BAB III KEPEMIMPINAN NABI MUHAMMAD SAW. DALAM PENDIDIKAN
A. Karakteristik dan Tipe Kepemimpinan Nabi Muhammad saw. Allah memerintahkan pada manusia, khususnya orang-orang yang beriman, agar taat dan patuh kepada Rasulullah saw. Ketaatan dan kepatuhan pada beliau sebagai manusia pilihan Allah SWT. merupakan perwujudan kepemimpinan Allah SWT. secara nyata di muka bumi ini. Kepribadiannya sebagai pemimpin di dalam pola pikir, bersikap dan berperilaku, merupakan pancaran isi kandungan al-Quran sehingga sepatutnya diteladani. Untuk itu bukan beliau yang memerintahkan atau menganjurkan agar mengambil suri teladan dari perkataan, perbuatan dan diamnya, tetapi justru datangnya dari Allah SWT. Derajat kepemimpinan beliau sebagai perwujudan kepemimpinan spriritual Allah SWT., jauh berbeda dengan kepemimpinan manusia biasa meskipun kedudukannya sebagai kepala negara yang ada di dunia ini. 1. Karakteristik Kepemimpinan Nabi Muhammad Saw. Dalam suatu telaah terhadap seratus tokoh berpengaruh di dunia, Muhammad saw diakui sebagai seorang tokoh yang paling berpengaruh dan menduduki rangking pertama. Ketinggian itu dilihat dari berbagai perspektif, misalnya sudut kepribadian, jasa-jasa dan prestasi beliau dalam menyebarkan ajaran Islam pada waktu yang relatif singkat. Kesuksesan beliau dalam berbagai bidang merupakan dimensi lain kemampuan sebagai leader dan manajer yang menambah keyakinan akan kebenaran Rasul.1 Dikatakan leader karena beliau selalu tampil di muka, menampilkan keteladanan, dan kharisma sehingga mampu mengarahkan, membimbing dan menjadi panutan. Dikatakan manajer karena beliau pandai mengatur pekerjaan atau bekerja sama dengan baik, melakukan perencanaan, memimpin dan mengendalikannya untuk mencapai sasaran. 1
M. Abdurrahman, Dinamika Masyarakat Islam dalam Wawasan Fikih, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), hlm. 33
49
50
Umat Islam memandang Muhammad saw bukan hanya sebagai pembawa agama terakhir (Rasul) – yang sering disebut orang sebagai pemimpin spiritual, tetapi sebagai pemimpin umat, pemimpin agama, pemimpin negara, komandan perang, qadi (hakim), suami yang adil, ayah yang bijak sekaligus pemimpin bangsa Arab dan dunia.2 Peran yang sangat komplek ini telah diperankan dengan baik oleh Nabi Muhammad saw., sehingga menjadi dasar bagi umatnya sampai akhir zaman. Hal ini menunjukkan bahwa peran Nabi Muhammad saw. sebagai pemimpin umat sangat besar pengaruhnya. Perwujudan kepemimpinan beliau dengan memberi pendidikan dan pengajaran yang baik kepada umat dengan keteladanan yang baik (uswatun hasanah). Pada dasarnya Islam memandang bahwa setiap manusia merupakan pemimpin. Sehingga setiap umat Islam sebagai pemimpin yang beriman harus berusaha secara maksimal untuk meneladani kepemimpinan Rasulullah sebagai konkretisasi kepemimpinan Allah SWT., untuk itu Allah SWT. memfirmankan agar mentaati Rasulullah, baik berdasarkan sabda dan perilakunya, maupun diamnya beliau dalam menghadapi dan menyelesaikan berbagai masalah kehidupan. Hal ini sesuai dengan firman Allah surat An-Nisa’:64
ﻇَﻠﻤُﻮا َ ن اﻟﱠﻠ ِﻪ َوَﻟ ْﻮ َأ ﱠﻧ ُﻬ ْﻢ ِإ ْذ ِ ع ِﺑِﺈ ْذ َ ل ِإﱠﻻ ِﻟ ُﻴﻄَﺎ ٍ ﻦ َرﺳُﻮ ْ ﺳ ْﻠﻨَﺎ ِﻣ َ َوﻣَﺎ َأ ْر ﺟﺪُوا اﻟﱠﻠ َﻪ َ ل َﻟ َﻮ ُ ﺳ َﺘ ْﻐ َﻔ َﺮ َﻟ ُﻬ ُﻢ اﻟ ﱠﺮﺳُﻮ ْ ﺳ َﺘ ْﻐ َﻔﺮُوا اﻟﱠﻠ َﻪ وَا ْ ك ﻓَﺎ َ ﺴ ُﻬ ْﻢ ﺟَﺎءُو َ َأ ْﻧ ُﻔ (64:َﺕﻮﱠاﺑًﺎ َرﺣِﻴﻤًﺎ )اﻟﻨﺴﺎء “Dan kami tidak mengutus seseorang Rasul, melainkan untuk ditaai dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah maha penerima taubat lagi maha penyayang”.3 (Q.S. An-Nisa:64). Firman Allah di atas dengan jelas memerintahkan agar setiap umat Islam mematuhi dan taat pada perintah Allah dan Rasulullah. Allah SWT juga menerangkan bahwa setiap Rasul yang diutus oleh-Nya kedunia ini 2 3
Ibid. Soenaryo, et.al., Al-Quran dan Terjemahannya, (Semarang: Al-Wa’ah, 1993), hlm. 129
51
dari dahulu sampai kepada Nabi Muhammad saw wajib ditaati dengan izin (perintah) Allah karean tugas risalah mereka adalah sama yaitu untuk menujukan umat manusia kejalan yang benar dan kebahgiaan hidup didunia dan akhirat.4 Diterangkan pula dalam sebuah hadits bahwa Nabi Muhammad senantiasa menganjurkan setiap orang untuk mentaati pemimpinya, selama mereka tidak menyuruh berbuat maksiat dan kemungkaran terhadap Allah.
