BAB IV ANALISIS TERHADAP WAKAF BERJANGKA WAKTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 Wakaf merupakan salah satu tuntunan ajaran agama Islam yang menyangkut kehidupan masyarakat dalam rangka ibadah ijtima’iyah (ibadah sosial), dan maliyah (kebendaan). Karena wakaf adalah ibadah, maka tujuan utamanya adalah pengabdian kepada Allah SWT dan ikhlas karena mencari ridha-Nya. Fikih merupakan produk dari ijtihad maka, dalam pemahaman fikih sebagai al-muktasab (sesuatu yang digali) menunjukkan bahwa pada sebuah pemahaman fikih lahir melalui serangkaian proses penalaran dan kerja intelektual yang panjang sebelum pada akhirnya dinyatakan sebagai hukum praktis. Sebagai produk ijtihad, maka sudah sewajarnya fikih terus berkembang lantaran pertimbangan-pertimbangan sosio-politik dan sosio-budaya, serta pola pikir yang melatar belakangi hasil penggalian hukum sangat mungkin mengalami perubahan.73 Para ahli fikih (fuqaha) terdahulu baik al-imamah al-arba’ah maupun yang lain meskipun berbeda pandangan secara tajam, mereka tetap menghormati yang lain, tidak memutlakkan pendapatnya dan menganggap ijtihad fuqaha lain adalah keliru. Mereka tetap berpegang teguh pada kaidah, “al-ijtihad la yunqadhu bi al-ijtihad”. Yakni bahwa ijtihad tidak bisa 73
Achmad Djunaedi, Menuju Era Wakaf Produktif, ..... , h. 19
68
69
dibatalkan oleh ijtihad lain. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan. Hasil ijtihad seorang fuqaha mungkin memang tidak pas pada ruang dan waktu tertentu tetapi sesuai untuk ruang dan waktu berbeda. Di sinilah letak fikih menunjukkan wataknya yang fleksibel, dinamis, realistis dan temporal, tidak kaku dan tidak permanen.74 Sementara itu dalam bidang wakaf, antara Lajnah Bahtsul Masail NU dan Majlis Tarjih Muhammadiyah Kota Pekalongan terdapat perbedaan mengenai wakaf, di samping terdapat pula kesamaannya yaitu terkait ajaran tentang wakaf berjangka waktu dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004. Adapun persamaan dan perbedaan pendapat itu secara rinci adalah sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini. A. Persamaan Pendapat NU dan Muhammadiyah Terhadap Wakaf Berjangka Waktu Dalam Undang-Undang Persamaan pendapat antara Lajnah Bahtsul Masail NU dengan Majlis Tarjih Muhammadiyah tentang wakaf berjangka waktu dalam Undang-Undang adalah terletak pada: 1. Definisi Wakaf Dalam Islam, bahwa wakaf adalah75:
حبس مال ميكن الانتفاع به مع بقاء عينه بقطع ىف رقبته عىل مرصف مباح موجود “Menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut, disalurkan pada sesuatu yang mubah (tidak haram)”. 74
Ahkamul Fuqaha (Solusi Problematika Aktual Hukum Islam) Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes NU 1926-1999 M, ....., h. xv 75 Fatwa MUI terhadap konsep wakaf, yang terlampir dalam bukunya Jaih Mubarok, Wakaf Produktif, ....., h. 179
http://elc.stain-pekalongan.ac.id/
70
