26
BAB II TATA CARA PEMBERHENTIAN NADZIR WAKAF DALAM PERSPEKTIF FIQIH ISLAM DAN UNDANG-UNDANG WAKAF NOMOR 41 TAHUN 2004
A. Wakaf 1.
Dasar Hukum Dan Pengertian Wakaf Para ulama sepakat wakaf merupakan salah satu amal kebajikan dalam ajaran
Islam. Wakaf bagi seorang muslim merupakan realisasi ibada kepada Allah SWT. Ada beberapa dalil atau ketetuan yang menjadi dasar dari pada ibadah wakaf menurut ajaran Islam, walaupun didalam Al-Qur’an secara tidak tegas dan terperinci mengatur persoalan wakaf . Dasar disyariatkannya ibadah wakaf dapat kita lihat dalam AlQur’an dan Hadist Nabi SAW sebagai berikut: 1. Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 267 yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan jangan kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya 2. Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 97 yang artinya : barang siapa yang berbuat kebaikan, laki-laki atau perempuan yang beriman, niscaya akan aku beri pahala yang lebih bagus dari pada yang mereka amalkan. 3. Al-Qur’an surat Al-Imran ayat 92 yang artinya : Engkau tidak akan sampai pada kebajikan bila tidak melepaskan sebagian harta dari pada yang engkau sukai.
26
Universitas Sumatera Utara
27
4. Hadist Riwayat Bukhari Muslim, yang menceritakan bahwa pada suatu hari sahabat umar datang pada Nabi Muhammad SAW untuk minta nasehat tentang tanah yang diperolehkannya di Ghaibar ( daerah yang amat subur di madinah) lalu ia berkata: Ya Rasullah apakah yang engkau perintahkan kepadaku mengenai tanah itu? Lalu Rasulullah berkata: Kalau engkau mau, dapat engkau tahan asalnya (pokoknya) dan bersedekah dengan dia. Maka bersedekahlah Umar dengan tanah itu, dengan syarat tiada dijual, tiada dihibahkan dan tiada pula diwariskan.43 Beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadist dia atas walaupun secara tidak lagsung menunjukan kepada masalah wakaf, akan tetapi para ulama menjadikannya sebagai sandaran dari perwakafan berdasarkan pemahaman serat adanya isyarat dari hal tersebut. Setidaknya mereka berpendapat bahwa wakaf tidak bertentangan dengan ayat dan hadist diatas. Bila dalam Al-Qur’an menganjurkan agar manusia berbuat baik melalui sebagian harta yang dimilikinya, maka wakaf adalah salah satu dari realisasi ajaran dalam Al-Qur’an. Sedangkan mengenai dasar hukum wakaf menurut Peraturan PerundangUndangan yang berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Tentang Wakaf b. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UndangUndang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik
43
Susroso, Nico Ngani. Tinjauan Yuridis Tentang Yuridis Tanah Hak Milik, Liberty, Yogyakarta, Hal 7
Universitas Sumatera Utara
28
d. Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 Tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik. e. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor Dt.I.III/5/BA.03. Bahwa bagi mayoritas umat Islam di Indonesia wakaf uang memiliki fleksibilitas (keluawesan) dan kemalahatan besar yang tidak dimiliki oleh benda lain. Oleh karena itu, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memandang perlu penetapan fatwa tentang hukum wakaf untuk dijadikan pedoman oleh masyarakat. Wakaf menurut bahasa arab berarti al-habsu, yang berasal dari kata kerja habasa-yahbisu-habsan, menjauhkan orang dari sesuatu atau memenjarakan. Kemudian kata ini berkembang menjadi habhasa dan berarti mewakafkan harta karena Allah.44 Perkataan waqf menjadi wakaf dalam bahasa Indonesia berasal dari kata kerja bahasa Arab waqofa-yaqifu-waqfan yang berarti ragu-ragu, berhenti, meletakkan, memperhatikan, mengabdi dan tetap berdiri.45 Sedangkan wakaf menurut syara’ adalah menahan harta yang mungkin diambil manfaatnya tanpa menghabiskan atau merusakkan bendanya dan digunakan untuk kebaikan. Dalam pandangan para pakar hukum Islam mereka mendefinisikan dengan definisi yang beragam, sesuai dengan mazhab yang mereka ikuti, dan juga mereka
44
Adijani Al-Alabij, Op.Cit, Hal 25 Arabik ali dan ahmad zuhdi muhdlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, Yayasan Ali Maksum Pondok Pasantren Krapyak, Yogyakarta, 1996, Hal: 2033 45
Universitas Sumatera Utara
29
berbeda persepsi dalam menafsirkan tata cara pelaksanaan wakaf di tempat mereka masing-masing yaitu sebagai berikut:46 1. Menurut Imam Syafi’I Wakaf adalah suatu ibadat yang disyariatkan. Wakaf itu telah berlaku sah, bila mana orang yang berwakaf (Wakif) telah dinyatakan dengan perkataan “saya telah mewakaf” (waqffu), sekalipun tanpa diputus oleh hakim’. Bila harta telah dijadikan harta wakaf, orang yang berwakaf tidak berhak lagi atas harta itu, walaupun harta itu tetap ditangannya, atau dengan perkataan lain walaupun harta itu tatap miliknya. 2. Menurut golongan Hanafi Menahan benda yang statusnya tetap milik si wakif (orang yang mewakafkan) dan disedekahkan adalah manfaatnya saja”. Sedangkan Wahbah adillatuh mengartikan wakaf adalah menahan suatu harta benda tetap sebagai milik orang yang mewakafkan ( Al Klakif ) dan mensedekahkan manfaatnya untuk kebajikan. 3. Menurut golongan Maliki “menjadikan manfaat benda yang memiliki, baik berupa sewa atau hasilnya untuk diserahkan kepada orang yang berhak, dengan bentuk penyerahan berjangka waktu sesuai dengan apa yang dikehendaki orang yang mewakafkan”. 4. Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan atau menyerahkan harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah atau kesejahteraan umum. Dari pandangan mengenai pengertian wakaf di atas, maka secara menyeluruh dapat kita ambil kesimpulan yaitu: 47 a. Menahan harta untuk dikonsumsi atau dipergunakan secara pribadi b. Definisi wakaf ini mencakup harta, baik berupa benda bergerak maupun tidak bergerak. c. Mengandung pengertian melestarikan harta dan menjaga keutuhannya, sehingga memungkinkan untuk dimanfaatkan secara langsung atau mengambil manfaat hasilnya secara berulang-ulang. d. Berulang-ulang manfaat dan kelanjutannya baik yang berlangsung lama, sebentar maupun selamanya. e. Menghasilkan manfaat langsung dari harta atau benda yang diwakafkan mencakup juga wakaf produktif yang memberi manfaat dari hasil produksinya.