ﻋﻦ اﺑﻲ هﺮیﺮة ﻋﻦ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻌﻢ اﻧﻪ ﻗﺎل ﻣﻦ ا ﻃﺎ ﻋﻨﻰ ﻓﻘﺪ وﻣﻦ اﻃﺎع اﻣﻴﺮى ﻓﻘﺪ. اﻃﺎع اﷲ وﻣﻦ ﻋﺼﺎ ﻧﻰ ﻓﻘﺪ ﻋﺼﻰ اﷲ (اﻃﺎع ﻋﻨﻰ وﻣﻦ ﻋﺺ أ ﻣﻴﺮى ﻓﻘﺪ ﻋﺼﺎﻧﻰ )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى “Dari Abi Hurairah dari rasulullah sesungguhnya telah berkata : dia yang tat kepadaku berarti mentaati Allah dan dia yang tidak patuh padaku berarti tidak mentaati Allah. Dan dia yang mentaati Amir berarti mentaati Aku, dan yang tidak mentaati Amir berarti tidak mematuhi aku” (HR. Muslim).5 Baik dari surat An-Nisa’ ayat
64 maupun hadits diatas
menerangkan bahwa kita diperintahkan untuk taat kepada pemimpin yang harus disandarkan pada izin Allah, ini berarti setiap ketaatan orang pada pemimpinya, rakyat pada pemerintah dan anak pad orang tua semata-mata karena izin Allah Selanjutnya di bawah ini akan diketengahkan usaha mencari dan menggali sesuatu yang dapat dan harus diteladani dari kepemimpinan Nabi Muhammad saw. , yaitu:
a. Kepribadian yang Tangguh Nabi Muhammad saw. adalah sosok yang sangat kuat baik pada masa kecilnya, dewasanya bahkan sampai wafatnya menunjukkan
4
hlm. 211
5
Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya, Juz II, (Semarang, Wicaksana, 1993),
Imam Muslim, Shahih Muslim, Juz III, (Beirut: darKutul Ilmiyah, 1992), hlm. 1466
52
sikap yang sangat kuat teguh pendirian (istiqamah). Sejak pertamanya beliau tidak terpengaruh oleh kondisi masyarakat di sekitar yang terkenal kebobrokan dan kejahiliahannya, menyembah berhala dan patung. Kepribadian itulah yang menjadi dasar atau landasan yang kokoh bagi seorang pemimpin, karena hal itu bermakna juga sebagai seseorang yang memiliki prinsip hidup yang kokoh dan kuat.6 b. Kepribadian dan Akhlak Terpuji. Kepribadian yang terpuji ini memiliki beberapa sifat yang terhimpun dalam pribadi Nabi Muhammad disebut sifat wajib Rasul meliputi shiddiq, amanah, tabligh dan fathanah. Bertolak dari sini dapat dikatakan bahwa Rasul (termasuk Muhammad) pasti tidak memiliki sifat-sifat sebaliknya, yang disebut sifat-sifat mustahil – sifat dimaksud yakni kiz’b, khiyanah, kitman dan baladah. Namun Rasul sebagai manusia pasti memiliki sifat jaiz, yakni sifat-sifat kemanusiaan yang tidak menurunkan derajat atau martabat beliau sebagai utusan Allah. Dalam sifat jaiz ini Rasul tidak dapat menghindar dari ujian dan cobaan Allah SWT. seperti rasa sedih, sabar, dan tabah. Sifat wajib dan sifat jaiz yang dimiliki Rasul tanpa memiliki sifat mustahil, sangat menunjang pelaksanaan kepemimpinan yang beliau laksanakan. Kondisi itu mengakibatkan kepemimpinan Nabi Muhammad berbeda prinsipil dari kepemimpinan manusia biasa.7 Dalam segala hal, akhlak Nabi Muhammad adalah Al-Qur'an sebagaimana komentar yang diungkapkan oleh Nasih Ulwan yang dikutip oleh Slamet Untung mengatakan bahwa Muhammad adalah refleksi hidup keutaman Al-Qur'an, ilustrasi dimanis tentang petunjukpetunjuk Al-Qur'an yang abadi.8 Dalam rangka menciptakan standar al-akhlakul al-karimah yang tinggi, Muhammad mengajar manusia dengan menggunakan 6
Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, (Yogyakarta: Gajahmada University press, 1993), hlm. 273 7 Ibid., hlm. 276 8 Slamet Untung, Muhammad Sang Pendidik, (Semarang: CV. Pustak Rizky Putra, 2005), hlm. 75
53
keteladanan dalam keseluruhan metodenya, hal ini dapat dilihat dari seluruh perilaku beliau yang merefleksikan nilai-nilai pendidikan. Dengan mengambil keteladanan dari kehidupan Nabi saw berkaitan dengan pendidikan akhlak Nabi, beliau sendiri menegaskan dalam salah satu hadits yang sudah dikenal luas dikalangan pengikutnya :
ﻋﻦ اﺑﻰ هﺮیﺮة ﻗﺎل ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻌﻢ اﻧﻤﺎ ﺑﻌﺜﺖ ﻻ ﺕﻤﻢ (ﺻﺎﻟﺢ اﻻﺥﻼق )رواﻩ اﺣﻤﺪ “Tidaklah aku diutus kecuali untuk menyempurnakan akhlak.” (H.R. Ahmad)9 Dari poin ini dapat dipahami bahwa inti dari kepemimpinan pendidikan Nabi Muhammad adalah penanaman dan pengembangan sistem akidah, ubudiyah dan muamalah yang berorientasi pada akhlakul karimah.10 c. Kepribadian yang Sederhana. Beliau mengajarkan pada umatnya untuk hidup sederhana dan tidak berlebih-lebihan. Ini bukan berarti beliau mengerjakan kemiskinan pada manusia, tetapi beliau menyuruh umat Islam untuk selalu tampil sederhana dengan melakukan sedekah pada orang lain dan saling membantu. Sikap hidup sederhana Nabi Muhammad saw. beliau tunjukkan dalam hidup sehari-harinya. Entah dalam keadaan damai ataupun perang di antara para pengikutnya atau di antara orangorang kafir dan musuh-musuhnya, Nabi Muhammad saw. selalu menjadi teladan. Beliau memperlakukan orang dengan penuh kesopanan
dalam
semua
kesempatan.
Setelah
memperoleh
kemenangan beliau lebih sederhana, peramah dan pemurah hati, bahkan memberikan maaf dan pengampunan pada musuh-musuhnya. Pada masa penaklukan kota Makkah beliau memaafkan hampir semua musuhnya yang telah menganiayanya dan para sahabatnya selama 13 tahun. Bahkan sebagai kepala negara, rutinitas hariannya sangat 9
Imam Ahmad, Musnad Imam Ahmad Ibnu Hanbal, Juz. II (Beirut: Darul Fikr, t.th),
hlm.381
10
Slamet Untung, op, cit, hlm. 76
54
sederhana dan merefleksikan sikapnya yang rendah hati. Beliau memperbaiki dan menjahit pakaiannya yang sobek dan menambal sepatunya sendiri. Beliau biasa memerah susu kambing piaraannya dan membersihkan lantai rumahnya yang sederhana.11 Sikap ini benarbenar menunjukkan betapa sederhananya Nabi dalam hidupnya, meskipun beliau seorang pemimpin besar. Kepemimpinan Nabi Muhammad saw. berjalan di atas nilainilai Islam yang berhasil menanamkan keimanan, ketakwaan, kesetiaan dan semangat juang untuk membela kebenaran dan mempertahankan hak selain beroleh bantuan Allah SWT. Pada titik ini memang layak dimunculkan pertanyaan di mana letak kunci kesuksesan kepemimpinan Nabi Muhammad saw. selain memang mendapat petunjuk, bantuan dan perlindungan Allah SWT. Ada beberapa kunci yang dapat diteladani oleh umatnya, yaitu: 1) Akhlak Nabi yang terpuji tanpa cela 2) Karakter Nabi yang tahan uji, tangguh, ulet, sederhana, dan bersemangat baja. 3) Sistem dakwah yang menggunakan metode imbauan yang diwarnai dengan hikmah kebijaksanaan. 4) Tujuan perjuangan Nabi yang jelas menuju ke arah menegakkan keadilan dan kebenaran serta menghancurkan yang batil, tanpa pamrih kepada harta, kekuasaan dan kemuliaan duniawi. 5) Prinsip persamaan. 6) Prinsip kebersamaan. 7) Mendahulukan kepentingan dan keselamatan pengikut. 8) Memberikan
kebebasan
berkreasi
dan
berpendapat
serta
pendelegasian wewenang. 9) Tipe kepemimpinan karismatis dan demokratis.12 11
Abdul Wahid Khan, Rasulullah di Mata Sarjana Barat, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002), hlm. 75 12 Nourouzzaman Shiddiqi, Jeram-jeram Peradaban Muslim, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 102-105
55
Keberhasilan Nabi Muhammad saw. dalam memimpin umat dikarenakan tingkah laku beliau yang selalu berdasarkan Al-Quran dan ditunjang beberapa sifat yang melekat padanya. Adapun sifat utama yang melekat pada diri pribadinya yaitu: 1) Kehormatan kelahirannya. 2) Bentuk dan potongan tubuh yang sempurna. 3) Perkataan yang fasih dan lancar. 4) Kecerdasan akal yang sempurna. 5) Ketabahan dan keberanian. 6) Tidak terpengaruh oleh duniawi. 7) Hormat dan respek terhadap dirinya.13 2. Tipe kepemimpinan Nabi Muhammad saw. dalam Pendidikan. Kepemimpinan Nabi Muhammad saw. dijalankan dengan kerelaan dan ketulusan hati demi kaumnya dan seluruh umat manusia. Kepemimpinan itu tidak sekedar dilaksanakan dalam suasana damai atau setelah umat Islam mengalami kejayaan, tetapi juga pada saat berhadapan dengan masyarakat jahiliyah yang kejam dan bengis bahkan pada saat-saat menyerang atau diserang dalam peperangan dengan orang-orang kafir. Uraian
di
atas
menunjukkan
bahwa
kepemimpinan
Nabi
Muhammad saw. pada dasarnya bersifat situasional. Dalam situasi yang berbeda-beda beliau selalu menampilkan kepemimpinan yang tepat dan bijaksana, karena didasari oleh keagungan kepribadian yang beliau miliki. Dilihat dari teori-teori kepemimpinan sekarang ini berarti kepemimpinan situasional yang beliau jalankan, selalu berubah-ubah tipenya karena harus disesuaikan dengan situasi yang dihadapinya. Tipe-tipe yang dijalankan Nabi Muhammad dimaksud adalah: a. Kepemimpinan Otoriter. Perwujudan kepemimpinan otoriter Nabi Muhammad saw. tampak dalam sikap beliau ketika menghadapi orang-orang kafir dan 13
E.K. Imam Munawir, Asas-asas Kepemimpinan dalam Islam, (Surabaya: Usaha Nasional, t.th.), hlm. 195
56
dalam memberikan hukuman serta pelaksanaan petunjuk dan tuntutan Allah SWT. lainnya. Aturan yang ada tidak boleh dibantah, jika telah diwahyukan
oleh
Allah
SWT.
