BAB III STRUKTUR DAN KETENTUAN DALAM JOINT VENTURE AGREEMENT A. Istilah dan Pengertian Joint Venture Agreement Istilah kontrak patungan merupakan terjemahan dari kata joint venture contract atau joint venture agreement. Di dalam Undang-undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, disebut dengan istilah perjanjian kemitraan. Hakikat perjanjian kemitraan adalah kerja sama antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengah dan besar. Kerja sama ini menyangkut tentang pemodalan maupun skill. Para ahli mencoba mengemukakan berbagai pandangannya tentang pengertian dan hakikat dari joint venture agreement. Peter Mahmud mengemukakan bahwa kontrak joint venture adalah: ”Suatu kontrak antara dua perusahaan untuk membentuk suatu perusahaan baru. Perusahaan baru inilah yang kemudian disebut perusahaan joint venture.” 43 Erman Rajagukguk mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan joint venture agreement adalah: ”Suatu kerja sama antara pemilik modal asing dengan pemilik modal nasional berdasarkan suatu perjanjian (kontraktual).”44
43
Peter Mahmud dalam Salim HS, Budi Sutrisno,” Hukum Investasi di Indonesia”. (Jakarta: Rajawali Pers, 2008) hlm. 206 44 Erman Rajagukguk dalam Salim HS, Budi Sutrisno, Ibid
Universitas Sumatera Utara
Inti dari kedua defenisi tersebut adalah bahwa joint venture agreement merupakan: 1. Kerja sama antar Pemodal asing dengan pemodal dalam negeri; 2. Membentuk perusahaan baru, antara penusaha asing dengan pengusaha nasional; 3. Didasarkan pada kontraktual (perjanjian). Joint venture agreement adalah suatu kontrak antara beberapa atau semua pemegang saham dalam suatu perseroan. Tujuan dasarnya adalah untuk menetapkan bagaimana perusahaan dikelola dan jika dimungkinkan, mengatur hal-hal yang mungkin menjadi masalah dikemudian hari jika tidak disepakati sebelumnya, 45 dan diatur sesuai dengan ketentuan hukum perjanjian. Perusahaan baru merupakan perusahaan yang dibentuk antara pengusaha asing dengan pengusaha nasional. Semula pengusaha asing mempunyai nama perusahaannya sendiri dan pengusaha nasional juga mempunyai nama perusahaanya sendiri-sendiri. Namun, dengan adanya perjanjian yang dibuat oleh para pihak, mereka sepakat untuk membentuk perusahaan baru. Hal ini dapat dicontohkan pada joint venture agreement antara PT. Vista Gold dengan PT. PAN Asia Resources. Joint venture agreement memiliki kedudukan yang sangat penting dalam proses pembentukan dan pengoperasian perusahaan patungan. Dalam banyak kasus perjanjian seperti ini dinegosiasikan dan dibuat sebelum pembentukan perusahaan yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
Joint venture agreement mengandung pengertian yang lebih luas berkaitan dengan pendirian awal suatu perusahaan joint venture yang biasanya mencakupi kondisi preseden dan kontribusi modal para pihak. Agreement atau yang biasa disebut perjanjian menjadi jembatan pengaturan dari suatu aktifitas bisnis merupakan suatu hubungan hukum yang berisikan hak dan kewajiban yang mengikat dan wajib dipatuhi oleh para pihak yang telah bersepakat untuk terikat didalamnya dimana apabila ketentuan agreement dilaksanakan tepat seperti yang disepakati maka akanter capai target pencapaian keuntungan (profit) sesuai yang direncanakan sebelumnya.
B. Pengaturan dan Struktur Joint Venture Agreement
B.1 Pengaturan Joint venture Agreement
B.1.1 Pengaturan menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) UUPM secara langsung mengatur mengenai kerja sama antara modal asing dengan modal nasional dalam pasal 5 ayat 2 dan 3 UUPM yang berbunyi: 46
45
Emmet Scully,”Shareholders Agreement: A Practical Analysis”, http://www.dunde.ac.ukl/cepmlp/journal/htm/vol.1 /artickle-5.html.; Diakses tanggal 10 Agustus 2010 46 Indonesia, Op.Cit., Pasal 5.
Universitas Sumatera Utara
1. Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. 2. Penanaman modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilakukan dengan: a. Mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas; b. Membeli saham; dan c. Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bentuk kerja sama tersebut dalam kepustakaan hukum disebut dengan perjanjian joint venture. Perjanjian tersebut bersumber kepada pasal 5 ayat 2 dan ayat 3 UUPM. Pembentukan Perseroan Terbatas (PT) oleh investor asing dan bekerjasama dengan investor lokal terutama bidang-bidang tertutup bagi kepemilikan saham penuh oleh pihak asing. Pasal 12 menjelaskan bidang usaha terbuka dan tertutup bagi penanaman modal asing. Dalam UUPM ini mengatur tentang bidang usaha terbuka dengan persyaratan dimana di dalamnya terdapat ketentuan adanya batasan kepemilikan modal asing. Sehingga agar investor asing dapat menjalankan bisnisnya di Indonesia, maka investor asing tersebut melakukan joint venture dengan mitra lokal. Undang-undang ini
Universitas Sumatera Utara
mendorong investor asing yang berminat menanamkan modalnya di Indonesia untuk melakukan joint venture. B.1.2 PP Nomor 17 Tahun 1992 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1993 tentang Pemilikan Saham Perusahaan Penanaman Modal Asing Peraturan pemerintah ini terdiri atas 13 bab. Didalam pasal 2 PP Nomor 17 Tahun 1992 disebutkan bahwa: “Perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing, selanjutnya disebut PMA, pada dasarnya berbentuk usaha patungan dengan persyaratan bahwa kepemilikan modal saham peserta Indonesia dalam perusahaan patungan tersebut sekurang-kurangnya 20% dari seluruh nilai modal saham perusahaan pada waktu pendirian perusahaan patungan, dan ditingkatkan menjadi sekurang-kurangnya 51% dalam waktu 20 tahun terhitung sejak perusahaan beproduksi secara komersial sebagaimana yang tercantum dalam izin usahanya.”47 Dari Peraturan Pemerintah tersebut, ada 3 hal yang diatur dalam ketentuan tersebut, yaitu: a. Adanya kerja sama joint venture antara perusahaan penanaman modal asing (PMA) dengan peserta Indonesia; b. Komposisi saham pada saat pendirian perusahaan joint venture adalah 80% PMA dan 20% perusahaan domestik;
47
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1993 tentang Pemilikan Saham Perusahaan Penanaman Modal Asing,Lembar Negara Nomor 3512 Tahun 1993.
Universitas Sumatera Utara
c. Komposisi saham pada saat berproduksi secara komersial sampai denganwaktu 20 tahun, yaitu 49% PMA dan 51% perusahaan domestik. B.1.3 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan saham dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1994 ditentukan bahwa penanaman modal asing dapat dilakukan dalam bentuk: a. Patungan antara modal asing dengan modal yang dimilik warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia, atau b. Langsung, dalam arti seluruh modalnua dimiliki oleh warga negara dan/ atau badan hukum asing. Komposisi sahamnya, diatur dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994, saham peserta Indonesia dalam perusahaan joint venture sekurang-kurangnya 5% dari seluruh modal yang disetor perusahaan pada surat pendirian, sedangkan warga negara dan/atau badan hukum asing sebesar 95%. Ini berarti bahwa PMA mempunyai saham maoritas dalam perusahaan joint venture tersebut, sedangkan peserta Indonesia dianggap sebagai peserta yang lemah dan tidak mempunyai kekuasaan secara langsung untuk mengurus perusahaan joint venture tersebut.
Universitas Sumatera Utara
B.1.4 Surat Keputusan Menteri negara Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor: 15/SK/1994 tentang
Ketentuan
Pelaksanaan
Pemilikan
Saham
dalam
Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Surat keputusan ini telah mempertegas tentang joint venture antara warga negara dan/atau badan hukum asing dengan modal yang dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia. Badan hukum Indonesia itu terdiri atas Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, perusahaan PMA, perusahaan PMDN, perusahaan Non-PMA/PMDN. Apabila diperhatikan ketentuaan ini, maka badan usaha milik daerah dapat mengadakan kontrak joint venture dalam rangka penanaman modal asing. Bagi daerah yang mempunyai potensi sumber daya alam yang banyak, dapat mengadakan kontrak joint venture dengan perusahaan PMA terutama kabupaten/kota dapat memiliki saham pada perusahaan PMA tersebut.
B.1.5 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Landasan pembentukan perusahaan joint venture adalah joint venture agreement yang merujuk kepada ketentuan umum hukum perjanjian yang diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Universitas Sumatera Utara
KUHPerdata terutama Buku III mengenai perikatan yang erat kaitannya dengan joint venture agreement. KUHPerdata mengatur ketentuan dasar suatu perjanjian, yaitu pasal 1313 mengenai arti perjanjian, pasal 1320 mengenai persyaratan perjanjian, pasal 1338 mengenai pemberlakuan sebuah perjanjian yang mengikat para pihak. Penanaman moal asing di Indonesia yang mensyaratkan adanya joint venture antara pemodal asing dengan pemodal nasional, membentuk suatu perjanjian yang disebut joint venture agreement, pasal 1319 KUHPerdata menyatakan bahwa: “Semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu tunduk pada peraturanperaturan umum, yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu.”48 Buku III menjadi dasar hukumdalam mengadakan perikatan, termasuk perikatan antara pemodal asing maupun pemodal nasional dalam rangka penanaman modal di wilayah Republik Indonesia.
B.2 Struktur Joint Venture Agreement Struktur joint venture agreement harus mencerminkan hubungan yang jelas diantara para pihak dan dapat menggambarkan pengembangan hubungan tersebut dimasa yang akan datang. Struktur Joint Venture Agreement yang disepakati oleh para pihak menjadi kerangka penting untuk membentuk perusahaan joint venture sebagai wadah hukum menjalankan kesepakatan
Universitas Sumatera Utara
bisnis. Sehingga kesepakatan di antara para pihak di dalam joint venture agreement harus dibuat sejelas mungkin dan serinci mungkin. Ketentuanketentuan itu antara lain meliputi:
B.2.1 Ketentuan mengenai definisi kontrak (contractual definitions) Persetujuan
yang
dibuat
di
dalam
sebuah
perjanjian,
menggunakan beberapa terminologi yang mempunyai arti dan maksud khusus yang hanya digunakan semata-mata di dalam pasal-pasal perjanjian yang disetujui. Definisi tersebut menggambarkan maksud dan pengertian yang dimengerti oleh pihak-pihak yang membuat dan menyetujuinya. Sehingga tidak akan menimbulkan penertian dan penafsiran yang bertolak belakang dan bertentangan. Sebagaimana dapat dilihat pada pasal berikut: ARTICLE I DEFINITIONS 1.1
“ Affiliate ” means any person, partnership, limited liability company, joint
venture, corporation or other form of enterprise which directly or indirectly controls, is controlled by, or is under common control with, a Party. For purposes of the preceding sentence, “control” means possession, directly or indirectly, of the power to direct or cause direction of management and policies through ownership of voting securities, contract, voting trust or otherwise. 1.2
“ Agreement ” means this Joint Venture Agreement, including all
amendments and modifications thereof, and all schedules and exhibits, which are incorporated herein by this reference.
48
Indonesia, “Kitab Undang-undang Hukum Perdata”, Terjemahan R. Subekti dan R.
Universitas Sumatera Utara
1.3
“ AMDAL ” means the environmental impact assessment required under the
Contract of Work. 1.4
“ Area of Interest ” means the area described in Part 2 of Exhibit A.
1.5
“ Assets ” means the Property, Products and all other real and personal
property, tangible and intangible, held by PT Masmindo. 1.6
“ Awak Mas Project ” means the mineral project located on the Property
and governed by the Contract of Work. 1.7
“ Board of Directors ” means the board of directors of PT Masmindo.
1.8
“ Budget ” means a detailed estimate of all costs to be incurred by PT
Masmindo with respect to a Program and a schedule of cash advances to be made by Pan Asia with respect to such Program (which, for the avoidance of doubt, shall include the initial budget appended at Exhibit C hereto. 1.9
“ Business Day ” means a day on which chartered banks are open for the
transaction of regular business in the cities of Denver, Colorado and Vancouver, British Columbia. 1.10
“ Confidential Information ” means all information, data, knowledge and
know-how (including, but not limited to, formulas, patterns, compilations, programs, devices, methods, techniques and processes) that derive independent economic value, actual or potential, as a result of not being generally known to, or readily ascertainable by, third parties and which are the subject of efforts that are reasonable under the circumstances to maintain their secrecy, including without limitation all analyses, interpretations, compilations, studies and evaluations of such information, data, knowledge and know-how generated or prepared by or on behalf of either Party, Salu Siwa or PT Masmindo. 1.11
“ Constating Documents ” means the articles of association of PT
Masmindo, as amended from time to time.
Tjitrosudibio, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2001), pasal 1319.
Universitas Sumatera Utara
1.12
“ Continuing Obligations ” means obligations or responsibilities that are
reasonably expected to continue or arise after Operations on a particular area of the Properties have ceased or are suspended, such as future monitoring, stabilization or Environmental Compliance. 1.13
“ Contract of Work ” means the contract of work between the Governments
of the Republic of Indonesia and PT Masmindo dated January 19, 1998 (as may be amended from time to time). 1.14
“ Development ” means all preparation for the removal and recovery of
Products, including the construction or installation of a mill or any other improvements to be used for the mining, handling, milling, processing or other beneficiation of Products. 1.15
“ Effective Date ” means the date first written above.
1.16
“ Encumbrance ” means any mortgage, charge, pledge, lien or other
security interest, or any right or privilege capable of becoming any of the foregoing. 1.17
“ Environmental Compliance ” means action performed during or after
Operations to comply with the requirements of all Environmental Laws or contractual commitments related to reclamation of the Properties or other compliance with Environmental Laws. 1.18
“ Environmental Laws ” means Laws aimed at reclamation or restoration
of the Properties; abatement of pollution; protection of the environment; protection of wildlife, including endangered species; ensuring public safety from environmental hazards; protection of cultural or historic resources; management, storage or control of hazardous materials and substances; releases or threatened release of pollutants, contaminants, chemicals or industrial, toxic or hazardous substances as wastes into the
environment, including without limitation, ambient air, surface water and groundwater; and all other laws relating to the manufacturing, processing,
Universitas Sumatera Utara
distribution, use, treatment, storage, disposal, handling or transport of pollutants, contaminants, chemicals or industrial, toxic or hazardous substances or wastes. 1.19
“ Environmental Liabilities ” means any and all claims, actions, causes of
action, damages, losses, liabilities, obligations, penalties, judgments, amounts paid in settlement, assessments, costs, disbursements, or expenses (including, without limitation, attorneys’ fees and costs, experts’ fees and costs, and consultants’ fees and costs) of any kind or of any nature whatsoever that are asserted against PT Masmindo or either Party, by any person or entity other than the other Party, alleging liability (including, without limitation, liability for studies, testing or investigatory costs, cleanup costs, response costs, removal costs, remediation costs, containment costs, restoration costs, corrective action costs, closure costs, reclamation costs, natural resource damages, property damages, business losses, personal injuries, penalties or fines) arising out of, based on or resulting from (i) the presence, release, threatened release, discharge or emission into the environment of any hazardous materials or substances existing or arising on, beneath or above the Properties and/or emanating or migrating and/or threatening to emanate or migrate from the Properties to off-site properties; (ii) physical disturbance of the environment; or (iii) the violation or alleged violation of any Environmental Laws. 1.20
“ Escrow Agreement ” means the escrow agreement to be entered into
among Vista Barbados, Pan Asia and Computershare Trust Company of Canada, or such other agent as is acceptable to the Parties acting reasonably, regarding the 2,000,000 ordinary shares of Pan Asia to be issued to Vista in accordance with Section 3.2(i). 1.21
“ Expenditures ” has the meaning ascribed thereto in Section 3.2.
1.22
“ Exploration ” means all activities directed toward ascertaining the
existence, location, quantity, quality or commercial value of deposits of Products.
Universitas Sumatera Utara
1.23
“ Feasibility
Study ”
has
the
meaning
ascribed
thereto
in
Canadian National Instrument 43-101 Standards of Disclosure for Mineral Projects, as amended from time to time. 1.24
“ Interim Period ” has the meaning ascribed thereto in Section 8.5 .
1.25
“ Joint Venture ” has the meaning ascribed thereto in Recital B to this
Agreement. 1.26
“ Letter Agreement ” has the meaning ascribed thereto in Recital B to this
Agreement. 1.27
“ Mining ” means the mining, extracting, producing, handling, milling or
other processing of Products. 1.28
“ Operations ” means the activities to be carried out by PT Masmindo
under this Agreement. 1.29
“ Option ” has the meaning ascribed thereto in Section 3.1 .
1.30
“ Pan Asia ” means Pan Asia Resources Corp.
1.31
“ Party ” and “ Parties ” mean Vista Barbados and Pan Asia, and any
other person or entity admitted as a substituted or additional Party under this Agreement. 1.32
“ Products ” means all ores, minerals and mineral resources produced
from the Property under this Agreement. 1.33
“ Power of Attorney ” means the power of attorney in the form appended at
Exhibit D. 1.34
“ Program ” means a description in reasonable detail of Operations to be
conducted and objectives to be accomplished by Pan Asia for a year or any longer period (which, for the avoidance of doubt, shall include the initial program appended at Exhibit C hereto). 1.35
“ Property ” means those interests described in Part I of Exhibit A and all
other interests in real property within the Area of Interest which are acquired and held subject to this Agreement.
