BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian 1.
Metode Penelitian Penelitian ini memusatkan perhatian pada penelaahan kondisi aktual
program bimbingan dan konseling yang ada dilingkungan sekolah pada saat penelitian dilaksanakan. Penelaahan hal itu dilakukan atas hasil temuan-temuan dilapangan melalui proses penghimpunan data, pengolahan dan analisis data serta pendeskripsian sesuai dengan kebutuhan. Semua kegiatan ini ditujukan dalam rangka mengembangkan program bimbingan untuk meningkatkan kreativitas siswa. Beranjak dari pandangan tersebut, peneliti menggunakan metode pendekatan penelitian tindakan kelas (PTK). Mc Niff (1992: 1) dengan tegas mengatakan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh guru sendiri yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk pengembangan dan perbaikan layanan. Sejalan dengan pendapat diatas, Suharjono (2007: 58) mendefinisikan penelitian tindakan kelas sebagai penelitian yang dilakukan di kelas dengan tujuan memperbaiki atau meningkatkan mutu praktik layanan dalam hal ini program bimbingan. Sedangkan menurut pendapat Tim Pelatih Proyek PGSM (1999 : 6) mengemukakan bahwa PTK merupakan suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif
72 72
73
oleh pelaku tindakan, yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasionnal dari tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukannya serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran dilakukan. Sukardi (2003 : 211) mengemukakan ciri-ciri penelitian tindakan sebagai berikut: 1.
Problem yang dipecahkan merupakan persoalan praktis yang dihadapi peneliti dalam kehidupan profesi sehari-hari.
2.
Peneliti memberikan perlakuan atau treatment yang berupa tindakan yang terencana untuk memecahkan permasalahan dan sekaligus meningkatkan kualitas yang dapat dirasakan implikasinya oleh subyek yang diteliti.
3.
Langkah-langkah penelitian yang direncanakan selalu dalam bentuk siklus, tingkatan atau daur yang memungkinkan terjadi kerja kelompok maupun kerja mandiri secara intensif.
4.
Adanya langkah reflektif atau reflektif thinking dari peneliti baik sesudah maupun sebelum tindakan. Reflektif thinking ini penting untuk melakukan retrospeksi (kaji ulang) terhadap tindakan yang telah diberikan dan implikasinya yang muncul pada subyek yang diteliti sebagai akibat adanya penelitian tindakan. Dari beberapa definisi tersebut diatas, maka penelitian tindakan kelas
dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi siswa secara lebih berkualitas sehingga siswa dapat memperoleh hasil
74
yang lebih baik. Akan tetapi penelitian disini, dibatasi bukan pada peningkatan praktik pembelajaran di kelas melainkan untuk mengembangkan program bimbingan dan konseling yang telah ada dalam upaya meningkatkan kreativitas siswa khususnya siswa kelas III SD Al-Biruni Bandung.
2.
Desain Penelitian Pada pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini peneliti menggunakan
sistem siklus yang di dalamnya terdapat komponen perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, serta refleksi. Kemmis & Taggart (Wiriaatmadja, 2005:66-67) menjelaskan bahwa prosedur penelitian tindakan kelas dipandang sebagai suatu siklus spiral yang terdiri atas komponen perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi yang selanjutnya akan diikuti dengan siklus spiral berikutnya. Siklus tersebut akan dilaksanakan secara kontinyu sampai peneliti menemukan solusi yang bisa mengubah proses pembelajaran ke arah yang lebih optimal sehingga permasalahan yang terjadi dapat diperbaiki dan diselesaikan dengan optimal. Selain itu, dengan siklus seperti ini peneliti juga akan memperoleh alternatif jalan keluar untuk menentukan rencana tindakan yang akan dilaksanakan pada tindakan berikutnya. Penelitian yang dilakukan memiliki rancangan kegiatan yang dijadikan sebagai pedoman umum dalam melakukan kegiatan penelitian yang dimulai dari identifikasi sampai pada evaluasi akhir. Secara terperinci, desain (rancangan) penelitian digambarkan melalui bagan 3.1 di halaman berikutnya.