tidak
dibenarkan
dan
tidak
diperbolehkan memberi saran, pendapat kreativitas, dan inisiatif, artinya suatu perintah harus dilaksanakan dan larangan harus ditinggalkan. Wujud ibadah yang tidak dapat ditawar-tawar, misalnya shalat, puasa, zakat, haji. Kesemuanya harus dilaksanakan sesuai ketentuan syariat. Sifat Nabi yang otoriter tampak ketika beliau menyuruh
semua
orang
untuk
meninggalkan
semua
bentuk
kemusyrikan dengan cara menanamkan keyakinan dan kepercayaan penuh terhadap Allah SWT. Nabi menjadi eksponen dari lima pilar Islam dan dengan demikian beliau melakukan perubahan revolusioner dalam kehidupan manusia. Kelima pilar itu yakni: 1) Deklarasi atau pernyataan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah. 2) Melaksanakan shalat lima waktu di masjid bagi kaum lelaki, di rumah/di masjid bagi kaum perempuan. 3) Membayar zakat 2,5 % dari semua penghasilan dalam setahun yang diberikan kepada fakir miskin dan wanita janda agar memiliki kesabaran pengorbanan dan dengan demikian membersihkan harta kekayaannya. 4) Berpuasa di bulan Ramadhan sebulan penuh agar meraih kebaikan dan kebenaran. 5) Menunaikan ibadah haji, sekali seumur hidup.14 Kelima pilar tersebut dalam ajaran Islam dikenal dengan rukun Islam. Dalam melaksanakan kelima pilar Islam ini Nabi Muhammad saw. melandaskan pada syariat Islam, yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, artinya setiap orang Islam wajib mengerjakan rukun Islam itu dengan tidak boleh ditawar-tawar, atau ditinggalkan kecuali karena adanya halangan tertentu. Misalnya, pelaksanaan shalat 14
Abdul Wahid Khan, Op.Cit., hlm. 124
57
fardhu lima kali sehari semalam, waktunya sudah tetap tidak boleh dipertukarkan, rakaat masing-masing tidak boleh dikurangi atau ditambah dan lain-lain. Demikian pula dengan puasa, zakat, dan ibadah haji
ketentuan
pelaksanaannya
telah
diatur
oleh
Allah
dan
pelaksanaannya tidak boleh lain, karena jika berbeda mengerjakannya berarti salah dan kategorinya merupakan pelanggaran dan dosa. Oleh karena itu kepemimpinan Nabi Muhammad saw. merupakan bentuk konkret dari kepemimpinan Allah SWT., maka yang berlaku di muka bumi selalu dilaksanakan sebagaimana mestinya. Untuk itu Allah SWT. telah memberikan petunjuk dan tuntunan yang jelas, dengan menutup sama sekali pemberian saran, pendapat, inisiatif, kreativitas15 dan lain-lain. b. Kepemimpinan Laissez Faire Dalam menyeru umat manusia terlihat kepemimpinan Nabi Muhammad saw. yang bersifat laissez faire bebas. Beliau tidak memaksa dengan kekerasan, setiap manusia diberi kebebasan memilih agama yang akan dipeluknya. Beliau hanya diperintahkan Allah SWT. untuk menyeru dan memperingatkan keberuntungan bagi yang mendengar dan kerugian bagi yang sombong dan angkuh menolak seruan beliau. Jika ada yang menolak beriman kepadanya, beliau tidak memaksanya namun tetap memberi peringatan kepada mereka. Hal ini senada dengan firman Allah surat Al-Baqarah ayat 256:
ت ِ ﻦ َی ْﻜ ُﻔ ْﺮ ﺑِﺎﻟﻄﱠﺎﻏُﻮ ْ ﻲ َﻓ َﻤ ﻦ ا ْﻟ َﻐ ﱢ َ ﺷ ُﺪ ِﻣ ْ ﻦ اﻟﺮﱡ َ ﻦ َﻗ ْﺪ َﺕ َﺒ ﱠﻴ ِ ََﻻ ِإ ْآﺮَا َﻩ ﻓِﻲ اﻟﺪﱢی ﻚ ﺑِﺎ ْﻟ ُﻌ ْﺮ َو ِة ا ْﻟ ُﻮ ْﺙﻘَﻰ ﻻ ا ْﻧ ِﻔﺼَﺎ َم َﻟﻬَﺎ وَاﻟﱠﻠ ُﻪ َﺴ َ ﺳ َﺘ ْﻤ ْ ﻦ ﺑِﺎﻟﱠﻠ ِﻪ َﻓ َﻘ ِﺪ ا ْ َو ُی ْﺆ ِﻣ (256:ﻋﻠِﻴ ٌﻢ )اﻟﺒﻘﺮة َ ﺳﻤِﻴ ٌﻊ َ “Tidak ada paksaan dalam menganut agama, sebab sudah jelas jalan yang benar dari jalan yang salah. Barang siapa yang ingkar kepada taghut hanya percaya kepada Allah, berarti ia berpegang pada tali yang berbuhul kuat yang tidak mungkin putus. Allah maha mendengar dan maha mengetahui”.16 (Q.S. Al-Baqarah: 256) 15 16
Hadari Nawawi, Op.Cit., hlm. 283 Soenaryo, et.al., Op.Cit., hlm. 63
58
...ﻦ ﺷَﺎ َء َﻓ ْﻠ َﻴ ْﻜ ُﻔ ْﺮ ْ ﻦ َو َﻣ ْ ﻦ ﺷَﺎ َء َﻓ ْﻠ ُﻴ ْﺆ ِﻣ ْ ﻦ َر ﱢﺑ ُﻜ ْﻢ َﻓ َﻤ ْ ﻖ ِﻣ ﺤﱡ َ ﻞ ا ْﻟ ِ َو ُﻗ (29:)اﻟﻜﻬﻒ “Dan katakanlah: kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu. Maka barang siapa yang mau beriman, berimanlah dan barang siapa yang kafir, kafirlah”.17 (Q.S. Al-Kahfi: 29) Kedua
ayat
di
atas
dengan
jelas
menggambarkan
kepemimpinan Nabi Muhammad saw. dalam menyeru umat bersifat laissez faire, dengan melarang untuk menggunakan jalan kekerasan dan pemaksaan trrhadap orang-orang yang bukan muslim untuk memaksa mereka masuk Islam.18 Namun apabila seseorang telah menyatakan dirinya beriman, maka kepemimpinan beliau berkembang menjadi bersifat konsultatif, pengayoman dan karismatis. Beliau memberi kesempatan pada umatnya untuk meminta petunjuk sebagai perwujudan
kepemimpinan
konsultatif.
