BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, melalui pendekatan inkuiri pada subkonsep faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis dilakukan dalam tiga pertemuan. Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai terlebih dahulu dilakukan tes awal, sedangkan tes akhir dilakukan setelah pembelajaran. Pembelajaran ini dimulai dari mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis kemudian membimbing siswa untuk membuat rancangan kegiatan praktikum. Pembelajaran dilakukan sesuai dengan langkahlangkah pada pembelajaran berbasis praktikum sebagai berikut: Pada pertemuan pertama dilakukan Fase Orientasi Masalah dan fase perumusan masalah. Pada fase orientasi masalah, siswa diberikan suatu permasalahan mengenai faktor yang mempengaruhi fotosintesis, misalnya Air. Siswa dibimbing oleh guru untuk membuat rumusan masalah, hipotesis, menentukan variabel penelitian dan langkah-langkah dalam kegiatan praktikum. Pada fase perumusan masalah, guru membagi kelas menjadi 5 kelompok, masingmasing kelompok terdiri atas 5-6 orang siswa. Setiap kelompok membuat satu rancangan percobaan tentang beberapa faktor yang mempengaruhi fotosintesis seperti pengaruh klorofil, cahaya dan karbondioksida dan membuktikannya dengan percobaan Sach kemudian menuliskannya pada lembar kerja siswa yang sudah disediakan guru. Rancangan percobaan yang mereka susun terdiri dari judul
44
45
percobaan, tujuan percobaan, rumusan masalah, hipotesis, variabel percobaan, alat dan bahan, serta langkah kerja. Siswa diberikan waktu selama satu minggu untuk mendiskusikan rancangan percobaan yang akan mereka lakukan. Pada pertemuan kedua, dilakukan fase melakukan penyelidikan dan fase mengatasi kesulitan. Pada fase penyelidikan, siswa mulai melakukan kegiatan penyelidikan atau praktikum sesuai dengan rancangan percobaan yang telah mereka buat yaitu mengenai pengaruh klorofil, cahaya dan karbondioksida terhadap hasil akhir fotosintesis berupa amilum melalui percobaan Sach. Siswa menyiapkan alat dan bahan yang akan mereka gunakan sesuai dengan petunjuk praktikum yang telah mereka susun. Alat yang harus mereka siapkan terdiri atas pembakar spirtus, tabung reaksi, pinset, gelas kimia, tripod, korek api, cawan Petri, dan alumunium foil. Sedangkan bahan yang digunakan terdiri atas daun tanaman, larutan iodin, air dan alkohol 70%. Para siswa juga melakukan pengamatan selama kegiatan praktikum berlangsung, mengelompokkan data hasil pengamatan ke dalam bentuk tabel. Selain itu, para siswa diminta untuk mengemukakan kesulitan yang mereka alami selama kegiatan praktikum. Pada fase mengatasi kesulitan guru menugaskan siswa untuk memikirkan berbagai cara dalam mengatasi kesulitan dalam proses penyelidikan, misalnya ketika salah satu daun ada yang sulit untuk menjadi layu dan sulitnya mendidihkan air dan alkohol kemudian siswa merancang ulang cara kerja yang mereka gunakan selama kegiatan praktikum. Ketika siswa kesulitan dalam
46
menginterpretasikan data, siswa bersama teman kelompok melakukan diskusi kecil kemudian mengkonsultasikan hasil diskusi tersebut kepada guru. Pada pertemuan ketiga, dilakukan fase refleksi hasil penyelidikan. Guru meminta setiap kelompok untuk mendiskusikan hasil pengamatannya dan dilakukan diskusi perbandingan mengenai hasil pengamatan pada masing-masing kelompok di depan kelas. Guru mengarahkan siswa untuk mengaitkan hasil pengamatan dengan teori atau konsep yang telah mereka pelajari mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi fotosintesis. Di akhir pembelajaran siswa diminta untuk menyimpulkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, menyimpulkan peran hasil fotosintesis (amilum) bagi makhluk hidup lainnya. Data hasil penelitian didapatkan melalui tes berupa uraian, tes pilihan ganda, dan lembar observasi, kemudian diolah dan dianalisis. Soal uraian diberikan untuk mengetahui pengusaan keterampilan proses sains siswa pada subkonsep faktor-faktor yang memepengaruhi fotosintesis yang terdiri atas faktor cahaya, karbondioksida, dan klorofil diperoleh dari hasil pengolahan nilai tes awal dan tes akhir yang dapat dilihat pada lampiran D1 sampai D12. Selain itu, terdapat pula hasil pengolahan lembar observasi untuk mengetahui keterampilan proses siswa dalam melaksanakan praktikum. Soal pilihan ganda diberikan kepada siswa untuk mengetahui penguasaan konsep siswa. 1. Keterampilan Proses Sains a. Hasil tes awal dan tes akhir soal uraian keterampilan proses sains Tes awal dilakukan untuk mengetahui keterampilan proses sains awal siswa mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis. Setelah
47
pembelajaran, siswa diberikan tes akhir untuk mengukur keterampilan proses sains setelah pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum. Kedua data tersebut masih merupakan data mentah, sehingga kemudian dikonversikan ke dalam skala nilai 0-100. Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mengetahui nilai rata-rata dan standar deviasi dari seluruh jenis keterampilan proses sains. Adapun hasil perhitungan selengkapnya terdapat pada lampiran D.1 dan D.2, dan terangkum dalam Tabel 4.1 di bawah ini: Tabel 4.1 Hasil Analisis Nilai Tes Awal dan Tes Akhir Keterampilan Proses Sains Hasil Tes Awal Tes Akhir Rata-rata 35 72,08 SD 8,0 1,16 Min 16 46 Maks. 52 92 Nilai ideal 100 100 n 26 26 N-Gain