46 47
Abdul Manan, Op.Cit, Hal 238 Munzir Qohar, Op.Cit, Hal 53-54
Universitas Sumatera Utara
30
f. Mencakup jalan kebaikan umum keagamaan, sosial dan sebagainya, juga mencakup kebaikan khusus yang dimanfaatkan untuk kebaikan keluarga wakif. g. Mencakup pengertian wakaf menurut fikih dan perundang-undangan bahwa wakaf tidak terjadi kecuali dengan keinginan wakif dan mencakup pentingnya penjagaan wakif. 2.
Rukun Wakaf dan Syarat-Syarat Wakaf Rukun berasal dari bahasa arab yang secara etimologi, rukun biasa diartikan
dengan bagian terpenting dari sesuatu. Adapun dalam terminologi fiqih rukun adalah suatu yang dianggap menentukan suatu disiplin itu sendiri. Dengan kata lain rukun adalah penyempurnaan sesuatu dimana ia adalah merupakan bagian dari sesuatu itu.48 Dalam istilah Fikih islam, rukun wakaf merupakan penyempurnaan sesuatu atau bagian dari sesuatu itu sendiri. Sedangkan menurut bahasa, rukun diterjemahkan dengan sisi yang terkuat atau sisi dari sesuatu yang menjadi tempat bertumpu. Ulama Mazhab Hanafi mengatakan bahwa rukun wakaf itu hanya satu yakni akad berupa ijab (pernyataan perwakafan harta dari wakif). Sedangkan kabul (pernyataan menerima wakaf) tidak termasuk rukun bagi ulama Mazhab Hanafi, karena menurut mereka akad wakif tidak bersifat mengikat. Artinya, apabila seseorang mengatakan “saya mengwakafkan harta saya pada anda”, maka akad itu sah dengan sendirinya dan orang yang memberi wakaf berhak atas manfaat harta itu. Meskipun para Mujtahid berbeda pendapat dalam merumuskan defenisi wakaf, namun mereka sepakat bahwa dalam pembentukan wakaf diperlukan beberapa rukun yaitu: 48
Abdul Ghofur Ansari, Hukum Dan Praktek Perwakafan Di Indonesia , Yoktakarta, Pilar Media, 2006, Hal 93
Universitas Sumatera Utara
31
1.
Wakif Wakif adalah orang atau orang-orang atau badan hukum yang mewakafkan tanah miliknya, karena mewakafkan tanah miliknya itu merupakan perbuatan hukum, maka wakif haruslah orang atau orang-orang atau badan hukum yang memenuhi syarat untuk melakukan tindakan hukum. Adapun syarat-syarat untuk menjadi seorang wakif sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal 8 ayat 1, 2, dan 3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf adalah sebagai berikut.49 a. Dewasa. b. Sehat akalnya c. Tidak terhalangan melakukan tindakan hukum d. Atas kehendak sendiri mewakafkan tanahnya e. Mempunyai tanah milik sendiri Pada hakikatnya amalan wakaf adalah tindakan tabarru, (mendermakan harta
benda) oleh karena itu syarat sebagai seorang wakif adalah cakap melakukan tindakan tabarru’, Artinya ia harus sehat akal, dalam keadaan sadar, telah mencapai umur baligh dan tidak dalam keadaan terpaksa atau dipaksa. Dan wakif adalah benar-benar pemilik harta yang akan diwakafkan. Kalau wakif orang yang gila, anak-anak, dan orang terpaksa atau dipaksa tidak sah.50 2.
Harta yang diwakafkannya (Mauqul bih)
49 50
Daud ali muhammad, Op.Cit, Hal 106 Ahmad Rofiq, Op Cit , Hal: 6
Universitas Sumatera Utara
32
Harta benda wakaf adalah harta yang memiliki daya tahan lama dan atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh wakif. Agar harta benda yang diwakafkan itu sah. Maka harta yang diwakafkan itu harus memenuhi syarat-syarat adalah sebagi berikut:51 a. Benda yang diwakafkan itu harus mutaqawwin dan ‘aqar yaitu barang yang dimiliki seseorang dan barang yang dimiliki itu boleh dimanfaatkan menurut syari’at islam dalam keadaan apapun; b. Benda yang diwakafkan itu harus jelas wujudnya dan pasti batas-batasnya. Syarat ini dimaksudkan untuk menghindari perselisihan dan permasalahan yang mungkin terjadi dikemudian hari; c. Harta yang diwakafkan itu benar-benar kepunyaan wakif secara sempurna; d. Benda yang diwakafkan itu harus kekal; 3.
Mauquf Mauquf adalah benda yang diwakafkan. Jadi Benda yang diwakafkan itu
adalah segala benda, baik benda bergerak maupun tidak bergerak yang memiliki daya tahan dan hanya tidak dapat sekali pakai serta bernilai menurut ajaran islam. Dalam pasal 16 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, harta benda wakaf terdiri dari: 1. Benda tidak bergerak, meliputi
51
Departemen Agama Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Peraturan Perundangan Perwakafan, Op Cit, Hal: 4
Universitas Sumatera Utara
33
a. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku baik yang sudah yang belum terdaftar. b. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana yang dimaksud pada huruf a. c. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan benda tanah d. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketetuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. e. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. 2.
Benda bergerak adalah harta benda yang tidak habis karena dikonsumsi, meliputi: a. Uang. b. Logam mulia. c. Surat berharga. d. Kendaraan. e. Hak atas kekayaan intelektual. f. Hak sewa. g. Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Para ulama berpendapat harta wakaf tidak lagi menjadi milik wakif melainkan
secara hukum menjadi milik Allah atau dengan kata lain dalam terminolgi sosiologis harta wakaf menjadi milik masyarakat umum jadi wakif tidak boleh menarik kembali
Universitas Sumatera Utara
34
harta wakaf tersebut52. Adapun yang menjadi syarat-syarat Mauquf yaitu sebagai berikut: 53 a. Benda wakaf dapat dimanfatkan untuk jangka panjang, tidak sekali pakai. b. Hak milik waqif jelas batas-batas kepemilikannya, selain itu benda wakaf merupakan benda yang bebas dari segala pembebanan, ikatan,sitaan dan sengketa; c. Benda wakaf itu tidak dapat dimiliki dan dilimpahkan kepemilikannya. d. Benda wakaf dapat dialihkan hanya jika jelas-jelas untuk manfaat yang lebih besar. e. Benda wakaf tidak dapat diperjualbelikan, di hibahkan atau diwariskan. 4.
Mauquf’alaih. Yang dimaksud dengan Mauquf’alaih adalah tujuan wakaf. Wakaf harus
dimanfaatkan dalam batas-batas yang sesuai dan diperbolehkan syari’at islam. Oleh karena itu, benda-benda yang dijadikan sebagai objek wakaf yang baik, tidak dibenarkan pelaksanaan wakaf itu didasarkan pada tujuan yang tidak baik dan mendatangkan
laratan
kepada
masyarakat.
