29
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berikut adalah tabel hasil penelitian mengenai Biogas dengan menggunakan bahan dasar campuran antara enceng gondok dan kotoran sapi serta air sebagai pegencer yakni dengan perbandingan campuran 1:1:1. Karena yang digunakan adalah bahan yang basah. Dalam penelitian ini yang divariasikan adalah waktu fermentasi yakni dengan melakukan penambahan waktu fermentasi 2 hari, 4 hari, 6 hari, 8 hari, 10 hari, dan 12 hari setelah proses fermentasi 21 hari berakhir. Variasi waktu fermentasi ini berakhir pada hari ke 12 karena pada hari ke 12 produksi telah berhenti yang ditandai dengan air pada manometer yang tidak naik lagi. Hal ini diakibatkan oleh bahan baku yang terdapat dalam digester telah mengendap, sehingga aliran gas terhambat (Karki, et al, 2005). Tabel 5. Hasil Pengamatan Temperatur dan Ketinggian Pada Manometer. Massa Campuran Eceng Gondok :
Hari
Temperatur (0C)
h (cm)
32 : 32 : 32
Ke 2
33
4
32 : 32 : 32
Ke 4
34
5
32 : 32 : 32
Ke 6
33
7
32 : 32 : 32
Ke 8
33
9
32 : 32 : 32
Ke 10
34
11
32 : 32 : 32
Ke 12
33
15
kotoran sapi : Air (kg)
Pada dasarnya jika berpatokan pada teori kinetik gas yaitu pada alat pengukur tekanan berupa manometer yang berisi zat cair, nilai ketinggian zat cait sudah dapat
30
mewakili atau dapat kita jadikan sebagai nilai tekanan. Akan tetapi untuk mendistribusi data tersebut kedalam persamaan PV nRT
(2.1) yaitu untuk
menentukan jumlah mol gas membutuhkan nilai tekanan dengan satuan pa, sedangkan pada nilai
ketinggian terukur hanya memilki satuan cm. Untuk
mendapatkan nilai tekanan dengan satuan pa, maka nilai ketinggian pada manometer
h ,
terlebih dahulu didistribusi kedalam persamaan P gh (2.10) dimana h
merupakan perbedaan ketinggian pada manometer. Dari hasil pengamatan pada tabel 5 diatas, terlihat bahwa nilai temperatur hampir konstan yaitu 330C dan 340C, dan nilai ketinggian air pada manometer meningkat. Hal ini disebabkan karena biogas diproduksi pada temperatur optimum yaitu 350C, diatas 350C produksi biogas akan berhenti karena bakteri akan mati, dibawah 200C produksi gas akan menurun, dan dibawah 100C produksi gas akan berhenti karena bakteri tidak akan bekerja pada suhu dingin (Karki, 2005). Oleh karena nilai temperatur hasil penelitian mendekati nilai temperatur optimum produksi biogas, maka gas metan diproduksi dengan baik oleh bakteri metanogen, sehingga produksi gas meningkat. Dari hasil pengamatan pada tabel 5, dengan menggunakan nilai temperatur, dapat ditentukan besarnya energi kinetik translasi secara analitik dengan menggunakan persamaan EK
3 kT (2.8), hasil yang diperoleh adalah seperti yang 2
terdapat dalam tabel 6. Untuk menentukan besarnya tekanan gas, digunakan nilai h pada tabel 5. Besarnya tekanan gas dapat ditentukan secara analitik dengan
31
menggunakan persamaan P gh (2.10), dengan hasil yang diperoleh adalah seperti terdapat dalam tabel 6. Tabel 6. Hasil Perhitungan Tekanan dan Energi Kinetik Translasi Rata-Rata No
Hari
h (cm)
Tekanan (pa)
Temperatur (0C)
Energi Kinetik (J)
1
2
4
392
33
633,42 x 10-23
2
4
5
490
34
635,49 x 10-23
3
6
7
686
33
633,42 x 10-23
4
8
9
882
33
633,42 x 10-23
5
10
11
1078
34
635,49 x 10-23
6
12
15
1470
33
633,42 x 10-23
Tabel diatas merupakan tabel hasil perhitungan tekanan dan energi kinetik translasi rata-rata biogas yang dihasilkan dari campuran 1:1:1 antara eceng gondok, kotoran sapi dan air. Pada variasi penambahan waktu fermentasi hari ke 2, Tekanan gas meningkat hingga variasi penambahan waktu fermentasi hari ke 12 dan berhenti pada hari ke 12 tersebut.
