BAB III SISTEM KELISTRIKAN MOTOR INDUKSI 3 PHASA
3.1
Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Tiga Fasa Telah disebutkan sebelumnya bahwa motor induksi identik dengan sebuah transformator, tentu saja dengan demikian rangkaian ekivalen motor induksi sama dengan rangkaian ekivalen transformator. Perbedaan yang ada hanyalah, karena pada kenyataannya bahwa kumparan rotor (kumparan sekunder pada transformator) dari motor induksi berputar, yang mana berfungsi untuk menghasilkan daya mekanik. Awal dari rangkaian ekivalen motor induksi dihasilkan dengan cara yang sama sebagaimana halnya pada transformator. Semua parameter-parameter rangkaian ekivalen yang akan dijelaskan berikut mempunyai nilai-nilai perfasa.
3.1.1 Rangkaian Ekivalen Stator Gelombang fluks pada celah udara yang berputar dengan kecepatan sinkron membangkitkan ggl lawan tiga fasa yang seimbang fasa stator. Besarnya tegangan terminal stator
dalam fasa-
berbeda dengan ggl
sebesar jatuh tegangan pada impedansi bocor stator ̅ (R1 jX1),
lawan
sehingga dapat dinyatakan dengan persamaan : =
̅(
+
)…………………………………………(3.1)
Dimana : = tegangan terminal stator ( Volt )
19
= ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara resultan ( Volt ) ̅ = arus stator ( Ampere ) = tahanan efektif stator ( Ohm ) = reaktansi bocor stator ( Ohm ) Sama seperti halnya dengan trafo, maka arus stator ( ) terdiri dari dua buah komponen. Salah satunya adalah komponen beban ( ),. Salah satu komponen yang lain adalah arus eksitasi
(exciting current). Arus
eksitasi dapat dibagi menjadi dua komponen yaitu, komponen rugi-rugi inti
yang sephasa dengan
tertinggal 90º dengan
dan komponen magnetisasi
. Arus
yang
akan menghasilkan rugi-rugi inti dan
arus Im akan menghasilkan resultan flux celah udara. Pada trafo arus eksitasi disebut juga arus beban nol, akan tetapi dalam motor induksi tiga phasa tidak, hal ini dikarenakan pada motor induksi arus beban nol menghasilkan fluksi celah udara dan menghasilkan rugi-rugi tanpa beban (rugi inti + rugi gesek angin + rugi
R dalam jumlah yang kecil)
sedangkan pada trafo fungsi arus eksitasi untuk mengahasilkan fluksi dan menghasilkan rugi inti. Sehingga rangkaian ekivalen dari stator dapat kita lihat pada Gambar 3.1
Gambar 3.1 Rangkaian ekivalen stator
20
3.1.2 Rangkaian Ekivalen Rotor Pada saat motor start dan rotor belum berputar, maka stator dan rotor memiliki frekuensi yang sama. Tegangan induksi pada rotor dalam kondisi ini di lambangkan dengan
. Pada saat rotor sudah berputar,
maka besarnya tegangan induksi pada rotor sudah dipengaruhi slip. Besarnya tegangan induksi pada rotor pada saat berputar untuk berbagai slip sesuai dengan persamaan (3.2). =S
……………...….………...………………..……….(3.2)
Dimana : = Tegangan induksi pada rotor pada saat diam (Volt) = Tegangan induksi pada rotor sudah berputar (Volt)
Tegangan induksi pada saat motor berputar akan mempengaruhi tahanan dan reaktansi pada rotor. Tahanan pada rotor adalah konstan, dan tidak dipengaruhi oleh slip. Reaktansi dari motor induksi bergantung terhadap induktansi dari rotor dan frekuensi dari tegangan dan arus pada rotor. Dengan induktansi pada rotor adalah
, maka reaktansi pada rotor
diberikan dengan persamaan: =S
(Ohm) ………...………..……………………………(3.3)
Dimana : = Reaktansi rotor dalam keadaan diam ( Ohm )
21