Akan
tetapi
wakaf
hendaknya
dilaksanakan dengan tujuan untuk kebaikan sesama manusia dengan mendapat ridha dan pahala dari Allah SWT. Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, menjelaskan bahwa wakaf bertujuan untuk memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya, yakni mengwujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan memajukan untuk kesejahteraan umum.
52
Ghufron A. Mas’adi, Fiqih Muamalah Kontektual, Jakarta, Pt. Raja Grafindo Persada, 2002, Hal: 12 53 Departemen Agama Republik Indoneisa, Kompilasi Hukum Islam,Dirjen Bimas dan Penyelenggara Haji,Jakarta, 2004, Hal 213
Universitas Sumatera Utara
35
Lebih lanjut lagi dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, bahwa dalam mencapai tujuan dan fungsi wakaf harta benda wakaf hanya dapat diperuntukan bagi: a. Sarana dan kegiatan ibadah. b. Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan. c. Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar,yatim piatu dan bea siswa. d. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat. e. Kemajuan dan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan Peraturan Perundang-Undangan. Adapun syarat Mauquf’alaih adalah qurbat atau pendekatan diri kepada allah. 5.
Sighat atau Ikrar wakaf Sighat wakaf ini merupakan rukun wakaf yang disepakati oleh Jumhur
Fuqaha. Tanpa adanya ikrar wakaf para Fuqaha menganggap wakaf belum sempurna dilaksanakan. Yang dimaksud dengan ikrar wakaf adalah pernyataan yang merupakan penyerahan barang-barang wakaf kepada nadzir untuk dikelola sebagaimana yang diharapkan pemberi wakaf.54 Ikrar wakaf diucapkan pemberi wakaf pada umumnya sebagai beriku: “ saya wakafkan harta wakaf saya ini kepada madrasah polan untuk dipakai pembelanjaan dan penyelenggaraannya” atau “ saya wakafkan kebun kelapa ini untuk digunakan hasilnya bagi penyelenggaraan yayasan yatim piatu polan” Berdasarkan Ikrar wakaf dalam Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan 54
Manan abdul, Op.Cit, Hal 241
Universitas Sumatera Utara
36
dan atau tulisan kepada nadzir untuk mewakafkan harta benda miliknya. Di dalam pasal 21 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 suatu pernyataan wakaf atau ikrar wakaf, paling sedikit memuat: a. Nama dan indetitas wakif. b. Nama dan indtitas nadzir. c. Data dan keterangan harta benda wakaf. d. Peruntukan harta benda wakaf. e. Jangka waktu wakif. 6. Nadzir wakaf Nadzir adalah orang atau badan yang memegang amanah untuk memelihara dan mengurus harta wakaf sebaik-baiknya sesuai dengan wujud dan tujuannya55. Sesuai dengan tujuan wakaf yaitu untuk melestarikan manfaat dari benda wakaf, maka kehadiran nadzir sangat diperlukan. Untuk menjadi seorang nadzir haruslah diperlukan syarat-syarat yaitu sebagai berikut:56 a. Mempunyai kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum mukallaf sehingga nadzir bisa mengelola wakaf dengan baik. b. Memiliki kreatifitas. Ini didasarkan kepada tindakan yang mempunyai ide kreatifitas tersebut. 3.
Macam-Macam Wakaf Menurut Sayid Sabiq wakaf dilihat dari segi penggunaan atau yang
memanfaatkan benda wakaf yaitu dua macam. Ada kalanya kalau anak cucu atau 55
Furqan Arif, Islam Untuk Disiplin Ilmu Hukum, Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2002, Hal: 160 56 Ahmad Rofik, Op Cit, Hal: 498
Universitas Sumatera Utara
37
kaum kerabat dan kemudian sesudah mereka itu untuk orang-orang miskin. Wakaf demikian itu disebut wakaf ahli atau wakaf dzurri ( keluarga) dan kadang-kadang pula wakaf itu diperuntukkan bagi kebajikan semata-mata. Wakaf yang demikian dinamakan wakaf khairi (kebajikan).57 Dengan demikian bisa dikatakan bahwa wakaf ahli adalah wakaf yang diperuntukan bagi kepentingan lingkungan keluarga atau famili dan kerabat sendiri. Wakaf
yang dikenal dalam syari’at Islam, dilihat dari penggunaan dan
pemanfaatnya benda wakaf dibagi menjadi dua macam yaitu: a. Wakaf ahli (Wakaf Keluarga). Wakaf ahli atau wakaf keluarga adalah wakaf yang diperuntukkan khusus kepada orang-orang tertentu, seseorang atau lebih, keluarga wakif atau bukan. Wakaf ahli atau wakaf keluarga kadang-kadang disebut wakaf alal-aulad yaitu wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan keluarga atau famili, jadi yang menikmati manfaat benda wakaf ini sangat terbatas kepada yang termasuk golongan kerabat sesuai dengan ikrar yang dikendaki oleh si wakif. Wakaf untuk keluarga ini secara hukum dibenarkan berdasarkan hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik tentang adanya wakaf keluarga Abu Thalhah kepada kaum kerabatnya yang artinya sebagai berikut: “… Aku telah mendengar ucapanmu tentang hal tersebut. Saya berpendapat sebaiknya kamu memberikannya kepada keluarga terdekat ,”Maka Abu Thalhah membagikannya untuk para keluarga dan anak-anak pamannya.”58 57 58
Sayid Sabiq, Op.Cit, Hal: 378 Usman Suparman, Hukum Perwakafan Di Indonesia, Darul Ulum Press, Serang, 1994,
hal.35.
Universitas Sumatera Utara
38
Menurut
Mohammad Daud Ali, maksud semula dari wakaf keluarga ini
adalah sama dengan wakaf umum, untuk berbuat baik pada orang lain dalam rangka pelaksanaan amal kebajikan menurut ajaran islam, namun terjadilah penyalahgunaan di antaranya yaitu: Menjadikan wakaf kelurga itu sebagai alat untuk menghindari pembagian atau pemecahan harta kekayaan pada ahli waris yang berhak menerimanya, setelah wakif meninggal dunia dan wakaf keluraga itu dijadikan sebagai alat untuk mengelakkan tuntutan kreditur terhadap hutang-hutang yang dibuat oleh seseorang sebelum ia mewakafkannya. b. Wakaf Khairi (Wakaf Umum). Wakaf Khairi atau Wakaf umum adalah yang diperuntukan bagi kepentingan atau kemaslahatan umum,. Wakaf jenis ini jelas sifatnya sebagai lembaga keagamaan dan lembaga sosial dalam bentuk mesjid, madrasah, pasatren, asrama, rumah sakit, rumah yatim piatu, tanah pemakaman dan lain sebagainya. Wakaf khairi atau wakaf umum inilah yang paling sesuai dengan ajaran islam dan dianjurkan pada orang yang mempunyai harta untuk melakukannya guna memperoleh pahala yang terus mengalir bagi orang yang bersangkutan, selama wakaf tersebut masih dapat diambil manfaatnya. 4.