75
1
Identifikasi Siswa yang Mengalami Masalah Kreativitas Analisis Masalah Kreativitas Siswa dan Studi Literatur Analisis Kondisi Objektif Lapangan
2
Pengembangan Program Bimbingan Melalui Bermain (Rancangan Program Intervensi)
3
Perencanaan
Implementasi Program Bimbingan
Tindakan
Observasi
Refleksi
4 Evaluasi Akhir
5
Analisis dan Pemaknaan
Kesimpulan 6
Gambar 3.1 Desain Penelitian Keterangan :
= Menunjukkan Siklus
76
3.
Prosedur Penelitian Prosedur tindakan kelas ini terbagi ke dalam empat tahapan tindakan, yaitu
tahap perencanaan (planning), tahap pelaksanaan (acting), tahap pengamatan (observing), serta tahap analisis dan refleksi (reflecting). Secara prosedural dapat diuraikan sebagai berikut: a.
Tahap Perencanaan Kegiatan diawali dengan pendahuluan yang dilakukan dengan cara
mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan kreativitas siswa dan penerapan metode bermain. Pada tahap perencanaan ini ada beberapa hal yang dilakukan oleh peneliti dan guru, yaitu peneliti berkolaborasi dengan guru kelas untuk menyusun tindakan yang akan dilakukan, mempersiapkan skenario penerapan metode bermain, membuat perencanaan pembelajaran, mempersiapkan media atau sumber belajar yang akan digunakan dalam pembelajaran, membuat seting kelas dan mempersiapkan format observasi dan evaluasi untuk akhir siklus. b. Tahap Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan, peneliti berperan sebagai observer berkolaborasi dengan guru sebagai praktisi. Guru sebagai praktisi dalam pelaksanaan tindakan bertugas melaksanakan rencana tindakan pembelajaran metode bermain untuk meningkatkan kreativitas anak. Dalam penelitian ini peneliti harus mengacu kepada perencanaan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Sebagaimana dikemukakan Arikunto (2008:126) melaksanakan tindakan, peneliti sebagai pelaksana tindakan mengacu pada program yang telah dipersiapkan dan disepakati bersama dengan guru.
77
c. Tahap Pengamatan Dalam
penelitian
ini,
peneliti
melakukan
pengamatan
terhadap
keberlangsungan pembelajaran. Pemantauan dilakukan secara menyeluruh terhadap pelaksanaan tindakan ini menggunakan instrumen pengumpul data yang telah ditetapkan, sehingga diperoleh seperangkat data tentang pelaksaan tindakan, kendala-kendala yang dihadapi, serta kesempatan dan peluang yang ada berkaitan dengan penerapan metode proyek untuk meningkatkan kreativitas anak yang telah direncanakan dan diaplikasikan di dalam kelas. d.
Refleksi Tahap ini merupakan bagian yang sangat penting untuk dilaksanakan,
karena hasil analisis data dari lapangan pada hari ini dapat memberikan arah bagi perbaikan pada siklus selanjutnya, jika seandainya fokus pengalaman belum berhasil. Kegiatan penelitian di atas dilaksanakan sampai perencanaan pembelajaran berhasil secara maksimal atau terjadi perubahan yang signifikan dalam penerapan metode bermain.
B. Lokasi dan Subyek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Al-Biruni Jl. Raya Panyileukan No. 11 Komplek Bumi Panyileukan – Soekarno Hatta, Cipadung Kidul Cibiru Bandung. Yang menjadi subjek dalam penelitian adalah siswa kelas III yang berjumlah 31 siswa.