1600
1400
Grafik Perubahan Tekanan Per Hari
2
Tekanan (N/m )
1200
1000
800
600
400 2
4
6
8
10
12
Hari ke
Gambar 6. Grafik peningkatan Tekanan gas setiap selang waktu 2 hari
32
Dari grafik diatas merupakan grafik peningkatan tekanan gas setiap selang waktu 2 hari setelah proses fermentasi selama 21 hari. Terlihat pada grafik, tekanan gas meningkat secara perlahan di hari ke 2 hingga hari ke 12. Dari grafik ini juga dapat ditarik kesimpulan bahwa peningkatan tekanan gas pada selang waktu 2 hari setelah fermentasi juga merupakan proses dimana waktu fermentasi biogas bertambah. Begitu pula dengan hari ke 4, hari ke 6, hari ke 8, hari ke 10, dan hari ke 12. Jadi grafik tersebut juga menyatakan hubungan antara tekanan dengan waktu fermentasi, dimana semakin lama waktu fermentasi, maka tekanan gas yang dihasilkan semakin meningkat. Untuk menentukan besarnya energi dalam gas, terlebih dahulu yang dilakukan adalah menentukan nilai mol gas (n) dengan mendistribusi nilai tekanan (P), nilai temperatur (T), dan nilai volume gas kedalam persamaan PV nRT (2.1). Volume gas dalam penelitian ini adalah volume gas yang dihasilkan per kg bahan baku, dimana produksi biogas dengan bahan baku kotoran sapi adalah 0.023-0.040 m3/kg bahan, sedangkan untuk bahan baku kotoran sapi dengan campuran bahan organik lainnya produksi biogas adalah 0.028 m3/kg bahan (Karki, 2005). Dalam penelitian ini digunakan 32 kg campuran bahan kotoran sapi dengan eceng gondok, sehingga volume gas yang dihasilkan adalah 0.896 m3. Hasil yang diperoleh adalah seperti yang terdapat dalam tabel 7. Setelah nilai mol diperoleh, dari nilai tersebut dapat ditentukan nilai energi dalam gas (U) dengan menggunakan persamaan U
5 NkT (2.13). Persamaan ini 2
merujuk pada gambar gambar 2 pada kajian teori. Hasil yang diperoleh adalah
33
seperti terdapat dalam tabel 7. Untuk menentukan energi kalor, digunakan persamaan (2.14) yaitu U Q W . Karena tidak ada kerja (penekanan gas) yang dilakukan sehingga W 0 , maka Q U . Dari hasil perhitungan tersebut, diperoleh nilai Q seperti terdapat dalam tabel 7. Untuk menentukan besarnya energi dalam gas CH4, yang dilakukan terlebih dahulu adalah menentukan nilai mol gas CH4 yaitu dengan mendistribusi nilai temperatur (T), nilai tekanan (P), dan nilai volume gas CH4 kedalam persamaan
PV nRT (2.1). Dengan merujuk pada tabel 1, yaitu tabel komponen penyusun biogas, gas metan (CH4) memiliki komposisi 55-75% (Al Seadi,et al, 2008). Komposisi yang diambil adalah 65%, dari volume gas total, sehingga volume gas CH4 adalah 0.582 m3. Dari hasil perhitungan, maka didapatkan jumlah mol gas metan (CH4) seperti yang terdapat dalam tabel 7. Setelah nilai mol diperoleh, dari nilai tersebut dapat ditentukan nilai energi dalam gas (U) dari gas metan (CH4) dengan menggunakan persamaan U
5 NkT 2
(2.13). Persamaan ini merujuk pada gambar gambar 2 pada kajian teori. Hasil yang diperoleh adalah seperti terdapat dalam tabel 7. Untuk menentukan energi kalor gas metan (CH4), digunakan persamaan (2.14) yaitu U Q W . Karena tidak ada kerja (penekanan gas) yang dilakukan sehingga W 0 , maka Q U . Dari hasil perhitungan tersebut, diperoleh nilai Q gas metan (CH4) seperti terdapat dalam tabel 7.
