39
BAB IV AKHLAK GURU DAN MURID DALAM KITAB ADAB AL ALIM AL MUTA’ALIM A. AKHLAK GURU 1. Akhlak guru terhadap diri sendiri Di antara 20 rincian akhlak yang dipaparkan KH. Hasyim Asy’ari, ada empat hal yang harus diperhatikan oleh guru yakni, pembiasan diri dengan sifat-sifat utama, tidak menjadikan ilmu yang dimiliki sebagai alat untuk mencapai/memperoleh keuntungan dunia, kesadaran diri sebagai teladan dan selalu punya semangat mengembangkan ilmunya. a. Pembiasaan diri dengan sifat-sifat utama Sifat-sifat utama adalah murokobah, khouf, wara’, tawadlu’, khusuk dan zuhud, inilah beberapa jalan tasawuf atau sifat kesufian yang harus dijalani dan ditempuh oleh para guru. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa jalan tasawuf ini akan menuntun para guru kepada mengenal Tuhan atau ma’rifat billah dan bertagarrub1 kepadaNya, kondisi ini akan bisa menjaga hati agar selalu berpijak pada norma-norma Illahi dan pada akhirnya ilmunya akan membawa kebaikan karena selalu dekat dengan norma Illahi. Secara jelas Rasulullah mengatakan “Barang siapa yang bertambah ilmunya, tetapi tidak bertambah (amal baiknya), maka tidak akan memperoleh apa-apa dari Allah kecuali semakin jauh dari (rahmat) Allah”. (HR. Abu Mansur Ad Daelami).2 Dengan aktifnya sifat-sifat ini seorang guru akan selalu berusaha menjauhi dan meninggalkan perbuatan yang dapat mengurangi kehormatannya (muru’ahnya) terlebih perbuatan-perbuatan yang 1
. Moh Saifullah Al Azis, Risalah memahami Ilmu Tasawuf,( Surabaya : Terbit Terang, 1998), hlm.39 2 . Imam Gozali, Bidayah Al Hidayah, Terj. Fadlil Sa’adan Nadwi, (Surabaya: Al-hidayah, 1418 H) , hlm.21 /1997.
39
40
mencemari hati dan hal-hal yang di benci syariat maupun adat kebiasaan sebagaimana point II. Dan juga membiasakan diri pada kesunahan-kesunahan syar’i, seperti membaca Al-Qur’an, dzikir kepada Allah , puasa sunnah dan lain-lain. Dalam bahasa Al-Qur’an, guru seperti ini disebut sebagai orang yang rohbani (Q.S. Al-Imron : 79), yang menurut Ibnu Katsir berarti ahli taqwa dan ahli ibadah3. Sedang dalam Jalalain berarti ulama’ yang beramal yang bersandar kepada Allah.4
ﻛﻮﻧﻮﺍ ﺭﺑﺎﻧﻴﲔ ﲟﺎ ﻛﻨﺘﻢ ﺗﻌﻠﻤﻮﻥ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﲟﺎ ﻛﻨﺘﻢ ﺗﺪﺭﺳﻮﻥ b. Tidak menjadikan ilmu yang dimiliki sebagai alat mencapai keuntungan dunia Konsep ini mengajarkan kepada guru tentang pentingnya keikhlasan dalam semua aktifitasnya. Penilaiannya, ia serahkan seutuhnya kepada Allah. Ia melakukan semua ini atas dasar ibadah dan kewajibannya
selaku
orang
yang
beriman.
Ia
tidak
pernah
mengharapkan imbalan apapun kecuali pahala dari Allah
ﻭﻳﺎ ﻗﻮﻡ ﻻﺍﺳﺄﻟﻜﻢ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﺎﻻ ﺍﻥ ﺍﺟﺮﻯ ﺍﻻ ﻋﻠﻰ ﺍﷲ “Hai kaumku, aku tiada minta harta kepadamu atas urusan ini, tidak ada upahku melainkan daripada Allah” (Q.S. Hud : 29). Ikhlas
beramal
menunjukkan
bagaimana
seorang
hamba
menyatakan diri dihadapan Allah ketika beribadah. Ada dua cara untuk mencapainya, pertama, beramal kepada Allah, tidak ada sandaran amal selain Allah belaka. Kedua, beribadah atas kehendak Allah sesuai dengan tata tertibnya dan peraturan Allah.5 Adapun lawan dari ikhlas adalah riya’ (pamer amal) yang tidak hanya merusak keimanan, akan tetapi akan mencemari hati manusia 3
. Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Kasir, (Semarang : Thoha Putra, t.t.h) jus I hlm.377 . Jalaluddin, Tafsir Jalalain, (Bandung : Syirkah Maarif : t.t.h) Jus I.hlm.56 5 . Ahmad Attaillah Al Hakim, Terj. Muhammad bin Ibrohim, Ibnu Ibad, (Surabaya: Mutiara Ilmu, 1995), hlm.32 4
41
(guru) dengan bercak-bercak hitam, yang kelak akan menutupi seluruh permukaan hatinya dari cahaya kebenaran. Kondisi seperti ini, akan menyebabkan guru salah langkah dan lupa amanat keilmuannya. Akibatnya ia memanipulasi dan menyalah gunakan ilmunya demi kepentingan dunia. Lalu bagaimanakah dengan gaji guru yang selama ini mereka terima? Imam Gozhali dalam kitabnya menyatakan seorang tidak boleh menuntut upah atas jerih payahnya dalam mengajar.6 Dari kata yang digunakan ﻓﻼ ﻳﻄﻠﺐ
dan ﻭﻻ ﻳﻘﺼﺪ. Dapat penulis
katakan bahwa konsep ini berbeda dengan menerima. Dan menurut pendapat penulis, gaji yang selama ini diterima guru adalah merupakan pemberian atau upah dari pemerintah atau lembaga pendidikan lain atas kerja dan baktinya guru, sehingga gaji yang diterima adalah syah dalam artian boleh dan tidak haram. Yang menarik dari masalah gaji ini, pendapat KH. Bisri Mustofa, Rembang Jawa Tengah. Dalam pandangannya, ikhlas lahir bersamaan dengan kondisi dimana seseorang lega atas hasil ikhtiarnya. Kerja tanpa imbalan yang jelas adalah pemerkosaan terhadap ikhlas, jika imbalan ada, insya Allah ikhlaspun ada. Sedang soal pahala itu tidak perlu diminta, itu sudah otomatis.7 c. Kesadaran diri sebagai teladan Keteladanan merupakan dimensi yang tak kalah pentingnya dalam proses pendidikan. Keselarasan antara perkataan dengan perbuatan adalah pepatah yang harus selalu dipegang oleh guru, prilaku keteladanan akan menjadi salah satu modal utama lancarnya PBM.8
6
. Imam Gozaly, Ikhya’ Ulum Aldin, (Semarang: Toha Putra, t.t.h) hlm.56 Juz.7 . Tamyiz Burhanudin, Akhlaq Pesantren, (Yogyakarta: Ittaga Press, 2001), Cet.I, hlm.116 8 . Taufiq Dahlan dan Rijal Roihan (eds), Pedoman Manajemen berbasis Madrasah, (Jakarta: Depag RI, 2004) hlm.53. 7
42
Transfer of values sebagai salah satu tugas guru9 akan mudah tercapai apabila prinsip keteladanan ini benar-benar diperankan, guru tidak hanya pandai berteori tetapi juga terbiasa dalam praktek seharihari. Ia tidak hanya memberi contoh tapi menjadi contoh. Orang Jawa mengatakan guru adalah orang yang patut untuk digugu dan ditiru, artinya orang yang dapat dijadikan teladan bagi murid-muridnya baik dalam tutur kata, sikap dan prilakunya.10 Dalam Islam dikenal kata uswatun hasanah yang berarti contoh yang bagus.
ﻟﻘﺪ ﻛﺎﻥ ﻟﻜﻢ ﰱ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺍﺳﻮﺓ ﺣﺴﻨﺔ “Sesungguhnya pada diri Rasulullah ada contoh (teladan) yang baik bagimu” (Q.S. Al-Ahzab: 21). Ketidak adanya keselarasan antara perkataan dan perbuatan akan menimbulkan kebimbangan dan keraguan di mata murid, sehingga mereka enggan bahkan tidak mau meniru atau melaksanakan. Dalam konsep Al-Qur’an orang seperti ini akan dibenci Allah. Dalam SuratAs-Shaf : 2-3, Allah menjelaskan :
ﻳﺎﺍﻳﻬﺎﺍﻟﺬﻳﻦ ﺍﻣﻨﻮﺍ ﱂ ﺗﻘﻮﻟﻮﻥ ﻣﺎﻻ ﺗﻔﻌﻠﻮﻥ ﻛﱪ ﻣﻘﺘﺎ ﻋﻨﺪ ﺍﷲ ﺍﻥ ﺗﻘﻮﻟﻮﺍ ﻣﺎﻻ ﺗﻔﻌﻠﻮﻥ “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang kalian tidak perbuat ? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan”. Ibnu Katsir menggolongkan orang ini kepada golongan orangorang munafik.11
d. Selalu punya semangat mengembangkan ilmu.