78
Alasan dilakukan penelitian di Sekolah Dasar Al-Biruni, dikarenakan iklim pembelajaran yang akademis, media dan metode pembelajaran yang cukup bervariasi namun kreativitas siswa belum muncul secara optimal. Oleh karena itu peneliti berkolaborasi dengan guru dalam menerapkan metode bermain untuk meningkatkan kreativitas siswa.
C. Fokus Penelitian Tindakan Bimbingan Bermain Untuk mempelajari fokus penelitian ini penulis merumuskan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan variabel penelitian yang akan di teliti. Program bimbingan melalui bermain adalah suatu pemberian bantuan kepada individu yang dikemas melalui kegiatan yang memberikan kepuasan dan kesenangan pada individu sehingga potensi tersebut dapat berkembang secara optimal. Anak-anak kelas III merupakan campuran siswa yang masih berada dalam tahap simbolisk dan kongkrit, dan karena itu hendaknya permainan yang diberikan diharapkan dapat membantu tugas perkembangan mereka untuk mengarah dari tahap simbolik ke tahap operasional kongkit. Untuk itu jenis permainan kreatif yang dipilih harus mengandung unsur pretend play, dalam arti (1) mengandung pretensi untuk pengungkapan pikiran, perasaan, dan fantasi anak-anak, dan sekaligus (2) mengarahkan anak untuk menggunakan unsur-unsur logika, peraturan, dan struktur. Melalui permainan ini diharapkan anak-anak dapat mengembangkan sikap kreatif dan cara berpikir kreatif yang menjadi tujuan pengembangan kreativitas
79
pada Sekolah Dasar Al-Biruni. Sikap kreatif mencakup (1) rasa ingin tahu, (2) kemampuan untuk merespon, (3) keterbukaan terhadap pengalaman, (4) berani mengambil risiko, (5) kepekaan terhadap masalah, (6) toleransi terhadap ambiguitas, (7) percaya diri, (8) komitmen menyelesaikan tugas sebaik-baiknya, dan (8) ketahanan terhadap kegagalan. Sedangkan cara berpikir kreatif mencakup (1) kemampuan mencari dan memanfaatkan informasi, (2) berpikir lancar, (3) berpikir fleksibel, (4) berpikir elobarotif, (5) berpikir orisinil, (6) berpikir sintesis, (7) mengidentifikasi masalah, (8) dan memecahkan masalah. Permainan dipilih dari buku 300 Game Kreatif, karya Hendri Bun (Jakarta: Gradien Mediatama, 2009). Dari 300 game yang terdapat dalam buku itu, “permainan kreatif” (creative game) yang mengandung “bermain pura-pura” (pretend play) yang dapat digunakan untuk pengungkapan pikiran, perasaan, dan fantasi anak-anak sekaligus yang mengarahkan mereka untuk menggunakan unsur-unsur logika, peraturan, dan struktur adalah sebagai berikut: 1.
Berburu Artis
2.
Action
3.
Orkes Musik
4.
Hipnotis
5.
Harta Karun
6.
Mobil dan Sopir
7.
Buta, Tuli dan Lumpuh
8.
Mendaratkan Pesawat
80
9.