Rangkaian ekivalen rotor dapat dilihat pada Gambar 3.2 :
Gambar 3.2 Rangkaian ekivalen rotor
Sehingga arus yang mengalir pada Gambar 3.2 adalah: =
(Ampere….…..………………….……..….………(3.4)
Pada saat dibebani (dipengaruhi slip), maka besarnya arus yang mengalir pada rotor adalah : = =
(Ampere)……………...………...…..………..(3.5) 2 2+
(Ampere)……...………………………….......(3.6) 2
Maka rangkaian ekivalen rotor yang dipengaruhi slip pada motor induksi dapat kita lihat pada gambar 3.3:
Gambar 3.3 Rangkaian ekivalen rotor yang sudah dipengaruhi slip
Impedansi ekivalen rangkaian rotor pada Gambar 3.3 adalah :
Z2s = 2 + jX2 …………………………………………..…(3.7)
22
Pada motor induksi rotor belitan, maka rotor pada motor induksi dapat diganti dengan rangkaian ekivalen rotor yang memiliki belitan dengan jumlah phasa dan belitan yang sama dengan stator akan tetapi gaya gerak magnet (mmf) dan fluksi yang dihasilkan harus sama dengan rotor sebenarnya, maka performansi rotor yang dilihat dari sisi primer tidak akan mengalami perubahan. Sehingga hubungan antara tegangan yang diinduksikan pada rotor yang sebenarnya (
rotor)
dan tegangan yang diinduksikan pada rangkaian
ekivalen rotor (2s) adalah: 2s =
a
rotor
………...………………………..………………(3.8)
Dimana: a : Perbandingan belitan stator dengan belitan rotor sebenarnya. Sedangkan hubungan antara arus pada rotor sebenarnya (rotor) dengan arus 2s Pada rangkaian ekivalen rotor haruslah 2s =
…...…………..………………………..……………(3.9)
Rotor dari motor induksi adalah terhubung singkat, sehingga impedansi yang diinduksikan tegangan dapat disederhanakan dengan impedansi rotor hubung singkat. Sehingga hubungan antara impedansi bocor, slip dan frekuensi dari rangkaian ekivalen rotor (Z2s) dengan impedansi bocor, slip dan frekuensi rotor sebenarnya (Zrotor) adalah: =
2
=
=
23
……..................…….….(3.10)
Dengan mengingat kembali impedansi dari rangkaian ekivalen rotor yang sudah dipengaruhi slip seperti pada persamaan (3.7) maka besarnya impedansi bocor slip frekuensi dari rangkaian ekivalen rotor adalah: 2s
= R2s + j sX2………………..…………………………….…..(3.11)
Dimana: R2 = Tahanan rotor (Ohm) s X2 = Reaktansi rotor yang sudah berputar rotor (Ohm) Z2S = Impedansi bocor slip frekuensi rangkaian ekivalen rotor (Ohm) Pada stator dihasilkan medan putar yang berputar dengan kecepatan sinkron. Medan putar ini akan menginduksikan ggl induksi pada rangkaian ekivalen rotor ( sebesar
2.
2s)
dan menginduksikan ggl lawan pada stator
Bila bukan karena efek kecepatan, maka tegangan yang
diinduksikan pada rangkaian rotor ekivalen (
2s)
akan sama dengan ggl
induksi lawan pada rangkaian stator ( 2) karena rangkaian ekivalen rotor memiliki jumlah belitan yang sama dengan rangkaian stator. Akan tetapi karena kecepatan relatif medan putar yang direferensikan pada sisi rotor adalah s kali kecepatan medan putar yang direferensikan pada sisi stator, maka hubungan antara dua buah ggl induksi ini adalah: 2s =
S
1 ………………………………………………….….(3.12)
Karena resultan fluks celah udara ditentukan oleh phasor penjumlahan dari arus stator dan arus rotor baik itu arus dari rotor sebenarnya maupun arus dari rangkaian ekivalen rotor, maka dalam hal ini
24
dikarenakan jumlah belitan antara stator dan rangkaian ekivalen rotor adalah sama maka hubungan arus yang mengalir pada stator dan rotor adalah: 2s = 1………...……………………………………….….….