9
. Muhammad Talhah Hasan, Islam dan Masalah Sumber daya Manusia, (Jakarta: Lantabar Press, 2004), cet.III, hlm.156 10 . Mansur Zahri dan Siti Sahroh (eds), Membedah Nalar Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Rihlah Group, 2005), Cet.I, hlm.19 11 . Ibnu Katsir, Op.Cit, hlm.357 Juz.4
43
Sebagai
guru
yang
profesional,
ilmu
pengetahuan
dan
ketrampilannya itu harus selalu ditambah dan dikembangkan seiring dengan
perkembangan
ilmu
pengetahuan
yang
pesat
dengan
melakukan penelitian menyusun dan merangkum kitab karena hal ini disamping dapat memperdalam esensi keilmuannya juga ilmu pengetahuan yang diajarkan akan tetap up to date, aktual relevan dengan kebutuhan masyarakat. Guru diharapkan tetap bersemangat belajar dari manapun datangnya ilmu tanpa membeda-bedakan status dan persoalanpersoalan lainnya (point 19). Hal ini senada dengan perkataan Imam Wakiq bahwa seseorang tidak akan disebut Alim sehingga ia mau mendengarkan ilmu dari orang yang lebih tua, (ilmunya), seumur (sama) dan orang yang berada dibawahnya.12 Semangat mengembangkan ilmu itu akan berbuah penguasaan ilmu pengetahuan yang akan diajarkan secara mendalam. Dari sini, guru akan dapat menyampaikan dan mengajarkan ilmu pengetahuan tersebut secara efektif dan efisien. Inilah salah satu sifat guru profesional.13
2. Akhlak guru dalam mengajar Inti dari pembahasan ini adalah adanya tiga kemampuan dasar dalam mengajar yang harus dimiliki seorang guru, yaitu kemampuan kepribadian, kemampuan profesional dan kemampuan sosial.14 Kemampuan
kepribadian
adalah
kemampuan
dasar
yang
merupakan totalitas antara jasmani dan rohani yang dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Dari kebersihan diri, pakaian, rapinya penampilan sampai
bersihnya
hati.
Kesemuanya
diniatkan
untuk
taqarrub,
menyebarkan ilmu dan menghidupkan agama.15 12
. Hasyim Asy’ari, Adab al Alim wal Muta’alim (Jombang: Maktabah Al Turas Al Islam . Abuddin Nata, Paradigma Pendidikan Islam, (jakarta: Grasindo: 2001) Cet.I hlm.139 14 . Darmuin, Materi Kuliah Pendidikan Al-Quran Hadits. 15 . Hasyim Asy’ari, Op.Cit, hlm.71 13
44
Kemampuan profesional di sisni meliputi kemampuan membuka dan menutup pelajaran, kemampuan mengatur pengajaran baik dari segi materi , kelas maupun waktu dan kemampuan menjelaskan. Kemampuan membuka diawali dengan pemberian salam kepada murid dilanjutkan dengan membaca sebagian Al-Qur’an dan doa untuk kebaikan dirinya, para santri, kaum muslimin dan mereka yang membantu kesuksesan pendidikan disusul dengan membaca ta’awud, basmalah, hamdallah dan sholawat Nabi.16 Kemampuan mengatur pengajaran meliputi pemilihan materi pelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan murid dan kegunaannya dalam hidup, kemampuan mengelola kelas menjadi kondusif dan menyenangkan sehingga tidak menimbulkan kebosanan atau mengganggu pemahaman dan kemampuan mengatur waktu pengajarannya. Seorang guru di larang mengajar di waktu lapar dan haus, marah dan cemas, ngantuk dan gelisah ataupun diwaktu panas dan dingin yang menyengat.17 Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan suasana yang bersemangat, tidak ada tekanan dan ketegangan dan kegerahan yang dapat membuyarkan konsentrasi baik guru maupun murid. Kemampuan
menjelaskan
meliputi
kemampuan
memilih
menggunakan bahasa yang tepat dan lugas, memilih metode yang sesuai dan memberi tekanan-tekanan, juga kemampuan memehami karakteristik penerima pesan.18
Dengan demikian kejelasan isi pesan (materi pokok)
akan mudah ditransmisikan kepada murid. Untuk
maksud ini pula guru dilarang meneruskan/mengakhiri
pelajaran dengan pembahasan-pembahasan yang membingungkan murid dan juga memperpanjang dan memperpendek penjelasan sehingga bosan dan penasaran.19
16
. Ibid, hlm.73 . Ibid, hlm.72 18 . Mustaqim, Materi Kuliah Psikologi Pendidikan, hlm.11 19 . Hasyim Asy’ari, Op.Cit, hlm. 73 17
45
Salah satu peranan guru adalah sebagai pembimbing yang berarti guru mempunyai tugas membimbing murid dalam memecahkan masalah yang dihadapi, sebab proses belajar mengajar berkaitan erat dengan berbagai masalah di luar kelas yang sifatnya non akademis.20 Untuk itu seorang guru harus mampu menjadi penasehat handal yang mampu mencegah dan mengingatkan penyimpangan-penyimpangan dan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan murid-muridnya. Sekaligus mampu menggugah semangat mereka berjalan di atas kebenaran.21 Guru hendaknya memahami, bahwa murid adalah rekan kerjanya dalam menggapai kebaikan. Kemampuan berkomunikasi atau kemampuan bersosial yang baik antara keduanya adalah kebutuhan mendesak. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan dalam iman, beramal sholeh, saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran, sehingga kedua elemen itu tidak masuk pada golongan manusia-manusia yang merugi (Q.S. Al-Ashr : 1-3 ).