0,57 (Sedang)
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan penguasaan keterampilan proses sains. Peningkatan tersebut dapat terlihat dari perolehan selisih nilai rata-rata tes awal dan nilai rata-rata tes akhir serta hasil perhitungan nilai N-Gain yang diperoleh sebesar 0,57 termasuk kriteria sedang. Setelah dilakukan analisis terhadap nilai rata-rata tes awal dan tes akhir dari seluruh jenis keterampilan proses sains, kemudian dilakukan perhitungan nilai rata-rata tes awal dan tes akhir dari setiap jenis keterampilan proses sains serta menghitung indeks gain (gain ternormalisasi) dari skor hasil pretes dan postes yang telah dilaksanakan oleh siswa. Nilai rata-rata tersebut kemudian
48
dikonversikan ke dalam nilai N-Gain untuk mengetahui kriteria peningkatan keterampilan proses sains yang telah dicapai oleh siswa. Adapun hasil perhitungan selengkapnya terdapat pada lampiran D.3 sampai lampiran D.12, dan terangkum dalam Tabel 4.2 di bawah ini: Tabel 4.2 Hasil Analisis Nilai Rata-rata Setiap Jenis Keterampilan Proses Sains
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Jenis KPS Merencanakan Percobaan Mengajukan Pertanyaan Berhipotesis Mengklasifikasikan Mengamati Menerapkan Konsep Prediksi Komunikasi Interpretasi Menggunakan Alat Dan Bahan Rata-rata
RataRataRataRata Tes Rata Tes Rata Awal Akhir N-Gain
Kriteria
34,62
63,71
0,41
Sedang
15,4
73,1
0,69
Sedang
17,3 76,92 52,6 32,97 44,23 12,8 44,23
75 96,15 79,5 78,57 94,23 82,1 77,8
0,63 0,40 0,51 0,68 0,76 0,76 0,49
Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Tinggi Sedang
21,15
57,69
0,57
Sedang
0,57
Sedang
Melalui Tabel 4.2 terlihat nilai rata-rata dan kriteria peningkatan pada setiap jenis keterampilan proses sains. Jenis keterampilan proses yang memiliki kriteria peningkatan tinggi dengan perolehan nilai N-Gain sebesar 0,76 yaitu keterampilan memprediksi dan keterampilan komunikasi, sedangkan jenis keterampilan proses lainnya termasuk kriteria sedang dengan perolehan nilai NGain yang bervariasi.
49
b. Hasil Lembar Observasi Lembar
observasi
digunakan
untuk
mengetahui
kemunculan
keterampilan proses sains pada pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri. Keterampilan proses sains yang diharapkan muncul pada lembar
observasi
mengajukan
terdiri
pertanyaan,
atas
keterampilan
berhipotesis,
merencanakan
mengklasifikasikan,
percobaan, mengamati,
berkomunikasi, menerapkan konsep, prediksi, interpretasi, menggunakan alat dan bahan serta melaksanakan percobaan. Lembar observasi digunakan pada saat kegiatan praktikum berlangsung. Data yang telah diperoleh kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan perhitungan menurut Purwanto (2004:102), untuk mengetahui persentase rata-rata kemunculan setiap jenis keterampilan proses sains siswa. Adapun hasil perhitungan selengkapnya terdapat pada lampiran D.13, dan terangkum dalam Tabel 4.3 di bawah ini:
Tabel 4.3 Persentase Kemunculan Keterampilan Proses Sains No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Jenis KPS
Rata-Rata (%)
Merencanakan Percobaan Mengajukan Pertanyaan Berhipotesis Mengklasifikasikan Mengamati Menerapkan Konsep Prediksi Komunikasi Interpretasi Menggunakan Alat Dan Bahan
73,47 84 88 80 70 76 84 64 84 66,85
11. Melaksanakan percobaan Rata-rata
70,66 76,45
50
Berdasarkan Tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa persentase rata-rata kemunculan setiap jenis keterampilan proses sains dalam kegiatan praktikum dengan pendekatan inkuiri secara keseluruhan adalah sebesar 76,45%. Jenis keterampilan yang memiliki persentase rata-rata kemunculan paling tinggi adalah keterampilan berhipotesis dengan rata-rata kemunculan sebesar 88% sedangkan persentase kemunculan keterampilan proses sains yang paling rendah adalah keterampilan komunikasi dengan rata-rata kemunculan sebesar 64%.
2. Penguasaan konsep a. Hasil tes awal dan tes akhir penguasaan konsep Tes awal dilakukan untuk mengetahui penguasaan konsep awal siswa mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis. Setelah pembelajaran, siswa diberikan tes akhir berupa soal pilihan ganda untuk mengukur penguasaan konsep setelah pembelajaran dengan pendekatan inkuiri melalui pembelajaran berbasis praktikum. Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mengetahui nilai rata-rata dan standar deviasinya. Adapun hasil perhitungan selengkapnya terdapat pada lampiran D.14, dan terangkum dalam Tabel 4.4 di bawah ini: Tabel 4.4 Hasil Analisis Nilai Tes Awal dan Tes Akhir Penguasaan konsep Hasil Rata-rata SD Min Maks. Nilai ideal n N-Gain
Tes Awal Tes Akhir 49,23 68,07 1,05 1,95 30 30 70 100 100 100 26 26 0,37 (Sedang)
51
Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan hasil tes penguasaan konsep setelah pembelajaran berbasis praktikum pada subkonsep faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis. Peningkatan penguasaan konsep terlihat dari perolehan nilai tes awal dan tes akhir siswa yang cukup besar. Selain itu, peningkatan pengusaan konsep juga dapat diketahui dari hasil perhitungan rata-rata nilai N-Gain yaitu sebesar 0,38 termasuk kriteria sedang.