(3.13)
Apabila persamaan 3.12 dibagi dengan persamaan 3.13 maka diperoleh : =
…………………...………………………………...(3.14)
Dengan mensubstitusikan persamaan ( 3.14 ) ke persamaan ( 3.11 ) maka diperoleh =
= R2 + j S X2 …………………………………….. (3.15)
Dengan membagi persamaan (3.15) dengan s, maka didapat =
+ jX2 …………………...……...………………....……(3.16)
Dari persamaan (3.9), (3.10), dan (2.14) maka dapat dibuat rangkaian ekivalen rotor seperti pada Gambar 3.4 R2 I2
jX2
R2
jX2
Jsx2 R2(1/s –1 11)
Gambar 3.4 Rangkaian ekivalen pada rotor motor induksi
Dimana:
25
Dari penjelasan diatas maka dapat dibuat rangkaian ekivalen per phasa motor induksi. Gambar 3.5 menunjukkan gambar rangkaian ekivalen per phasa motor induksi. R1
jX1
I1
sjX2 Ф
I2
I1 R
Gambar 3.5 Rangkaian ekivalen motor induksi tiga phasa Untuk mempermudah perhitungan, maka rangkaian ekivalen motor induksi dapat disederhanakan dengan sisi primer sebagai referensi. Sehingga rangkaian ekivalennya seperti pada gambar 3.6 :
Gambar 3.6 Rangkaian ekivalen motor induksi yang disederhanakan dengan primer sebagai referensi
26
Atau seperti pada gambar 3.7 berikut:
Gambar 3.7 Bentuk lain rangkaian ekivalen motor induksi dilihat dari sisi stator Dimana: I2 ’ =
2s
(Ampere)
R2’ = a2. R2 (Ohm) X2’ = a2 . X2 (Ohm) Pada analisa rangkaian trafo, dapat dilakukan dengan mengabaikan cabang paralel yang terdiri dari Rc dan Xm, atau memindahkan cabang ke terminal primer. Dalam rangkaian ekivalen motor induksi penyederhanaan ini tidak dibolehkan. Hal ini berhubungan dengan kenyataan bahwa arus eksitasi pada trafo bervariasi dari 2 sampai 6 % dari arus beban dan reaktansi bocor primer per unitnya kecil. Tetapi pada motor induksi, arus eksitasi bervariasi dari 30 sampai 50 % dari arus beban penuh dan reaktansi bocor primernya relatif lebih besar. Dalam keadaan kondisi kerja normal dengan tegangan dan frekuensi konstan, rugi-rugi inti pada motor induksi biasanya tetap. Sehingga tahanan rugi-rugi inti (Rc) dapat diabaikan dari rangkaian ekivalen. Sehingga
27
rangkaian ekivalen motor induksi yang disederhanakan menjadi seperti Gambar 3.8 :
R1
jX1
I1
I’2
jX’2
R’2
IФ
V1
jXm
E1
R’2
−1
‘ Gambar 3.8 Rangkaian ekivalen motor induksi yang disederhanakan dengan sisi primer sebagai referensi dengan mengabaikan tahanan rugirugi inti (Rc)
3.2
Aliran Daya dan Efisiensi Motor Induksi Tiga Fasa
3.2.1 Aliran Daya Pada motor induksi, tidak ada sumber listrik yang langsung terhubung ke rotor, sehingga daya yang melewati celah udara sama dengan daya yang diinputkan ke rotor. Daya total yang dimasukkan pada kumparan stator (Pin) dirumuskan dengan Pin = √3 1(
(Watt)…………….................................(3.17)
dimana : V1 = tegangan sumber (Volt) I1 = arus masukan (Ampere) θ = perbedaan sudut phasa antara arus masukan dengan tegangan sumber.
28
Daya listrik disuplai ke stator motor induksi diubah menjadi daya mekanik pada poros motor. Berbagai rugi – rugi yang timbul selama proses konversi energi listrik antara lain : 1. Rugi – rugi tetap ( fixed losses ), terdiri dari :
Rugi – rugi inti stator ( Pi ) Pi =3
(Watt) …………….......…………………………..(3.18)
Rugi – rugi gesek dan angin
2. Rugi – rugi variabel, terdiri dari :
Rugi – rugi tembaga stator ( Pts ) Pts = 3. I12. R1 (Watt) ………………………...……………..(3.19)
Rugi – rugi tembaga rotor ( Ptr ) Ptr = 3. I22. R2 (Watt) ………………………...…..………...(3.20)
Daya pada celah udara ( Pcu ) dapat dirumuskan dengan : Pcu = Pin – Pts – Pi (Watt) …...………………………………(3.21) Jika dilihat pada rangkaian rotor, satu – satunya elemen pada rangkaian ekivalen yang mengkonsumsi daya pada celah udara adalah resistor ( R2 / s ). Oleh karena itu daya pada celah udara dapat juga ditulis dengan : Pcu = 3. I22.