3. Akhlak guru terhadap murid Inti dari 14 poin Etika Guru terhadap murid adalah konsep kecintaan guru kepada muridnya. Cinta melahirkan kelembutan dan bijaksana, sabar, murah hati, kemudahan, semangat dan kekuatan, rela berkorban, perhatian, penghargaan, adil, senang membantu, keramahan dan kasih sayang.22 Sifat-sifat cinta ini sangat diperlukan guru dalam aktifitas pengajarannya. Sifat-sifat tersebut akan melahirkan rasa aman, tenang, damai dan senang pada diri anak didik sehingga mereka betah menemani gurunya dalam belajar. Tidak ada lagi perasaan malu, takut, minder dan cangung dalam berekspresi dan berkreasi. Murid tidak lagi menganggap gurunya sebagai orang lain tapi bagian dari diri mereka sendiri. Hal ini akan menciptakan hubungan yang harmonis dan hangat juga komunikatif 20
. Munzier Suparta dan Hery Noer Aly, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Aniscol 2003) Cet.II, hlm.2 21 . Hasyim Asy’ari, Op.Cit, hlm.7 22 . Lihat Bab III pasas 3 dari point 3-14.
46
yang pada akhirnya memudahkan tercapainya misi masing-masing guru dan murid. Sungguh indah apa yang digambarkan Imam Gozhali yang menganjurkan guru untuk bertindak sebagai ayah dari muridnya, bahkan kewajiban seorang guru terhadap muridnya lebih besar dari kewajiban orang tua terhadap anaknya, guru bertanggng jawab atas keselamatan muridnya dari api akherat sedangkan orang tua bertanggung jawab atas keselamatan anaknya dari api dunia.23 Penekanan konsep ini didasarkan pada Hadist Nabi “Sesungguhnya saya bagi kalian adalah bagaikan ayah bagi anaknya”24 juga disebutkan dalam Hadist lain.25
ﻋﻦ ﺍﰉ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻰﺍﷲ ﻋﻨﻪ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ ﺍﺣﺐ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻣﺎ (ﲢﺐ ﻟﻨﻔﺴﻚ ﺗﻜﻦ ﻣﺆﻣﻨﺎ)ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻯ “Cintailah manusia sebagaimana engkau mencintai terhadap dirimu sendiri maka kamu akan menjadi seorang mukmin (sempurna)”26 Penjelasan lebih detail tentang kasih sayang guru kepada murid dapat dibagi menjadi dua, yakni : 1. Kasih sayang dalam pergaulan, berati guru harus lebh lembut dalam pergaulan, misalkan terjadi sesuatu kesalahan atas diri muridnya hendaknya seorang guru menegurnya dan menasehatinya dengan baik dan jangan sekali-kali mencelanya karena itu akan melukai prestisenya. 2. Kasih sayang dalam mengajar, ini berarti seorang guru tidak boleh memaksa
muridnya
mempelajari
sesuatu
yang
belum
dapat
dijangkaunya. Pengajarannya harus dirasakan mudah oleh muridnya.
23
. Gozali, Op.cit., hlm.55 . Ibid. 25 . Imam Turmudzi,Sunan Turmudzi,bab Zuhud,hlm.2305. 26 . Husen Bahreisj,Hadits Shohih Bukhori Muslim,(Surabaya,Karya Utama,t.t.),hlm.177. 24
47
Dalam kasih sayang ini, ada semacam tuntutan guru harus mengetahui perkembangan kemampuan murid-muridnya.27 Selain didasarkan pada Hadist di atas, konsep kasih sayang ini juga didasarkan atas paham para ahli pendidikan bahwa bila guru telah memiliki kasih sayang yang tinggi kepada muridnya, maka guru tersebut akan berusaha sekuat-kuatnya agar bisa memberikan yang terbaik kepada murid yang disayanginya,28 rela berkorban inilah puncak dari cinta.