Adapun definisi wakaf berjangka waktu secara umum adalah mewakafkan benda dengan menentukan jangka waktu sebagai batasan masa berlakunya wakaf. 2. Landasan hukum wakaf berjangka waktu Landasan/ dasar hukum wakaf berlandaskan pada pemahaman kandungan dalam teks al-Qur’an dan al-Hadits. Sebab tentang ajaran dalam hukum wakaf wilayah ijtihadi lebih besar dari pada wilayah tauqifinya sehingga, ajaran wakaf menjadi beragam jenisnya. Dalam wilayah ijtihady, wakaf berdasarkan masa/ waktu berlangsungnya terbagi menjadi dua macam, yaitu: wakaf mu’abbad (abadi) dan wakaf mu’aqqat (sementara) 3. Kedudukan harta wakaf Status benda wakaf menurut Lajnah Bahtsul Masail NU yang menganut madzhab Syafi’i, bahwa harta yang telah diwakafkan menjadi milik Allah SWT.76 Sedangkan Majlis Tarjih Muhammadiyah berasumsi bahwa sejalan dengan konsep kepemilikan harta dalam Islam, maka harta yang telah diwakafkan memiliki akibat hukum, yaitu ditarik dari lalu lintas peredaran hukum yang seterusnya menjadi milik Allah SWT dan dikelola oleh lembaga nazhir atau perorangan. Setelah harta diikrarkan untuk
76
Lanjutan wawancara dengan Bapak H. Romadlon Abdul Djalil, S.Ag
http://elc.stain-pekalongan.ac.id/
71
diwakafkan maka, sejak saat itu harta tersebut terlepas dari kepemilikan si wakif.77 4. Legalitas wakaf berjangka waktu Di kalangan NU maupun Muhammadiyah belum ada yang mempraktikan ajaran tentang wakaf berjangka waktu, meskipun telah diformulasikan ke dalam bentuk Undang-Undang dan ajaran wakaf berjangka waktu sah dilakukan menurut ketentuan Undang-Undang. Akan tetapi di kalangan NU meskipun menerima keberadaan dan berlakunya Undang-Undang tersebut tidak/ belum ada praktik ajaran wakaf berjangka waktu, dengan alasan bahwa NU hukum perwakafan menganut madzhab Syafi’i yang melarang (tidak sah) ajaran wakaf mu’aqqat.78 Sedangkan Muhammadiyah menerima segala ketentuan yang ada dalam Undang-Undang namun, praktiknya juga belum ada di kalangan Muhammadiyah.
Mereka
masih
menganggap
bahwa
keberadaan
(mempertahankan) benda wakaf adalah lebih bermanfaat dibandingkan dengan usaha membuka peluang untuk mewakafkan harta melalui ajaran wakaf berjangka waktu, sehingga tujuan utama wakaf dapat tercapai yakni, “asas keabadian manfaat”.79
77
Lanjutan wawancara dengan Bapak A. Jalaludin, MA, Ketua Majlis Tarjih Muhammadiyah Kota Pekalongan 78 Lanjutan wawancara dengan Bapak KH. M. Kholil Muhdlor, Lc, Ketua Lajnah Bahtsul Masail NU Kota Pekalongan 79 Wawancara dengan Bapak Slamet Tohirin, S. Pd.I, Sekretaris Majlis Tarjih Muhammadiyah Kota Pekalongan, wawancara pribadi, di kantor PDM (Pimpinan Daerah Muhammadiyah) STIE Muhammadiyah jln. KH. Mas Mansur No. 2 Bendan Pekalongan pada tanggal 27 Juli 2011
http://elc.stain-pekalongan.ac.id/
72
B. Perbedaan Pendapat NU dan Muhammadiyah Terhadap Wakaf Berjangka Waktu Dalam Undang-Undang Dalam Undang-Undang tentang wakaf di Indonesia tidak disebutkan bahwa ajaran tentang wakaf berjangka waktu dalam Undang-Undang adalah menganut pendapat dari madzhab Maliki. Akan tetapi dalam setiap pembahasan dan berbagai literatur tentang wakaf, sudah pasti ditemukan bahwa, ajaran wakaf berjangka waktu merujuk pada pendapat madzhab Maliki. Adapun wakaf berjangka waktu dalam Undang-Undang wakaf di Indonesia, Lajnah Bahtsul Masail NU dengan Majlis Tarjih Muhammadiyah mempunyai pandangan yang berbeda, perbedaan pendapat mereka yaitu: 1. Metode istinbath al-hukmi NU sejak berdirinya memang selalu mengambil sikap dasar untuk bermadzhab yakni, menganut dan mengikuti salah satu dari empat madzhab dalam fikih. Kemudian kaitannya dengan perwakafan NU menggunakan metode taqlid yakni menganut dan berpedoman pada pendapat madzhab Syafi’i secara keseluruhan, adapun boleh/ sahnya ajaran wakaf berjangka waktu harus dilakukan sesuai dengan ketentuan madzhab Maliki. Sebab madzhab Syafi’i tidak membolehkan ajaran wakaf berjangka waktu. Sedangkan Majlis Tarjih Muhammadiyah tentang bolehnya ajaran wakaf berjangka waktu berdasarkan Undang-Undang menggunakan metode ijtihad yang bersumber dari kedua sumber hukum Islam. Berhubung nash yang ada tidak menjelaskan secara pasti (qath’i) maka, http://elc.stain-pekalongan.ac.id/