Tujuan dan Fungsi Wakaf Wakaf salah satu lembaga Islam potensial yang berkembangkan, khususnya di
negara-negara berkemban. Berdasarkan pengalaman negara yang lembaga wakafnya sudah maju, pada umumnya dinegara tersebut wakaf dikelola secara produktif itu sebenarnya sudah dilakukan sejak awal islam sehingga pada waktu itu wakaf dapat
Universitas Sumatera Utara
39
dimanfaatkan untuk memberdayakan umat. Menurut Hasan Langgulung, lembaga wakaf mencapai zaman keemasannya pada abad ke 8 dan ke 9 Hijriyah, karena pada masa itu jumlah wakaf sangat banyak dan dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Fungsi wakaf ajuga menjadikan kekal manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf,59 Yakni untuk kepentingan peribadatan dan keperluan lainnya. Agar wakaf itu dapat berfungsi sebagaimana mestinya maka kelembagaannya haruslah untuk selama-lamanya. 60 Wakaf ini ditunjukan untuk umum, dengan tidak terbatas penggunaannya, yang mencakup semua aspek untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia pada umumnya. Adapun kepentingan tersebut bisa digunakan untuk jaminan sosoial, kesehatan, pendidikan, pertahanan, keamanan, dan lain-lain. Selain itu terhadap tujuan wakaf yang di jelaskan dalam pasal 4 UndangUndang Nomor 41 tahun 2004 yaitu Wakaf bertujuan untuk pemanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya. Adapun tujuan wakaf lainnya menurut Imam Abu Zaharan adalah:61 a. Membantu yayasan pendidikan umum atau khusus, kelompok profes, yayasan islam atau perpustakaan umum atau khusus. b. Membatu pelajardan mahasiswa untuk belajar didalam negeri dan luar negeri. c. Membantu yayasan riset ilmiah islam.
59
Abdul Manandan M. Fauzan (eds), Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Peradila nAgama, Jakarta : PT RajaGrafindoPersada, 2000, hal.123. 60 Mohammad Daud Ali, Op.Cit, Hal 105 61 Qahar, Mundzir, Op.Cit, 159
Universitas Sumatera Utara
40
d. Memmelihara anak yatim, janda dan irang-orang lemah. e. Memelihara orang tua jompo dan membantu yayasan yang memberi pelayanan kepada mereka. f. Melindungi anak-anak dan ibu-ibu dan keluarga lemah g. Membantu fakir miskin dan semua keluarga yang berpenghasilan pas-pasan. h. Memberikan pelatihan teknik dan workshop bagi yang membutuhkan untuk meningkatkan pendapatan mereka. i. Memberikan pelayann umum berupa air dan listrik, pelayana kesehatan, penyebrangan dan lainnya baik kota maupu didesatempat tinggal. j. Membantu penerangan jalan dan gang-gang yang dilewati oleh orang dan kendaraan. k. Membatu imam-imam mesjid, khotib dan orang-orang yang menjaga mesjid l. Membantu mendanai dakwah baik didalam negeri maupun diluar negeri. 5.
Tata Cara Pemberian Wakaf Menurut Perspektif Fiqih Islam Dan UndangUndang Nomor 41 Tahun 2004 Seperti diketahui bahwa hukum Islam menganjurkan agar setiap orang
muslim yang memiliki harta kekayaan supaya tidak hanya menggunakan hartanya untuk keperluan sendiri atau keluarga saja, akan tetapi harus diperuntukkan bagi keperluan umum. Dalam Islam, pada masa Rasulullah tidak dijelaskan dengan jelas tata cara dan pendaftarannya secara rinci. Akan tetapi yang dapat dipelajari dari tindakan Nabi ataupun sahabatnya, Sedangkan perwakafan secara administratif ketika itu belum dikenal. Namun dalam urusam Mu’amalah, ada tuntutan al-Quran yang
Universitas Sumatera Utara
41
menganjurkan untuk menuliskan dan disaksikan dua orang saksi laki-laki. Ayat dalam makna umum itu, juga berarti Islam menghendaki masalah wakaf dengan tertulis atau memakai administrasi serta saksi karena masalah wakaf juga termasuk mu’amalah yang sudah diatur Allah SWT.62 Menurut Asy-Syafi’I berpendapat pemberian wakaf itu sah dan terjadi melalui salah satu dari dua perkara:63 a. Perbuatan : Yang menunjukan keapdanya seperti bila seorang membangun mesjid, dan dikumandangkan adzan untuk sholat didalamnya, dan dia tidak memerlukan keputusan dari seorang hakim. b. Ucapan : Ucapan ini ada dua, yang Sharih (tegas) dan Kinayah (tersembunyi) Ucapan
yang
Sharih
misalnya
“Aku
wakafkan”,
“aku
hentikan
pemafaatannya”, “aku jadikan untuk sabilillah”, ”aku abadikan”. Selanjutnya ucapan yang Kinayah misalnya “aku sedekahkan”, akan tetapi dia berniat mewakafkannya. Adapun wakaf yang dihubungkan dengan kematian, seperti kata seseorang “ Rumahku atau kudaku menjadi wakf sesudah mati” maka hal ini diperbolehkan menurut zhahirnya Madzhab Ahmad, seperti yang disebutkan oleh Al-Khiraqi dan lain-lain. Sebab ini semua termasuk kedalam wakaf wasiat. Dalam Kompilasi Hukum Hukum Islam Pasal 223 menjelaskan lebih lanjut tentang tata cara perwakafan yaitu: 62
Halim Abdul, Hukum Perwakafan Di Indonesia, Ciputat: Ciputat Press, 2005, Cetakan Ke1 Hal: 104 63 As-Sayyid Sabiq, Op.Cit, Hal: 154-156
Universitas Sumatera Utara
42
1. Pihak yang hendak mewakafkan dapat menyatakan ikrar wakaf dihadapan. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melaksanakan Ikrar Wakaf. 2. Isi dan bentuk ikrar wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama. 3. Pelaksanaan ikrar, demikian pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf, dianggap sah jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi. 4. Dalam melaksanakan ikrar wakaf seperti dimaksud ayat (1) pihak yang mewakafkan diharuskan menyerahkan kepada Pejabat yang tersebut dalam pasal 215 ayat (6), surat-surat sebagai berikut : a.
Tanda bukti pemilikan harta benda.
b. Jika benda yang diwakafkan berupa benda tidak bergerak, maka harus disertai oleh surat keterangan dari kepala desa, yang diperkuat oleh Camat setempat yang menerangkan pemilikan benda tidak bergerak dimaksud. c.
Surat atau dokumen tertulis yang merupakan kelengkapan dari benda tidak bergerak yang bersangkutan.
