BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN MUROTAL DI TPQ KELURAHAN PABEAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan melalui wawancara dan observasi mengenai implementasi pembelajaran Murotal di TPQ Kelurahan Pabean Pekalongan maka menghasilkan analisa sebagai berikut: A. Analisis Pembelajaran Murotal di TPQ Kelurahan Pabean. Lembaga pendidikan Alqur’an yang berbentuk Taman Pendidikan Qur’an atau yang sering disingkat dengan TPQ tentu di dalamnya dituntut harus memiliki kualitas pembelajaran
Tartil atau Murotal, karena
pembelajaran Murotal merupakan sesuatu yang paling urgen bagi seseorang dalam mempelajari Alqur’an. Dalam hal ini yang mempunyai peranan besar agar bacaan murotal santri menjadi baik atau tidak adalah para guru TPQ. Dan untuk mencetak para qori’ dan qori’ah yang bacaan murotalnya baik, maka TPQ seharusnya ditangani oleh guru-guru yang handal dan kompeten dibidang Tartil Alqur’an. Di Kelurahan Pabean Pekalongan, ada tujuh TPQ yang tergolong sudah mandiri, artinya dalam melaksanakan pembelajaran Alqur’an seharihari, TPQ-TPQ tersebut sudah memiliki gedung sendiri. Tujuh TPQ yang dimaksud adalah TPQ Sunan Kalijaga, TPQ Al-hikmah, TPQ Assa’adah, TPQ Miftahul Jannah, TPQ Al-Iman, TPQ Mamba’ul Ulum, TPQ Baitus Salam. Oleh peneliti, ke tujuh TPQ tersebutakandi teliti tentang pebelajaran Alqur’annya. 74
75
Gagne membagi proses belajar berlangsung dalam empat fase utama, yaitu: 1 1. Fase pengenalan (apprehending phase). Pada fase ini peserta didik memperhatikan stimulus tertentu kemudian menangkap artinya dan memahami stimulus tersebut untuk kemudian ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara. Ini berarti bahwa belajar adalah suatu proses yang unik pada tiap siswa, dan sebagai akibatnya setiap siswa bertanggung jawab terhadap belajarnya karena cara yang unik yang dia terima pada situasi belajar. 2. Fase perolehan (acqusition phase). Pada fase ini peserta didik memperoleh pengetahuan baru dengan menghubungkan informasi yang diterima dengan pengetahuan sebelumya. Dengan kata lain pada fase ini siswa membentuk asosiasiasosiasi antara informasi baru dan informasi lama. 3. Fase penyimpanan (storage phase). Fase storage/retensi adalah fase penyimpanan informasi, ada informasi yang disimpan dalam jangka pendek ada yang dalam jangka panjang, melalui pengulangan informasi dalam memori jangka pendek dapat dipindahkan ke memori jangka panjang. 4. Fase pemanggilan (retrieval phase). Fase Retrieval/Recall, adalah fase mengingat kembali atau memanggil kembali informasi yang ada dalam memori. Kadang1
Lestari Dewi. “Teori-teori Belajar dan Pembelajaran”. http://biologilestari.blogspot.com/2013/03/teori-teori-belajar-dan-pembelajaran.html. Diakses 2 Oktober 2013.
76
kadang dapat saja informasi itu hilang dalam memori atau kehilangan hubungan dengan memori jangka panjang. Untuk lebih daya ingat maka perlu informasi yang baru dan yang lama disusun secara terorganisasi, diatur dengan baik atas pengelompokan-pengelompokan menjadi katagori, konsep sehingga lebih mudah dipanggil. Sedangkan pengertian Murotal (at-tartil) adalah membaca Alqur’an dengan perlahan-lahan dan jelas, mengeluarkan setiap huruf dari makhrajnya dan menerapkan sifat-sifatnya, mengingat-ingat maknanya serta menghiasi bacaanya dengan irama dan lagu.2 Jadi dapat ditarik pegertian tentang pegertian pembelajaran Murotal secara umum yaitu suatu proses pengenalan, penyampaian informasi, penyimpanan dan pengulangan mengenai bacaan Alqur’an yang sesuai dengan aspek tajwid, makhraj dan taghanni (lagu), sehingga menghasilkan bacaan yang tartil (murotal). Dari hasil wawancara dengan para kepala dan guru TPQ di Kelurahan Pabean sekitar bulan Oktober 2013 – Januari 2014, banyak kesamaan terhadap konsep pembelajaran Murotal yang diterapkan TPQ Pabean. Dari tujuh TPQ yang diteliti, yaitu TPQ Sunan Kalijaga, TPQ Al-Hikmah, TPQ Assa’adah, TPQ Miftahul Jannah, TPQ Al-Iman, TPQ Mamba’ul Ulum, dan TPQ Baitus Salam, semuanya terdapat kesamaan dalam konsep pembelajaran murotal, yaitu :
2
Moh. Wahyudi, Hukum-hukum Bacaan Alqur’an (Surabaya: CV.Indah, 1996), hlm 25.