(Watt) ………………………………………..(3.22)
29
Apabila rugi – rugi tembaga dan rugi – rugi inti dikurangi dengan daya input motor, maka akan diperoleh besarnya daya listrik yang diubah menjadi daya mekanik. Besarnya daya mekanik yang dibangkitkan motor adalah : Pmek = Pcu – Ptr (Watt)…………………………………..……(3.23) Pmek = 3. I22.
- 3. I22. R2
Pmek = 3. I22.
( − 3.
Pmek = Ptr x (
)
) (Watt) ………………………….………(3.24)
Dari persamaan (3.20) dan (3.23) dapat dinyatakan hubungan rugi– rugi tembaga dengan daya pada celah udara : Ptr = s. Pcu (Watt) ……………………………..……...…..…(3.25) Karena daya mekanik yang dibangkitkan pada motor merupakan selisih dari daya pada celah udara dikurangi dengan rugi – rugi tembaga rotor, maka daya mekanik dapat juga ditulis dengan : Pmek = Pcu x ( 1 – s ) (Watt) …………………………..…...(3.26) Daya output akan diperoleh apabila daya yang dikonversikan dalam bentuk daya mekanik dikurangi dengan rugi – rugi gesek dan angin, sehingga daya keluarannya : Pout = Pmek – Pa&g – Pb (Watt) ……………………….…...…(3.27) Secara umum, perbandingan komponen daya pada motor induksi dapat dijabarkan dalam bentuk slip yaitu : Pcu : Ptr : Pmek = 1 : s : 1 – s.
30
Gambar 3.9 menunjukkan aliran daya pada motor induksi tiga phasa : Konversi
Energi mekanik
Energi
Gambar 3.9 Diagram aliran daya motor induksi Prosentase kehilangan daya pada stator karena rugi – rugi tersebut dapat di lihat pada Tabel 3.1 dibawah ini Tabel 3.1 Kehilangan daya ( BEE India, 2004 ) Jenis kehilangan
Persentase kehilangan (100%) 25
Kehilangan tetap atau kehilangan inti Kehilangan tembaga stator
34
Kehilangan tembaga rotor
21
Kehilangan gesekan
15
Kehilangan beban yang menyimpang
5
3.2.2. Efisiensi
Efisiensi motor induksi adalah ukuran keefektifan motor induksi untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanik yang dinyatakan 31
sebagai perbandingan antara masukan dan keluaran atau dalam bentuk energi listrik berupa perbandingan watt keluaran dan watt masukan. Defenisi NEMA terhadap efisiensi energi adalah bahwa efisiensi merupakan perbandingan atau rasio dari daya keluaran yang berguna terhadap daya masukan total dan biasanya dinyatakan dalam persen juga sering dinyatakan dengan perbandingan antara keluaran dengan keluaran ditambah rugi - rugi, yang dirumuskan dalam persamaan berikut.
η =
=
=
100 %……..….…………(3.28)
Dari persamaan terlihat bahwa efisiensi motor bergantung pada besar
rugi-ruginya.
Rugi-rugi
pada
persamaan
tersebut
adalah
penjumlahan keseluruhan komponen rugi-rugi yang dibahas pada sub bab sebelumnya. Pada motor induksi pengukuran efisiensi motor induksi ini sering dilakukan dengan beberapa cara seperti: - Mengukur langsung daya listrik masukan dan daya mekanik keluaran - Mengukur langsung seluruh rugi-rugi dan daya masukan - Mengukur setiap komponen rugi-rugi dan daya masukan, dimana pengukuran daya masukan tetap dibutuhkan pada ketiga cara di atas. Umumnya, daya listrik dapat diukur dengan sangat tepat, keberadaan daya mekanik yang lebih sulit untuk diukur. Saat ini sudah dimungkinkan untuk mengukur torsi dan kecepatan dengan cukup akurat
32
yang bertujuan untuk mengetahui harga efisiensi yang tepat. Pengukuran pada keseluruhan rugi-rugi ada yang berdasarkan teknik kalorimetri. Walaupun pengukuran dengan metode ini relatif sulit dilakukan, keakuratan yang dihasilkan dapat dibandingkan dengan hasil yang didapat dengan pengukuran langsung pada daya keluarannya. Kebanyakan pabrikan lebih memilih melakukan pengukuran komponen rugi-rugi secara individual, karena dalam teorinya metode ini tidak memerlukan pembebanan pada motor, dan ini adalah suatu keuntungan bagi pabrikan. Keuntungan lainnya yang sering dibicarakan adalah bahwa memang benar error pada komponen rugi-rugi secara individual
tidak
begitu
mempengaruhi
keseluruhan
efisiensi.
