BAB IV PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL 4.1. Industri Kecil Tekstil Di Indonesia industri tekstil merupakan salah satu penghasil devisa bagi negara. Dalam melakukan kegiatannya, industri tekstil besar ataupun kecil membutuhkan banyak air dan bahan kimia yang digunakan antara lain dalam proses pelunturan, pewarnaan dan pemutihan. Salah satu proses penting dalam produksi garmen (salah satu produk tekstil) adalah proses pencucian (laundry) yang dapat disebut juga sebagai proses akhir dalam produksi garmen yaitu dengan cara pelunturan warna asli dan memberikan warna baru yang diinginkan. Terutama dalam produk jeans, hasil pencucian akan menjadi kunci keberhasilan produk tersebut, karena efek dari pencucian itu akan menjadi pertimbangan utama dalam menentukan harga jualnya di pasaran. Kawasan industri kecil tekstil, khususnya untuk laundry, di Jakarta terdapat di Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Pada kawasan ini terdapat 34 industri laundry dengan kapasitas produksi antara 1000-5000 potong jeans setiap harinya untuk masing-masing industrinya. Rata-rata setiap industri memiliki 6 alat pencucian dengan mesin pemeras dan pengeringnya dan pengoperasian alat dilakukan selama 24 jam setiap harinya. Kebutuhan air tiap industri untuk setiap harinya rata-rata adalah 90.000 liter. Kepemilikan pabrik pada kawasan ini adalah milik perorangan yang merupakan usaha kelurga turun menurun selama bertahuntahun.
69
4.2. Industri Pencucian Jeans Industri pencucian jeans merupakan salah satu bagian dari industri tekstil. Industri ini bergerak di bidang pencucican dan pelunturan. Keberadaan industri pencucian jean berkembang sejalan dengan meningkatnya komoditi pakaian jadi Indonesia. Dalam hal ini industri pakaian jadi (konveksi) mengadakan kerjasama dengan industri pencucian. Dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari industri pencucian jeans tidak selalu mengadakan proses-proses seperti tersebut diatas tetapi kegiatannya berdasarkan pesanan dari industri konveksi, misalnya industri konveksi hanya membutukan proses pencucian saja tanpa proses pencucian sekaligus proses pelunturan. Berdasarkan proses kegiatan industri pencucian jeans dibagi menjadi :
4.2.1. Proses Pencucian (Garment Wash) Proses ini bertujuan untuk membuang kanji dengan maksud melemaskan pakaian jeans yang masih kaku. Bahan yang di gunakan adalah air sebanyak 500 liter, detrgent merk Blue-J Scour (cair dan berwarna coklat) sebanyak 250-300 ml dan sebagai bahan pengganti detergent dapat digunakan zat kimia Genencor Desize-HT (cair dan berwarna biru) sebanyak 1,5 Kg. Pada proses Garment Wash ini suhu diusahakan 40°C-50°C dan pakaian digiling dalam mesin selama 25 menit. Apabila pihak konsumen hanya membutuhkan pencucian saja, maka proses selanjutnya tidak lakukan.
4.2.2. Proses Pelunturan Setelah proses pelemasan atau pencucian, kemudian dilakukan proses pelunturan atau pemucatan jeans dengan masud melunturkan warna asli jeans menjadi warna dasarnya atau lebih pucat dari warna asalinya. Proses ini dilakukan tergantung pada permintaan. Proses pelunturan ada dua macam yakni :
70
(a) Proses stone wash yaitu proses pelunturan warna pakaian jadi jeans dengan menggunakan bahan yang sama dengan batu apung sebagai bahan penggosok atau peluntur. (b) Proses stone bleanching yaitu proses pelunturan warna pakaian jadi selain menggunakan bahan yang sama dengan stone wash juga ditambah dengan sodium hipochlorite yang berfungsi untuk pemutih. Penggunaan sodium Hipochlorite ini tidak banyak tentunya tergantung permintaan (sesuai dengan warna putih yang di inginkan).
4.2.3. Proses Pembilasan Setelah proses pencucian dan pelunturan maka dilakuakan proses pembilasan dimana dalam proses ini diperlukan air sebanyak 500 l, softener sebagai pelembut sebanyak 0,6 ml dan OBA untuk mencerahkan warna sebanyak 0,3 ml. Suhu disesuaikan tetap 30°C dan dapat diputar selama 10 menit sedangkan untuk proses pembilasan dimana dalam proses pembilasan yang berasal dari stone bleancing selain bahanbahan di atas ditambahkan pula sodium hipocrit dan mengilangkan bau sebanyak 1 Kg permesin serta hidrogen perioksida (H2O2) yang berfungsi untuk membuat bersih atau warna terang sebanyak 1kg.
4.2.4. Proses Pemerasan Proses pemerasan adalah proses untuk menghilangkan air dari pakaian jadi jeans. Proses ini bertujuan untuk mempercepat proses pengeringan. Pada proses pemerasan ini digunakan mesin ekstrator yang berkapasitas 30 - 40 potong pakaian yang diputar selama 5 menit.
4.2.5. Proses Pengeringan Proses pengeringan adalah proses yang dilakukan setelah pakaian jadi telah mengalami proses pembilasan dengan maksud untuk mengeringkan pakaian jadi jeans. Proses pengeringan dapat dilakukan melalui penjemuran dengan sinar matahari 71
maupun menggunakan mesin pengering berupa oven yang berkapasitas 50-70 potong pakaian. Proses ini memerlukan waktu sekitar 45 menit sampai 1 jam.