Universitas Sumatera Utara
1.36
“ PT Masmindo ” means PT Masmindo Dwi Area.
1.37
“ Representative ” means Pan Asia’s nominee to the Board of Directors,
and, during the Interim Period, means the person to whom the Power of Attorney is granted. 1.38
“ Salu Siwa ” means Salu Siwa Ltd.
1.39
“ Shareholders’ Agreement ” means the shareholders’ agreement among
Vista Barbados, Pan Asia and Salu Siwa, substantially in the form as attached at Exhibit B. 1.40
“ Transfer ” means to sell, grant, assign, encumber, pledge, or otherwise
commit or dispose of. 1.41
“ Vista ” means Vista Gold Corp.
1.42
“ Vista Barbados ” means Vista Gold (Barbados) Corp. 49
B.2.2 Tujuan Perjanjian (object of the Joint Venture) Sangat penting bagi para pihak memberikan pertimbangan secara hati-hati terhadap objek yang diperjanjikan dalam sebuah joint venture agreement. Pertimbangan yang diberikan tersebut merupakan gambaran lingkup usaha bersama yang menjadi acuan bagi para pemengang saham dan manajemen perusahaan joint venture yang sekaligus merupakan bentuk perlindungan atas hak-hak pemegang saham minoritas. Bagaimanapun, pasal yang berkaitan dengan tujuan perjanjian tidak boleh bermaksud untuk menciptakan batasan-batasan yang tidak
49
http://agreements.realdealdocs.com/Joint-Venture-JV-Agreement/JOINT-VENTUREAGREEMENT-2611382/ Diakses tanggal 15 Agustus 2010
Universitas Sumatera Utara
diinginkan atau tidak jelas bagi perkembangan usaha perusahaan joint venture di masa yang akan datang. Sebagaimana terlihat dalam pasal perjanjian berikut:
ARTICLE IV PURPOSES 4.1
Purposes
. During the term of this Agreement, Salu Siwa shall be limited to the following purposes, and shall serve as the exclusive means by which the Parties, or either of them, accomplish such purposes: (a) to hold shares in PT Masmindo; and
(b) to cause PT Masmindo to:
(i)
conduct Exploration within the Area of Interest;
(ii)
evaluate the possible Development of the Properties;
(iii)
complete obligations
and and
satisfy
all
Continuing
Environmental Obligations
Compliance affecting
the
Properties;
(iv)
complete obligations
and and
satisfy
all
Continuing
Environmental Obligations
Compliance affecting
the
Properties;
(v)
engage in Development and Mining Operations on the
Universitas Sumatera Utara
Properties; and
(vi)
perform any other activity necessary, appropriate, or incidental to any of the foregoing.
4.2
Limitation
Unless the Parties otherwise agree in writing, the Operations shall be limited to the purposes described in Section 4.1 , and nothing in this Agreement shall be construed to enlarge such purposes. 50
B.2.3 Pendirian, pemodalan dan kedudukan perusahaan joint venture Struktur ke tiga ini mengambarkan perhubungan dengan berbagai peraturan-peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia sebagai tempat dimana perusahaan joint venture tersebut akan didirikan. Seperti Perizinan, Undang- undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007, Undang-undang Tenaga Kerja, Perpajakan, Peraturan Export Import, Peraturan Pertanahan, peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal dan lain-lain. Jika para pihak telah memiliki sebuah nama untuk perusahaan joint venture, maka sebaiknya dinyatakan secara tegas namanya. Apabila terdapat pembatasan jangka waktu berdirinya perusahaan joint venture yang disepakati atau atas dasar adanya pembatasan peraturan perundangundangan, misalnya perusahaan didirikan untuk jangka waktu 30 tahun,
50
http://agreements.realdealdocs.com/Joint-Venture-JV-Agreement/JOINT-VENTUREAGREEMENT-2611382/ Diakses tanggal 15 Agustus 2010
Universitas Sumatera Utara
maka pembatasan tersebut harus juga dinyatakan secara jelas. Perjanjian yang disepakati oleh para pihak juga memuat ketentuan kebutuhan modal awal yang dibutuhkan sebuah joint venture, dan kemungkinan pengembangan di masa yang akan datang.
B.2.4 Pasal Kontribusi Para Pihak Terhadap Perusahaan Joint Venture Pendirian
sebuah
perusahaan
membutuhkan
kontribusi
permodalan yang perlu diatur sedemikian rupa dalam pasal ini, atas dasar kemampuan dan kesanggupan pihak yang membuat perjanjian. Kontribusi para pihak merupakan modal awal bagi perusahaan untuk melaksanakan aktivitasnya. Kontribusi para pihak dapat ditentukan dalam beberapa bentuk, diantaranya dalam bentuk saham-saham, kontribusi bersifat tunai, hak tanah, hak patent, keterampilan teknis, peralatan, jasa distribusi, atau penggunaan suatu merek dagang. Pemberian kontribusi tersebut biasanya disertai perhitungan-perhitungan secara jelas dan rinci, sehingga tidak akan menyebabkan kerugian bagi perusahaan dikemudian hari. Jika itu terjadi maka dibutuhkan jaminan untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan. Berikut salah satu contoh pasal dalam Joint Venture Agreement yang mengatur kontribusi para pihak: ARTICLE III GRANT AND EXERCISE OF OPTION
Universitas Sumatera Utara
3.1
Grant of Option
. Vista Barbados hereby gives and grants to Pan Asia the sole, exclusive and irrevocable right and option (the “ Option ”), on and subject to the terms of this Agreement, to acquire a 60% undivided beneficial interest in the Property via ownership of 60.6% of the issued and outstanding shares of Salu Siwa. 3.2
Conditions to Exercise of Option
. Pan Asia may exercise the Option by (and only after) completing the following matters to the reasonable satisfaction of Vista Barbados: (i)
issuing to Vista within 30 days of the Effective Date, 2,000,000 (two million) ordinary shares in Pan Asia free and clear of any encumbrances, to be held in
escrow until an extension to the Contact of Work is granted by the Government of Indonesia in accordance with the terms of the Escrow Agreement;
(ii)
granting to Vista, within 30 days of the Effective Date, the right to purchase up to 2,000,000 (two million) ordinary shares in Pan Asia free and clear of any encumbrance (except a hold period required by a regulatory authority or by a stock exchange on which such securities are listed) on the same terms as such shares are issued in connection with an initial public offering thereof, such right to be effective for the term of this Agreeement;
(iii)
directly funding to PT Masmindo, within a period of
Universitas Sumatera Utara
30 months from the Effective Date, a minimum of $3,000,000 (the “ Expenditures ”) to further define, explore and develop the Properties, less a management fee equal to up to 10% of the value of all Expenditures actually incurred by Pan Asia; and
(iv)
directing and implementing the Operations of PT Masmindo in accordance with Article IX for a period of 30 months following the Effective Date (unless extended in accordance with the prior written agreement of Vista Barbados).
3.3
Notice of Exercise
. Pan Asia shall give notice to Vista Barbados forthwith upon Pan Asia having complied with the conditions contemplated in Section 3.2. 3.4
Shareholders’ Agreement
. Upon Pan Asia exercising its Option in accordance with Sections 3.2 and 3.3 , Vista Barbados shall cause Salu Siwa to issue to Pan Asia from treasury, for no additional consideration, such number of shares as results in Pan Asia owning 60.6% of the then issued and outstanding shares of Salu Siwa, and the Parties shall enter into the Shareholders’ Agreement, substantially in the form attached hereto at Exhibit B. The Shareholders’ Agreement shall govern the relationship of Pan Asia and Vista in respect of Salu Siwa, PT Masmindo and the Properties and, as of the date the Shareholders’ Agreement becomes effective, this Agreement shall cease to apply. 3.5
Deemed Incurrence of Costs
. Upon the execution of the Shareholders’ Agreement, the Parties shall be deemed to have made the following contributions to their respective Tracking Account (as defined in the
Universitas Sumatera Utara
Shareholders’ Agreement) and to respectively have the following Proportionate Share (as defined in the Shareholders’ Agreement): 51
Initial Contribution to
Initial Proportionate
Tracking Account
Share
Pan Asia
$6,000,000
60%
Vista Barbados
$4,000,000
40%
B.2.5 Penambahan permodalan perusahaan joint venture, penerbitan saham baru dan penjaminan (Additonal Funding, Issues of Share and Guaratees) Penambahan modal untuk perusahaan joint venture melalui penerbitan dan penjaminan saham-saham baru harus diatur dengan jelas dan dimengerti oleh para pihak. Jika ada keharusan untuk memberikan penambahan modal bagi keberlangsungan aktivitas perusahaan, maka harus melalui mekanisme yang disepakati.
B.2.6 Pasal melakukan langkah-langkah administrasi, perhitungan biaya pengeluaran sebelum pengabungan kerjasama. Dalam mendirikan sebuah perusahaan joint venture, dipastikan melewati berbagai proses sebagai tahapan pendirian. Proses tersebut merupakan langkah-langkah umum yang dilakukan oleh para pihak
51
http://agreements.realdealdocs.com/Joint-Venture-JV-Agreement/JOINT-VENTUREAGREEMENT-2611382/ Diakses tanggal 15 Agustus 2010
Universitas Sumatera Utara
untuk mewujudkan pendirian perusahaan. Pada setiap tahap dan prosesnya membutuhkan tenaga, biaya dan pemikiran. Para pihak dalam perjanjian, harus menentukan siapa yang akan melaksanakan dan bertanggungjawab terhadap setiap proses yang harus dilalui. Di dalam kondisi yang seperti itu, perlu dipikirkan oleh para pihak apakah biaya-biaya atau ongkos yang telah dikeluarkan dalam tahap-tahap administrasi tersebut akan dibebankan kepada perusahaan yang nantinya akan terbentuk, jika dibebankan kepada perusahaan, bagaimanakah prosedur pelaksanaanya. Dengan pemikiran yang sama, jika terdapat penyerahaan hak-hak (patent, merek, lisensi dan atau yang lain) oleh pemegang saham sebelum perusahaan terbentuk, harus mendapatkan persetujuan para pihak dalam perjanjian.
B.2.7 Pasal Anggaran Dasar Perusahaan Joint Venture. Pasal ini mengatur tentang anggaran dasar perusahaan joint venture. Perusahaan joint venture membutuhkan instrumen untuk menjalankan aktivitasnya. Instrumen tersebut adalah sebuah organisasi perusahaan yang terwujud dalam anggaran dasar (statute) dan dokumendokumen legal lainnya. Pembentukan anggaran dasar dan dokumen legal lainnya diatur di dalam ketentuan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Wajib daftar perusahaan, dan akta pendirian yang dibuat oleh notaris.
Universitas Sumatera Utara
Sebuah anggaran dasar haruslah dipersiapkan dalam format yang kosisten dengan joint venture agreement. Pembentukan anggaran dasar sebaiknya menggunakan terminologi yang sesuai dengan joint venture agreement yang telah disepakati bersama.
B.2.8 Rapat Pemegang Saham Otoritas pengambilan keputusan tertinggi sebuah perusahaan patungan dipegang oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagai organ perusahaan, pada hakekatnya, para pihak dalam perjanjian adalah pemegang saham dari perusahaan yang akan dibentuk, sehingga pertemuan atau rapat umum pemegang saham merupakan suatu kesatuan forum dengan diri mereka sendiri. Artinya kesepakatan yang diambil atau persetujuan yang akan dicapai, telah dipahami atau dimegerti antara para pihak.
B.2.9 Dewan Komisaris dan Direksi Dewan Komisaris dan Direksi adalah organ perusahaan, dalam banyak
perusahaan,
dewan
komisaris
dan
direksi
memiliki
tanggungjawab melakukan pengawasan dan pengurusan perusahaan. Berikut ketentuan yang selalu ada dalam joint venture agreement: 1) Nominasi: biasanya para pihak diberikan hak untuk mengajukan beberapa calon yang akan duduk dalam dewan komisaris dan direksi yang akan mewakili kepetingan para pihak. Dalam beberapa
Universitas Sumatera Utara
ketentuan, penunjukan dewan direksi harus melalui mekanisme rapat pemegang saham. 2) Tanggungjawab: penentuan nominasi siapa yang akan menempati posisi di dalam dewan komisaris dan dewan direksi, disertai kejelasan mengenai peran dan fungsi serta tanggungjawab utama dari posisi-posisi tersebut. Peran dan fungsi erat kaitanya dengan otoritas yang akan digunakan dalam menjalankan perusahaan. Mengingat adanya perbedaan pemahaman dalam culture pengelolaan perusahaan (company management approach) diantara para pihak, sehingga diperlukan pembatasan yang jelas “clear term of reference” atas fungsi dan tugas Dewan Direksi dan Komisaris. 3) Informasi: Penunjukan kandidat oleh salah satu pihak, harus dilakukan secara terbuka dan dapat diketahui oleh pihak yang lain. Sehingga nantinya, para pihak yang ada dalam perjanjian memiliki gambaran pasti mengenai pelaksana dan pegurusan manajemen perusahaan. Berikut ini merupakan contoh pasal yang mengatur tentang Dewan Komisaris dan Direksi: ARTICLE VIII REPRESENTATION ON BOARD OF DIRECTORS 8.1
Pan Asia Representative
. During the term of this Agreement, Pan Asia shall be entitled to appoint one nominee (“ Representative ” ) as an executive member of the Board of Directors. Pan Asia’s Representative will be entitled to receive notice of every meeting of the Board of Directors in accordance with the Constating Documents and shall be entitled to one vote on every question submitted at a meeting of the Board of Directors. For greater certainty, each of the other members of the Board of Directors is also entitled to one vote on every question submitted at a meeting of the Board of Directors. Pan Asia’s
Universitas Sumatera Utara
Representative will also be entitled to be included in the quorum required under the Constating Documents in order to approve a written consent resolution of the Board of Directors. 8.2
Representative’s Expenses
. Pan Asia shall bear the expenses incurred by its Representative in attending meetings of the Board of Directors and otherwise with respect to the role of such Representative as an executive member of the Board of Directors. 8.3
Powers of Representative
. Subject to the Constating Documents and applicable law, Pan Asia’s Representative shall have the powers and duties to implement and undertake the matters described in Section 9.2. 8.4
Resignation of Representative
. Pan Asia shall cause its Representative to resign immediately upon the termination of this Agreement.
8.5
Interim Period
. The Parties acknowledge that due to Indonesian regulatory requirements it may take up to a few months from the Effective Date to appoint Pan Asia’s Representative to the Board of Directors (the “ Interim Period ”). The Parties agree that Pan Asia shall conduct Operations during the Interim Period pursuant to the Power of Attorney, which Power of Attorney shall be caused to be granted by Vista Barbados to a nominee of Pan Asia, and which Power of Attorney shall, for greater certainty, expire immediately upon the appointment of Pan Asia’s Representative to the Board of Directors. 52
B.2.10 Auditor dan Ahli Independen Dalam internasional Joint Venture, dimana salah satu pihak datang dari negara dan culture serta hukum yang berbeda, maka perifikasi
perhitungan
keuangan
yang
dilakukan
oleh
auditor
independen, memiliki sebuah arti penting untuk membagun kepercayaan dan perlindungan diantara para pihak.
52
http://agreements.realdealdocs.com/Joint-Venture-JV-Agreement/JOINT-VENTUREAGREEMENT-2611382/ Diakses tanggal 15 Agustus 2010
Universitas Sumatera Utara
Kebutuhan Auditor dan atau ahli independen untuk membantu penilaian, pengawasan dan penelitian jalannya perusahaan Joint Venture didasari atas kebutuhan para pihak yang harus diperjanjikan sebelumnya.
B.2.11 Pasal Pembukuan dan pembagian keuntungaan (Dividends) Syarat dasar yang berlaku universal dalam menjalankan sebuah usaha adalah adanya pembukuan yang jelas, pembukuan harus dilakukan berdasarkan atas standar legal dan dikerjakan secara profesional, dengan prinsip-prinsip akuntansi yang benar (good accounting practice and international accounting standards). Dalam pembukuan perusahaan joint venture, penting untuk mendefinisikan ketentuan tahun mengenai tahun fiscal atau financial untuk tujuan akuntansi. Auditan keuangan menjadi dasar bagi perusahaan untuk menyatakan bahwa perusahaan berhasil mendapatkan keuntungan atau mengalami kerugian. Jika perusahaan mendapatkan keuntungan atas usahanya, maka dikeluarkan pembangian deviden bagi para pemegang saham. Pembayaran keuntungan bagi pemegang saham biasanya diatur dalam keputusan rapat pemegang saham. Para pihak dalam perjanjian, memiliki keleluasaan atau akses terhadap pembukuan perusahaan dan berhak untuk mendapatkan laporan berkala atas posisi dan keadaan finansial perusahaan. Berikut salah satu contoh pasal yang mengatur mengenai pembagian pembukuan dan keuntungan:
Universitas Sumatera Utara
B.2.12 Kepemimpinan (Leadership) Dalam sebuah perusahaan joint venture internasional, salah satu pihak dapat diminta untuk menjadi “sponsor” dan “pemimpin” untuk melakukan hubungan hukum dengan pihak ketiga, biasanya orang yang ditunjuk tersebut adalah orang yang akan di nominasikan menjadi direktur utama. Namun dalam beberapa keadaan, orang yang akan menjadi sponsor atau pemimpin dapat juga dinominasikan menjadi Chief Excecutive perusahaan seperti General Manager, Deputy Leader yang disetujui bersama-sama.