Agar perwakafan tanah milik dapat dilaksanakan dengan tertib, maka tata cara perwakafannya harus ditentukan pula. Berbeda dengan ketentuan yang terdapat dalam kitab-kitab fikih tradiisional dan kebiasaan yang terdapat dalam masyarakat adat. Dalam pasal 28 sampai dengan pasal 30 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf menjelaskan lebih lanjut tentang tata cara perwakafan yaitu: 1. Pasal 28 : Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang di tunjuk oleh menteri
Universitas Sumatera Utara
43
2. Pasal 29 ayat 1 : Wakaf benda berggerak berupa uang sebagai mana di maksud dalam pasal 28 di laksanakan oleh wakif dengan pernyataan kehendak wakif yang di lakukan secara tertulis. 3. Pasal 29 ayat 2 : Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana disebut dalam pasal 1 di terbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang. 4. Pasal 29 ayat 3 : Sertifikat wakaf yang sebagaimana di maksud pada ayat 2 di terbitkan dan di sampaikan oleh lembaga keuangan syariah terhadap wakif dan nadzir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf 5. Pasal 30 : Lembaga keuangan syariah atas nama nadzir mendaftarkan harta benda wakaf berupa uang kepada menteri selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak di terbitkannya sertifikat uang wakaf. 6. Pasal 31 : Ketentuan lebih lanjut mengenai wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana di maksud dalam pasal 28, pasal 29, dan pasal 30 di atur dalam Peraturan Pemerintah. Selanjutnya tata cara perwakafan tanah milik juga dijelaskan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Wakaf sebagai berikut: 1. Seseorang atau badan hukum yang hendak mewakafkan tanahnya (sebagai calon wakif) datang sendiri kepada pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk melaksanakan hendaknya. Kalau calon wakif itu tidak dapat datang sendiri karena sakit, sudah tua atau karena alasan lain yang dapat diterima, ia dapat membuat ikrar wakaf secara tertulis dengan persetujuan
Universitas Sumatera Utara
44
Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten yangt bersangkutan dihadapan dua orang saksi . Ikrar wakaf itu kemudian dibacakan pada nadzir dihadapan PPAIW. Pada waktu menghadap Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf itu, wakif harus membawa surat-surat berikut : a.
Sertifikat hak milik atau benda bukti pemilikan tanah lainnya.
b. Surat keterangan kepala desa yang diperkuat oleh camat setempat mengenai kebenaran pemilikan tanah itu dan penjelasan bahwa tanah tersebut tidak dalam sengketa. c.
Surat keterangan pendaftaran tanah.
d. Izin Bupati/Walikotamadya dalam hal ini Kepala Subdirektorat Agraria setempat. 7. Surat-surat yang dibawa calon wakif itu diperiksa lebih dahulu oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Tanah, apakah telah memenuhi aturan yang telah ditetapkan oleh Perundang-Undangan . Kemudian PPAIW meneliti saksisaksi dan mengesahkan susunan nadzir . 8. Di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf dan dua orang saksi, wakif mengucapkan ikrar wakafnya kepada nadzir yang telah disahkan dengan ucapan yang jelas dan terang. Bila wakif tidak dapat mengucapkan ikrarnya karena bisu misalnya, ia dapat menyatakan kehendaknya itu dengan isyarat, kemudian mengisi formulir ikrar wakaf. Setelah selesai pengucapkan ikrar wakaf, wakif, nadzir, saksi-saksi dan PPAIW segera membuat Akta Ikrar Wakaf rangkap tiga dan selambat-lambatnya sebulan setelah dibuat wajib
Universitas Sumatera Utara
45
disampaikan kepada para pihak-pihak yang bersangkutan. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) adalah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agama (yang telah melimpahkan wewenang itu kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama) untuk membuat Akta Ikrar Wakaf. Pejabat tersebut adalah Kepala Kantor Urusan Agama kecamatan setempat. Bila di suatu kecamatan belum ada Kantor Urusan Agama, maka yang menjadi PPAIW untuk kecamatan bersangkutan adalah Kepala Urusan Agama Kecamatan terdekat. 9. Akta Ikrar Wakaf yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf itu adalah otentik. Ia dibuat setelah wakif mengikrarkan penyerahan tanah wakafnya. B. Nadzir Wakaf 1.
Dasar Hukum Dan Pengertian Nadzir Wakaf Meskipun nadzir adalah salah satu unsur pembentuk wakaf, namun didalam
al-Qur’an tidak menjelaskan dengan jelas mengenai dasar hukum nadzir, bahkan untuk wakaf sendiri di dalam al-Qur’an tidak menerangkan secara jelas dan terperinci. Dalam hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ibnu Umar yang artinya : "Telah mengkabarkan kepada kami Quthaibah bin Said,telah mengabarkan kepada kita Muhammad bin Abdullah al-Anshori,telah mengabarkan kepada kita Ibnu‘Auni,beliau berkata: Telah bercerita kepadaku Nafi’ dari Ibnu Umar. Bahwasannya Umar Ibnu Khattab mendapat bagian sebidang kebun di Khaibar, lalu ia datang kepada Nabi SAW untuk meminta nasihat tentang harta itu,ia berkata:“Ya Rasulullah, sesungguhnya aku telah mendapat sebidang tanah di Khaibar yang aku belum pernah memperoleh tanah seperti itu, apa nasehat
Universitas Sumatera Utara
46
