54
BAB IV INDUSTRI TELUR ASIN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KECAMATAN BREBES TAHUN 1970-2005
Uraian dalam bab ini terdiri dari beberapa sub bab judul yaitu: 1) Kehidupan sosial ekonomi penduduk di Kecamatan Brebes. 2) Kondisi industri telur asin di Kecamatan Brebes pada kurun waktu tahun 1970-2005. 3) Upaya pengusaha telur asin dalam mempertahankan dan mengembangkan industri telur asin di Kecamatan Brebes. 4) Kontribusi industri telur asin terhadap kehidupan sosial-ekonomi masyarakat di Kecamatan Brebes. Setiap sub judul tersebut kemudian dijabarkan kembali dalam beberapa bagian sehingga menjadi pemaparan yang menyeluruh. Pada bagian pertama, akan dibahas mengenai gambaran umum Kabupaten Brebes dan Kecamatan Brebes dengan memaparkan kondisi geografis dan demografis daerah tersebut. Uraiannya meliputi kondisi geografis (letak geografis, batas wilayah dan luas wilayah) dan administratif, serta kondisi demografis diantaranya mengenai keadaan penduduk, tingkat pendidikan, dan mata pencaharian masyarakat. Selain itu, akan diuraikan pula mengenai latar belakang usaha telur asin di Kecamatan Brebes. Pembahasan kedua, menguraikan mengenai perkembangan awal industri telur asin di Kecamatan Brebes sebelum tahun 1970 dan dari tahun 1970-2005 dengan memperhatikan beberapa aspek yang berkaitan erat dengan perkembangan usaha seperti faktor modal yang mempengaruhi besar kecilnya sebuah usaha dapat
55
dijalankan, tenaga kerja, bahan baku/proses produksi, dan pemasaran sebagai tahapan penyaluran telur asin yang telah dihasilkan agar sampai ke tangan konsumen. Pembahasan ketiga adalah menjelaskan mengenai peran pengusaha telur asin dalam mengembangkan industri telur asin di Kecamatan Brebes, memaparkan mengenai inovasi dan kreativitas yang dikembangkan para pengusaha industri, jaringan kerja para pengusaha industri telur asin di Kecamatan Brebes, dan etos kerja para pengusaha industri telur asin di Kecamatan Brebes. Penulis juga dalam pembahasan ini menambah hasil penelitiannya mengenai peran pemerintah daerah dalam pengembangan usaha telur asin. Pembahasan keempat memaparkan tentang kontribusi industri telur asin terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Kecamatan Brebes, yang dilihat dari tingkat pendapatan pengusaha dan tingkat pendapatan pekerja. Pembahasan terakhir akan menguraikan tentang perubahan sosial–ekonomi masyarakat di Kecamatan Brebes.
4.1 Gambaran Umum Kabupaten Brebes 4.1.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Pembahasan tentang keadaan geografis Kabupaten Brebes dikembangkan untuk mengetahui kaitan antara kondisi geografis dengan keberadaan industri telur asin serta dampaknya terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat Brebes. Sebagai pengantar, peneliti akan mengemukakan terlebih dahulu mengenai kondisi administratif Kabupaten Brebes 1970-2005. Kabupaten Brebes terletak di bagian
56
utara paling barat dari Propinsi Jawa Tengah dengan batas-batas sebagai berikut Sebelah Utara Laut Jawa, Sebelah Timur Kabupaten Tegal dan Kota Tegal, Sebelah Selatan Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap, Sebelah Barat Propinsi Jawa Barat. Dan lebih jelasnya lagi dapat dilihat letak wilayah Kabupaten Brebes pada peta di bawah ini: Gambar 4.1 Peta Wilayah Kabupaten Brebes
Sumber: Arsip dari Kantor BAPPEDA Kabupaten Brebes. (2000): Tanpa halaman
57
Luas Wilayah Kabupaten Brebes adalah 1.661,17 Km2, tersebar di 17 Kecamatan dengan topografi 5 Kecamatan merupakan daerah pantai, 9 Kecamatan dataran rendah dan 3 Kecamatan dataran tinggi. Luas tanah menurut penggunaan dibagi menjadi tanah sawah dan tanah kering. Luas lahan sawah sebesar 63.343 ha (38,13 %) dan luas tanah kering sebesar 102.774 ha (61,87). Luas lahan sawah di Kabupaten Brebes sebagian berpengairan teknis (77,83 %) baik irigasi teknis, irigasi sederhana maupun irigasi desa/PU, sedangkan sisanya (22,17 %) merupakan sawah tadah hujan. Di Kabupaten Brebes mengalir beberapa sungai yang dimanfaatkan yaitu sungai Gangsa, Pemali, Babakan, Kluwut, Jengkelok, Kabuyutan, Pakijangan dan Cisanggarung yang mengaliri puluhan kilometer saluran irigasi yang mengairi persawahan, sehingga daerah ini menjadi daerah pertanian. Komoditi hortikultural dan tanaman pangan yang menjadi produk unggulan Kabupaten Brebes adalah bawang merah. Selain bertani masyarakat Brebes juga menekuni usaha lain yaitu beternak. Di sektor peternakan, telah berkembang berbagai usaha peternakan baik jenis peternakan besar maupun kecil antara lain ternak itik. Produk olahan yang menjadi produk unggulan dari hasil peternakan itik adalah telur asin. Dari 17 Kecamatan yang tersebar di wilayah Kabupaten Brebes, terdapat satu Kecamatan yang dijadikan sebagai sentra produksi telur asin, yaitu Kecamatan Brebes. Lokasi penelitian yang terletak di Kecamatan Brebes ini termasuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Brebes. Letak geografis Kecamatan Brebes yang subur, dimanfaatkan masyarakat sekitar sebagai lahan pertanian sehingga, sebagian masyarakat Kecamatan Brebes bermata pencaharian sebagai petani.
58
Mereka memanfaatkan lahan persawahan yang cukup luas sebagai lahan yang ditanami dengan padi dan Bawang Merah. Keadaan ini juga mendukung kegiatan perekonomian masyarakat selain bertani yakni beternak itik. Sewaktu panen padi masyarakat setempat memanfaatkan dengan menggembalakan itik di sawah di mana itik mendapatkan pakan dari sisa panen sehingga ketersediaan telur itik sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim dan kegiatan pertanian yang ada. Kekeringan yang menyebabkan kegagalan panen, akan mengancam pasokan telur itik ke produsen telur asin di mana akan terjadi penurunan pasokan telur asin. Secara geografis, Kecamatan Brebes memiliki posisi yang menguntungkan karena berada di bagian pusat perekonomian Kabupaten Brebes atau pusat pemerintahan Kabupaten Brebes yang juga merupakan pusat pertumbuhan dan mobilitas penduduk, serta merupakaan daerah lintasan utama mobilitas penduduk. Kecamatan Brebes pada tahun 1970 -2005 secara administratif terdiri dari 23 desa
diantaranya
Randusangga
Desa
Wetan,
Kaliwling,
Tengki,
Kedunguter,
Pagejugan,
Sigambir,
Randusangga
Kulon,
Limbangan
Wetan,
Limbangan Kulon, Kaligangsa Wetan, Kaligangsa Kulon, Pasarbatang, Brebes, Gandasuli, Padasugih, Banjaranyar, Padasugih, Pulosari, Wangandalem, Krasak, Kalimati dan Pemaron. Sedangkan dilihat dari batas-batas administratif wilayahnya, Kecamatan Brebes berbatasan dengan kecamatan lainnya di Kabupaten Brebes yaitu:
Sebelah Utara
: Laut Jawa
Sebelah Timur
: Kecamatan Jatibarang
59
Sebelah Selatan
: Kecamatan Wanasari
Sebelah Barat
: Kota dan Kabupaten Tegal
Kecamatan Brebes merupakan ibu kota yang sekaligus jantung kotanya Kabupaten Brebes memiliki luas wilayah sekitar 27,278 km persegi. Sebagai pusat kota Kecamatan Brebes sangat mudah dijangkau karena di daerah ini tersedia sarana dan prasarana transportasi yang lancar dan memadai berupa jalan propinsi mengunakan jalur raya Jakarta-Semarang, Jakarta-Purwokerto dan Bandung-TegalPurwokerto serta jalur kereta Jakarta-Semarang. Letak yang startegis ini sangat menguntungkan bagi para pengusaha karena di daerah ini tersedia sarana dan prasarana transportasi yang lancar dan memadai. Pada tahun 1970, di Kecamatan Brebes ini terdapat beberapa desa sebagai daerah penghasil telur asin diantaranya yaitu Kelurahan Limbagan Wetan dan Kelurahan Brebes. Kedua desa tersebut terkenal menghasilkan telur asin unggulan, walaupun ada desa lain yang memproduksi telur asin. Namun disini penulis lebih memilih dua kelurahan ini karena kedua daerah ini dapat dikatakan sebagai desa pionir pembuatan telur asin, daerah ini juga sudah terkenal sebagai sentra penghasil telur asin dan merupakan desa yang jumlah pengrajin telur asinnya cukup banyak di bandingkan desa-desa lainnya. Kedua kelurahan ini juga terletak di daerah perkotaan dan merupakan jalur transit antar wilayah Jawa BaratJawa Tengah, sehingga ramai dikunjungi oleh masyarakat. Melihat letak Kelurahan Brebes dan Limbangan Wetan yang berada di tengah-tengah kota Brebes, maka dapat dikatakan bahwa wilayah Kelurahan Brebes dan Limbangan Wetan ini merupakan
60
wilayah yang strategis sehingga mendukung dalam kegiatan ekonomi masyarakat terutama bagi perkembangan sektor industri karena memudahkan akses pasar. Selain itu, kedua kelurahan ini cukup dekat dengan daerah peternakan itik sebagai bahan bakunya seperti Randusangga Wetan, Randusangga Kulon, Kaligangsa Wetan dan Kaligangsa Kulon serta Limbangan Wetan juga merupakan daerah peternakan itik. Lokasi industri telur asin terletak di Kelurahan Brebes dan Limbangan Wetan yang tidak jauh dari pusat kota dan dekat dengan pasar Brebes sebagai pusat perekonomian masyarakat Brebes. Kondisi ini didukung pula oleh tersedianya sarana transportasi yang cukup memadai karena kedua daerah ini mempunyai kedudukan yang menguntungkan di mana berada di lintasan utama jalur pantura yang selalu ramai dilewati kendaraan dari berbagai kota sehingga mempermudah proses penjualan produk dan pengenalan produk pada konsumen. Kondisi ini juga berpengaruh memudahkan para pengusaha dalam mengangkut bahan baku yang dipasok dari luar dan hasil produksi yang harus dipasarkan keluar kota/kabupaten. Kondisi
tersebut
mempengaruhi
pertumbuhan
dan
perkembangan
sektor
perekonomian masyarakat yang berkecimpung dalam industri telur asin di Kecamatan Brebes. Untuk lebih jelasnya mengenai Kecamatan Brebes dapat dilihat pada peta berikut:
61
Gambar 4.2 Peta Kecamatan Brebes
Sumber: Kantor Direktorat Geologi dan Lingkungan. diolah dari : Peta Rupabumi Skala 1 : 25.000 lembar 1209-323 Brebes Tahun 1999. Bandung: Kantor Direktorat Geologi dan Lingkungan
62
4.1.2 Kondisi Umum Kehidupan Masyarakat di Kecamatan Brebes 4.1.2.1 Gambaran Umum Penduduk di Kecamatan Brebes Pada pembahasan ini, penulis akan memaparkan kondisi demografis masyarakat Kecamatan Brebes yang akan penulis uraikan ialah mengenai masalah kependudukan yang berkaitan dengan jumlah penduduk, tingkat pendidikan, dan mata pencaharian. Kondisi demografis ini menjadi perlu diuraikan oleh penulis untuk mengetahui masalah-masalah kependudukan. Ketiga aspek yang akan dibahas merupakan elemen penting yang di mana menentukan perkembangan suatu daerah menjadi lebih baik lagi. Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah penjelasan secara rinci tentang perkembangan penduduk, pendidikan, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah ditentukan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah faktor jumlah dan kualitas penduduk atau sumber daya manusia yang dimilikinya. Penduduk merupakan salah satu faktor penggerak yang cukup penting dalam perkembangan roda perekonomian, yang dalam jumlah besar dapat
menjadi
penggerak
pembangunan
yang
mempengaruhi
terhadap
berkembangnya daerah tersebut, tetapi juga di sisi lain hal ini akan menjadikan banyaknya jumlah penduduk yang tidak memiliki lapangan pekerjaan. Suatu daerah akan mengalami kemajuan apabila didukung oleh sumber daya manusia yang memadai dan memiliki kualitas yang baik begitu pula sebaliknya. Pendapat ini didasarkan pada anggapan bahwa masyarakat dengan segala kemampuannya merupakan pelaksana pembangunan di daerahnya. Sumber daya manusia sebagai
63
sumber daya pembangunan menekankan masyarakat sebagai pelaku pembangunan yang memiliki etos kerja produktif, keterampilan serta kreativitas. Berhasilnya pembangunan daerah bergantung pada peran aktif masyarakat, sikap mental, tekad, dan kesiapan masyarakat dalam menghadapi tantangan. Adapun perkembangan penduduk di Kecamatan Brebes tahun 1970-2005 sebagai berikut : Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kecamatan Brebes Tahun 1981-2005 Tahun Laki-Laki Perempuan Jumlah 1981 57.598 61.361 118.959 1984 69.122 54.089 123.211 1987 73.748 57.989 131.737 1991 71.537 73.477 145.014 1993 71.775 73.559 145.334 1994 71.602 73.468 145.070 1996 71.558 73.532 145.090 1998 71.452 73.457 144.909 1999 71.418 73.464 144.882 2002 77.526 78.630 156.159 2005 78.724 79.130 157.854 Ket: Data tidak tersedia tahun 1970-1980, 1990 ,1992 dan 1997. Sumber: Diolah dari data BPS Kab. Brebes (Kab. Brebes Dalam Angka Tahun). Data pada tabel di atas disajikan tidak berurutan berdasarkan tahun kajian dikarenakan keterbatasan sumber, penulis sudah mencari dalam buku Kabupaten Brebes Dalam Angka untuk setiap tahunnya, namun tidak ditemukan data mengenai jumlah penduduk sebelum tahun 1981. Data disajikan mulai dari tahun 1981, hal ini dikarenakan BPS Kabupaten Brebes pada tahun 1970 belum berdiri di Kabupaten Brebes. Pada tabel di atas menunjukkan perkembangan jumlah penduduk Kecamatan Brebes mengalami peningkatan dari tahun 1981-1993. Namun, dari tahun 1994-1999
64
jumlah penduduk Kecamatan Brebes mengalami penurunan. Peningkatan jumlah penduduk terjadi kembali ketika memasuki tahun 2002-2005. Pada tahun 1999 jumlah penduduk Kecamatan Brebes berjumlah 144.882 orang menjadi 156.159 orang pada tahun 2002. Kenaikan jumlah penduduk sebanyak 11277 orang dari tahun 1999-2002 yakni laki-laki sebesar 6108 orang dan perempuan 5166 orang. Di lihat dari tabel di atas menunjukan jumlah penduduk di Kecamatan Brebes mengalami peningkatan dan penurunan setiap tahunnya. Berdasarkan hal tersebut, peningkatan jumlah penduduk memungkinkan terciptanya pembangunan bagi daerah sekitarnya, karena dengan naiknya jumlah penduduk meningkatkan sarana publik yang dilakukan oleh pemerintah, salah satu sarana terpenting dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) adalah tersedianya sarana pendidikan. Selain itu pertumbuhan penduduk di Kecamatan Brebes diimbangi dengan tingkat kelahiran yang cukup baik. Jumlah penduduk Kecamatan Brebes yang tercantum dalam tabel tersebut merupakan jumlah secara keseluruhan meskipun sebagian besar termasuk ke dalam angka kerja produktif dan sebagian kecil lainnya merupakan penduduk tidak produktif, seperti anak-anak dan lanjut usia (lansia). Penduduk produktif dapat dijadikan sebagai sumber tenaga kerja yang dapat menjadi salah satu modal sumber daya manusia dalam proses pembangunan daerah Brebes. Akan tetapi, permasalahan yang kemudian muncul adalah apakah dengan adanya peningkatan jumlah penduduk tersebut dapat memberikan perubahan terhadap kehidupan masyarakat Brebes untuk lebih maju dan sejahtera dilihat dari berbagai aspek khususnya sosial dan ekonomi.
65
Dalam bidang keagamaan dari penduduk di Kecamatan Brebes dan Kabupaten Brebes sebagian besar beragama Islam. Dari data yang ada, penganut agama Islam mencapai 99,35%, sedangkan Kristen Katholik 0,15%. Kristen Protestan 0,20%, Hindu 0,2% dan Budha 0,1% dan sisanya merupakan kepercayaan atau kebudayaan (Brebes dalam angka Tahun 1987). Masyarakat Kecamatan Brebes mayoritasnya beragama Islam. Adapun agama yang dianut oleh para pengrajin telur asin di Kecamatan Brebes sebagian besar beragama Islam yang sesuai dengan ketentuan- ketentuan agama Islam. Hal ini dapat dilihat dengan dibangunnya sekolah-sekolah agama seperti: Madrasah Aliyah, Tsanawiyah dan Ibtidaiyah. Selain sekolah-sekolah agama juga terdapat pondokpondok pesantren, mesjid, langgar, mushola, juga dengan meningkatnya jumlah jemaah haji di Kecamatan Brebes. Dengan kondisi banyaknya penganut agama Islam, secara tidak langsung memberi dampak pada industri telur asin khususnya pada hari-hari besar seperti Idul Fitri, Idul Adha, acara selamatan atau hajatan dan hari libur panjang. Berdasarkan pengakuan pedagang pada hari-hari tersebut produksi telur asin meningkat dua kali lipat lebih besar dibandingkan penjualan pada hari-hari biasa, hal ini tentunya sangat menguntungkan bagi pengusaha telur asin dan masyarakat Brebes sendiri yang terkadang menjadi produsen telur asin dadakan. Dengan demikian, bahwa salah satu faktor yang menentukan keberhasilan program pembangunan suatu daerah adalah kualitas sumber daya manusianya yang berperan penting dalam menciptakan kemajuan suatu daerah. Oleh karena itu, usaha-
66
usaha meningkatkan pendidikan masyarakat dengan pembangunan sekolah-sekolah secara bertahap telah dilakasanakan. Pendidikan merupakan bagian integral dari pembangunan, salah satu tujuannya untuk meningkatkan kesejahteran masyarakat. Karena pembangunan tidak dapat mengandalkan hanya pada sumberdaya manusia dan alam saja, maka usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia mutlak diperlukan. Untuk mencapai tujuan ini salah satu cara yang harus ditempuh adalah lewat pembangunan sarana pendidikan. Peningkatan sarana pendidikan tersebut secara otomatis memberi pengaruh terhadap tingkat pendidikan masyarakat termasuk juga di Kecamatan Brebes. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dalam tabel di bawah ini: Tabel 4.2 Perkembangan Jumlah Sekolah dan Murid yang Berada dibawah Pengawasan P&K Dari Tahun 1991-2005 di Kecamatan Brebes SD SMP SMA Tahun Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah SD Siswa SMP Siswa SMA Siswa 1991 87 22.803 11 5.820 2 1.852 1993 87 23.206 7 3.610 3 1.438 1994 87 23.182 7 3.935 3 2.442 1996 87 23.037 7 4.023 3 2.783 1998 87 23.393 7 5.231 4 2.554 1999 87 21.449 7 4.151 4 2.887 2000 87 21.827 7 4.281 4 2.983 2001 87 26.183 7 4.439 4 2.591 2004 87 29.014 7 4.830 4 3.627 2005 87 33.393 7 5.272 4 4.323 Sumber: Badan Pusat Statistik. (1991-2005). Kabupaten Brebes Dalam Angka: Kantor Statistik Kabupaten Brebes Dalam bidang pendidikan, sebelum pemerintah menggalakan program belajar sembilan tahun, masyarakat Kecamatan Brebes khususnya di Kelurahan Limbangan Wetan dan Kelurahan Brebes masih belum mengerti betapa pentingnya pendidikan
67
bagi kehidupan. Tetapi dengan adanya program tersebut masyarakat lebih mengerti betapa pentingnya pendidikan. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, penduduk Kelurahan Limbangan Wetan dan Kelurahan Brebes tahun 1970-1985 sebagian besar hanya tamatan SD/MI yaitu sekitar 45% dari seluruh jumlah penduduk Kelurahan Limbangan Wetan dan Kelurahan Brebes. Tetapi masih banyak penduduk yang tidak pernah sekolah, dimana kelompok ini menempati posisi pertama yaitu 40%. Tetapi dengan adanya program belajar sembilan tahun dan bertambahnya penghasilan
masyarakat,
tingkat
pendidikan
masyarakat
meningkat.