4.2.6. Proses Pewarnaan Pada proses ini pakaian jadi jeans di beri warna yang sesuai dengan perintaan dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Sebagai hasil sampingan dari proses kegiatan industri pencucian jeans adalah limbah yang dihasilkan dari proses pencucian jeans. Limbah pencucian jeans secara fisik berwarna biru atau ungu berbau kaporit yang menyengat serta terdapat busa berwarna. Selain itu ada zat-zat tersuspensi dari batu apung yang hancur dari proses pelunturan banyak mengendap di saluran air sehingga menyebabkan pendangkalan. seperti limbah industri lainnya, limbah pencucian jeans ini dapat menimbulkan gangguan terhadap manusia, biota air maupun gangguan estetika. Secara detail diagram alir proses industri pencucian jeans sebagai berikut : Diagram alir proses industri pencucian jeans Proses Pencucian (Garment Wash)
Proses Pelunturan Proses Pembilasan Proses Pemerasan Proses Pengeringan Proses Pewarnaan
72
4.3. Karakteristik Air Limbah Industri Kecil Pencucian Jeans Dari hasi pengujian di laboratorium terhadap beberapa contoh air limbah industri kecil pencucian jean di Kelurahan Sukabumi selatan, Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat beberapa parameter air limbah yakni BOD, COD, Total zat padat tersuspensi (TSS) dan Warna menunjukkan konsentrasi yang cukup tinggi, sehingga jika langsung dibuang ke saluran umum tanpa pengolahan akan merupakan sumber pencemaran yang sangat potensial. Secara umum karaktersitik air limbah industri kecil pencucian jean dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 4.1. Karakteristik Limbah Pewarnaan Jeans No 1 2 3 4 5
Parameter BOD COD TSS Warna pH
Satuan mg/l mg/l mg/l Pt.Co
Konsentrasi 1184-1215 1572-1612 475-550 524-548 6,0-6,8
Sumber : Hasil penelitian
4.4. Proses Pengolahan Air Limbah 4.4.1. Pengolahan Biologis Pengolahan air buangan secara biologi adalah suatu cara pengolahan yang diarahkan untuk menurunkan atau menyisihkan substrat tertentu yang terkandung dalam air buangan dengan memanfaatkan aktifitas mikroorganisme untuk melakukan perombakan substrat tersebut. Menurut Djajadiningrat (1990) pengolahan secara biologis dapat diklasifikasikan berdasarkan 3 pendekatan, yaitu berdasarkan lingkungan proses biologi, macam-macam biotransformasi yang terjadi dan konfigurasi reaktor bioproses. Menurut Grady & Lim (1980), proses pengolahan air buangan secara biologi merupakan suatu proses biokimia yang dapat berlangsung dalam 2 lingkungan utama, yaitu : a. Lingkungan aerob, b. Lingkungan anaerob. 73
Lingkungan aerob, yaitu lingkungan dimana kadar oksigen terlarut (DO) di dalam air terdapat cukup banyak, sehingga oksigen merupakan faktor pembatas. Pada keadaan ini oksigen bertindak sebagai akseptor elektron akhir dalam metabolisme mikroba, dan pertumbuhan akan berlangsung secara efisien. Sedangkan lingkungan anaerob merupakan kebalikan dari aerob, yaitu pada lingkungan ini tidak terdapat oksigen terlarut atau ada dalam konsentrasi yang sangat rendah, sehingga oksigen menjadi faktor pembatas berlangsungnya proses metabolisme aerob. Pada kondisi ini bahan lain akan bertindak sebagai akseptor elektron akhir. Jika bahan tersebut adalah molekul organik, maka istilah yang dipakai untuk menyebutkan proses yang berlangsung adalah fermentasi. Jika akseptor elektron akhir tersebut merupakan bahan anorganik, pertumbuhan tersebut dikatakan mengalami respirasi anaerob. 4.4.2. Proses Pengolahan Secara Anaerob Menurut Mosey (1983), secara garis besar mekanisme proses pengolahan air limbah secara anaerob adalah konversi bahan organik atau organik karbon menjadi gas bio atau gas methan dan karbondioksida. Proses konversi tersebut meliputi tiga tahapan proses, yaitu : 1) Tahap Hidrolisis dan Fermentasi Tahap hidrolisis adalah tahap penguraian polimer-polimer organik tak larut menjadi senyawa organik terlarut. Polimer organik tak larut tersebut hadir dalam bentuk protein, karbohidrat dan lemak. Proses hidrolisis seperti dijelaskan oleh Henze (1983) sebagai berikut : Lemak dihidrolisis menjadi asam lemak yang selanjutnya diubah menjadi asam propionat Protein dihidrolisis menjadi asam amino yang selanjutnya diubah menjadi asam keto Karbohidrat dihidrolisis menjadi asam keto dan alkohol. Asam keto yang berasal dari hidrolisis protein dan karbohidrat diubah menjadi asam piruvat, yang selanjutnya diubah lagi menjadi asam laktat, asam propionat dan asam butirat. 74
Proses hidrolisis dan fermentasi dilakukan oleh aktivitas bakteri pembentuk asam yang merupakan bakteri fakultatif. 2) Tahap Asetogenesis Tahap asetogenesis merupakan tahap pembentukan asam asetat. Asam asetat yang terbentuk sebagian besar berasal dari asam propionat dan asam butirat. Pada tahap ini dihasilkan asam asetat, hidrogen dan karbondioksida. Menurut Mosey (1983), reaksi kimia pembentukan asam asetat adalah sebagai berikut : Asam propionat menjadi asam asetat : CH3CH2COOH + 2 H2O CH3COOH + CO2 + 3H2 Asam butirat menjadi asam asetat : CH3CH2CH2COOH + 2H2O 2 CH3COOH + 2H2 3) Tahap Metanogenesis Tahap ini merupakan tahap terakhir dari mekanisme proses anaerob. Pada tahap ini gas metana akan terbentuk, baik yang berasal dari asam asetat maupun dari hidrogen. Secara keseluruhan tahap ini merupakan tahapan yang paling menentukan dari keseluruhan tahap mekanisme proses secara anaerob. Menurut Mosey (1983), proses metanogenesis merupakan proses yang berjalan paling lambat dari keseluruhan mekanisme anaerob. Hal ini dikarenakan oleh karena lambatnya pembelahan diri dari bakteri metana asetoklastik. Reaksi pembentukan gas metana adalah sebagai berikut : Pembentukan gas metana dari asam asetat : CH3COOH CH4 + CO2 Pembentukan gas metana dari hidrogen : 3H2 + CO2
CH4 + H2O
75
Hal yang perlu diperhatikan dari ketiga tahapan pada mekanisme proses anaerob adalah bahwa secara keseluruhan proses konversi tersebut dilakukan oleh mikroorganisme yang berbeda. Dimana pada tahap hidrolisis dilakukan oleh bakteri fakultatif dan pada proses asetogenesis oleh bakteri anaerob.
4.4.3. Proses Pengolahan Secara Aerob Berbeda dengan proses anaerob, beban pengolahan pada proses aerob lebih rendah, sehingga prosesnya ditempatkan sesudah proses anaerob. Pada proses aerob hasil pengolahan dari proses anaerob masih mengandung zat organik dan nutrisi yang dapat diubah menjadi sel baru, hidrogen maupun karbondioksida oleh sel bakteri baru tersebut dalam kondisi oksigen yang cukup. Sistem penguraian aerob umumnya dioperasikan secara kontinyu. Persamaan umum reaksi penguraian secara aerob adalah sebagai berikut : mikroba aerob Bahan organik + O2
Sel baru + energi untuk sel + CO2 + H2O + produk akhir lainnya
4.4.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Biologis Pada Reaktor Gabungan 1) Temperatur : Temperatur tidak hanya mempengaruhi aktifitas metabolisme mikroorganisme, tetapi juga mempengaruhi faktor lain seperti kecepatan transfer gas dan karakteristik pengendapan lumpur. Temperatur optimum untuk mikroorganisme untuk proses aerob adalah sama dengan untuk proses anaerob 2) pH : Nilai pH merupakan faktor kunci bagi pertumbuhan mikroorganisme. Beberapa bakteri dapat hidup pada pH di atas 9,5 dan di bawah 4,0. Secara umum pH optimum bagi pertumbuhan mikroorganisme adalah 6,5-7,5.
76
3) Waktu tinggal hidrolis : Waktu Tinggal Hidrolis (WTH) adalah waktu perjalanan limbah cair di dalam reaktor, atau dapat pula dikatakan lamanya proses pengolahan limbah cair tersebut. Semakin lama waktu tinggal maka penyisihan yang terjadi akan semakin besar. Waktu tinggal dalam reaktor biologis sangat bervariasi dari 1 jam hingga berharihari. (Gair, 1989) 4) Nutrien : Di samping kebutuhan karbon dan energi, mikroorganisme juga membutuhkan nutrien untuk sintesa sel dan pertumbuhan. Kebutuhan nutrien dinyatakan dalam bentuk perbandingan karbon dan nitrogen dan fosfor yang merupakan nutrien anorganik utama yang diperlukan mikroorganisme dalam bentuk BOD:N:P (Benefield & Randall, 1980). 4.4.5. Biotransformasi Yang Terjadi Dalam Pengolahan Air Buangan Berdasarkan macam biotransformasinya, pengolahan air buangan secara biologi dapat dibagi menjadi 3 proses, yaitu : (a) Penyisihan bahan organik terlarut, (b) Stabilisasi bahan organik yang tak terlarut, dan (c) Konversi bahan anorganik terlarut. Pada dasarnya salah satu tujuan pengolahan air buangan secara biologis adalah menyisihkan bahan organik terlarut yang dapat digunakan sebagai sumber makanan bagi mikroorganisme yang ada. Jika hal ini terjadi, maka karbon akan dikonversikan menjadi karbondioksida, dan sisanya akan dijadikan bahan sel baru yang dapat dipisahkan melalui proses fisis, sehingga akan diperoleh air yang bersih dari bahan organik asal, atau konsentrasinya berkurang.