Beliau
juga
berusaha
mengayomi umatnya yang menghadapi masalah-masalah kehidupan. Keikhlasan dan ketulusan beliau dalam menjalankan kepemimpinan dan mendidik umat tidak mengharapkan upah, sehingga semakin menambah kharisma di lingkungan umat Islam di masa hidupnya, sekarang dan masa mendatang. Meskipun demikian, didalam kepemimpinan tersebut tetap terdapat kebebasan karena pengawasan langsung dari Allah, dan pengawasan yang dilakukan Nabi Muhammad hanya bersifat menumbuhkan tanggung jawab pribadi. Kebebasan yang diberikan Nabi Muhammad terhadap umatnya dalam mencapi tingkaty keimanan yakni melalui usaha serta kesanggupan mereka dan tanggung jawabnya masing-masing disisi Allah. Setiap manusia harus bertanggung jawab sendiri atas pilihanya menjadi beriman atau sebaliknya tenggelam dalam
17
Ibid., hlm. 448 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya, (Jakarta, 1984), hlm. 459
18
59
kekafiran.19 Hasil pilihannya itu yang akan diwujudkan menjadi tingkah laku untuk dipertanggung jawabkan dirinya masing-masing, untuk itu pengawasan terhadap pilihan dan perilaku manuisa berada langsung ditangan Allah. Tentang hal ini disebutkan dalam firman Allah surat Az-Zumar :41.
ﻦ ْ ﺴ ِﻪ َو َﻣ ِ ﻦ ا ْه َﺘﺪَى َﻓِﻠ َﻨ ْﻔ ِ ﻖ َﻓ َﻤ ﺤﱢ َ س ﺑِﺎ ْﻟ ِ ب ﻟِﻠﻨﱠﺎ َ ﻚ ا ْﻟ ِﻜﺘَﺎ َ ﻋَﻠ ْﻴ َ ِإﻧﱠﺎ َأ ْﻧ َﺰ ْﻟﻨَﺎ (41:ﻞ( )اﻟﺰﻣﺮ ٍ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻢ ِﺑ َﻮآِﻴ َ ﺖ َ ﻋَﻠ ْﻴﻬَﺎ َوﻣَﺎ َأ ْﻧ َ ﻞ ﻀﱡ ِ ﻞ َﻓِﺈ ﱠﻧﻤَﺎ َی ﺿﱠ َ “Sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu kitab suci yang membawa kebenaran untuk manusia. Maka barang siapa mengikuti petunjuk hasilnya untuk diri sendiri dan barang siapa yang sesat, dia menyesatkan dirinya sendiri, sedang engkau bukanlah seorang wakil mereka.” (Q.S. Az-Zumar : 41).20 Selanjutnya dalam surat al-Baqarah 286 :
ﺖ ْ ﺴ َﺒ َ ﻋَﻠ ْﻴﻬَﺎ ﻣَﺎ ا ْآ َﺘ َ ﺖ َو ْ ﺴ َﺒ َ ﺳ َﻌﻬَﺎ َﻟﻬَﺎ ﻣَﺎ َآ ْ ﻒ اﻟﻠﱠ ُﻪ َﻧﻔْﺴًﺎ ِإﻟﱠﺎ ُو ُ ﻻ ُی َﻜﻠﱢ (286:)اﻟﺒﻘﺮة “Allah tidak membebani kewajiban kepada seseorang kecuali sesuai dengan kesanggupannya, hasil kerjanya yang baik untuknya sendiri, dan yang tidak baik menjadi tanggungannya sendiri pula.”(Q.S. AlBaqarah : 286).21 c. Kepemimpinan Demokratis. Islam menjadikan musyawarah sebagai peraturan untuk meneliti dan memeriksa pendapat agar memperoleh petunjuk yang terbaik.22 Islam juga menjamin kebebasan berpendapat bagi tiap orang selam pendapat itu tidak bertentangan dengan akidah dan syariat Islam. Contoh pemimpin yang paling ideal dan efektif tidak bisa lepas dari sosok seorang Nabi besar Muhammad saw. Beliau di dalam kepemimpinan yang bersifat situasional, tidak sedikit langkah-langkah dan prinsip-prinsip demokrasi beliau wujudkan dan kembangkan. Perilaku demokratis itu beliau wujudkan dalam bentuk hubungan silaturrahmi dengan para sahabat. Antara beliau dengan
19
Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, op, cit, hlm. 285 Sunariyo, Al-Qur'an dan Terjemahnya, op, cit, hlm. 751 21 Ibid, hlm. 72 22 Ahmad Muhammad Al-Hufiy, Keteladanan Akhlak Rasulullah, (Jakarta: Pustaka Setia, 2003), hlm. 493 20
60
sahabat tidak terdapat jarak, bahkan sebaliknya menampakkan keakraban. Kebebasan menyampaikan pendapat, kritik atau saran tetap beliau terima sebagai tanda kepemimpinan Nabi Muhammad saw. yang bersifat demokratis. Kepemimpinan Rasulullah saw. yang bersifat demokratis terlihat pada kecenderungan beliau menyelenggarakan musyawarah, terutama jika menghadapi masalah yang belum ada wahyunya dari Allah SWT., kesediaan beliau sebagai pemimpin untuk mendengarkan pendapat, bukan saja dinyatakan dalam sabdanya, tetapi terlihat dalam praktik kepemimpinannya. Karena dalam musyawarah terdapat tukarmenukar pikiran dan masing-masing orang dapat mengemukakan pendapatnya serta menyimak pendapat orang lain. Musyawarah seringkali dijadikan indikasi demokrasi.23 Oleh karean itu musyawarah diperintahkan dalam kitab suci Al-Qur'an yang disepadankan dengan iman atau percaya kepada Allah, menjauhi segala dosa, melaksanakan sholat dan infaq dijalan-Nya sertya berjihad untuk menegakkan kebenaran dan menjujung tinggi kalimat Allah .24 Dalam ajaran Islam, musyawarah merupakan salah satu bentuk kegiatan umat yang sangat dianjurkan oleh Allah SWT. sebab, musyawarah merupakan pengakuan akan keterbatasan manusia terhadap kelemahan dan kekurangan yang dimilikinya. Anjuran untuk bermusyawarah ditegaskan dalam firman Allah surat Ali Imran ayat 159, bunyinya:
ﻻ ْﻧ َﻔﻀﱡﻮا َ ْﺐ ِ ﻆ ا ْﻟ َﻘ ْﻠ َ ﻏﻠِﻴ َ ﻈًﺎ ّ ﺖ َﻓ َ ﺖ َﻟ ُﻬ ْﻢ َوَﻟ ْﻮ ُآ ْﻨ َ ﻦ اﻟﱠﻠ ِﻪ ِﻟ ْﻨ َ ﺣ َﻤ ٍﺔ ِﻣ ْ َﻓ ِﺒﻤَﺎ َر ﻷ ْﻣ ِﺮ َﻓِﺈذَا َ ﺳ َﺘ ْﻐ ِﻔ ْﺮ َﻟ ُﻬ ْﻢ َوﺷَﺎ ِو ْر ُه ْﻢ ﻓِﻲ ْا ْ ﻋ ْﻨ ُﻬ ْﻢ وَا َ ﻒ ُ ﻋ ْ ﻚ ﻓَﺎ َ ﺣ ْﻮِﻟ َ ﻦ ْ ِﻣ :ﻦ )ﺁل ﻋﻤﺮان َ ﺤﺐﱡ ا ْﻟ ُﻤ َﺘ َﻮ ﱢآﻠِﻴ ِ ن اﻟﱠﻠ َﻪ ُی ﻋﻠَﻰ اﻟﱠﻠ ِﻪ ِإ ﱠ َ ﻞ ْ ﺖ َﻓ َﺘ َﻮ ﱠآ َ ﻋ َﺰ ْﻣ َ (159 “Maka disebabkan rahmat dari allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras dan berhati keras, 23
Ali Anwar Yusuf, Wawasan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hlm. 109 Ahmad Muhammad Al-Hufiy, loc, cit,
24
61
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, karena itu maafkanlah mereka dalam suatu urusan”.25 (Q.S. Ali Imran: 159) Hal senada juga disebutkan dalam firman Allah surat As-Syura ayat 38:
ﺼﻠَﺎ َة َوَأ ْﻣ ُﺮ ُه ْﻢ ﺷُﻮرَى َﺑ ْﻴ َﻨ ُﻬ ْﻢ ﺳ َﺘﺠَﺎﺑُﻮا ِﻟ َﺮ ﱢﺑ ِﻬ ْﻢ َوَأﻗَﺎﻣُﻮا اﻟ ﱠ ْﻦا َ وَاﱠﻟﺬِی (38: ن )اﻟﺸﻮرى َ َو ِﻣﻤﱠﺎ َر َز ْﻗﻨَﺎ ُه ْﻢ یُﻨ ِﻔﻘُﻮ “dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan sholat sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka.”(Q.S.Asy-Syura :38).26 Dengan mengutip perkataan al-Hasan, al-Maraghi dalam tafsirnya mengatakan bahwa musyawarah dapat melembutkan hati orang banyak mengasah otak dan menjadi jalan menuju kebenaran dan tidak ada satupun yang bermusyawarah kecuali mendapat petunjuk.27 Dengan demikian musyawarah sangat dianjurkan dalam banyak urusan baik menyangkut ibadah dan muamalah. Demikianlah sikap yang nampak dalam pribadi Nabi Muhammad saw. dalam setiap keputusannya bermusyawarah yang mengedepankan nilai-nilai islami dari Allah. B. Prinsip-prinsip Kepemimpinan Nabi Muhammad Saw. Kepemimpinan yang dijalankan Nabi Muhammad saw. dalam menyeru, mengajak umat manusia berjalan dengan pedoman dasar Islam yaitu al-Quran, karena pada dasarnya semua yang ada pada diri beliau sebagai cerminan dari al-Quran itu sendiri. Oleh karena itu prinsip-prinsip kepemimpinan beliau yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam al-Quran. Prinsip-prinsip yang dimaksud yaitu: 1. Amanah
25
Soenaryo, et.al., Op.Cit., hlm. 103 Ibid, hlm. 789 27 Ahmad Mustofa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 25, terj. K. Ansori Umar Sitanggal, dkk, (Semarang: Toha Puta, 1986), hlm. 94 26
62
Prinsip amanah menjadi sendi dasar dalam menegakkan sebuah kepemimpinan pada semua level, baik keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Seorang pemimpin adalah orang yang diberi amanat dan mewakili Allah
menegakkan
firman-firman-Nya
di
tengah-tengah
manusia.