73
metode ijtihad yang dipergunakan untuk menemukan sebuah hukum adalah ijtihad istishlahy, yakni berdasarkan illah demi kemaslahatan80. 2. Harta yang boleh diwakafkan dengan jangka waktu. Lajnah Bahtsul Masail NU terkait benda yang boleh diwakafkan dengan batasan jangka waktu mengacu pada pendapat madzhab Maliki, yaitu terhadap benda tetap maupun benda bergerak sesuai dengan keinginan si wakif. Sehingga wakif memegang otoritas penuh terhadap obyek wakaf (mauquf bih) baik dari segi jangka waktu maupun benda wakafnya (benda tetap maupun benda bergerak). Kemudian Majlis Tarjih Muhammadiyah menetapkan benda wakaf yang boleh diwakafkan dengan batasan jangka waktu adalah benda bergerak saja serta adanya batasan minimal jangka waktu yang telah ditentukan oleh lembaga. Dan terhadap benda tetap harus dilakukan secara mu’abbad (selamanya). Dengan kata lain, penetapan Majlis Tarjih sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. 3. Bentuk dan praktik perwakafan NU dan Muhammadiyah Sebelum dan sesudah lahirnya Undang-Undang tentang Wakaf di Indonesia, praktik dan ajaran wakaf yang berlaku di kalangan NU masih berpedoman dan menganut pada madzhab Syafi’i. Oleh sebab itu, terkait ajaran tentang wakaf berjangka waktu tidak pernah muncul untuk dibahas maupun 80
dipraktikkan,
sebab
di
kalangan
Lanjutan wawancara dengan Bapak Drs. H. Muslih Husein
http://elc.stain-pekalongan.ac.id/
NU menganut
sistem
74
bermadzhab.
Yakni
mengikuti
satu
madzhab
secara
ketat
dan
komprehensif. Adapun sifat dinamis dalam bermadzhab di kalangan NU ditunjukkan pada bolehnya menganut madzhab lain jika madzhab yang sedang dianutnya itu dinilai sudah tidak relevan, sehingga adanya syarat yang bisa mebolehkan untuk menganut madzhab lain, sekaligus juga harus menggunakan ketentuan sesuai madzhab yang dianut.81 Oleh sebab itu, wakaf berjangka waktu dalam Undang-Undang hanya sah dan boleh dilakukan menurut pendapat madzhab Maliki. Menurut H. Romadlon Abd Djalil (Sekretaris Lajnah Bahtsul Masail NU) mengatakan bahwa, seandainya terhadap benda tetap seperti tanah dan bangunan boleh untuk diwakafkan dengan batasan waktu, tentu hal itu akan lebih bermanfaat dan maslahat bagi kepentingan umum. Karena memang benda tetap/ tidak bergerak mempunyai nilai kemanfaatan lebih besar untuk dimanfaatkan demi kepentingan umum, dibandingkan wakaf benda bergerak.82 Berbeda dengan Muhammadiyah yang bersifat lebih dinamis, bebas dan tidak terikat oleh pendapat madzhab, sehingga terlihat lebih responsif. Seperti halnya ajaran wakaf berjangka waktu dalam Undang-Undang, meskipun ketentuan dalam Undang-Undang tidak sesuai dengan ketentuan dan aturan pendapat madzhab Malik yang membolehkan wakaf berjangka 81
