam terlihat jelas pada daerah-daerah tertentu di Depasar seperti Kepawon, Kampung Jawa, Kampung Arab di Sanglah dan Jalan Sulawesi. Penduduk kampung Jawa umumnya pendatang yang berasal dari Jawa. Mereka dipindahkan dari Pasar Payuk atau Pasar Badung sekarang. Pada tahun 1904, Cokorda Pemecutan melakukan perluasan Pasar Payuk, maka para
47
pendatang ini dipindahkan kedua lokasi di daerah Lumintang Jalan A.Yani dan dekat Puri Pemecutan sekitar jalan Thamrin. Tabel.4.3 Sebaran Penduduk Beragama Islam di Kabupaten/Kota se Bali 18.834 7.794 2.185 16.221
Jembrana Buleleng
69.608
Tabanan
57.467 26.070 225.899
Badung Kota Denpasar
96.166
Gianyar Bangli Klungkung Karangasem
Sumber : Kemenag Provinsi Bali Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Denpasar - Bali, KH. Mustofa alAmin, saat ini di Bali terdapat 59 kantong muslim, yang merupakan perkampungan muslim (http://www.wakafalazhar.com).
4.4 Representasi Islam di Bali Berdasarkan sejarah Islam tiba di Bali pada abad ke-14 masa pemerintahan Dalem Waturenggong (1480-1550 AD). Ketika raja mengunjungi kerajaan Majapahit, dia kembali dengan 40 orang
pengawal muslim, yang kemudian
mendirikan mesjid pertama di Gelgel (http://www.republika.co.id). Pemeritahan raja Dewa Agung selanjutnya memberi izin berdirinya desa yang penduduknya muslim di Gelgel. Dua dari pengawal tersebut yakni Raden Modin dan Kiai Abdul Jalil melakukan syiar Islam di desa Banjar Lebah dan desa Saren. Peninggalan
48
mereka berupa mushaf Al-Quran dan bedug yang menjadi artefak sejarah peyebaran Islam di Bali. Selain itu pada Babad Bali disebutkan bahwa Dalem Ketut Sri Krisna Kepakisan memiliki seorang isteri bernama Dewi Fatimah dan mengajak Dalem Ketut memeluk agama Islam. Mereka kemudian mendirikan istana mereka di Samperangan daerah Gianyar-Bali. Akulturasi Hindu dan Islam telah dipraktikan ratusan tahun lamanya. Ini mereflesikan identitas Muslim Bali seperti penggunaan nama Wayan, Nyoman, Nengah, atau Ketut yang masih dipakai sampai sekarang. Demikian juga berbagai bentuk apresiasi dalam seni budaya, terutama seni arsitektur menunjukkan perpaduan yang khas antara arsitektur Bali pada bangunan mesjid di Bali. Misalnya bentuk gapura mesjid di Gelgel Klungkung (Gambar 4.2) yang memberikan kekhasan mesjid ini dibandingkan mesjid-mesjid lainnya di nusantara. Selain Mesjid Gelgel di Klungkung, beberapa mesjid bersejarah yang membuktikan keharmonisan Islam di Bali antara lain adalah Mesjid Baitul Qodim di Loloan Timur, Jembrana, dan mesjid Pegayaman di Singaraja, Buleleng. Kalau di Jawa penyebaran Islam memperkenalkan Wali Songo sebagai tokoh yang di hormati masyarakat, di Bali menurut penelitian Habib Toyib Zein Assegaf ada Wali Pitu menjadi simbol sejarah dakwah Islam di Bali. Mereka yang tersebut dalam Wali Pitu atara lain 1. Prince Raden Mas Sepuh aka Amangkuningrat 2. Habib Umar Maulana Yusuf 3. Habib Ali Bin Abu Bakr Abu Bakr Bin Umar Bin Al Khamid 4. Zaenal Abidin Bin Ali Habib Idrus Al 5. Maulana Sheikh Yusuf Al Maghreb 6. Habib Ali Bin Umar Bafaqih dan yang ke7. adalah Sheikh Abdul Qadir Mohammed.