77
4.4.6. Konfigurasi Reaktor Berdasarkan atas kondisi pertumbuhan mikroorganisme yang bertanggungjawab dalam proses penguraian yang terjadi, bioreaktor dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu : a. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reactor) b. Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reactor) c. Lagoon (kolam) Pada reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi dalam fasa cair. Reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh dan berkembang di atas suatu media dengan membentuk suatu lapisan lendir untuk melekatkan diri di atas permukaan media tersebut membentuk lapisan biofilm dan pada proses lagoon dengan cara menampung air limbah pada suatu kolam dengan waktu tinggal yang cukup lama sehingga mikroorganisme akan tumbuh secara alami akan menguraikan bahan-bahan pencemar di dalamnya. Tetapi terkadang juga proses lagoon ini dapat pula digolongkan sebagai pertumbuhan tersuspensi.
Gambar 4.1. Klasifikasi Proses Pengolahan Air Limbah Secara Biologis Berdasarkan Konfigurasi Reaktor.
78
4.4.7. Peranan Mikroorganisme Dalam Pengolahan Biologis Dalam pengolahan biologis keberadaan mikroorganisme sangat dibutuhkan karena proses tidak akan berlangsung tanpa kehadiran mikroorganisme pengurai. Menurut Metcalf & Eddy (1991), berdasarkan kebutuhan nutrisi yang digunakan, mikroorganisme dapat dibedakan menjadi : 1) Mikroorganisme heterotrof, yaitu mikroorganisme yang memakai substrat organik karbon sebagai sumber energi. 2) Mikroorganisme autotrof, mikroorganisme yang memakai senyawa CO2 atau HCO3 sebagai sumber karbon untuk proses metabolismenya, dimana sumber karbon diperoleh dari proses oksidasi dari bakteri heterotrof. 3) Mikroorganisme fakultatif autotrof, yaitu mikroorganisme yang dapat menggunakan CO2 dan senyawa organik sebagai sumber karbon. Bakteri, jamur, alga, protozoa, crustacea dan virus adalah mikroorganisme yang berperan penting dalam proses pengolahan air buangan. Diantara mikroorganisme yang memegang peranan terpenting adalah bakteri dan juga yang paling banyak digunakan dalam proses pengolahan air buangan, sehingga struktur sel mikroorganisme lainnya dapat disamakan dengan bakteri (Metcalf & Eddy, 1991). Seperti dikutip oleh Metcalf & Eddy (1991) dari Hoover & Porges (1952), bahwa sel bakteri sebagian besar terdiri dari air (80%) dan sisanya merupakan materi kering (20%). Materi kering tersebut terdiri dari 10 % bahan anorganik dan 90 % bahan organik (C5H7O2N). Untuk memperoleh hasil yang memuaskan dari suatu proses pengolahan air limbah secara biologis diperlukan desain sistem pengolahan yang efektif. Menurut Benefield & Randall (1980), untuk mendapatkan desain yang efektif diperlukan faktor-faktor berikut : 1) Kebutuhan nutrisi mikroorganisme 2) Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme 3) Metabolisme mikroorganisme
79
4) Hubungan antara pemakaian substrat
pertumbuhan
mikroorganisme
dan
Berdasarkan temperatur untuk tumbuh dan berkembang biak, maka mikroorganisme dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu : 1. Mikroorganisme Psikofilik, yaitu mikroorganisme yang hidup dan tumbuh pada temperatur (10 – 30)oC, dengan temperatur optimal (12 – 18)oC. 2. Mikroorganisme Mesofilik, yaitu mikroorganisme yang hidup dan tumbuh pada temperatur (20 – 50)oC, dengan temperatur optimal (25 – 40)oC. 3. Mikroorganisme Thermofilik, yaitu mikroorganisme yang hidup dan tumbuh pada temperatur (35 – 75)oC, dengan temperatur optimal (55 – 65)oC. Berdasarkan sumber energi yang dibutuhkan untuk proses metabolismenya, dapat digolongkan menjadi : 1. Mikroorganisme fototrof, yaitu mikroorganisme yang memakai cahaya sebagai sumber energi. 2. Mikroorganisme kemototrof, yaitu mikroorganisme yang memanfaatkan hasil reaksi oksidasi-reduksi untuk memenuhi kebutuhan energi. Mikroorganisme mengalami proses metabolisme yang terdiri dari katabolisme dan anabolisme. Proses anabolisme memerlukan energi (reaksi endergonik) dan terjadi pada proses sintesa mikroorganisme. Sedangkan proses katabolisme yang terjadi pada proses oksidasi dan respirasi merupakan reaksi eksergonik karena melepaskan energi (Reynolds, 1982). Proses transformasi substrat berlangsung dalam suatu kelompok protein yang berperan sangat penting dalam proses biologis, yaitu enzim yang bersifat katalis. Menurut Metcalf & Eddy (1991), kultur bakteri melakukan konversi yang dapat digambarkan menurut reaksi berikut ini : Oksidasi dan sintesa : (bahan organik) bakteri COHNS + O2 + Nutrien
80
CO2 + NH3 + C5H7NO2
Respirasi endogenous : bakteri C5H7NO2 + 5 O2
5 CO2 + NH3 + 2H2O + energi
Bahan organik seperti C, O, H, N dan S terkandung dalam air buangan.