(Hasil
wawancara dengan Kepala Desa Limbangan Wetan dan Kelurahan Brebes pada bulan Agustus 2010) Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa pada kurun waktu 19912005 jumlah pendidikan di Kecamatan Brebes mengalami peningkatan dan penurunan baik dalam jumlah sekolah dan jumlah siswa. Penulis mengambil contoh pada tingkat Sekolah Dasar (SD) di sini ini dapat dilihat penurunan dalam jumlah siswa SD pada tahun 1999 yang pada tahun sebelumnya berjumlah 23.393 siswa menjadi 21.449 siswa. Hal ini dikarenakan biaya pendidikan sangat mahal ditambah lagi dengan tingginya harga bahan pokok kehidupan sehari-hari yang menyebabkan penurunan jumlah siswa sebanyak 1.944 siswa. Jumlah siswa yang mengalami penurunan dari sekolah dasar ke jenjang pendidikan yang lebih dipengaruhi oleh salah satu faktor yaitu faktor ekonomi. Mereka beranggapan bahwa pendidikan yang tinggi sangat penting bagi masa depan dan dapat menjamin seseorang mendapat pekerjaan yang layak. Masyarakat Brebes
68
khususnya para pengusaha telur asin menginginkan anak- anaknya mengenyam pendidikan yang lebih tinggi daripada orang tuanya, karena mereka tidak menginginkan anak mereka terbatas menjadi seorang petani atau pengusaha telur asin, tetapi mereka menginginkan anak- anaknya berhasil dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Meskipun mereka hanya mampu menyekolahkan sampai ke jenjang pendidikan dasar karena terkait dengan masalah ekonomi, mereka tetap berusaha ingin menyekolahkan anaknya ke jenjang lebih tinggi. Hanya sedikit dari mereka yang mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dari data di atas dapat digambarkan bahwa minat masyarakat Kecamatan Brebes terhadap pendidikan formal bisa dikatakan cukup. Hal ini seiring dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat Kecamatan Brebes akan pentingnya pendidikan. Masyarakat di Kecamatan Brebes sudah mampu mengenyam pendidikan minimal sampai jenjang pendidikan sekolah dasar (SD). Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lembaga pendidikan yang didirikan pemerintah terutama sekolahsekolah untuk tingkat pendidikan dasar. Tetapi untuk SMP di Kecamatan Brebes terbagi menjadi sekolah negeri dan swasta, sedangkan SMA terbagi menjadi sekolah negeri, swasta, dan kejuruan. Namun selain pendidikan formal, tidak sedikit dari orang tua yang menyekolahkan anaknya ke lembaga pendidikan agama dengan seperti madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah dan pondok pesantern. Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, diantaranya adalah tingkat kemampuan ekonomi keluarga yang terbatas. Mereka lebih cenderung memilih untuk mencari pekerjaan terutama di bidang
69
industri termasuk industri telur asin karena memang pada dasarnya lebih kepada keterampilan yang dimiliki daripada harus melanjutkan sekolah yang lebih tinggi, tetapi ada juga yang mampu melanjutkan pendidikan sampai ke perguruan tinggi.
4.1.2.2 Mata Pencaharian Mata pencaharian merupakan bagian dari ekonomi penduduk yang paling penting karena sebagai sumber penghidupan manusia untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan bagi kelangsungan hidupnya. Tingkat pendidikan suatu masyarakat akan mempengaruhi sistem mata pencaharian dari masyarakat itu sendiri, dalam arti kata pada masyarakat di mana tingkat pendidikannya tinggi, dengan cara kehidupan modern, mempunyai sistem mata pencaharian yang berbeda dengan masyarakat yang taraf pendidikannya rendah yang cara hidupnya sederhana. Selain itu, lingkungan atau keadaan alampun dapat menentukan pola dan sistematika yang dipakai dalam aktivitas hidupnya. Masyarakat pegunungan mempunyai ciri-ciri sistem mata pencaharian tersendiri yang berbeda dengan sistem mata pencaharian masyarakat di daerah dataran rendah. Kebutuhan hidup masyarakat di Kecamatan Brebes akan dibahas oleh penulis untuk melihat keterkaitannya dengan kesempatan bagi masyarakatnya untuk mengembangkan kemampuan dan potensi dirinya. Sistem mata pencaharian masyarakat Kecamatan Brebes pada awalnya adalah pertanian. Mata pencaharian bertani merupakan sistem mata pencaharian yang sifatnya turun temurun, yang harus dilanjutkan oleh generasi selanjutnya, maka secara umum mata pencaharian pokok
70
masyarakat Kecamatan Brebes adalah bertani. Di samping mata pencaharian pokok sebagai petani, masih ada satu mata pencaharian pokok masyarakat Kecamatan Brebes khususnya di Kelurahan Limbangan Wetan dan Kelurahan Brebes yaitu sebagai pengusaha telur asin. Karsidi (2003 : 44) mengatakan bahwa desa dan masyarakat desa memiliki berbagai potensi yang seharusnya dimanfaatkan untuk usaha-usaha pembangunan pedesaan. Potensi-potensi tersebut, baik berupa potensi sumber daya alam maupun potensi sumber daya manusia, kadang-kadang kurang disadari keberadaanya oleh masyarakat sendiri. Perekonomian masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan dan Kelurahan Brebes didukung oleh pertanian, industri telur dan selebihnya di bidang jasa dan perdagangan. Untuk lebih jelasnya, mata pencaharian penduduk Kecamatan Brebes dapat dilihat pada tabel 4. 3 Tabel 4.3 Penduduk Kabupaten Brebes Berdasarkan Mata Pencaharian Jenis pekerjaan Tahun 1989 1996 2000 2005 Petani 10493 23903 16800 18051 Buruh Tani 17305 22802 25634 31931 Pegawai negeri dan ABRI 549 1499 10155 12266 Pedagang 1765 5883 6323 10378 Buruh/Karyawan 6268 7238 10867 10008 Wiraswasta 186 625 268 1350 Jumlah 36566 61950 70047 83984 Sumber: Badan Pusat Statistik. (1989, 1996, 2000, 2005) Kabupaten Brebes Dalam Angka. Brebes: Kantor Statistik Kabupaten Brebes Berdasarkan tabel di atas, sebagian besar mata pencaharian masyarakat Kabupaten Brebes, adalah sebagai buruh tani yakni sebesar 40,67 % dari jumlah
71
penduduk seluruhnya. Hal tersebut dikarenakan dari seluruh luas wilayah di Kabupaten Brebes sebagian besarnya digunakan persawahan yaitu sebanyak 63.343 hektar. Mata pencaharian berikutnya yang merupakan mata pencaharian penduduk terbesar kedua setelah buruh tani adalah petani (26,02%), buruh atau karyawan (14,57%), pedagang ( 10,08 %) pegawai negri dan ABRI (5,57%), dan wiraswasta (3,09%). Apabila diurutkan menurut mata pencaharian urutan pertama adalah buruh tani, petani, buruh dan karyawan, pedagang, PNS+TNI+Polri, dan Wiraswasta. Selain itu dari data di atas, dapat diketahui bahwa buruh tani pada tahun 1989 sebanyak 17305 orang dan petani 10493 orang. Pada tahun 2000 buruh tani mengalami kenaikan menjadi 25634 orang sedangkan pada petani mengalami penurunan menjadi 16800 orang dari tahun 1999. Kenaikan jumlah buruh tani disebabkan oleh angka pertumbuhan penduduk di Kecamatan Brebes naik. Tahun 1996 pedagang mengalami peningkatan menjadi 5883, hal ini karena sebagian dari para pedagang yang mempunyai industri kecil lainnya banyak yang mempunyai usaha rangkap yaitu menjadi buruh, petani dan sebagian menjadi wiraswasta. Pada tahun 1996 buruh/karyawan mengalami penurunan sebesar 7238 dari tahun sebelumnya hal ini karena banyaknya buruh/karyawan yang bekerja di industri kecil seperti industri telur asin yang di mana dapat membantu para pengusaha. Dengan adanya peningkatan jumlah produksi diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, yang di mana untuk memberikan pendidikan yang lebih baik kepada generasi penerusnya. Hal ini disebabkan masyarakat telah
72
mengetahui bahwa pendidikan sangat penting bagi kehidupan di masa yang akan datang. Meskipun tidak semua pekerja industri telur asin ini mampu memberikan pendidikan sampai tingkat atas kepada anak-anaknya. Namun para pekerja memiliki keinginan agar anaknya mengenyam pendidikan lebih tinggi dari pendidikan orang tuanya. Pada kurun waktu 1990-an industri telur asin mengalami perkembangan yang cukup baik sehingga dapat mewujudkan keinginan para pekerja untuk memberikan pendidikan yang tinggi kepada anaknya, sampai pendidikan sekolah menengah tingkat atas. Selain itu, keberadaan industri telur asin memberikan dampak yang sangat positif bagi kehidupan masyarakat di Kecamatan Brebes. Usaha telur asin ini sangat menjanjikan untuk kehidupan yang akan datang buktinya banyak sekali masyarakat yang menggeluti usaha telur asin ini. (Hasil wawancara dengan H. Emmry Yuniaty pada tanggal 20 September 2010). Untuk lebih jelasnya lagi lihat tabel di bawah ini mengenai potensi sentra industri kecil di Kabupaten Brebes. Tabel 4.4 Potensi Sentra Industri Kecil di Kecamatan Brebes Tahun 1999 No 1. 2. 3. 4. 5.
Cabang Industri Kecil Pangan Sandang & Kulit Kimia dan Bahan Bangunan Kerajinan Umum Logam
Sentra
Unit Usaha
21 2 22
746 253 416
Tenaga Kerja 2.225 569 2.197
13 2
842 24
2.533 105
Sumber: Badan Pusat Statistik. (1999). Kabupaten Brebes Dalam Angka. Brebes: Kantor Statistik Kabupaten Brebes
73
Tabel di atas menunjukkan bahwa industri pangan di Kecamatan Brebes merupakan industri yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Hal tersebut seolah membuktikan bahwa keberadaan industri telur asin di Brebes mampu menciptakan lapangan kerja yang lebih luas untuk masyarakatnya. Selain industri pangan di Kabupaten Brebes terdapat sentra-sentra industri kecil yang bervariasi di antaranya industri pangan, industri Sandang & Kulit, industri Kimia dan Bahan Bangunan, industri Kerajinan Umum dan industri Logam. Berdasarkan tabel tersebut pula, dapat dipaparkan bahwa unit usaha yang merupakan industri pangan di Kabupaten Brebes menunjukan jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan cabang industri kecil lainnya. Berkaitan dengan penelitian ini, telur asin itu termasuk ke dalam industri pangan seperti dalam tabel 4.4 hal ini dikarenakan industri telur asin ini memang umumnya dikelola secara kecil-kecilan oleh masyarakat di Kecamatan Brebes. Dari data di atas, sebanyak 746 unit usaha pangan termasuk di dalamnya industri telur asin. Sehubungan dengan hal tersebut maka diperoleh gambaran bahwa banyaknya jumlah unit usaha dalam bidang pangan, menunjukkan semakin banyaknya masyarakat Brebes yang terjun dalam bidang industri kecil khususnya industri telur asin. Dari penjelasan di atas diketahui bahwa kebutuhan hidup masyarakat di Kecamatan Brebes sebelum tahun 1970 dari sektor perekonomian sangat bertumpu dan bergantung pada sektor pertanian dengan tingkat pendidikan yang mayoritas adalah lulusan SD-SMP dan hanya sedikit yang lulusan SMA. Baru setelah mengenal sektor perekonomian baru yaitu industri telur asin, mayoritas masyarakatnya terjun
74
dalam usaha tersebut. Diharapkan industri ini mampu meningkatkan kesejahteraan dan menjadikan mata pencaharian mereka walau kehidupan yang terjadi senantiasa mengalami turun naik.
4.2. Pertumbuhan Industri Telur Asin di Kecamatan Brebes Tahun 1970-2005 4.2.1 Perkembangan Awal Industri Telur Asin Membuat telur asin merupakan pekerjaan dan sudah sejak lama dikenal masyarakat Kecamatan Brebes. Usaha membuat telur asin merupakan pekerjaan warisan leluhur. Sebelum masyarakat menekuni usaha pembuatan telur asin sebagian besar masyarakat berprofesi sebagi petani. Pada awalnya, membuat telur asin merupakan pekerjaan sambilan setelah pulang dari sawah atau bilamana di sawah tidak ada pekerjaan, tetapi karena dirasa hasil yang didapat dari pekerjaan ini lumayan besar, maka kegiatan membuat telur asin lebih banyak diminati masyarakat dan berkembang pesat hingga sekarang. Di Kecamatan Brebes sendiri banyak terdapat peternakan itik. Pada zaman dahulu,
penduduk
memelihara
itik
secara
tradisional
(ekstensif)
dengan
pengembalaan di lahan sawah dan sungai di tengah kesibukan bertani. Pada musim tanam padi dilakukan secara terkurung (Intensif) dan pada musim panen diumbar pada lahan sawah. Mereka memanfaatkan telur itik untuk membuat telur asin. Dari sini dapat disimpulkan bahwa Kecamatan Brebes sangat berpotensi dalam bidang usaha pembuatan telur asin yang berkembang sekitar tahun 1970an dan mulai berkembang pesat sekitar tahun 1990an.
75
Belum ada sumber yang menyatakan tahun yang pasti sejak kapan industri ini mulai berkembang. Dari beberapa sumber yang penulis dapatkan, maka dapat diuraikan bahwa memang sulit untuk menentukan tahun yang tepat kapan dimulainya industri telur asin ini. Namun menurut salah seorang pengusaha telur asin Emmry Yuniaty, awal keberadaan industri telur asin di Kecamatan Brebes diperkirakan pada tahun 1959, dirintis pertama kali oleh seorang WNI keturunan Cina bernama In Tjiauw Seng di Kelurahan Brebes (Wawancara dengan Emmry Yuniaty Pada bulan Agustus 2010). Industri keluarga tersebut bermula dari kreativitas seorang keturunan cina yang berinisiatif melihat ada bahan baku telur itik yang melimpah di daerahnya dan berkeinginan mengolahnya bukan hanya sekedar dijadikan telur goreng atau telur kukus saja. Ketika telur itik tersebut diasinkan ternyata bisa menghasilkan rasa yang berbeda dengan jika hanya direbus saja, telur asin pun terus diproduksi dan dibisniskan. Kreativitas ini dilihat oleh pihak keluarga tersebut sebagai celah bisnis yang dapat mendatangkan keuntungan, kemudian industri telur asin pun dirintis. Mulanya yang mengerjakan proses produksi adalah anggota keluarganya sendiri, tetapi seiring dengan berjalannya waktu mulai dibantu oleh beberapa orang tetangga. Para tetangga tersebut menawarkan diri untuk bekerja, walapun dengan upah yang tidak sebanding dengan beban kerjanya yaitu sekedar cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup seharihari. Para pekerja pada saat itu hanya sekitar 3-5 orang saja, sehingga industri telur asin ini belum memproduksi dalam jumlah yang besar.
76
Pada awal perkembangannya, keluarga besar In Tjiauw Seng belum menghadapi kendala dalam mengumpulkan bahan baku karena belum adanya saingan, sehingga telur-telur itik bahan baku telur asin ini dengan mudah diperoleh dan harganya pun relatif sangat murah. Dalam hal pemasaran awalnya telur asin ini dijajakan dengan sangat sederhana, yaitu dengan cara dijajakan dari rumah ke rumah. Para pedagangnya berkeliling mengantarkan telur. Pada awalnya telur asin ini di produksi berdasarkan pesanan. Belum ada keberanian membuka toko khusus yang menjual telur asinnya, apalagi meluaskan usaha perdaganganya. Hal tersebut disebabkan keadaan ekonomi yang belum stabil. In Tjiaw Seng bersama dengan istrinya menekuni usaha pembuatan telur asin ini. Ide mendirikan usaha ini didasarkan pada tingginya minat masyarakat terhadap telur asin, melimpahnya produksi telur itik di wilayah Brebes dan sudah terbiasanya masyarakat Brebes membuat telur asin untuk hajatan-hajatan sebagai makanan pelengkap dalam hidangan hajatannya (berkat). Dalam usahanya In Tjiaw Seng dibantu anak dan tetangganya. Dengan cara ini keahlian membuat telur asin menurun pada anak dan tetangganya. In Tjiauw Seng meninggal pada tahun 1971, kemudian usahanya di teruskan oleh Hartono Sunaryo, anak pertama dari In Tjiauw Seng. Tidak lama kemudian sekitar tahun 1970 berdiri industri telur asin lainya seperti telur asin cap Tjoa dan Setuju Jaya. Telur asin Tjoa merupakan salah satu unit usaha telur asin yang masih bertahan sampai saat ini. Telur asin cap Tjoa didirikan oleh Tjoa Kiat Hien dan Niati. Setelah Tjoa Kiat Hien meninggal usahanya diteruskan anak
77
keempatnya yaitu Tjoa Kiem Tien (Wawancara dengan Hartono, Emmry Yuniarty, dan Komarudin pada bulan Agustus 2010 ). Industri telur asin Cap Setuju Jaya merupakan usaha perseorangan yang didirikan oleh Emmry Yuniarty di Kelurahan Brebes pada tahun 1970. Penamaan Setuju Jaya hanya bersifat spontanitas. Artinya, pengambilan nama agar mempermudah memperkenalkan produk kepada masyarakat Brebes. Pada awalnya Emmry Yuniarty mempunyai pekerjaan sehari-hari membantu usaha orang tuanya berjualan onderdil motor dan telur asin secara kecil-kecilan. Selama membantu orang tuanya, Emmry Yuniarty memperoleh banyak ilmu mengenai tata cara berdagang dari kedua orang tuanya. Hal tersebut membuat Emmry Yuniarty mempunyai keinginan untuk mendapatkan pekerjaan agar tidak selalu bergantung kepada orang tuanya. Melihat keberhasilan dan kesuksesan yang diraih oleh Industri telur asin milik In Tjiaw Seng dan orang tuanya membuat Emmry Yuniarty mempunyai keinginan mendirikan industri telur asin sendiri guna mengikuti kesuksesan yang diraih oleh industri telur asin milik In Tjiaw Seng (Wawancara dengan Emmry Yuniarty tanggal 11 Agustus 2010). Akhir tahun 1970, usaha telur asin ini mulai dilakukan oleh penduduk pribumi Brebes yaitu Muhadi di Desa Limbangan Wetan. Ia belajar membuat telur asin ketika bekerja di Setuju Jaya, pada akhir tahun 1970 Muhadi keluar dari Setuju Jaya dan berusaha mendirikan industri telur asin sendiri dengan dibantu tiga orang pekerja. Sejak itulah kemudian bermunculan unit-unit usaha telur asin lainnya di desa sekitarnya. (Wawancara dengan Emmry Yuniarty tanggal 11 Agustus 2010).