3. Analisis Regresi dan Korelasi Keterampilan Proses Sains dengan Penguasaan konsep Perhitungan regresi dan korelasi antara keterampilan proses sains dengan penguasaan konsep dilakukan dengan menggunakan bantuan prgram SPSS 16.0. Nilai rata-rata tes akhir keterampilan proses sains dikorelasikan dengan nilai rata-rata tes akhir penguasaan konsep. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran D.17 dan terangkum dalam Tabel 4.5 berikut: Tabel 4.5 Rekap Hasil Perhitungan Analisis Regresi dan Korelasi Rumus Regresi ݕො = −8,595 + 1,064 ܺ
Korelasi 0,632
Kesimpulan Tinggi
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa persamaan regresi yang ditemukan antara keterampilan proses sains dengan penguasaan konsep memenuhi persamaan : ݕො = −8,595 + 1,064 ܺ
52
Penguasaan konsep adalah variabel terikat (Y), sedangkan keterampilan proses sains adalah variabel bebas (X). Diketahui pula bahwa koefisien korelasi (dilihat dari persentase perbedaan dari variabel bebas dan variabel terikat) sebesar 0,632 yang dikategorikan tinggi (Arikunto, 2007).
B. Pembahasan 1. Keterampilan proses sains Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 secara keseluruhan terjadi peningkatan keterampilan proses sains setelah dilakukan pembelajaran berbasis praktikum. Melalui Tabel 4.1 diketahui bahwa sebelum dilakukan pembelajaran berbasis praktikum nilai rata-rata keterampilan proses sains sebesar 35. Rendahnya skor yang didapat oleh siswa sebelum pembelajaran dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor eksternal maupun faktor internal. Faktor internal misalnya ketika tes awal dilakukan, ada beberapa siswa yang tidak memiliki persiapan untuk menjawab soal karena tidak terbiasa belajar sehari atau pada malam hari sebelum pembelajaran dimulai. Rendahnya pengetahuan siswa mengenai metode ilmiah (indikator keterampilan proses sains) menyebabkan hasil tes awal yang dicapai menjadi rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh pengalaman belajar siswa yang kurang bermakna, karena guru cenderung mengajar dengan metode ceramah dan kurang melatihkan keterampilan proses sains yang merupakan keterampilan yang dapat diamati pada saat kegiatan praktikum berlangsung. Fakta tersebut didukung juga dengan pernyataan yang dilaporkan oleh Subiantoro (2009)
53
bahwa kecenderungan guru membelajarkan siswanya dengan metode yang kurang representatif dan mendukung pemenuhan kebutuhan keilmuan IPA termasuk Biologi. Dengan kenyataan tersebut maka siswa kurang diberi kesempatan untuk melatihkan keterampilan proses sains mereka. Setelah dilakukan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum maka keterampilan proses sains siswa meningkat menjadi 72,08. Salah satu hal yang mendukung pencapaian ini adalah karena pembelajaran yang telah dilakukan dapat memotivasi siswa, siswa menjadi lebih aktif dalam mencari informasi untuk memecahkan masalah mereka melalui kegiatan praktikum. Hal ini sejalan dengan
pernyataan yang dikemukakan oleh
Subiantoro (2009) bahwa di dalam kegiatan praktikum sangat dimungkinkan adanya penerapan beragam keterampilan proses sains sekaligus pengembangan sikap ilmiah yang mendukung proses perolehan pengetahuan (produk keilmuan) dalam diri siswa. Peningkatan keterampilan proses sains ini didukung pula oleh temuan-temuan sebelumnya yang telah dilakukan oleh beberapa penulis (Sudargo, 2009 dan Trisnawati, 2009). Sudargo (2009) melaporkan bahwa capaian keterampilan proses sains siswa setelah pembelajaran berbasis praktikum menjadi meningkat dan memiliki kategori baik dan sangat baik. Peningkatan keterampilan proses sains siswa dapat pula dilihat dari perbedaan nilai Standar Deviasi (SD) antara tes awal dan tes akhir. Data tersebut menunjukkan bahwa nilai rata-rata siswa mengalami peningkatan, meskipun angka
peningkatan
tersebut
tidak
terlalu
besar.