B.2.13 Bantuan teknis dan administrasi untuk Perusahaan Joint Venture (Technical and administrative) Pasal bantuan teknis dan administrative merupakan sebuah legal frame work bagi salah satu pihak untuk melakukan kewajiban kepada perusahaan joint venture. Pada tahap-tahap awal pendirian sebuah perusahaan, dibutuhkan beberapa bantuan teknis manajemen, baik bersifat administratif, teknis, bantuan peralatan dan sebagainya. Pihak
yang
memberikan
bantuan
teknis
tersebut,
dapat
memasukan bantuan yang diberikan sebagai kontribusi modal perusahan yang diperhitungkan dalam kepemilikan saham (jika diperjanjikan).
B.2.14 Hak Milik Kekayaan Intelektual (HAKI)
Universitas Sumatera Utara
Pasal yang mengatur mengenai hak kekayaan intelektual seperti know-how, paten, merek dan hak kekayaan intelektual lainnya, adalah bagian yang penting bagi sebuah perusahaan joint venture, terutama yang menyangkut: 1) Hak-hak komersial dari kekayaan intelektual tersebut dapat digunakan secara bebas oleh perusahaan joint venture atau melalui perhitungan tersendiri. 2) Apakah salah satu pihak mengizinkan penggunaan Hak Kekayaan Intelektualnya untuk kepentingan perusahaan joint venture secara bebas, dan merupakan bagian dari kontribusi yang diberikan kepada perusahaan joint venture. Apakah hal tersebut tidak menyebabkan munculnya persaingan antara pihak pemilik dengan perusahaan joint venture, apakah tidak berbenturan dengan ketentuan tidak boleh bersaing yang biasanya diatur dalam pasal tersendiri. 3) Apakah hak kekayaan intelektual yang digunakan dan dikembangkan oleh perusahaan joint venture sepanjang aktivitas bisnisnya dapat juga digunakan oleh para pihak dalam aktivitas bisnis mereka sendiri. Biasanya pasal ini mengatur hak ekslusivitas perusahaan joint venture untuk menggunakan hak kekayaan intelektual secara penuh, para pihak tidak diperbolehkan untuk menggunakannya, kecuali dengan persetujuan khusus dari para pihak. 4) Apakah setelah pemberhentian dan atau keluar dari perusahaan joint venture salah satu pihak boleh mempergunakan hak kekayaan
Universitas Sumatera Utara
intelektual tersebut. Jika diperbolehkan biasanya diatur dalam pasal tersendiri. Jika perusahaan joint venture menggunakan merek dagang atau nama dagang salah satu pihak, maka biasanya akan dibuat perjanjian merek atau nama dagang(trademark licence agreement) tersendiri, landasan yang digunakan dalam perjanjian tersebut adalah Undangundang Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).
B.2.15 Pengalihan Saham (Transfer of Share) Saham dalam sebuah perusahaan dapat dialihkan (transfer) tanpa mengubah
kepemilikan
hukum
dan
bisnis
dasar
perusahaan.
Bagaimanapun, penjualan saham dalam sebuah perusahaan patungan adalah umum dan tunduk kepada ketentuan-ketentuan dan pembatasan yang diperlukan. Tidak semua pengalihan saham dapat dilakukan begitu saja oleh salah satu pihak, melainkan harus memenuhi ketentuanketentuan dan pembatasan yang disepakati.
B.2.16 Masuknya pihak baru/Investor baru Joint venture harus merupakan perjanjian yang fleksible dan secara normal mengizinkan pihak yang baru untuk bergabung dalam usaha bersama. Dalam pasal ini diatur bagaimana proses dan syarat apabila ada investor baru yang ingin bergabung untuk menanamkan modalnya dalam perusahaan joint venture. Masuknya investor baru salah
Universitas Sumatera Utara
satunya adalah peralihan kepemilikan saham melalui transaksi penjualan saham kepada pihak lain diluar perusahaan atau melalui penerbitan saham baru untuk perkembangan modal dan perluasan usaha. Masuknya pihak yang baru sebagai investor, secara sederhana harus mendapatkan persetujuan para pihak.
B.2.17 Pelanggaran perjanjian, perubahan kontrol, keadaan memaksa (force majeure) dan ketidak mampuan membayar hutang (insolvency). Pasal ini mengatur tentang kemungkinan akan sesuatu yang tidak diharapkan terjadi, beberapa situasi yang akhirnya menyebabkan salah satu pihak keluar dari joint venture, meskipun semua pihak tidak berharap dan tidak mau adanya situasi seperti itu, tetapi perlu untuk mengantisipasi
jika
permasalahan
tersebut
terjadi,
beberapa
penyebabnya antara lain adalah Pelanggaran perjanjian, perubahan kendali, keadaan memaksa, dan ketidak mampuan membayar hutang.
B.2.18 Penarikan diri salah satu pihak dari perjanjian (withdrawal) Dalam pasal ini diatur bagaimana proses penarikan diri salah satu pihak yang berkeinginan untuk menarik diri dari perusahaan joint venture. Penarikan diri merupakan satu keadaan penting yang pengaturannya harus diatur secara jelas dalam sebuah joint venture agreement.
Universitas Sumatera Utara
B.2.19 Kematian salah satu pihak Pasal ini hanya berlaku jika salah satu pihak sebagai individu meninggal dunia. Saham yang dimiliki tersebut dapat diwariskan kepada ahli warisnya, namun pewarisan itu harus disetujui oleh para pihak sebelumnya, jika tidak perbolehkan, maka perlu diatur mengenai pengembalian harga saham yang dimiliki pihak yang meninggal kepada ahli warisnya.
B.2.20 Berakhirnya Joint Venture (Termination) Masuk
akal
untuk
mempertimbangkan
kemungkinan-
kemungkinan tidak tercapainya tujuan pendirian usaha bersama (joint venture), kemudian mengakhirinya. Terminasi perjanjian dapat disebabkan adanya pelanggaran perjanjian oleh salah satu pihak, adanya keadaan memaksa, ketidak mampuan membayar hutang, perubahan pengendalian perusahaan dan atau akibat-akibat lainnya. Sebagaimana tercantum dalam pasal berikut ini: ARTICLE VII TERMINATION 7.1
Termination
. This Agreement shall terminate:
Universitas Sumatera Utara
(a)
if Pan Asia gives written notice of termination to Vista Barbados, which Pan
Asia shall be at liberty to do at any time after the execution of this Agreement and prior to its exercise of the Option pursuant to Sections 3.2 and 3.3 ;
(b)
if any of the following shall occur:
Pan Asia fails to pay or contest in good faith bills or (i)
debts of PT
Masmindo within 60 days after they are
due; or
a receiver, liquidator, assignee, custodian, trustee, (ii)
sequestrator or similar official for a substantial part of its assets is appointed and such appointment is neither made ineffective nor discharged within 60 days after the making thereof, or such appointment is consented to, requested by, or acquiesced in by Pan Asia; or
Pan Asia commences a voluntary case under any (iii)
applicable bankruptcy, insolvency or similar law now or hereafter in effect; consents to the entry of an order for relief in an involuntary case under any such law or to the appointment of or taking possession by a receiver, liquidator, assignee, custodian, trustee, sequestrator or other similar official of any substantial part of its assets; makes a general assignment for the benefit of creditors; fails generally to pay its, or PT Masmindo’s debts as such debts become due; or takes corporate or other
Universitas Sumatera Utara
action in furtherance of any of the foregoing; or
entry is made against Pan Asia of a judgment, decree (iv)
or order for relief affecting a substantial part of its assets by a court of competent jurisdiction in an involuntary case commenced under any applicable bankruptcy, insolvency or other similar law of any jurisdiction now or hereafter in effect; or
if Pan Asia defaults with respect to any of its material (c)
covenants and agreements contained herein, Vista delivers notice to Pan Asia specifying the nature of such default and Pan Asia does not rectify such default within 60 days of the receipt of notice of such default from Vista, upon Vista giving written notice of termination to Pan Asia.
7.2
Termination without Exercise of Option
. Upon termination of this Agreement pursuant to Subsection 7.1(a) or (b) , Pan Asia shall: cease to be liable to Vista Barbados under or in relation to (a)
this Agreement, except as provided in this Section 7.2 and for the performance of those of its agreements or covenants under this Agreement which should have been performed prior to such termination; and
deliver at no cost to Vista Barbados, not later than 90 days (b)
after the termination of this Agreement, copies of all
Universitas Sumatera Utara
information and data in its possession pertaining to the Property, PT Masmindo, Vista Barbados, Salu Siwa or any of their Affiliates, or results of operations on the Property not already provided to Vista Barbados, including maps, surveys, reports, records, studies, assays, core samples or logs in electronic or printed form, as applicable and available.
7.3
Termination on Exercise of Option
. Upon the exercise by Pan Asia of the Option pursuant to Sections 3.2 and 3.3 and the Parties entering into the Shareholders’ Agreement pursuant to Section 3.4, this Agreement shall terminate and, thereafter, the relationship of the Parties shall be governed by the Shareholders’ Agreement. 53
B.2.21 Kerahasian (confidentiality) Sangat penting bagi setiap pihak dalam joint venture untuk berkomitmen dan bertanggung jawab terhadap kerahasian informasi aktivitas perusahaan joint venture yang didirikan. Kewajiban menjaga rahasia penting perusahaan tidak terbatas sampai waktu tertentu saja, bahkan setelah kerjasama berakhir kerahasian tetap harus dijaga oleh para pihak. Akan tetapi, sesuatu yang menjadi hak publik perlu dilakukan keterbukaan, dan hal tersebut biasanya berkaitan dengan peraturanperaturan yang ada. 53
http://agreements.realdealdocs.com/Joint-Venture-JV-Agreement/JOINT-VENTUREAGREEMENT-2611382/ Diakses tanggal 15 Agustus 2010
Universitas Sumatera Utara
Berikut salah satu contoh pasal yang mengatur kerahasian: ARTICLE XVI CONFIDENTIALITY 16.1
General
. Subject to applicable law, each Party will keep confidential and not use, reveal, provide or transfer to any third party any Confidential Information it obtains or has obtained concerning PT Masmindo, Salu Siwa, the Properties or the other Party without the prior written consent of the other Party, which consent shall not be unreasonably withheld. 16.2
Exceptions
. Subject to applicable law, the consent required by Section 16.1 shall not apply to a disclosure: to a consultant, contractor, subcontractor, officer, director, (a)
professional advisor or employee of PT Masmindo, Salu Siwa, Pan Asia or any Party or any of their respective Affiliates that has a bona fide need to be informed;
to any third party to whom the disclosing Party contemplates (b)
a Transfer of all or any part of its rights or obligations under this Agreement, provided that such Transfer is in accordance with this Agreement;
to any actual or potential lender, underwriter or investors for (c)
the sole purpose of evaluating whether to make a loan to or investment in the disclosing Party, PT Masmindo, Salu Siwa or any of their Affiliates; or
Universitas Sumatera Utara
to a governmental or regulatory agency which the disclosing (d)
Party believes in good faith requires the disclosure of such information pursuant to pertinent law or regulation or the rules of any stock exchange.
In any case to which this Section 16.2 is applicable, the disclosing Party shall give notice to the other Party concurrently with the making of such disclosure. As to any disclosure pursuant to Section 16.2 (a) (b) or (c) , only such Confidential Information as such third party has a legitimate business need to know shall be disclosed and such third party (other than governmental or regulatory agencies) shall first agree in writing to protect the Confidential Information from further disclosure to the same extent as the Parties are obligated under this ARTICLE XVI , and the disclosing Party shall be responsible and liable for any use or disclosure of the Confidential Information by such parties in violation of this Agreement and such other writing.
16.3
Duration of Confidentialit
. The provisions of this ARTICLE XVI shall apply to a Party until the date that is two years after the termination of this Agreement in accordance with Article VII or the Transfer by such Party of its rights and obligations hereunder; provided that with respect to any Confidential Information that constitutes “trade secrets” of a Party (or of PT Masmindo, Salu Siwa or the Properties to the extent distributed or otherwise assigned to a Party pursuant to this Agreement) under applicable law, the provisions of this ARTICLE XVI shall survive indefinitely. 54
54
http://agreements.realdealdocs.com/Joint-Venture-JV-Agreement/JOINT-VENTUREAGREEMENT-2611382/ Diakses tanggal 15 Agustus 2010
Universitas Sumatera Utara
B.2.22 Itikad baik, konsultasi, non kompetitif dan kewajiaban mempromosikan tujuan perusahaan joint venture Pasal ini menggambarkan prinsip universal yang berlaku dalam sebuah Joint Venture Agreement, yaitu Itikad baik, mengedepankan kepercayaan, keyakinan untuk mencapai tujuan terbaik bagi perusahaan.
B.2.23 Evaluasi dan perubahan (ammademen) Perubahan situasi dan keadaan memungkin perjanjian yang dibuat untuk dilakukan evaluasi, landasan utama dalam pasal yang mengatur tentang evaluasi adalah itikad baik dari para pihak. Apabila dalam sebuah evaluasi yang dilakukan, terdapat kententuan perjanjian yang perlu dirubah untuk kepentingan bersama, maka perubahan yang akan diputuskan tersebut diambil dengan cara-cara yang telah disetujui dan disepakati. Perubahan yang diambil hanya dilakukan untuk tujuan yang lebih baik bagi perkembangan perusahaan.
B.2.24 Force Majeure Pasal force majeure adalah klausa yang selalu digunakan dalam kontrak internasional. Dalam pasal force majeure mengantisipasi kemungkinan yang akan terjadi dan menyebabkan ketentuan dalam perjanjian tidak dapat laksanakan oleh salah satu pihak. Penyebabnya adalah keadaan memaksa diluar kemampuannya. Seperti bencana alam,
Universitas Sumatera Utara
perperangan, kebijakan pemerintah dan lain-lain yang dipertegaskan secara rinci dalam perjanjian.
B.2.25 Keadaan-keadaan tertentu (Partial invalidity) Merupakan
ketetapan
standar
dalam
perjanjian
untuk
memperjelas jika dalam perjanjian ditemukan ketetapan yang tidak sah, hal itu tidak akan membawa efek bagi keseluruhan perjanjian, atau tidak terpenuhinya kewajiban tertentu, bukan berarti tidak berlakunya semua ketentuan-ketentuan di dalam perjanjian.
B.2.26 Pemberitahuan (notices) Merupakan ketentuan standar dalam pelayanan formal, tetapi menjadi penting bagi para pihak untuk selalu memperhatikannya. Seperti ketentuan pemanggilan rapat pemengang saham diumumkan melalui surat kabar.
B.2.27 Amendemen Amademen terhadap perjanjian hanya efektif jika ditanda tangani oleh para pihak, dan melalui proses-proses yang telah ditentukan berdasarkan kesepakatan.
B.2.28 No Assignment
Universitas Sumatera Utara
Pasal ini membuat jelas bahwa hak dan kewajiban berdasarkan perjanjian tidak bisa di alihkan begitu saja kepada pihak lain. Peralihan akan memberikan pengaruh kepada hak dan kewajiban di dalam perusahaan joint venture.
B.2.29 Pilihan Hukum (applicable law) Ini
merupakan
ketentuan
yang
harus
benar-benar
dipertimbangkan secara mendalam dan spesifik mengenai pilihan hukum dalam perjanjian. Biasanya pilihan hukum diambil dari pertimbangan dimana nantinya perusahaan joint venture akan didirikan dan melakukan operasinya.
B.2.30 Penyeseleaian sengketa (resolustion of disputes) Para pihak perlu menentukan dan memperkenal cara-cara yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah utama yang timbul dan mampu untuk dicari jalan keluarnya (problem solving), termasuk pada saat tidak adanya titik temu antara para pihak ketika pengambilan sebuah keputusan dalam sebuah rapat umum pemegang saham (RUPS) atau rapat-rapat Dewan Direksi.
B.2.31 Penandatangan dan pengesahan Perjanjian Setelah tercapainya kesepakatan antara para pihak mengenai pasal-pasal dan ketentuan yang tuangkan dalam perjanjian, maka
Universitas Sumatera Utara
kesepakatan tersebut harus ditandatangani oleh para pihak dan dibuat dalam beberapa rangkap, baik untuk kepentingan para pihak yang menandatangani maupun pihak ketiga yang terkait, seperti BKPM, Departemen Hukum dan HAM dan atau departemen terkait lainya.