4.4.8. Proses Biofilter Unggun Tetap (Fixed Bed Biofilter) Reaktor fixed film upflow biasa disebut dengan biofilter. Sebenarnya nama ini kurang sesuai karena dalam hal ini penyaringan tidaklah berperan penting. Sebenarnya reaktor ini merupakan paket reaktor biologis yang diisi dengan batu ataupun modul plastik yang dapat disesuaikan dengan berbagai macam saluran dan daerah penyerapan yang luas. Air buangan masuk ke reaktor melalui dasar reaktor, kemudian secara overflow akan mencapai atas. Bakteri terdapat dalam bentuk gumpalan seperti menempel pada permukaan filter (Droste, 1997). Biofilter lekat terendam merupakan reaktor yang dilengkapi dengan media seperti kerikil, pasir, plastik dan partikel karbon aktif sebagai tempat pertumbuhan mikroorganisme. Di dalam pengoperasiannya, media dapat terendam sebagaian ataupun seluruhnya, maupun juga hanya dilewati air (sama sekali tidak terendam). Reaktor ini merupakan reaktor dengan pertumbuhan terlekat di atas suatu media dengan membentuk suatu lapisan lendir untuk melekat di atas permukaan media tersebut. Lapisan ini disebut biofilm. Beberapa keuntungan dari jenis reaktor ini antara lain : Proses relatif tidak sensitif (tidak mudah terpengaruh) oleh perubahan debit aliran maupun besarnya beban pencemar baik itu yang bersifat mendadak (shock loading) ataupun tidak. Pengontrolan terhadap senyawa beracun yang masuk secara tiba-tiba ke dalam reator lebih mudah. Hal ini sering terjadi pada limbah industri, dimana komposisinya sering berubahubah. Dapat dipergunakan pada reaktor berukuran kecil. 81
Menurut Grady & Lim (1980), biofilm merupakan lapisan yang terdiri dari sel-sel bio solid dan material inorganik dalam bentuk polimerik matriks yang menempel pada suatu media penyokong. Akumulasi dari biofilm pada media solid merupakan suatu hasil dari proses mikrobiologi, fisis dan kimia yang terjadi di dalam fase liquid-biofilm-media. Mekanisme proses yang terjadi adalah :
Transportasi dan adsorpsi zat organik dan nutrien dari fase liquid ke fase biofilm atau media. Transportasi mikroorganisme dari fasa liquid ke biofilm atau media. Adsorpsi mikroorganisme pada biofilm Reaksi metabolisme mikoorganisme yang terjadi pada biofilm memungkinkan terjadinya mekanisme pertumbuhan, pemeliharaan dan kematian sel. Pelekatan dari sel yaitu pada saat lapisan biofilm mulai terbentuk dan terakumulasi secara lanjut dan granual pada lapisan biofilm-media. Mekanisme pelepasan biofilm dan produk lainnya.
Gambar 4.2. Mekanisme Proses Metabolisme Di Dalam Sistem Biofilm (Arvin & Harremoës, 1998)
82
Winkler (1981) mengutip pernyataan Mc Kinney (1962) yang menyatakan bahwa pertumbuhan mikroorganisme akan terus berlangsung pada slime yang sudah terbentuk sehingga ketebalan slime bertambah. Difusi makanan dan O2 akan berlangsung sampai ketebalan maksimum. Pada saat ketebalan tidak mampu lagi mencapai maksimum makanan dan O2 permukaan padat atau bagian terjauh dari fasa cair. Hal ini menyebabkan lapisan biomassa akan terbagi menjadi 2 bagian, yaitu lapisan aerob dan lapisan anaerob.
4.4.9. Media Penyangga Sebagai tempat tumbuh dan berkembang mikroorganisme, media yang akan digunakan dapat terbuat dari bahan organik dan anorganik. Untuk media dari bahan organik antara lain terdapat dalam bentuk tali, jaring, butiran tak teratur, plate dan sarang tawon. Media organik ini banyak yang dibuat dengan cara dicetak dari bahan tahan karat dan ringan semisal PVC dengan luas permukaan spesifik yang besar dan porositas rongga yang besar sehingga dapat melekatkan mikroorganisme dalam jumlah besar tanpa menyebabkan kebuntuan. Sedangkan untuk media anorganik antara lain batu pecah, kerikil, batu marmer, tembikar, batu bara muda (kokas). Menurut Metcalf & Eddy (1991), untuk mendapatkan permukaan media yang luas, media dapat dimodifikasikan dalam berbagai bentuk seperti bergelombang, saling-silang dan sarang tawon. Sedangkan menurut Hooran (1990), dua sifat paling penting yang harus ada dari suatu media adalah : 1. Luas permukaan media, semakin luas permukaan media maka semakin besar jumlah biomassa per unit volume. 2. Persentase ruang kosong, semakin besar ruang kosong maka semakin besar kontak antara substrat dalam air buangan dengan biomassa yan menempel pada media pendukung. Berikut ini dapat dilihat perbandingan beberapa media berdasarkan luas permukaan spesifiknya.
83
Tabel 4.2. Karakteristik Perbandingan Media No 1 2 3 4
Jenis media Trikling filter dengan batu pecah Modul sarang tawon Tipe jaring RBC
Luas permukaan spesifik (m2/m3) 100 - 200 150 - 240 50 80 - 150
Sumber: BPPT,2000
4.4.10. Proses Koagulasi dan Flokulasi Koagulasi berasal dari kata coagulare yang artinya percampuran. Penambahan bahan kimia dapat digunakan untuk menggabungkan koloid dengan cara merusak stabilitas dari partikel koloid yang disebut dengan koagulasi kimia. Kekeruhan dan warna yang terdapat dalam air yang disebabkan oleh bahan organik sebagai bahan pengganggu dapat dihilangkan dengan proses koagulasi. Flokulasi didefinisikan sebagai pengadukan lambat untuk menggabungkan atau menggumpalkan partikel-partikel koloid yang telah mengalami destabilisasi, sehingga terbentuk flok yang berat dan mudah mengendap. Kecepatan penggumpalan ini ditentukan oleh banyaknya tumbukan yang terjadi antara partikel koloid dan efektifitas tumbukan yang terjadi. Proses koagulasi-flokulasi dikenal juga sebagai proses pengadukan cepat dan pengadukan lambat. Pengadukan cepat dimaksudkan untuk menghasilkan penyebaran bahan-bahan kimia yang ditambahkan ke dalam air olahan dan diharapkan terjadi kondisi turbulen. Pengadukan lambat bertujuan destabilisasi partikel-partikel koloid sehingga saling kontak dan terjadi penggabungan.
4.4.11. Bahan Koagulan Dalam proses koagulasi memerlukan bahan kimia yang disebut koagulan. Bahan yang sering digunakan sebagai 84
koagulan adalah senyawa aluminium dan senyawa besi. Senyawa ini di dalam air akan terionisasi menghasilkan kation dan anion valensi tinggi. Senyawa aluminium yang umum digunakan adalah tawas (Al2(SO4)3) dan Poly Aluminium Chlorida (PACl), sedangkan senyawa besi yang biasa dipakai adalah ferro sulfat (FeSO4) dan senyawa lainnya adalah campuran tawas dan kapur atau campuran tawas dan soda abu (Sanks, 1978). Walaupun senyawa aluminium lebih populer penggunaannya daripada senyawa besi, tetapi ternyata garam-garam besi memberikan hasil yang menguntungkan daripada aluminium. Keuntungan yang paling nyata adalah rentang pH yang lebih lebar daripada aluminium (Pulukadang, 1998).