B. AKHLAK MURID a. Akhlak murid terhadap dirinya sendiri Ada tiga faktor utama yang diungkap kita Abad al Alim wa Muta’alim dalam masalah ini a.Kebersihan hati dan keikhlasan kepada Allah Hal pertama yang harus dilakukan murid berkaitan dengan faktor ini adalah membenarkan niat. Niat benar sangat menentukan keberhasilan suatu amal perbuatan dalam sebuah hadits dinyatakan 29
ﺍﳕﺎ ﺍﻷﻋﻤﺎﻝ ﺑﺎﻟﻨﻴﺎﺕ ﻭﺍﳕﺎﻟﻜﻞ ﺍﻣﺮﺉ ﻣﺎ ﻧﻮﻯ Bagaimana caranya membenarkan/ membetulkan
niat itu? Penjelasan jawabnya telah diterangkan oleh Abu al laits dalam kitabnya Bustanu al ‘Aarifin. Dalam kitab itu beliau menjelaskan adanya empat hal yang harus di tempuh 1. Hendaknya niat keluar dari kebodohan karena Allah Ta,ala berfirman
ﻗﻞ ﻫﻞ ﻳﺴﺘﻮﻯ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﻌﻠﻤﻮﻥ ﻭﺍﻟﺬﻳﻦ ﻻ ﻳﻌﻠﻤﻮﻥ
27
. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam perspektif Islam, (Bandung: Renungan Rosda Kerja, 2004) Cet, IV, hlm.85 28 . Ibid 29 . Imam Muslim, Soheh Muslim, (Bairut: Daral Filar’1993) juz.2, hal.223
48
“Katakanlah : adalah sama orang-orang yang berilmu pengetahuan dengan orang-orang yang tidak berilmu pengetahuan (05. az zumar:9)” 2. Hendaknya niat memberi manfaat kepada makluk karena rosul bersabda “Sebaik-baik manusia adalah orang yang memberi manfaat bagi yang lain” 3. Hendaknya niat menghidupkan ilmu karena manusia jika meningalkan belajar, maka ilmu akan hilang 4. Hendaknya niat mengamalkan ilmu karena ilmu adalah alatnya beramal. Ilmu tanpa amal adalah bencana, sedangkan amal tanpa ilmu adalah kesesatan.30 Berilmu tidak beramal akan disiksa sebelum menyembah berhala tapi beramal tanpa ilmu amalnya akan sia-sia tidak diterima 31 Sedangkan untuk mencapai keikhlasan, seorang murid dalam belajar nya hendaknya berniat untuk mencari ridho Allah dan memperoleh kebahagiaan akherat bukan mencari keuntungan dunia. Karena pencarian ridha Allah dan akherat otomatis akan memberikan keuntungan dunia.32 Allah berfirman
ﻣﻦ ﻛﺎﻥ ﻳﺮﻳﺪ ﺣﺮﺙ ﺍﻷﺧﺮﺓ ﻧﺰﺩﻟﻪ ﰱ ﺣﺮﺛﻪ ﻭﻣﻦ ﻛﺎﻥ ﻳﺮﻳﺪ ﺣﺮﺙ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻧﺆﺗﻪ ﻣﻨﻬﺎ ﻭﻣﺎﻟﻪ ﰱﺍﻷﺧﺮﺓ ﻣﻦ ﻧﺼﻴﺐ Namun sebaliknya, jika tujuan utamanya dunia, maka akan semakin jauh dari cahaya Allah
.33 ﻣﻦ ﺗﻌﻠﻢ ﻋﻠﻤﺎ ﻟﻴﺼﻴﺐ ﺑﻪ ﻋﺮﺿﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﱂ ﳚﺪ ﻟﻪ ﻋﺮﻑ ﺍﳉﻨﺔ
30
. Abu Al Laits, Bustan Al Arifin, (Semarang: Toha s . Ahmad Ruslan,Matan al Zubad,(Surabaya:Maktabah Ahmad Ibn Nabhan,t.t.),hlm.4. 32 . Abu Al Laits, Op.Cit. hlm.22 33 . Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, (ttp.: t.p, tt.h) Moqodimah bab.23 31
49
Penekanan pentingnya kebersihan hati dan keikhlasan ini didasarkan atas kepercayaan bahwa ilmu adalah cahaya Allah yang suci, semakin suci hati murid maka akan semakin baik dan kuat serta mudah menerima limpahan ilmu dan cahaya ilahi hal inilah yang diisyaratkan imam syafi,i dalam salah satu syairnya:34
ﺷﻜﻮﺕ ﺍﱃ ﻭﻛﻴﻊ ﺳﻮﺀﺍﳊﻔﻆ ﻓﺄﺭﺷﺪﱏ ﺍﱃ ﺗﺮﻙ ﺍﳌﻌﺎﺻﻰ ﻭﻧﻮﺭﺍﷲ ﻻﻳﻬﺪﻯ ﻟﻠﻌﺎﺻﻰ
ﻭﺍﺧﱪﱏ ﺑﺄﻥ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻧﻮﺭ
Meninggalkan maksiat adalah perbuatan yang akan mengantarkan murid ke dalam cahaya Alloh
b. Bersemangat mencari ilmu Gambaran jelasnya adalah hendaknya seorang murid bersegera mungkin dalam menghasilkan ilmu, tidak terbujuk oleh penundaanpenbundaan
dan
angan-angan
kosong.