Keuntungannya terutama adalah fakta bahwa ada kemungkinan koreksi untuk temperatur lingkungan yang berbeda. Biasanya data efisiensi yang disediakan oleh pembuat diukur atau dihitung berdasarkan standar tertentu.
3.3
Desain Motor Induksi Tiga Fasa
Standard NEMA pada dasarnya mengkategorikan motor induksi ke dalam empat kelas yakni disain A,B,C, dan D. Karakteristik torsi – kecepatannya dapat dilihat pada gambar 3.10.
33
Gambar 3.10 Karakteristik torsi kecepatan motor induksi pada berbagai disain
Kelas A : disain ini memiliki torsi start normal (150 – 170%) dari nilai ratingnya) dan arus start relatif tinggi. Torsi break down nya merupakan yang paling tinggi dari semua disain NEMA. Motor ini mampu menangani beban lebih dalam jumlah besar selama waktu yang singkat. Slip < = 5%
•
Kelas B : merupakan disain yang paling sering dijumpai di pasaran. Motor ini memiliki torsi start yang normal seperti halnya disain kelas A, akan tetapi motor ini memberikan arus start yang rendah. Torsi locked rotor cukup baik untuk menstart berbagai beban yang dijumpai dalam aplikasi industri. Slip motor ini < =5 %. Effisiensi dan faktor dayanya pada saat berbeban penuh tinggi sehingga disain ini merupakan yang paling populer. Aplikasinya dapat dijumpai pada pompa, kipas angin/ fan, dan peralatan – peralatan mesin.
34
•
Kelas C : memiliki torsi start lebih tinggi (200 % dari nilai ratingnya) dari dua disain yang sebelumnya. Aplikasinya dijumpai pada beban – beban seperti konveyor, mesin penghancur (crusher ), komperessor,dll. Operasi dari motor ini mendekati kecepatan penuh tanpa overload dalam jumlah besar. Arus startnya rendah, slipnya < = 5 %
•
Kelas D : memiliki torsi start yang paling tinggi. Arus start dan kecepatan beban penuhnya rendah. Memiliki nilai slip yang tinggi ( 513 % ), sehingga motor ini cocok untuk aplikasi dengan perubahan beban dan perubahan kecepatan secara mendadak pada motor. Contoh aplikasinya : elevator, crane, dan ekstraktor.
3.4
Penentuan Parameter Motor Induksi Data yang diperlukan untuk menghitung performansi dari suatu motor induksi dapat diperoleh dari hasil pengujian tanpa beban, pengujian rotor tertahan, dan pengukuran tahanan dc belitan stator.
3.4.1 Percobaan Beban nol Motor induksi dalam keadaan beban nol dibuat dalam keadaan berputar tanpa memikul beban pada rating tegangan dan frekuensinya. Besar tegangan yang digunakan ke belitan stator perphasanya adalah V1 ( tegangan nominal), arus masukan sebesar I0 dan dayanya P0. Nilai ini semua didapat dengan melihat alat ukur pada saat percobaan beban nol. Dalam percobaan beban nol, kecepatan motor induksi mendekati kecepatan sinkronnya. Dimana besar slip ≈ 0, sehingga
35
≈ takterhingga,
sehingga besar impedansi total bernilai tak berhingga yang menyebabkan arus I’2 pada gambar 3.11 bernilai nol sehingga rangkaian ekivalen motor induksi pada pengukuran beban nol ditunjukkan pada gambar 3.12. Namun karena pada umumnya nilai kecepatan motor pada pengukuran
nr(0) ini yang diperoleh tidak sama dengan ns maka slip tidak sama dengan nol sehingga ada arus I’2 yang sangat kecil mengalir pada rangkaian rotor, arus I’2 tidak diabaikan tetapi digunakan untuk menghitung rugi – rugi gesek + angin dan rugi – rugi inti pada percobaan beban nol. Pada pengukuran ini didapat data-data antara lain : arus input (I1= I0), tegangan input (V1 = V0), daya input perphasa (P0) dan kecepatan poros motor (nr(0)). Frekuensi yang digunakan untuk eksitasi adalah frekuensi sumber f.