34
Tabel 7. Tabel Hasil Perhitungan Jumlah Mol, Energi Dalam dan Energi Kalor Gas No
P (pa)
n (mol)
U (Joule)
Q (kal)
n CH4 (mol)
U CH4 (Joule)
Q CH4 (kal)
1
392
0,138
877,03
208,81
0,089
569,85
135,67
2
490
0,171
1096,62
261,1
0,111
712,3
169,59
3
686
0,241
1535,27
365,54
0,156
997,24
237,43
4
882
0,31
1973,92
469,98
0,201
1282,16
305,27
5
1078
0,378
2412,5
574,42
0,245
1567,09
373,11
6
1470
0,517
3289,86
783,3
0,34
2166,02
515,71
Gambar 7 dan gambar 8 berikut merupakan grafik hubungan jumlah mol gas dengan nilai kalor gas total dan nilai kalor gas CH4.
800
Q Gas Total
Nilai Kalor (kal)
700
600
500
400
300
200 0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
0.40
0.45
0.50
0.55
Nilai Mol (mol)
Gambar 7. Grafik Hubungan Jumlah Mol dengan Nilai Kalor Gas Total
Dari gambar 7 diatas diketahui bahwa nilai kalor gas total meningkat seiring dengan jumlah mol gas yang juga meningkat.
35
550 500
Q Gas CH 4
450
Nilai Kalor (kal)
400 350 300 250 200 150 100 0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
Nilai Mol (mol)
Gambar 9. Grafik Hubungan Jumlah Mol dengan Nilai Kalor Gas CH4
Dari gambar diatas menunjukkan bahwa nilai kalor gas CH4 meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah mol gas CH4.
800
Q total Q CH4
700
Nilai Mol (mol)
600 500 400 300 200 100 400
600
800
1000
1200
1400
1600
2
Tekanan (N/m )
Gambar 10. Grafik Hubungan Tekanan Dengan Nilai Kalor
Dari gambar 10 diatas, dapat dilihat bahwa semakin besar tekanan gas, maka nilai kalor gas juga semakin besar.
36
4.2 Pembahasan Pada dasarnya proses pembuatan biogas untuk skala penelitian atau individu membutuhkan waktu fermentasi selama 18-21 hari dengan perbandingan campuran bahan baku adalah 1:1 (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2008). Penelitian ini dilakukan dalam 2 kali proses fermentasi yaitu dalam waktu 21 hari pertama dan 21 hari kedua, hal ini dikarenakan pada proses fermentasi 21 hari pertama gas tidak terbentuk karena pengisian bahan baku yang tidak sesuai dengan standar teknik pengisian digester biogas. Dalam proses fermentasi 21 hari pertama, digunakan bahan dengan campuran masing-masing untuk eceng gondok 15 kg, kotoran sapi 15 kg dan air 15 kg. Setelah itu kembali dilakukan pengisian sesuai standar teknik pengisian digester biogas. Bahan baku yang digunakan masing-masing untuk eceng gondok 32 kg, lotoran sapi 32 kg, dan air 32 kg. Sehingga total bahan dalam digester biogas adalah 96 kg campuran antara eceng gondok, kotoran sapi, dan air. Setelah proses pengisian dilakukan, dalam waktu 21 hari berikutnya gas sudah terbentuk yang ditandai dengan naiknya permukaan zat cair pada manometer. Penggunaan bahan baku dengan campuran 32:32:32 masing-masing eceng gondok : kotoran sapi : air, dilakukan sesuai dengan standar pengisian digester biogas, dimana pengisian dilakukan memenuhi 2/3 bagian dari digester, hal ini dilakukan agar gas yang dihasilkan tertampung pada bagian paling atas dari digester dan tidak keluar melalui lubang masukan maupun lubang keluaran (Karki, 2005). Apabila pengisian bahan dibawah atau mendekati lubang keluaran maupun lubang masukan, maka gas akan mudah keluar.