Ia
kerahkan
segenap
kemampuan untuk menghasilkan ilmu dan ia hindari kesibukan yang menghalangi kesempurnaan mencari ilmu.35 Semangat ( ﺍﳊﺮﺹ
) merupakan satu diantara 6 prasyarat wajib
untuk meraih ilmu.36 c. Membiasakn hidup baik dan teratur 1. Pengaturan waktu dengan baik Belajar hanyalah satu diantaranya aktifitas-aktifitas murid, masih banyak aktifitas lain yang perlu dilakukannya, baik sebagai individu, anggota masyarakat maupun sebagai seorang hamba yang baik. oleh karena itu ,diperlukan pengaturan waktu dengan baik sehingga semua aktifitas itu berjalan dengan baik dan teratur, namun 34
. Naim ZarZar, Diwan Al Imam Asy Syafi’I ( Libanon: Daral Kutub Al Amaliyah, 2003), Cet.III, hlm.71 35 . Hasyim ‘Asy’ari, Op.Cit, hlm.25 36 . Zarnugi, Ta’lim Al Muta’alim, (Semarang: Usaha Keluarga, t.t.h), hlm.15
50
yang terpenting setelah pengaturan waktu ini adalah istiqomah menjalankannya 2. Pola makan yang baik Murid hendaknya makan sekedarnya, tidak terlalau kenyang (sekedar diambil kekuatan) agar tidak menghambat ibadah dan beratkan badan.37 Hendaknya murid makan makanan yang baik (bergizi) dan halal
ﻭﻛﻠﻮﺍ ﳑﺎ ﺭﺯﻗﻜﻢ ﺍﷲ ﺣﻼﻻ ﻃﻴﺒﺎ ﻭﺍﺗﻘﻮﺍﺍﷲ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﺍﻧﺘﻢ ﺑﻪ ﻣﺆﻣﻨﻮﻥ “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Alloh rizkikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Alloh yang kamu beriman kepadanya.” (QS. Al maidah :88) Makanan yang halal adalah makanan yang dibolehkan oleh ajaran Islam untuk dimakan dan halal disini mencakup tiga hal ! Halal
zatnya,
halal
cara
memperolehnya
dan
halal
cara
pengolahannya Makan yang baik adalah makanan yang mengandung zat-zat penting yang diperlukan untuk berkembangnya fisik yakni zat pembakar (terdapat pada beras, jagung, ubi, kentang dll), zat pembangun (ada pada telur, ikan, daging, kacang-kacangan, tahu, tempe dll) dan zat pelindung (terdapat pada sayur-sayuran dan buahbuahan) selain itu makanan yang baik berarti makanan yang mencukupi takaran yang diperlukan sesuai dengan usia, jenis kelamin, serta keadaan dan kebiasaan msing-masing.38 Pengadaan makanan yang halal dan baik (bergizi) merupakan upaya dalam memelihara dan meningkatkan mutu kehidupan baik fisik maupun mental. Karena makanan yang secara langsung diserap
37 38
. Al Gozali, Op.Cit, hlm.4 Juz.2 . BP.4, Buku Pintar Keluarga Muslim, (Semarang: BP.4, 2003), hlm 24-25
51
oleh jasmani,akan mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap rohani dan sikap mental seseorang.39 Dalam sebuah mahfudat dinyatakan:40
ﺍﻟﻌﻘﻞ ﺍﻟﺴﻠﻴﻢ ﰱ ﺍﳉﺴﻢ ﺍﻟﺴﻠﻴﻢ Jasad yang sehat dipengaruhi oleh gizi yang baik, karena gizi merupakan
tangga
kesejahteraan.
pertama
mencapai
kesehatan
dan
juga
41
Sebenarnya, dalam Islam terdapat ibadah yang memberikan Hikmah untuk hidup dengan baik dan teratul yaitu sholat, sholat memberikan hikmah yang banyak sekali diantaranya : a. Membiasakan hidup bersih dengan konsep kesuciannya b. Terbiasa hidup sehat dengan kaidah wudlunya c. Pembinaan disiplin waktu dengan pengaturan waktunya d. Melatih kesabaran dengan rokaat-rokaatnya e. Mengikat tali persaudaraan dengan konsep jama,ahnya f. Mencegah perbuatan keji dan mungkar dengan hikmah utamanya.42
2. Akhlak murid terhadap guru Prinsip utama dari akhlak ini adalah Ta’dhim al Mu’alim (memuliakan, manghormati, patuh dan tunduk, hidmat dan menghargai guru.)43 Ta’dhimul mua’lim harus dilakukan terus menerus seumur hidup si murid dalam seluruh aspek kehidupan,baik dalam kehidupan keagamaan, kemasyarakatan, maupun pribadi. Namun perlu di pahami bahwa Ta’dhimul Mu’alim dari sisi kepatuhan hanya berlaku pada perintah
39
. Ibid. . Umar Ibn. Ahmad Barja, Akhlak Al Banin, (Surabaya: Maktabah Ibnu nalahan, t.t.h), hlm.30 41 . Quraish Shihab, Membumikan Alqu,an. (Bandung : Mizan, 2004), Cet.XXVII, hlm,290. 42 . Slamet Fauzi, Munadhir (eds.),Al Katifi, (tt.p,t.p,t.t.h), hlm .7 43 . Zarnuji Op.cit, hlm.16-18 40
52