Tugu Pancoran
10. Deklamasi Puisi 11. Surat Warisan 12. Tarian Botol Salah satu kesulitan dalam mengukur kreativitas anak-anak kelas rendah adalah alat ukur itu sendiri. Menggunakan Tes Kreativitas yang berisi Tes Kreativitas Verbal dan Tes Kreativitas Figural yang dikembangkan dari Torrance oleh Utami Munandar (2003), memang sesuai dengan aspek kreativitas yang ingin dikembangkan di SD Albiruni. Tes Kreativitas Figural misalnya bisa digunakan untuk mengukur aspek kelancaran, fleksibilitas, orisinalitas, dan elaborasi, yang merupakan aspek cara bepikir kreatif yang ingin dikembangkan di SD Albiruni. Akan tertapi pengukuran Tes Kreativitas ini hanya dapat digunakan untuk subyek berusia 10 tahun ke atas, jadi hanya cocok untuk anak-anak kelas tinggi dan tidak cocok untuk anak-anak kelas rendah. Torrance (1981) sendiri telah mengembangkam TCAM (Thinking Creatively in Action and Movement) untuk mengukur kreativitas anak usia 4-8 tahun. Tes ini berupa rating yang digunakan untuk menilai sikap kreatif dan cara berpikir kreatif anak melalui respon kinestetik untuk mengindari kesulitan yang mungkin muncul dalam pengungkapan pikiran mereka melalui bahasa atau gambar. TCAM menggunakan 4 seting kegiatan berbeda untuk untuk menilai kelancaran (jumlah ketepatan dan kesesuaian respon yang berbeda-beda), imajinasi (sejauh mana individu mampu membayangkan dan menyesuaikan enam peran terkandung dalam tes) dan orisinalitas (yang dinilai berdasarkan kriteria
81
infkrekuensi statistic). Keempat seting kegiatan berbeda tersebut dijelaskan berikut ini. Kegiatan Pertama (Seberapa Banyak Cara?) dirancang untuk menilai kemampuan anak-anak menghasilkan berbagai alternatif cara-cara bergerak. Kreativitas yang diukur adalah kelancaran dan orisinalitas. Kelancaran diukur dengan jumlah cara yang ditunjukan dalam bergerak di lantai. Orisinalitas diukur dengan membandingkan respon anak dengan respon yang terdapat dalam buku manual tes. Jika respon yang diberikan tidak terdapat dalam buku manual, diberi skor tiga poin. Bonus empat poin diberikan jika subyek menunjukkan dua atau lebih tindakan kombinasi tindakan untuk menghasilkan sebuah tindakan. Kegiatan Kedua (Bisakah Kamu Bergerak Seperti?) dirancang untuk menilai kemampuan anak berimajinasi, berfantasi, berempati, dan bermain peran. Kreativitas yang diukur adalah imajinasi. Anak-anak berpretensi (berpura-pura) menjadi pohon, kelinci, ikan, ular, mengendara mobil, dan mendorong gajah ke obyek yang diinginkan. Skor setiap kegiatan menggunakan lima poin skala, dan skor total dihitung dengan menjumlah skor enak kegiatan berbeda. Kegitan Ketiga (Apa Cara Lainnya?) dirancang untuk mengukur penemuan cara-cara baru yang tidak biasa dalam melaksanakan tugas sederhana sehari-hari. Skor tindakan ini sama dengan tindakan pertama, yakni untuk mengukur kelancaran dan orisinilitas. Kelancaran diukur dengan jumlah cara berbeda yang digunakan anak dalam menarok mangkuk kertas ke dalam keranjang sampah. Orisinilitas diukur dengan membandingkan respon anak dengan respon yang terdapat dalam buku manual tes. Skor tiga poin diberikan jika respon tidak
82