77
1. Kesamaan dalam metode pembelajaran murotal. Adapun metode-metode yang digunakan adalah : a. Metode Klasikal, yaitu guru dan santri membaca ayat atau potongan ayat secara bersamaan, guru mencontohkan dahulu dan ditirukan langsung oleh para santri. b. Kemudian dilanjutkan dengan metode individual, yaitu setelah membaca secara klasikal, para santri maju dihadapan guru untuk membaca satu per satu atau face to face dan disimak langsung oleh guru yang mengajarkannya. Setelah para santri selesei maju satu-satu, lalu diakhiri dengan membaca bersama lagi atau kembali ke metode klasikal. 2. Kesamaan dalam model pembelajaran murotal Alqur’an. Adapun model pembelajaran yang ada di TPQ-TPQ Keluraha Pabean yaitu: a.
Sama-sama menggunakan pedoman Kitab Jilid, mulai dari jilid satu sampai enam. Kitab jilid merupakan kitab pedoman untuk membaca Alqur’an yang berisikan ayat atau potongan ayat sesuai dengan tingkatan jilidnya, yaitu dari tingkat jilid satu sampai jilid enam.
b.
Setelah tamat jilid enam dan telah wisuda, maka santri melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu santri diberikan pembelajaran yang langsung merujuk pada Kitab Alqur’an dan Kitab Amtsilati serta Kitab-kitab Kuning yang sesuai dengan program tambahan masingmasing TPQ.
78
Setelah dilakukan analisis atas konsep pembelajaran murotal di TPQTPQ Kelurahan Pabean Pekalongan, maka bisa dikatakan bahwa dari tujuh TPQ yang diteliti terdapat kesamaan dalam konsep pembelajaran dan model pembelajarannya. Konsep pembelajarannya dilakukan dengan menggunakan metode Klasikal dan Individual, sedangkan model pembelajarannya yaitu menggunakan pedoman kitab Jilid, dari jilid satu sampai dengan tamat jilid enam, lalu dilanjutkan dengan kitab Alqur’an, Amtsilati dan kitab kuning. Adapun dalam mengajarkan murotal pada para santri, guru-guru di TPQ Kelurahan Pabean masih berfokus pada penguasaan materi tajwidnya saja, sehingga pada saat para santri di tes dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi tajwid, hasilnya mereka sanggup menjawab dan hafal tentang materi tajwid. Sedangkan dalam bidang makhraj, guru-guru di TPQ Kelurahan Pabean kebanyakan belum begitu ditekankan dalam mentransfer bacaan murotalnya ke santri, sehingga hasil bacaan murotal para santri belum dapat dikatakan sahih dari sisi sifatul hurufnya. Aspek terakhir yang juga penting untuk diperhatikan dalam Tartilul Qur’an atau murotal adalah aspek lagu atau irama (Lahn ‘Arabi). Adapun yang termasuk Lahn ‘Arabi adalah lagu Bayati, shoba, Hijaz, Nahawand, Shika, Rasta alan nawa dan Jiharka.3 Berdasarkan wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti, para guru di TPQ Kelurahan Pabean dalam mengajarkan murotal pada para santri mayoritas masih belum menggunakan lagu-lagu atau irama murotal yang sesuai dengan teori Taghanni atau lahn 3
26.
M. Misbachul Munir, Pedoman Lagu-lagu Tilawatil Qur’an (Surabaya: Apollo, 1997), hlm.
79
arabi yang harusnya ada dalam bacaan murotal. Hasilnya adalah pada saat para santri membaca Alqur’an, bacaan yang keluar masih terkesan lurus-lurus saja tanpa lagu atau irama.
B. Analisis Kendala-kendala Pembelajaran Murotal di TPQ Kelurahan Pabean. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi tentang implementasi pembelajaran murotal di TPQ Kelurahan Pabean Pekalongan, maka peneliti telah menemukan beberapa faktor yang menjadi kendala dalam pembelajaran murotal sehari-hari. Adapun
faktor-faktor yang menjadi kendala dalam
pembelajaran murotal diantaranya : 1. Faktor kehadiran santri dan guru. 2. Kurangnya ruang kelas. 3. Guru kurang menguasai teori murotal. 4. Tidak adanya pembinaan murotal bagi guru. Dari empat faktor utama yang menjadi kendala dalam pembelajaran murotal di TPQ Kelurahan Pabean diatas, maka dapat diuraikan lebih detail sebagai berikut: 1. Faktor kehadiran santri dan guru. Dalam hal ini semua TPQ di Kelurahan Pabean mengakui masih mengalami persoalan tersebut. Dari tujuh TPQ yang diteliti yakni TPQ Sunan Kalijaga, TPQ Al-Hikmah, TPQ Assa’adah, TPQ Miftahul Jannah, TPQ Al-Iman, TPQ Mamba’ul Ulum, dan TPQ Baitus Salam,
80