Kriteria
peningkatan
keterampilan proses sains diperoleh dari hasil perhitungan indeks gain (N-Gain)
54
menunjukkan bahwa kriteria peningkatan keterampilan proses sains siswa termasuk kriteria sedang dengan perolehan angka N-Gain sebesar 0,57. Peningkatan keterampilan proses sains tersebut sesuai dengan pernyataan Rustaman, et al., (2003:129) bahwa dengan kegiatan praktikum berarti siswa melakukan kegiatan yang mencakup pengendalian variabel, pengamatan, melibatkan pembanding atau kontrol, dan penggunaan alat-alat praktikum. Subiantoro (2009) menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses merupakan pembelajaran yang ideal bagi pemenuhan tuntutan penerapan proses sains serta sikap ilmiah. Secara umum, pembelajaran dengan
pendekatan
keterampilan
proses
ini
dapat
dilakukan
melalui
pembelajaran model inkuiri atau pembelajaran berbasis praktikum. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas maka melalui pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri dapat melatihkan siswa untuk menemukan sendiri mengenai suatu konsep dan siswa juga terlatihkan untuk mempelajari sains melalui proses sains dengan menggunakan metode ilmiah. Adapun kegiatan yang dipraktikumkan oleh siswa yaitu beberapa percobaan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis melalui pembuktian percobaan Sach. Dalam pembelajaran ini, siswa dilatihkan seluruh jenis keterampilan proses sains, mulai dari merencanakan percobaan, membuat pertanyaan, membuat hipotesis, mengamati, mengklasifikasi, memprediksi, berkomunikasi, interpretasi, menggunakan alat dan bahan sampai melakukan kegiatan eksperimen. Untuk mengetahui secara lebih rinci mengenai peningkatan
55
keterampilan proeses sains siswa, berikut ini penjelasan setiap jenis keterampilan proses sains. 1) Keterampilan merencanakan percobaan Rustaman et.al. (2003) menyatakan bahwa ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam merencanakan percobaan meliputi menentukan alat dan bahan, menentukan variabel, menentukan apa yang akan di ukur, diamati, dicatat serta menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah kerja. Keterampilan merencanakan percobaan yang terdiri atas indikator menentukan alat dan bahan, menentukan variabel, dan menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah kerja memperoleh nilai rata-rata tes awal sebesar 34,62 dan tes akhir sebesar 63,7 dengan nilai N-Gain sebesar 0,41 termasuk kriteria sedang. Adanya peningkatan ini juga didukung oleh data hasil observasi yang menunjukan rata-rata 73,47% memunculkan keterampilan merencanakan percobaan. Peningkatan keterampilan merencanakan percobaan terjadi karena pengaruh pembelajaran berbasis praktikum yang telah dilakukan. Seperti telah diketahui bahwa dalam pembelajaran berbasis praktikum memalui pendekatan inikuiri bebas, siswa terlebih dahulu harus membuat rancangan kegiatan praktikum secara berkelompok kemudian rancangan tersebut dikonsultasikan kepada guru sebelum dilakukan percobaan. Siswa diberi waktu selama satu minggu untuk membuat suatu rancangan kegiatan praktikum. Lamanya waktu yang diberikan guru kepada siswa dalam membuat rancangan suatu kegiatan praktikum menyebabkan pemahaman siswa dalam merancang suatu praktikum
56
menjadi lebih bertambah. Dengan demikian, keterampilan siswa dalam merencanakan percobaan menjadi meningkat. 2) Keterampilan mengajukan pertanyaan Keterampilan mengajukan pertanyaan dapat berupa meminta penjelasan, tentang apa, mengapa, bagaimana, atau menanyakan latar belakang hipotesis. (Rustaman et al., 2003:102). Dalam penelitian ini pertanyaan yang diajukan berupa pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis yaitu membuat rumusan masalah. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari tes uraian yang dipaparkan pada Tabel 4.2, keterampilan mengajukan pertanyaan memperoleh nilai N-Gain sebesar 0,69 termasuk kriteria sedang. Selain itu, data yang diperoleh dari lembar observasi menunjukkan sebesar 84% siswa mampu memunculkan keterampilan dalam mengajukan pertanyaan. Di awal pembelajaran, secara keseluruhan siswa masih tidak mengerti dalam membuat rumusan masalah bahkan ada beberapa siswa yang tidak tahu apa yang dimaksud dengan rumusan masalah atau pertanyaan penelitian, sehingga pada tes awal yang telah dilakukan nilai rata-rata yang diperoleh hanya 15,4. Hal ini dapat disebabkan karena pembelajaran yang dilakukan selama ini hanya menuntut siswa untuk mendengarkan penjelasan dari guru tanpa melatihkan siswa untuk mempelajari biologi melalui kegiatan praktikum khususnya dengan pendekatan inkuiri. Berdasarkan hasil temuan peneliti selama di lapangan, diketahui bahwa di sekolah tersebut jarang sekali dilakukan
57
kegiatan praktikum walaupun alat dan bahan yang tersedia di laboratorium sebenarnya sudah sangat mendukung terlaksananya kegiatan praktikum. Setelah dilakukan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum nilai rata-rata tes akhir siswa mengalami peningkatan. Peningkatan keterampilan siswa dalam mengajukan pertanyaan dapat disebabkan oleh siswa sudah terlatih dalam membuat rumusan masalah selama kegitan merancang percobaan. Lamanya waktu yang diberikan kepada siswa dalam melatihkan keterampilan mengajukan pertanyaan sama dengan waktu siswa dalam merencanakan
percobaan,
sehingga
capaian
peningkatan
siswa
dalam
mengajukan pertanyaan termasuk kriteria sedang dengan persentase kemunculan yang baik. Data mengenai peningkatan keterampilan siswa dalam mengajukan pertanyaan sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Kholil (2009) bahwa
keterampilan-keterampilan
proses
sains
adalah
keterampilan
-
keterampilan yang dipelajari siswa saat mereka melakukan inkuiri ilmiah. Hal ini menunjukkan bahwa setelah siswa mengikuti kegiatan praktikum dengan pembelajaran berbasis praktikum, kemampuan siswa dalam membuat pertanyaan dapat dilatihkan dengan baik.