78
Pada tahun 1980-an jumlah pengusaha telur asin di Kecamatan Brebes masih bisa dikatakan jarang, karena pada saat itu sulit mendapatkan bahan bakunya serta konsumen pun belum seramai sekarang. Seiring perkembangan waktu telur asin semakin digemari oleh konsumen masyarakat Brebes maupun masyarakat luar kota Brebes, maka banyak masyarakat termotivasi untuk memulai usaha telur asin ini seperti Hajah Taripah Mukmin . Pada tahun 1981 Hajah Taripah Mukmin mulai merintis usaha pembuatan telur asin. Semula hanya untuk memenuhi pesanan orang yang menyelenggarakan hajat. Karena disukai, kabar pun tersebar dari mulut-kemulut dan hal tersebut menyebabkan banyaknya pelanggan. Hajah Taripah Mukmin resmi menekuni usaha telur asin yang dibantu oleh anaknya yaitu Komarudin. Sepeninggal Hajah Taripah Mukmin maka usaha telur asin tersebut dilanjutkan oleh anaknya yaitu Komarudin. (Wawancara dengan Komarudin pada tanggal 12 Agustus 2010) Pada awalnya, pekerjaan membuat telur asin dikembangkan oleh masyarakat Brebes sebagai suatu usaha sambilan, yaitu ketika masyarakat menunggu waktu panen padi dan mengisi waktu sehabis menanam. Pada masyarakat pedesaan, masa setelah menanam padi biasanya merupakan masa paceklik yaitu masa di mana setelah menanam padi sulit dan sedikit sekali pekerjaan. Situasi tersebut menyebabkan masyarakat tidak memperoleh uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sambil menunggu masa panen tiba untuk bekerja kembali di sawah masyarakat petani Brebes memanfaatkan waktu senggangnya untuk membuat telur asin.
79
Dengan berkembangnya usaha telur asin sebagai industri rumahan, dapat menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang berada di sekitarnya. Di samping itu, menyiapkan masyarakat untuk mengarah pada perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat. Pada awalnya berorientasi pada pola pikir dan perilaku agraris, menuju kepada pola pikir masyarakat industri yang ditandai dengan sikap disiplin dengan waktu, sikap bekerja secara efisien, efektif, dan pola pikir yang berorintasi kepada masa depan dan bukan kepada hari ini. Sentra industri telur asin terdapat di dua daerah yaitu Kelurahan Limbangan Wetan dan Kelurahan Brebes. Pada mulanya di Kelurahan Brebes merupakan sentra terbanyak usaha telur asin, kemudian diikuti Kelurahan Limbangan Wetan dan desadesa lainya. Di Kelurahan Brebes jumlah pengrajin tidak mengalami pertambahan. Hal ini disebabkan di sepanjang jalan kota Kabupaten Brebes dimana banyak toko yang menjual telur asin namun tidak diimbangi dengan tersedianya area parkir yang cukup luas. Hal tersebut membuat para calon pembeli enggan berhenti, dan lebih memilih toko dengan area parkir luas. Dengan demikian ketersediaan area parkir merupakan hal penting dalam memperlancar usaha ini.
4.2.2 Kondisi Industri Telur Asin di Kecamatan Brebes Pada Tahun 1970-2005 Sub bab ini merupakan jawaban analisis atas pertanyaan penelitian yang kedua yaitu mengenai kondisi industri telur asin pada tahun 1970-2005. Perkembangan industri telur asin di Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes pada kurun waktu 1970-2005 mengalami dinamika di tinjau dari segi produksi maupun
80
persaingan dengan industri yang mempunyai modal lebih besar. Untuk mengetahui secara jelas mengenai kondisi industri telur asin di Kecamatan Brebes akan dijabarkan dalam sub bagian berikut yang akan dibagi berdasarkan faktor-faktor produksi yaitu modal dan tenaga kerja serta faktor lain di luar produksi yang juga berperan penting yaitu proses produksi serta pemasaran. Usaha telur asin Brebes mulai berkembang sekitar tahun 1959-an dengan pelopor utama yaitu In Tjiaw Seng. Diawali dari sini, ilmu membuat telur asin dikembangkan di Desa Brebes (Kelurahan Brebes). Usaha pembuatan telur asin dapat digolongkan sebagai industri rumah tangga (Home Industri) yang umumnya dekat dengan kegiatan pertanian desa merupakan pekerjaan sambilan. Pada awalnya, usaha pembuatan telur asin merupakan pekerjaan sambilan penduduk Kelurahan Brebes dan Kelurahan Limbangan Wetan untuk mengisi waktu senggang setelah mereka bekerja di sawah ataupun mengisi waktu sebelum musim panen tiba. Usaha telur asin hanya dilakukan oleh beberapa rumah saja, tetapi karena ternyata hasil yang didapatkan lumayan, maka banyak orang yang belajar membuat telur asin kepada orang yang dianggap sudah ahli. Keahlian membuat telur asin di Brebes sesungguhnya sudah berlangsung secara turun temurun, artinya diajarkan oleh pendahulunya kepada penerusnya di lingkungan keluarga dan berlangsung sebagai pekerjaan sambilan dari pekerjaan petani. Berdasarkan hasil penelitian kepada para pengusaha telur asin di Kecamatan Brebes, mereka menyebutkan bahwa pada tahun 1970-an merupakan perkembangan industri telur asin yang sedang mengalami kemajuan. Para konsumen khususnya
81
masyarakat yang berada disekitar Brebes mulai menyukai produk telur asin karena telur asin yang dihasilkan memiliki rasa yang enak, walaupun pengolahan yang dilakukan secara sederhana dan mutunya tetap terjaga. Pihak pengusaha pun tidak melewatkan kesempatan tersebut dengan meningkatkan jumlah produksi dan rasa. Untuk mengembangkan industri telur asin yang diproduksi di Brebes, pihak pengusaha melakukan kegiatan promosi yang bertujuan untuk memperkenalkan produk telur asin dari Brebes. Promosi dilakukan melalui kertas merek, membuat iklan di radio dan melalui mulut ke mulut (mouth to mouth) sehingga telur asin dari Brebes menjadi dikenal oleh masyarakat luas dan berhasil mamasuki pasaran. (Berdasarkan hasil wawancara dengan Emmry dan Hartono pada tanggal 19 Agustus 2010). Sekitar tahun 1980-an, kegiatan membuat telur asin belum pesat seperti sekarang ini. Para pengusahanya membuat telur asin dengan jumlah yang sedikit. Mereka memasarkannya hanya dalam ruang lingkup sekitar daerahnya saja. Para pengusaha juga masih membuat telur asin dengan bahan alami dan tidak adanya varina rasa seperti yang dipakai oleh para pendahulunya, yaitu dari tanah ladon dan hanya telur asin rebus. Posisi usaha telur asin pada waktu itu belum bisa dijadikan sebagai penopang kebutuhan hidup keluarga. Hal ini disebabkan masih sedikitnya jumlah pesanan atau daya jualnya yang masih rendah. Setelah jumlah pesanan meningkat dan menghasilkan pendapatan yang lebih baik dari pekerjaan pertanian, maka barulah masyarakat Kelurahan Brebes dan Kelurahan Limbangan Wetan mempertimbangkan dan beralih untuk membuat telur asin sebagai pekerjaan utama.
82
Proses penyebaran keahlian membuat telur asin berlangsung secara tradisional, yaitu belajar dari para pendahulunya yang dianggap ahli. Akibat meluasnya tingkat permintaan barang produksi telur asin mereka, maka keinginan orang untuk menekuni pekerjaan ini semakin meningkat, dan proses belajarpun sangat penting dan sangat diperlukan oleh masyarakat Brebes yang lain. Dalam mendirikan industri telur asin, masyarakat tidak perlu menggunakan surat izin usaha dari Dinas Perindustrian Kabupaten Brebes. Para pengusaha bebas berusaha dan bersaing dalam pasar. Walaupun demikian, dari Dinas Perindustrian Kabupaten Brebes tetap memberikan penyuluhan kepada para pengusaha. Adapun materi penyuluhan tersebut berkaitan dengan pengolahan limbah agar tidak mencemari lingkungan, serta tentang pengadaan dana bantuan dari pemerintah daerah. Tetapi pengadaan dana dari pemerintah daerah sampai saat ini belum terealisasikan. Hal ini yang menyebabkan para pengrajin tidak lagi mempercayai pemerintah daerah, sehingga malas untuk mengikuti penyuluhan-penyuluhan. (Wawancara dengan Titin Sumiarti dan Lazuardi pada bulan Agustus 2010) Kegiatan industri kecil telur asin ini mulai meningkat pesat sejak pertengahan 1980-1998. Tjondronegoro (1998 : 103) mengatakan bahwa agaknya tahun 1984 dalam sejarah pembangunan kita akan tercatat sebagai “titik balik” (Turning Point) dari masa pembangunan pertanian dengan tekanan pada produksi dan rehabilitasi prasarana pertanian, ke arah perwujudan kerangka landasan untuk tahap industrialisasi. Selain itu, titik berat Pembangunan Nasional Jangka Panjang (PJP) adalah
pembangunan
bidang
ekonomi,
dengan
sasaran
utama
mencapai
83
keseimbangan antara bidang pertanian dan bidang industri, yaitu industri yang kuat yang ditunjang oleh pertanian yang tangguh (GBHN, 1993 dalam Ravik Karsidi, 2003 : 25). Pada masa tersebut peningkatan yang pesat industri telur asin Brebes selain didukung oleh pemerintah, juga karena jumlah pesanan yang meningkat serta kenyataan yang kemudian disadari oleh masyarakat Brebes bahwa bekerja sebagai pengusaha telur asin dapat menghasilkan pendapatan yang lebih baik. Dahulu, pemasaran telur asin masih terbatas pada pasar-pasar lokal bahkan sebagian hanya sebatas dipergunakan untuk keperluan sendiri. Berdasarkan hasil wawancara Kepala Desa Limbangan Wetan, sebelum tahun 1990-an mata pencaharian penduduk Limbangan Wetan mayoritas adalah sebagai petani dan pengrajin sanggul, sedangkan di Kelurahan Brebes mayoritas adalah sebagai pembuat tempe dan petani. Perkembangan setelah tahun 1990-an mengalami perubahan, yaitu mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai pengrajin telur asin. Pada tahun 1993 terjadi perombakan di pabrik kepemilikan H. Komarudin yang beralamat di Kelurahan Brebes Kecamatan Brebes. Pabrik yang tadinya bersatu dengan rumah tempat tinggal menjadi terpisah bahkan pengerjaan telur asin dilakukan hingga ke pekarangan rumah. Selain itu juga memiliki tempat produksi telur asin di Jalan Dipenogoro. Pada periode ini terjadi pertambahan pekerja sebanyak tiga orang untuk dipekerjakan di bagian pembaluran dan pencucian telur (Wawancara dengan Komarudin pada tanggal 12 Agustus 2010).
84
Pada
tahun
1993,
masyarakat
Brebes
mendirikan
koperasi
yang
beranggotakan para pengusaha telur asin termasuk di sini para pemilik industri telur asin dan pekerja. Koperasi ini diberi nama “Industri telur asin rakyat (KOPINRAK)”. Koperasi ini didirikan atas permintaan para pengusaha telur asin dengan tujuan agar di antara para pemilik industri telur asin tidak terjadi persaingan yang tidak sehat, selain itu sebagai tempat peminjaman modal dan tempat penjualan hasil industri. Yang menjabat sebagai ketua koperasi pada waktu itu adalah Bapak H. Komarudin. Tetapi pada tahun 1994, KOPINRAK tidak berfungsi sesuai dengan tujuan awal dan akhirnya pada tahun itu pula KOPINRAK bubar dengan sendirinya. Hal ini dikarenakan para pengusaha telur asin lebih suka menjual hasil produksi langsung ke konsumen tanpa melalui koperasi terlebih dahulu. Selain itu, banyak para pengusaha yang tidak percaya dengan kinerja pengurus koperasi, dan ternyata pada koperasi tidak dapat meminjami modal sesuai dengan yang diharapkan. KOPINRAK hanya bertahan selama satu tahun. Sayangnya, data-data tentang koperasi ini sudah tidak ada. (Wawancara dengan Komarudin pada tanggal 12 Agustus 2010) Pada tahun 1990-1995 produksi dan pemasaran telur asin meningkat sesuai dengan keinginan masyarakat dan hasilnya juga stabil. Daerah pemasaran telur asin Brebes sekarang sudah merambah ke seluruh pulau Jawa bahkan sudah sampai ke Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. Produksi telur asin Brebes banyak diminati oleh pasar karena harga yang relatif lebih murah dengan kualitas yang bersaing dengan industri telur asin di daerah lain.
85
Terjadinya krisis moneter yang menimpa perekonomian Indonesia yang terjadi pada tahun 1997/1998, berdampak pula dengan kelangsungan industri telur asin di Kecamatan Brebes. Banyak pengrajin kecil-kecilan yang tidak mampu beroperasi lagi dan akhirnya gulung tikar. Yang masih dapat bertahan adalah yang mempunyai industri telur asin dengan skala yang besar (Wawancara dengan Emmry Yuaniarty, Titin Sumiari, dan Mulyani pada bulan Agustus 2010). Indikasi berkembang pesatnya industri telur asin Brebes berdasarkan jumlah pengusaha dan tanaga kerja tahun 1970-2005 dapat dilihat pada tabel 4.5. Tabel 4.5 Indikasi Berkembang Pesatnya Industri Telur Asin Kelurahan Brebes dan Limbangan Wetan. Berdasarkan Jumlah industri Tahun 1970-2005 Tahun Jumlah Jumlah Produksi (Tahun) Tenaga Kerja pengrajin 1970-an
20
-
60
1980-an
54
10.108.500 butir
200
1990-an
65
11.524.000 butir
260
2000-an
45
12.075.000 butir
178
Sumber: data diolah berdasarkan hasil penelitian di Dinas Perindustrian Kabupaten Brebes (2000) dan Wawancara dengan Hartono dan Emmry Yuniarti pada bulan Agustus-Sepetember 2010) Menjelang tahun 2000-an, jumlah pengusaha telur asin mengalami penurunan. Sebagai dampak krisis moneter yang menyebabkan banyak pengusaha gulung tikar karena kehabisan modal. Walaupun demikian industri telur asin masih mendominasi perekonomian Kabupaten Brebes. Pada tahun 2004, Kabupaten Brebes menjadi pemenang dalam lomba pembangunan permukiman berkelanjutan dengan kategori
86
kepedulian dalam pengelolaan sentra lingkungan industri kecil dalam bentuk program kegiatan pembangunan lingkungan permukiman. Sentra industri kecil yang dijadikan sebagai objek adalah daerah sentra industri kecil telur asin Brebes. Hal ini menunjukkan bahwa industri telur asin Brebes telah membawa nama baik Kabupaten Brebes di tingkat provinsi (Wawancara dengan Lazuardi pada tanggal 10 Agustus 2010). Mulai tahun 2005, produksi telur asin Brebes mengalami penurunan jumlah produksi yang cukup drastis. Hal ini disebabkan para peternak itik sebagai sumber bahan baku utama tidak melakukan aktivitas beternak karena banyak itiknya yang terkena infeksi sehingga produksi telur itik menurun. Melihat perkembangan industri telur asin selama periode kajian, maka perlu dibahas mengenai bagaimana perkembangan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, yaitu seperti masalah permodalan, tenaga kerja, proses produksi dan saluran distribusi. Namun agar pembahasan yang dilakukan menjadi lebih sistematis, teratur dan jelas, maka penulis akan membahasnya dalam sub bab masing-masing. Pembahasannya meliputi hal-hal sebagai berikut; permodalan, tenaga kerja, proses produksi dan saluran distribusi.