D. Para Pihak dan Objek dalam Joint Venture Agreement Berdasarkan kajian terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kontrak. Joint venture maupun kontrak-kontrak yang dibuat oleh para pihak. Maka para pihak yang terkait dalam kontrak itu adalah perusahaan penanaman modal asing (PMA) dengan warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia. Badan hukum Indonesia ini terdiri dari Badan Usuha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah. Koperasi, perusahaan PMA, perusah; PMDN, perusahaan Non-PMA/PMDN Objek dari kontrak joint venture adalah adanya kerja sama patungan antara perusahaan penanaman modal asing (PMA) dengan warga negara Indonesia di atau badan hukum Indonesia. Hal-hal yang diatur dalam kerja sama ini adalah berkaitan dengan kepemilikan saham atau modal yang disetor oleh para pihak terhadap perusahaan yang baru dibentuk. Komposisi sahamnya, diatur dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994. Saham peserta Indonesia dalam perusahaan joint venture sekurang-kurangnya 5% dari seluruh modal yang disetor perusahaan pada saat pendirian. sedangkan warga negara dan/atau badan hukum asing sebesar 95%.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV ASPEK HUKUM DALAM JOINT VENTURE AGREEMENT
A. Aspek Hukum Perjanjian Perjanjian joint venture bersumber kepada pasal 5 ayat 2 dan ayat 3 Undang-undang Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Pembentukan Perseroan Terbatas (PT) oleh investor asing dan bekerjasama dengan investor lokal terutama bidang-bindang investasi tertutup bagi kepemilikan saham penuh oleh pihak asing. Pasal 12 UUPM menjelaskan bidang usaha terbuka dan tertutup, terbuka dengan persyaratan, ketentuan tersebut kemudian diperjelas dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2007 yang kemudian terkenal dengan Perpres Daftar Negatif Investasi (DNI). Disamping itu juga terdapat pengaturan terhadap Bidang usaha terbuka dengan pesyaratan dimana di dalamnya terdapat ketentuan adanya Batasan Kepemilikan Modal Asing. Sehingga sebagai upaya menjalankan bisnisnya di Indonesia, investor asing melakukan joint venture dengan mitra lokal. Undangundang mendorong investor asing yang berminat menjalankan bisnisnya di Indonesia untuk melakukan joint venture, tetapi dibalik itu terdapat alasan lain yang mendorong investor asing untuk melakukan joint venture, yaitu: 1. Investor lokal telah menguasai pasar di dalam negeri dan dianggap berpengalaman serta memiliki jaringan distribusi atau penjualan pada pasar lokal 2. Investor lokal dinggap memiliki bahan baku yang dibutuhkan dalam
Universitas Sumatera Utara
produksi 3. Kerjasama dengan investor lokal dapat mempermudah dalam hubungan dengan masyarakat dan dengan pihak pemerintah. Perjanjian Joint Venture atau Joint Venture Agreement dalam rangka penanaman modal asing termasuk perjanjian perdata international, karena mengandung unsur perbedaan kewarganegaraan, asal modal dan tunduk pada hukum nasional yang berbeda. Kata internasional memberikan pengertian keterlibatan antar negara ataupun antar warga negara, Hukum perdata internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan hukum yang bersifat perdata yang melintasi batas negara. Hubunganhubungannya mengandung unsur internasional.
A.1 Pengaturan Menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (UUPM) A.1.1 Bentuk Badan Hukum UUPM secara tegas mengatur bentuk badan usaha bagi usaha patungan antara asing dengan pihak nasional (joint investment), badan usaha tersebut berbentuk perseroan terbatas yang dapat dilakukan dengan: 1) Mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas; 2) Membeli saham;
Universitas Sumatera Utara
3) Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 55 Ketentuan tersebut, mengharuskan perjanjian joint venture antara penanam modal asing dan penanam modal nasional tidak dapat menyimpangi kententuan yang diatur secara khusus dalam Undangundang Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Dalam memenuhi keharusan membentuk sebuah badan usaha perseroan terbatas, terutama bentuk dan standar anggaran dasar perseroan, dianjurkan mengikuti model atau standar yang telah ditetapkan oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, tetapi dalam beberapa hal masih dapat diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan. 56 Keputusan
Kepala
Badan
Koordinasi Penanaman
Modal
(BKPM) No. 10/SK/1985 jo Keputusan Kepala BKPM No. 6/SK/1987 jo Keputusan BKPM No. 57/SK/2004 jo Peraturan Kepala BKPM No. 1/P/2008,
mensyaratkan
bahwa
salah
satu
syarat
permohonan
penanaman modal asing adalah Arrangement of Joint Venture Agreement yang harus disertakan dalam permohonan. Perjanjian tersebutlah menjadi dasar bagi para pihak yang akan membentuk badan hukum perseroan terbatas.
55
Indonesia, Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Lembar Negara Nomor 67. Tahun 2007, pasal 5 ayat 3. 56 Rudhi Prasetya, ”Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas”, (Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2001), Cetakan Ketiga, hlm 69.
Universitas Sumatera Utara
A.1.2. Perizinan Usaha Sebelum melakukan invetasi di Indonesia, investor asing dalam melakukan kerjasama dengan investor lokal, harus memahami dan memperhatikan ketentuan-ketentuan bidang usaha terbuka, bidang usaha terbuka dengan persyaratan dan bidang usaha yang tertutup. Perizinan akan sangat tergantung kepada jenis dan bentuk usaha yang akan dijalankan. Masing-masing jenis dari usaha tersebut akan terkait dengan departemen atau institusi yang membawahi bidang usaha yang dipilih. Melalui sebuah Badan Koordinasi Penanaman Modal telah mengeluarkan ketentuan prosedur perizinan usaha yang dapat ditempuh. Dalam penyusunan joint venture agreement, meskipun didasarkan atas asas kebebasan berkontrak (Freedom of Contract), rambu-rambu sebagai persyaratan perizinan bidang usaha yang diperjanjikan tidak boleh disimpangi. UUPM mengatur beberapa hal yang menjadi landasan sebuah perjanjian antara pihak asing dengan pihak lokal, diantaranya berkaitan dengan: a. Bentuk badan usaha dan kedudukan; b. Ketanagakerjaan; c. Bidang usaha; d. Hak, kewajiban dan Tanggungjawab Penanaman Modal; e. Pengesahaan dan perizinan Perusahaan; f. Penyelesaian sengketa;
Universitas Sumatera Utara
Investor asing dan investor lokal yang mengadakan usaha patungan dapat mengajukan pendirian badan usaha penanaman modal asing yang berbentuk perseroan terbatas yang dilakukan sesuai kententuan peraturan perundang- undangan, yaitu peraturan yang mengatur pendirian perseroan terbatas (UUPT). Setelah memperoleh pengesahan perusahaan, perusahaan tersebut wajib memperoleh izin dari instansi yang berwenang, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Izin sebagaimana yang dimaksud diperoleh melalui pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang memperoleh kewenangan dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan non perizinan di tingkat pusat maupun di provinsi atau kabupaten/kota.
A.1.3. Jangka Waktu Usaha Dalam UUPM jangka waktu usaha erat kaitanya dengan pemberian fasilitas- fasilitas kepada penanaman modal asing, terutama ketentuan hak atas tanah yang diatur dalam pasal 22 UUPM, namun ketentuan pasal 22 telah dirubah dengan keputusan Makamah konstitusi No. 21-22/PUU-V/2007, sehingga kembali kepada ketentuan yang berlaku sebelumnya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor40 Tahun 1996. Menurut Prof. Boedi Harsono, pengaturan pengunaan hak atas tanah diatur menurut PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, yakini:
Universitas Sumatera Utara
a. Hak Guna Usaha diberikan dalam jangka waktu 35 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 25 tahun. b. Hak Guna Bangunan diberikan dalam jangka waktu paling lama 30 tahun, dan dapat diperpanjang dalam jangka waktu paling lama 20 tahun. c. Hak Pakai diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang kembali dalam jangka waktu tidak
ditentukan
selama
tanahnya
digunakan
untuk
kepentingan tertentu. 57 Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing, telah ditentukan bahwa kepada perusahaan diberikan izin usaha untuk jangka waktu 30 tahun terhitung sejak perusahaan berproduksi komersial. Tahap eksplorasi, studi kelayakan, dan konstruksi belum diperhitungkan mulai berlakunya izin usaha, namun baru mulai diperhitungkan setelah perusahaan melakukan kegiatan produksi secara komersial. 58 Walaupun perusahaan asing hanya diberikan jangka waktu investasi 30 tahun, namun perusahaan tersebut dapat memperbaharui izin usahanya, dengan syarat perusahaan masih tetap menjalankan usahanya yang bermanfaat bagi perekonomian dan pembangunan nasional. Terutama dalam hal: ekspor, tenaga kerja, penerimaan pajak, lingkungan
Universitas Sumatera Utara
hidup, dan perekonomian nasional. Jangka waktu pembaharuan itu adalah 30 tahun. Jadi total waktu penanaman modal asing menanamkan modalnya di Indonesia adalah selama 60 tahun, yang terdiri dari jangka izin produksi komersial 30 tahun, dan izin pembaharuan 30 tahun. 59
A.1.4. Penyelesaian Sengketa Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal memberikan penjelasan mengenai penyelesaian sengketa yang mungkin akan timbul dalam pelaksanaan penanaman modal di Indonesia. Dalam Bab XV pasal 32 UUPM, terdapat empat pasal yang menjelaskan hal tersebut, yaitu: Pasal 32 (1) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan sengketa tersebut melalui musyawarah dan mufakat. (2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak tercapai, penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau alternative penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal dalam negeri, para pihak dapat
57
Boedi Harsono, ”Hukum Agraria Indonesia”, (Jakarta: CV Taruna Grafica, 2006), cetakan ke 17 Edisi Revisi, hlm 70. 58 Salim HS dan Budi Sutrisno, Op.cit., hlm 214. 59 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
menyelesaikan
sengketa
tersebut
melalui
arbitrase berdasarkan
kesepakatan para pihak, dan jika penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut akan dilakukan di pengadilan. (4) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah
dengan
penanam
modal
asing,
para
pihak
akan
menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak. 60 Dengan pasal tersebut UUPM menentukan penyelesaian sengketa melalui pilhan perundingan (musyawarah dan mufakat atau negosiasi), melalui badan arbitrase yang disepakati atau pengadilan. Dalam setiap perjanjian joint venture dalam rangka penanaman modal asing pasti selalu memasukan klausa penyelesaian sengketa, biasanya yang dipilih adalah Arbitrase.
A.2. Asas-asas Perjanjian Prinsip-prinsip utama dalam hukum kontrak menurut KUHPerdata yang juga terdapat dalam joint venture agreement meliputi: Kebebasan Berkontrak, Prinsip Konsensual; Asas Kepribadian; Prinsip Obligatoir; Prinsip Pacta Sun Servada. 61
60
Indonesia, Op.cit., pasal 32.
Universitas Sumatera Utara
A.2.1. Kebebasan Berkontrak (contractvrijheid) Kebebasan Berkontrak merupakan asas demikian penting dalam hukum perjanjian. Dalam ketentuan pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, pernyataan “semua perjanjian” mengandung arti bahwa semua perjanjian baik yang telah ada dan diatur dalam KUHPerdata maupun perjanjian yang baru muncul dengan suatu nama yang mungkin belum dikenal dapat saja dibuat oleh para pihak asalkan tidak bertentangan dengan undangundang, kepatutan dan kesusilaan. Kata semua perjanjian juga mengandung pengertian bahwa siapapun boleh memperjanjikan apapun asal tidak melanggar undang-undang, kesusilaan baik, dan ketertiban umum. Hukum perjanjian berfungsi sebagai aanvullend recht atau pelengkap saja. Apabila para pihak tidak menetapkan secara khusus atau menyimpangi dari ketentuan yang berlaku, maka ketentuan yang tidak diatur oleh para pihak tersebut akan diatur menurut ketentuan umum yang ada dalam hukum perjanjian. Prinsip kebebasan berkontrak (freedom of contract) adalah prinsip yang memperbolehkan para pihak dalam suatu kontrak bebas
61
Munir Fuady, ”Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis)”, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007), hlm 50.
Universitas Sumatera Utara
membuat atau tidak membuat kontrak,62 demikian juga kebebasan untuk mengatur apa saja yang hendak diatur dalam kontrak sepanjang tidak bertentangan dengan undang- undang, kesusilaan baik dan ketertiban umum. Pasal 1339 KUHPerdata menyatakan bahwa perjanjian tidak hanya mengikat hal-hal dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Freedom of contract juga memiliki sebuah arti penting yang berhubungan dengan kesetaraan posisi antara para pihak (equalty), perjanjian joint venture merupakan perjanjian timbal balik, dimana para pihak memiliki hak dan kewajiban yang disepakati. Pada kenyataannya kesetaraan hak dan kewajiban pada saat proses awal perjanjian amat sangat tergantung kepada kemampuan negosiasi para pihak dalam menentukan hak dan kewajiban masing-masing. Pemodal lokal biasanya memiliki bargaining position yang lebih lemah dan selalu menganggap pihak asing memiliki posisi yang lebih kuat.
A.2.2 Konsensual Prinsip Konsensual erat kaitannya dengan asas kebebasan berkontrak, konsensual berasal dari kata latin consensus yang berarti sepakat, asas konsensual bukanlah berarti suatu perjanjian disyaratkan adanya kesepakatan, tetapi sudah semestinya ada kesepakatan, suatu
62
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
perjanjian juga dinamakan persetujuan dimana dua pihak atau lebih telah setuju terhadap sesuatu hal. Arti asas konsensualisme ialah pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan. Dengan perkataan lain, perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidak diperlukan suatu formalitas. 63 Asas konsensual terkandung di dalam pasal 1320 KUHPerdata yang berbunyi: Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 1.Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (de toestemming); 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan (de bekwaamheid); 3.Suatu hal tertentu (een bepald onderwerp); 4.Suatu sebab yang halal (eene geoorloofde oorzaak). 64 Pasal 1320 KUHPerdata menetapkan, sahnya suatu perjanjian harus adanya kesepakatan antara para pihak yang mengikatkan dirinya atau terdapat“consensus”. Sebagaimana diketahui, tidak ada formalitas tertentu yang menyatakan suatu perjanjian harus tertulis atau tidak, bahkan suatu perjanjian bisa tercapai secara verbal atau lisan saja. Terhadap asas konsensual itu, ada juga kekecualiannya, yaitu adanya ketentuan yang harus dijalankan oleh undang-undang, ditetapkan formalitas-formalitas tertentu untuk beberapa perjanjian, salah satunya perjanjian joint venture yang harus dalam bentuk akta perjanjian.
63
Subekti, Op.cit., hlm 15.
Universitas Sumatera Utara
Keharusan tersebut diatur dalam pengajuan persyaratan kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) atas dasar UUPM. Jadi perjanjian joint venture tersebut bukan hanya memenuhi asas konsensualitas saja melainkan juga memenuhi ketentuan undang-undang dan peraturan yang berlaku.
A.2.3. Asas Kepribadian Menurut pasal 1315 KUHPerdata mengadung pengertian bahwa tiada seorang pun dapat mengikat diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkanya suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri, asas ini dinamakan asas kepribadian. Mengikat diri ditujukan kepada memikul kewajiban-kewajiban atau menyanggupi melakukan sesuatu, sedangkan meminta ditetapkannya suatu janji ditujukan pada memperoleh hak-hak atas sesuatu atau dapat menuntut sesuatu. 65 Berdasarkan asas ini suatu perjanjian hanya meletakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara pihak yang membuatnya, sedangkan pihak ketiga yang tidak ada kaitannya dengan perjanjian tersebut tidak terikat. Terhadap asas kepribadian ini terdapat suatu pengecualian, yaitu dalam bentuk yang dinamakan janji untuk pihak ketiga. Dalam janji untuk pihak ketiga ini, seseorang membuat suatu perjanjian dimana perjanjian tersebut memperjanjikan hak-hak bagi orang lain. Hal tersebut diatur dalam pasal 1317 KUHPerdata, yang berbunyi:
64
Indonesia, Op.cit., Pasal 1320.
Universitas Sumatera Utara
“Lagi pun diperbolehkan untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna
kepentingan
seseorang
pihak
ketiga
apabila
suatu
penentapan janji yang dibuat oleh seseorang untuk dirinya sendiri atau suatu pemberian yang dilakukannya kepada seseorang lain memuat suatu janji seperti itu. Siapa yang telah memperjanjikan sesuatu seperti itu, tidak boleh menariknya kembali apabila pihak ketiga
tersebut
telah
menyatakan
kehendak
muntuk
mempergunakannya”. 66 Pengecualian lain dari asas kepribadian dapat ditemukan dalam pasal 1316 KUHPerdata, yang dikenal dengan nama Perjanjian Garansi. Pasal 1316 KUHPerdata ini berbunyi: “Meskipun demikian adalah diperbolehkan untuk menanggung atau menjamin seseorang pihak ketiga, dengan menjanjikan bahwa orang ini akan berbuat sesuatu, dengan tidak mengurangi tuntutan pembayaran ganti rugi terhadap siapa yang telah menanggung pihak ketiga itu atau yang telah berjanji, untuk menyuruh pihak ketiga tersebut menguatkan sesuatu, jika pihak ini menolak memenuhi perikatannya”. 67 Perjanjian Garansi adalah suatu perjanjian yang berdiri sendiri, sedangkan
perjanjian
penanggungan
atau
jaminan
perorangan
merupakan suatu perjanjian accesoir artinya ada dan tidaknya tergantung
65
Soesilowati Mahdi, Surini Ahlan Sjarif, dan Akhmad Budi Cahyono, “Hukum Perdata :Suatu Pengantar”, (Jakarta: Gitama Jaya Jakarta, 2005). hlm. 149. 66 Indonesia, Op.cit., Pasal 1317. 67 Indonesia, Op.cit., Pasal 1316.
Universitas Sumatera Utara
pada perjanjian pokok. Sehingga dalam suatu perjanjian penanggungan ada perjanjian pokoknya yaitu hutang-piuntang dan perjanjian ikutannya yaitu perjanjian penanggungannya. Pengecualian yang lain adalah apa yang diatur menurut pasal 1318 KUHPerdata, dimana suatu perjanjian meliputi juga para ahli waris dari pihak- pihak yang mengadakan perjanjian. Adapun bunyinya adalah: “Apabila seseorang meminta diperjanjikan sesuatu hal, maka dianggap itu adalah untuk para ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak daripadanya, kecuali apabila dengan tegas ditetapkan atau dapat disimpulkan dari sifat perjanjian, bahwa tidak sedemikianlah maksudnya.” 68 Dari pasal 1318 terlihat bahwa segala hak dan kewajiban yang timbul dari suatu perjanjian, diwarisi oleh para ahli waris dari masingmasing pihak yang mengadakan perjanjian.