Kekuasaan pemimpin atas orang yang dipimpin merupakan amanah yang harus dipegang, dipelihara, dan dilaksanakannya dengan penuh kejujuran. Sebab, setiap amanah akan menuntut pertanggungjawaban.28 Sikap amanah erat kaitannya dengan kejujuran dan keadilan, karena kejujuran akan melahirkan kepercayaan dari orang lain, sekali tidak jujur akan sulit menimbulkan kepercayaan dari rakyat yang dipimpin dan sekali bersikap tidak adil sulit menimbulkan kewibawaan kepemimpinan dari rakyat.29 Oleh karenya Allah memerintahkan agar menyampaikan amanat kepada yang berhak nmenerimanya dengan jalan yang adil tanpa membeda-bedakan antara yang satu dengan yang lainnya, meskipun itu terhadap keluarganya sendiri.30 Sifat amanah Nabi Muhammad saw. ini telah nampak sebelum dan sesudah beliau diangkat menjadi Rasul. Sejak muda beliau sudah menampakkan performa amanah ini, sehingga julukan yang disandangnya yaitu al-amin (dapat dipercaya). Karena kejujuran dan amanah itu pula beliau mendapat kepercayaan untuk meletakkan hajar al-aswad pada tempatnya setelah direnovasi. Kebijaksanaan yang diambilnya yaitu mengikutsertakan semua orang (para pemimpin kabilah) berpartisipasi dalam kerja pembangunan, meletakkan hajar al-aswad pada tempatnya. 2. Keadilan dan Persamaan Keadilan dan persamaan merupakan dua kata saling mengisi dan mendukung. Kedua prinsip ini dalam sebuah kepemimpinan harus diutamakan,
karena
bagi
seorang
pemimpin
yang
baik
selalu
mengedepankan keadilan dan persamaan di antara anggota-anggotanya, 28
Ali Anwar Yusuf, Op.Cit., hlm. 103 Mahfudh Syamsul Hadi, K.H. Zainuddin MZ., Figur Da’i Berjuta Umat, (Surabaya: Karunia, 1994), hlm. 301 30 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya, op, cit, hlm. 209 29
63
suksesnya suatu kepemimpinan bergantung pada seberapa jauh seseorang mampu bertindak adil dalam memutuskan perkara.31 Pemimpin harus mengetahui mana yang mendapat hukuman, ganjaran, teguran dan pemecatan. Keadilan dalam hal pendidikan berarti terjaminnya keamanan individu (pendidik) dan golongan dalam merealisasikan kemaslahatan, memajukan dan mengatur hubungan dengan orang lain agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Yang dimaksud dengan adil disini adalah meberikan hak orang lain kepada yang berhak tanpa membeda-bedakan orang-orang yang berhak itu, dan melakukan tindakan terhadap orang yang salah sesuai dengan kejahatan dan kelalaiannya tanpa mempersukarnya atau bersikap pilh kasih kepadanya.32 Banyak ayat Al-Qur'an yang membicarakan tentang keadilan diantaranya dalam suarat An-Nahl ayat 90 :
ﻦ ِﻋ َ ن َوإِیﺘَﺎء ذِي ا ْﻟ ُﻘ ْﺮﺑَﻰ َو َی ْﻨﻬَﻰ ِ ﺣﺴَﺎ ْﻹ ِ ل وَا ِ ن اﻟّﻠ َﻪ َی ْﺄ ُﻣ ُﺮ ﺑِﺎ ْﻟ َﻌ ْﺪ ِإ ﱠ (90: ن )اﻟﻨﺤﻞ َ ﻈ ُﻜ ْﻢ َﻟ َﻌﱠﻠ ُﻜ ْﻢ َﺕ َﺬ ﱠآﺮُو ُ ﻲ َی ِﻌ ِ ﺤﺸَﺎء وَا ْﻟﻤُﻨ َﻜ ِﺮ وَا ْﻟ َﺒ ْﻐ ْ ا ْﻟ َﻔ “sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan memberi kepada kaum kerabat dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”(Q.S. An-Nahl : 90).33 Lebih tegas lagi Allah menekankan tentang pentingnya berlaku adil meskipun terhadap musuh dan melarang menganiaya seseorang karean menuruti kemarahan, dalam firman berikut, surat al-maidah ayat 8 :
ﺠ ِﺮ َﻣ ﱠﻨ ُﻜ ْﻢ ْ ﻻ َی َ ﻂ َو ِﺴ ْ ﺷ َﻬﺪَاء ﺑِﺎ ْﻟ ِﻘ ُ ﻦ ِﻟّﻠ ِﻪ َ ﻦ ﺁ َﻣﻨُﻮ ْا آُﻮﻧُﻮ ْا َﻗﻮﱠاﻣِﻴ َ یَﺎ َأ ﱡیﻬَﺎ اﱠﻟﺬِی ن ب ﻟِﻠ ﱠﺘ ْﻘﻮَى وَا ﱠﺕﻘُﻮ ْا اﻟّﻠ َﻪ ِإ ﱠ ُ ﻋ ِﺪﻟُﻮ ْا ُه َﻮ َأ ْﻗ َﺮ ْ ﻻ َﺕ ْﻌ ِﺪﻟُﻮ ْا ا ﻋﻠَﻰ َأ ﱠ َ ن َﻗ ْﻮ ٍم ُ ﺷﻨَﺂ َ (8: ن )اﻟﻤﺎﺋﺪة َ ﺥﺒِﻴ ٌﺮ ِﺑﻤَﺎ َﺕ ْﻌ َﻤﻠُﻮ َ اﻟّﻠ َﻪ “Hari orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (keadilan) karean Allah, menjadi saksi yang adil dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adilah, karena adil itu lebih dekat kepada
31
M. Abdurrahman, Op.Cit., hlm. 52 Ahmad Muhammad Al-Hufiy, Keteladanan Akhlak Rasulullah saw, op, cit, hlm. 182 33 Soenaryo, op, cit, hlm. 415 32
64
taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(Q.S. Al-Maidah : 8).34 Dari kedua ayat diatas jelas terlihat bahwa Allah sangat menganjurkan untuk berbuat adil terhadap siapapun tanpa harus memandang derajad orang lain dan dimanapun dia berada. Keadilan adalah neraca kebenaran, sebab manakala terjadi ketidakadilan terhadap suatu umat, apapun sebabnya maka akan lenyap kepercayaan umum dan tersebarlah berbagai macam kerusakan dan terpecah belahlah segala hubungan dalam masyarakat, Masalah keadilan merupakan syarat tegaknya suatu kepemimpinan yang harus ditegakkan tanpa pandang bulu, karean keadilan lebih dekat dengan taqwa, dan terhindar dari murka Allah.35 Al-Quran mewajibkan umat Islam agar memutuskan setiap perkara dengan adil dan tidak berat sebelah serta menepati janji. Karenanya, seluruh umat manusia bukan saja para penguasanya, memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan keadilan. Dalam peranannya sebagai pemimpin umat Nabi Muhammad saw. sendiri melaksanakan prinsip ini, untuk itu dalam kebijaksanaan beliau dalam memimpin ditunjuklah seorang qadhi, yaitu mereka yang taqwa kepada Allah, salih, tidak berkelakuan tercela, memahami syariat dan telah dilatih dengan baik.36 Inilah sikap yang Nabi tunjukkan pada umatnya dalam segala sendi kehidupan. Sejalan dengan prinsip keadilan, maka persamaan juga menjadi prinsip yang harus dikedepankan, apabila seorang pemimpin tidak memperhatikan hal ini, maka dapat dikatakan bahwa pemimpin itu tidak adil, sebab dalam prakteknya dia masih membeda-bedakan anggotanya dalam setiap hal. Baik al-Quran maupun hadits menunjukkan beberapa contoh tentang bagaimana persamaan dijaga. Contoh yang ideal memang 34