3) Keterampilan berhipotesis Hipotesis menyatakan hubungan antara dua variabel, atau mengajukan perkiraan penyebab sesuatu terjadi (Rustaman, et.al. 2003:95). Perumusan Hipotesis adalah perumusan dugaan yang masuk akal yang dapat diuji tentang
58
bagaimana atau mengapa sesuatu terjadi (Kholil, 2008). Dalam penelitian ini, indikator yang digunakan untuk mengetahui keterampilan siswa dalam membuat hipotesis yaitu mengetahui bahwa ada lebih dari satu kemungkinan penjelasan dalam suatu kejadian. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.2, melalui tes uraian terlihat bahwa keterampilan berhipotesis siswa memiliki rata-rata hasil tes awal sebesar 17,3. Seperti halnya keterampilan merumuskan masalah, dalam membuat hipotesis pun siswa cenderung mengalami kesulitan bahkan ada beberapa siswa yang tidak mengisi jawaban tes sama sekali. Rendahnya rata-rata tes awal dapat disebabkan oleh ketidaktahuan siswa mengenai cara membuat hipotesis, karena pada pembelajaran biasanya siswa tidak dilatihkan untuk membuat hipotesis yang merupakan keterampilan yang harus dikuasai oleh siswa dalam mempelajari biologi sebagai proses sains. Setelah dilakukan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, terdapat peningkatan rata-rata tes akhir siswa menjadi 75 dan persentase kemunculan berhipotesis siswa sebesar 88% dengan kriteria peningkatan yang sedang. Fakta tersebut didukung oleh suatu pernyataan yang dikemukakan oleh Trihastuti, et al. (2009) bahwa eksperimen melibatkan pertanyaan-pertanyaan, pengamatan-pengamatan dan pengukuran. Eksperimen (praktikum) merupakan landasan sains yang dirancang untuk menguji pertanyaan-pertanyaan dan ide-ide. Dengan demikian, melalui kegiatan pembelajaran berbasis praktikum siswa tidak hanya dituntut untuk melakukan kegiatan praktikum akan tetapi mereka juga dilatihkan untuk membuat suatu
59
pertanyaan dan kemudian membuat dugaan sementara (hipotesis) yang pada kegiatan selanjutnya menguji pertanyaan tersebut melalui kegiatan praktikum. 4) Keterampilan mengklasifikasi Sejumlah besar objek, peristiwa, dan segala yang ada dalam kehidupan di sekitar, lebih mudah dipelajari apabila dilakukan dengan cara menentukan berbagai jenis golongan. Menggolongkan dan mengamati persamaan, perbedaan dan hubungan serta pengelompokan objek berdasarkan kesesuaian dengan berbagai tujuan. Keterampilan mengidentifikasi persamaan dan perbedaan berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khususnya sehingga didapatkan golongan atau kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud (Trihastuti, et.al. 2009). Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa membandingkan hasil kegiatan praktikum mereka. Berdasarkan hasil pengamatan yang sudah dipaparkan pada Tabel 4.2, keterampilan mengklasifikasikan memperoleh nilai rata-rata hasil tes awal sebesar 76,92. Pada tes awal secara keseluruhan siswa mampu membedakan data hasil penelitian yang dijabarkan dalam bentuk tabel, sehingga nilai rata-rata tes awal siswa cukup baik. Artinya pada pembelajaran biasanya siswa sudah terbiasa dengan kegiatan mengklasifikasikan (membedakan) data hasil pengamatan. Setelah dilakukan pembelajaran berbasis praktikum, nilai rata-rata siswa mengalami peningkatan menjadi 96,15. Hal ini menunjukkan bahwa melalui
pembelajaran
berbasis
praktikum
keterampilan
siswa
dalam
mengklasifikasikan data lebih terlatihkan. Kriteria peningkatan yang diperoleh dari hasil perhitungan N-Gain termasuk kriteria sedang. Data tersebut juga
60
didukung dengan hasil persentase kemunculan keterampilan mengklasifikasikan sebesar 80%. Artinya bahwa secara keseluruhan siswa sudah menguasai keterampilan mengklasifikasikan data. Klasifikasi merupakan keterampilan yang didasarkan pada keterampilan observasi (Rustaman, et al., 2003:98). Jadi keterampilan klasifikasi merupakan keterampilan yang muncul setelah siswa melalukan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan observasi siswa juga memiliki kriteria yang sedang. 5) Keterampilan mengamati Pengamatan adalah penggunaan beberapa indera. Mengamati dengan penglihatan, pendengaran, pengecapan, perabaan, dan pembauan (Kholil, 2008). Keterampilan
mengamati
terdiri
atas
beberapa
menggunakan sebanyak mungkin indera dan
indikator
diantaranya
mengumpulkan/ menggunakan
fakta yang relevan (Rustaman et.al.2003: 102). Idikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan fakta yang relevan (menggunakan fakta hasil pengamatan). Melalui Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa keterampilan mengamati mengalami peningkatan penguasaan dilihat dari nilai rata-rata tes awal dan tes akhir, serta hasil perhitungan indeks gain (N-Gain) yang termasuk kriteria sedang. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa melalui penerapan pembelajaran berbasis praktikum, terjadi peningkatan penguasaan keterampilan siswa dalam mengamati (menggunakan fakta hasil penelitian). Peningkatan keterampilan siswa dalam mengamati dapat disebabkan oleh keterlibatan siswa secara langsung dalam melakukan pengamatan secara menyeluruh untuk
61