Khusnal Falah, Bendahara Lajnah Bahtsul Masail NU Kota Pekalongan, wawancara pribadi, di PonPes Syafi’i Akrom Jenggot GG 4 Pekalongan Selatan, pada tanggal 10 Agustus 2011. Beliau menambahkan bahwa” wakaf mu’abbad masih sangat relevan untuk diberlakukan, khususnya di Indonesia. Adapun bila ditambah dengan ajaran wakaf mu’aqqat itu sah-sah saja, asalkan menganut madzhab yang membolehkan wakaf mu’aqqat, hal itu lebih utama”. 82 Lanjutan wawancara dengan Bapak H. Romadlon Abdul Djalil, S.Ag
http://elc.stain-pekalongan.ac.id/
75
waktu namun, bagi Muhammadiyah hal itu tetap sah/ boleh dilakukan. Sebab bagi Muhammadiyah pendapat madzhab tidak dijadikan sebagai dasar melainkan hanya sebatas pedoman untuk menetapkan sebuah hukum.
Sehingga
bentuk
dan
praktik
perwakafan
di
kalangan
Muhammadiyah mengacu pada Undang-Undang tentang wakaf di Indonesia, yang kini juga disebut-sebut sebagai fikih wakaf Indonesia. Adapun alasan mengenai wakaf benda tetap harus diwakafkan secara mu’abbad sebab adanya problem administrasi pertanahan yang harus dihadapi. Sulitnya akan hal ini karena adanya prosedur lembaga lain (Pertanahan Negara) yang harus ditempuh, sehingga lembaga wakaf (Departemen Agama) menentukan wakaf benda tetap tidak boleh dengan batasan jangka waktu. Hal ini disampaikan oleh Bapak A. Jalaludin, MA (Ketua Majlis Tarjih Muhammadiyah) Kota Pekalongan.83
C. Analisis Terhadap Ketentuan Wakaf Berjangka Waktu Dalam UndangUndang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Pada tanggal 27 Oktober 2004, pemerintah mengeluarkan sebuah peraturan baru yang tergolong komprehensif tentang hukum wakaf yaitu, Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Undang-undang ini merupakan Undang-Undang pertama yang secara khusus mengatur wakaf. Sebab, sebelumnya wakaf hanya diatur dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP). Dengan berlakunya Undang-Undang ini, semua peraturan mengenai
83
Lanjutan wawancara dengan Bapak A. Jalaludin, MA
http://elc.stain-pekalongan.ac.id/
76
perwakafan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/ belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.84 Perubahan definisi wakaf dalam Undang-Undang juga berdampak pada ragam dan bentuk perwakafan di Indonesia menjadi bermacam-macam. Perubahan dalam hal ini menyangkut ruang lingkup substansi yang diaturnya. Salah satu ragam dan bentuk baru wakaf yang terdapat dalam Undang-Undang adalah ajaran tentang wakaf berjangka waktu. Ketentuan
wakaf
berjangka
waktu
dalam
Undang-Undang
berdasarkan analisis berbagai literatur tentang wakaf dan Undang-Undang serta hasil wawancara dengan Lajnah Bahtsul Masail NU dan Majlis Tarjih Muhammadiyah Kota Pekalongan adalah, sebagai berikut: 1. Definisi Wakaf Dalam Undang-Undang Dalam Undang-Undang dinyatakan bahwa wakaf boleh dilakukan untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu. Sehingga dari segi pembagian wakaf berdasarkan masa/ waktu berlangsungnya, wakaf di bagi menjadi dua, yaitu wakaf abadi (mu’abbad) dan wakaf sementara (mu’aqqat). Kekedudukan antara wakaf selamanya dan wakaf sementara dalam Undang-Undang adalah sama yaitu sebagai bagian dari ajaran wakaf, namun pada hakekatnya keduanya berbeda dari segi bentuk dan praktiknya. Sehingga tidak bisa dijadikan satu dalam hal arti (pendefinisian) wakaf, serta tata cara dan ketentuan yang mengatur kedua bentuk wakaf.