A.2.4. Prinsip Obligatoir Prinsip Obligatoir adalah suatu prinsip yang mengajarkan bahwa jika suatu kontrak telah dibuat, maka para pihak telah terikat, tetapi keterikatan tersebut hanya sebatas timbulnya hak dan kewajiban sematamata, dan haknya belum beralih sebelum dilakukannya penyerahaan (levering). Dalam sebuah perjanjian yang telah disepakati, harus
68
Indonesia, Op.cit., Pasal 1318
Universitas Sumatera Utara
dinyatakan secara tegas mengenai tahap-tahap yang akan dilaksanakan, seperti penyerahan modal penyertaan saham joint venture company.
A.2.5. Prinsip Pacta Sun Servanda Prinsip Pacta Sun Servanda secara harfiah berarti “janji itu mengikat”, artinya bila perjanjian sudah dibuat secara sah oleh para pihak, maka perjanjian tersebut sudah mengikat para pihak. Kekuatan mengikat perjanjian tersebut adalah sama kuat dengan mengikatnya undang-undang yang dibuat oleh parlemen dan pemerintah. 69
A.2.6. Itikad Baik (Good Faith) Kehendak para pihak yang diwujudkan dalam kesepakatan adalah merupakan dasar mengikatnya suatu perjanjian, dalam hukum kontrak Perancis, kehendak itu dapat dinyatakan berbagai cara baik lisan maupun tulisan dan mengikat para pihak dengan segala akibat hukumnya. Code Civil Perancis mempengaruhi Burgerlijk Wetboek Belanda yang juga diadopsi oleh KUHPerdata di Indonesia. 70 Setiap perjanjian sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata harus didasarkan kepada itikad baik. Itikad baik ini mencakupi semua aspek-aspek penting di dalam perjanjian. Seperti di dalam joint venture agreement dimana investor lokal harus memberikan gambaran yang jelas, jujur dan terpercaya kepada investor asing, begitu
69
Munir Fuady, Op.cit., hlm 50.
Universitas Sumatera Utara
juga sebaliknya, investor asing yang biasanya menguasai teknologi, keahlian manajemen, tenaga ahli, harus memberikan keterangan yang sesungguhnya dan jujur. Menurut teori klasik hukum kontrak, asas itikad baik dapat diterapkan dalam situasi dimana perjanjian sudah memenuhi syarat tertentu, akibatnya ajaran ini tidak melindungi pihak yang menderita kerugian dalam tahap pra kontrak atau tahap perundingan, karena dalam tahap ini perjanjian belum memenuhi syarat tertentu. Teori kontrak modern cenderung menghapuskan syarat-syarat formal bagi kepastian hukum
dan
lebih
menekankan
terpenuhinya
rasa
keadilan,
konsekuensinya, para pihak yang mengundurkan diri dari perundingan tanpa alasan yang patut, bertangungjawab atas kerugian yang dialami pihak lain. 71 Di negara-negara maju yang menganut sistem civil law seperti Perancis, Belanda, dan Jerman, pengadilan memberlakukan asas itikad baik bukan hanya dalam tahap penandatanganan dan pelaksanaan kontrak, tetapi juga dalam tahap perundingan (the duty of good faith in negotiation), di negara yang menganut comman law system seperti Amerika Serikat, pengadilan menerapkan doktrin promissory estoppels, untuk memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang dirugikan
70
Suharnoko, “Hukum Perjanjian, Teori dan Analisa Kasus”, (Jakarta: Kencana, 2004),
hlm. 4-5. 71
Ibid
Universitas Sumatera Utara
terhadap
janji-janji
yang
diberikan
lawanya
pada
tahap
pra
kontrak(preliminiary negotiation).72
A.3 Syarat Sahnya Perjanjian Dalam KUHPerdata pasal 1320, untuk sahnya suatu perjanjian memerlukan empat syarat, yaitu sepakat diantara para pihak; para pihak tersebut adalah cakap; objek yang diperjanjikan mengenai hal tertentu; dan merupakan sebab yang halal. Dua syarat utama dinamakan syarat-syarat subjektif, karena berhubungan dengan subjek yang membuat perjanjian, sedangkan dua syarat terakhir dinamakan syarat-syarat objektif karena menyangkut obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan. Perjanjian Joint Venture adalah salah satu perjanjian yang lahir dari adanya sistem terbuka dan kebebasan berkontrak. Sahnya sebuah perjanjian Joint Venture harus memenuhi persyaratan sebagaimana yang diatur di dalam pasal1320 KUHPerdata. Perjanjian joint venture ini merupakan perjanjian yang tidak bernama dan tidak diatur secara khusus di dalam Buku III KUHPerdata. Perjanjian joint venture merupakan lex specialis Buku III KUHPerdata namun tetap terikat pada peraturan umum yang termuat pada bab I dan II pada buku III KUHPerdata.
72
Ibid
Universitas Sumatera Utara
A.3.1 Subjek perjanjian Sebagai sebuah syarat yang sah, suatu perjanjian haruslah dibuat oleh orang-orang atau pihak-pihak yang bertanggungjawab secara penuh. Orangorang atau pihak tersebut secara hukum memiliki kewenangan dan mampu mempertanggung-jawabkan perjanjian yang ia buat. Secara hukum subjek perjanjian dapat dibedakan menjadi dua: 1. Natural Person (natuurlijk persoon) atau private person, Adalah manusia kodrati yang semenjak lahir sebagai subjek hukum. Dalam melakukan tindakan hukum perjanjian, subjek hukum tersebut tidak serta merta dapat membuat sebuah perjanjian. Ada ketentuan-ketentuan yang membatasi dan mengatur yaitu kecakapan secara hukum. Orang yang membuat suatu perjanjian dan nantinya akan terikat oleh perjanjian itu, mempunyai cukup kemampuan dan kuasa untuk menginsyafi tanggungjawab yang ia pikul, orang yang membuat sebuah perjanjian dapat diartikan mempertaruhkan kekayaan yang ia miliki, sehingga hukum menghendaki bahwa orang/pihak-pihak tersebut haruslah oang/ pihak yang sungguhsungguh bebas berbuat dengan harta kekayaannya. 73 Pasal 1330 KUHPerdata menentukan subjek hukum yang tidak cakap membuat perjanjian, yaitu: a. Orang yang belum dewasa b. Yang berada dibawah pengampuan
73
Subekti, Op.cit., hlm 18.
Universitas Sumatera Utara
c. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tersebut. Setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya, cakap menurut hukum (bekwaam, capable). Mereka dapat membuat perjanjian dan menginsyafi tanggung jawab yang dipikulnya sebagai konsekwensi dari perjanjian yang dibuat. Menurut KUHPerdata orang yang telah mencapai 21 tahun atau telah menikah adalah mereka yang disebut dewasa. Hal tersebut haruslah diperhatikan juga ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan minimal 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan. 74 Permasalahan tentang dewasa tidak hanya dialami di Indonesia tetapi hal tersebut juga ditemukan di Inggris. Di Inggris meskipun sudah terjadi peralihan mengenai usia dewasa yang tadinya 21 tahun menjadi 18 tahun, tetapi untuk dapat menjadi anggota parlemen misalnya tetap minimal berusia 21 tahun. Meskipun dewasa dianggap cakap untuk melakukan perbuatan hukum, ternyata tidak setiap orang dewasa berdasarkan Undang-undang dianggap mampu/cakap untuk melakukan perbuatan hukum sendiri sehingga perlu diwakili oleh orang lain. Orang dewasa yang dianggap tidak cakap melakukan perbuatan hukum ialah mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
74
Indonesia, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, lembar Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974. Tambahan Lembar Negara No 3019, Pasal 7 ayat 1.
Universitas Sumatera Utara
(curatele). Menurut pasal 433 KUHPerdata mereka yang ditaruh dalam pengampuan adalah: a. Orang yang sakit ingatan b. Pemboros c. Lemah inggatan termasuk mereka yang memiliki intelegensi lemah (idiot) d. Mereka yang tidak mampu mengurus kepentingannya sendiri dengan semestinya, disebabkan kelakuan buruk diluar batas dan menggangu keamanan. 2. Badan Hukum (Rechtpersoon) atau artificial person Adalah pribadi bentukan dari hukum, Seperti juga manusia, badan hukum sebagai subyek hukum ciptaan manusia mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana layaknya manusia. Badan hukum dapat menuntut dan dituntut dimuka pengadilan terlepas dari para pengurusnya. Pembentukan badan hukum jika dikaitkan dengan tujuannya terbagi menjadi dua macam, Pertama: Badan hukum yang bertujuan untuk mengejar keuntungan atau kepentingan ekonomi. Kedua adalah Badan hukum yang bertujuan untuk mengejar sesuatu yang bersifat ideal. Contoh Badan Hukum yang bertujuan untuk mengejar kepentingan ekonomi misalnya PT atau Koperasi, sedangkan yang mengejar kepentingan ideal adalah Yayasan atau Partai Politik. Mekanisme pendirian badan hukum tersebut adalah melalui prosedur formal dengan landasan undang-undang yang terkait, Badan Hukum perseroan
Universitas Sumatera Utara
didirikan secara formal dengan pengaturan oleh Undang-undang Nomor 40 Tahun2007 jo UUPM yang berkaitan dengan investasi asing. Koperasi berdasarkan Undang-undang Perkoperasian Nomor 25 Tahun 1992, sedangkan Yayasan berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan. Sedangkan secara materil pendirian badan hukum menurut Meyers Dokrin menetapkan syarat-syarat sebagai berikut: a. Badan hukum memiliki harta sendiri dan terpisah dari para pengurusnya b. Badan hukum didirikan atas tujuan tertentu. c. Badan hukum didirikan dengan memiliki kepentingan sendiri d. Badan hukum memiliki organisasi yang teratur. 75 Dari segi kewenangan yang dimiliki maka dalam lalulintas hukum badan hukum tersebut ada yang bergerak dalam kaitannya dengan kewenangan yang dimiliki berdasarkan hukum publik seperti negara dan lembaga-lembaga pemerintah dan ada yang bergerak berkaitan dengan kewenangan yang dimiliki berdasarkan hukum privat atau perdata. Didalam perjanjian joint venture yang melibatkan pemodal nasional dan pemodal asing, biasanya menyangkut subyek hukum Badan hukum, yang dapat terdiri dari: a. Pihak Asing, baik badan pemerintah asing, swasta atau kombinasi keduanya.
Universitas Sumatera Utara
b. Pihak Lokal, baik badan pemerintah pusat atau daerah, perusahaan negara, koperasi, swasta dan atau kombinasinya. Para pihak yang membuat perjanjian joint venture pada umumnya adalah Badan Hukum, sebagaimana yang terlihat dalam Sebuah pasal perjanjian joint venture berikut ini: 2.
Incorporation of the Companies.
2.01. Incorporation; Legal Structure . Each of the Companies was incorporated on May 24, 2006, and organized as aSociedad Anónima de Capital Variable (S.A. de C.V.) (limited liability stock corporation of variable capital) pursuant to the laws of Mexico, under standard, non-specific by-laws; provided, however, that: 2.01.1 the Companies shall be transformed into Sociedades Anónimas de Capital Variable Promotoras de Inversiones (S.A. de C.V. P.I.) (investment-promoting limited liability stock corporations of variable capital) in order to incorporate certain provisions of this Agreement into the By-laws as soon as such incorporation is legally possible by reason of the entry into force of the new Ley del Mercado de Valores (Securities Market Law) in Mexico which shall allow for the referred transformation. This specific commitment of the Parties shall be effective upon the entry into force of such law, and 2.01.2 the provisions of this Agreement referred to under Section 2.01.1 shall be marked as “(SAPI)”, and shall be effective upon the entry into force of the new Ley del Mercado de Valores (Securities Market Law) in Mexico. 2.02. Amendment of By-laws; Transformation . After the execution hereof, the Parties shall hold a Shareholders’ Meeting in each Company in order to transform them into Sociedades Anónimas de Capital Variable Promotoras de Inversiones (S.A. de C.V.
75
Abdulkadir Muhammad, ”Hukum Perdata Indonesia”, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), Cetakan ke-2, hlm. 31.
Universitas Sumatera Utara
P.I.) (investment-promoting limited liability stock corporations of variable capital) and amend each Company’s By-laws so that they shall comply with the provisions of this Agreement. 2.03. Registration Fees and Incorporation Expenses . Registration fees and other incorporation expenses (including notarization fees) incurred in connection with the incorporation of each Company have been expenses of the corresponding Company and have been reimbursed by each Company to MGN, immediately after the execution of each escritura constitutiva (deed of incorporation). 2.04. Registered Office . The registered office of each Company is be Pedro Luis Ogazón 59-A, Colonia Guadalupe Inn, 01020, México, Distrito Federal, Mexico. 2.05. Statutory Auditor . Each of the Companies shall have a Statutory Auditor. The Statutory Auditor in each Company after the Shareholders’ Meeting referred to under Clause 2.02 , will be Laura Trejo Chaparro. 2.06. Secretary . The Board of each Company shall have a Secretary. The first Secretary to each Board after the Shareholders’ Meeting referred to under Clause 2.02 , will be Emilio Carrillo Peñafiel. 76
A.3.2 Tujuan Perjanjian atau Obyek Perjanjian (Prestasi). Inti dari sebuah perjanjian adalah prestasi, prestasi tersebut dapat berbentuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Memberi sesuatu dapat diartikan menyerahkan barang atau memberikan kenikmatan atas barang, berbuat sesuatu adalah setiap janji untuk melakukan sesuatu, sedangkan tidak berbuat sesuatu adalah segala janji untuk tidak melakukan hal tertentu.
76
http://agreements.realdealdocs.com/Joint-Venture-JV-Agreement/JOINT-VENTUREAGREEMENT-1617870/ Diakses tanggal 22 Agustus 2010
Universitas Sumatera Utara
KUHPerdata memberikan gambaran mengenai Obyek Prestasi dengan menentukan persyaratanya, persyaratan yang harus dipenuhi diantaranya: 1. Prestasi dalam sebuah perjanjian harus tertentu atau dapat ditentukan, ketentuan ini diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, yaitu “sebab tertentu”; yang ditafsirkan dapat ditentukan secara jelas. 2. Obyek perjanjian atau prestasi yang diperjanjikan dalam sebuah perjanjian adalah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undangundang, kesusilaan baik, atau ketertiban umum. Ketentuan ini dapat ditemukan dalam pasal 1335 dan pasal 1337 KUHPerdata. 3. Prestasi yang diperjanjikan oleh para pihak adalah dimungkinkan untuk dapat dilaksanakan, yang dijadikan objek (voorwerp) atau prestasi harus benar-benar mungkin dapat dilaksanakan, apabila prestasi secara objektif dan mutlak tidak dapat dilaksanakan, perjanjian itu tidak memiliki kekuatan mengikat karena tidak ada kewajiban debitur untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin untuk dikerjakan, hal ini disebut“impossibilium nulla obligation est”- there is no obligation to do impossible thing.77
77
I.G Rai Widjaya,”Merancang Suatu Kontrak”,( Jakarta: Kesaint Blanc, 2007) hlm. 50
Universitas Sumatera Utara
B. Masalah Kontraktual dalam Joint Venture Agreenet B.1 Pasal Kontibusi Para Pihak Terhadap Perusahaan Joint Venture (Contribution) Kontribusi para pihak dapat ditentukan dalam beberapa bentuk, diantaranya dalam bentuk saham-saham, kontribusi bersifat tunai, hak tanah, hak patent, keterampilan teknis, peralatan, jasa distribusi, atau penggunaan suatu merek dagang. Pasal mengenai kontribusi para pihak ini merupakan salah satu pasal yang dapat menimbulkan suatu permasalahan. UUPM tidak mengatur secara jelas mengenai kontribusi para pihak dalam suatu perusahaan joint venture. Agar suatu perjanjian joint venture tidak menimbulkan suatu permasalahan maka pemberian kontribusi harus disertai dengan perhitunganperhitungan secara jelas dan rinci, sehingga tidak akan menyebabkan kerugian bagi perusahaan dikemudian hari. Jika itu terjadi maka dibutuhkan jaminan untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan. Kontribusi para pihak dalam suatu perusahaan joint venture dapat juga dalam bentuk valuta asing, dalam hal ini UUPM mengatur mengenai pemberian hak kepada penanam modal untuk melakukan transfer dan repatriasi modal dalam valuta asing. Sebagaimana diatur dalam pasal 8 ayat (3) UUPM yang berbunyi: Penanaman modal diberi hak untuk melakukan transfer dan repatriasi dalam valuta asing , antara lain terhadap: a. Modal; b. Keuntungan, bunga bank, deviden, dan pendapatan lain;
Universitas Sumatera Utara
c. Dana yang dipergunakan untuk: 1. pemberian bahan baku dan penolong, barang setengah jadi, atau barang jadi; atau 2. penggantian barang modal dalam rangka melindungi kelangsungan hidup penanaman modal; d. Tambahan dana yang diperlukan bagi pembiayaan penanaman modal; e. Dana untuk pembayaran kembali pinjaman; f. Royalti atau biaya yang harus dibayar; g. Pendapatan dari perseorangan warga negara asing yang bekerja dalam perusahaan penanaman modal; h. Hasil penjualan atau likuidasi penanaman modal; i. Kompensasi atas kerugian j. Kompensasi atas penggambilalihan; k. Pembayaran yang dilakukan dalam rangka bantuan teknis, biaya yang harus dibayar untuk jasa teknik menejemen, pembayaran yang dilakaukan di bawah kontrak proyek, dan pembayran hak atas kekayaan intelektual; l. Hasil penjualan aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 78 Pada saat penentuan nilai kontribusi yang akan diberikan oleh salah satu pihak, dapat digunakan beberapa pendekatan yang berbeda, diantaranya:
78
Indonesia, Op.Cit., Pasal 8 ayat (3).