Gambar 3.11 Rangkaian pada saat beban nol R1 I1 = I0 V1
jX1
I’2 IФ
jX’2
R’2/s
Im jXm
Ic Rc
Gambar 3.12 Rangkaian ekivalen pada saat beban nol
36
Dengan tidak adanya beban mekanis yang terhubung ke rotor dan tegangan normal diberikan ke terminal, dari gambar 3.9 didapat besar sudut phasa antara arus I0 dan tegangan V0, yaitu : θ0 = cos
................................................................(3.29)
Dimana: P0 = Pnl = daya saat beban nol perphasa V0 = V1 = tegangan masukan saat beban nol I0 = Inl arus beban nol dengan P0 adalah daya input perphasa. Sehingga besar E1 dapat dinyatakan dengan : E1 = V1 ∠0⁰ – ( Iφ ∠θ0) ( R1 + jX1 ) (volt) ……………….......(3.30) adalah kecepatan rotor pada saat beban nol. Daya yang didissipasikan oleh Rc dinyatakan dengan : =
−
(Watt)........................................................... (3.31)
R1 didapat pada saat percobaan dengan tegangan DC Harga Rc dapat ditentukan dengan
=
(Ohm) .........................................................................(3.32)
Dalam keadaan yang sebenarnya dan juga
lebih kecil jika dibandingkan dengan
jauh lebih besar dari
didapat dari percobaan beban nol dianggap
|
|=
√
≅ j(
+
, sehingga impedansi yang dan
yang diserikan.
)(Ohm) …......................................(3.33)
37
Sehingga didapat
=
√
−
(ohm) ......................................................(3.34)
3.4.2 Percobaan DC Untuk memperoleh harga dilakukan dengan pengukuran DC yaitu dengan menghubungkan sumber tegangan DC (VDC) pada dua terminal input dan arus DC-nya (IDC) lalu diukur. Di sini tidak mengalir arus rotor karena tidak ada tegangan yang terinduksi. 1. Kumparan Hubungan WYE (Y) Gambar rangkaian ketika kumparan motor induksi tiga phasa terhubung Y, dan diberi suplai DC dapat dilihat pada Gambar 3.13 di bawah ini.
Gambar 3.13 Rangkaian phasa stator saat pengukuran dc hubungan Y. Harga RDC dapat dihitung, untuk kumparan dengan hubungan Y, adalah sebagai berikut: =
(Ohm) ...............................................................(3.35)
38
2. Kumparan Hubungan Delta (Δ) Gambar rangkaian ketika kumparan motor induksi tiga phasa terhubung delta dan diberi suplai DC, dapat dilihat pada gambar 3.14 di bawah ini.
Gambar 3.14 Rangkaian phasa stator saat pengukuran dc hubungan delta VDC = VRA IRA = 2/3 IDC............................................................................ (3.36) VDC = 2/3 IDC .RA.....................................................................(3.36a) RA = 3/2
...........................................................................(3.36b)
Harga R1 ini dinaikkan dengan faktor pengali 1,1 sampai dengan 1,5 untuk operasi arus bolak-balik, karena pada operasi arus bolak-balik
resistansi konduktor meningkat karena distribusi arus yang tidak merata akibat efek kulit dan medan magnet yang melintasi alur. R1AC = k x R1DC ( Ohm ) ...........................................................(3.37) k = 1,1 s/d 1,5. Karena besar tahanan konduktor stator dipengaruhi oleh suhu, dan biasanya bila rugi-rugi motor ditentukan dengan pengukuran langsung pada motor, maka untuk mengetahui nilai tahanan yang paling mendekati,
39
biasanya dilakukan dengan beberapa kali pengukuran dan mengambil besar rata rata dari semua pengukuran yang dilakukan.