4.2.2.1 Jumlah Modal yang diperlukan dalam mengembangakan industri telur asin tahun 1970-2005 Dalam suatu usaha apapun, modal merupakan salah satu faktor penting dalam suatu proses produksi di samping sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA). Adanya modal yang cukup sangat penting bagi suatu proses produksi
87
untuk beroperasi dengan seekonomis mungkin dan proses produksi tidak mengalami kesulitan atau menghadapi ancaman yang mungkin timbul karena adanya krisis atau kekacauan keuangan. Akan tetapi adanya modal yang berlebihan menunjukkan adanya dana yang tidak produktif, dan hal ini akan menimbulkan kerugian bagi pengusaha karena adanya kesempatan untuk memperoleh keuntungan disia-siakan (Wijaya, 2001: 39). Para Pengusaha telur asin memerlukan modal untuk menjalankan usahanya. Adapun jenis modal yang sangat berkaitan dengan industri telur asin di Kecamatan Brebes adalah dana dan alat-alat produksi. Modal dana sangat diperlukan dalam menjalankan usaha industri telur asin, karena dengan dana yang cukup maka kebutuhan produksi seperti membeli bahan baku telur asin yaitu bata merah atau tanah ladon, garam, abu hitam, jerami padi dan minyak tanah dan lain-lain. Selain itu juga peran alat-alat produksi sangat berguna sekali bagi kemajuan proses produksi. 1. Ember plastik, Ember yang dipakai memiliki beberapa ukuran yang berbeda. Ember plastik besar atau paso memiliki ukuran 10-15 liter dan digunakan untuk mencampur adonan pembalut telur. Ember kecil berukuran 2,5-5 liter berfungsi untuk mengukur bahan-bahan pembalut yang dibutuhkan dan biasanya dipakai sebagai ukuran perbandingan masing-masing bahan pembalut. Kegunaan ember plastik lainnya adalah untuk mencuci telur itik mentah sebelum dibalut dan setelah penyimpanan. 2. Dandang atau panci, alat ini digunakan untuk memasak telur asin mentah yang sudah dicuci. Dandang yang sering dipakai ada dua jenis yaitu dandang berukuran
88
besar dan kecil. Dandang berukuran besar memiliki volume kurang lebih 45 liter untuk memasak telur sebanyak 600-750 butir dan dandang kecil berukuran kurang lebih 10 liter untuk memasak telur sebanyak 100-150 butir. 3. Peti kayu, Peti kayu dipakai untuk menyimpan telur yang sudah dibalut. Peti ini terbuat dari lempengan kayu pinus kasar yang sudah dipotong-potong dan dirangkai oleh pengusaha telur asin menjadi peti berukuran sekitar 30cm x 50 cm. Satu peti menampung 300 butir dan daya tampung ini menjadi salah satu satuan produksi dan penjualan. 4. Kompor minyak tanah atau kayu bakar, berfungsi untuk memasak dandang berisi telur asin mentah sampai matang. Ada dua jenis kompor yang digunakan kompor minyak tanah dan kompor gas. Pada awalnya kompor minyak tanah paling banyak dipakai karena bahan bakarnya lebih murah, namun dibutuhkan waktu lebih lama dari pada jika menggunakan kompor gas. 5. Keranjang bambu, yaitu alat yang digunakan untuk menaruh telur asin yang sudah matang 6. Serok adalah alat untuk membantu dalam mengangkat telur asin yang sudah matang. Dengan memiliki alat-alat tersebut pengusaha telur asin mampu memproduksi telur asin dan dapat memenuhi pesanan dari konsumen yang terus mengalami peningkatan. Secara keseluruhan para pengusaha telur asin memiliki alat-alat tersebut, karena alat-alat produksi yang dijelaskan di atas sangat membantu dalam proses pembuatan telur asin
89
Sistem kepemilikan modal dalam industri telur asin yaitu sistem modal perorangan. Dalam arti, modal tersebut merupakan modal milik sendiri. Secara sepintas, industri telur asin sangat sederhana dan membutuhkan modal yang sedikit. Modal tersebut yaitu untuk membeli bahan baku, membayar tenaga kerja, pemasaran, dan lain-lain. Untuk memproduksi telur asin ini, Bapak Hartono salah seorang pengusaha di Kelurahan Brebes membeli bahan baku telur itik pada tahun 1980an seharga rata-rata Rp. 45000/peti yang sangat tergantung dengan kondisinya. Para pengusaha telur asin biasanya meminjam modal kepada Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang diorganisir oleh kelurahan, sehingga jika orang akan meminjam uang tidak perlu pergi ke BRI langsung yang berada di kecamatan. Meminjam modal di bank tentunya dengan memenuhi beberapa persyaratan yang berlaku. Adapun persyaratan tersebut yaitu peminjam harus menyerahkan surat jaminan yang besarnya tergantung dari jumlah modal yang akan dipinjam. Surat jaminan ini digunakan sebagai jaminan atas hutang-hutangnya di bank tersebut. Surat jaminan ini dapat berupa surat tanah, surat rumah, dan lain-lain. Dalam meminjam modal di bank ini, Ibu Titin Sumiarti menggunakan sistem bulanan dengan jumlah pinjaman mencapai Rp. 25.000.000. Setiap bulanIbu Titin Sumiarti harus mencicil membayar hutanghutangnya di bank dan tentunya dengan bunga pinjamannya. Selain Ibu Titin Sumiarti pengrajin yang juga meminjam modal ke bank adalah ibu Mulyani. Beliau meminjam modal di bank sejumlah Rp. 10.000.000 saja, karena industri beliau lebih kecil dari pada Ibu Titin Sumiarti. (Wawancara dengan ibu Titin Sumiarti dan Mulyani pada bulan September 2010)
90
Selain melalui bank dan koperasi, para pengusaha juga dapat meminjam modal kepada orang-orang kaya. Mereka adalah para pengusaha telur asin yang sukses (bos gedean). Yang meminjam kepada orang-orang ini biasanya adalah para pengusah yang kecil-kecilan. Waktu pengembalian sudah ditentukan oleh kedua belah pihak. Di Kecamatan Brebes para pengusah telur asin pada umumnya mulai usaha dengan menggunakan modal sendiri dan belum ada perhatian dari pemerintah daerah dalam bentuk bantuan modal usaha. Pelatihan usaha dan penyuluhan pernah dilakukan namun tidak rutin dan berkelanjutan. Keterampilan usaha diperoleh masing-masing pengusaha secara otodidak dari kebiasaan keluarga secara turun temurun. Untuk memudahkan menganalisis permodalan industri telur asin di Kecamatan Brebes, maka penulis akan mengklasifikasikan ke dalam beberapa tipe berdasarkan modal yaitu industri kecil I yang memiliki modal kecil, industri kecil II yang memiliki modal sedang dan industri kecil III dengan modal lebih besar. Berikut ini akan dijelaskan mengenai perkembangan modal yang dalam menjalankan usaha industri telur asin di Kecamatan Brebes.
91
Tabel 4.6 Klasifikasi Industri Telur Asin berdasarkan Jumlah Modal Di Kecamatan Brebes Tahun 1980-2005. Klasifikasi Nama Pemilik Tahun Modal Usaha (Bulan) Industri Kecil I 1. Mulyani 1980 (Kecil) 2. Tarkwadi 1990 Rp 1.000.000- 2.000.000 3. Marwiyah 2005 Rp.2.000.000-4.000.000 Industri Kecil II 1. Rosid 1980 Rp 1.000.000-2.000.000 (Sedang) 2. Titin Sumiarti 1990 Rp 2.000.000-3.000.000 3. Wariah 2005 Rp 7.000.000-8.000.000 Industri Kecil III (Besar)
1. 2. 3.
Hartono S Emmry Y Komarudin
1980 Rp 2.000.000- 3.000.000 1990 Rp 3.000.000 - 5.000.000 2005 Rp 8.000.000-10.000.000 Sumber : diolah dari hasil wawancara dengan para pengusaha telur asin pada bulan Agustus-September 2010 Modal pengusaha telur asin di Kecamatan Brebes bervariasi, hal ini disesuaikan dengan kebutuhan para pengusaha dalam memproduksi telur asin. Setelah merasa memiliki modal yang cukup ditambah dengan keterampilan yang dimiliki akhirnya mereka membangun industri telur asin dengan jumlah tenaga kerja sekitar 4-10 orang tergantung dari besar kecilnya usaha. Selain itu, jika dilihat dari biaya bahan baku, upah pekerja, usaha kelompok industri kecil III lebih besar mengeluarkan biaya daripada kelompok industri kecil I. Hal ini dikarenakan modal yang dikeluarkan pun sangat besar sehingga dapat memproduksi telur asin dengan jumlah yang lebih besar. Untuk lebih memperjelas, penulis menyajikan biaya produksi pada industri telur asin di Kecamatan Brebes berdasarkan klasifikasi Industri Kecil I,II, dan III, seperti dalam tabel di bawah ini
92
Tabel 4.7 Perhitungan Biaya Produksi Industri Telur asin di Kecamatan Brebes pada Tahun 1990 Nama Klasifikasi Biaya pengusaha pengusaha Total Biaya Upah Bahan telur asin telur asin (Rp) pekerja Baku (Rp) (Rp) Ibu Mulyani Industri 200.000,- 1.500.000,1.700.000,Kecil I Titin Sumiarti Industri 300.000,- 2.200.000,2.500.000,Kecil II Komarudin Industri 400.000,- 3.000.000,3.400.000,Kecil III Sumber : Hasil wawancara dengan Bapak Ibu Mulyani, Titin Sumiarti, dan Bapak Komarudin pada bulan Agustus 2010 Dari data di atas memperlihatkan modal yang diperlukan oleh pengusaha untuk membeli bahan baku dan membayar upah pekerja. Modal yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku dikeluarkan dalam setiap produksi. Faktor utama yang membedakannya dari biaya bahan baku. Hal tersebut dapat dilihat dan dirasakan dari bahan baku yang digunakan dalam proses produksi. Dalam sistem pengupahannya pun dibedakan tergantung jumlah skala produksi yang dihasilkan dari ketiga kelompok industri ini yang sudah dijelaskan pada tabel 4.6. Keberadaan modal selain dapat dipergunakan untuk memperluas usaha, keberadaannya tersebut berpengaruh pula terhadap kelancaran proses produksi. Berawal dari pemikiran bahwa setiap usaha pastinya mengharapkan keuntungan yang cukup besar, maka sebelum memulai suatu usaha apapun termasuk industri telur asin sebaiknya dibuat analisis usaha. Dengan melakukan analisis usaha maka akan
93
diperoleh gambaran mengenai untung dan ruginya (Wawancara dengan bapak Komarudin tanggal 19 Agustus 2010). Untuk hal keuntungan yang diterima tentunya masing-masing pengusaha berbeda-beda. Misalnya, Bapak H. Komarudin dengan modal dan tenaga kerja yang banyak memperoleh keuntungan lebih banyak daripada Ibu Tititn. Biasanya waktu normal yang diselesaikan oleh kelompok industri kecil I hanya satu kali produksi dalam satu minggu jadi untuk satu bulan memproduksi empat kali. Untuk kelompok industri kecil II mencapai dua kali dalam satu minggu, sedangkan untuk industri kecil III mencapai tiga kali dalam satu minggu. Hal ini dapat dimengerti mengingat perkembangan suatu usaha banyak tergantung pada besar kecilnya modal. Untuk melaksanakan kegiatan produksi, industri telur asin perlu memenuhi kebutuhan faktor-faktor produksi seperti bahan baku, tenaga kerja, dan sebagainya. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas, berikut peneliti sajikan analisis usaha pembuatan telur asin dilihat dari jumlah hasil produksi antara kelompok Indsutri kecil I, II, dan III. Asumsi Biaya Pembuatan per satu peti 1. Pembelian Telur itik per peti 2. Pembelian garam dapur 100 gr 3. Pembelian Bubuk Bata Metah 1kg 4. Pembelian abu Hitam per Karung 5. Pembelian keranjang bambu 6. Pembelian kertas 7. Kantong Plastik 8. Kayu Bakar 9. Ongkos tenaga kerja 10.Penyusutan alat-alat 11. Lain-lain Jumlah biaya pembuatan
Rp 150.000 Rp 500 Rp 400 Rp 1000 Rp 2.500 Rp 2.500 Rp 5.000 Rp 3.000 Rp 10.000 Rp 3.000 Rp 500__ Rp.178.400
94
Jumlah telur asin yang dihasilkan per peti adalah 300 buah telur asin. Harga satu buah telur asin Rp 1000. Hasil penjualan telur asin per satu peti Rp 300.000 (Rp 1000 x 300 buah telur asin)
Nama Pengusaha
Ibu Mulyani Titin Sumiarti
Tabel 4.8 Perhitungan Keuntungan yang diperoleh pengusaha telur asin di Kecamatan Brebes pada tahun 1990 Klasifikasi Pendapatan Total Keuntungan/Lab Usaha a bersih Waktu Jumlah Harga hasil Pendapatan (Rp) (Rp)/Bulan Produksi produksi Produksi (Peti) Industri Kecil I Industri Kecil II
1 bulan
4 Peti
1 bulan
8 Peti
Rp 300.000
1.200.000
486.400
2.400.000
974.800
Komarudi Industri 1 bulan 12 Peti 3.600.000 1.459.200 n Kecil III Sumber : Hasil wawancara dengan Ibu Mulyani, Titin Sumiarti dan Komarudin pada bulan September 2010 Dari uraian di atas maka dapat diperoleh gambaran mengenai analisis usaha telur asin. Selain itu, Bapak Komarudin juga menjelaskan bahwa tidak menutup kemungkinan jumlah modal itu sendiri dari telur itik ke telur asin dapat mengalami perubahan. Hal tersebut bisa terjadi baik disebabkan oleh peningkatan produksi karena semakin banyaknya permintaan pasar maupun yang disebabkan oleh naiknya harga bahan baku dan ongkos transportasi untuk mengangkut bahan baku. Sehubungan dengan hal tersebut, tidaklah mengherankan jikalau harga produkpun sewaktu-waktu dapat mengalami kenaikan. Pada hari-hari besar para pengusaha memperoleh keuntungan yang lebih banyak, karena permintaan pasar telur asin
95
Brebes melonjak secara tidak langsung memberikan kesempatan kepada pengusaha untuk memproduksi telur asin lebih banyak untuk menambah keuntungan.
4.2.2.2 Peran Tenaga Kerja Pada Industri Telur Asin Selain modal yang telah dijelaskan di atas, faktor produksi yang lain adalah sumber daya manusia (SDM) dalam hal ini tenaga kerja. Tanpa tenaga kerja yang mengerjakan bahan-bahan, sebuah produk tidak akan dapat dihasilkan. Semakin banyak tenaga kerja yang terserap, maka angka pengangguran pun semakin dapat ditekan. Sebagaimana yang dijelaskan pada bagian terdahulu, bahwa industri telur asin di Kecamatan Brebes termasuk ke dalam industri kecil jika dilihat dari jumlah tenaga kerja yang diserap suatu unit usaha. Tenaga kerja di industri ini merupakan tenaga kerja terampil. Keterampilan ini diperoleh tenaga kerja dengan cara melihat langsung para pembuat, sehingga dengan mudahnya keterampilan ini dipelajari Pembagian tugas pekerjaan pada tenaga kerja sebagai salah satu fungsi manajemen produksi baru sebagian diterapkan. Seorang tenaga kerja dapat melakukan semua jenis pekerjaan dalam proses produksi dari awal hingga produksi siap dijual. Pemimpin usaha hanya mengawasi dan turun tangan jika pekerjaan yang dilakukan oleh pekerjanya dianggap kurang atau tidak sesuai dengan keinginannya Keterampilan yang dimiliki tenaga kerja telur asin di Kecamatan Brebes diperoleh pimpinan usaha tempat mereka bekerja. Sebelum bekerja mereka diberikan pengarahan tentang proses pembuatan dan dilatih oleh pimpinan usaha. Tingkat
96
pendidikan tenaga kerja sebagaian besar tamatan SD dan SLTP yaitu 23% dan 22%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tenaga kerja industri telur asin Brebes masih rendah. (Wawancara dengan Jaenal pada bulan Agustus 2010) Dari hasil observasi, tidak ada pembagian tugas berdasarkan umur, pendidikan ataupun skill. Kebanyakan tenaga kerja adalah lulusan Sekolah Dasar yang tidak bisa melanjutkan sekolahnya dan lebih memilih bekerja di desanya dari pada bekerja di kota. Hal ini yang menyebabkan arus urbanisasi di Kelurahan Brebes dan Limbangan Wetan cukup rendah. Anak-anak yang masih sekolah, setelah pulang sekolah mereka membantu orang tuanya membuat telur asin. Sebelum tahun 1990-an, penggunaan tenaga kerja anak-anak masih banyak digunakan, mereka adalah anak-anak usia 15 tahun yang tidak sekolah. Dengan adanya program wajib belajar sembilan tahun, anak-anak tidak dibutuhkan lagi karena mereka harus sekolah. Ada ketentuan tentang status buruh, yaitu buruh bulanan, buruh harian, dan buruh borongan. Hampir semua buruh ini berstatus sebagai pegawai tetap, dengan waktu kerja yaitu jam 07.00 WIB-10.00 WIB, 11.30 WIB -12.00 WIB, dan 13.00 WIB -16.00 WIB. Sedangkan untuk waktu istirahat yaitu jam 10.00 WIB -10.30 WIB dan 12.00 WIB -13.00 WIB. Waktu istirahat tersebut digunakan untuk pulang ke rumah masing-masing dan jika sudah waktunya kerja mereka akan kembali lagi (Wawancara dengan Jaenal, Yayah dan Roidah pada bulan Sepetember). Adapun sistem pemberian upah tenaga kerja dapat dilakukan denga empat yaitu:
97
1. Upah bulanan yang diberikan setiap minggu pertama tiap bulan. Besarnya bervariasi antara Rp. 100.000- Rp. 150.000. Upah tersebut diberikan bila tenaga kerja melakukan semua pekerjaan dalam proses produksi. 2. Upah diberikan sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan. Misalnya proses pembalutan saja, upah diberikan antara Rp 50.000- Rp 75.000. Sistem pemberian upah ini dilakukan oleh 15 % pengusaha dan dilakukan apabila adanya peningkatan permintaan, misalnya pada hari-hari libur nasional maupun libur sekolah. 3. Upah harian besarnya Rp 5.000- Rp 15.000 per hari. 4. Upab borongan dilakukan untuk unit usaha yang tidak menetapkan hari dan jam kerja. Penambahan tenaga kerja dilakukan karena meningkatnya pesanan. Untuk pekerjaan mencuci telur, upah diberikan Rp.7-Rp.10 per butir dan untuk pekerjaan membalut telur Rp. 1000 -1250 per peti (300 butir). Kesejahteraan tenaga kerja sangat diperhatikan oleh para majikannya. Bentuk kepedulian sang majikan kepada buruh dapat dilihat ketika ada salah satu buruh yang sakit, majikan akan membantu dalam pengobatannya. Selain dalam hal pengobatan, ketika menjelang hari raya Idul Fitri, majikan membagi-bagikan satu stel pakaian dan sembilan bahan pokok (sembako) untuk semua tenaga kerjanya.