Ibid, hlm. 159 Ahmad Mustofa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Juz. VI, terj, (Semarang: Toha Putra, 1987), hlm. 123 36 Muhammad A. Al-Buraey, Islam Landasarn Alternatif Administratif Pembangunan, (Jakarta : Rajawali, 1986), hlm. 88 35
65
diwujudkan dalam kepemimpinan Nabi Muhammad saw., juga para sahabat Nabi (khulafa ar-Rasyidin). Sejarah Islam mencatat bahwa Nabi sebagai pemimpin agama dan sekaligus politik masyarakat muslim pertama, bukan saja memenuhi kewajibannya membayar pajak (zakat) sebagaimana dengan umatnya yang lain. Namun beliau juga membiarkan dirinya dipidana karena kekhilafannya.37 Sikap-sikap inilah yang ditunjukkan beliau ketika memimpin umatnya yang selanjutnya akan terus diperjuangkan hingga akhir zaman. 3. Tanggung Jawab Antara tanggung jawab dan amanah memiliki kesamaan makna, artinya seorang pemimpin yang bertanggung jawab berarti dia telah menjalanan amanah yang dibebankan kepadanya. Kewajiban yang dipikul merupakan pertanggungjawaban terhadap orang yang dipimpin, oleh karena tugas dan kewajiban seorang pepimpin memang sangat berat dan menantang, tidak hanya bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, tetapi bertanggung jawab terhadap anggota kelompoknya. Seorang pemimpin harus dapat menjamin bahwa kemanfaatan bagi seluruh anggota menjadi cita-cita tertingginya.38 Untuk mewujudkan sasaran tersebut, pemimpin harus berkerja sama, tidak sewenang-wenang dan harus bersifat manusiawi. Prinsip ini dikemukakan Nabi Muhammad saw ketika beliau memberi tahu para sahabatnya, bahwa setiap orang merupakan penanggungjawab bagi semua yang ada, dan untuk itu mereka akan diminta pertanggung jawabannya. Sabda Nabi :
ﺳﻤﻌﺖ رﺳﻮل اﷲ: ﻋﻦ ﻋﺒﺪاﷲ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻬﻤﺎ یﻘﻮل . آﻠّﻜﻢ راع وآﻠّﻜﻢ ﻣﺴﺌﻮل ﻋﻦ رﻋﻴﺘﻪ: ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ یﻘﻮل واﻟﺮّﺟﻞ راع ﻓﻰ أهﻠﻪ وهﻮ,اﻹِﻣﺎم راع ﻣﺴﺌﻮل ﻋﻦ رﻋﻴّﺘﻪ 37 38
Ibid., hlm. 89 Ibid., hlm. 378
66
ﻣﺴﺌﻮل ﻋﻦ رﻋﻴّﺘﻪ واْﻟﻤﺮأة راﻋﻴﺔ ﻓﻰ ﺑﻴﺖ زوﺟﻬﺎ وﻣﺴﺌﻮﻟَﺔ ﻋﻦ رﻋﻴّﺘﻬﺎ واﻟﺨﺎدم راع ﻓﻰ ﻣﺎل ﺳﻴّﺪﻩ وﻣﺴﺌﻮل ﻋﻦ رﻋﻴّﺘﻪ )رواﻩ ( اﻟﺒﺨﺎرى وﻣﺴﻠﻢ Dari Abdillah Ibnu Umar meriwayatkan, saya mendengar Rasulullah Saw bersabda :”Setiap orang diantara kalian adalah pemimpin dan setiap orang diantara kalian akan ditanya mengenai mereka yang di bawah kepemimpinannya, raja adalah pemimpin dan dia akan ditanya tentang rakyatnya, dan seorang laki-laki adalah kepala rumah tangga dan dia akan ditanya mengenai mereka yang dibawah asuhannya, dan seorang wanita adalah pemimpin dirumahnya dan dia akan ditanya mengenai mereka yang dibawah asuhannya dan pelayan adalah seorang pemimpin, penjaga hak milik dan dia akan ditanya mengenai apa-apa yang diamanatkan kepadanya”. (HR. Bukhari dan Muslim).39 Dari hadist di atas, menunjukan bahwa setiap pribadi merupakan pemimpin yang bertanggungjawab terhadap yang dipimpinnya meskipun dalam skala yang kecil sekalipun, bahkan terhadap dirinya sendiri. 4. Akhlak dan Kepribadian Nabi Muhammad saw dipilih oleh Allah SWT dari rumpun yang paling mulia. Beliau telah dipelihara oleh Allah SWT, sejak kecil, remaja hingga diangkat menjadi seorang Rasul. Allah telah mendidiknya dengan sebaik-baiknya pendidikan dan dihiasai dengan akhlak yang mulia serta dengan kepribadian yang memukau bagi umat manusia. Pengajaran dan pendidikan yang diterima memancarkan cahaya keagungan akhlak dan budi perkerti kepada seluruh alam, karena beliau dididik dengan al-Quran yang digunakan untuk mendidik umatnya. Kepemimpinan Nabi Muhammad saw bukan didasari bujukan, iming-iming materi, atau dengan kekuasaan. Tetapi berjalan di atas landasan moral force (ahklak yang baik).40 Beliau hanya bermodal akhlakul karimah sehingga dalam prakteknya beliau sangat disegani oleh para pengikutnya bahkan para musuhnya sekalipun. Apa yang diajarkan
hlm. 89
39
Mustofa Muhammad Imarah, Jawahirul Bukhari, (Beirut Libanon : Darul Fikr, 1994),
40
Mahfud Syamsul Hadi, op, cit., hlm. 304
67
Nabi Muhammad saw. merupakan persoalan yang berkaitan dengan materi pendidikan dan menjadi karakteristik selanjutnya dari pendidikan Nabi Muhammad saw. Secara umum Nabi Muhammad saw mengajarkan pesanpesan Tuhan yang terdapat di dalam al-Quran. Perhatian Muhammad yang besar terhadap pendidikan al-Quran menguatkan pendapat bahwa al-Quran merupakan kitab yang lengkap dan sempurna, yang memuat persoalan agama.41 Diutusnya Muhammad saw pada sisinya yang lain yaitu sebagai penyempurna akhlak manusia. Dalam hal ini berarti bahwa Allah sebelumnya telah membekali Nabi dengan akhlak sehingga nantinya menjadi teladan bagi umatnya dalam mendidik generasi-genarasi berikutnya. Nabi Muhamad saw mengajarkan akhlak dalam kaitannya dengan pendidikan maupun masyarakat, karena pada dasarnya pendidikan akhlak merupakan pendidikan Nabi yang menjadi jiwa pendidik muslim pada tahap berikutnya. Dalam rangka menciptakan manusia dengan standar akhlak al-Karimah yang tinggi Muhammad mengajar manusia yaitu para sahabat
dengan
menggunakan
keteladanan
sebagai
metode
komprehensifnya. Hal ini dapat dipahami dari sebuah perilaku Rasul saw. Yang merefleksikan citra etika-edukatif. Oleh karena itu, Allah memerintahkan kepada manusia untuk berusaha mentaati segala apa yang diperintahkan olehnya dan menjauh segala apa yang dilarangnya. Mengambil keteladanan dari kehidupan Rasul berkaitan dengan pendidikan akhlak Nabi, beliau sendiri menegaskan di dalam salah satu haditsnya sebagaimana telah dikenal di kalangan pengikutnya, bahwa “tidaklah aku diutus kecuali untuk menyempurnakan al-Akhlak alKarimah”. Dari point ini dapat dipahami bahwa materi inti pendidikan Muhammad yaitu penanaman dan pengembangan sistem akidah, ubudiyah dan muamalah yang berorientasi pada al-Akhlak al-Karimah.