Engkau kepadaku tentang tanah itu ?”. Rasulullah SAW menjawab : “Jika engkau mau, wakafkanlah tanah itu dan bersedekahlah dengan hasilnya. Berkata Ibnu Umar : Maka Umar mewakafkan harta itu dengan arti bahwa tanah itu tidak boleh lagi dijual, dihibahkan dan diwariskan. Ia menyedekahkan hasil harta itu kepada yang fakir, kepada kerabat, untuk memerdekakan budak, pada jalan Allah ,orang yang terlantar dan tamu. Tidak ada dosa bagi orang-orang yang mengurusnya (nadzir) memakan harta itu secara patut atau memberi asal tidak bermaksud mencari kekayaan”. (H.R. Bukhori)"64 Maka dari pejelasan hadist di atas sahabat Umar bin Khatab dikala itu mengwakafkan tanah wakaf, beliau sendiri yang bertindak menjadi sebagai nadzir waktu semasa hidupnya. Sepeninggalnya, pengelola wakaf diserahkan kepada putrinya Hafsah. Setalah itu ditangani oleh Abdullah bin Umar, kemudian keluarga umar yang lain dan seterusnya berdasarkan wasiat umar. Berati ini membuktikan bahwa nadzir sangat diperlukan untuk berhasilnya tujuan wakaf.65 Nadzir wakaf menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Waqif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Nadzir adalah pihak yang menerima harta wakaf dari wakif untuk dikelola dan di kembangkan sesuai dengan peruntukannya. Posisi nadzir sebagai pihak yang bertugas untuk memelihara dan mengurusi harta wakaf mempunyai kedudukan yang penting dalam perwakafan. Kata nadzir secara etimologis berasal dari dari kata kerja Nadzara- Yandzuru yang berarti menjaga dan mengurus. 66 Dalam kitab fiqih, masalah nadzir ini dibahas dengan judul“al-Wilayat‘alaal-Waqf”(penguasaan terhadap wakaf atau pengawasan 64
Al-imam abi abdilhal, Muhammad bin ismail, shahih bukhori juz II, darul fikr,2005,
Hal:124 65
MuhammadRawas,Mausu’ahFiqhUmaribnKhattab,Beirut:Daral- Nafais,1989M, Hal: 878. Departemen agama R.I. Pedoman dan penggelolaan dan pengembangan wakaf, ditjen bimas islam dan penyelenggaraan haji proyek peningkatan pemberdayaan wakaf, jakarta,2004, Hal:81 66
Universitas Sumatera Utara
47
terhadap wakaf). Orang yang diserahi kekuasaan atau diberitugas untuk mengawasi harta wakaf itulah yang disebut nadzir atau mutawalli. Nadzir dalam bahasa Arab adalah nadzara-yandzurunadzaran
yang
mempunyai arti, menjaga, memelihara, mengelola dan mengawasi. Adapun nadzir adalah isim fa’il dari kata nadzir yang kemudian dapat diartikan dalam bahasa indonesia dengan pengawas (penjaga).67 Dengan demikian nadzir berarti orang yang berhak
untuk
bertindak
atas
harta
wakaf,
baik
untuk
mengurusnya,
memeliharanya,dan mendistribusikan hasil harta wakaf kepada orang yang berhak menerimanya. Dalam hal ini bagitu pentingnya kedudukan nadzir dalam perwakafan, sehingga berfungsi tidaknya wakaf bagai mauqul’alaih sangat bergantung pada nadzir wakaf. Meskipun demikian tidak berarti bahwa nadzir mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang di amanahkan kepadanya. Pada umumnya, para ulama telah bersepakat bahwa kekuasaan nadzir hanya terbatas pada pengelolaan wakaf untuk dimanfaatkan sesuai dengan tujuan wakaf yang di hendaki wakif. Asaf A.A Fyzee berpendapat, sebagaimana dikutip oleh Dr. Uswatun Hasanah bahwa kewajiban nadzir adalah mengerjakan segala sesuatu yang layak untuk menjaga dan mengelola harta. Sebagai pengawas harta wakaf, nadzir dapat mempekerjakan beberapawakil atau pembantu untuk menyelenggarakan urusan-urusan yang berkenan dengan tugas dan kewajibannya. Oleh karena itu nadzir dapat berupa nadzir perseorangan, organisasi maupun badan hukum. Nadzir sebagai 67
UsmanSuparman.Op.Cit Hal. 33
Universitas Sumatera Utara
48
pihak yang berkewajiban mengawasi dan memelihara wakaf tidak boleh menjual, mengadaikan atau menyewakan harta wakaf kecuali diijinkan oleh pengadilan. Ketentuan ini sesuai dengan masalah kewarisan dlam kekuasaan kehakiman yang memiliki wewenang untuk mengontrol wewenang nadzir. Sehingga dengan demikian, keberadaan harta wakaf yang ada di tangan nadzir dapat dikelola dan diberdayakan secara maksimal untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat banyak yang bisa dipertanggung jawabkan secara moral dan hukum Allah SWT.68 Menurut Madzhab Maliki, Nadzir boleh menyewakan harta wakaf dalam jangka wakatu satu sampai dua Tahun, apabila harta wakaf itu berbentuk tanah. Tetapi harta wakaf itu sudah tidak berfungsi seperti lahan pertanian yang sudah berubah menjadi hutan dan memerlukan biaya perbaikan, maka dibolehkan menyewanya kepada orang lain selama selama emapat puluh sampai lima puluh tahun. Akan tetapi harga sewa tidak boleh kurang dari harga sewa yang berlaku umum. Hasil sewa harta wakaf itu menurut mereka tidak boleh tidak dibagikan kepada yang berhak mennerimanya kecuali harta yang disewakan itu telah kembali ke tangan nadzir. Apabila nadzir membangun rumah atau menanam pohon di atas tanah wakaf, rumah dan tanaman itu termasuk harta wakaf. Tetapi apabila ada keterangan yang meyakinkan hakim bahwa rumah dan tanaman itu milik nadzir maka rumah dan tanaman itu diberikan kepada ahli waris nadzir yang akan menjadi penerus pengelola harta wakaf.
68
Fikih Wakaf, Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2007, Hal: 69
Universitas Sumatera Utara
49
Menurut madzhab Syafi’I, apabila harta wakaf itu disewakan dengan harga yang lebih rendah dari harga sewaan yang berlaku didaerah setempat, maka sewa menyewa itu dianggap tidak sah. 2.
Syarat-Syarat Dan Tata Cara Pengangkatan Nadzir Wakaf Menurut Perspektif Fiqih Islam Dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Dalam proses pengangkatan Nadzir secara umum hendaklah terlebih dahulu
diketahui oleh seorang nadzir haruslah memiliki kepribadian yang baik:69 a. Paham tetang hukum wakaf baik dalam tinjauan Syaria’ah maupun dalam perundang-undangan negara Republik Indonesia. b. Jujur, amanah, terutama menyangkut perkembangan sasaran wakaf. c. Tahan godaan, terutama mentangku perkembangan usaha. d. Pilihan, sungguh-sungguh dan suka tantangan. e. Punya kecerdasan, baik emosional maupun spiritual. Dalam hal ini tentunya Nadzir seebagai pengelolaan wakaf sebagai ujung tanduk pengelolaan dan pengembangan harta wakaf, Tentunya menjadi tolak ukur kedepan dalam memantau proses dan eksistensi benda wakaf itu sendiri. Tidak bisa dipandang sebelah mata bahwa berbagai masalah dibidang wakaf tentunyadisebabkan oleh karena nadzir yang kurang professional dalam pengelolaan.