mengamati proses yang berlangsung selama kegiatan praktikum, sehingga setelah kegiatan praktikum selesai siswa mampu menggunakan fakta-fakta yang mereka temukan (melalui proses pengamatan) secara lebih baik. Selama kegiatan praktikum berlangsung, siswa sangat termotivasi untuk mengamati setiap kegiatan yang mereka lakukan. Siswa sangat tertarik untuk melakukan pengamatan terhadap objek praktikum. Hal ini juga didukung hasil perhitungan yang diperoleh melalui lembar observasi yang menunjukkan bahwa 70% siswa mampu memunculkan keterampilan mengamati. Fakta ini juga sejalan dengan pernyataan yang disampaikan oleh Rustaman, et al., (2005) bahwa praktikum merupakan sarana terbaik untuk pengembangan KPS, karena dalam praktikum siswa dilatih untuk mengembangkan segenap inderanya. 6) Keterampilan menerapkan konsep Peningkatan keterampilan siswa dalam menerapkan konsep terlihat dari nilai N-Gain sebesar 0,68 termasuk kriteria sedang. Hal ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan pembelajaran berbasis praktikum secara keseluruhan siswa mampu menerapkan konsep yang sudah mereka miliki pada situasi yang baru. Konsep fotosintesis telah mereka dapatkan semasa sekolah dasar dahulu sehingga ketika siswa mempelajari kembali konsep fotosintesis, siswa tersebut sebenarnya sudah memiliki suatu pemahaman mengenai konsep-konsep yang dipelajari pada materi fotosintesis. Sehingga pada saat mereka melakukan kegiatan praktikum mengenai konsep faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis, mereka mampu mengaplikasikan pengetahuan yang sudah mereka miliki pada situasi yang baru yaitu pada saat mereka melakukan kegiatan
62
praktikum. Fakta ini sejalan dengan penyataan yang dikemukakan oleh Rustaman, et al., (2003:96) yang menyatakan bahwa apabila seorang siswa mampu menjelaskan peristiwa baru dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki, berarti ia menerapkan prinsip yang telah dipelajarinya. Begitu pula apabila siswa menerapkan konsep yang telah dipelajarinya pada situasi baru. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Funk dalam Trihastuti, et al (2009) bahwa keterampilan proses dapat mengembangkan hakikat ilmu pengetahuan siswa. Siswa terdorong untuk memperoleh ilmu pengetahuan dengan baik karena lebih memahami fakta dan konsep ilmu pengetahuan. 7) Keterampilan prediksi Prediksi merupakan keterampilan meramal yang akan terjadi, berdasarkan gejala yang ada. Keteraturan dalam lingkungan kita mengizinkan kita untuk mengenal pola dan untuk memprediksi terhadap pola-pola apa yang mungkin dapat diamati. Dimyati dan Mudjiono (dalam Trihastuti, et al. 2009) menyatakan bahwa memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam pengetahuan. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pola-pola hasil pengamatan. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa terdapat peningkatan keterampilan siswa dalam melakukan prediksi. Kriteria peningkatan keterampilan siswa dalam memprediksi dapat terlihat dari nilai N-Gain sebesar 0,76 termasuk kriteria tinggi. Tingginya kriteria keterampilan siswa dalam memprediksi dapat
63
disebabkan oleh keterampilan siswa dalam melakukan interpretasi suatu data. Menurut Rustaman, et al., (2003:100) melalui interpretasi, siswa akan menemukan suatu pola. Setelah siswa mengenali pola tertentu, mereka diajak untuk memperkirakan hal-hal yang belum terjadi berdasarkan pola tersebut. Melalui cara ini prediksi akan lebih nyata bagi siswa dan jelas perbedaannya dengan meramal biasa atau berhipotesis. Tingginya kriteria peningkatan keterampilan siswa dalam memprediksi juaga didukung oleh data yang diperoleh melalui lembar observasi mengenai persentase kemunculan keterampilan prediksi sebesar 84%. Hal ini disebabkan oleh pada pembelajaran sebelumnya siswa belum terbiasa untuk membuat prediksi mengenai suatu kejadian yang akan mereka amati pada kegiatan praktikum. Akan tetapi setelah dilakukan pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri bebas, siswa sudah mulai terlatihkan untuk memperkirakan hal-hal yang belum terjadi berdasarkan pola hasil pengamatan yang diperoleh dari kegiatan praktikum. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa keterampilan memprediksi dapat dilatihkan melalui pembelajaran berbasis praktikum. Hal ini sesuai dengan pendapat Subiantoro (2009) bahwa Pembelajaran dengan pendekatan inkuiri atau pembelajaran berbasis praktikum merupakan pembelajaran yang ideal bagi pemenuhan tuntutan penerapan proses sains serta sikap ilmiah salah satunya keterampilan siswa dalam memprediksi. 8) Keterampilan komunikasi Manusia mulai belajar pada awal-awal kehidupan bahwa komunikasi merupakan dasar untuk memecahkan masalah. Menurut Dimyati dan Mudjiono
64
(dalam Trihastuti, et al 2009) mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai penyampaikan dan memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara dan visual. Contoh membaca peta, Tabel, grafik, bagan, lambang-lambang, diagram, dan demontrasi visual. Peningkatan keterampilan komunikasi terlihat dari nilai N-Gain sebesar 0,76 termasuk kriteria tinggi. Artinya siswa dapat dikatakan sudah mampu mengkomunikasikan hasil pengamatannya baik secara lisan maupun tulisan. Keterampilan siswa dalam mengkomunikasikan hasil pengamatan secara tulisan diukur melalui tes keterampilan proses dan kegiatan siswa dalam membuat laporan
praktikum
sementara,
sedangkan
keterampilan
siswa
dalam
mengkomunikasikan hasil pengamatan secara lisan diukur pada saat kegiatan diskusi berlangsung. Luasnya kesempatan bagi siswa dalam melatihkan keterampilan komunikasi dapat menyebabkan keterampilan komunikasi siswa menjadi meningkat dengan sangat baik. Kenyataan ini didukung pula oleh data yang diperoleh melalui lembar observasi siswa, menunjukkan 64% siswa mampu memunculkan keterampilan komunikasi. Selama kegiatan praktikum berlangsung,
siswa
sangat
antusias
dalam
mengkomunikasikan
hasil
pengamatannya baik secara lisan maupun tulisan. Fakta tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Susanto (2002:65) bahwa dalam kegiatan eksperimen banyak keterampilan proses yang dapat digunakan. 9) Keterampilan interpretasi Keterampilan interpretasi merupakan keterampilan siswa dalam mencatat setiap hasil pengamatan secara terpisah, menghubung-hubungkan hasil
65