terdapat dalam manual, dan bonus empat poin diberikan untuk tindakan kombinasi. Kegiatan Keempat (Apa Lagi yang Mungkin?) dirancang untuk menilai kemampuan anak-anak menggunakan suatu obyek untuk kegiatan yang tidak dimaksudkan bagi obyek tersebut. Kegiatan ini digunakan untuk mengukur kelancaran dan orisinilitas. Kelancaran diukur dengan jumlah penggunaan berbeda dari sebuah mangkuk kertas yang dapat dipikirkan anak dan membandingkannya dengan penggunaan yang terdapat dalam buku manual. Orisinilitas diukur dengan membandingkan respon anak dengan respon yang terdapat dalam manual, di mana skor tiga poin diberikan jika respon tidak terdapat dalam manual dan bonus empat poin diberikan respon tindakan kombinasi. Skor Total dari keempat seting tindakan itu dihitung dengan penjumlahan untuk menghasilkan tiga skor jenis masing-masing untuk kategori kelancaran, orisinilias, dan imajinasi. Skor rata-rata ketiga kategori dapat dihitung untuk menghasilkan skor total TCAM. Menurut Torrance (1981) dengan penggunaan hati-hati berdasarkan buku manual, dapat dihasilkan reliabilitas antar-skor TCAM yang melebihi 0.90. Sedangkan reliabilitas tes dan tes ulang (test-retest reliability) dengan rentang dua minggu menghasilkan korelasi sekitar 0.58 hingga 0.79 untuk kelompok anak-anak usia tiga hingga lima tahun. Relibilitas tes dan tes ulang yang rendah ini menurut Torrance disebabkan karena rasa bosan yang muncul pada anak-anak. Berdasakan pertimbangan di atas, dalam penelitian ini menggunakan TCAM untuk mengukur kreativitas anak. Untuk menghindari efek kebosanan
83
yang akan mengurangi reliabilitas pengukuran, maka TCAM hanya diberikan dua kali dalam rentang yang cukup jauh, yaitu sebelum dan sesudah seluruh siklus penelitian tindakan dan bukan pada setiap siklus penelitian tindakan. Pemberian tes TCAM dilakukan oleh dua staf dosen dari Prodi Bimbingan dan Konseling Uhamka. Skor ketiga kategori kreativitas (kelancaran, orisinalitas, dan imajinasi) disajikan dalam bentuk rata-rata skor kedua rater, sedangkan reliabiltas antar reter diuji dengan korelasi produk momen.
D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 1.
Pengamatan (Observasi) Observasi ini dilakukan untuk memantau proses dan dampak penerapan
metode proyek untuk meningkatkan kreativitas anak yang diperlukan untuk dapat menata langkah-langkah perbaikan yang akan dilakukan sehingga menjadi lebih efektif dan efisien. Melalui kegiatan observasi, peneliti dapat melihat langsung penerapan metode bermain untuk meningkatkan kreativitas anak di lapangan dan mencatatnya dalam catatan secara apa adanya. Menurut Arikunto, dkk (2008:127) observasi adalah kegiatan pengamatan (pengambilan data) untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran. Observasi yang akan dilakukan adalah observasi tidak terstruktur, Sugiyono (2007:2005) mengungkapkan bahwa observasi tidak terstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapakan secara sistematis tentang apa yang diobservasi. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yang akan
84
diamati. Tabel 3.1 ini menyajikan kisi-kisi pedoman observasi awal sebelum disesuaikan dengan kondisi lapangan.
Tabel 3.1 Kisi-kisi Pedoman Observasi Variabel
Aspek
Indikator Perilaku
(a) rasa ingin tahu, (b) kemampuan untuk merespon, (c) keterbukaan terhadap pengalaman, sikap kreatif
(d) berani mengambil risiko, (e) kepekaan terhadap masalah, (f) toleransi terhadap ambiguitas, (g) percaya diri, (h) komitmen menyelesaikan tugas sebaik-baiknya, dan (i) ketahanan terhadap kegagalan
Kreativitas
(a) kemampuan mencari dan memanfaatkan informasi, (b) berpikir lancar, cara berpikir kreatif
(c) berpikir fleksibel, (d) berpikir elobarotif, (e) berpikir orisinil, (f) berpikir sintesis, (g) mengidentifikasi masalah, (h) dan memecahkan masalah
Selain itu, pengamatan terhadap perilaku siswa juga menggunakan tes diagnostik (Reed & Bergerman: 1992) yaitu TCAM (Thinking Creatively in Action and Movement) untuk mengukur kreativitas anak usia 4-8 tahun.
85
2.