69
Direktorat pemberdayaan wakaf direktorat jenderal bimbingan masyarakat islam departemen agama republik indonesia, Paradigma baru wakaf di indonesia, jakarta, 2007, Hal: 51
Universitas Sumatera Utara
50
Adapun terhadap ketentuan umum tentang apa yang tidak boleh dilakukan oleh seorang Nadzir adalah seorang nadzir harus mampu mencegah dirinya dari tindakan yang bisa membahayakan atau merusak harta wakaf atau menyalahi aturan yang telah disepakati.70 1. Nadzir tidak diperkenankan menyewa harta wakaf kepada dirinya sendiri atau anaknuya yang berada dibawah tanggungannya. Hal itu dilarang sebagai upaya menghindari sangkaan buruk, selain itu nadzir juga tidak dibolehkan menyewa harta kepada orang yang tidak di terima atau diragukan kesaksiannya. Pengarang kitab Al-Is’af mengatakan meskipun harta wakaf tersebut disewakan kepada dirinya sendiri atau ditempatinya dengan membayar harga sewa yang memadai.hal itu tidak boleh , begitu juga kalau harta wakaf disewakan kepada anaknya,ayahnya, budaknya, hal ini dilarang karena menimbulkan persangka buruk buruk orang lain. 2. Pada umumnya Nadzir tidak diperbolehkan berhutang atas nama wakaf, baik melalui pinjaman maupu dengan membeli keperluan yang diperlukan yang dibutuhkan untuk perwatatan harta wakaf. 3. Nadzir tidak boleh mengadaikan harta wakaf dengan membebankan biaya tebusan kepada kekayaan wakaf atau dirinya sendiri atau kepada salah seorang mustahik. Sebab tindakan ini bisa mengakibatkan hilangnya harta
70
Muhammad abid abdulhal al-kabisi, hukum wakaf, dompet dhuafa republika dan IIMAN, 2004, Hal 495-499
Universitas Sumatera Utara
51
wakaf dimana harta wakaf itu menjadi milik si penggadai ketika nadzir tidak mampu menembusnya kembali. Dalam Penggelolaan lembaga wakaf yang dapat berbentuk pengelola perseorangan, organisasi dan badan hukum. Nadzir ditunjukan untuk memanggul tanggung jawab sebagai pengelola wakaf, baik diterima oleh wakif maupun ditunjukan oleh pemerintah. Sebagai pengelola wakaf, nadzir bertanggung jawab penuh terhadap pemelihara wakaf. Dalam hal nadzir wakaf perseorangan, organisasi dan badan hukum para ahli menentukan beberapa syarat yang harus dipenuhi. 1. Nadzir Perorangan Nadzir yang terdiri dari perorangan harus merupakan suatu kelompok atau suatu pengurus sekurang-kurangnya tigaorang salah seorangan diantaranya menjadi ketua. Jumlah nadzir perorangan dalam suatu desa ditetapkan satu nadzir. Jumlah nadzir perorangan dalam satu kecamatan ditetapkan sebanyak-banyaknya sejumlah desa yang terdapat diKecamatan tersebut.71 Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa: Nadzir perseorangan sebagai mana dimaksud dalam pasal 9 huruf a hanya dapat menjadi nadzir apabila memenuhi persyaratan: a. Warga Negara Indonesia. b. Beragama Islam. c. Dewasa.
71
Abdulhal Gofar, Nadzir dan Manajemen Pendayagunaan Tanah Wakaf, Al- Hikmah, Jakarta,1999, Hal :28.
Universitas Sumatera Utara
52
d. Amanah. e. Mampu Secara Jasmani Dan Rohani. f. Tidak Terhalang Melakukan Perbuatan Hukum. Dalam hal ini lebih jelas mengenai Nadzir Perseorangan diatur dalam pasal 4 peraturan pemerintah republik indonesia nomor 42 tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, yang menjelaskan: a. Nadzir perseorangan ditunjuk oleh wakif dengan memenuhi persyaratan menurut Undang-Undang. b. Nadzir sebagimana dimkasud pada ayat (1) wajib didaftarkan pada Menteri dan BWI melalui kantor Urusan Agama. c. Dalam hal tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pendaftaran nadzir dilakukan melalui Kantor Urusan Agama, atau perwakilan Badan Wakaf Indonesia. d. BWI menerbitkan tanda bukti pendaftaran. e. Nadzir perseorangan harus merupakan satu kelompok yang terdiri dari paling sedikit 3 (tiga) orang, dan salah seorang diangkat sebagai ketua. f. Salah seorang nadzir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus bertempat tinggal dikecamatan setempat benda wakaf berada. 2. Nadzir Organisasi Terhadap Nadzir Organisai diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Pasal 10 ayat (2) yang menyatakan bahwa: Nadzir organisasi
Universitas Sumatera Utara
53
sebagaiman dimaksud dalam pasal 9 huruf b hanya dapat menjadi nadzir apabila memenuhi persyaratn: 1) Pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nadzir perseorangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1); dan; 2) Organisasi yang bergerak dibidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan atau keagamaan Islam. Selain itu terhadap ketentuan mengenai nadzir organisasi tercantum dalam pasal 7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, yang menjelaskan: 1. Nadzir Organisasi wajib didaftarkan pada Menteri dan BWI melalui Kantor Urusan Agama setempat. 2. Dalam hal tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendaftaran madzir dilakukan melalui Kantor Urusan Agama terdekat, Kantor Departemen Agama, atau perwakilan BWI di provinsi/kabupaten/kota. 3. Nadzir Organisasi merupakan organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan/atau keagamaan islam yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a.
Pengurus organisasi harus memenuhi persyaratan Nadzir perseorangan
b. Salah seorang pegurus Nadzir harus berdomisili di kabupaten/kota letak benda wakaf berada.
Universitas Sumatera Utara
54
c.
Memiliki: 1.
Salinan akta Notaris tentang pendirian dan anggaran dasar.
2.
Daftar susunan pengeurus.
3.
Anggaran rumah tangga .
4.
Program kerja dalam pengembangan wakaf.
5.
Daftar kekayaan yang bersala dari harta wakaf yang terpisah dari kekayaan lain atau yang merupakan kekayaan organisasi; dan
6.
Surat pernyataan untuk bersedia di audit.
d. Persyaratan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) huruf c dilampirkan pada permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1). e.
Pendaftaran sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum penandatanganan AIW.
3. Nadzir Badan Hukum Jumlah nadzir yang berbentuk badan hukum ditentukan sebanyak-banyaknya sejumlah badan hukum yang ada di Kecamatan tersebut. Jika berbentuk badan hukum, maka nadzir badan hukum harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:72 1. MempunyaiperwakilandiKecamatantempatletakbendayang diwakafkan. 2. Pengurus badan hukum yang bersangkutan harus memenuhi persyaratan nadzir perseorangan. 72
Bahderjohan Nasution dan sriwarjiyati hukum perdata islam kompetensi pengadilan Agama Tentang Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf Dan Shodaqah, Bandung, Mandalamaju,1997,Hal:71
Universitas Sumatera Utara
55
3. Badan hukum indonesia yang dibentuk sesuai dengan Peraturan PerundangUndangan yang berlaku Ketentuan mengenai Nadzir Badan Hukum tercantum dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Pasal 10 ayat (3) yang menyatakan bahwa: Nandzir organisasi sebagaiman yang dimaksud dalam pasal 9 huruf c hanya dapat menjadi Nadzir apabila memenuhi persyaratan: a. Pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nadzir perseorangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1); dan b. Badan Hukum Indonsia yang dibentuk sesuai dengan Peraturan PerundangUndangan yang berlaku; dan c. Badan Hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan, dan/atau keagamaan Islam. Terhadap ketentuan Nadzir Badan Hukum lebih lanjut di atur Dalam Pasal 11 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, yang menjelaskan: a. Nadzir Badan Hukum wajib didaftarkan pada Menteri dan BWI melalui Kantor Urusan Agama setempat. b. Dalam hal tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendaftaran Nadzir dilakukan melalui Kantor Urusan Agama terdekat, kantor departemen agama, atau perwakilan BWI di provinsi/kabupaten/kota. c. Nadzir badan hukum yang melaksanakan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan: 1. Badan Hukum Indonesia yang bergerak dibidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam 2. Pengurus badan hukum harus memenuhi persyaratn nadzir perseorangan.