37
Berikut ini adalah gambar standar pengisian bahan pada digester biogas, Ruang penampung gas
Lubang masukan Ruang penampung bahan
Lubang keluaran
Gambar 10. Standar pengisian digester biogas. Sumber: Dokumen Pribadi
Setelah pengisian bahan baku dilakukan sesuai dengan standar pengisian bahan baku biogas, pada fermentasi 21 hari berikutnya gas sudah terbentuk yang ditandai dengan naiknya posisi ketinggian air pada manometer. Sebelum dilakukan pengambilan data perubahan ketinggian air, terlebih dahulu dilakukan variasi pada waktu fermentasi yaitu dengan melakukan penambahan waktu 2 hari, 4 hari, 6 hari, dan seterusnya hingga produksi biogas berhenti. Pada variasi penambahan waktu fermentasi hari ke 12 gas sudah berhenti diproduksi yang ditandai dengan air pada manometer yang tidak naik lagi. Data hasil percobaaan, hasil perhitungan, dan grafik perbandingan dapat dilihat pada poin (4.1) yaitu hasil penelitian. Berdasarkan variasi penambahan waktu fermentasi 2 hari, 4 hari, 6 hari 8 hari, 10 hari, dan 12 hari dalam penelitian ini, dapat diketahui pada hari keberapa biogas dihasilkan dengan tekanan yang maksimum yaitu pada hari ke 12, akan tetapi tidak bisa diketahui pada hari keberapa setelah hari ke 12 tekanan gas konstan dan kemudian menurun. Hal ini disebabkan karena pengambilan data hanya sampai pada keadaan dimana gas berproduksi dengan maksimum, tidak sampai pada keadaan
38
dimana produksi gas menurun. Dalam penelitian ini juga tidak dapat diketahui pada perbandingan campuran bahan manakah biogas diproduksi dengan baik karena dalam penelitian ini perbandingan campuran masing-masing eceng gondok, kotoran sapi dan air adalah 1:1:1. Karena itu, penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya yaitu dengan menggunakan bahan yang sama tetapi dengan memvariasikan perbandingan campuran masing-masing eceng gondok, kotoran sapi, dan air 1:2:1, 2:2:1, dan perbandingan lainnya. Salah satu penelitian tentang biogas yang pernah dilakukan sebelumnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Joko Sutrisno yaitu pembutan biogas dari bahan sampah sayuran (kubis, kangkung, dan bayam). Pada penelitiannya, Joko Sutrisno menggunakan sampah sayuran seperti kubis, kangkung, dan bayam, sebagai bahan baku pembuatan biogas untuk ditentukan bahan manakah dari ketiga bahan tersebut yang menghasilkan tekanan gas tertinggi dan juga berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh masing-masing bahan untuk memproduksi gas. Dalam penelitiannya, Joko Sutrisno menggunakan masing-masing 30 kg bahan sampah sayuran dengan perbandingan campuran bahan dengan air adalah 1:1, serta penggunaan 500 ml cairan EM4 pada setiap sampel bahan. Cairan EM4 atau Effective Mikroorganisme yang digunakan merupakan cairan fermentasi yang sering digunakan untuk mempercepat pengomposan sampah organik atau kotoran hewan yang dapat meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman serta menekan aktifitas serangga hama dan mikroorganisme pathogen (Nugroho, 2005). Pembacaan tekanan gas yang dihasilkan, dilakukan selama 7 hari dengan menggunakan manometer pipa U, sedangkan lama waktu fermentasi untuk setiap sampel bahan tidak diketahui.