Wawancara Wawancara yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui peningkatan
kreativitas anak di sekolah dasar, hambatan yang dialami dan upaya yang telah dilakukan oleh guru selama ini. Wawancara akan ditujukan kepada guru untuk memperoleh data yang berkenaan dengan kreativitas anak dalam penerapan metode bermain. Soehartono (2000: 67) mengemukakan bahwa wawancara adalah pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara (pengumpul data) kepada responden, dan jawaban-jwaban responden dicatat atau direkam dengan alat perekam. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur, yaitu peneliti sudah menyiapkan sejumlah pertanyaan yang dituangkan ke dalam format pedoman wawancara. Kisi-kisi pedoman wawancara disajikan pada tabel 3.2 berikut. Tabel 3.2 Kisi-kisi Pedoman Wawancara Responden
Aspek
Kondisi persekolahan Kepala Sekolah
Guru Proses pembelajaran Siswa
Wali Kelas
Siswa
Sub Aspek Kebijakan sekolah (guru, penerimaan siswa, biaya, penataan sekolah, penataan kelas, fasilitas dan program sekolah). Pendidikan guru, kemampuan dan keterampilan. Pengelolaan kelas oleh guru, media pembelajaran, buku sumber. Kondisi umum (karakteristik kebutuhan dan masalah siswa). Aspek perkembangan, proses pembelajaran (potensi dan prestasi akademik), karakteristik dan kebutuhan, masalah, tampilan perilaku sosial siswa saat pembelajaran.
Rujukan
Kurikulum Sekolah Dasar Data kondisi guru
Kohor siswa
Buku wali kelas, data pribadi siswa, daftar nilai
86
Orang tua
Pribadi guru
Proses pembelajaran
3.
Latar belakang pendidikan, pekerjaan, perhatian terhadap sekolah. Pengalaman mengajar, pendidikan, pengelolaan kelas, tugas lain yang dibebankan. Buku sumber, jadwal mengajar, media, evaluasi dan perencanaan.
Buku penghubung
Buku pegangan guru, program semester, satpel, catatan kegiatan
Catatan Lapangan Catatan lapangan adalah kegiatan untuk mencatat hasil temuan atau
kejadian penting selama proses pembelajaran. Dalam kegiatan ini hasil temuan penulis dan guru didiskusikan setelah proses pembelajaran selesai dilaksanakan. Adapun yang dicatat dan didiskusikan dalam catatan lapangan adalah terkait dengan persepsi guru, aktivitas dan sikap anak dalam penerapan metode bermain untuk meningkatkan kreativitas anak serta evaluasi pembelajarannya. Dari hasil diskusi antara peneliti dan guru, kemudian disimpulkan.
4.
Studi Dokumentasi Studi dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan untuk mempelajari dan
mendalami bebagai dokukmen berkaitan dengan penelitian yang bermaksud untuk memperoleh data atau informasi untuk melengkapi data yang diperlukan. Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa foto.
87
E. Teknik Analisis Data Teknik analisis data dalam penelitian ini pada dasarnya menggunakan analisis data kualitatif. Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi dianalisis ke dalam bentuk deskriptif. Hopkins (Wiriaatmadja, 2006:96) mengungkapkan bahwa pengolahan dan analisis data pada metode penelitian tindakan kelas dilakukan secara terus menerus sepanjang penelitian berlangsung dari awal sampai pada tahap berakhirnya seluruh program tindakan sesuai dengan karakteristik pokok permasalahan dan tujuan penelitian serta dituangkan dalam bentuk deskriptif. Secara ringkas analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan cara menyimpulkan berbagai informasi yang didapat dari hasil observasi, wawancara dan studi dokumentasi dalam bentuk deskriptif. Analisis dilakukan terus menerus dari awal sampai akhir pemberian tindakan. Moleong (2004:249) mengemukakan bahwa terdapat berbagai langkah yang harus dilalui ketika analisis data dilaksanakan yaitu:
1.
Reduksi Data Reduksi data dimulai dari pembuatan rangkuman dari setiap data dengan
tujuan agar mudah dipahami. Keseluruhan rangkuman data yang berupa hasil observasi mengenai penerapan metode bermain untuk meningkatkan kreativitas anak sekolah dasar dikelompokkan berdasarkan kategori permasalahan yang diteliti.