gurunya yang tidak bertantangan dengan ajaran agama (maksiat kepada Allaoh).44 Selain itu, konsep ta’dhimul Mu’alim ini muncul setelah adanya Ustad yang benar-benar mempuni sebagaimana point I dari etika murid terhadap guru.45 dalam keadaan ini tidaklah mungkin guru menjerumuskan murid-muridnya kepada kemaksiatan sehingga apa yang diperintahkan atau dinasehatkan selalu mengarah pada kebaikan. Dari peranan diatas, perlu penulis tegaskan sebagaimana yang dinyatakan zamakhsari dhofier bahwa hormat dan kepatuhan kepada guru didasari kepercayaan bahwa guru tersebut memiliki kesucian karena memegang kunci penyalur pengetahuan dari Alloh46 dan meningalkan konsep ini adalah suatu aib besar disamping akan menghilangkan berkah guru dan kemanfaatkan akan ilmu itu sendiri.47 Yang menarik dari konsep ini sebagai mana pernyataan Shekh Zarnuji bahwa konsep Ta’dhimul Mu’alim juga berlaku untuk orang tua murid, lebih lanjut Shekh Zarnuji mengatakan. “Barang siapa mengharapkan anaknya menjadi orang alim hendaknya ia memelihara dan memuliyakan serta menghormati juga memberi sesuatu kepada pengembara dari ahli-ahli agama.48
3. Akhlak murid terhadap pelajaran Ada dua inti yang diungkap dalam masalah akhlak murid terhadap pelajaran ini a. Mendahulukan pelajaran-pelajaran yang berguna bagi manusia dalam hal ini pengetahuan agama menduduki urutan pertama disusul pelajaran lain yang bermanfaat. Adalah wajib bagi setiap mukalaf untuk melaksanakan semua yang diwajibkan oleh Allah dengan
44
. Ibid, hlm.17 . Hasim Asyari, Op.Cet.I, hlm.29 46 . Zamakhsari Dofier, Tradisi Pesantren (.Jjakarta : LP3ES, 1994), Cet.VI, hlm.84 47 . Ibid, hlm.82 48 . Zarnuji, Loc.cit 45
53
sebaik-baiknya yaitu dengan memenuhi rukun dan syarat-syaratnya juga wajib baginya menjauhi (tidak melakukan) hal-hal yang dilarang oleh sang pencipta,49 pemenuhan kewajiban dapat dilakukan dengan baik apabila seorang mukalaf telah memahami kewjiban dengan segala aturanya itu dengan baik pula. Oleh karena itu pemahaman tentang Agama harus didahulukan, sebab keadaan mukalaf merupakan kondisi dimana seseorang telah terbebani oleh perintah dan larangan.disinilah letak alasan kenapa pengetahuan agama didahulukan. b. Membiasakan diri dengan adab kesopanan ketika menerima pelajaran ilmu manfaat adalah ilmu yang memancarkan cahaya didalam dada dan menyingkap katupnya hati.50 Ilmu ibarat nur ilahi yang ditanam didalam hati orang beriman oleh karenanya dalam upaya menerimanya harus ditempuh dengan hal-hal yang tidak bertantangan dengan nur tersebut (tidak melakukan maksiat) dengan harapan.hati dan pikiran akan mudah terbuka dan dapat menerima ilmu. Karena ilmu Allah tidak akan diberikan kepada berikan kepada orang yang rajin bermaksiat. Paparan diatas mengisyaratkan bahwa konsep akhlak guru dan murid KH.Hasyim Asy’ari dalam kitab Adab al Alim wa al Muta’alim memiliki kesamaan konsep dan arah dengan Ulama’-ulama’ dan pemikir-pemikir Islam yang lain sebagaimana tertuang dalam BAB.II.
C. RELEVANSI PEMIKIRAN KH.HASYIM ASY’ARI TERHADAP PENDIDIKAN SAAT INI Dewasa ini, terlebih-lebih memasuku era dunia terbuka, sering ditonjolkan tuntutan dalam profesionalisme dalam berbagai aspek kehidupan termasuk dunia pendidikan. Guru sebagai penggerak pendidikan juga dtuntut untuk menjadi tenaga professional agar dapat melaksanakan tugasnyan yaitu mengarahkan, 49 50
membimbing
murid
agar
semakin
. Abdullah ibn Husain ba’lawy, Sulam Taufiq, (tt.p Dai Alawy, tt.h), hlm.15 . Ahmad Atailah, Syarah Hikam, (t.t.p, t.p, t.t.h), hlm.49 Juz.2
meningkat
54
pengetahuannya, semakin mahir ketrampilannya dan semakin terbina dan berkembang potensinya.51 Untuk menjadi guru yang professional, seorang guru harus memperhatikan beberapa hal dibawah ini 1. Jabatan guru adalah tugas membimbing, mengajar dan melatih dan lebih dari sekedar mencari nafkah. 2. Guru harus memiliki kompetensi yang dijunjukkan oleh ijasah dari PT yang bersangkutan. 3. Mengajar mensyaratkan kemampuan mengajar dan ketrampilan yang tepat. 4. Guru perlu meningkatkan dirinya setiap saat agar tumbuh dan berkembang pengetahuannya. 