41
Muhammad A. al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 266,
68
5. Sistem Dakwah yang Dipakai Tugas Nabi Muhammad saw. sangat berat, beliau berperan sebagai utusan Allah (Rasul), yang bertugas menyeru dan memberi peringatan pada manusia, bertugas sebagai pemimpin umat, pendidik dan juru dakwah. Dalam bedakwah beliau menggunakan metode imbauan yang diwarnai oleh hikmah kebijaksanaan. Nabi dalam menyeru manusia agar beriman kepada Allah, tidak pernah menggunakan jalan kekuasaaan dan pemaksaan. Nabi yang agung dan cakap ini memberikan pada umatnya suatu tujuan yang benar dan tepat dalam ajaran sucinya yang menenggelamkan dan mencairkan semua pandangan hidup yang ada dalam lautan kebenaran.42 Sifat imabauan yang komunikatif ini ada tanpa paksaan terlihat pada kebijakan Nabi dalam memberikan sebagian harta berupa hadiah, yang diambilkan dari harta zakat kepada pemuka-pemuka kabilah yang masih dalam taraf mualaf. Nabi Muhammad saw. menggunakan sistem dakwah yang mengedepankan hikmah kebijaksanaan, akhirnya beliau dalam waktu yang terbilang singkat, yakni kurang lebih berdakwah selama 23 tahun di Makkah maupun di Madinah telah mencapai sukses besar yang diakui oleh umat sedunia. C. Tugas dan Tanggungjawab Kepemimpinan Nabi Muhammad saw dalam Pendidikan. 1. Kepemimpinan Nabi Muhammad dan mendidik keluarga Nabi Muhammad saw. berperan sebagai seorang Rasul Allah bertugas menyampaikan risalah, memberi peringatan dan petunjuk kepada manusia agar manusia itu beriman kepada Allah swt. Tugas ini sama artinya Nabi Muhammad saw. menjadi seorang pendidik dan memimpin 42
Afzalur Rahman, Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer, Terj. Annas Siddik, (Bumi Aksara : Jakarta, 1991), hlm. 74
69
umatnya, Allah meminta beliau agar membina masyarakat, dengan perintah untuk berdakwah.43 Sebagai guru beliau memulai pendidikannya kepada anggota keluarga yang terdekat, dilanjutkan pada orang-orang yang berada disekitarnya, termasuk para pemuka Quraisy. Kegiatan pendidikan Nabi Muhammad pada keluarga termasuk dalam periode dakwah dalam rumah tangga, yang masih bersifat pribadi yaitu dengan cara menyampaikan kepada seorang demi seorang atau lebih dikenal dengan istilah afrad.44 Rasulullah menerima wahyu ke dua surat al-Mudatsir ayat 7 setelah diangkat menjadi Rasul. Dan orang
yang
pertama kali menerima pendidikannya yaitu Khadijah isteri beliau, kemudian disusul oleh Ali bin Abi Thalib, dan budak beliau Zaid bin Haritsah. Kemudian disusul beberapa orang seperti Abu Bakar al-Siddiq, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Waqash, Abdurahman bin Auf, Tholhah bin Ubaidillah, Abu Ubaidillah bin Jarrah, Arqam bin Abi Arqam, Fatimah binti Khatab bersama suaminya Sa’ad bin Zaid AlAdawi dan beberapa pengikutnya dari Suku Qurays inilah yang kemudian disebut Al-Sabiqun Al-Awalun.45 Mereka inilah yang pertama-tama menerima pendidikan dan pengajaran langsung dari Nabi Muhammad saw. Sejarah mencatat bahwa tugas Rasulullah tersebut dapat dilakukan oleh Nabi dengan hasil yang memuaskan. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari metode yang digunakan Nabi dalam mendidik dan berdakwah pada umatnya yaitu dengan cara menyayanginya, keteladanan yang baik, mengatasi penderitaan dan masalah yang dihadapi oleh umat dengan memberi contoh dan sebagainya yang menjadi perhatian masyarakat.46
43
66.
44
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm.
Sulistio, “Membangun Ilmu dan Tekik Dakwah”, Studi tentang Beberapa Aspek Penunjang Keberhasilan Dakwah, Bulettin Risalah Dakwah, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. 80, Jan-Juni, 2000, hlm. 65 45 Q.S. 56:10 Kata As Sabiqunal Awalun berarti orang yang pertama kali masuk Islam lihat, Sukarno dan Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Angkasa, 1983), hlm. 29 46 Abbuddin Nata, Loc., Cit
70
Beberapa penyakit yang menimpa remaja muslim saat ini adalah tingkah laku mereka yang jauh dari akhlak mulia serta tanggungjawab terhadap dunia Islam. Inilah buah kurangnya pembinaan orang tua dan kelalaian mereka terhadap sebuah tanggungjawab yang besar. Maka perhatian Rasulullah yang paling besar setalah dakwah tauhid dan pemurnian akidah, adalah mendidik jiwa dan membersihkannya.47 Dalam hal itu beliau tidak meninggalkan kewajibannya sebagai seorang bapak. Kesibukan beliau dalam menyampaikan risalah tidak membuat beliau melalaikan keluarga dan anak-anak. Allah berfirman surat asy-Syu’ara’ ayat 214 :
(214: ﻦ )اﻟﺸﻌﺮاء َ ﻚ ا ْﻟَﺄ ْﻗ َﺮﺑِﻴ َ ﻋﺸِﻴ َﺮ َﺕ َ َوأَﻧ ِﺬ ْر “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang paling dekat ” (Q.S. Asy-Su’ara : 214).48 Ayat tersebut dengan tegas memerintahkan kepada setiap orang untuk dapat memberi peringatan kepada anggota keluarganya yang terdekat, sebab bagimanapun juga mereka merupakan amanat yang harus dijaga dengan cara memberikan bimbingan dan pendidikan yang baik. Pesan-pesan Nabi Muhammad saw. dalam menanamkan pendidikan dan memberi pengajaran kepada keluarganya, terutama terhadap isteri, anak-anak dan kerabat-kerabat dekatnya yaitu keteladanan yang tampak dalam pribadi Rasulullah sebagai seorang suami, seorang ayah dan sebagai sahabat bagi saudaranya. Peran itu beliau tunjukan dalam tugasnya sebagai berikut : a. Nabi berperan sebagai suami Dalam mendidik dan memberi pengajaran pada keluarganya terutama kepada para isterinya yang nantinya menjadi Umahatul Mukminin (ibunya orang-orang mukminin). Nabi Muhammad saw. menunjukan sikap yang sangat baik, beliau sebagai seorang suami bagi para istri memperlihatakan kepribadiannya yang tegas, periang 47
Musthafa Husain Attar, Keagungan Akhlak dan Pribadi Rasulullah, terj. Irawan Raihan, (Solo : Pustaka Arafah, 2003), hlm. 159. 48 Soenaryo, op. cit., hlm. 589
71
(candanya), dan kelembutan pada mereka. Sikap-sikap inilah yang ditanamkan Rasul dalam memimpin para isterinya dengan memberikan pendidikan yang baik. Beliau dengan para isteri selalu bersikap lemahlembut bercanda bersama mereka sopan santun dan sabar terhadap kesalahan-kesalahan
mereka,
namun
kesemuannya
ini
tidak
menghalangi Nabi saw untuk bertindak tegas terhadap mereka pada waktu tertentu, ini dapat diketahui dengan menyimak pendapat bahwa “Tarbiyah tak akan berhasil kecuali menempatkan sopan santun pada tempatnya dan amuk marah juga pada waktunya”.49 Satu kisah yang menyatakan bahwa Nabi pernah menunjukan kemarahan kepada isterinya yaitu, ketika mereka hendak meminta Nabi menambah perhiasan bagi mereka. Peristiwa itu yang membuat kemarahan Nabi pada isteri-isterinya hingga turun surat Al-Ahzab ayat 28-29 sebagai peringatan bagi Nabi untuk bertindak tegas pada isterinya. Demikianlah pendidikan yang senantiasa ditanamkan Nabi saw dalam memperingatkan isterinya dengan disertai akhlak mulia, penuh kelembutan, namun tetap tegas. b. Nabi sebagai Seorang Ayah Budaya bangsa Arab yang sangat mengagung-agungkan anak seorang laki-laki dari pada anak perempuan menjadi sorotan tersendiri bagi Nabi Muhammad untuk dihilangkan. Beliau tidak pernah menunjukan sikap yang berbeda terhadap anak laki-laki dan perempuan dengan lebih megistimewakan dan menganakemaskan anak laki-laki, bagi Nabi mereka adalah sama, sehingga keduannya juga harus mendapat pendidikan dan pengajaran yang sama. Nabi Muhammad saw banyak dikaruniai anak perempuan dan hanya anak laki-laki dari isterinya Khadijah, namun itupun meninggal pada waktu masih kecil. Untuk itu yang menjadi tumpuan Nabi Muhammad saw terhadap anaknya tidak lain hanya putri-putrinya.