88
Setelah memperoleh data tentang kreativitas anak, peneliti memilah-milah data yang telah diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan studi dokumentasi untuk dipisahkan dan dirangkum sesuai dengan kebutuhan. Sementara itu, jika menemukan data yang tidak relevan, maka data itu tidak digunakan untuk kepentingan penelitian.
2.
Display Data Data yang telah direduksi disajikan dalam bentuk deskripsi yang
menyeluruh pada setiap aspek peningkatan kreativitas anak yang diteliti. Aspek kreativitas anak tersebut mencakup kemampuan anak dalam mengungkapkan ide dan gagasannya secara lancar, fleksibel, dan orisinal, serta hasil karya anak secara orisinal. Kemampuan anak yang telah diperoleh tersebut, diklasifikasikan dan dideskripsikan untuk mempermudah peneliti dalam mengambil kesimpulan dalam penelitian.
3.
Verifikasi Data dan Pengambilan Keputusan Langkah
terakhir
dari
analisis
data
adalah
menafsirkan
atau
menginterpretasikan data yang telah tersusun, karena jika data itu sudah tersaji dengan jelas tetapi belum diinterpretasi maka data itu tidak berarti. Data yang telah terkumpul diinterpretasikan berdasarkan teori yang disesuaikan dengan hasil temuan. Hasil interpretasi disajikan sebagai acuan untuk melaksanakan siklus berikutnya dan selanjutnya diimplementasikan pada proses pembelajaran.
89
F. Validasi Data Validitas dan keobjektifan merupakan persoalan penting dalam kegiatan ilmiah. Eisner (Wiriaatmadja, 2007:162) mengungkapkan bahwa validasi data adalah istilah alternatif dengan standar yang rasional untuk menilai kredibilitas penilaian kualitatif. Dalam hal ini para ahli diminta pendapatnya tentang instrumen yang telah disusun peneliti apakah instrumen tersebut dapat dipakai tanpa perbaikan atau ada perbaikan untuk digunakan dalam penelitian nanti. Hal ini didukung pula oleh pendapat dari Susan Stanback (Sugiyono, 2007:365) yang mengatakan bahwa “Penelitian kualitatif lebih menekankan pada aspek reliabilitas, sedangkan penelitian kualitatif lebih menekankan pada aspek validitas”. Validitas instrumen dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik. Dalam penelitian ini, teknik validitas data menggunakan teknik dari Hopkins (Wiriaatmadja, 2008:168-171) antara lain adalah: 1. Member Chek yaitu memeriksa kembali kebenaran dan kesahihan keterangan-keterangan atau informasi data yang diperoleh selama observasi atau wawancara dari nara sumber. Kegiatan ini dilakukan guna menguji konsistensi informasi yang telah dituangkan dalam bentuk laporan narasi. Dalam hal ini data yang diperoleh dikonfirmasikan melalui diskusi dengan guru wali kelas III setiap akhir pelaksanaan tindakan. 2. Triangulasi
yaitu
memeriksa
kebenaran
data
dengan
cara
mengkonfirmasikan kepada sumber lain, dalam hal ini guru pendamping dan pendapat ahli pada saat bimbingan berupa temuan-temuan penelitian dan penyusunan laporan.
90
3. Audit Trail yaitu memeriksa catatan yang ditulis oleh peneliti atau memeriksa kebenaran hasil penelitian dengan mendiskusikan dengan temuan sejawat yang memiliki pengetahuan dan keterampilan melakukan penelitian tindakan kelas, dalam hal ini teman kuliah seangkatan di pascasarjana UPI. 4. Expert Opinion yaitu mengkonsultasikan hasil temuan penelitian kepada pakar, dalam hal ini pembimbing untuk memperoleh arahan terhadapa masalah-masalah penelitian yang dikemukakan.