4.2.2.3 Produksi Telur Asin Antara Tahun 1970-2005 Salah satu pengasinan telur yang dikenal luas adalah cara pengasinan Brebes. Sesuai namanya, pengasinan ini banyak dilakukan oleh masyarakat Brebes. Maka tidak mengherankan bila Brebes dikenal sebagai kota telur asin (Agus et
98
al.2002). Dari daerah ini banyak dihasilkan produk telur asin yang berkualitas yaitu dengan ciri khas kuning telur masir dan berminyak serta harganya relatif murah. Secara umum penggunaan teknologi atau peralatan dalam industri telur asin Brebes dalam pengolahan telur asin masih sederhana tanpa menggunakan mesin masih menggunaakn tangan manusia (Handmade). Banyak output produksi sangat tergantung pada banyaknya jumlah tenaga kerja. Oleh karena itulah industri ini termasuk ke dalam industri yang padat karya. Peralatan yang digunakan diantaranya adalah ember plastik, dandang atau pani, peti kayu, kompor minyak tanah atau kayu bakar dan kerajang bambu, sedangkan kemasan telur asinya menggunakan besek dan kardus. Besek adalah kotak anyaman bambu yang terdiri atas wadah dan tutupnya. Proses produksi telur asin memerlukan telur itik sebagai bahan baku dan beberapa bahan lain sebagai bahan pembantu. Bahan-bahan pembantu tersebut adalah bata merah yang telah dihaluskan, garam, air, abu gosok, sekam, jerami padi, kayu bakar dan minyak tanah. Pengusaha telur asin lebih menyukai telur itik gembala karena warna kuning telurnya oranye atau kuning kemerah-merahan lebih disukai oleh konsumen dari pada warna kuning telur itik yang diternakan secara intensif. Namun ketersediaan telur itik pangon (telur yang diperoleh dari itik yang diternakan secara ekstensif) yang tidak menentu menyebabkan pengusaha telur asin terpaksa menggunakan telur itik peternakan. Harga telur itik berukuran besar berkisar antara Rp.450-Rp.520, sedangkan untuk telur itik berukuran kecil Rp.420-Rp.500. Pengusaha telur itik umumnya membeli telur itik dari bakul atau pedagang besar (84%), peternak langsung (10%). Telur itik mentah yang dibeli berasal dari
99
Kabupaten brebes sendiri dan daerah luar Kabupaten Brebes. Proses produksi telur asin, selain memerlukan telur itik sebagai bahan utama juga memerlukan beberapa bahan lainya sebagai bahan pembantu antara lain bubuk bata merah atau tanah ladon, garam, air, abu hitam, jerami padi dan minyak tanah. Perbandingan bahan pembalut, jenis bahan pembalut yang digunakan dan cara pembuatan akan mempengaruhui jenis rasa dan tampilan telur asin. Proses produksi pembuatan telur asin meliputi kegiatan: penyortiran, pembersihan/ pencucian, pembuatan adonan pembalut, pembalutan, penyimpanan, penyortiran, pematangan, penyortiran telur asin matang. Urutan proses pembuatan telur asin di jelaskan pada Bagan 4.1
Bagan 4.1 Proses Produksi Telur Asin Brebes Penyortiran telur itik Pembersihan/ pencucian Pembuatan Adonan Pembalut Pembalutan Penyimpanan (7-20 hari) Penyortiran Telur Asin Mentah Pencucian dari Bahan Pembalut Pematangan(rebus) atau dipanggang Penyortiran Telur Asin Matang Telur Siap Jual Sumber : wawancara dengan Emmry y, Komarudin, Hartono, Rosyid pada bulan Agustus 2010
100
Proses Pertama: Penyortiran telur itik mentah. Penyortiran telur itik yang utuh dengan yang retak ditandai dengan perbedaan bunyi tumbukan dua telur secara perlahan. Jika bunyi “ting-ting” berarti telur itik utuh dan lolos sortir sedangkan bunyi “tek-tek” itu pertanda bahwa telur itik telah rusak. Telur yang sudah disortir dibersihkan dari kotoran yang menempel pada cangkang dengan cara mencucinya dalam air hangat atau air bersih. Proses kedua: Ada dua jenis dasar pembalut telur yang digunakan pengrajin telur asin Brebes yaitu bubuk bata merah dan tanah ladon. Dengan bata merah warna kuning telur akan menjadi tidak keras setelah diasinkan, semakin banyak campuran bata merah maka warna kuning telur makin merah dan tidak keras. Adonan bahan pembalut terdiri dari bubuk bata merah atau tanah ladon, garam, abu hitam dengan perbandingan tertentu dan diberi air sedikit demi sedikit sampai bahan pembalut berbentuk liat dan mudah melekat pada cangkang telur. Proses ketiga: Bungkus telur dengan adonan tersebut dengan ketebalan sekitar 0,5 cm. Kemudian dibaluri dengan abu hitam kering untuk mengurangi kadar air pada adonan. Proses keempat: telur yang sudah dibungkus, disimpan dalam peti kayu yang diberi alas dengan jerami padi dan setiap harinya diperciki air agar kelembabannya selalu terjaga. Proses penyimpanan ini merupakan proses utama pada pembuatan telur asin karena tahap inilah proses pengasinan terjadi.
Waktu penyimpanan
mempengaruhi tingkat keasinan pada telur asin, semakin lama penyimpanan semakin asin. Rasa asin sedang diperoleh dengan penyimpanan selama 7-10 hari. Untuk rasa
101
yang sangat asin diperoleh dengan penyimpanan selama 15-20 hari. Umumnya pengusaha telur asin di Brebes menyimpannya selama 15 hari agar didapat telur asin masir dan berminyak. Proses kelima: telur yang disimpan dalam peti kayu, sebagian ada yang dijual dalam keadaan mentah dan sebagian lagi harus diproses. Sebelum diproses telur asim ini disortir kembali untuk dipisahkan dari adanya telur busuk atau rusak. telur busuk atau rusak jarang terjadi pada tahap ini jika pada saat tahap sortir pertama dilakukan dengan cermat. Proses keenam: Sebelum telur asin dimatangkan, lepaskan lebih dahulu bahan pembalut yang menempel, kemudian baru mencucinya dengan bantuan air agar lebih bersih. Bahan pembalut yang telah dilepaskan tadi, bisa digunkan kembali sebagai pembalut selama 2-3 kali proses produksi. Caranya dengan menjemur bahan pembalut yang pernah digunakan di bawah panas matahari sampai kering dan tidak boleh kena air. Proses ketujuh: Telur yang akan dijual matang harus melalui tahap pematangan. Waktu pematangan selama 4-5 jam agar diperoleh telur asin yang berkualitas. Telur asin yang sudah matang kemudian disortir untuk memisahkan dari telur asin yang retak. Telur yang sudah matang kemudian disortir kembali untuk memisahkan telur yang retak. Rata-rata jumlah telur yang retak selama proses pematangan sebesar 0,20% dari seluruh telur asin yang dimasak. Telur yang retak biasanya dikonsumsi sendiri, meskipun ada yang menjualnya bila retaknya tidak terlalu kentara.
102
Lokasi industri telur asin di Kecamatan Brebes khususnya di Kelurahan Brebes dan Limbangan Wetan ini memiliki letak cukup strategis, karena lingkungan tersebut dekat dengan pusat pemasaran dan dilalui oleh jalur pantura yang menghubungkan Jawa barat dengan Jawa Tengah. Selain itu di lingkungan tersebut juga tersedia sarana dan prasarana pendukung seperti jalan dengan kondisi yang baik, listrik, ketersediaan air yang cukup, saluran telekomunikasi dan transportasi yang mudah didapat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh pengusaha telur asin (96,67%) menjalankan usahanya dan proses produksinya di rumah milik sendiri, dengan alasan tidak perlu mengeluarkan biaya sewa dan lebih mudah pengawasanya. Umumnya pengusaha memanfaatkan ruang dapur dan gudang untuk menjalankan proses produksinya. Seluruh pengusaha telur asin di Kelurahan Brebes menjalankan usahanya dari proses produksi sampai pemasaran di rumah milik sendiri. Umumnya pengusaha telur asin di Kelurahan Brebes memiliki kios atau toko untuk menjual produk telur asinnya, karena mereka bertempat tinggal di lokasi yang strategis untuk pemasaran yaitu di pinggir jalan raya pantura.
Di Limbangan Wetan pengusaha telur asin
menjalankan proses produksinya di rumah sendiri, sedangkan untuk pemasaranya dilakukan di pasar atau toko di Brebes dan dikirim ke pasar di Jakarta.
103
4.2.2.4 Distribusi Yang Dilakukan Pengusaha Industri Telur Asin Pemasaran memiliki peranan yang sangat penting dalam kegiatan usaha. Tanpa adanya pemasaran produk yang dihasilkan oleh perusahaan tidak akan sampai ke tangan konsumen. Pemasaran merupakan aspek yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Melalui pemasaran yang tepat maka suatu barang bisa sampai kepada konsumen dengan cepat. Pemasaran memegang peranan yang cukup penting dalam meningkatkan jumlah penjualan, jumlah penjualan yang tinggi akan mengakibatkan laba yang tinggi. Dalam hal pemasaran, memang dibutuhkan sebuah jaringan kerja hal ini guna memudahkan dalam pemasaran itu sendiri. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Perry (Perry, 2002: 5-6) , bahwa: ... hubungan jaringan adalah kebutuhan untuk memperkuat keberadan hubungan jaringan sebagai cara khusus dalam mengorganisasi bisnis. Sebagaimana mustahil bisnis kecil tanpa hubungan, paling tidak terhadap pelanggannya jika bukannya pada pemasok ada juga pada tingkat pelayanan bisnis. Jaringan kerja menjadi penting agar sebuah usaha baik usaha yang berskala besar maupun usaha berskala kecil dapat tetap bertahan. Begitu pula dengan usaha yang dijalankan oleh masyarakat Kecamatan Brebes yang memproduksi telur asin. Para pengusaha industri ini perlu memiliki sebuah jaringan usaha. Jaringan usaha yang dimiliki pengusaha telur asin ini umumnya berawal dari jaringan keluarga. Setelah itu merambah pada orang-orang terdekat yang masih berhubungan dengan keluarga. Dengan mengandalkan kepercayaan dan tetap mempertahakan kualitas maka usaha telur asin ini tetap bertahan.
104
Sebagaimana yang diungkapkan oleh ibu Titin Sumiarti (hasil wawancara pada tanggal 17 Sepetember 2010), bahwa sulit untuk memasarkan produk ini bila kita tidak memiliki hubungan baik dengan orang lain. Melalui hubungan pertemanan dan keluarga maka ibu Titin Sumiarti dapat dengan mudah memasarkan telur asin. Dengan hubungan baik pula maka pengusaha memperoleh pelanggan tetap. Karena usaha ini masih bisa disebut sebagai usaha kecil maka tidak heran banyak perusahaan yang tidak bertahan lama karena tidak memiliki koneksi. Dilihat dari segi pemasaran, terutama pengusaha kecil membuka jaringan pemasaran sendiri. Pemasaran ini biasanya dilakukan secara langsung dan tidak langsung oleh para pengusaha telur asin. Pemasaran langsung terjadi ketika hasil produksi dari telur asin (produsen) langsung ke tangan konsumen, sedangkan pemasaran tidak langsung melalui proses terlebih dahulu yang hasil produksi diperoleh dari bandar, toko lain atau tidak langsung dari tempat produksi. Pengusaha telur asin yang telah lama berproduksi pada umumnya telah memiliki pelanggan tetap, baik di daerah Brebes maupun di luar Brebes seperti Tegal, Pemalang, Pekalongan, Cirebon, Jakarta dan Bandung. Persaingan yang terjadi antar pengusaha telur asin adalah berupa mutu atau kualitas dan harga produk. Konsumen memperoleh telur asin melalui beberapa jalur. Pengusaha telur asin Brebes umumnya melakukan lebih dari satu jalur pemasaran dan umumnya jalur pemasaran terbentuk karena adanya hubungan kekerabatan. Pengusaha telur asin yang memasarkan sendiri produknya di toko atau kios milik sendiri terutama pengusaha yang lokasinya di Kelurahan Brebes. Pengusaha telur asin di Kelurahan
105
Limbangan Wetan memasarkan produknya melalui pengepul dan pengecer. Untuk lebih jelasnya berikut ini adalah gambar jalur pemasaran telur asin Brebes dapat dilakukan dengan tiga jalur, seperti bagan 4.2 Bagan 4.2 Proses Pemasaran industri telur asin Brebes
Pedagang Pengepul Produsen
Pengecer
Konsumen Pengecer
Sumber : diolah dari hasil wawancara dengan Komarudin, Emmry Yuaniarty, Titin sumiarti dan Mulyani pada bulan September 2010 Jalur Pertama : Produsen menjual telur asinnya langsung ke konsumen. Di Kelurahan Brebes produsen menjual produknya melalui toko atau kios milik sendiri yang berada di sepanjang jalan utama Brebes. Konsumen umumnya berasal dari luar daerah Brebes yang kebetulan melewati toko atau kios yang ada di sepanjang jalur pantura Brebes. Di Kelurahan Limbangan Wetan, umumnya konsumen sendiri yang langsung mendatangi produsen untuk membeli telur asin. Biasanya konsumen tersebut membeli untuk keperluan atau acara penting seperti pesta, hajatan, hidangan tamu atau untuk oleh-oleh. Jalur Kedua : produsen menjual produknya ke pengecer, kemudian pengecer menjualnya ke konsumen. Pengecer menjual telur asin di kios, warung makan, dan pasar. Pengecer umumnya berasal dari daerah Brebes sendiri dan daerah yang
106
berdekatan seperti Tegal, Pemelang dan Cirebon. Jalur pemasaran ini banyak dilakukan oleh pengusaha telur asin di Keluranahan Limbangan Wetan. Jalur Ketiga : produsen menjualnya ke pedagang besar (bakul) dan pengecer. Bakul umumnya berasal dari kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Semarang. Bakul telur asin membeli telur asin mentah dalam jumlah besar untuk dijual kembali ke pengecer, dan pengecer kemudian diolah menjadi telur asin matang. Pedagang bakul menjual telur asinnya ke pengecer-pengecer yang berada di pasar tradisional Jakarta, Bandung dan Semarang. Umumnya bakul tersebut kerabat atau kenalan dekat produsen. Proses pemasaran secara langsung memiliki kelebihan dibandingkan dengan pemasaran secara tidak langsung. Pemasaran secara langsung memberikan banyak keuntungan oleh produsen. Hal ini dikarenakan mereka tidak perlu membayar upah untuk biaya transportasi, dan tidak perlu menunggu pesanan dari bandar karena produk dapat langsung dinikmati oleh konsumen, tetapi kekurangan pemasaran secara langsung adalah produsen tidak memiliki relasi bisnis untuk memperkenalkan produknya ke luar daerah, kecuali ada saudara yang membawa oleh-oleh makanan telur asin ini. Pemasaran tidak langsung memiliki kelebihan dalam hal pemesanan produk di mana jumlah permintaan lebih banyak dan proses produksi pun harus ditingkatkan. Selain secara tidak langsung juga mampu menarik peminat yang dari luar daerah untuk singgah apabila sedang berada di Kota Brebes. Tetapi kekurangannya dalam hal pembayaran yang dimana tidak selamanya bersifat tunai tetapi menggunakan
107
dalam bentuk giro atau cek, ditambah lagi dengan harga yang diberikan kepada bandar lebih murah. Adapun sistem pembayaran yang dilakukan antara pengusaha dengan pembeli dapat dilakukan dengan sistem tunai, pembelian uang muka (panjer) dan mencicil. 1. Pembayaran dengan tunai umumnya dilakukan jika konsumen membeli langsung ke produsen atau kios milik produsen. Cara ini dilakukan karena umumnya konsumen membeli dalam jumlah yang relatif sedikit (<50) 2. Pembayaran dengan mencicil dilakukan untuk pembelian yang rutin dilakukan oleh pengecer dan pedagang besar. Pengusaha menerima uang dari pengecer 2-4 kali dalam sebulan pada saat pengecer mengambil telur asin. Jumlah uang yang dibayarkan tergantung kesepakatan antara pengusaha dan pengecer atau pedagang besar. 3. Pembayaran dengan sistem uang muka (panjer) sering dilakukan pada waktu pembelian meningkat pada saat liburan sekolah, hari raya dan akhir telur asin. Sebenarnya konsumen yang sudah berlangganan telur asin ini biasanya banyak yang datang langsung untuk membeli telur asin ke pabrik telur asin. Namun umumnya pabrik telur asin yang berada di pinggir jalan akan membuka toko-toko yang khusus menjajakan telur asin hal ini dapat dilihat di sepanjang Jl. Dipenogoro tepatnya di seputaran Kelurahan Brebes. Sedangkan untuk produsen telur asin di Kelurahan Limbangan Wetan biasanya memasarkan produknya ke pasar-pasar dan konsumen langsung datang ke rumah tempat pembuatan telur asin karena letak
108
Limbangan Wetan yang kurang strategis dibandingkan dengan Kelurahan Brebes yang berada disepanjang jalur Pantura Selain itu para pemilik usaha telur asin akan menyimpan di toko-toko oleholeh yang ada di pasar-pasar daerah Brebes. Dengan banyaknya usaha pembuatan telur asin di Brebes maka kualitaslah yang akan menentukan laku atau tidaknya produk telur asin tersebut. Konsumen akan memilih produk telur asin sesuai selera mereka. Pemilihan konsumen ini biasanya tergantung dari kualitas dari telur asin tersebut. (hasil wawancara dengan Emmry Yuniarty pada tanggal 23 September 2010) Kota Brebes merupakan kota yang cukup strategis. Karena itu kota ini terletak di jalur utama lalu lintas Jawa Tengah-Jawa Barat biasa menjadi kota yang dilalui banyak kendaraan. Kendaraan yang lalu lalang baik menuju arah Bandung, Jakarta, maupun Semarang ini secara langsung maupun tidak langsung akan menambah pemasaran telur asin. Di sekitar jalanan besar menuju luar kota umumnya banyak warung-warung yang menjajakan aneka rupa makanan. Salah satu makanan yang dijajakan ialah telur asin. Makanan ini dapat digunakan sebagai buah tangan atau oleh-oleh bagi para pembeli yang telah melakukan perjalanan. Tabel 4.9 Harga Rata-rata telur asin per butir Tahun Harga per butir 1975 Rp. 75,1977 Rp. 100 ,1980 Rp. 200,1984 Rp. 250,Sumber: hasil wawancara dengan ibu Emmry Yuniarty pada bulan September 2010
109
Tabel di atas menunjukkan bahwa harga telur asin mengalami perubahan dengan di tandai dengan kenaikan harga. Hal ini di sesuaikan dengan harga bahan pokok pada tahun tersebut. Puncak penjualan telur asin terjadi menjelang dan pasca hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Hal ini berhubungan dengan adanya kebiasaan pulang kampung dan juga halal bihalal sehingga umumnya konsumen ingin membawa telur asin sebagai panganan khas dari kota Brebes. Dengan banyaknya jumlah permintaan, usaha industri telur asin terus mengalami peningkatan baik dalam proses produksi maupun pemasaran. Hal ini dapat dilihat pada tahun 1996, daerah pemasaran industri telur asin menyebar yang tadinya hanya di Brebes, Tegal tetapi sekarang sudah bisa ke Batam, Semarang, Jakarta, Surabaya dan Cirebon. Dengan bertambah daerah pemasaran, pengusaha telur asin berusaha untuk menghasilkan varian telur asin baru yaitu telur asin panggang. Yang pertama kali membuat telur asin panggang adalah Rosyid. Melihat telur asin panggang yang ternyata menjadi makanan favorit masyarakat karena rasanya yang begitu gurih dan tidak terlalu amis, dan kuning telurnya masir maka Rosyid pun menspesialisasikan usahanya hanya memproduksi telur asin panggang. Hasil inovasi dan kreatifitas pengusaha asal Kelurahan Brebes ini kemudian diakui oleh perlindungan Hak kekayaan intelektual dan bersertifikat (hasil wawancara dengan Rosid pada bulan Agustus 2010). Telur asin panggang yang sekarang ini banyak diminati banyak orang dan pada tahun 2002 jumlah permintaan telur asin panggang terus meningkat yang
110
membuat para pengusaha telur asin harus lebih banyak lagi memproduksi telur asin panggang. Banyaknya peminat telur asin panggang membuat banyak pengusaha telur asin (rebus) mengikuti memproduksi telur asin panggang dan dari sini mulai muncul varian-varian baru dari telur asin seperti telur asin oven, bakar dan pedas. Dengan bertambahnya jumlah permintaan daerah pemasaran pun semakin luas.
4.3 Munculnya kelompok pengusaha industri telur asin pada tahun 1970-2005 Sub bab ini merupakan hasil analisis terhadap pertanyaan penelitian, yaitu mengenai “Bagaimanakah upaya yang dilakukan oleh pengusaha telur asin dalam mempertahankan dan mengembangkan industri telur asin di Kecamatan Brebes tahun 1970-2005?”. Kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kecamatan Brebes khususnya di Kelurahan Brebes dan Limbangan Wetan sebagian besar sangat bergantung kepada sektor industri seperti industri telur asin. Perkembangan industri telur asin ini membawa perubahan yang beraneka ragam terhadap masyarakat di Kecamatan Brebes. Keadaan ini bisa dilihat dengan berkembangnya industri di Kecamatan Brebes yang sebagian besar adalah industri kecil dan industri rumah tangga. Pembangunan industri telur asin memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat di Kecamatan Brebes. Eksistensi industri telur asin sampai sekarang tidak terlepas dari ide-ide kreatif dan inovatif yang muncul dari para pengusaha. Keberadaan ide-ide kreatif sangat diperlukan dalam memajukan industri telur asin untuk bisa bertahan di tengah persaingan dengan industri telur asin di daerah lain. Oleh karena itu, penulis akan membahas hal-hal di atas dalam sub bab tersendiri.