Universitas Sumatera Utara
1. Pertama, para pihak memastikan nilai kontribusi saham yang diambil, misalnya salah satu pihak menyediakan US $ 600.000-, (enam ratus ribu dolar) dengan konversi besar saham 20 % (dua puluh perseratus). 2. Alternatif lainya adalah para pihak memutuskan untuk memberikan kontribusi saham dalam jumlah tertentu tanpa menentukan jumlah nilai. Misalnya salah satu pihak menguasai hak atas 35 % (tiga puluh lima perseratus) dari 100% jumlah saham yang diterbitkan. 3. Pilihan lebih lanjut adalah penentuan besarnya kontribusi salah satu pihak, melalui ahli atau lembanga khusus yang dapat menentukan jumlah nilai saham atas kontribusi yang diberikan. Seperti kontribusi keterampilan dan keahlian, hak tanah atau merek yang diberikan salah satu pihak sebagai modal perusahaan yang hendak didirikan. Sebagai contoh kontribusi keterampilan dan keahlian salah satu pihak dinilai oleh lembaga independen bernilai 10 % (sepuluh perseratus) jumlah keseluruhan saham yang diterbitkan perusahaan. Dalam sebuah Joint Venture Agreement biasanya menerbitkan satu jenis saham dengan hak suara dan hak dividen yang sama, tetapi bisa juga disetujui untuk menerbitkan beberapa kelas atau jenis saham yang berbeda. Saham tersebut memiliki hak suara istimewa dan hak-hak dividen yang istimewa. Berikut salah satu contoh pasal dalam Joint Venture Agreement yang mengatur kontribusi para pihak: ARTICLE III GRANT AND EXERCISE OF OPTION
Universitas Sumatera Utara
3.1
Grant of Option
. Vista Barbados hereby gives and grants to Pan Asia the sole, exclusive and irrevocable right and option (the “ Option ”), on and subject to the terms of this Agreement, to acquire a 60% undivided beneficial interest in the Property via ownership of 60.6% of the issued and outstanding shares of Salu Siwa. 3.2
Conditions to Exercise of Option
. Pan Asia may exercise the Option by (and only after) completing the following matters to the reasonable satisfaction of Vista Barbados: (i)
issuing to Vista within 30 days of the Effective Date, 2,000,000 (two million) ordinary shares in Pan Asia free and clear of any encumbrances, to be held in escrow until an extension to the Contact of Work is granted by the Government of Indonesia in accordance with the terms of the Escrow Agreement;
(ii)
granting to Vista, within 30 days of the Effective Date, the right to purchase up to 2,000,000 (two million) ordinary shares in Pan Asia free and clear of any encumbrance (except a hold period required by a regulatory authority or by a stock exchange on which such securities are listed) on the same terms as such shares are issued in connection with an initial public offering thereof, such right to be effective for the term of this Agreeement;
(iii)
directly funding to PT Masmindo, within a period of 30 months from the Effective Date, a minimum of $3,000,000 (the “ Expenditures ”) to further define, explore and develop the Properties, less a management fee equal to up to 10% of
Universitas Sumatera Utara
the value of all Expenditures actually incurred by Pan Asia; and (iv)
directing and implementing the Operations of PT Masmindo in accordance with Article IX for a period of 30 months following the Effective Date (unless extended in accordance with the prior written agreement of Vista Barbados).
3.3
Notice of Exercise
. Pan Asia shall give notice to Vista Barbados forthwith upon Pan Asia having complied with the conditions contemplated in Section 3.2. 3.4
Shareholders’ Agreement
. Upon Pan Asia exercising its Option in accordance with Sections 3.2 and 3.3 , Vista Barbados shall cause Salu Siwa to issue to Pan Asia from treasury, for no additional consideration, such number of shares as results in Pan Asia owning 60.6% of the then issued and outstanding shares of Salu Siwa, and the Parties shall enter into the Shareholders’ Agreement, substantially in the form attached hereto at Exhibit B. The Shareholders’ Agreement shall govern the relationship of Pan Asia and Vista in respect of Salu Siwa, PT Masmindo and the Properties and, as of the date the Shareholders’ Agreement becomes effective, this Agreement shall cease to apply. 3.5
Deemed Incurrence of Costs
. Upon the execution of the Shareholders’ Agreement, the Parties shall be deemed to have made the following contributions to their respective Tracking Account (as defined in the Shareholders’ Agreement) and to respectively have the following Proportionate Share (as defined in the Shareholders’ Agreement): 79 Initial Contribution to
Initial Proportionate
Tracking Account
Share
79
http://agreements.realdealdocs.com/Joint-Venture-JV-Agreement/JOINT-VENTUREAGREEMENT-2611382/ Diakses tanggal 15 Agustus 2010
Universitas Sumatera Utara
Pan Asia
$6,000,000
60%
Vista Barbados
$4,000,000
40%
B.2 Penambahan permodalan perusahaan joint venture, penerbitan saham baru dan penjaminan (Additonal Funding, Issues of Share and Guaratees) Penambahan modal untuk perusahaan joint venture melalui penerbitan dan penjaminan saham-saham baru harus diatur dengan jelas dan dimengerti oleh para pihak, agar klausul tersebut tidak menimbulkan kerugian bagi para pihak di kemudian hari. Jika ada keharusan untuk memberikan penambahan modal bagi keberlangsungan aktivitas perusahaan, maka harus melalui mekanisme yang disepakati. Alternatif pendekatan untuk mengatur hal tersebut diantaranya: 1) Setiap pihak memiliki hak untuk menyediakan dana tambahan jika dibutuhkan tetapi bukan suatu kewajiban. 2) Setiap pihak memiliki kewajiban untuk menyediakan dana tambahan (jika diminta oleh dewan direksi), yang jumlahnya tergantung pada proposi kepemilikan saham. Untuk melaksanakan keputusan tersebut harus melalui sebuah mekanisme pengambilan keputusan, misalnya melalui sebuah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 3) Kadang kala kewajiban penyediaan modal tambahan, ditentukan jumlah minimal
yang
harus
dipersiapkan,
sehingga
para
pihak
dapat
memperhitungkan kemampuan permodalan yang harus dipersiapkan dan dapat dipertanggungjawabkan ketersediaanya.
Universitas Sumatera Utara
4) Mekanisme pengambilan keputusan untuk penambahan modal, tidak diperbolehkan tanpa keputusan dan suara bulat para pemegang saham. 5) Penerbitan saham baru dan penjaminan saham harus mendapatkan persetujuan oleh para pihak. persetujuan itu diberikan dengan mekanisme yang jelas sesuai dengan kesepakatan. 6) Penambahan modal perusahaan melalui pinjaman para pemegang saham harus ditentukan secara jelas. Perusahaan harus dapat membedakan penambahan modal sebagai penyertaan modal dan penambahan modal sebagai pinjaman.
B.3 Pasal Anggaran Dasar Perusahaan Joint Venture. Perusahaan joint venture membutuhkan instrumen untuk menjalankan aktivitasnya. Instrumen tersebut adalah sebuah organisasi perusahaan yang terwujud dalam anggaran dasar (statute) dan dokumen-dokumen legal lainnya. UUPM tidak mengatur tentang pembentukan anggaran dasar perusahaan joint venture. Pembentukan anggaran dasar dan dokumen legal lainnya diatur di dalam ketentuan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Wajib daftar perusahaan, dan akta pendirian yang dibuat oleh notaris. Sebuah anggaran dasar haruslah dipersiapkan dalam format yang kosisten dengan joint venture agreement. Pembentukan anggaran dasar sebaiknya menggunakan terminologi yang sesuai dengan joint venture agreement yang telah disepakati bersama.
Universitas Sumatera Utara
Jika terdapat benturan antara joint venture agreement dengan anggaran dasar, maka para pihak akan mendasari pengambilan keputusan berdasarkan anggaran dasar perusahaan, jika berkaitan dengan pengambilan keputusan perusahaan. Namun bila benturan tersebut berkaitan dengan isi joint venture agreement, maka ketentuan hukum perjanjian yang mendasari pengambilan keputusan. Merancang Suatu Kontrak, Edisi Revisi, Jakarta: Kesaint Walaupun anggaran dasar merefleksikan konsistensi dengan joint venture agreement, namun kedua dokumen itu memiliki prinsip dasar yang berbeda, dengan dokumen-dokumen yang memuat ketentuan berbeda. Joint venture agreement biasanya berdampingan dengan perjanjian-perjanjian tambahan lainnya yang diatur secara rinci dan luas. Sedangkan anggaran dasar menyimpan yang diatur secara rinci dan luas. Sedangkan anggaran dasar menyimpan dokumen yang berkaitan dengan pengambilan keputusan, agenda-agenda penting dalam sebuah rapat dan lain-lain.
B.4 Pelanggaran Perjanjian, Perubahan Kontrol, Keadaan Memaksa (Force Majeure) dan Ketidak Mampuan Membayar Hutang (Insolvency). Keadaan memaksa adalah suatu peritiwa yang terjadi diluar dugaan dan tidak dapat dipertanggung jawabkan kepada debitur yang mengakibatkan suatu perjanjian tidak dapat dilaksanakan. Debitur dibebaskan dari kewajiban untuk membayar ganti rugi dan atau penalty, persoalan hukum yang timbul
Universitas Sumatera Utara
dari keadaan memaksa adalah siapa yang akan menanggung resiko akibat tidak terlaksananya prestasi yang diperjanjikan. 80 Ada kemungkinan, sesuatu yang tidak diharapkan terjadi, beberapa situasi yang akhirnya menyebabkan salah satu pihak keluar dari joint venture, meskipun semua pihak tidak berharap dan tidak mau adanya situasi seperti itu, tetapi perlu untuk mengantisipasi jika permasalahan tersebut terjadi, beberapa penyebabnya antara lain adalah Pelanggaran perjanjian, perubahan kendali, keadaan memaksa, dan ketidak mampuan membayar hutang. 1) Pelanggaran Perjanjian, dalam perjanjian materil yang dilanggar salah satu pihak, maka diperlukan prosedur pemeriksaan untuk mengetahuinya secara benar dan memberikan kesempatan kepada pihak yang melanggar untuk mengklarifikasinya. Pihak yang melanggar dapat diberikan kesempatan untuk memenuhi kewajibanya dalam jangka waktu tertentu yang layak, dan dapat menyelesaikannya. Konsekwensinya jika dalam waktu yang telah diberikan tetap tidak dapat memenuhi kewajibanya, maka perjanjian dapat diakhiri. Pengakhiran perjanjian diikuti dengan konsekwensi penggantian ganti rugi kepada perusahaan. 2) Perubahan kendali, situasi kedua yang penting adalah jika adanya perubahaan kontrol atau kendali terhadap perusahaan joint venture oleh pihak tertentu (sebagai akibat dari pengalihan saham dan kepemilikan saham), kententuan ini biasanya akan diatur dalam pasal-pasal khusus.
80
Sri Soesilowati Mahdi, Surini Ahlan Sjarif, dan Akhmad Budi Cahyono,”Hukum Perdata:Suatu Pengantar”,(Jakarta:Gitama Jaya Jakarta), 2005. hlm 155.
Universitas Sumatera Utara
3) Force mejure/insolvency, situasi lain ketika salah satu pihak “dikeluarkan” dari joint venture jika ia mengalami kebankrutan atau ketidak mampuan membayar hutang kepada perusahaan joint venture dalam keadaan diluar kemampuannya (keadaan memaksa). Semua aspek diatas kemungkinan besar memang dapat terjadi, untuk itu penetapan prosedur penyelesaianya harus melewati beberapa tahap sebelum menggambil keputusan. Tahap-tahap tersebut dapat berupa diskusi dan negosiasi antara para pihak untuk menemukan penyelesaian masalah. Berikut ini contoh pasal perubahan kontrol dan Force Majure dalam joint venture agreement: ARTICLE XV CHANGE OF CONTROL OF PAN ASIA
15.1
Notice to Vista Barbados
. If there is any change in control of Pan Asia, Pan Asia shall forthwith give notice in writing to Vista Barbados advising it of the change in control and stating the name of the person or persons who have acquired control. 15.2
Change in Control
. In this Article XIV, a change in control of Pan Asia shall occur if a person becomes a control person (as that term is defined in the Securities Act (British Columbia) of Pan Asia who was not previously such a control person, provided that the listing of the securities of Pan Asia on any widely-recognized stock exchange shall not constitute a change in control.
Pasal yang mengatur mengenai force majure: 17.7
Force Majeure
Universitas Sumatera Utara
. Except for any obligation to make payments when due hereunder, the obligations of a Party shall be suspended to the extent and for the period that performance is prevented by any cause, whether foreseeable or unforeseeable, beyond its reasonable control, including, without limitation, labour disputes (however arising and whether or not employee demands are reasonable or within the power of the Party to grant); acts of God; laws, regulations, orders, proclamations, instructions or requests of any government or governmental entity; judgments or orders of any court; inability to obtain on reasonably acceptable terms any public or private license, permit or other authorization; curtailment or suspension of activities to remedy or avoid an actual or alleged, present or prospective violation of applicable environmental standards; acts of war or terrorism or conditions arising out of or attributable to war or terrorism, whether declared or undeclared; riot, civil strife, insurrection, insurgency or rebellion; fire, explosion, earthquake, storm, flood, sink holes, drought, hurricane, tsunami or other adverse weather condition; delay or failure by suppliers or transporters of materials, parts, supplies, services or equipment or by contractors’ or subcontractors’ shortage of, or inability to obtain, labour, transportation, materials, machinery, equipment, supplies, utilities or services; accidents; breakdown of equipment, machinery or facilities; or any other cause whether similar or dissimilar to the foregoing. The affected Party shall promptly give notice to the other Party of the suspension of performance, stating therein the nature of the suspension, the reasons therefore, and the expected duration thereof. The affected Party or Operator shall resume performance as soon as reasonably possible. 81
81
http://agreements.realdealdocs.com/Joint-Venture-JV-Agreement/JOINT-VENTUREAGREEMENT-2611382/ Diakses tanggal 15 Agustus 2010
Universitas Sumatera Utara
B.5 Penarikan diri salah satu pihak dari perjanjian (withdrawal) Salah satu pihak pada suatu saat memiliki keinginan untuk menarik diri dari perusahaan joint venture. Penarikan diri merupakan satu keadaan penting yang pengaturannya harus diatur secara jelas dalam sebuah joint venture agreement, agar dalam proses penarikan diri salah satu pihak tersebut tidak menimbulkan suatu permasalahan maka diperlukan suatu pengaturan yang jelas. Pengaturan tersebut dapat saja mengikuti model sebagai berikut: 1) Para pihak bersepakat untuk tidak menarik diri dalam jangka waktu tertentu dari perusahaan joint venture. Periode ini harus sama dengan jangka waktu yang diatur dalam pasal yang mengatur sebelumnya yang berkaitan dengan pengalihan saham, pengalihan saham harus dilakukan paling tidak tiga bulan sebelum berakhirnya tahun fiskal. 2) Dewan
direktur
mendiskusikan
atau
perwakilan
dari
keadaan
tersebut
dengan
para
pihak
itikad
baik
harus dan
mempertimbangkan kemungkinan cara-cara lainnya untuk dapat menyetujui situasi tersebut (jika penarikan diri salah satu pihak tersebut akan mengakibatkan kerugian besar bagi joint venture company, maka keputusan tersebut dapat saja dibatalkan atau ditunda). 3) Tidak adanya penarikan diri atau terminasi dalam joint venture tanpa suara yang bulat dari para pihak, dan sesuai dengan prosedur yang telah disepakati sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
B.7 Berakhirnya Joint Venture (Termination) Masuk akal untuk mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan tidak tercapainya tujuan pendirian usaha bersama (joint venture), kemudian mengakhirinya. Terminasi perjanjian dapat disebabkan adanya pelanggaran perjanjian oleh salah satu pihak, adanya keadaan memaksa, ketidak mampuan membayar hutang, perubahan pengendalian perusahaan, berakhirnya jangka waktu ivestasi dan atau akibat-akibat lainnya. Berakhirnya suatu joint venture dapat juga dikarenakan adanya tindakan nasionalisasi oleh pemerintah. Dalam pasal 7 ayat (2) UUPM diatur mengenai tindakan nasionalisasi oleh pemerintah, dan sebagai konsekuensinya pemerintah akan memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada penanam modal yang harga nya ditetapkan berdasarkan harga pasar. Sangat mudah bagi para pihak untuk menyetujui bahwa tujuan dari pendirian perusahaan bersama telah tercapai atau tidak mungkin dapat tercapai, dan salah satunya dapat menyebabkan perusahaan bersama tersebut ditutup. Jika kemungkinan itu terjadi, perlu ditegaskan proses yang harus dilewati untuk mengakhiri kerjasama tersebut. Beberapa pedoman yang dapat diterapkan antara lain adalah: 1. Tahap mempersiapkan langkah-langkah penghentian perusahaan joint venture dengan mendistribusikan atau menjual aset yang dimiliki.