49
Mahmud Mahdi Al-Istambuli dan Mustafa Abd Nasr Al-Shalbi, Wanita-wanita Shalihah Dalam Cahaya Kenabian, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002), hlm. 89
72
Dalam melaksanakan tugas seorang ayah, beliau memberikan pengajaran kepada anak-anak melalui nasehat dan teladan yang baik. Maka ketika beliau melihat tangan Amr bin Umi Salamah anak asuh Rasulullah berputar-putra di atas hidangan, beliau memperhatikan seraya bersabda “nak, bacalah asma Allah dan makanlah dari yang dekat”50 Perhatian beliau terhadap putri-putrinya, juga sedemikian besar, hal ini tampak pada saat Fatimah putrinya hendak meminta kepada
Rasulullah
seorang
pembantu
dalam
menyelesaikan
pekerjaannya disebabkan tangannya yang melepuh. Dengan jiwa yang sabar Rasulullah justru menyarankan kepada putrinya tersebut untuk bertasbih agar kuat badannya dan meringankan penyakitnya.51 Kelembutan dan kasih sayang Nabi sebagai ayah bagi putri-putrinya dan sebagai bapak bagi anak-anak kecil begitu dirasakan oleh para orang tua yang menjadi teladan dalam mendidik dan mengajar anakanak generasi mereka selanjutnya dengan menanamkan nilai Islami berupa kasih sayang, ketegasan, kesabaran dan sebagainya. 2. Kepemimpinan Nabi Muhammad Saw Dalam Mendidik Umat Awal terjadinya pendidikan Islam semenjak Muhammad diangkat sebagai Rasulallah di kota Mekkah beliau sendiri sebagai gurunya. Pendidikan
masa
itu
merupakan
prototype
yang
terus-menerus
dikembangkan oleh umat Islam untuk kepentingan umat pada zamannya. Pada masa inilah pendidikan Islam dimulai. Muhammad mulai tugasnya membersihkan tauhid dari syirik dan penyembahan terhadap berhala,52 sehingga mutiara tauhid yang telah pudar cahayanya pada masa itu menjadi cermerlang kembali dan menyinari seluruh segi warisan yang ada.
50
Musthafa Husein Attar, op. cit., hlm. 161 Ibid., hlm. 160 52 Zuhairini, et, al, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 15 51
73
Pelaksanaan pendidikan Islam pada masa pembinaan awal oleh Nabi saw., dilaksanakan berdasarkan petunjuk dan bimbingan Allah. Muhammad menerima petunjuk (wahyu) dari Allah dan menyampaikan kepada umatnya, kemudian Muhammad memberikan penjelasan tentang maksud dan pengertian wahyu-wahyu Allah yang disampaikan tersebut, dan sekaligus beliau memberikan petunjuk serta teladan bagaimana melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari, kemudian Muhammad memerintahkan kepada umatnya agar memperhatikan dan meneladani pelaksanaan dan praktek-praktek wahyu-wahyu tersebut, sehingga akhirnya menjadi landasan bagi system kehidupan umatnya.53 Untuk memberikan penjelasan berikutnya pada poin di atas yang penulis maksud dengan umat di sini lebih terfokus pada pendidikan yang dilakukan Nabi pada para sahabat yang nantinya diteruskan pada umat selanjutnya. Dalam menjalankan pembinaan pendidikan dan pengajaran kepada para sahabat, Nabi menggunakan metode ceramah, menyampaikan wahyu yang baru saja diterimanya dan memberikan penjelasan-penjelasan serta keterangan-keterangannya, berdialog dan berdiskusi tanya jawab yang berkaitan dengan aqidah atau muamalah serta ibadah.54 Lapangan tugas yang dihadapi Nabi semakin terbentang luas, beliau bukan hanya mengajarkan masalah keagamaan tetapi juga masalah hidup dan kehidupan secara menyeluruh, baik menyangkut perorangan maupun yang menyangkut kemasyarakatan dan pemerintahan. Beliau merupakan pribadi guru dalam segala hal, apa yang beliau katakan dipandang sebagai pelajaran yang harus ditaati dan dipatuhi dalam mencapai tersiarnya agama Islam khususnya pengajaran pendidikan yang dibina oleh Nabi, maka tidak cukup hanya dilakukan dengan dakwah saja akan tetapi harus ada pembinaan pendidikan secara berlanjut, untuk missi seperti ini Nabi telah membina dan menggembleng para sahabatnya 53
Ibid, hlm. 17 Sukarno dan Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Angkasa, 1983), hlm. 31 54
74
menjadi guru yang memiliki semangat bakat dan kemampuan serta kesanggupan serta kesanggupan untuk menunaikan tugasnya menjadi pembimbing dan pembinaan serta pengajar bagi para pemeluk Islam yang baru, untuk itu Nabi memberi tugas kepada Musa bin Umair untuk menjadi pengajar bagi mereka yang baru masuk Islam. Keberhasilan Nabi dalam mendidik sahabatnya yang nantinya menjadi pengganti dan penerus dalam syiar Islam selanjutnya sebetulnya banyak dipengaruhi faktor-faktor berikut : a. Dasar-dasar ajaran Islam yang rasional dan fitrah mudah ditangkap dan dipahami orang. b. Sikap dan pribadi Nabi baik sebelum dan sesudah diangkat menjadi Rasul. c. Sikap permusuhan dan tantangan dari kaum Quraisy sendiri merupakan propaganda gratis bagi kemajuan dakwah Islam.55 Sebagai seorang pemimpin dalam pendidikan Nabi Muhammad saw. memberikan pendidikan dan mengajarkan segala hal kepada keluarga, sahabat, dan umatnya dengan menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan yang tepat, sehingga bila dinilai kepemimpinan yang dijalankan Nabi saw. ternyata telah menerapkan prinsip-prinsip leadership modern yang saat ini dikembangkan oleh para pemimpin.
55
Ibid, hlm.37