3.5
Penentuan Kualitas Motor Induksi
3.5.1 Kualitas Tegangan Sumber Kualitas tegangan sumber sangat berpangaruh sekali terhadap kinerja motor induksi 3 fasa, tegangan yang berkualitas adalah tegangan yang
masih dalam batasan tegangan kerja dari motor induksi 3 fasa.
Tetapi selain itu tegangan yang seimbang antara fasa juga sangat mempengaruhi kinerja motor induksi 3 fasa. Dalam prakteknya sangat sulit sekali mendapatkan suatu tegangan yang seimbang antara fasanya. Aturan NEMA MGI 1993 memberikan standar ketidakseimbangan tegangan sumber pada motor induksi 3 fasa dengan persamaan rumus dibawah ini Ketidakseimbangan tegangan ( % ) = Tegangan rata rata antara fasa =
.x 100%..................( 3.38 ) Volt..........................( 3.38a ).
Vmax
= Tegangan antara fasa yang tertinggi ( volt )
Vmin
= Tegangan antara fasa yang terendah ( volt )
Vrata-rata =Tegangan rata rata antara fasa ( volt ). Menurut peraturan internasional (NEMA) batas yang diijinkan untuk mencatu motor listrik sebesar 1%, dan jika nilai unbalance voltage melebihi dari 1%, maka tidak direkomendasikan sebagai catu daya ke motor, sebab motor akan cepat rusak. Jika terjadi ketidakseimbangan tegangan (unbalanced voltage) antar phasa akan berakibat, antara lain:
40
1.
Menimbulkan overcurrent atau arus berlebih dan menimbulkan panas berlebih (overheat), , akibatnya umur motor menjadi pendek dan kemudian bisa terbakar.
2.
Putaran motor tidak sesuai dengan yang diharapkan karena putaran rata-rata tidak dapat tercapai.
3.
Kerusakan pada isolasi kumparan (winding), sehingga umur isolasi kumparan berkurang separonya setiap kenaikan temperature 10ºC. Persamaan ketidak seimbangan tegangan. Dibawah ini grafik ilustrasi ketidakseimbangan tegangan antara kenaikan temperatur dengan loose motor
Gambar 3.15 Perbandingan prosentase ketidakseimbangan tegangan terhadap kenaikan temperatur di kumparan. Pada gambar 3.15 ditunjukan jika ketidakseimbangan tegangan meningkat sebesar 5%, akan berakibat panas meningkat sebesar 50% dan looses dalam motor meningkat sebesar 37%. Jika motor pompa chiller sering dioperasikan terus-menerus dengan kondisi unbalance voltage.
41
3.5.2 Kualitas Tahanan Isolasi Kumparan Tahanan isolasi suatu penghantar atau kumparan pada stator dapat mengikuti aturan PUIL 2000. Dijelaskan bahwa suatu tahanan isolasi suatu penghantar akan memenuhi persyaratan jika penghantar tersebut di aliri arus sebesar 0,5 mA dan di berikan tegangan pengujian 500 V / 1000 V, ini dapat di lihat pada persamaan 3.38. Risolasi=
ohm...............................................................................( 3.39)
Vuji = nilai tegangan pengujian ( 500V / 1000V ) Iuji = standar arus pengujian ( 0,5 mA ). Jadi jika tahanan pengujian 1000 V maka tahanan isoalasi harus bernilai minimum sebesar 2 MΩ. Maka dapat diketahui jika tahan isolasi kumparan motor induksi sama dengan atau lebih besar dari 1 atau 2MΩ maka itu sudah memenuhi persyaratan. Metode pengujian dengan melakukan pengukuran untuk tiap antara fasa R- S, R – T dan S – T, alat ukur untuk pengujian tahanan isolasi pada sebuah penghantar di sebut megger. 3.5.3 Kualitas Resistansi Kumparan Tahanan kumparan pada motor induksi juga menjadi salah satu kriteria penilaian kualitas kinerja motor induksi. Tahanan yang baik adalah tahanan yang bernilai sama tiap fasanya, jika pada pengukuran tahanan pada kumparan stator tidak sama untuk tiap fasanya akan mengakibatkan ketidakseimbangan arus dan akibat selanjutnya akan sama dengan tegangan yang tidak seimbang.
42