pengamatan, dan menemukan pola atau keteraturan dari satu seri pengamatan tentang suatu pengamatan. (Rustaman, et.al. 2003: 94). Dalam penelitian ini indikator yang dilatihkan adalah menarik kesimpulan. Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 4.2, keterampilan interpretasi (menarik kesimpulan) setelah pembelajaran berbasis praktikum termasuk kategori sedang dengan perolehan nilai N-Gain sebesar 0,49. Fakta tersebut didukung pula oleh data yang diperoleh melalui lembar observasi siswa menunjukkan persentase kemunculan sebesar 84%. Menurut Rustaman, et al., (2003:99), dalam mengembangkan keterampilan interpretasi dapat dilakukan dengan meminta kepada siswa untuk menemukan pola dari sejumlah data yang sudah dikumpulkan, kemudian mengajak siswa untuk mengartikan maksud atau makna dari suatu data dengan menarik kesimpulan. Peningkatan
keterampilan
interpretasi
berpengaruh
pula
terhadap
keterampilan siswa dalam memprediksi. Hal ini menunjukkan bahwa ketika siswa sudah sangat baik dalam melakukan prediksi berdasarkan pola hasil pengamatan, maka keterampilan siswa dalam menginterpretasikan data juga mengalami peningkatan. Pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri bebas, dapat melatihkan keterampilan siswa dalam menginterpretasikan suatu data dengan baik. Hal ini didukung dengan pernyataan yang dipaparkan oleh Funk (dalam Trihastuti, et.al. 2009) bahwa pembelajaran melalui keterampilan proses akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak hanya menceritakan, dan atau mendengarkan sejarah ilmu pengetahuan.
66
Melalui kegiatan praktikum siswa dituntut untuk dapat menginterpretasikan hasil penelitiannya yang kemudian akan dikomunikasikan kepada banyak orang. 10) Keterampilan menggunakan alat dan bahan Kegiatan praktikum tidak terlepas dari keterampilan siswa dalam menggunakan alat dan bahan, terdiri atas beberapa indikator memakai alat/ bahan, mengetahui alasan mengapa menggunakan alat dan bahan, dan mengetahui bagaimana menggunakan alat dan bahan. (Rustaman, et.al. 2003:103). Dalam penelitian ini, indikator yang digunakan adalah menentukan alat dan bahan atau sumber yang akan digunakan dan mengetahui alasan mengapa mengggunakan alat atau bahan. Peningkatan keterampilan menggunakan alat dan bahan terlihat dari besarnya nilai N-Gain yang diperoleh yaitu sebesar 0,57 termasuk kriteria sedang. Pada awal pembelajaran, ada beberapa siswa yang masih belum mengenal alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum dan mereka juga kurang mengerti alasan mengapa mereka menggunakan alat dan bahan dalam kegiatan praktikum. Hal ini disebabkan karena pada saat kegiatan praktikum, siswa hanya melakukan pengamatan pada objek yang akan mereka amati tanpa mengetahui alat dan bahan apa saja yang harus mereka gunakan, karena pada umunya guru sudah mempersiapkan sebelum kegiatan praktikum berlangsung tanpa melibatkan siswa untuk menentukan alat dan bahan yang akan digunakan. Setelah dilakukan pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri bebas, siswa dituntut untuk menentukan alat dan bahan, mengetahui alasan mengapa menggunakan alat dan bahan serta mengetahui bagaimana cara
67
menggunakan alat/ bahan tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh Rustaman, et al. (2003) yang menyatakan bahwa kegiatan praktikum dapat dikategorikan sebagai belajar penemuan atau Hands on. Kegiatan praktikum merupakan kegiatan belajar mengajar yang memberikan pengalaman belajar langsung kepada siswa. Rustaman, et al. (2003:93) menyatakan bahwa keterampilan proses melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual, manual, dan sosial. Keterampilan kognitif atau intelektual terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses siswa menggunakan pikirannya. Keterampilan manual jelas terlibat dalam keterampilan proses karena mungkin mereka melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan, atau perakitan alat. Dengan keterampilan sosial dimaksudkan bahwa mereka berinteraksi dengan sesamanya dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan keterampilan proses, misalnya mendiskusikan hasil pengamatan. 11) Keterampilan melaksanakan kegiatan praktikum Data yang diperoleh melalui lembar observasi siswa menunjukan bahwa keterampilan melaksanakan percobaan memiliki persentase kemunculan sebesar 70,66%. Keterampilan siswa dalam melaksanakan kegiatan praktikum secara keseluruhan termasuk kategori sedang. Artinya melalui pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri bebas siswa sudah mampu melakukan kegiatan praktikum yang sudah mereka rancang sendiri dengan sedang baik. Hal ini didukung dengan pernyataan yang dikemukan oleh Dimyati (dalam Trihastuti, et.al. 2009) memuat ulasan mengenai keterampilan proses yang
68
diambil dari pendapat Funk sebagai berikut: (1) Keterampilan proses dapat mengembangkan hakikat ilmu pengetahuan siswa. Siswa terdorong untuk memperoleh ilmu pengetahuan dengan baik karena lebih memahami fakta dan konsep ilmu pengetahuan; (2) Pembelajaran melalui keterampilan proses akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak hanya menceritakan, dan atau mendengarkan sejarah ilmu pengetahuan; (3) Keterampilan proses dapat digunakan oleh siswa untuk belajar proses dan sekaligus produk ilmu pengetahuan. Keterampilan Proses sains memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara nyata bertindak sebagai seorang ilmuwan (Dimyati dalam Trihastuti, et al. 2009). Dari uraian di atas dapat diutarakan bahwa penerapan pembelajaran berbasis praktikum menuntut adanya keterlibatan fisik dan mental-intelektual siswa. Hal ini dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan intelektual atau kemampuan berfikir siswa. Selain itu juga mengembangkan sikap-sikap
ilmiah
dan
kemampuan
siswa
untuk
menemukan
dan
mengembangkan fakta, konsep, dan prinsip ilmu atau pengetahuan.