Universitas Sumatera Utara
2. Pihak yang memberikan kontribusi khusus dalam pendirian perusahaan (memberikan aset tertentu) harus dipertimbangkan bentuk pengembalian asetnya dalam sebuah nilai pasar yang jelas. 3. Biasanya, dalam pengakhiran kerjasama, setiap pihak bebas memakai metode bisnis yang sama sebagaimana yang dimiliki oleh perusahaan joint venture. 4. Untuk kekayaan intelektual yang dimiliki perusahaan bersama harus ditentukan secara jelas apakah para pihak berhak menggunakannya atau tidak, hal ini untuk menghindari konflik yang dapat timbul antara para pihak. Sebagaimana diatur dalam pasal berikut ini: ARTICLE VII TERMINATION
7.1
Termination
. This Agreement shall terminate: (a)
if Pan Asia gives written notice of termination to Vista Barbados, which Pan
Asia shall be at liberty to do at any time after the execution of this Agreement and prior to its exercise of the Option pursuant to Sections 3.2 and 3.3 ; (b)
if any of the following shall occur: (i)
Pan Asia fails to pay or contest in good faith bills or debts of PT Masmindo within 60 days after they are due; or
(ii)
a receiver, liquidator, assignee, custodian, trustee, sequestrator or similar official for a substantial part of its assets is appointed and such appointment is neither made ineffective nor discharged within 60 days
Universitas Sumatera Utara
after the making thereof, or such appointment is consented to, requested by, or acquiesced in by Pan Asia; or (iii)
Pan Asia commences a voluntary case under any applicable bankruptcy, insolvency or similar law now or hereafter in effect; consents to the entry of an order for relief in an involuntary case under any such law or to the appointment of or taking possession by a receiver, liquidator, assignee, custodian, trustee, sequestrator or other similar official of any substantial part of its assets; makes a general assignment for the benefit of creditors; fails generally to pay its, or PT Masmindo’s debts as such debts become due; or takes corporate or other action in furtherance of any of the foregoing; or entry is made against Pan Asia of a judgment,
(iv)
order for relief affecting a substantial part of its assets by a court of competent jurisdiction in an involuntary case commenced under any applicable bankruptcy, insolvency or other similar law of any jurisdiction now or hereafter in effect; or if Pan Asia defaults with respect to any of its material covenants
(c)
and agreements contained herein, Vista delivers notice to Pan Asia specifying the nature of such default and Pan Asia does not rectify such default within 60 days of the receipt of notice of such default from Vista, upon Vista giving written notice of termination to Pan Asia.
7.2
Termination without Exercise of Option
. Upon termination of this Agreement pursuant to Subsection 7.1(a) or (b) , Pan Asia shall: (a) cease to be liable to Vista Barbados under or in relation to this Agreement, except as provided in this Section 7.2 and for the performance of those of its agreements or covenants under this Agreement which should have been
Universitas Sumatera Utara
performed prior to such termination; and (b) deliver at no cost to Vista Barbados, not later than 90 days after the termination of this Agreement, copies of all information and data in its possession pertaining to the Property, PT Masmindo, Vista Barbados, Salu Siwa or any of their Affiliates, or results of operations on the Property not already provided to Vista Barbados, including maps, surveys, reports, records, studies, assays, core samples or logs in electronic or printed form, as applicable and available. 7.3
Termination on Exercise of Option
. Upon the exercise by Pan Asia of the Option pursuant to Sections 3.2 and 3.3 and the Parties entering into the Shareholders’ Agreement pursuant to Section 3.4, this Agreement shall terminate and, thereafter, the relationship of the Parties shall be governed by the Shareholders’ Agreement. 82
B.8 Itikad
Baik,
Konsultasi,
Non
Kompetitif
dan
Kewajiaban
Mempromosikan Tujuan Perusahaan Joint Venture Pasal ini menggambarkan prinsip universal yang berlaku dalam sebuah Joint Venture Agreement, yaitu Itikad baik, mengedepankan kepercayaan, keyakinan untuk mencapai tujuan terbaik bagi perusahaan. Prinsip-prinsip ini mencakup: 1. Setiap pihak memiliki kewajiban untuk memberikan kemampuan terbaik dalam pembentukan perusahaan joint venture dan didasari oleh itikad baik yang menjadi semangat dalam perjanjian;
82
http://agreements.realdealdocs.com/Joint-Venture-JV-Agreement/JOINT-VENTUREAGREEMENT-2611382/ Diakses tanggal 15 Agustus 2010
Universitas Sumatera Utara
2. Bahwa setiap pengambilan keputusan dan persetujuan, diambil untuk kepentingan terbaik bagi perusahaan joint venture; 3. Para pihak memastikan keterwakilan dan hadir dalam setiap pertemuan (aktif) dan ketidak hadiran bukan penyebab tidak bisa diambilnya sebuah keputusan untuk kepentingan perusahaan joint venture; 4. Para pihak tidak akan melakukan pemugutan suara jika adanya penolakan atau pertentangan antara perusahaan joint venture dengan salah satu pihak, sehingga keputusan yang diambil menggambarkan proses yang adil; 5. Setiap kontrak antara perusahaan joint venture dengan salah satu pihak harus dibuat secara jelas dan mendasar; 6. Para pihak tidak akan melakukan kegiatan usaha yang bersaing dengan perusahaan joint venture dalam bisnis yang sama. Di dalam joint venture agreement, perlu dirinci secara tegas batasan mengenai aktivitas persaingan yang tidak diperbolehkan antara para pihak dengan joint venture company (competing). Dalam pasal tertentu dapat dinyatakan secara tegas non-competition bagi para pihak yang mengudurkan diri atau keluar untuk waktu tertentu, misalnya dalam masa 2 tahun setelah keluar tidak boleh melakukan usaha sejenis dalam wilayah tertentu yang telah ditetapkan.
B.9 Pengalihan Saham Saham dalam sebuah perusahaan dapat dialihkan (transfer) tanpa mengubah kepemilikan hukum dan bisnis dasar perusahaan. Bagaimanapun,
Universitas Sumatera Utara
penjualan saham dalam sebuah perusahaan patungan adalah umum dan tunduk kepada ketentuan-ketentuan dan pembatasan yang diperlukan. Tidak semua pengalihan saham dapat dilakukan begitu saja oleh salah satu pihak, melainkan harus memenuhi ketentuan-ketentuan dan pembatasan yang disepakati. Pengalihan saham ini juga diatur dalam UUPM pada pasal 8 ayat (1) yang menyebutkan: ”Penanam modal dapat mengalihkan aset yang dimilikinya kepada pihak yang diinginkan oleh penanam modal sesuai dengan ketemtuan peraturan perundang-undangan.” 83 Dalam hal ini, UUPM membatasi aset-aset yang dapat dialihkan oleh penanam modal, hanya asetaset atau saham-saham yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan saja yang dapat menjadi objek dari pengalihan saham. Pengalihan saham secara langsung akan mengakibatkan berubahnya komposisi kepemilikan saham, jika saham dialihkan kepada pihak yang sudah memiliki saham di dalam perusahaan (internal transfer), maka ketentuan yang sudah ada tidak akan banyak mengalami perubahan, itupun masih tergantung dari jumlah saham yang di alihkan. Jika jumlah saham yang dialihkan mempengaruhi dan menyebabkan penggantian kontrol perusahaan, maka akan merubah perjanjian sebelumnya. Namun jika pengalihan saham tersebut dialihkan kepada pihak di luar perusahaan (external transfer), maka hal tersebut menyebabkan masuknya investor baru ke perusahaan. Ketentuan masuknya investor baru atau
83
Indonesia, Op.Cit., Pasal 8 ayat (1)
Universitas Sumatera Utara
pemegang saham baru biasanya melalui proses yang sangat ketat. Hampir semua joint venture agreement mengandung ketentuan yang membatasi pengalihan saham. Pendekatan yang dapat diambil dalam pembatasan pengalihan saham diantaranya: 1) Pengalihan saham tidak diperbolehkan tanpa persetujuan para pihak. 2) Pengalihan saham tidak boleh dilakukan dalam periode tertentu, misalnya selama 3 tahun pertama. 3) Pengalihan saham kepada pihak lain diperbolehkan dangan persyaratan bahwa pemegang saham baru menyetujui ketentuanketentuan bisnis joint venture company yang telah ditetapkan sebelumnya. 4) Dalam banyak ketentuan joint venture company yang terdiri banyak pihak, para pihak diberikan hak untuk dapat membeli kembali saham-saham yang ada terutama saham yang akan dialihkan, sebelum dijual kepada pihak lain, saham tersebut harus ditawarkan kepada pemegang saham lainnya terlebih dahulu dengan harga yang telah ditetapkan dan disetujui.
B.10 Pilihan Hukum (applicable law) Bilamana terjadi sengketa sehubungan dengan pelaksanaan dan realisasi dari perjanjian joint venture, maka acuan pertama adalah melihat kepada hukum yang berlaku (applicable law/governing law) dan penyelesaian sengketa (settlement of disputes) yang telah disepakati dan dipilih oleh para
Universitas Sumatera Utara
pihak dalam joint venture agreement baik menyangkut pilihan hukum (choice of law) maupun pilihan forum (choice of forum) yakni hukum mana dan lembaga mana yang akan dipilih dan disepakati para pihak sebelumnya dalam joint venture agreement yang berwenang dan digunakan dalam menilai dan menyelesaikan sengketa yang timbul berkenaan dengan penanaman modal tersebut, baik sengketa antara investor asing dengan partner lokal maupun antara investor asing dengan pemerintah lokal (local government, host country). Perjanjian joint venture di Indonesia dibuat berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata yang disebut juga sebagai asas kebebasan berkontrak. Kebebasan yang dimaksud dalam hal ini adalah kebebasan untuk menentukan pilihan hukum (choice of law) dan pilihan forum (choice of jurisdiction). Selain itu juga untuk menentukan pilihan domisili (choice of domisili). Pilihan hukum adalah hukum yang dipilih oleh para pihak dalam kaitan timbulnya sengketa sebagai akibat pelaksanaan hubungan hukumnya. Pilihan hukum ini merupakan ketentuan yang harus benar-benar dipertimbangkan secara
mendalam dan
spesifik
dalam
suatu
perjanjian
agar
tidak
menimbulakan suatu permasalahan dikemudian hari. Apabila dalam suatu perjanjian joint venture para pihak tidak mencantumkan klausul mengenai pilihan hukum maka pengadilan akan melakukan analsis terhadap ketentuan-ketentuan dan fakta-fakta dari perjanjian joint venture yang dibuat oleh para pihak tersebut untuk menetapkan hukum yang berlaku. Dalam pemilihan hukum ini terdapat
Universitas Sumatera Utara
beberapa teori yang digunakan untuk menentukan hukum mana yang digunakan dalam perjanjian joint venture yang tidak mencantumkan mengenai pilihan hukum. Teori-teori tentang pilihan hukum yaitu: 1. Lex loci contractus Menurut teori lex loci contractus ini hukum yang berlaku adalah hukum dari tempat dimana kontrak itu dibuat. Jadi tempat dibuatnya suatu kontrak adalah faktor yang penting untuk menetukan hukum yang berlaku. Diaman suatu kontrak dibuat maka hukum negara itulah yang dipakai. 84 2. Lex loci solutionis Menurut teori lex loci solutionis ini hukum yang berlaku adalah hukum dari tempat dimana perjanjian dilaksanakan, jadi bukan tempat dimana kontraknya ditandatangani tetapi tempat dimana kontrak tersebut dilaksanakan yang menentukan, misalnya kontrak untuk membuat suatu gedung hotel dilaksanakan di Jakarta, maka hukum yang berlaku adalah hukum di Indonesia. 85 3. Teori ”the proper law of the contract” Menurut teori ini maka yang harus kita harus mencari hukum dari pada negara dengan mana kontrak bersangkutan mempunyai apa yang yang dinamakan ”the most real connection”. Kita harus dapat melokalisir kontrak bersangkutan. Kita harus mencari titik berat dari perjajian tersebut. Kita melihat titik-titik taut mana yang paling berat dan atas
Universitas Sumatera Utara
dasar inilah kita anggap hukum dari pada negara dengan mana titiktitik taut ini terbanyak dihubungkan menjadi yang terberat adalah yang harus dipergunakan. 86 4. Teori ”the most characteristic connection” (titik taut yang paling karakteristik) Menurut teori ini untuk menetukan pilihan hukum dari suatu kontrak dilihat dari pihak yang melaukan prestasi yang paling karakteristik sehingga hukum dari pihak tersebutlah yang harus dipergunakan karena hukum inilah yang terberat dan yang sewajarnya dipergunakan. Jika kita menerima titik taut hukum dari pihak yang melakuakan prestasi yang paling karakteristik pada suatu kontrak yang dipakai maka kita akan memperoleh penyederhanaan yang dalam praktek bermanfaat sekali. Dengan demikian tidak akan menjadi persoalan dimana tempat tinggal atau kewarganegaraan mana serta tidak akan penting lagi dimana transaksi dilangsungkan atau dimana transaksi dilaksanakan. 87 Pada umumnya pemilihan hukum untuk suatu perjanjian joint venture ditentukan atau dipilih oleh para pihak yang terlibat di dalamnya. Biasanya pilihan hukum dalam suatu joint venture agreement diambil dari pertimbangan dimana nantinya perusahaan joint venture akan didirikan dan melakukan operasinya.
84
Sudargo Gautama, “Capita Selecta Hukum Perdata Internasional”, (Bandung : Alumni, 1974), hlm. 73 85 Ibid. 86 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Berikut ini contoh klausul yang mengatur tentang pilihan hukum dalam perjanjian joint venture: Governing Law . This Agreement will be governed by and construed in accordance with the laws of the Province of British Columbia and the federal laws of Canada applicable therein, without regard to the conflicts of laws principles thereof. Each of the Parties hereto irrevocably attorns to the jurisdiction of the courts of the Province of British Columbia and all appellate courts having jurisdiction thereover with respect to all disputes arising out of or in connection with this Agreement. 88
C. Penyelesaian Sengketa Bab XV Pasal 32 Undang-Undang Penanaman Modal No. 25 : Tahun 2007 mengatur mengenai penyelesaian sengketa. Dalam ketentuan tersebut diuraikan bagaimana cara penyelesaian sengketa yang digunakan apabila terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanam modal. Cara penyelesaian sengketa tersebut dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanam modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikannya secara musyawarah dan mufakat. 2. Dalam hal penyelesaian sengketa secara musyawarah dan mufakat tidak tercapai, penyelesaian sengketa dilakukan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 3. Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah 87
Ibid. http://agreements.realdealdocs.com/Joint-Venture-JV-Agreement/JOINT-VENTUREAGREEMENT-2611382/ Diakses tanggal 15 Agustus 2010 88
Universitas Sumatera Utara
dengan penanam modal dalam negeri, para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak. Jika penyelesaian secara arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut akan dilakukan di pengadilan. 4. Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak. Dari ketentuan Pasal 32 tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyelesaian sengketa antara pemerintah dengan penanam modal dilakukan melalui cara: 1. Musyawarah dan mufakat; 2. Arbitrase; 3. Pengadilan; 4. ADR. 5. Khusus untuk sengketa antara pemerintah dengan penanam modal dalam negeri, sengketa diselesaikan melalui arbitrase atau melalui pengadilan; dan 6. Khusus untuk sengketa antara pemerintah dengan penanam modal asing sengketa diselesaikan melalui arbitrase internasional yang telah disepakati. Cara-cara penyelesaian sengketa yang dianut oleh Undang-Undang Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007 tersebut merupakan cara-cara penyelesaian yang berlaku secara umum dan banyak berlaku di beberapa negara. Umumnya
Universitas Sumatera Utara
cara-cara penyelesaian sengketa dalam penanaman modal adalah berbentuk penyelesaian sengketa dengan cara sebagai berikut:
C.1 Penyelesaian Sengketa melalui Pengadilan Dalam kontrak yang dibuat oleh para pihak dalam kontrak patungan di bidang penanaman modal terdapat klausul cara penyelesaian sengketa melalui pengadilan setempat jika cara musyawarah untuk penyelesaian sengketa tidak tercapai. Namun, cara penyelesaian sengketa melalui pengadilan kurang dirasakan fair dan kurang dipercaya oleh investor. Para investor cenderung menganggap cara penyelesaian sengketa melalui pengadilan tidak efektif dan tidak efisien sehingga menimbulkan ketidakpuasan. Padahal
lembaga
pengadilan
merupakan
katub
penekan
atas
pelanggaran hukum dalam masyalrakat, di mana lembaga pengadilan merupakan institusi yang istimewa yang dapat memberikan putusan. Selain itu, lembaga pengadilan merupakan lembaga yang mempunyai fungsi dan kewenangan di antaranya: a. Sebagai penjaga kemerdekaan masyarakat (in guarding the freedom of society); b. Sebagai wali masyarakat (are regarding as custodian of society); c. Sebagai pelaksana penegakan hukum (judiciary as the up holders of
Universitas Sumatera Utara
the rule of law).89 Telah banyak kritik yang dilontarkan kepada lembaga pengadilan yang mengakibatkan ketidakpercayaan investor dalam penyelesaian sengketa penanaman modal. Atas dasar hal tersebut, para pelaku bisnis khususnya investor menganggap penyelesaian sengketa melalui lembaga pengadilan di Indonesia: a. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan dengan cara litigasi sangat lambat, yaitu bahwa penyelesaian sengketa tidak cepat/lambat dan formalistik. Jangankan untuk memperoleh putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewidjze), untuk memulai pemeriksaan pun harus menunggu waktu yang lama. b. Biaya
perkara
mahal,
yaitu
mahalnya
biaya
perkara dalam
penyelesaian perkara melalui pengadilan yang sudah menjadi masalah yang klasik yang terjadi di mana-mana. c. Peradilan umumnya tidak responsif, yaitu: 1) Bahwa peradilan kurang atau tidak tanggap terhadap kepentingan umum dan sering kali mengabaikan kepentingan dan kebutuhan masyarakat banyak sehingga pengadilan dianggap tidak adil dan tidak fair. 2) Peradilan kurang tanggap melayani kepentingan rakyat miskin. 3) Putusan pengadilan tidak menyelesaikan masalah karena tidak ada
89
M. Yahya Harahap, “Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa”, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1997), him. 151152.