semuanya masih terkendala masalah kedisiplinan, baik dari santrinya maupun gurunya. Menurut penuturan para kepala TPQ di Kelurahan Pabean, Para santri kebanyakan masih banyak yang tidak disiplin masuk TPQ, dalam seminggu para santri hanya masuk tiga kali sampai lima kali saja. Hal ini disebabkan oleh beberapa persoalan, diantaranya kurangnya motivasi dari orang tua atau sikap
permisif yang masih
melekat pada orang tua, mereka menganggap kegiatan mengaji TPQ hanya kegiatan sampingan bagi anak-anak mereka. Sebab lain yaitu karena adanya kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler di sekolah yang padat jadwalnya hingga sore hari. Dan juga adanya musibah air rob yang setiap hari menggenangi area TPQ, ditambah lagi pada saat musim hujan, pasti terjadi banjir besar yang biasanya merata menggenangi jalan, rumah warga dan gedung-gedung TPQ. Hal-hal tersebut jelas mempengaruhi kehadiran para santri di TPQ. Sikap ketidakdisiplinan tidak hanya dilakukan para santri saja, namun juga oleh beberapa guru TPQ, beberapa guru masih sering datang terlambat dan ada yang masih menganggap bahwa mengajar di TPQ adalah aktivitas sampingan saja, sehingga jika ada acara lain lebih diutamakan daripada mengajar di TPQ. Sikap ketidakdisiplinan juga nampak pada saat adanya rapat koordinasi yang diadakan pihak TPQ, kebanyakan masih enggan mengikutinya. Sehingga sikap indisipliner ini
81
jelas mempengaruhi pemebelajaran sehari-hari dan berakibat lemahnya perkembangan kemampuan santri, khususnya dalam bacaan murotalnya. 2. Kurangnya ruang kelas. Sebagian besar TPQ-TPQ di Kelurahan Pabean masih terkendala dengan keadaan gedung TPQ yaitu kurangnya ruangan kelas. Diantara tujuh TPQ di Keluraha Pabean yang masih kekurangan ruangan kelas adalah TPQ Sunan Kalijaga, TPQ Al-Hikmah, TPQ As-Sa’adah, TPQ Mifthul Jannah dan TPQ Baitussalam. Ke-lima TPQ tersebut sudah memiliki gedung sendiri, namun kendalanya adalah masih menggunakan jasa rumah warga terdekat untuk pembelajaran sehari-hari. Persoalan ini tentu menjadikan pembelajaran tidak dapat maksimal dikarenakan aktivitas belajar berbenturan dengan aktivitas penghuni rumah. Di samping itu pengkondisian para santri juga sering terganggu. Sedangkan TPQ Al-Iman dann TPQ Mamba’ul ‘Ulum sudah tidak ada permasalahan mengenai gedung. 3. Guru kurang menguasai teori murotal. Dari tujuh TPQ yang diteliti, mayoritas guru kurang menguasai teori murotal yang benar, terutama dibidang penenkanan Makharijul Huruf dan lagu atau irama (Taghanni). Para kepala TPQ dan guru TPQ dalam wawancara menuturkan bahwa dalam mengajarkan murotal hanya fokus dengan materi tajwidnya saja, adapun penekanan makhraj dan taghanninya hanya semampunya saja, belum ada kesesuaian dengan lagu atau Lahn ‘arabi. Namun di TPQ As-Sa’adah dan TPQ Baitussalam ada
82
beberapa guru yang sudah betul-betul menguasai bacaan murotal yaitu dalam pengajaran murotal sehari-harinya sudah memenuhi aspek tajwid, makhraj dan lagu atau taghanni, diantaranya adalah Ustad Suprayetno di TPQ As-Sa’adah dan Ustad M. Mahrus serta Ustad Mu’alif yang berada di TPQ Baitussalam. 4. Tidak adanya pembinaan murotal bagi guru. Di TPQ Kelurahan Pabean yakni TPQ Sunan Kalijaga, TPQ AlHikmah, TPQ Assa’adah, TPQ Miftahul Jannah, TPQ Al-Iman, TPQ Mamba’ul Ulum, dan TPQ Baitus Salam, semuanya belum ada kegiatan pembinaan khusus bagi guru-guru TPQ dalam rangka meningkatkan kualitas bacaan Alqur’an dan kompetensi mengajar. Dalam wawancara, para kepala TPQ telah menuturkan belum adanya kegiatan pembinaan rutin bagi guru untuk meningkatkan kualitas bacaan dan kompetensi mengajar yang diadakan pihak masing-masing TPQ. Adapun kaitannya dengan pelatihan bacaan Alqur’an, selama ini para guru TPQ hanya mendatangi Koordinator TPQ yang ada di kota Pekalongan yaitu Bapak Ustad Khumaidi setiap hari ahad pagi, dan tidak semua guru mengikuti kegiatan tersebut. Tentu hal ini sangat mempengaruhi kualitas bacaan murotal para santri. Dari adanya kendala-kendala diatas, maka hasil dari pembelajaran murotal yang diperoleh para santri tidak begitu optimal. Dari hasil observasi di lapangan, peneliti masih banyak melihat bacaan para santri yang belum fasih, terutama masih kurang dalam aspek makhraj dan lagu
83
atau taghanninya. Bacaan santri masih nampak terbata-bata dan terkesan lurus saja. Hal ini dialami oleh kebanyakan santri, baik yang masih di tingkat jilid maupun yang sudah wisuda dan meneruskan jenjang Amtsilati dan Alqur’an.