49
Gambar 4.2 Perpaduan Seni Budaya Bali dan Islam Pada Sungkul Atap Gapura Mesjid Gelgel Kelungkung Sumber: http://mii-klk.blogspot.com. Dalam sebuah tulisan berbahasa Jawa, yang dianggap sebagian orang sebagai pewahyuan, Assegaf (2008:31-32) mengatakan: Wis kapara nyata ing tlatah Bali iku kawengku dening pitu pira-pira Wali. Cuba wujudna… Ana sawijining pepundhen dumunung ana ing tlatah susunaning siti sasandingan pamujaan agung kang manggon sakdhuwuring tirta kang kadarbeni dening suwitaning pandita. Aja sumelang… Waspadakna pitu iku kaperang dadi papat... Pitu kaperang dadi papat iku pangertene: kapisan wis kapara nyata, kapindho istijrot wujude kembar, kaping telu wis lair ning durung wujud, kaping papat, liya bangsa Jelas sekali bahwa Bali dibawah perlindungan tujuh wali. Wujudkanlah!...Ada sebuah tempat suci di atas sebuah bukit di sebelah gua besar. Seorang pedeta Hindu menjaganya. Jadi jangan takut...Waspada jangan sampai ketujuh wali ini menjadi empat...Tujuh wali menjadi empat maksudnya adalah yang pertama sudah terbukti dan diketahui orang, yang kedua adalah sebuah tempat kramat dengan kuburan kembar. Yang ke-tiga telah lahir tetapi kuburanya belum muncul. Ke-empat berasal dari negara atau bangsa lain.
50
George Quinn (2012) mengidentifikasikan beberapa tempat ziarah yang bermakna bagi masyarakat Islam Bali. Tabel 4.4 Situs-Situs Ziarah Islam di Bali Name of Site
Site Occupant
Location
Ratu Mas Sepuh also known Pangeran Mas Sepuh, Raden Mas Sepuh,Syeh Ahmad Hamdan Hoirussoleh and Raden Amangkuningrat Habib Umar bin Maulana Yusuf AlMaghribi
Pantai Seseh, Desa Cemagi, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. GPS coordinates:8°38'47.59"S 115° 6'50.74"E
Ratu Mas Sepuh walked on water and defeated attackers by the power of his kris.
On a hilltop in a forest reserve about two hours climb from the entrance to the Eka Karya Botanical Garden, Bedugul, Kabupaten Tabanan. GPS coordinates: ???
Makam Keramat Karang Rupit
The Kwan Lie also known as Sheikh Abdul Qodir Muhammad
Makam Keramat Kusamba
Habib Ali bin Abu Bakar bin Umar bin Abu Bakar AlHamid (died c.1905)
Labuhan Aji, Desa Temukus, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, north Bali. GPS coordinates:8°10'38.03"S 114°59'54.08"E Desa Kusamba, Kabupaten Klungkung. GPS coordinates: 8°33'52.44"S 115°27'2.80"E
A forest official was afflicted by bad dreams and illness after preventing construction of a tomb superstructure. Cured after relenting. The tomb has magically “grown” to a height of about one and a half metres
Keramat Kembar (1)
Sheikh Maulana Yusuf Al-Baghdi AlMaghribi also sometimes Sheikh Maulana Yusuf AlBagdadi AlMaghribi
Keramat Kembar (2)
Habib Ali bin Zainal Abidin Al-Idrus (died 1982)
Keramat Pantai Seseh
Keramat Bukit Bedugul
About 250 metres from the tomb of Habib Ali bin Zainal Abidin al-Idrus in Kecicang in the village of Bungaya Kangin, Bebandem, Karangasem. approximate GPS coordinates: 8°26'49.96"S 115°35'23.14"E Kecicang, Desa Bungaya Kangin, Kecamatan Bebandem, Kabupaten
Miracle
A bar of fire miraculously rose from the tomb and killed the assassins of Habib Abu Bakar Al-Hamid The grave was not damaged or covered by ash or sand during the eruption of Mount Agung in 1963.
51
Makam Keramat Loloan
Habib Ali bin Umar bin Abu Bakar Bafaqih (died 1999)
Keramat Agung Pemecutan
Siti Khodijah, also known as Dewi Khodijah
Karangasem, GPS coordinates: 8°26'54.92"S 115°35'31.09"E Loloan Barat, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana. GPS coordinates: 8°22'8.29"S 114°37'16.79"E
Jalan Gunung Batu Karu in the centre of Denpasar city. GPS coordinates: 8°39'35.65"S 115°12'29.86"E
Habib Abu Bakar Bafaqih died at the age of 117. The existence of this holy grave was predicted before the death of its occupant. A tree, growing from the grave through the roof of the burial chamber, sprouted miraculously from Siti Khodijah’s hair, or from the shaft of a spear lodged in her back.
Sumber: The Muslim’s Saints Of Bali, 2012 Menurut Quiin meskipun kisah-kisah tersebut belum begitu jelas dalam perspektif kesejarahan karena mengandung banyak pertentangan dengan berbagai versi cerita. Kisah tersebut juga menggoreskan cerita tersembunyi yang kelam dan belum terverifikasi.