Universitas Sumatera Utara
putusan pengadilan yang mengantar pihak yang bersengketa ke arah penyelesaian masalah. 4) Kemampuan para hakim yang bersifat generalis Dalam masa dan era globalisasi saat ini dibutuhkan hakim yang mempunyai keahlian yang kompleks dan mempunyai pengetahuan yang luas serta mempunyai kualitas yang menyeluruh atas masalah yang kompleks tersebut. Namun, hakim yang ada saat ini hanya mempunyai pengetahuan yang generalis saja. 90 Atas kondisi pengadilan yang demikian, para pelaku bisnis khususnya investor cenderung memilih cara penyelesaian sengketa yang lain yang dirasakan lebih efektif, cepat dan dapat memberi kepastian hukum bagi mereka.
C.2 Penyelesaian Sengketa melalui Arbitrase Cara penyelesaian sengketa di bidang penanaman modal melalui arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa yang popular di bidang penanaman modal dan hampir di semua negara memilih cara penyelesaian sengketa penanaman modal melalui lembaga arbitrase. Hal ini karena penyelesaian melalui arbitrase dirasakan lebih praktis, cepat, dan murah. Di samping itu, karena arbitrase memiliki kelebihan atau keunggulan yang tidak dimiliki oleh peradilan umum, yaitu sebagai berikut. a. Kebebasan, kepercayaan dan keamanan, yaitu memberikan kebebasan
90
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
otonomi yang sangat luas kepada para pelaku bisnis pihak yang bersengketa) dan memberikan rasa aman terhadap keadaan tidak menentu/kepastian berkenaan dengan sistem hukum yang berbeda serta terhadap kemungkinan putusan yang berat sebelah. b. Keahlian arbiter, yaitu para arbiter merupakan orang-orang yang mempunyai
keahlian
besar
mengenai
permasalahan
yang
disengketakan. c. Cepat dan hemat biaya, yaitu proses pengambilan keputusannya cepat, tidak terlalu formal dan putusannya bersifat final dan binding. Permasalahan baru muncul jika pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela. d. Bersifat Confidential, yaitu arbitrase bersifat rahasia dan tertutup, oleh karenanya pemeriksaan dilakukan dalam sidang tertutup termasuk pengucapan putusannya. e. Bersifat non preseden, artinya putusan arbitrase tidak mempunyai preseden. Maka mungkin saja dengan masalah yang sama dihasilkan putusan arbitrase yang berbeda di masa datang. f. Independen, artinya pemeriksaan arbitrase dilakukan oleh para arbiter yang dipilih oleh kedua belah pihak dan dalam memberikan putusannya arbiter tidak dipengaruhi oleh pihak luar termasuk pemerintah. g. Final dan binding, artinya putusan arbitrase merupakan putusan terakhir yang mengikat para pihak dan mempunyai kekuatan hukum
Universitas Sumatera Utara
tetap, di mana atas putusan tersebut tidak dapat dibanding. h. Kepekaan Arbiter artinya arbiter menerapkan hukum yang berlaku dalam menyelesaikan perkara dan akan lebih memberikan perhatian privat terhadap keinginan, realitas, dan praktik dagang para pihak. 91 Cara penyelesaian melalui arbitrase dapat dilakukan melalui arbitrase nasional (BANI), arbitrase ad hoc maupun arbitrase asing. Arbitrase asing yang biasa dipilih dalam penyelesaian sengketa penanaman modal antara lain seperti: ICSID (International Center for Settlement of Investment Disputes) dan ICC (International Chamber of Commerce). Berkaitan dengan arbitrase asing tersebut, Indonesia telah meratifikasi New York Convention on Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award of 1958.92 Indonesia juga memiliki arbitrase nasional, yaitu BANI (Badan Arbitrase Nasional). Selain itu, penyelesaian sengketa melalui arbitrase juga dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Menurut Yahya Harahap, Arbitrase merupakan salah satu metode penyelesaian sengketa, di mana sengketa yang harus diselesaikan tersebut berasal dari sengketa atas sebuah kontrak dalam bentuk: a. perbedaan penafsiran (disputer) mengenai pelaksanaan perjanjian berupa
kontraversi
pendapat,
kesalahan
pengertian
dan
ketidaksepakatan; b. pelanggaran perjanjian (breach of contract) termasuk di dalamnya
91
Dhaniswara., Op.Cit. hlm.268.
Universitas Sumatera Utara
adalah sah atau tidaknya kontrak dan berlaku atau tidaknya kontrak; c. pengakhiran kontrak (termination of contract); d. klaim mengenai ganti rugi atas wanprestasi atau perbuatan melawan hukum. 93 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 memberikan definisi tersendiri mengenai arbitrase yang merupakan karakteristik yuridis dari arbitrase. Ketentuan Pasal 1 ayat (1) mengatakan bahwa arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Dari definisi UU No. 30 Tahun 1999 ini, dapat ditemukan tujuh karakteristik yuridis arbitrase, 94 yaitu sebagai berikut. a. Adanya kontroversi di antara para pihak. b. Kontroversi tersebut diajukan kepada arbiter. c. Arbiter diajukan oleh para pihak atau ditunjuk oleh badan tertentu. d. Arbiter adalah pihak di luar badan peradilan umum. e. Dasar pengajuan sengketa ke Arbitrase adalah perjanjian. f. Arbiter melakukan pemeriksaan perkara. g. Setelah memeriksa perkara, arbiter akan memberikan putusan arbiter
92
Ibid.
93
Munir Fuady, Arbitrase Nasional: Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 11-12. 94
Indonesia, Undang-undang tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. UU No. 30 Tahun 1999, LN No. 138 Tahun 1999, TLN No. 3872, Pasal 1 ayat (1).
Universitas Sumatera Utara
tersebut dan mengikat para pihak. 95 Dari berbagai batasan tersebut di atas, dapat disimpulkan secara sederhana bahwa arbitrase merupakan suatu proses penyelesaian suatu sengketa berdasarkan hukum oleh arbiter-arbiter yang dipilih oleh para pihak yang\bersengketa, yang keputusannya diakui sebagai terakhir dan mengikat. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (9) UU No. 30 Tahun 1999 putusan arbitrase internasional adalah putusan yang dijatuhkan di suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional. 96 Suatu putusan arbiter asing hanya dapat dilaksanakan di Indonesia apabila telah memperoleh pengakuan di Indonesia. Secara internasional, pengaturan pelaksanaan dan pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing diatur dalam Konvensi New York 1958 tentang Pengakuan dan Pelaksanaan putusan arbitrase asing. Konvensi ini telah dirativikasi oleh Pemerintah RI dengan Keppres No. 34 Tahun 1991 jo. Perma No. 1 Tahun 1990 tentang tata cara pelaksanaan putusan arbitrase asing.
95 96
Ibid. Indonesia, Undang-Undang tentang Arbitrase...., Op.Cit., Pasal 1 Ayat (9).
Universitas Sumatera Utara
C.3 Penyelesaian sengketa melalui cara-cara penyelesaian sengketa alaternatif (Alternative Dispute Resolution) Cara-cara penyelesaian lainnya yang saat ini semakin popular serta dianut dalam Undang-Undang Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007 adalah cara penyelesaian melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR) yang juga dianut dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. ADR atau Alternative Dispute Resolution diartikan sebagai alternative to litigation dan alternative to adjudication. Kedua pengertian tersebut menimbulkan implikasi yang berbeda. Dari pengertian pertama, seluruh penyelesaian sengketa di luar pengadilan termasuk arbitrase merupakan bagian dari ADR. Namun, apabila menggunakan pengertian kedua, pengertian ADR dapat meliputi mekanisme penyelesaian sengketa yang bersifat konsensus atau kooperatif, seperti halnya negosiasi, mediasi dan negosiasi. 97 Pengertian alternatif penyelesaian sengketa menurut Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilain ahli. Menurut Dhaniswara, cara penyelesaian melalui ADR mempunyai daya tarik khusus, yaitu sebagai berikut. a. Sifat kesukarelaan dalam proses
97
Dhaniswara., Op.Cit. hlm.276.
Universitas Sumatera Utara
Para pihak percaya bahwa ADR memberikan jalan keluar yang potensial untuk menyelesaikan masalah dengan lebih baik dibandingkan dengan prosedur litigasi dan prosedur lainnya yang melibatkan para pembuat keputusan dari pihak ketiga. Secara umum, tidak seorang pun dipaksa untuk menggunakan prosedur-prosedur ADR. b. Prosedur cepat Karena prosedur ADR bersifat informal, para pihak yang terlibat mampu untuk menegosiasikan syarat-syarat penggunaannya. Hal ini mencegah terjadinya penundaan dan mempercepat proses penyelesaian c. Keputusan nonyudisial Wewenang untuk membuat keputusan tetap berada pada pihakpihak yang terlibat atau tidak didelegasikan kepada pembuat keputusan dari pihak ketiga. Hal ini berarti bahwa pihak-pihak yang terlibat mempunyai lebih banyak kontrol terhadap hasil-hasil sengketa dan mampu meramalkan. d. Kontrol tentang kebutuhan organisasi Prosedur ADR menempatkan keputusan di tangan orang yang mempunyai posisi tertentu (penting), baik untuk menafsirkan tujuan-tujuan jangka panjang dan jangka pendek dari organisasi yang terlibat maupun menafsirkan dampak-dampak positif dan negatif dari setiap pilihan penyelesaian masalah tertentu. Pihak ketiga dalam membuat keputusan yang mengikat suatu isu sering kali meminta bantuan seorang hakim, juri atau arbiter.
Universitas Sumatera Utara
e. Prosedur rahasia (confidential) Prosedur ADR memberikan jaminan kerahasiaan bagi para pihak dengan porsi yang sama. Pihak-pihak dapat menjajaki pilihan-pilihan sengketa yang potensial dan hak-hak mereka dalam mempresentasikan data untuk menyerang balik tetap dilindungi. f. Fleksibilitas dalam merancang syarat-syarat penyelesaian masalah Prosedur memberikan fleksibilitas yang lebih besar bagi parameter-parameter isu yang sedang didiskusikan dan cakupan dari penyelesaian masalah. Di samping itu, memungkinkan pengembangan cara penyelesaian yang lebih komprehensif untuk membahas penyebab persengketaan. Prosedur ini dapat menghindari kendala prosedur yudisial yang sangat terbatas pada pembuatan keputusan pengadilan yang didasarkan pada titik sempit hukum, seperti apakah prosedur yang resmi sudah diikuti atau belum. g. Hemat waktu Selama ini proses penyelesaian masalah sering mengalami kelambatan yang cukup berarti dalam menunggu kepastian tanggal persidangan. Prosedur ADR menawarkan keserri-patan lebih cepat untuk menyelesaikan sengketa tanpa harus menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk melakukan litigasi. Dalam banyak hal, waktu adalah uang dan penundaan penyelesaian masalah memerlukan biaya yang sangat mahal. Penyelesaian sengketa yang dikembangkan melalui penggunaan prosedur ADR merupakan alternatif penyelesaian masalah yang tepat.
Universitas Sumatera Utara
h. Hemat biaya Besarnya biaya biasanya ditentukan oleh lamanya waktu yang dipergunakan. Pihak ketiga yang netral rata-rata memasang tarif yang lebih rendah untuk mengganli waktu mereka dibandingkan apabila membayar para pengacara hukum. i. Pemeliharaan hubungan ADR menghasilkan kesepakatan-kesepakatan yang dinego-siasikan dengan memerhatikan kebutuhan-kebutuhan pihak-pihak yang terlibat. Atau dengan kata lain, ADR mampu mempertahankan hubunganhubungan kerja yang sedang berjalan maupun untuk masa datang. j. Tinggi kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan Dalam ADR, para pihak yang mencapai kesepakatan cende-rung untuk memenuhi syarat-syarat atau isi kesepakatan yang telah ditentukan oleh pengambil keputusan (pihak ketiga). Faktor ini membantu para pihak yang terlibat untuk menghindari litigasi yang tidak efektif. k. Kontrol dan lebih mudah memperkirakan hasilnya Pihak-pihak yang menegosiasikan sendiri penyelesaian sengketanya
mempunyai
lebih
banyak
kontrol
terhadap
hasil-hasil
penyelesaian sengketa. Cara penyelesaian melalui negosiasi atau mediasi lebih mudah memperkirakan keuntungan dan kerugian dibandingkan jika kasus tersebut diselesaikan melalui arbitrase atau di depan hakim. l. Keputusan bertahan sepanjang waktu
Universitas Sumatera Utara
Keputusan
penyelesaian
sengketa
dengan
prosedur
ADR
cenderung bertahan sepanjang waktu. Jika di kemudian hari persengketaan itu'menimbulkan masalah, pihak-pihak yang terlibat lebih memanfaatkan bentuk pemecahan masalah yang kooperatif dibandingkan penerapan pendekatan adversial atau pertentangan. 98 ADR merupakan alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan (ordinary court) yang dilakukan melalui proses negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. Berikut ini adalah salah satu contoh pasal dalam joint venture agreement yang mengatur tentang penyelesaian sengketa: Disputes . All disputes arising out of or in connection with this Agreement will be determined by arbitration. There will be three arbitrators. The place of arbitration will be Vancouver, British Columbia. The language of the arbitration will be English. The arbitration will be administered by the British Columbia International Commercial Arbitration Centre (“ BCICAC ”) in accordance with its rules or, if the BCICAC no longer is operative or is unwilling or unable to administer the arbitration, then it will be unadministered and will be conducted under the UNCITRAL Arbitration Rules the ADR Institute of Canada, Inc. acting as appointing authority. 99
98
Ibid., hlm 279. http://agreements.realdealdocs.com/Joint-Venture-JV-Agreement/JOINT-VENTUREAGREEMENT-2611382/ Diakses tanggal 15 Agustus 2010 99
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.1 Kesimpulan Dari uraian yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengaturan mengenai Perjanjian joint venture bersumber kepada Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian secara umum yang diatur dalam Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata). UUPM mengatur beberapa hal yang menjadi landasan sebuah perjanjian antara pihak asing dengan pihak lokal, diantaranya berkaitan dengan: a. Bentuk badan usaha dan kedudukan; b. Ketanagakerjaan; c. Bidang usaha; d. Hak, kewajiban dan Tanggungjawab Penanaman Modal; e. Pengesahaan dan perizinan Perusahaan; f. Penyelesaian sengketa; 2. Dalam membuat joint venture agreement, aspek hukum perjanjian harus sangat diperhatikan dan para pihak harus berhati-hati dalam penyusunan joint venture agreement, agar celah-celah kekosongan hukum dalam joint venture agreement dapat dihindari sehingga tidak
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan suatu permasalahan di kemudian hari.Begitu juga mengenai faktor bahasa yang digunakan dalam perjanjian joint venture
yang
menggunakan
bahasa
asing
yang
biasanya
menggunakan bahasa Inggris sehingga dapat menimbulkan suatu permasalahan dan kerugian bagi pihak penanam modal nasional dalam merancang joint venture agreement karena tidak semua penanam modal nasional memiliki kompetensi dalam merancang perjanjian dalam bahasa asing. Berikut ini adalah permasalahan kontraktual yang dapat terjadi dalam joint venture agreement yaitu: a. Pasal kontribusi para pihak terhadap perusahaan joint venture b. Penambahan pemodalan perusahaan\ c. Pasal anggaran dasar perusahaan d. Penarikan diri salah satu pihak dari perjanjian e. Berakhirnya joint venture f. Pengalihan saham g. Pilihan hukum 3. Dalam penyelesaian sengketa berkenaan dengan penanaman modal asing di Indoneisa terdapat kecenderungan bahwa pilihan forum penyelesaian sengketa yang disepakati dan dipilih adalah arbitrase, karena cara penyelesaian sengketa melalui pengadilan kurang dirasakan fair dan kurang dipercaya oleh investor. Para investor cenderung
menganggap
cara
penyelesaian
sengketa
melalui
pengadilan tidak efektif dan tidak efisien sehingga menimbulkan
Universitas Sumatera Utara
ketidakpuasan. Oleh karena itu, penyelesaian melalui arbitrase lebih diminati oleh para penanam modal karena dirasakan lebih praktis, cepat, dan murah. Di samping itu, arbitrase juga memiliki kelebihan lain yang tidak dimiliki oleh peradilan umum.
A.2 Saran 1. Pemerintah sudah sepantasnya untuk membenahi sistem hukum, menerapkan penegakan yang ramah bagi investasi dan perdagangan serta menciptakan suatu kepastian hukum di Republik Indonesia ini agar para investor asing mau datang dan menanamkan modalnya di Indonesia. 2. Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perjanjian joint venture harus dibuat dengan jelas dan teliti agar tidak menimbulkan suatu permasalahan di antara para pihak di kemudian hari. 3. Dalam praktik ternyata pelaksanaan joint venture agreement tesebut seringkali tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan, munculnya suatu sengketa acapkali sukar untuk dihindarkan. Untuk itu, diharapkan agar para pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut, sejak awal telah menyiapkan sejumlah persyaratan dalam kontrak yang akan ditandatangani.
Universitas Sumatera Utara