111
4.3.1 Kreativitas dan Inovasi yang dikembangkan para pengusaha Industri Kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumber daya untuk mencari dan memanfaatkan peluang menuju sukses. Inti kewirausahaan menurut Drucker (1959) yang dikutip oleh Alma (2006 : 14) adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda melalui pemikiran ide-ide kreatif dan tindakan inovatif demi terciptanya peluang. Kreativitas, inovasi dan jiwa kewirausahaan sangat penting dimiliki karena merupakan kemampuan yang sangat berguna dalam proses kehidupan manusia contohnya dalam mengembangkan dan mempertahankan usaha. Dalam konteks industri, seorang pengusaha tidak cukup hanya memiliki kreativitas yang tinggi, melainkan juga harus memiliki kemampuan dan kemauan untuk melaksanakannya. Untuk melaksanakan ide-ide baru tersebut diperlukan kemampuan inovatif yang merupakan konsep pembaharuan. Seorang pengusaha yang inovatif harus mampu melahirkan cara baru untuk “menerapkan” ide kreatifnya sehingga berdaya guna dan berhasil menarik minat pasar. Faktor kreativitas
ini
memiliki
peranan
penting
dalam
mengembangkan
dan
mempertahankan industri telur asin. Dengan adanya ide-ide dan kreatifitas dari pengusaha, maka industri telur asin bisa bertahan sampai sekarang ini. Industri telur asin merupakan industri kecil yang berada di tengah masyarakat di Kecamatan Brebes yang lebih menonjolkan kreativitas dalam memproduksi telur asin. Hal tersebut dikarenakan produk yang dihasilkan dalam industri ini yaitu berupa telur asin yang merupakan jenis hasil olahan dari telur itik yang cepat busuk kalau
112
disimpan terlalu lama. Kondisi seperti ini yang menyebabkan para pelaku industri telur asin dituntut untuk dapat berkreativitas dengan menciptakan variasi rasa yang bermacam-macam. Seperti halnya yang dilakukan pengusaha telur asin dalam mempertahankan dan mengembangkan usahanya yaitu dengan meningkatkan kreativitas dan inovasi dalam setiap produk yang dibuatnya. Hal ini agar produk-produk yang dihasilkan selalu banyak diminati oleh masyarakat. Seperti apa yang dilakukan oleh beberapa pengusaha telur asin yang bernama Rosyid, yang berusaha menciptakan varian baru dalam setiap memproduksi telur asinnya. Ide pertama kali yang muncul adalah menciptakan telur asin pedas, yang selama ini belum populer dan belum ada di Brebes. Selama berhari-hari ia melakukan eksperimen. Sehingga akhirnya beliau menemukan cara agar telur asin pedas yang diproduksinya tidak pecah dan hangus. Namun setelah dipasarkan minat masyarakat terhadap telur asin pedas tidak begitu bagus dan akhirnya Rosyid pun menghentikan produksi telur asin pedas tersebut serta mencari cara lain agar produk telur asinnya lebih diterima oleh konsumen. Ide baru kemudian muncul yakni dengan dipanggang yang memiliki keistimewaan tersendiri yakni bau amisnya sangat sedikit, kadar air rendah dan rasanya gurih (hasil wawancara dengan M. Rosyid pada tanggal 11 Agustus 2010). Sebagian para pengusaha telur asin melakukan eksperimen dengan membuat varian telur asin yang berbeda dari pengusaha lainnya. Sebagai contoh telur asin bakar. Komarudin merupakan pengusaha di industri telur asin yang memiliki ide untuk pertama kali memproduksi telur asin bakar. Pada awalnya telur asin yang
113
dibuat sama seperti pengusaha lainnya yakni telur asin rebus tetapi dengan kreativitas yang dimilikinya varian baru yang tadinya direbus kemudian dibakar (hasil wawancara dengan Komarudin pada tanggal 20 Agustus 2010). Dari tahun ke tahun usaha industri telur asin panggang Rosyid dan Komarudin terus mengalami peningkatan, baik itu dalam produksi maupun dalam pemasarannya. Keberhasilan usaha telur asin tidak terlepas dari peran para pengusaha itu sendiri sebagai pengelola industri yang memiliki kreativitas yang tinggi yang mampu mengembangkan usahanya yang tadinya bahan baku telur itik yang harga jualnya 1000 ketika diolah menjadi telur asin menjadi Rp. 1.500/butir naik menjadi Rp. 1.800/butir jika dibuat menjadi telur asin panggang dan telur asin bakar Rp. 2.000/ butir (Perkiraan harga tahun 2005 hasil wawancara dengan Emmry pada bulan Agustus 2010). Pengolahan telur asin panggang dan bakar ini memberikan signal yang positif ditinjau dari omzet penjualan dan potensi pasar yang ada untuk meningkatkan pendapatan para peternak maupun pengusaha telur asin dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan berkualitas. Selain itu, para pekerja memiliki peranan yang sangat penting dalam kemajuan industri telur asin di Kecamatan Brebes.
4.3.2 Jaringan Kerja Para Pengusaha Industri Telur Asin di Kecamatan Brebes Industri telur asin di Kecamatan Brebes diharapkan mampu memperbaiki keadaan hidup masyarakat. Di sini peran pengusaha juga yang menentukan keberhasilan suatu industri. Pengusaha juga yang menentukan kemajuan usahanya, yang di mana pengusaha dituntut untuk bisa lebih kreatif lagi dalam mengolah bahan.
114
Pengusaha industri telur asin melakukan kerja sama dengan para pengusaha yang diluar kota melalui para bakul yang berada di Jakarta, Bandung, Cirebon dan Semarang. Hal ini dilakukan agar usahanya bisa berkembang dengan cepat dan menjadikan usaha ini sebagai makanan khas yang selalu diminati oleh semua orang. Selain itu, keberadaan tenaga kerja di industri telur asin sangat memiliki peranan yang sangat penting. Karena selain modal, tenaga kerja menjadi faktor maju tidaknya suatu industri. Para pekerja yang bekerja di industri telur asin berasal dari warga setempat. Para tenaga kerja ini rata-rata laki-laki karena dalam pengerjaan pembuatan telur asin membutuhkan tenaga fisik sehingga jumlah pekerja wanita lebih sedikit. Dengan adanya industri telur asin diharapkan mereka bisa bertahan hidup walaupun upah yang diberikan tidak begitu besar. Selain memasarkan telur asin di rumah, pengusaha telur asin menjalin kerja sama dengan para rumah makan, restoran, dan hotel yang menjadi mitra kerja industri telur asin yang tersebar di beberapa daerah seperti RM. Pring Jajar di Semarang, Hotel Kharisma di Cirebon dan RM. Pring Sewu di Tegal (hasil wawancara dengan H. Komarudin tanggal 20 Agustus 2010). Produksi telur asin sangat tergantung pada bahan baku telur itik. Bahan baku ini diperoleh dari pusat-pusat peternakan itik di Brebes, Cirebon, Indramayu dan Tegal. Menurut Bapak Komarudin telur itik dari Tegal kualitasnya lebih baik bila dibandingkan dengan telur itik yang berasal dari Brebes. Pembelian bahan pelengkap seperti abu, bata merah, tanah ladon garam, minyak tanah dan sebagainya diterapkan sistem beli putus meskipun pembelian dilakukan dalam jumlah yang besar. Para
115
bakul bahan pelengkap ini adalah usaha pembuatan bata merah yang bertempat di Pesantunan dan Pebatan Kabupaten Brebes. Industri pengolahan telur asin sangat terkait dengan jumlah populasi ternak itik sebagai penghasil telur untuk bahan baku industri. Oleh karena itu, populasi ternak itik sangat berpengaruh terhadap kelangsungan produksi telur asin. Semakin tinggi populasi ternak itik, akan semakin banyak produksi telurnya yang dapat digunakan sebagai bahan baku utama industri telur asin. Perkembangan populasi ternak itik di Kabupaten Brebes dapat dilihat pada Tabel 4.10 Tabel 4.10 Produksi telur itik di Kabupaten Brebes tahun 2001-2004 Tahun Populasi (ekor) Produksi Telur (kg) 2001 847.956 4.723.334 2002 852.196 4.896.474 2003 930.386 5.484.358 2004 983.357 5.873.200 Sumber: Kantor peternakan Kabupaten Brebes (2004) *: 1kg= 14-16 butir Tabel 4.10, menunjukan bahwa populasi ternak itik mengalami kenaikan selama tiga tahun terakhir. Pada tahun 2001 populasi ternak itik hanya 847.956 ekor, kemudian pada tahun 2002 meningkat sebesar 0,5% menjadi 852.196. Pada tahun 2003 populasi ternak itik meninggkat tajam menjadi 930.386 ekor atau mengalami peningkatan sebesar 9,17%. Pada tahun 2004 Produksi telur asin di Kabupaten Brebes Tahun 2001 sebesar 4.723.334 kg, sedangkan pada tahun 2002 meningkat menjadi 4.896.474 kg atau mengalami kenaikan sebesar 3,66%. Produksi telur itik pada tahun 2003 meningkat tajam yaitu sebesar 12% menjadi 5.484.358.
116
Untuk pembelian bahan-bahan penunjang, perusahaan memesan lewat telepon lalu bakul mengantar ke pabrik dan pembayaran dilakukan di pabrik. Biasanya perusahaan memesan bahan pelengkap dalam jumlah yang cukup banyak. Bahan penunjang bata merah dari desa Pasar Batang (Brebes) dan garam dari Indramayu. Dalam memesan bahan baku produksi, biasanya pesanan datang setelah 2-3 hari pemesanan dan paling lambat setelah satu minggu pemesanan. Urutan kegiatan pemesan bahan baku telur itik untuk diolah menjadi telur asin dapat dilihat pada bagan seperti di bawah ini: Bagan 4.3 Proses Pemesanan Bahan Baku Telur Itik Pada tahun 1994 Pemesanan
Pesanan tiba di gudang penyimpanan
Pembuatan telur asin
Penyortiran bahan baku telur itik
Sumber: diolah berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Komarudin dan Emmry Yuniarty pada tanggal pada bulan Agustus-Sepetmber 2010.
Demikian pula dengan pembelian bahan baku dan bahan lainnya pengusaha H. Komarudin dan umumnya membeli telur dari bakul atau pedagang besar (84%). Peternak langsung (10%), dan ada yang membeli dari keduanya. Pada awalnya perusahaan didirikan pemesanan dilakukan dengan cara mendatangi langsung tempat
117
peternak itik di Brebes. Antara pemasok dan pengusaha industri memiliki hubungan yang baik, untuk menjamin ketersediaan bahan baku yang dibutuhkan oleh perusahaan. Teknik pembelian bahan baku telur itik bervariasi, ada empat cara pembayaran yang dilakukan pengusaha telur asin Brebes dalam pembelian telur itik mentah, yaitu mencicil, tunai tanpa memesan, tunai dengan memesan dan pemberian uang muka (panjer) ( hasil wawancara dengan H. Komarudin pada tanggal 2 Agustus 2010). Membayar dengan cara mencicil dilakukan setelah telur itik diterima. Jumlah dan frekwensi cicilan ditentukan berdasarkan kesepakatan pengusaha telur asin dan penjual telur itik. Cara ini dilakukan oleh sebagian besar pengusaha telur asin Brebes. Umumnya cara ini dilakukan oleh pengusaha telur asin dengan modal terbatas. Pembayaran tunai tanpa memesan adalah membayar langsung saat barang diterima tanpa memesan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan bila produsen telur asin membelinya langsung di tempat bakul atau peternak. Cara ini umumnya dilakukan pengusaha telur asin Brebes yang memiliki cukup modal. Pembayaran tunai dengan memesan dahulu hanya diberlakuakn kepada pengusaha telur asin yang sudah dipercaya oleh bakul telur itik. Hal tersebut diberlakukan, karena beresiko besar bila produsen telur asin membatalkan pesanannya padahal telur yang dipesan sudah disiapkan. Cara ini umumnya dilakukan karena adanya hubungan kerabat dengan penjual telur itik.
118
Pemberian uang panjer adalah membayar dahulu sebagian dari jumlah yang harus dibayar saat memesan telur itik dan dilunasi setelah mendapat itik pesanan. Pemberian uang muka akan mendorong bakul telur itik untuk mendahulukan memenuhi pesanan dari pemberi panjer daripada pembeli biasa. Cara ini umumnya dilakukan oleh sebagian besar pengusaha telur asin Brebes pada waktu-waktu tertentu seperti hari raya, tahun baru dan musim liburan. Hal tersebut dilakukan, karena pada saat itu permintaan akan telur asin meningkat. Daerah asal telur itik di luar Kabupaten brebes antara lain Semarang, Pemalang, Cirebon dan Tegal. Dari kabupaten Brebes sendiri pengusaha telur asin memperoleh telur itik dari desa Wanasari, Ciasem, Sigambir, Pasar batang, Limbangan Wetan, Sawojajar, Sirampog dan Brebes.
4.3.3 Etos Kerja Para Pengusaha Industri Telur Asin di Kecamatan Brebes Etos kerja merupakan sebuah hakiki dari sebuah organisasi atau lembaga, dan etos kerja akan menjadi kunci di dalam keberhasilan jalan suatu organisasi atau lembaga. Untuk mengkaji fenomena masyarakat di Kecamatan Brebes, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh McClelland. Menurut
Mc Clelland
melalui teori modernisasi dengan perspektif psikologi sosial tentang dasar-dasar psikologi dan sikap manusia, melihat aspek pertumbuhan ekonomi sebagai awal perkembangan budaya. Sebagai sebuah ciri internal yakni pada nilai-nilai dan motivasi yang mendorong untuk mengeksploitasi peluang, untuk meraih kesempatan, dorongan internal untuk membentuk dan merubah nasib sendiri (Mc Clelland 1961 : 107).
119
Dalam industri kecil, ciri utamanya adalah kreativitas, keahlian dan talenta yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan melalui penawaran kreasi baru. Industri kecil terdiri dari penyediaan produk langsung kepada pelanggan atau konsumen dan penciptaan kreasi baru secara tidak langsung berhubungan dengan pelanggan atau konsumen. Produk industri kecil mempunyai resiko tinggi, keanekaragaman tinggi, persaingan tinggi, dan mudah ditiru. Kondisi yang demikian ini menuntut para pengusaha dan pekerja di sektor industri kecil untuk selalu mampu berinovasi melahirkan ide-ide baru. Keharusan melahirkan ide-ide baru yang sangat dinamis ini menyebabkan pentingnya bagi pekerja sektor industri kecil untuk selalu menjaga motivasi dan etos kerja mereka. David McClelland melalui teori modernisasinya dengan perspektif psikologi sosial tentang dasar-dasar psikologi dan sikap manusia, melihat aspek pertumbuhan ekonomi sebagai awal perkembangan budaya. Sebagai sebuah ciri internal yakni pada nilai-nilai dan motivasi yang mendorong untuk mengeksploitasi peluang, untuk meraih kesempatan, dorongan internal untuk membentuk dan merubah nasib sendiri. Didasarkan pada studi McClelland dalam the achieving society adanya kaitan antara khayalan dengan dorongan dan perilaku dalam kehidupan mereka yang dinamakan the need for achievement (N’Ach) yakni nafsu untuk bekerja secara baik, bekerja tidak demi pengakuan sosial atau gengsi tetapi dorongan kerja demi memuaskan batin dari dalam. Bagi mereka yang mempunyai dorongan need for achievement tinggi akan bekerja lebih keras, belajar lebih cepat dan sebagainya. Sektor industri kreatif dengan tuntutan perubahan ide dan desain yang sangat cepat dan dinamis
120
membutuhkan para pekerja yang mempunyai dorongan need for achievement tinggi (Mc Clelland 1961 : 90-102). Di sisi lain, McClelland berpendapat bahwa need for achievement selalu berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi yang dalam dunia kerja mempengaruhi semangat dan motivasi serta etos kerja sehingga mempengaruhi tinggi rendahnya motif antara lain need for power dan need for affiliation. Kebutuhan untuk Afiliasi (N-Affil) berarti orang mencari hubungan interpersonal yang baik dengan orang lain dan kebutuhan akan kekuasaan untuk dapat memiliki fleksibilitas dan mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuannya secara efektif. McClelland menolak pandangan ekonom bahwa dorongan utama wiraswastawan adalah sekedar motif mencari keuntungan. Baginya perilaku wiraswasta tidak semata sekedar mencari uang, melainkan dorongan achievement tadi. Bagi McClelland, kebudayaan khususnya ekonomi merupakan ciptaan kreatif dari dinamika manusia yang memiliki need for achievement yang tinggi, dorongan tersebut dapat diukur yang disebut sebagai dorongan berprestasi. (Mc Clelland 1961 : 105) Faktor etos kerja dan motivasi menjadi kunci penting bagi keberlanjutan industri kecil yang berbasis pada kreatifitas. Dengan karakteristik dasar industri yang berkembang sangat
dinamis
dan
rawan
duplikasi,
setiap
pelaku
industri membutuhkan dorongan need for achievement yang tinggi agar dapat terus eksis di dunia kreatifitas dalam era saat ini. Era yang oleh Giddens disebut dalam era modernisasi refleksif dengan ketidakpastian situasi dan kultur urban yang cepat. Perkembangan industri bermodalkan etos kerja dan motivasi tinggi dari
121
para pelakunya oleh Weber
dan
McClelland
menjadi
perwujudan
dari
rasionalisasi semangat kapitalisme berupa pencapaian kesuksesan di bidang ekonomi
dengan
mempunyai
dorongan
atau kebutuhan untuk terus
mengembangkan potensi diri. Etos kerja suatu masyarakat memang merupakan suatu sikap yang dikehendaki dengan bebas yang tumbuh dari suatu kesadaran untuk selalu bekerja dengan tekun. (Weber, 1958 dalam Ritzer dan Goodman, 2004 : 95). Berdasarkan hal tersebut, penulis merasa tertarik untuk menggunakan teori ini karena di daerah Kecamatan Brebes pada umumnya banyak wiraswastawan. Selain itu, penulis menganggap bahwa keberadaan industri telur asin di Kecamatan Brebes masih tetap bertahan karena memiliki motivasi yang sangat besar yang dimiliki oeh para pengusaha, pekerja, maupun yang lainnya. Dengan memiliki etos kerja yang tinggi, masyarakat di Kecamatan Brebes bisa merubah kehidupan mereka. Hal ini dapat dilihat dari yang dahulunya bekerja di industri Brebes sebagai pekerja tetapi sekarang sebagian pekerja sudah menjadi pengusaha kecil-kecilan walaupun keuntungan yang didapatkan belum sebanding dengan upaya yang dilakukan.