84
Abd Ghafur Anshori, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, ....., h. 52
http://elc.stain-pekalongan.ac.id/
77
2. Ikrar Wakaf Berjangka Waktu Ikrar wakaf berjangka waktu sesuai dengan ketentuan UndangUndang No. 41 tahun 2004, ditentukan oleh dan atas kehendak si wakif baik menyangkut harta benda yang diwakafkan maupun masa/ waktu berlangsungnya wakaf (pasal 1 ayat 1 UU No. 41/ 2004).85 Dalam praktiknya ajaran wakaf berjangka waktu hanya boleh dilakukan terhadap benda bergerak saja (pasal 18 ayat 1 PP No. 42/ 2006). Terhadap benda tetap sesuai dengan ketentuan ini harus berlaku untuk selamanya dan terusmenerus.86 3. Rukun atau Unsur Wakaf Wakaf
berdasarkan
Undang-undang
dapat
terlaksana
dengan
memenuhi beberapa unsur wakaf. Pasal 6 UU No. 41/ 2004 menyebutkan bahwa unsur wakaf ada enam, yaitu: wakif, nazhir, harta benda wakaf, ikrar wakaf, peruntukan harta benda wakaf, dan jangka waktu wakaf.87 Batasan jangka waktu wakaf harus disebutkan oleh si wakif ketika melakukan ikrar wakaf, dalam hal ini hanya dapat dilakukan terhadap wakaf benda bergerak, sedangkan wakaf (benda tetap) abadi tanpa harus menyebutkan sudah dapat diketahui. Sehingga unsur/ rukun jangka waktu wakaf tidak berlaku bagi wakaf abadi/ selamanya (Bab I pasal 215 KHI).88
85
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, ....., h. 3 Jaih Mubarok, Wakaf Produktif, ....., h. 225 87 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, ....., h. 6 88 Kompilasi Hukum Islam, terlampir dalam bukunya Abdul Ghafur Anshari, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, ....., h. 130 86
http://elc.stain-pekalongan.ac.id/
78
Dari penjelasan tersebut menunjukkan bahwa, keduanya tidak saling berhubungan sehingga perlu adanya aturan yang khusus mengenai wakaf berjangka waktu dalam Undang-Undang. Sebab pada prinsipnya UndangUndang No 41 tahun 2004 sebagian besar aturannya menganut serta berpedoman pada madzhab Syafi’iyah. 4. Konsep Asas Keabadian “Manfaat” dan “Benda” Wakaf Konsep kekekalan benda wakaf merupakan konsekuensi logis dari konsep bahwa wakaf adalah shadaqah jariyah. Sebagai shadaqah jariyah yang pahalanya terus mengalir, sudah barang tentu benda wakaf diupayakan keberadaannya/ keabadiannya untuk bisa bertahan lama. Secara substansial dalam wakaf asas keabadian benda dan keabadian manfaat tidak bisa dipisahkan, keduanya merupakan landasan pokok dalam ajaran wakaf yang saling berhubungan serta mempunyai ikatan yang tidak terputus antara “benda” dan “manfaat benda”.89 Dalam konteks wakaf berjangka waktu yakni benda wakaf yang masih bisa diambil manfaatnya untuk kepentingan umum, apabila wakaf telah berakhir sesuai batasan waktu yang telah disepakati antara kedua belah pihak (wakif dan nadzir) maka, berakhir pula kemanfaatan yang dapat diperoleh dari benda wakaf tersebut. Oleh karena itu, ajaran wakaf berjangka waktu tidak bisa menjadi sarana untuk mewujudkan asas keabadian manfaat.
89
Mundzir Qahaf, Wakaf Produktif, ....., h. 188
http://elc.stain-pekalongan.ac.id/