5. Guru harus memiliki kode etik yang disepakati.52 KH.Hasyim Asy’ari dalam kitabnya menyebutkan adanya tujuh karakteristik yang harus dimiliki seorang guru 1. Tsabatat ahliyatuh (cakap dan Profesional) 2. Tahaqqaqat syafaqatuh (terbukti kasih sayangnya) 3. Zhaharat muru’atuh (berwibawa) 4. ‘Urifat iffatuh (menjaga diri dari hal yang merendahkan martabatnya) 5. Isytaharat syina’atuh (diakui Tanggung jawabnya) 6. Ahsan Ta’lim (pandai mengajar) 7. Ajwad tafhim (bagus pemahamannya) Tujuh karakteristik ini dapat menjawab tantangan dan tuntutan zaman akan kebutuhan guru professional. Dalam point ke 16 akhlak guru terhadap dirinya disebutkan bahwa seorang guru harus mampu berinteraksi dengan baik terhadap masyarakat. Kemudian dalam point ke 13 dari akhlak guru dalam mengajar disebutkan hendaknya seorang guru mampu menjadi penasehat yang baik bagi murid51
. Abudin Nata,Paradigma Pendidikan Islam,(Jakarta:Grasindo,2001),cet.I,hlm.134. . Abdul Rahman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan,(Jakarta:Gema Windu Panca Perkasa,2000),cet.I,hlm.166-167. 52
55
muridnya. Kedua point ini selaras dengan kompetensi sosial guru yang tertuang dalam undang-undang SISDIKNAS pasal 10 point 1 yang berbunyi: ‘Kompetensi guru sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan pompetensi professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.’53 Setiap orang tua berharap pendidikan yang ditempuh anaknya, dapat membuatnya tidak buta ilmu pengetahuan dan terlebih buta agama. Mereka tidak hanya cerdas, pandai dan trampil tetapi juga berakhlak mulia, dan akhirnya mereka akan mendapat kebahagiaan di dunia dan akherat. Hal ini sejalan dengan harapan Undang-Undang terhadap Pendidikan Agama yang tertermin dalam tujuan nasional pendidikan yaitu tercapainya kualitas manusia Indonesia seutuhnya yang memiliki 10 kriteria. 1. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha esa 2. berbudi pekerti luhur 3. memiliki pengetahuan 4. memiliki ketrampilan 5. memiliki kesehatan jasmani 6. memiliki kesehatan rohani 7. memiliki kepribadian yang mantap 8. memiliki kepribadian yang mandiri 9. memiliki tanggung jawab kemasyarakatan 10. memiliki rasa kebangsaan54 Bila dikaitkan dengan 3 potensi dasar yang dianugerahkan Allah kepada manusia, kesepuluh criteria itu bias diwujudkan dalam tiga pembinaan, yaitu pembinaan ragawi, pembinaan akal dan pembinaan hati. Pembinaan ragawi ditempuh dengan menjaga kebersihan, makan makanan yang halal dan baik dan olah raga. Pembinaan akal dapat ditempuh dengan mengembangkan budaya membaca, mengadakan banyak observasi dan mengadakan penelitian dan perenungan. Sedangkan pembinaan hati bisa 53
. Undang-Undang Republik Indonesia no 14 th 2005 tentang Guru dan Dosen,hlm.8. . Rama Furqona,Pendidikan Agama dan Akhlak bagi Anak dan Remaja,(Ciputat: Logos,2001),cet.I,hlm.50. 54
56
ditempuh dengan membimbing dan membiasakan kearah kebaikan, keteladanan lingkungan sosial, ketaatan beribadah dan pembudayaan etika sosial. Ketiga pembinaan ini juga menjadi lahan garapan KH.Hasyim Asy’ari. Dengan konsep membiasakan hidup baik dan teretur, kebersihan hati, ikhlas kepada Allah, semangat tinggi dan pembiasaan kesopanan, 55tiga pembinaan itu akan terwujud dan harapan orang tuapun akan menjadi nyata. Dalam pandangan KH.Hasyim Asy’ari pendidikan bukanlah hanya transfer pengetahuan saja melainkan juga harus mampu membentuk akhlak yang sempurna dan menjadi sarana peningkatan keimanan kepada Allah SWT.56 Dengan demikian permasalahan sebagaimana tertuang dalam bab I berupa hilangnya akhlak murid dan guru dapat terpecahkan dan dihindari, karena akhlak yang baik ditunjang keimanan yang mantap akan selalu menghadirkan rasa malu kepada Allah untuk melakukan maksiat atau perbuatan yang tidak berakhak Dari ungkapan sederhana diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan diharapkan tidak hanya mencetak murid-murid yang ahli ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) akan tetapi juga dapat membentuk murid-murid yang tangguh, mantap dan benar dalam iman dan taqwa (IMTAQ). Kedua unsur ini mendapat perhatian kusus dan menjadi tujuan utama dalam konsep akhlak guru dan murid dalam kitab Adab al Alim wa al Muta’alim karangan KH.Hasyim Asy’ari.
55 56
. Hasyim Asy’ari,op.cit.,hlm.24-42. . Ibid.,hlm.23-24.