4.4 Kontribusi Industri Telur Asin Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat di Kecamatan Brebes 4.4.1 Tingkat Kesejahteraan Masyarakat di Kecamatan Brebes Sub bab ini merupakan hasil analisis terhadap pertanyaan penelitian, yaitu mengenai “Bagaimana perubahan sosial ekonomi yang dialami oleh masyarakat
122
Kecamatan Brebes tahun 1970-2005?”. Kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kecamatan Brebes tidak dapat dilepaskan dari perkembangan usaha telur asin yang berkontribusi terhadap mata pencaharian masyarakat sekitar. Keadaan tersebut dapat dilihat dengan adanya perubahan yang terjadi dalam masyarakat khususnya bidang sosial ekonomi. Berkembangnya usaha telur asin merupakan jalan bagi para petani untuk meningkatkan taraf hidupnya dan dapat menopang kebutuhan hidupnya. Sebelum berkembangnya industri telur asin, mata pencaharian utama masyarakat Kecamatan Brebes adalah sebagai petani. Hal ini dapat dimaklumi bahwa sektor pertanian bagi masyarakat pedesaan masih menjadi tumpuan utama untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Tetapi sekitar tahun 1970-an, yaitu setelah mulai berkembangnya industri telur asin, mata pencaharian penduduk Kecamatan Brebes sedikit demi sedikit mulai beralih dari pertanian ke industri dan tidak jarang pula yang merangkap yaitu sebagai petani dan sebagai pengusaha. Selain pertanian, mata pencaharian yang lain sebelum berkembangnya industri telur asin yaitu memelihara ternak, bertukang, berdagang, dan pekerjaan sambilan lainnya Dengan berkembangnya industri tersebut, berpengaruh terhadap perluasan lapangan pekerjaan. Seiring dengan jumlah penduduk yang terus meningkat, lahanlahan pertanian terus mengalami penyempitan karena sebagian digunakan untuk areal pemukiman. Dengan adanya pertambahan penduduk ini tentu saja akan menyebabkan pertambahan angkatan kerja, sehingga kalau tidak tersedia kesempatan kerja yang memadai akan menyebabkan terjadinya pengangguran. Timbulnya masalah pengangguran dan kesempatan kerja yang semakin menyempit di sektor pertanian,
123
maka jalan keluar terbaik adalah program industrialisasi (Rahardjo, 1986 : 3). Dengan industrialisasi ini mereka yang tidak mempunyai pekerjaan penuh atau hanya secara musiman seperti pada sektor pertanian, dapat tertampung sebagai pekerja pabrik (Wolf, 1983 : 123). Dengan terbukanya lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat, dapat mengurangi
pengangguran
dan
juga
meningkatkan
pendapatan
masyarakat
Kecamatan Brebes. Peningkatan pendapatan ini diakibatkan karena masyarakat mempunyai dua mata pencaharian pokok yaitu sebagai petani dan pembuat telur asin. Dengan meningkatnya pendapatan masyarakat tentunya berpengaruh pula terhadap kesejahteraan masyarakat Kecamatan Brebes. Sejak awal perkembanganya, industri telur asin membawa dapak positif bagi kehidupan sejumlah warga masyarakat, khususnya warga masyarakat Kecamatan Brebes. Sejalan dengan perkembangan produksi dan pemasaran, jumlah tenaga kerjapun meningkat. Dengan kata lain, industri tersebut mampu menyerap tenaga kerja sejumlah warga masyarakat. Keberadaan dan keberhasilan yang diraih industri telur asin tidak sedikit membawa pengaruh terhadap masyarakat dan keluarga. Pengaruh positif bagi masyarakat yaitu memberikan wahana pekerjaan dan memberikan inspirasi yang mendorong orang lain untuk berprestasi, mengikuti suksesnya usaha tersebut. Dengan kata lain, suksesnya industri ini melahirkan pengusaha telur asin baru yang nantinya akan menciptakan lapangan kerja yang bermanfaat bagi masyarakat.
124
Pengaruh keberhasilan yang diraih oleh Industri telur asin juga dirasakan keluarga besar pemiliknya. Kedudukan mereka mendapat perhatian yang besar dari masyarakat umumnya. Selain itu ada perubahan yang dirasakan bagi keluarga besar pemiliknya adalah tingkat edukasi anggota keluarga. Hal ini terlihat jelas pada anggota keluarga generasi ketiga yang telah mendapat pendidikan hingga perguruan tinggi (hasil wawancara dengan Emmry Yuniarti pada tanggal 23 September 2010). Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pengusaha industri telur asin adalah pengusaha yang mengolah bahan baku yaitu telur itik menjadi telur asin yang berkualitas dan bisa dinikmati oleh semua orang. Keberhasilan suatu industri tidak akan terlepas dari para tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha industri telur asin. Oleh karena itu keberadaan para tenaga kerja memiliki peranan yang sangat penting bagi kemajuan industri ini. Untuk pertama yang akan dibahas mengenai tingkat kesejahteraan pengusaha industri telur asin dan pekerja industri telur asin. Selanjutnya mengenai kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Kecamatan Brebes.
4.4.1.1 Tingkat Pendapatan Pengusaha Profesi menjadi pengusaha telur asin telah memberikan kontribusi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakatnya. Penghasilan yang diperoleh dari usaha telur asin ini dapat mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari khususnya kebutuhan masyarakat Kecamatan Brebes yang terlibat langsung dalam usaha ini. Penghasilan dari usaha telur asin ini tidak menentu setiap bulannya karena sangat
125
tergantung pada minat pasar terhadap telur asin. Sementara itu, keberadaan industri ini juga dapat mempengaruhi tingkat penghasilan yang diterima masyarakat di Kecamatan Brebes yang ikut terlibat dalam kegiatan industri tersebut. Penulis akan membandingkan jumlah pendapatan dengan pengeluaran. Berikut ini uraian mengenai penghasilan tersebut. Tabel 4.11 Klasifikasi Pengeluaran dan Pendapatan Para Pengusaha Industri Telur Asin Dalam Satu Bulan Tahun 1990 Nama Pendapat Variabel Pengeluaran Sisa Pengusaha an Keuntunga Sandag Pangan Papan Lainn lain H. 1.459.200 60.000, 101.250, 40.000, 20.000,- 1.237.950,Komarudin 50.000, 92.500,- 30.000, 15.000,787.300,45.000, 90.700,- 20.000, 10.000,320.700 ,Ibu Mulyani 486.400 Sumber : diolah dari hasil wawancara dengan H. Komarudin, Ibu Titin, Ibu Mulyani pada bulan Agustus-September 2010 Ibu Titin
974.800
H. Komarudin adalah seorang pengrajin sekaligus pemilik toko HTM Jaya Di Kelurahan Brebes Pada tahun 1980. Keuntungan dari industri telur asin salah satunya digunakan untuk menanggung biaya hidup istri dan dua anaknya. Dari hasil perincian di atas, diketahui bahwa H. Komarudin memperoleh keuntungan yang cukup dari hasil industri telur asin. Pengeluaran dalam sehari-hari digunakan untuk membeli beras, lauk pauk seperti ikan, sayur –sayuran dan lain-lain. Sisa dari penghasilannya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya seperti membayar kredit pada bank, biaya kesehatan, membeli kendaraan, pakaian, alat-alat rumah tangga, kegiatan
126
sosial, hajatan baik perkawinan maupun sunatan dan sebagian keuntungannya juga disimpan untuk menambah modal untuk mengembangkan usahanya. Selain itu juga, H. Komarudin menginvestasikan keuntunganya dengan membeli lahan sawah di daerah lain (Wawancara dengan H. Komarudin tanggal 22 Agustus 2010) Selanjutnya adalah ibu Titin, ibu Titin bekerja bersama-sama dengan suaminya. Ibu Titin memiliki lima anggota keluarga. Berdasarkan perincian tersebut diketahui bahwa ibu Titin memperoleh keuntungan yang cukup besar dari hasil usahanya namun lebih sedikit apabila dibandingkan dengan Bapak Komarudin. Uang tersebut biasanya digunakan untuk memperoleh modal proses produksi selanjutnya dan untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya seperti membayar kredit pada bank, biaya kesehatan, membeli kendaraan, pakaian, alat-alat rumah tangga, kegiatan sosial, hajatan baik perkawinan maupun sunatan. Sisa dari penghasilannya juga dibelikan barang-barang elektronik. Sebagian dari sisa keuntungannya digunakan untuk menambah modal untuk mengembangkan usahanya (wawancara dengan Ibu Titin pada Agustus 2010). Pada tahun 1990, Mulyani beserta keluarga dalam satu bulan menghabiskan dana sekitar Rp. 167.700,-. Ia memperoleh keuntungan sebesar Rp 320.700. Dalam keluarga ibu Mulyani terdiri dari Mulyani, Suami dan tiga orang anaknya yang masih duduk di bangku SMP dan SD. Sisa penghasilan ibu Mulyani sebagian besar digunakan untuk menabung dan menambah modal usaha. Selain itu juga untuk keperluan-keperluan yang bersifat mendadak, seperi kecelakaan, hajatan, dan membeli peralatan elektronik. Keuntungan yang dioperoleh digunakan untuk
127
memenuhi kebutuhan keluarga dan membayar biaya-biaya yang lainnya seperti dana sosial dan sebagainya. Dari penjelasan di atas diketahui bahwa Ibu Mulyani memperoleh keuntungan yang lebih rendah dibandingkan dengan pengusaha lainnya. Sisa dari penghasilan tersebut digunakan untuk modal proses produksi selanjutnya supaya produksi telur asin miliknya tetap berjalan lancar dengan sisa penghasilan yang sangat sedikit. Walaupun begitu Ibu Mulyani juga membuka usaha kecil lainnya dengan menjual sanggul untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam pengeluaran sehari-hari bahwa Ibu Mulyani lebih hemat dibandingkan dengan pengusaha lainnya, misalnya dalam lauk pauk lebih kepada makanan yang dapat dibeli dengan harga yang relatif murah seperti tahu, tempe, sayur-sayuran dan makanan yang bergizi. Walaupun begitu keluarga ini merupakan pengusaha kecil tetapi yang sudah mengalami kemajuan (Wawancara dengan bahwa Ibu Mulyani pada pada bulan Agustus 2010). Berdasarkan ketiga sampel di atas dapat dketahui bahwa pengusaha tersebut memilki keuntungan yang besar dari usahanya. Sebagian besar keuntungannya digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik kebutuhan primer maupun sekunder. Dengan penghasilan yang diperoleh tersebut setiap pengusaha mampu memberian kebutuhan konsusmsi lebih baik kepada keluarganya, seperti telur, tahu, tempe, dan daging. Selain itu mereka juga dapat menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi seperti SMA dan perguruan tingi. Adapun sisa dari penghasillan tersebut digunakan untuk mengembangkan usahanya. Dengan demikian ketiga
128
pengusaha tersebut dapat dikatakan sejahtera dengan penghasilan yang diperolehnya, meskipun klasifikasi kelompok usaha membedakan mereka.
4.4.1.2 Tingkat Pendapatan Pekerja Selain pengrajin/pengusaha, dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan para pekerja dalam kegiatan industri telur asin ini. Kesejahteraan para pekerja ini dapat dlihat dari jumlah upah yang diperoleh dari hasil industri telur asin . Para pekerja dalam industri ini diberikan upah yang berbeda sesuai degan posisi yang mereka tempati serta jenis pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Posisi yang mereka tempati ini memilki tingkat kesukaran yang berbeda sehingga memerlukan tingkat kesabaran dan keuletan yang tingi. Upah yang diterima oleh para pekerja digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, antara lain untuk membeli beras, lauk pauk, dan lain-lain. Dalam melihat tingkat kesejahteraan tenaga pekerja di Industri telur asin, penulis mengambil acuan Upah Mínimum Kabupaten /UMK yang berlaku pada tahun 1990, dimana berdasarkan Dinas Tenaga Kerja ditetapkan Upah Minimum Kabupaten Brebes untuk sektor industri adalah sebesar Rp. 115.000/bulan. Berikut ini akan disajikan upah dari para pekerja di industri telur asin dengan posisi yang mereka tempati.
129
Tabel 4.12 Perbandingan Rata-Rata Upah Bulanan Pekerja Industri Telur Asin Tahun 1980-2005. Spesialisasi Pekerjaan Tahun Pencuci Telur Itik Proses Produksi Pengisian, Pengepakan dan penjaga kios 1980 95.000 100.000 88.500 1990 156.000 182.000 140.000 2005 332.000 416.000 300.000 Sumber: diolah dari hasil wawancara dengan nara sumber Jaenal, Roidah, M. Risqi dan Turkilah pada bulan September 2010. Berdasarkan tabel di atas upah pekerja setiap tahunnya mengalami peningkatan disesuaikan dengan kebutuahan pokok sehari-hari dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, maka mau tidak mau pengusaha menaikkan jumlah upah tenaga kerja. Misalnya pada bagian pencuci telur asin, upah yang diperoleh tergantung kepada jumlah peti yang sanggup terselesaikan. Pada tahun 1980 setiap peti (300 butir) diberikan upah Rp. 5,- per butir. Setiap harinya pekerja mencuci telur sebanyak 1 peti maka rata-rata setiap bulannya mendapatkan upah = (Rp 5,- x 1 peti) x 20 hari = Rp.30.000. Untuk tahun 1990 diberikan upah Rp. 10 per butir. Setiap harinya pekerja mencuci telur sebanyak 2 peti maka rata-rata setiap bulannya mendapatkan upah = (Rp 10,- x 2 peti) x 26 hari = Rp.156.000. Sedangkan pada tahun-tahun berikutnya terus mengalami peningkatan sampai pada tahun 2005 setiap butir dihargai Rp. 20,- dan pekerja mencuci telur kurang lebih 2 peti, maka setiap bulan rata-rata mendapatkan upah (Rp. 20,- x 2 peti) x 26 hari = Rp. 312.000,-. Terdapat perbedaan upah diantara ketiga pekerjaan di atas. Perbedaan tersebut disesuaikan oleh tingkat kemudahan dan kerumitan jenis pekerjaan tersebut. Setiap
130
pekerja memiliki tanggung jawab terhadap pekerjaannya masing-masing. Untuk bagian produksi mendapatkan upah yang lebih besar dibandingkan dengan pekerja pencucian telur asin dan pengepakan. Upah yang diberikan kepada pekerja bagian produksi merupakan upah terbesar karena sesuai dengan pekerjaannya cukup berat dan memerlukan keterampilan yang cukup mahir dalam mengolah telur asin sehingga memerlukan waktu dan tenaga yang cukup banyak, untuk menghasilkan kualitas yang baik. Upah terbesar kedua adalah penyucian dan penyortiran telur itik yang juga diperlukan keterampilan yang cukup tinggi agar telur tidak pecah. Sedangkan untuk pengepakan mereka bekerja menjaga kios sambil memasukan telur-telur itik kedalam kemasan. Dampak yang dapat dirasakan oleh para karyawan yang paling terasa dari jumlah upah dan kapasitas upah dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Upah pekerja dari tahun 1970-2005 rata-rata mengalami kenaikan. Kenaikan upah tersebut cukup memenuhi sesuai dengan standar kebutuhannya dilihat dari perkembangan harga eceran bahan pokok di Kabupaten Brebes. Adapun harga bahan pokok di Kabupaten Brebes tahun 1988-1990 dapat dilihat pada table berikut Tabel 4.13 Harga Bahan-bahan Pokok di Kabupaten Brebes pada tahun 1985-1990 Minyak Gula Garam Minyak Sabun Tahun Beras/kg Ikan Asin/kg Goreng/kg pasir/Kg Tanah/Kg 1988 450 1300 600 750 40 218 1989 450 1250 600 950 40 200 1990 555 1430 650 1100 50 300 Sumber: Badan Pusat Statistik. (1985-1989). Kabupaten Brebes Dalam Angka 1990. Brebes: Kantor Statistik Kabupaten Brebes
300 325 350 1985-
131
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa harga bahan pokok di Kabupaten Brebes cenderung mengalami fluktuatif. Hal ini dikarenakan ketidakstabilan persediaan dan minat pasar terhadap bahan pokok tersebut. Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 1997 dimana bangsa Indonesia mengalami krisis moneter yang berimbas kenaikan harga pokok yang dibutuhkan masyarakat. Berdasarkan rata-rata upah per bulan yang diperoleh maka penulis mengambil 3 orang pekerja sebagai sampel yaitu Jaenal, Roidah dan M.Risqi, untuk melihat seberapa besar tingkat kemampuan pekerja dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemilihan ketiga pekerja tersebut hal ini dikarenakan mereka sudah lama menekuni pekerjaan berikut. Oleh karena itu, maka penulis akan menjelaskan mengenai tingkat kesejahteraan para pekerja pada tabel sebagai berikut: Tabel 4.14 Klasifikasi Pengeluaran dan Pendapatan Para Pekerja Industri Telur Asin dalam Satu Bulan Tahun 1990 Nama Pengusaha
Pendapatan
Jaenal
182.000,-
20.000,-
82.500,-
M.Risqi
182.000,-
25.000,-
95.700,-
Roidah Sumber Keterangan
Sandang
Variabel Pengeluaran Pangan Papan Lainlain
15.000, 10.000, 9.500,-
10.000, -
Sisa Keuntungan
54.500,36.300,-
15.00010.000, 33.000,: diolah berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Jaenal, M Risqi dan Roidah pada bulan September 2010. : Biaya lainnya (untuk keperluan membeli shampo, sabun, jajan anak dan lain-lain) 156.000,-
19.000
84.500,-
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa pengeluaran dan pendapatan para pekerja pada tahun 1990 mengalami perbedaan hal ini dikarenakan kebutuhan hidup
132
para pekerja yang satu dengan yang lainnya tergantung kepada jumlah tanggungan keluarga dan kebutuhan pokok sehari-hari. Bapak Jaenal merupakan seorang pekerja yang bekerja pada bagian produksi. Setiap bulan mendapatkan upah sebesar Rp. 182.000,-. setelah dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari oleh keluarganya (Jaenal, istri dan 1 orang anak), Jaenal masih memiliki sisa pendapatan sekitar Rp. 54.500,-. Menurut Jaenal sisa penghasilannya tersebut dibelanjakan untuk membeli peralatan rumah tangga, pakaian, tabungan dan biaya kesehatan (wawancara dengan Jaenal pada bulan September 2010). M. Risqi adalah seorang pekerja dibagian produksi dalam satu bulan mendapatkan upah sebesar Rp. 182.000,-. M. Risqi mempergunakan sebagian besar pendapatannya untuk kebutuhan hidup keluarganya (M. Risqi, istri dan 2 orang anak). M. Risqi masih mendapatkan sisa pendapatan sekitar Rp 36.300,-, yang didigunakan untuk membeli keperluan lain yang masih dapat dijangkau. Selain itu M.Risqi dibantu istrinya berjualan warung klontongan di rumah. (wawancara dengan M.Risqi pada bulan September 2010). Roidah bekerja sebagai penyortir telur itik, upah yang diterima sebesar Rp156.000,-/bulan. Upah ini dipergunakan oleh ibu Roidah untuk kebutuhan keluarganya yang terdiri dari empat orang. Penghasilan Roidah disatukan dengan penghasilan suaminya untuk memenuhi kebutuhan kelurganya (Roidah, Suami dan 2 orang anak), upah yang diterima Roidah selama bekerja di Industri telur asin cukup untuk memenuhi kebutuhanya (wawancara dengan Roidah pada bulan September 2010).