2. Penguasaan Konsep Menurut Oemar Hamalik (2006:30), berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Ranah Kognitif berkenaan dengan penguasaan konsep intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan peskoran. Mengacu pada teori yang
69
dikemukakan oleh Bloom, maka pada penelitian ini tes penguasaan konsep siswa berupa tes pilihan ganda disusun mulai dari jenjang kognitif C1 (ingatan), C2 (pemahaman), C3 (penerapan), C4 (analisis), C5 (evaluasi) dan C6 (sintesis). Berdasarkan hasil pengolahan data penelitian, dapat terlihat bahwa perolehan nilai rata-rata penguasaan konsep siswa dalam pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri bebas memperoleh peningkatan nilai ratarata tes awal dan tes akhir. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Rustaman, et.al (2003:129) bahwa dengan melakukan kegiatan praktikum penguasaan konsep siswa akan bertahan lebih lama dalam ingatan siswa. Sehingga pada saat dilakukan tes akhir mengenai penguasaan konsep yang dilakukan setelah pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri bebas terdapat peningkatan yang cukup baik, hal ini disebabkan karena konsep yang mereka dapatkan pada saat kegiatan praktikum berlangsung tertanam lebih lama dalam ingatan siswa. Kriteria peningkatan penguasaan konsep siswa setelah penerapan pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri bebas dapat dilihat pada Tabel 4.4. Hasil rata-rata tes awal sebesar 49,23 sedangkan setelah pembelajaran berbasis praktikum rata-rata tes akhir siswa menjadi meningkat sebesar 68,07 dengan N-Gain sebesar 0,384 (rendah). Peningkatan penguasaan konsep yang rendah setelah dilakukan pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri bebas, dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Baharudin (2008:19), secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
70
Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi dalam proses belajar individu sehingga menentukan kualitas penguasaan konsep. Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi rendahnya peningkatan penguasaan konsep siswa adalah kondisi saat praktikum berlangsung. Kegiatan praktikum lebih menuntut kepada melatihkan keterampilan proses sains siswa dan proses sains tersebut tidak boleh dibebani dengan konsep, menyebabkan ada beberapa konsep yang tidak bisa mereka dapatkan dalam kegiatan praktikum dan mereka mendapatkan melalui metode pembelajaran lainnya. Dengan demikian perolehan penguasaan konsep siswa mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis menjadi lebih utuh. Meskipun nilai N-Gain penguasaan konsep termasuk kategori rendah, namun tetap saja dapat dikatakan terjadi peningkatan penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran berbasis praktikum dengan pendekatan inkuiri bebas pada sub konsep faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis.
3. Korelasi penguasaan konsep dengan keterampilan proses sains Berdasarkan analisis regresi dan perhitungan koefisien korelasi yang telah dilakukan, ditemukan bahwa korelasi antara keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa sebesar +0,632 yang dikategorikan tinggi menurut Arikunto (2007). Sedangkan untuk nilai r2 yang ditemukan sebesar 0,399 (39,9%) atau dapat dikatakan bahwa keterampilan proses sains mempengaruhi sebesar 39,9% penguasaan konsep siswa. Besarnya korelasi yang ditemukan di atas dimungkinkan karena penerapan pembelajaran berbasis praktikum yang telah dilakukan. Dalam pembelajaran ini
71
siswa dituntut untuk merumuskan masalah, berhipotesis, merancang kegiatan percobaan secara berkelompok, mengklasifikasikan, menginterpretasikan suatu data, mengkomunikasikan data, memprediksi, menerapkan konsep, menggunakan alat dan bahan, dan melaksanakan kegiatan praktikum secara berkelompok, sehingga dari kegiatan tersebut pengetahuan siswa menjadi bertambah, dikonstruk dalam otak dan dikaitkan antara pengetahuan lama dengan pengetahuan baru. Gagne (Dahar, 1989:34) mengemukakan bahwa informasi diperoleh dalam memori jangka panjang melalui pengintegrasian. Informasi dalam proses pembelajaran merupakan konsep-konsep yang dipelajari oleh siswa. Kualitas pembelajaran yang baik akan memberikan pengalaman belajar yang bermakna. Pengalaman belajar yang bermakna dapat dilakukan antara lain dengan model pembelajaran berbasis praktikum. Subiantoro (2009) menyatakan bahwa pendekatan
inkuiri
atau
pembelajaran
berbasis
praktikum
merupakan
pembelajaran yang ideal bagi pemenuhan tuntutan penerapan proses sains serta sikap ilmiah. Rustaman, et al (2003:129) menyatakan bahwa melalui eksperimen siswa menjadi lebih yakin atas suatu hal dari pada menerima langsung dari buku atau guru, dapat memperkaya pengalaman, mengembangkan sikap ilmiah, dan penguasaan konsep akan bertahan lebih lama dalam ingatan siswa.