39
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa tekanan gas tertinggi masing-masing untuk bahan sayuran kubis adalah 52 mm, kangkung 55 mm, dan bayam 58 mm. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa bahan sayuran bayam menghasilkan tekanan gas tertinggi diantara bahan kubis dan kangkung. Untuk lama produksi gas, didapatkan bahwa untuk bahan sayuran kubis gas diproduksi selama 80 jam, untuk bahan sayuran kangkung selama 152 jam, dan sayuran bayam selama 127 jam. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa untuk menghasilkan gas, bahan sayuran kangkung membutuhkan waktu paling lama diantara bahan sayuran yang lainnya yaitu 152 jam. Penelitian yang dilakukan oleh Joko Sutrisno dengan penelitian ini memiliki hasil yang berbeda, karena bila ditinjau dari waktu produksi gas, dalam penelitian Joko Sutrisno gas berproduksi maksimum yaitu pada 152 jam atau sekitar 6 hari, sedangkan dalam penelitian ini gas berproduksi maksimum pada hari ke 12 setelah proses fermentasi atau pada variasi waktu fermentasi hari ke 12. Hal ini disebabkan karena dalam penelitiannya, Joko Sutrisno menggunakan cairan EM4 untuk mempercepat
proses
fermentasi
sehingga
waktu
yang
dibutuhkan
untuk
memproduksi gas lebih sedikit. Implementasi dari hasil penelitian ini adalah, seperti yang telah disebutkan pada latar belakang masalah, biogas merupakan sumber energi alternatif yang dapat menggantikan bahan bakar terutama untuk memasak seperti minyak tanah karena saat ini minyak tanah sudah menjadi bahan bakar yang langka. Hasil survey yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia membuktikan bahwa satu keluarga petani dengan anggota keluarga 4 orang membutuhkan minyak tanah rata-
40
rata 0.75 liter per hari, sedangkan 1 m3 biogas setara dengan 0.50-0.60 liter minyak tanah. Artinya dibutuhkan minimal 2 m3 biogas untuk memenuhi kebutuhan minyak tanah dalam sehari. Menurut (Karki, 2005) produksi biogas yang dihasilkan dari kotoran sapi adalah 0.023-0.040 m3/kg bahan baku, sedangkan produksi biogas dari kotoran sapi dengan campuran bahan organik lainnya adalah 0.028 m3/kg bahan baku. Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah sebanyak 32 kg bahan campuran kotoran sapi dengan eceng gondok, sehingga didapatkan volume biogas yang dihasilkan adalah 32 kg 0.028 m3 0.896 m3 . Karena setiap 1 m3 biogas setara dengan 0.500.60 liter minyak tanah, maka 0.896 m 3 0.50 0.448 liter. Artinya volume biogas yang didapatkan dari penelitian ini yaitu sebanyak 0.896 m3 setara dengan 0.448 liter minyak tanah. Hasil ini belum memenuhi kebutuhan rata-rata penggunaan minyak tanah dalam sehari, dimana rata-rata penggunaan minyak tanah adalah 0,75 liter. Untuk meningkatkan hasil ini, dapat digunakan bahan baku pembuatan biogas dalam jumlah yang lebih banyak. Energi kalor yang dihasilkan biogas adalah 252 kkal/0.028 m3 (Tuti, 2006). Karena volume biogas yang dihasilkan dari 32 kg bahan baku campuran kotoran sapi dengan eceng gondok adalah 0.896 m3, maka energi kalor yang dihasilkan adalah sebanyak 0,896 m 3 252 kkal 225, 792 kkal . Artinya dengan volume biogas yang didapatkan dari penelitian ini yaitu sebanyak 0,896 m3 setara dengan 225,792 kkal.