BAB IV PEMBAHASAN HASIL UJI EKSPERIMEN ZIKIR YA_FATAH YA_’ALIM PENGARUHNYA TERHADAP KECERDASAN SPIRITUAL
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat dikatakan bahwa hipotesis yang diterima adalah kecerdasan spiritual kelompok yang diberi perlakuan berupa zikir Asma’ul Husna: Ya_Fatah (Maha Membuka) Ya_’Alim (Maha Mengetahui) lebih tinggi daripada kelompok yang tidak diberikan perlakuan atau hanya diberikan pemahaman tentang pentingnya kecerdasan spiritual bagi siswa. Dari hasil penelitian juga dapat diketahui bahwa pada umumnya siswa lebih berorientasi pada kesempurnaan tingkah laku, hal ini dikuatkan pendapat Al Ghazali dalam buku Abdullah Hadziq bahwa kesempurnaan tingkah laku psikologis dalam keterkaitannya dengan moral adalah fokus utama psikologi sufistik Al Ghazali, karena secara aksiologis, psikologi sufistik dituntut untuk dapat memberikan manfaat bagi peningkatan moral manusia. Hal ini sejalan dengan landasan aksiologi ilmu islam yang lebih mengedepankan orientasi nilainilai moral, juga sesuai dengan ajaran tasawuf yang lebih mengutamakan akhlak, melalui latihan keluar dari perangai yang tercela dan masuk kedalam budi pekerti yang terpuji. Selain landasan tersebut, perhatian psikologi Al Ghazali pada nilai moral lebih didasarkan pada kerangka fikir bahwa ilmu pengetahuan harus membawa implikasi bagi kesempurnaan akhlak, dan timbulnya kesadaran untuk semakin takut (dekat) pada Allah atas dasar kerangka fikir ini.1 Selain hal tersebut dari penelitian ini siswa yang diberi perlakuan zikir mengaku lebih tenteram hatinya, hal ini sesuai dengan Al Qur’an surat Ar-Ra’d: 28 yang artinya “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah
1
Abdullah Hadziq, Rekonsiliasi Psikologi Sufistik dan Humanistik, RaSAIL, Semarang, 2005, hlm. 216-217.
43
hati menjadi tenteram”2 Bagi mereka yang menginginkan ketentraman jiwa maka tanamkanlah zikir dalam setiap amalnya, baik hati, lisan, maupun perbuatan. Hal itu terjadi karena mereka tahu ujung pangkalnya hidup, yaitu Allah. Bagi mereka yang senantiasa mengingat Allah maka dapat memahami sejauh mana yang Allah berikan kepadanya.3 Dari uraian diatas terlihat bahwa subyek yang melaksanakan zikir memperoleh ketenangan dan merasa diawasi oleh Allah. Pada kondisi tersebut memungkinkan seseorang untuk berfikir positif serta enggan melakukan perbuatan yang cenderung melanggar aturan sehingga kecerdasan spiritualnya meningkat. Dengan perlakuan zikir Asma’ul Husna maka subyek penelitian disamping memperoleh efek ketenangan sebagaimana zikir pada umumnya, subyek juga memperoleh efek dari materi zikir itu sendiri yaitu perilaku sebagaimana materi zikir yang selalu diucapkan. Materi zikir Asma’ul Husna yang meliputi Ya_Fatah (Maha Membuka) Ya_’Alim (Maha Mengetahui) merupakan stimulus yang dikondisikan. Bila asma tersebut selalu diucapkan secara berulang-ulang sambil membayangkan/ menghayati maknanya akan menghasilkan kecerdasan. Pada saat kondisi psikis tenang maka akan terjadi proses imitasi ataupun internalisasi terhadap Asma’ul Husna secara lebih intensif. Jika seseorang melakukan imitasi dan internalisasi terhadap Asma’ul Husna, maka orang tersebut akan memiliki sifat-sifat Allah (meskipun dalam kadar yang berbeda).4 Pendapat tersebut dikuatkan Platinov (dalam tesis Baidi Bukhori) yang menemukan bahwa kata-kata sebagai suatu stimulus yang dikondisikan (conditioned stimulus) benar-benar menimbulkan perbuatan sesuai dengan arti atau makna kata-kata tersebut pada diri manusia. Pada eksperimen Platinov, katakata yang digunakan adalah “tidur, tidur” dan individu tersebut akhirnya tertidur. Dengan menganalog-kan zikir Asma’ul Husna dengan eksperimen tersebut maka 2
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, PT. Karya Toha Putra Semarang, Semarang, 1995, hlm. 373. 3 Abu Wardah bin Askat, Wasiat Zikir dan Do’a Rasulullah Saw, Media Insani, Jakarta, 2006, hlm. 10. 4 Baidi Bukhori, Tesis: Pengaruh Zikir Beberapa Asmaul Husna Terhadap Penurunan Agresivitas Siswa Madrasah Aliyah, Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta, 2003, hlm. 86.