4.5. Pengolahan Air Limbah Pencucian Jean Menggunakan Kombinasi Proses Pengendapan Kimia Dengan Proses Biofilter Tercelup Anaerob-Aerob 4.5.1. Rancang Bangun IPAL 4.5.1.1. Proses Pengolahan Air limbah yang berasal dari limbah ipencucian jean serta limbah domestik dialirkan melalui saluran terbuka yang dilengkapi dengan bak pemisah pasir, dan selanjutnya air limbah dialirkan ke bak penampung yang berfungsi sebagai bak ekualisasi. Bak ekualisasi ini dilengkapi dengan saringan kasar dan saringan halus pada bagian inletnya, yang berfungsi untuk menyaring kotoran padat yang ikut di dalam air limbah. Dari bak ekualisasi, air limbah dipompa ke bak pengendapan kimia sambil diinjeksi dengan bahan koagulan ferosulfat. Efluen limbah dari bak pengendapan kimia selanjutnya dialirkan secara gravitasi ke reaktor biofilter anerob, selaqnjutna efluen dari reaktor biofilter anaerob dialirkan ke reaktor biofilter anaerob-aerob yang terdiri dari bak pengendapan awal, biofilter zona anaerob, biofilter zona aerob dan bak pengendapan akhir. Efluen dari biofilter anerob pertama masuk ke bak pengendapan awal, dan dari bak pengendapan awal air limbah dialirkan ke biofilter zona anaerob dengan arah aliran dari atas ke 85
bawah, dan dari bawah ke atas. Di dalam bak biofilter anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan plastik tipe sarang tawon. Jumlah bak kontaktor anaerob terdiri dari dua buah ruangan. Penguraian zat-zat organik yang ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau facultatif aerobik. Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikro-organisme. Mikro-organisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap Air limpasan dari bak biofilter anaerob dialirkan ke bak biofilter aerob. Di dalam bak biofilter aerob ini diisi dengan media dari bahan pasltik tipe rarang tawon, sambil diaerasi atau dihembus dengan udara sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada permukaan media. Dengan demikian air limbah akan kontak dengan mikro-orgainisme yang tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada permukaan media yang mana hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, deterjen serta mempercepat proses nitrifikasi, sehingga efisiensi penghilangan ammonia menjadi lebih besar. Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa mikroorganisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air limpasan (over flow) dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa khlor untuk membunuh micro-organisme patogen. Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum. Dengan menggunakan kombinasi proses pengendapan kimia dengan proses biofilter anaerob dan aerob tersebut selain dapat menurunkan zat organik (BOD, COD), ammonia, deterjen, padatan tersuspensi (SS), phospat dan lainnya. Diagram proses pengolahan air limbah pencucian jean menggunakan kombinasi proses pengendapan kimia dengan biofilter anaerob-aerob dan skenario penurunan konsentrasi BOD dapat dilihat pada Gambar 4.3, sedangankan Diagram proses biofilter anaerob-aerob dan skenario penurunan konsentrasi BOD dapat dilihat pada Gambar 4.4. 86
4.5.1.2. Keunggulan Proses Proses dengan Biofilter “Anaerob-Aerob” ini mempunyai beberapa keuntungan yakni :
Adanya air buangan yang melalui media kerikil yang terdapat pada biofilter mengakibatkan timbulnya lapisan lendir yang menyelimuti kerikil atau yang disebut juga biological film. Air limbah yang masih mengandung zat organik yang belum teruraikan pada bak pengendap bila melalui lapisan lendir ini akan mengalami proses penguraian secara biologis. Efisiensi biofilter tergantung dari luas kontak antara air limbah dengan mikro-organisme yang menempel pada permukaan media filter tersebut. Makin luas bidang kontaknya maka efisiensi penurunan konsentrasi zat organiknya (BOD) makin besar. Selain menghilangkan atau mengurangi konsentrasi BODdan COD, cara ini dapat juga mengurangi konsentrasi padatan tersuspensi atau suspended solids (SS) , deterjen (MBAS), ammonium dan posphor.
Biofilter juga berfungsi sebagai media penyaring air limbah yang melalui media ini. Sebagai akibatnya, air limbah yang mengandung suspended solids dan bakteri E.coli setelah melalui filter ini akan berkurang konsentrasinya. Efesiensi penyaringan akan sangat besar karena dengan adanya biofilter up flow yakni penyaringan dengan sistem aliran dari bawah ke atas akan mengurangi kecepatan partikel yang terdapat pada air buangan dan partikel yang tidak terbawa aliran ke atas akan mengendapkan di dasar bak filter. Sistem biofilter anaerob-aerb ini sangat sederhana, operasinya mudah dan tanpa memakai bahan kimia serta tanpa membutuhkan energi. Poses ini cocok digunakan untuk mengolah air limbah dengan kapasitas yang tidak terlalu besar.
87
Gambar 4.3. Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Pencucian Jean Menggunakan Kombinasi Proses Pengendapan Kimia Dengan Biofilter Anaerob-Aerob Dan Skenario Penurunan Konsentrasi BOD.
Gambar 4.4. Diagram Proses Biofilter Anaerob-Aerob Dan Skenario Penurunan Konsentrasi BOD.
Dengan kombinasi proses “Anaerob-Aerob”, efisiensi penghilangan senyawa phospor menjadi lebih besar bila dibandingankan dengan proses anaerob atau proses aerob saja. Selama berada pada kondisi anaerob, senyawa phospor anorganik yang ada dalam sel-sel mikrooragnisme akan keluar sebagai akibat hidrolosa senyawa phospor. Sedangkan energi yang dihasilkan digunakan untuk menyerap BOD (senyawa organik) yang ada di dalam air limbah. Selama 88
berada pada kondisi aerob, senyawa phospor terlarut akan diserap oleh bakteria atau mikroorganisme dan akan sintesa menjadi polyphospat dengan menggunakan energi yang dihasilkan oleh proses oksidasi senyawa organik (BOD). Dengan demikian dengan kombinasi proses anaerob-aerob dapat menghilangkan BOD maupun phospor dengan baik. Proses ini dapat digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban organik yang cukup besar. Pengelolaannya sangat mudah. Biaya operasinya rendah. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif, Lumpur yang dihasilkan relatif sedikit. Dapat menghilangkan nitrogen dan phospor yang dapat menyebabkan euthropikasi. Suplai udara untuk aerasi relatif kecil. Dapat digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang cukup besar. Dapat menghilangan padatan tersuspensi (SS) dengan baik.
4.5.1.3. Rancang Bangun dan Spesifikasi Teknis IPAL Kapasitas 20 m3 / hari Perhitungan Teknis Dalam desain unit pengolahan limbah tekstil kapasitas individual ini ada beberapa kriteria desain yang ditetapkan, dengan mempertimbang kondisi air baku (campuran dengan domestik waste) dan kualitas air keluaran yang ditetapkan adalah sebagai berikut : Kapasitas Pengolahan Influent BOD Effluent BOD Effluent SS Efisiensi pengolahan
: 20 m3/hari : 1500 mg/l : < 50 mg/l : < 50 ppm : 90-95 %
Bak Ekualisasi Debit Air Limbah
= 20 m3/hari = 835 lt/jam = 0,835 m3/jam 89
Konsentrasi BOD dalam air limbah = 1500 mg/l Waktu Tinggal = 10 Jam Volume Efektif = 10/24 x 20 m3 = 8,34 m3 Dimensi : Lebar : 1,5 m :4m Panjang Kedalaman : 1,38 m dibulatkan 1,5m Tinggi Ruang Bebas : 0,5 m Jadi : Dimensi Bak ekualisasi = 1,5 m x 4 m x 2 m Disain bak dapat dilihat seperti pada Gambar IV.3.
Bak Pengendapan Kimia Tipe Bak Pengendap adalah Pengendapan dengan papan miring. Efisiensi Penurunan BOD = 45 % = 1500 mg/l Konsentrasi BOD Masuk = 825 mg/l Konsentrasi BOD Keluar Waktu tinggal di dalam bak = 6 jam Volume Efektif = 5 m3 Dimensi: Lebar : 1,5 m Panjang : 2,5 m Kedalaman : 1,3 m Tinggi ruang bebas: 0.2 m Dimensi Bak : 1,5 m x2,5 m x1,5 m Disain bak dapat dilihat seperti pada Gambar IV.4.