Universitas Sumatera Utara
56
3. 4.
Salah seorang pengurus badan hukum harus berdomisili di kabupaten/kota benda wakaf berada. Memiliki : a. Salinan akta Notaris tentang pendirian dn anggaran dasar badan hukum yang telah disahkan oleh instansi berwenang. b. Daftar susuna pengurus. c. Anggaran rumah tangga. d. Program kerja dalam pengembangan wakaf e. Daftar terpisah kekayaan yang berasal dari harta benda wakaf atau yang merupakan kekayaan badan hokum f. Surat pernyataan bersedia untuk diaudit.
Menurut Fathurrahman Djamil, Guru Besar Fakultas Syariah UIN Syarif Hidyatullah Jakarta melalui bwi.or.id, mengatakan masih ada persyaratan umum lain bagi Nazhir, antara lain:73 1. Nazhir adalah pemimpin umum dalam wakaf. Oleh karena itu nazhir harus berakhlak mulia, amanah, berpengalaman, me Wahbah Al-Alzuhaili, Al-Fiqh AlIslami Wa Adillatuh, (Damsyik: Dar Al-Fik, 1989), Juz VIII,Hal: 215nguasai ilmu administrasi dan keuangan yang dianggap perlu untuk melaksanakan tugastugasnya sesuai dengan jenis wakaf dan tujuannya. 2. Nazhir bisa bekerja selama masa kerjanya dalam batasan undang-undang wakaf sesuai dengan keputusan organisasi sosial dan dewan pengurus. Nazhir mengerjakan tugas harian yang menurutnya baik dan menentukan petugaspetugasnya, serta punya komitmen untuk menjaga keutuhan harta wakaf, meningkatkan pendapatannya, menyalurkan manfaatnya. Nazhir juga menjadi utusan atas nama wakaf terhadap pihak lain ataupun di depan mahkamah (pengadilan). 3. Nazhir harus tunduk kepada pengawasan Kementerian Agama dan Badan Wakaf Indonesia, dan memberikan laporan keuangan dan administrasi setiap seperempat tahun minimal, tentang wakaf dan kegiatannya. 4. Nazhir bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian atau hutang yang timbul dan bertentangan dengan undang-undang wakaf. Nadzir kelompok atau badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf, yang dimaksud dengan kelompok orang dalam perumusan
73
http://irmadevita.com/2013/nazhir-sebagai-pengelola-wakaf/ hari jum’at tgl 11-06-15 jam
17.22 wib
Universitas Sumatera Utara
57
itu adalah kelompok orang yang merupakan satu kesatuan atau merupakan suatu pengurus. Jadi, bukan orang seorang, sebagaimana yang dimungkinkan dalam fiqih tradisional. Hal ini mungkin dimaksudkan agar pengurusan harta wakaf dapat dilakukan secara lebih baik oleh kumpulan orang yang dapat saling mengawasi dan menghindari terulangnya pengalaman di masa lampau, harta wakaf yang banyak hilang bahkan jadi milik perorangan nadzir wakaf yang bersangkutan.Akan tetapi di dalam hukum fiqih tradisional, nadzir tidak termasuk dalam rukun (unsur-unsur) wakaf. Orang dapat saja menjadi nadzir apabila wakif menunjuknya. Para ahli hukum islam (fuqaha) daahulu berpendapat bahwa nadzir tidak harus orang llain atau kelompok. Wakif itu sendiri bisa untuk menjadi nadzir harta yang diwakafkannya. Oleh karena itu, ketentuan nadzir seperti yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah merupakan pengembangan dari hukum fiqih di Indonesia.74 3.
Tata Cara Pemberhentian Nadzir Wakaf Menurut Perspektif Fiqih Islam Dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Mengenai tentang pemberhentian nadzir wakaf di atur dalam Kompilasi
Hukum Islam Pasal 221 yaitu: 1. Nadzir diberhentikan oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan karena : a.
Meninggal dunia
b.
Atas permohonan sendiri
c.
Tidak dapat melakukan kewajibannya lagi sebagai nadzir
d.
Melakukan suatu kejahatan sehingga dipidana
74
Muhammad Daud Ali.Op.Cit Hal. 94
Universitas Sumatera Utara
58
2. Bila mana terdapat lowongan jabatan madzir karena salah satu alasan sebagaimana tersebut dalam ayat 1, maka penggantinya diangkat oleh Kepala Kantor Urusaan Agama Kecamatan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat 3. Seorang nadzir yang telah berhenti, sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 sub a, tidak dengan sendirinya diganti oleh seorang ahli warisnya. Sedangkan terhadap Pemberhentian dan pergantian nadzir di laksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia, seorang nadzir berhenti dari jabatannya. Terhadap pemberhentian nadzir wakaf diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dalam Pasal 45 menyatakan: 3. Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, nadzir diberhentikan dan diganti dengan nadzir lain apabila nadzir yang bersangkutan: a.
Meninggal dunia bagi nadzir perseorangan
b.
Bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku untuk nadzir organisasi atau nadzir badan hukum
c.
Atas permintaan sendiri
d.
Tidak melaksanakan tugsnya sebagai nadzir dan/atau melanggar ketentuan larangan dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Universitas Sumatera Utara
59
e.
Dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
f.
Pemberhentian dan pergantian nadzir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia.
g.
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dilakukan oleh Nadzir lain karena pemberhentian dan pergantian Nadzir, dilakukan dengan tetap memperhatikan peruntukan harta benda wakaf yang ditetapkan dan tujuan serta fungsi wakaf.
Maka dalam menjalankan hak dan kewajibannya sebagai nadzir wakaf harus melaksanakan tugasnya dengan amanah yaitu memelihara dan menyelenggarakan harta wakaf sesuai dengan tujuan pewakaf sebagaimana yang telah dikehendaki oleh wakif. Dan seorang nadzir mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mengurus dan mengawasi harta waka agar lebeih berkembang untuk kedepan. Hal ini sesuai dengan teori amanah Abu A. Baiguni, amanah merupakan suatu kepercayaan atau dipercayakan. Suatu yang harus ditunaikan sesuai dengan kewajiban yang dibebankan termasuk dalam akhlakul karimah. Amanah disini dapat diartikan suatu titpan seperti tanggung jawab yang harus di tanggung oleh seseorang terhadap barang maupun sesuatu yang telah ditipkan kepadanya.75Lebih lanjut lagi hal ini sejalan dengan firman Allah yang terdapat dalam QS.An.Nisa’ ayat 58 yang artinya: “sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang
75
Abu A.Baiquni Dan Eni Fauziana,Kamus Istilah Agama Islam, Surabaya: Arloka, 1995
Hal: 114
Universitas Sumatera Utara
60
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah maha mendengar dan maha melihat.”
Universitas Sumatera Utara