44
zikir Asma’ul Husna dapat digunakan untuk meningkatkan kecerdasan spiritual, karena dengan selalu mengucapkan beberapa Asma’ul Husna akan menimbulkan perilaku sebagaimana yang selalu disebut.5 Setelah dilakukan penelitian terlihat bahwa terjadi peningkatan kondisi kecerdasan spiritual siswa yang dapat dilihat dari berkurangnya pelanggaranpelanggaran aturan sekolah yang dilakukan oleh kelas X dan lebih banyaknya jama’ah salat dzuhur di sekolah yang didominasi oleh kelas X selama satu bulan setelah eksperimen dilakukan, ini mengisyaratkan bahwa siswa semakin berorientasi pada pengayaan ruhani. Hal ini dikuatkan oleh pendapat Taufiq Pasiak (2005) yang menyatakan bahwa tadzakur berkenaan dengan pengayaan ruhani. Seseorang yang sempurna jiwanya adalah dia yang senantiasa mengingat Tuhan (dzikrullah). Zikir dipahami sebagai metode sekaligus jalan menuju Tuhan.6 Selain itu dari hasil penelitian banyak pengakuan yang diungkapkan khususnya kelompok eksperimen bahwa siswa pada saat berzikir banyak mendapatkan pengalaman mistik seperti munculnya semangat baru untuk lebih berprestasi setelah berzikir, hal ini dikuatkan oleh pendapat Afif Anshori (2003) bahwa zikir pun termasuk mistik. Apabila kita berpegang pada pengertian sebagai suatu bentuk pemahaman atau perasaan atau penghayatan tentang adanya wujud atau realitas yang begitu nyata. Bukan diperoleh dari tata kerja akal pikiran yang mendalam, melainkan merupakan pengalaman intituif yang langsung dirasakan oleh manusia. Itulah sebabnya, mengapa sebagian para penulis lebih suka menggunakan kata mistisme ketimbang tarekat / tasawuf islam.7 Dalam pengujian terhadap hipotesis sebagaimana dalam bab sebelumnya diuraikan bahwa sebelum melakukan uji T maka dilakukan uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas sebagai pra_syarat sebelum menganalisa data. Apabila uji asumsi tidak terpenuhi maka model analisanya
5
Baidi Bukhori, Op.Cit., hlm. 87. Taufiq Pasiak, Revolusi IQ, EQ, SQ Antara Neurosains dan Al Qur’an, Mizan Pustaka, Bandung, 2005, hlm. 214. 7 Afif Anshori, Dzikir Demi Kedamaian Jiwa, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, hlm. 100. 6
45
harus diganti, dan apabila diabaikan maka interpretasi dari hasil analisanya tidak terpecahkan (konklusif). Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sebaran skor pretest kecerdasan spiritual normal atau tidak. Sebaran skor dikatakan normal jika hasil uji menunjukkan p>0.05 yang dilakukan dengan menggunakan rumus one sample kolmogorov smirnov Z. seperti pada tabel 5.
Tabel 5. Hasil Uji Normalitas dan Signifikansinya. Eksperimen
Kontrol
Kolmogorov Smirnov Z
0.671
0.627
Sig.
0.758
0.826
Jadi dari hasil uji normalitas menunjukkan bahwa sebaran skor skala kecerdasan spiritual pada seluruh kelompok memiliki sebaran normal. Sedangkan uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah varians kelompok yang dibandingkan identik atau tidak. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan rumus Levene Statistic dengan memasukkan hasil skor pretest dua kelompok. Seperti pada tabel 6.
Tabel 6. Hasil Uji Homogenitas dan Signifikansinya. N
Sig
Levene Statistic
0.240
0.625
Mean
0.008
0.994
Dari hasil diatas diketahui bahwa variansinya sejalan, artinya sebelum diberikan perlakuan zikir, baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol memiliki tingkat kecerdasan spiritual yang sama (identik). Setelah dilakukan uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas kemudian barulah dilakukan uji T, yaitu menganalisis data pretest dan posttest untuk mengetahui hasil T serta signifikansinya dengan menggunakan rumus T-Test dengan analisa Paired Samples Test. Seperti pada tabel 7.
46
Tabel 7. Hasil Uji T dan Signifikansinya. Kategori
Hasil
T (Paired Samples Test)
3.135
Signifikansi
0.003
Dengan demikian hasil dari uji T menunjukkan bahwa kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan zikir memiliki tingkat kecerdasan spiritual yang lebih tinggi daripada kelompok yang hanya diberikan pemahaman tentang pentingnya spiritualitas.
Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian kali ini memiliki beberapa kelemahan diantaranya adalah: 1.
Tidak disertakannya seluruh siswa kelas X SMA 8 Semarang sebagai subyek penelitian sehingga ada sekitar 100 siswa muslim kelas X yang tidak diketahui kondisi kecerdasan spiritualnya.
2.
Peneliti tidak didampingi guru pada saat siswa menjawab skala jadi kurang adanya keseriusan meskipun pada prosentase yang sedikit.
3.
Keterbatasan waktu penelitian yang berbenturan dengan jadwal yang sudah ditentukan sekolah sehingga tidak ada proses kontroling pasca penelitian.
47