Kebutuhan Bahan Kimia (Koagulan) Bahan kimia yang digunakan : ferosulfat (FeSO4.n H2O) Tipe : butiran (granular) Dosis Ferosulfat = 400 mg/l Debit Limbah = 20 m3/hari. Laju alir pompa dosing = 10 -15 liter/jam = 0,24 – 0,36 m3/hari
90
Untuk menentukan konsentrasi Ferosulfat di dalam larutan Ferosulfat (larutan koagulan) dapat dihitung berdasarkan ilustrasi sepeti pada Gambar IV. . Berdasarkan ilustrasi tersebut di dapatkan persamaan : Q1 x C1 + Q2 x C2 = Q3 x C3 dimana : Q1 = Debit air limbah (m3/hari) C1 = Konsentrasi ferosulfat awal di dalam air Limbah Q2 = Laju alir larutan ferosulfat yang diinjeksikan ke dalam air limbah (m3/hari) C2 = Konsentrasi ferosulfat di dalam larutan (gr/m3) Q3 = Laju alir total (m3) C3 = Konsentrasi ferosulfat yang diharapkan (400 gr//m3)
Gambar 4.5. Ilustrasi Perhitungan Injeksi Ferosulfat. Q1 Ci Q2
= 20 m3/hari =0 = 0,24 m3/hari
C2 Q3 C3
20,24 X 400 Jadi :
= belum diketahui = 20,24 m3/hari = 400 gr/m3
gr/m3 = 33.733 gr/m3
C2 = 0,24 91
Dengan demikian untuk mendapatkan konsentrasi injeksi ferosulfat sebesar 400 mg/l dilakukan dengan cara menginjeksikan larutan ferosulfat dengan konsentrasi 33.733 mg/l ke dalam air limbah dengan laju injeksi 0,24 m3/hari atau 10 liter/jam. Untuk membuat larutan ferosulfat dengan konsentrasi 33.733 gr/m3 dilakukan dengan cara melarutkan 6.750 gr ferosulfat ke dalam 200 liter air.
Bak Biofilter Anaerob Debit Air Limbah
= 20 m3/hari = 835 lt/jam = 0,835 m3/jam
Efisiensi Penurunan BOD = 70 % = 825 mg/l Konsentrasi BOD Masuk = 330 mg/l Konsentrasi BOD Keluar Berdasarkan percobaan beban BOD Volumetrik 1-4 kg/m3reaktor.hari didapatkan efisiensi penghilangan BOD 85-90 %. Ditetapkan : Beban BOD volumetrik 3,5 kg-BOD/m3.hari. Jumlah BOD masuk Reaktor
= 20 m3/hari x 825 gr/m3 = 16.500 gr-BOD/hari =16,5 kg-BOD/hari. 16,5 kg-BOD/hari
Volume Efektif Reaktor =
3
= 4,7 m3
3,5 kg-BOD/m .hari Dimensi Reaktor Biofilter Anaerobik : Lebar : 1,5 m Panjang : 1,5 m Kedalaman air : 2,0 m Tinggi ruang bebas : 0,3 m Reaktor Biofilter Anaerobik tersebut diisi dengan media dari bahan plastik tipe sarang tawon. Ratio volume media dengan volume efektif Reaktor adalah 0,6. 3 3 Volume media = 0,6 x 4,7 m = 2,82 m
92
16,5 kg-BOD/hari Beban BOD per volume media =
2,82 m3 = 5,85 kg-BOD/m3.hari.
Chek : Untuk standar High Rate Trickiling Filter beban BOD berkisar antara 0,4 – 4,7 kg-BOD/m3.hari dengan efisiensi pengolahan sekitar 80 %. Disain Reaktor Biofilter Anaerob dapat dilihat seperti pada Gambar 4.10.
Bak Biofilter Anaerob-Aerob (Pengolahan Lanjut) Diagram proses biofilter anaerob-aerob dan skenario penurunan konsentrasi BOD di dalam reaktor dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Reaktor terdiri dari beberapa bagian yakni : bak pengendapan awal, bak biofilter anaerob, bak biofilter aerob dan bak pengendapan akhir.
Gambar 4.6. Diagram Proses Biofilter Anaerob-Aerob Dan Skenario Penurunan Konsentrasi BOD a. Ruang Pengendapan Awal Debit Air Limbah
= 20 m3/hari = 835 lt/jam = 0,835 m3/jam 93
Waktu Tinggal
= 1,4 Jam
Efisiensi Penurunan BOD = 25 % = 330 mg/l Konsentrasi BOD Masuk = 250 mg/l Konsentrasi BOD Keluar Volume Efektif
Dimensi Bak : Lebar Panjang Kedalaman air Tinggi ruang bebas
= 1,4/24 x 20 m3 = 1,18 m3 Dibulatkan menjadi 1,2 m3
:1m : 0,6 m :2m : 0,1 m
Chek Waktu Tinggal rata-rata = 1,44 Jam Beban permukaan (surface loading) rata-rata = 20 m3/hari =
(0,6 x 1) m2
Standar JWWA : Beban permukaan
= 33 m3/m2.hari
= 20 –50 m3/m2.hari. (JWWA)
b. Bak Biofilter Anaerob (Zona Pengolahan Lanjut Anoksik ) Debit Air Limbah = 20 m3/hari = 835 lt/jam = 0,835 m3/jam = 250 mg/l Konsentrasi BOD Masuk = 100 mg/l Konsentrasi BOD Keluar Efisiensi Penurunan BOD = 60 % Jumlah BOD masuk Reaktor
= 20 m3/hari x 250 gr/m3 = 5000 gr-BOD/hari = 5 kg-BOD/hari.
Ditetapkan : Beban BOD volumetrik 2,0 kg-BOD/m3.hari.
94
5 kg-BOD/hari Volume Efektif Reaktor =
3
= 2,5 m3
2,0 kg-BOD/m .hari Dimensi Bak Lebar Panjang Kedalaman air Tinggi ruang bebas
: 1 m X 1,2 m X 2 m :1m : 0,6 m :2m : 0,1 m
Di bagi menjadi dua ruangan yakni masing-masing dengan ukuran ; Lebar Panjang Kedalaman air Tinggi ruang bebas Waktu Tinggal Total
:1m : 0,6 m :2m : 0,1 m : 3 Jam
Tiap-tiap ruang diisi dengan media biofiloter dati bahan plastik tipe sarang tawon. Ratio volume media terhadap volume reaktor = 0,7 Volume media yang diperlukan = 0,7 x 2,5 m3 = 1,75 m3 5 kg-BOD/hari Beban BOD per volume media
=
1,75 m3 = 2,85 kg-BOD/m3.hari.
Chek : Untuk standar High Rate Trickiling Filter beban BOD berkisar antara 0,4 – 4,7 kg-BOD/m3.hari dengan efisiensi pengolahan sekitar 80 %.
95
c. Bak Biofilter Aerob (Zona Pengolahan Lanjut Aerob) Debit Air Limbah
= 20 m3/hari = 835 lt/jam = 0,835 m3/jam
= 100 mg/l Konsentrasi BOD Masuk = 50 mg/l Konsentrasi BOD Keluar Efisiensi Penurunan BOD = 50 % = 20 m3/hari x 100 gr/m3 = 2000 gr-BOD/hari = 2 kg-BOD/hari.
Jumlah BOD masuk Reaktor
BOD yang dihilangkan
= 0,5 x 2 kg-BOD/hari = 1,0 kg-BOD/hari
Ditetapkan : Beban BOD volumetrik 1,7 kg-BOD/m3.hari. 2 kg-BOD/hari Volume Efektif Reaktor =
3
= 1,2 m3
1,7 kg-BOD/m .hari Dimensi Bak : 1 m X 1,2 m X 2 m Lebar :1m : 0,6 m Panjang Kedalaman air :2m Tinggi ruang bebas : 0,1 m Waktu Tinggal : 1,5 Jam Reaktor diisi dengan media biofiloter dari bahan plastik tipe sarang tawon. Ratio volume media terhadap volume reaktor = 0,7 Volume media yang diperlukan = 0,7 x 1,2 m3 = 0,84 m3 2 kg-BOD/hari Beban BOD per volume media =
0,84 m3 = 2,38 kg-BOD/m3.hari.
96
Kebutuhan Oksigen (Udara) : Kebutuhan oksigen di dalam reaktor biofilter aerob sebanding dengan jumlah BOD yang dihilangkan. Kebutuhan teoritis = Jumlah BOD yang dihilangkan = 1,0 kg/hari. Faktor keamanan ditetapkan + 1,4 Kebutuhan Oksigen Teoritis = 1,4 x 1,0 kg/ hari = 1,4 kg/hari. Temperatur udara rata-rata = 28 o C Berat Udara pada suhu 28 o C = 1,1725 kg/m3. Di asumsikan jumlah oksigen didalam udara 23,2 %. Jumlah Kebutuhan Udara teoritis = 1,4 kg/hari =
1,1725 kg/m3 x 0,232 g O2/g Udara
= 5,15 m3/hari. Efisiensi Difuser = 1 % (tipe pipa berlubang) 5,15 m3/hari Kebutuhan Udara Aktual
=
=
0,01 = 515 m3/hari = 0,330 m3/menit. = 330 liter per menit. Chek : Ratio Volume Udara /Volume Air Limbah = 25,75 Blower Udara Yang diperlukan : Spesifikasi Blower : Kapasitas Blower = 500 liter/menit Head = 2800 mm-aqua Jumlah = 1 unit
97
Tipe blower Listrik
= HIBLOW = 60 watt, 220 volt.
Ruangan Pengendapan Akhir = 20 m3/hari = 835 lt/jam = 0,835 m3/jam Waktu Tinggal = 1,4 Jam Volume Efektif = 1,4/24 x 20 m3 = 1,18 m3 dibulatkan 1,2 m3 Dimensi = 1 m X 0,6 m X 2 m = 50 mg/l Konsentrasi BOD Masuk = 50 mg/l Konsentrasi BOD Keluar Debit Air Limbah
Chek Waktu Tinggal rata-rata = 1,44 Jam Beban permukaan (surface loading) rata-rata = 20 m3/hari =
=
(0,6 x 1) m2
Standar JWWA : Beban permukaan
33 m3/m2.hari
= 20 –50 m3/m2.hari. (JWWA)
Spesifikasi Teknis Dari hasil perhintungan di atas ditentukan spesifikasi teknis bangunan IPAL serta peralatan pendukung sebagai berikut : 1)
Bak Penampung Air Limbah Dimensi Bahan Volume Efektif Lebar Panjang Kedalaman Tinggi Ruang Bebas Waktu Tinggal
: 150 cm X 400 cm X 200 cm : Beton semen cor : 10 M3 : 1,5 m :4m : 1,5m : 0,5 m : 10 jam
98
2)
Bak Pengedapan dengan Bahan Kimia Dimensi Lebar Panjang Kedalaman Tinggi ruang bebas Bahan Volume Efektif
: 150 cm X 250 cm X 150cm : 1,5 m : 2,5 m : 1,3 m : 0.2 m : Fiber glass : 5 M3
3)
Unit Reaktor Biofiloter Anaerob
4)
Dimensi : 150 cm X 150 cm X 230cm Bahan : Fiber glass Volume Efektif : 4,5 M3 Total Retention Time : 5 jam Tipe media biofilter : Sarang tawon, Bahan : PVC Volume Media : 2,8 m3 Unit Reaktor Biofilter Anaerob-Aerob Dimensi Bahan Volume Efektif Total Retention Time Tipe media biofilter Bahan Volume Media biofilter
5)
: 100 cm X 310 cm X 225cm : Fiber glass : 6 M3 : 7,2 jam : Sarang tawon : PVC : 2,7 M3
Media Pembiakan Mikroba Material Ketebalan Luas Kontak Spsesifik Diameter lubang Warna Berat Spesifik Porositas Rongga
: PVC sheet : 0,15 – 0,23 mm : 200 – 226 m2/m3 : 2 cm x 2 cm : bening transparan : 30 -35 kg/m3 : 0,98
99
6)
Blower Udara Tipe Listrik Head Q udara Jumlah
7)
Pompa Air Baku Tipe Kapasitas Listrik Total Head Jumlah
8)
: 50 cm x 50 cm x 50 cm : bata-semen : 1 unit.
Pompa Dosing Tipe Tekanan Kapasitas Jumlah
11)
: Submersible Pump : 10 liter/menit : 60 watt : 6 meter
Bak Kontrol Dimensi bahan Jumlah
10)
:Submersible Pump : 20 liter/menit : 250 watt, 220 volt : 8 meter : 1 unit
Pompa Sirkulasi Tipe Kapasitas Listrik Total Head
9)
: Hi Blow : 60 watt, 220 volt. : 2 m air : 500 liter/menit : 1unit
: Pulsa Feeder 150/100 : 7 Bar : 15 liter per jam : 1 unit
Chemical Tank Volume Bahan Perlenkapan Listrik
: 200 liter : Polyethylene : Motor Pengaduk : 200 watt, 220 volt
100
Gambar 4.7. Bak Ekualisasi IPAL Pencucian Jean (Vol. 8 m3) Dimensi : 1 m x 4 m X 2 m
101
Gambar 4.8. Bak Koagulasi Dengan Bahan Kimia (Potongan Melintang)
Gambar 4.9. Bak Koagulasi Dengan Bahan Kimia (Tampak Atas) 102
Gambar 4.10. Reaktor Biofilter Anaerob 103
Gambar 4.11. Reaktor Biofilter Anaerob-Aerob (Reaktor Pengolahan Lanjut).
104
105
Gambar 4.12. Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Pencucian Jean Dengan Menggunakan Kombinasi Proses Pengendapan Kimia Dengan Proses Biofilter Anaerob-Aerob
Gambar 4.13. Tata Letak Peralatan IPAL
4.5.2. Peralatan IPAL Peralatan utama IPAL industri kecil tekstil yang digunakan untuk pembangunan pilot plant terdiri dari bak pengendapan kimia, reaktor biofilter anaerob, reaktor biofilter aerob, pompa air baku limbah, pompa dosing bahan kimia, tangki bahan kimia, blower udara serta media biofilter tipe sarang tawon. Foto peralatan dapat dilihat seperti pada gambar berikut . 1. Bak Pengendapan Dengan Bahan Kimia
Gambar 4.14. Bak Pengendapan Kimia (Dilihat Dari Samping) 106
Gambar 4.15. Bak Pengendapan Kimia (Dilihat Dari Depan)
Gambar 4.16. Bak Pengendapan Kimia (Dilihat Dari Atas) 107
2. Bak Reaktor Anaerob
Gambar 4.17. Reaktor Bofilter Anaerob 3. Bak Reaktor Aerob
Gambar 4.18. Reaktor Bofilter Aerob (Dilihat Dari Samping)
108
Gambar 4.19. Reaktor Bofilter Aerob (Dilihat Dari Depan) 4. Pompa Air Limbah
Gambar 4.20. Pompa Air Limbah 109
5. Blower Udara
Gambar 4.21. Blower Udara 6. Media Pembiakan Mikroba (Plastik Sarang Tawon)
Gambar 4.22. Media Biofilter Darai Bahan Palstik Tipe Sarang Tawon 110
7. Pompa Dozing
Gambar 4.23. Pompa Dozing di Atas Tangki Bahan Kimia 8. Chemical Tank
Gambar 4.24. Tangki Bahan Kimia 111
4.5.3. Pembangunan dan Pemasangan IPAL Proses pembangunan dan pamasangan IPAL dapat dilihat seperti pada gambar dibawah ini.
Gambar 4.25. Pembuatan Bak Ekualisasi
112
Gambar 4.26. Bak Ekualisasi
113
Gambar 4.27. Contoh Pilot Plant IPAL Industri Pencucian Jean Kapasitas 20-30 M3 Per Hari
114
Gambar 4.28. Bak Pengendapan Kimia 115
Gambar 4.29. Pemasangan Media Biofilter Di Dalam Reaktor Biofiloter Anaerob Dan Reaktor Biofilter Anaerob-Aerob (Raktor Pengolahan Lanjut)
116
Gambar 4.30. Contoh IPAL Tekstil Kapasitas 20-30 M3 Per Hari Yang Telah Terpasang
117
4.5.4. Perkiraan Biaya Operasional IPAL Kapasitas 20 m3/Hari Biaya untuk pembangunan unit pengolah limbah individual dihitung berdasarkan kebutuhan biaya listrik dan kebutuhan bahan kimia yang digunakan dlam hal ini menggunakan ferrosulfat dengan konsentrasi 400 mg/l. Rincian biaya litrik dan biaya bahan kimia per hari dapat dilihat pada Tabel 4.3. Dari tabel tersebut dapat diperkirakan biaya operasional IPAL industri kecil tekstil kapasitas 20 m3 per hari adalah Rp. 21.520,- per hari atau Rp.1.076,- per m3 limbah. Tabel 4.3. Perkiraan Biaya Operasional IPAL per Hari No 1
Pengeluaran
Jumlah 11,04 Kwh
Kebutuhan Listrik
Harga Satuan (Rp)
Total
500
5.520
2000
16.000
Pompa Limbah 250 watt Pompa sirkulasi 100 watt Pompa Dosing 50 watt Blower Udara 60 watt Total 460 watt 2
Bahan kimia Dosis 400
gr/m3
8 kg x 20
m3
TOTAL
21.520
Jika diasumsikan tiap mesin menghasilkan limbah 3000 liter dan dapat mencuci 400 potong jean maka air limbah sebesar 20 m3 merupakan air limbah yang dikeluarkan untuk mencuci jean sebanyak = (20 m3 /3 m3)x400 potong = 2666 potong. Dengan demikian biaya limbah tiap potong jean yang dicuci yakni = 21520,- / 2666 potong = Rp. 8,07 per potong jean.
118
4.6. Penutup Berdasarkan hasil studi serta hasil penelitaian seperti yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan beberapa hal antara lain : Industri pencucian atau laundry merupakan sumber pencemar yang sangat potensial dan menimbulkan dampak penting bagi lingkungan Lebih dari 90% industri pencucian tekstil atau laundry belum mempunyai pengolahan limbah, jikapun ada masih dalam bentuk yang sederhana dan belum mampu mengolah dengan baik. Industri laundry banyak memakai air tanah dan bahkan jumlahnya berlebih. Jika tidak terkontrol dapat mengganggu kondisi air tanah secara keseluruhan dan bahkan menimbulkan penurunan muka air tanah dangkal. Kondisi ini sangat berbahaya, sebab air permukaannya sudah tercemar. Saat ini penduduk masih ada yang memanfaatkan sebagai air baku air minum. Perlu dilakukan inventarisasi sumur dan pemasangan meteran air agar ada penghematan dalam pemakaian air. Proses biofilter menggunakan media plastik sarang tawon dapat digunakan untuk mengolahan air limbah pencucian dan pewarnaan jeans dengan hasil yang baik. Efisiensi penghilangan polutandipengaruhi oleh waktu tinggal hidrolis di dalam reaktor atau beban pengolahan (beban organik). Semakin lama waktu tinggal hidrolis (WTH) di dalam reaktor biofilter atau semakin besar beban pengolagan (loading) efisiensi penghilangan semakin kecil. Pengolahan air limbah industri pencucian jean dengan proses biofilter anaerob-aerob menggunakan media plastik sarang tawon dengan kondisi waktu tinggal 1-3 hari di dapatkan efisensi penghilangan COD, BOD, SS dan Warna masingmasing yakni : COD 78 – 91 %, BOD 85 – 92 %, total zat padat tersuspensi (TSS) 80 – 93 %, dan Warna 48 – 57 %. Makin kecil waktu tinggal di dalam reaktor biofilter efisiensi penghilangan juga semakain kecil. Pengolahan dengan proses biofilter secara umum dapat menghilangkan polutan organik dan TSS dengan baik, tetapi untuk penghilangan warna kurang efektif.
119
Dengan menggunakan kombinasi proses pengendapan kimia dengan penambahan ferosulfat 400 mg/l dan proses biofilter anaerob-aerob dengan waktu tinggal 24 jam didapatkan efisiensi total penghilangan polutan yang lebih baik yakni masing-masing untuk COD 92 %, BOD 94 %, TSS 94 % dan Warna 95 %. Dengan menggunakan IPAL kombinasi proses pengendapan kimia dan proses biofilter anaerob-aerob kapasitas 20 m3/hari perkiraann biaya operasional perhari adalah sekitar Rp. 21.520,- atau biaya limbah tiap potong jean yang dicuci yakni Rp. 8,07.
4.7. Daftar Pustaka 1.
----"The Study OnUrban Drainage And Waste Water Disposal Project In The City Of Jakarta”, , JICA, December 1990.
2.
----, “Gesuidou Shissetsu Sekkei Shisin to Kaisetsu “, Nihon Gesuidou Kyoukai, 1984.
3.
FAIR, GORDON MASKEW et.al., "Eements Of Water Supply And Waste Water Disposal”, John Willey And Sons Inc., 1971.
4.
GOUDA T., “Suisitsu Kougaku - Ouyouben”, Maruzen kabushiki Kaisha, Tokyo, 1979.
5.
HIKAMI, Sumiko., “Shinseki rosohou ni yoru mizu shouri gijutsu (Water Treatment with Submerged Filter)”, Kougyou Yousui No.411, 12,1992.
6.
METCALF AND EDDY, "Waste Water Engineering”, Graw Hill 1978.
7.
SUEISHI T., SUMITOMO H., YAMADA K., DAN WADA Y., “Eisei Kougaku“ (Sanitary Engineering), Kajima Shuppan Kai, Tokyo, 1987.
8.
VIESSMAN W, JR., HAMER M.J., “Water Supply And Polution Control “, Harper & Row, New York,1985.
120
Mc