133
Secara umum, upah yang diterima oleh para pekerja di atas, dapat dikatakan cukup. Pada dasarnya upah tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya berupa beras, lauk-pauk, adapun sisa dari penghasilannya digunakan untuk membeli barang-barang keperluan lainnya seperti pakaian, alat-alat elektronik, perabotan rumah tangga dan kebutuhan sekunder lainnya. Jumlah upah yang cukup besar ini menyebabkan para pekerja tetap mempertahankan pekerjaannya. Dari gambaran upah pekerja di atas, dapat terlihat dari tingkat kesejahteraan hidup mereka berdasarkan criteria stratifikasi sosial, gaya hidup, dan pendidikan yang telah dibahas sebelumnya, serta kondisi fisik rumah tinggal mereka.
4.4.2 Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat di Kecamatan Brebes Kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kecamatan Brebes tidak dapat dilepaskan dari perkembangan industri telur asin, yang berkontribusi terhadap penyediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Industri ini sudah berlangsung sejak tahun 1959 yang awalnya dirintis oleh In Tjiaw Seng. Seiring dengan perkembangannya industri telur asin terus mengalami kemajuan dan telah memberikan pengaruh terhadap masyarakat Brebes. Karena pada akhirnya banyak masyarakat yang tertarik untuk ikut serta mengembangkan industri telur asin sehingga menjadikan Kecamatan Brebes dikenal sebagai kecamatan pengahasil telur asin di Kabupaten Brebes. Perkembangan tersebut didukung oleh kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kecamatan Brebes khususnya di Kelurahan Brebes dan Limbangan Wetan yang
134
sebelumnya tidak memiliki kemajuan yang signifikan. Dalam hal mata pencaharian, masyarakat Kecamatan Brebes pada umumnya bekerja sebagai buruh tani, petani, buruh ternak dan lain sebagainya. Sehingga hal tersebut dapat dilihat dari aspek sosiologi bahwa para petani mau belajar untuk mencoba sesuatu hal yang baru dengan meninggalkan tradisi lama demi peningkatan taraf hidup. Sebagian masyarakat Kecamatan Brebes menggeluti industri telur asin sebagai salah satu mata pencaharian karena dianggap dapat memenuhi peluang yang cukup menjanjikan bagi masyarakat. Hal tersebut dapat terbukti dengan berkembangnya beberapa industri telur asin di Kecamatan Brebes dengan merk yang berbeda. Maka keberadaan industri ini memberikan dampak positif kepada pengusaha industri dan juga kepada masyarakat sekitar, karena memberikan peluang untuk bekerja dalam bidang industri. Berkembangnya industri telur asin ini merupakan jalan bagi pemilik industri dan para pekerja untuk meningkatkan taraf hidupnya. Selain itu juga digunakan sebagai mata pencaharian yang dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. Industri telur asin di Kecamatan Brebes mengalami perkembangan pesat sekitar tahun 1980-1990-an. Pada kurun waktu tersebut industri telur asin mengalami peningkatan jumlah produksi dan perluasan daerah pemasaran. Hal tersebut mengakibatkan industri telur asin ini menjamur di berbagai wilayah khususnya Kecamatan Brebes dan mampu menjadi sandaran ekonomi bagi masyarakat sekitar. Dengan berkembang pesatnya industri telur asin di Kecamatan Brebes, menyebabkan arus urbanisasi sangat rendah. Mereka lebih suka bekerja di daerahnya sendiri dibandingkan harus pergi ke kota. Mereka menganggap kalau pekerjaan di desa juga
135
ada untuk apa mereka harus pergi ke kota. Mobilisasi dari desa ke kota dilakukan jika ada kepentingan tertentu seperti jalan-jalan dan mengunjungi saudara. Menurut
Soejono
Soekamto
(2007:272)
proses
industrialisasi
pada
masyarakat agraris akan membawa pengaruh besar pada masyarakat. Terkait dengan hal tersebut berkembangnya industri telur asin di Kecamatan Brebes sebenarnya telah mengubah struktur sosial didaerah tersebut. Suatu proses industrialisasi yang berlangsung pada masayarakat agraris seperti masyarakat Kecamatan Brebes akan membawa pengaruh besar pada masyarakat. Berbagai lembaga masyarakat akan ikut terpengaruh misalnya sistem hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja sebagai bawahanya. Salah satunya adalah perubahan sosial-ekonomi yang menjadikan satu dinamika dalam kehidupan masyarakat. Berkembangnya industri telur asin dalam skala kecil merupakan jalan bagi masyarakat untuk meningkatkan taraf kehidupanya dan sebagai mata pencaharian yang dapat diandalkan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari bahkan memberikan pendidikan yang layak untuk anak-anaknya. Adanya kesadaran untuk memberikan pendidikan yang lebih baik pada anakanaknya dikarenakan masyarakat Kecamatan Brebes telah memiliki pandangan yang lebih maju mengenai pendidikan, mereka berharap dengan pendidikan dapat meningkatkan status sosial keluarganya. Meskipun tidak semua pengusaha maupun pekerja mampu memberikan pendidikan sampai jenjang perguruan tinggi namun mereka tetap mengusahakan agar pendidikan yang dicapai oleh anaknya melebihi pendidikan orang tauanya. Masyarakat mulai menyadari bahwa dengan tingkat
136
pendidikan yang tinggi akan mampu memberinya kesejahteraan dan pengalaman yang lebih bagi kehidupan di masa yang akan datang. Soentoro, 1983 (dalam Yayuk Y dan Mangkupurnomo, 2002 : 58) mengemukakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin terbuka kesempatan mereka untuk memilih pekerjaan dari berbagai alternatif pekerjaan. Pendidikan adalah sistem pengajaran kultural atau intelektual yang formal atau semi formal (Yuliati dan Mangkupurnomo, 2002 : 79). Hubungan yang terjalin pada masyarakat Kecamatan Brebes dapat dikatakan cukup harmonis dan terjalin baik. Lingkungan kerja di Kecamatan Brebes terjalin akrab antara semua pihak yang terlibat dalam industri tersebut baik antara pemilik dengan pekerjanya. Hubungan tersebut terjalin bukan didasarkan kepada tingkat pekerjaan ataupun status yang dimiliki tetapi lebih didasarkan kepada rasa persaudaraan yang kuat diantara mereka yang menjadikan masyarakatnya mampu menjaga kerukunan dengan baik. Selain perubahan ekonomi yang ditimbulkan dengan adanya industri telur asin berdampak pada kondisi sosial para pengusaha dan pekerjanya yaitu mengalami mobilitas sosial. Setiap pengusaha dan pekerja memiliki kesempatan untuk merubah kedudukannya dari lapisan sosial bawah menjadi lapisan sosial atas ataupun dari lapisan sosial menengah ke lapisan sosial atas. Mobilitas sosial nampak pada pemilik industri telur asin dan karyawan yang bekerja di industri telur asin. Hal ini terjadi pada Topik pemilik industri telur asin cap Topik Jaya. Pada awalnya Topik merupakan karyawan pada industri telur asin cap Setuju Jaya. Namun setelah
137
mendapatkan pengalaman yang cukup, Topik kelur dari industri telur asin Setuju Jaya dan mendirikan industri telur asin yang diberi nama Topik Jaya. Pada tahun 19902000, industri telur asin mengalami perkembangan yang cukup pesat dan menjadi salah satu produk telur asin terkenal dari Brebes. Industri telur asin mampu bertahan walau sempat terkena imbas akibat krisis moneter yang menerpa bangsa pada tahun 1997 (Hasil wawancara dengan Topik pada tanggal 15 November 2010). Kasus lain terjadi pada Turkilah pada awal tahun 1991. Turkilah yang merupakan tamatan SD masih menganggur dan bergantung pada orang tua. Pada tahun 1991 melamar di industri telur asin Mbak Yani dan diterima menjadi karyawan industri telur asin. Setelah mendapatkan pekerjaan, lambat laun Turkilah mulai hidup mandiri dan dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari dari hasil keringat sendiri (Hasil wawancara dengan Turkilah pada tanggal 15 November 2010.) Pada uraian di atas dapat dilihat bahwa telah terjadi mobilitas sosial. Mobilitas sosial ini termasuk ke dalam mobilitas sosial vertikal. Hal ini terlihat dari adanya peningkatan-peningkatan status dari karyawan suatu industri telur asin menjadi pemilik industri telur asin dan dari penganguran kini memiliki pekerjaan sebagai karyawan industri telur asin. Sebagaimana telah diungkapkan pada bagian sebelumnya bahwa masyarakat di Kecamatan Brebes kehidupan ekonominya bertumpu pada sektor industri. Sedangkan kehidupan sosial pekerja industri telur asin pada tahun 1970-2005 mengalami mobilitas sosial yang cenderung bersifat statis/tetap, yaitu kesempatan untuk berubah dari lapisan rendah menjadi lapisan atas, ataupun dari lapisan
138
menengah ke lapisan atas hanya terbatas. Hal ini dapat diuraikan pada tabel di bawah ini mengenai perubahan kehidupan pengusaha telur asin sebagai berikut:
Tabel 4.15 Perubahan Sosial-Ekonomi ditandai kepemilikan barang-barang berharga Para Pengusaha dan Pekerja Telur Asin Tahun 1970-2005 Perubahan Kehidupan Sosial-Ekonomi Nama Pekerjaan Pekerjaan Ruma Rumah Kendara Kendaraan Pendidi Dulu Sekarang h Dulu Sekarang an Dulu Sekarang kan (1980) (2000) (1980) (2000) Anak H.Komaru Wiraswas Pengusaha Besto- Permanen Motor Motor, din ta ng (2rumah) Mobil SMA Wiraswas Pengusaha Besto Permanen Emmry Motor Motor, ta Yuniarty ng Mobil Sarjana Rosyid Pedagang Pengusaha Besto Permanen Motor SMA ng Muhadi Pekerja Pengusaha Perma Permanen Sepeda Motor Sarjana nen Roidah Buruh Pekerja Besto Permanen Motor SMA tani ng Sumber: diolah dari wawancara dengan H. Komarudin, Emmry Yuniarty, Muhadi, Rosyid, Roidah pada bulan Agustus-November 2010
Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa adanya perubahan hidup dalam kehidupan para pengusaha telur asin. Misalnya saja H. Komarudin yang dahulunya hanya membantu ayahnya bekerja di usaha telur asin, akhirnya bisa melanjutkan usaha keluarganya secara turun temurun dan akhirnya mengelola industri telur asin dan sukses serta bisa membahagiakan seluruh keluarganya.tetapi dengan sekarang menjadi seorang pengusaha telur asin yang sukses bisa membahagiakan seluruh keluarganya. Dengan dulunya hanya rumah bestong yaitu rumah yang setengah bangunan dan setengah bilik tetapi sekarang sudah memiliki dua rumah
139
yang begitu besar ditambah lagi dengan kendaraan yang dimilikinya yang sejak pertama hanya memiliki sebuah motor tetapi sekarang sudah memiliki dua motor, dan mobil mewah seperti Avanza, dan mampu naik haji bersama istri dan kedua orang tuanya (Hasil wawancara dengan H. Komarudin pada Agustus 2010). Selanjutnya Ibu Emmry Yuniarty yang merupakan pengusaha telur asin yang berhasil yang mampu merubah kehidupannya setelah menjalankan industri telur asin. Sebelumnya beliau adalah seorang pedagang onderdil motor yang sampai sekarang juga masih menjalankan usaha tersebut di sebuah toko disertai telur asin dan makanan lainnya. Usahanya dalam menjalankan telur asin membawa dampak yang begitu besar dengan bisa memperbaiki rumahnya yang dahulunya hanya mengunakan lantai “tehel” tetapi sekarang sudah mengalami perubahan yang sangat signifikan dengan di keramik dan bertingkat. Hasil dari industri telur asin juga bisa membeli kendaraan umum seperti motor dan mobil yang sekarang digunakan untuk mengambil dan mengirim telur asin serta kedua anaknya mampu menyelesaikan tugas belajarnya sampai Sarjana (Hasil wawancara dengan Emmry Yuniarty pada Agustus 2010). Mobilitas sosial sebagaimana yang diungkapkan di atas dapat diartikan sebagai gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Mobilitas sosial terbagi menjadi dua tipe yaitu gerak sosial horizontal dan vertikal. Gerak sosial horizontal merupakan peralihan individu atau objek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Sedangkan gerak sosial vertikal dimaksudkan sebagai perpindahan individu
140
atau objek sosial lainnya dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat (Soekanto, 1990: 249-250 ). Selain itu juga, Ibu Mulyani selaku pengusaha telur asin di Kecamatan Brebes dapat merasakan hasilnya dari industri telur asin yang dikelolanya tersebut yaitu dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dan bisa memperbaiki rumahnya. Ibu Mulyani juga bisa membeli sepeda motor dari hasil usahanya tersebut. Sementara itu, Bapak Rosyid sebagai pengusaha yang mampu bersaing dengan pengusaha lainnya. Sekarang Bapak Rosyid sudah mampu membeli rumah yang bagus, ditambah dengan kendaraan bermotor dari hasil industri telur asin yang dikelolanya (hasil wawancara dengan Bapak Rosyid Agustus 2010). Selain menguntungkan bagi pengusaha dan pekerja, dengan adanya industri telur asin di Kecamatan Brebes ini juga menguntungkan bagi peternak telur itik sebagai pemasok bahan baku telur asin. Banyaknya warga Brebes yang menggeluti profesi sebagai peternak itik tidak terlepas dari keuntungan yang bisa dihasilkan dari kegiatan ini. Dengan modal yang tidak terlalu besar dan perawatan yang mudah, seorang peternak itik pemula (satu tahun) rata-rata bisa mendapat Rp.50.000 sampai Rp.150.000 per hari. Bahkan apabila jumlah itiknya di atas 1.000 ekor sanggup meraup keuntungan Rp.300.000 per hari. Sebagi contoh Haryanto peternak itik di Desa Limbangan Wetan, Kecamatan Brebes memiliki 600 ekor itik dikandangnya, dengan produksi 350 butir sampai 400 butir telur setiap hari. Dengan harga telur itik 2005 berkisar antara Rp.700 sampai Rp.800 per butir, dalam sehari Haryanto memperoleh hasil sekitar Rp.300.000. Penghasilan kotor itu dikurangi pembelian
141
pakan dan obat-obatan sekitar Rp. 150.000. Dengan demikian, dalam sehari Haryanto mendapat keuntungan bersih Rp.150.000. Dengan penghasilan cukup besar dari pada bertani Haryoto akhirnya memutuskan fokus menjadi peternak itik. Dengan penghasilan yang cukup besar Haryanto dapat membeli beberapa peralatan rumah tangga yang mewah seperti kulkas, televisi dan lain sebagainya. Selain itu, haryoto juga mampu menyekolahkan anak-anaknya (hasil wawancara dengan Bapak Haryoto 17 Januari 2011). Petani bawang merah lainnya yang lebih memilih beralih profesi menjadi peternak itik adalah Syahroni (58), menuturkan, beternak itik lebih menjanjikan daripada bertani bawang maupun padi. Selain risikonya kecil, keuntungan ekonomi yang diperoleh lebih stabil dan relatif lebih besar. “Waktu saya menjadi petani bawang merah, kalau harganya bagus, sekali panen memang untung sangat besar. Namun, biaya perawatannya juga besar. Selain itu, belakangan ini harga bawang merah jatuh akibat banyaknya bawang impor. Kalau beternak itik, risiko-risiko semacam itu tidak ada. Harga telur memang naik-turun, tetapi lebih stabil dibandingkan dengan harga bawang. Risikonya paling-paling harga pakan yang mahal,” (hasil wawancara dengan Bapak Syahroni 17 Januari 2011). Keberhasilan dari para pengusaha industri telur asin di Kecamatan Brebes, pada kurun waktu 1970-2005 hanya sebagian orang yang dapat merubah nasib mereka yang tadinya bekerja sebagai buruh secara bertahap mampu meningkatkan status pekerjaannya. Peralihan pekerjaan justru terjadi pada sebagian masyarakat di luar industri telur asin yang memiliki modal yang cukup tinggi kemudian mendirikan
142
industri yang serupa sehingga menyebabkan mulai munculnya industri ini di daerah lain, meskipun pada saat itu belum menjadi saingan bagi industri yang sebelumnya telah berkembang. Sebagai bagian dari masyarakat industri, masyarakat Brebes telah memiliki pandangan yang luas dalam menyikapi setiap perubahan yang terjadi. Perubahan dalam bidang sosial dan ekonomi menjadi suatu dinamika yang terjadi dalam kehidupan masyarakatnya. Perubahan yang terjadi pada masyarakat Brebes terlihat dalam beberapa hal, diantaranya dalam sistem kerja, sistem sosial, gaya hidup, tingkat pendidikan dan lain sebagainya. Perubahan sistem kerja terlihat sangat jelas. Apabila pada awalnya masyarakat bekerja dari sektor pertanian dengan waktu kerja serta tingkat pendapatan yang ditentukan oleh musim, kini masyarakat bekerja dari sektor industri khususnya industri telur asin dengan waktu kerja serta tingkat pendapatan yang ditentukan oleh tingkat kerja keras mereka. Baik itu dari segi pemilihan kwalitas bahan baku, segi pemasaran, dari segi kerja kerasnya, dari segi modal yang dimiliki serta dari segi skill yang dimiliki baik oleh pemilik usaha serta pekerjanya. Munculnya industri di suatu daerah akan menimbulkan dampak bagi masyarakat sekitar. Di Kecamatan Brebes setelah berkembangnya industri telur asin telah membawa pengaruh tehadap kehidupan sosial masyarakat. Pengaruh yang sangat nyata dengan adanya industri yaitu munculnya golongan baru dalam masyarakat yaitu dengan lahirnya golongan pengusaha, pekerja dan lain sebagainya sehingga menimbulkan stratifikasi sosial yang baru berdasarkan budaya masyarakat sekitar. Stratifikasi sosial menurut Pitirim A. Sorokin adalah pembedaan penduduk
143
atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hirarkis). Perwujudannya adalah kelas-kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah (Soekanto, 1990:228). Timbulnya stratifikasi sosial maka akan berpengaruh juga terhadap gaya hidup masyarakat sekitar, dimana sikap serta gaya hidup menjadi lebih konsumtif. Dari segi tingkat pendidikan juga terjadi perubahan yang cukup signifikan, dimana pada
awalnya
masyarakat
setempat
hanya
peduli
terhadap
skill
untuk
mengembangkan usahanya dengan mengenyam pendidikan yang minim, kini para penerus usaha telur asin nampak lebih peduli terhadap tingkat pendidikan. Hal tersebut dikarenakan, adanya perkembangan jaman yang semakin maju dengan daya saing yang semakin ketat. Dengan daya saing tersebut maka para pemilik industri dituntut untuk lebih berpendidikan agar mampu bersaing dengan pengusaha lainnya dalam hal berinovasi. Keadaan demikan pula yang mendorong terjadinya perubahan pada masyarakat Brebes. Pemaparan di atas memberikan gambaran bahwa kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Kecamatan Brebes berlangsung secara harmonis. Hal ini dapat dilihat dari hubungan sosial yang terjalin dalam masyarakat di Kecamatan Brebes sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai kekeluargaan. Dengan adanya nilai-nilai kekeluargaan 89dalam hubungan sosial diharapkan akan menjalin hubungan yang baik antara pemilik modal dengan para pekerja dalam melakukan sebuah usaha perkembangan industri yang akan menguntungkan kedua belah pihak. Dengan demikian masyarakat di Kecamatan Brebes mampu mewujudkan sebagai desa industri yang bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitarnya.